Hadiah
Hari-X sudah dekat. Hari-X,
bukan dalam artian Natal, tetapi hari-X mengacu pada hari tertentu.
Yah, karena bulan Desember
sudah dekat, jadi mungkin tidak salah juga menyebutnya Natal.
Ngomong-ngomong, aku
membuat perhitungan sambil melihat buku tabunganku sendiri.
Aku bekerja sambilan di
perusahaan HRG selama 3 hari dalam seminggu, jadi aku punya jumlah uang yang
lumayan dibandingkan dengan kebanyakan siswa SMA lainnya. Upah per jam
dari operator telepon relatif tinggi.
“Bulan lalu, aku dapat bayaran
tanggal 25 ... jadi saldonya ...”
Hmmm. Begitu rupanya.
Apa yang harus aku lakukan
untuknya?
Aku membayangkan wajah
Hiiragi-chan saat membuat pertimbanganku ... Aku khawatir tentang apa yang harus aku lakukan
untuknya, tapi rasanya dia akan senang dengan apa saja yang aku lakukan.
“Nii-san!”
“Uwah !? Duh tadi
bahaya. Aku hampir jatuh dari kursi. ”
Sana berdiri di pintu
kamar, dengan santai menyilangkan tangannya.
“Aku sudah memanggilmu
beberapa kali, tapi kamu malah bengong terus!”
“Terus? Ada apa kau ke
sini?”
“Kita ada
pertemuan. Hari ini. Klub tata boga. Kana-chan akan segera
datang. ”
Aaah ... Itu sebabnya dia
memakai pakaian biasa untuk keluar daripada pakaian santai di dalam rumah.
“Apa maksudmu dengan
pertemuan?”
“Kita sudah membicarakannya
kemarin. Kamu bahkan tidak mendengarkan ... Pesta ulang tahun, untuk
Sensei ... dan kamu.”
Oh ya, mereka memang
membahas hal itu. Hiiragi-chan dan aku punya hari ulang tahun yang sama,
jadi mereka ingin merayakannya.
Itu benar, pada tanggal 2
Desember mendatang, itu adalah acara besar – ulang tahun Hiiragi-chan. Serta
ulang tahunku juga.
Jumat minggu depan adalah
tanggal, jadi kami akhirnya memutuskan untuk melakukannya sepulang sekolah hari
itu.
“Sekarang aku sudah besar begini,
ketika kamu menyebutkan pesta ulang tahun ... itu tidak membuatku gembira...”
“Mengapa kamu mengatakan
sesuatu seperti orang paruh baya? Jika kita memutuskan untuk siapa,
jelas-jelas ini untuk Sensei daripada kamu, Nii-san. ”
Nah, jika kita mengadakan
perayaan utama untuk Hiiragi-chan, aku dengan sepenuh hati setuju.
Ketika ponsel Sana
berdering, dia mengangkat telepon dan meninggalkan kamar. Sepertinya
Kanata sudah datang. Sana, yang turun dari lantai dua, memandu Kanata dan
membawanya ke kamarku.
“... Seiji-kun, maaf atas
gangguannya.”
Kanata membungkuk di pintu
kamar.
“Ya. Selamat datang
... Hei, Sana, kenapa malah berkumpul di kamarku.”
“Tidak masalah, ‘kan?”
“Yah, kurasa karena kamarmu
berantakan.”
“Hmph.”
Dia melempar bantal ke
arahku.
“Saudara yang sangat akur.”
Gumam Kanata.
“Apa yang kita lakukan
untuk pertemuan ini? Apa kita akan pergi membeli hadiah atau memesan kue
atau semacamnya?”
“Yah, kurasa begitu.”
“... Apa kita akan membeli
hadiah masing-masing, atau kita patungan dan membeli hadiah yang lebih bagus?”
“Sana tidak punya ide
tentang apa yang harus dibeli sendiri ... Dan, Sana tidak punya banyak dana ...
jadi membeli bersama akan lebih baik.”
Kanata mengangguk.
“... Ayo lakukan itu. Aku
juga tidak tahu harus membeli apa. ”
Itu akan menjadi pilihan
teraman.
“Sana, bukannya kau bilang
kalau kau sudah sedikit menabung?”
“Apapun tak masalah, ‘kan? Dalam
hal anggaran, Sana punya uang sekitar 2.000 Yen ...”
“Batasku sekitar seratus
ribu Yen.”
Sana membuat ekspresi putus
asa.
“Apa maksudmu 100 ribu? Itu
terlalu banyak dan jujur saja cukup menyeramkan ...”
“Maaf. Hanya saja ada
begitu banyak perbedaan dalam kekuatan bertarung. Dibandingkan dengan uang
saku JK NEET yang cuma bermain-main sepulang sekolah, aku, yang punya pekerjaan
sepulang sekolah, memiliki kekuatan yang jauh lebih besar. ” (TN : JK = JoshiKousei = Gadis SMA, kalo arti NEET
udah pada tau ‘kan?)
Dia membuat ekspresi jijik
ketika aku menunjukkan wajah sombongku.
“Apanya yang JK
NEET. Kewajiban seorang siswa adalah belajar. Tidak perlu melakukan
pekerjaan sambilan segala.”
"Kau mungkin
mengabaikan belajarmu.”
“Apa semua pekerja bersikap
seolah-olah merekalah yang terhebat?”
Gadis ini, dia dengan
serius mengatakan sesuatu yang biasa NEET katakan.
“... Saa-chan.”
“Apa?”
“... Orang yang bekerja
adalah yang terhebat. Itu jawaban yang benar. "
Ada bobot tertentu dalam
kata-kata Kanata, yang diucapkan dengan tegas.
“Ugugugu…”
“... Namun, 100 ribu masih
berlebihan. Termasuk anggaran Saa-chan, ayo kita tetapkan kalau
masing-masing menyumbang 2.000 Yen. ”
Masing-masing menyumbang 2.000
yen, yang mana totalnya berjumlah 6000 yen. Dengan anggaran segitu
memungkinkan kita untuk membeli sesuatu yang baik.
“Aku setuju dengan itu. Diam-diam
memilih hadiah seperti ini mungkin oke-oke saja, tapi rasanya seperti kita
meninggalkan Sensei, jadi rasanya agak tidak enakan juga. ”
“Tidak apa-apa. Sensei
mungkin sedang sibuk. Itu sebabnya ini kejutan. ”
“Kurasa dia akan sangat
senang tentang itu.”
“... Kami sudah
memberitahunya tentang hari Jumat, jadi mungkin dia bahkan akan membuat kue.”
Aah ... tampaknya dia memang
akan membuatnya. Dia mungkin akan membuat sesuatu pada tingkat yang sama
dengan kue pengantin.
Setelah itu, kami
mendiskusikan apa yang akan kami beli untuk hadiah. Masing-masing dari
kita mencari tahu lewat ponsel, mengatakan ini mungkin lumayan, atau itu
mungkin bagus.
Di sela-sela pembicaraan
kami yang putus-putus, Sana, yang terus melirikku, bertanya kepadaku.
“Ni-Nii-san, apa kamu ...
memiliki sesuatu yang kamu inginkan?”
“Kekayaan dan ketenaran.”
“... Seiji-kun, berikan
jawaban yang benar.”
Ketika aku bercanda, Kanata
malah memarahiku.
“Sana, apa kau ...”
Sambil melambaikan
tangannya, Sana langsung panik dan wajahnya memerah.
“In-Ini bukan seperti yang
kamu bayangkan. Kebetulan saja seiring dengan alur pembicaraan. Itulah
satu-satunya alasanku bertanya. Jangan salah paham.”
Apa gadis ini mungkin orang
yang baik?
“... Jangan bercanda terus
dan beritahu dia jawaban yang benar.” Aku diberitahu oleh Kanata, jadi aku
memikirkannya sebentar.
“Hmmm ... Ah, paket lengkap
DVD The Silver Thunder King, Breig . Aku pikir itu akan
menyenangkan bila memilikinya, tapi aku ketinggalan dan akhirnya tidak
membelinya— ”
Silver
Thunder King, Breig adalah anime robot orisinil yang
diorientasikan untuk anak-anak. Anime tersebut memiliki beberapa adegan
penuh gairah yang bahkan bisa membuat orang dewasa merasa tergerak dan menangis. Bisa
dibilang kalo itu adalah mahakarya.
“Paket lengkap ... DVD… Sana
juga menyukainya, tapi Breig ...”
Ah. Bagi JK NEET,
membeli seluruh paket mungkin terasa sulit.
“Kamu tidak perlu
memaksakan dirimu sendiri, oke?”
“Aku tidak akan memaksakan
diriku! Le-Le-Le-Lebih tepatnya, Sana tidak pernah mengatakan kalau dia
akan membelinya untukmu. ”
“... Walau sudah jelas
begitu, Saa-chan masih berusaha keras untuk menyembunyikannya ...”
Kanata, kau tidak perlu
menjelaskannya lebih jauh.
Karena pembicaraan kita
keluar dari topik, aku memandu alur pembicaraan kembali ke jalurnya. Sana
sepertinya selalu menghitung sesuatu di dalam kepalanya, jadi pertanyaan yang
Kanata dan aku sepertinya baru saja terbang di atas kepalanya.
Apa yang Kanata dan aku
putuskan adalah bahwa kita harus menemukan sesuatu yang praktis dan sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
“... Bagaimana dengan,
syal?”
“Ah. Bukankah itu
bagus? Sensei terkadang bersepeda ke sekolah, jadi itu sepertinya sesuatu
yang dia butuhkan. Sepertinya sesuatu yang sesuai anggaran. ”
Belakangan ini cuaca lumayan
dingin, jadi dia pulang pergi dengan mobil. Dengan itu aku akan bisa
melihatnya ... Jangan katakan apa-apa lagi.
Sudah diputuskan, hadiah
Hiiragi-chan akan menjadi syal.
Karena hari masih sore, kita
akhirnya pergi ke kota untuk membeli hadiah.
*****
Karena satu minggu akan
memasuki bulan Desember, jadi sudah ada suasana Natal yang menghiasi penjuru
kota. Lagu-lagu Natal yang akrab bisa didengar, dan ada beberapa toko yang
membuat karyawannya memakai topi Santa.
Kami akan membeli syal yang
cukup mahal, jadi kami tiba di sebuah toko yang cukup besar.
Begitu kami tiba di sudut
pakaian wanita, Sana dan Kanata mengambil beberapa syal yang terbuat dari
kasmir atau bahan lainnya.
“Kira-kira desain apa yang
bagus...?”
“... Karena ini untuk
digunakan saat bepergian, mungkin sesuatu yang tidak terlalu mencolok.”
Aku melihat mereka berdua
dari luar. Sulit bagi pria untuk memasuki area pakaian wanita ...
... Aku juga punya sesuatu
yang ingin aku lihat, jadi kurasa aku akan diam-diam memeriksanya nanti.
“Wahhh, ini imut.”
“... Ya.”
“Nii-san, bagaimana
menurutmu?”
Sana menunjukkan syal
kotak-kotak merah. Aku pikir desainnya cukup bagus.
“Aku pikir daripada
kotak-kotak, sesuatu yang lebih sederhana mungkin lebih baik? Warna merah
juga rasanya sedikit mencolok.”
Karena ini hanya untuk
perjalanan, itu seharusnya cukup baik. Namun, itu mungkin sedikit
pilih-pilih.
“Syal ini adalah sesuatu
yang dia bisa kenakan secara alami di sekolah —— kamu mungkin terlihat sangat
polos tapi itu sama di luar sekolah.”
Hiiragi-chan telah
mengajariku tentang pakaian guru sebelumnya.
“Nii-san ... Kamu lumayan
tahu, ya.”
“Eh?”
“... Seiji-kun, apa ...?”
“Eh? Eh? ... Ap-Apa
...? ”
“Apa kamu ingin menjadi
guru?”
“...
Aaah. Ya. Jadi aku ketahuan. ”
Aku masih aman.
“... Saa-chan, berdasarkan
itu, bagaimana dengan ini.”
“Ah. Itu juga bagus.”
“…Iya, ‘kan?”
Apa yang Kanata tunjukkan
tanpa kata adalah syal abu-abu yang hangat. Ah, sepertinya yang itu bakal
cocok untuknya.
Mereka berdua mencobanya.
““… hangatnya…””
“Baiklah, ayo kita beli
yang ini.”
Kanata sebagai perwakilan
menyelesaikan pembayaran. Dia juga membungkusnya sebagai
hadiah. Persiapan sudah selesai.
“Apa Sensei akan merasa
senang dengan ini?”
“... Saa-chan, tidak
apa-apa. Mungkin.”
Ya. Pasti akan
baik-baik saja. Bukannya dia tidak punya syal, tapi dia tidak punya yang
serupa.
Setelah meninggalkan toko,
semua yang diperlukan sudah selesai.
“Aku ingin pergi ke suatu
tempat dulu, jadi ayo kita berpisah sampai di sini.”
Mengatakan beberapa kata
perpisahan, mereka berdua berjalan menuju stasiun tanpa peduli di dunia.
Lalu, aku berbelok balik ke
dalam toko.
“Hadiah itu dari kita
bertiga bersama-sama.”
Aku akan menyiapkan sesuatu yang cuma dari diriku sendiri.