The Result when I Time Leaped Chapter 155 Bahasa Indonesia

 

Natal - Bagian 5

 

 

“Apa maksudmu?”

Ini hampir seperti dia curiga kalau aku menipunya ... Yah, memang benar sih kalau aku berbohonng nongkrong bareng Fujimoto.

“Bukan hanya malam Natal.”

“..…”

“Baik hari Jumat maupun Sabtu, kamu sering keluar sampai malam, kamu juga kelihatannya mau cepet-cepet pergi. Seringkali, kau tidak pernah di rumah. ”

“…Itu benar.”

Apa dia menyadarinya…? Apa dia sudah menyadari keberadaan pacar? Bukannya aku perlu memberitahunya mau ke mana aku akan pergi, tapi bagi orang tipe indoor seperti aku yang menghabiskan waktu di luar setiap akhir pekan pasti sesuatu yang menurut Sana tidak wajar.

“Itu sebabnya… Aku berpikir kalau kamu mungkin sedang berpacaran dengan seseorang.”

“Apa? kamu ini beneran brocon sejati karena penasaran dengan siapa kakakmu pergi.”

“Bu-Bukan begitu yang aku maksud!”

“Dan kau yang selalu memanggilku siscon… astaga.”

Aku menggelengkan kepala karena kecewa. Namun, Sana mungkin merasakan kepastian dalam dugaannya. Dia tidak mengatakannya dengan jelas, tapi itulah yang dia rasakan saat mengatakan itu.

“… Jika, aku memang punya pacar—”

Sana mengangguk saat aku mulai berbicara.

“Orang seperti apa yang akan membuatmu bahagia?”

Setelah ditanyai dengan nada serius, Sana mengalihkan pandangannya ke arah secangkir kopi di tangannya.

“Yah, daripada senang, lebih seperti……dengan siapa kamu akan merasa tak keberatan?”

Aku menambahkan pertanyaan tambahan sebelum menunggu pernyataan Sana. Dia mengaduk cangkirnya dengan sendok teh seolah-olah ingin menenangkan dirinya.

“Aku tidak tahu.”

“Kau tidak tahu…?”

“N-Nii-san tidak akan pernah menikah. Kamu tidak boleh, jadi kamu, kamu bahkan tidak butuh yang namanya pacar.”

“Itu argumen yang cukup irasional ... Yah, ini lebih merupakan pertanyaan hipotetis.”

Dengan mengerutkan kening, Sana terus menatap ke arah meja seolah-olah dia mencoba menahan sesuatu.

Aku menunggu dan terus menunggu, tetapi masih belum ada jawaban.

Pada saat aku menyadarinya, jumlah orang di luar kafe sudah mulai meningkat, dan lebih banyak pasangan mulai menonjol.

“Ayo pergi.”

Aku mendesak Sana, yang tidak mengatakan apa-apa, dan kami berdua meninggalkan kafe bersama-sama.

Aku tidak tahu kapan waktu yang tepat untuk memberitahu Sana tentang Hiiragi-chan.

Jika dia adik yang mudah menerima seperti Natsumi-chan, maka aku mungkin sudah memberitahunya, tapi sejauh yang bisa aku lihat sebelumnya, mungkin lebih baik jika aku terus menunggu.

… Pernikahan yang diberkati semua orang.

Apa yang aku katakan ketika kami sedang memperbaiki hubungan antara pasangan ibu dan anak keluarga Hiiragi sekarang sangat membebani pikiranku.

Jika aku mengaku dan Sana justru menolaknya, itu seharusnya tidak mengarah pada hubungan buruk yang kita miliki di masa depan. Aku tidak berpikir aku akan putus dengan Hiiragi-chan hanya karena kami ditolak oleh orang lain.

Namun, kami akhirnya akan putus di tahun depan…

“Setelah kita membeli game tersebut, ayo makan siang. Apa yang ingin kamu makan?”

“… Tidak usah. Sana mau langsung pulang saja.”

“Ah…….sungguh?”

Setelah itu, kami pergi ke toko game yang sering kami kunjungi. Karena obral Natal yang sedang berlangsung, ada banyak orang di dalam toko, dan sulit untuk melewati orang-orang di dalam gang sempit.

Sana memberiku tiga game yang dia pilih. Itu seperti yang dia katakan padaku sebelumnya.

Biasanya, dia akan memeriksa game-game lain dan akhirnya menunda waktu, namun, sepertinya dia sudah selesai untuk hari ini.

Kami mengantri di kasir dan menyelesaikan pembayaran. Aku baru saja merasa cukup. Itu sangat dekat. Aku memang bertanya apa dia mau makan siang, tapi aku hampir tidak punya cukup uang untuk membayar tiket kereta.

“Ini. Selamat Natal.”

“Ya.”

Dia menanggapi setelah aku menyerahkan tas dengan logo toko game.

“Sana akan pulang. Jadi, mending kita berpisah di sini.”

Mengatakan itu, Sana pergi dengan langkah cepat.

Daripada makan siang, dia mungkin hanya ingin pulang dan bermain game.

Nah, karena aku sudah di sini, aku mungkin juga sekalian membeli hadiah untuk Hiiragi-chan dan mampir di sekitar sekolah.

Sudut Pandang Sanada Sana

“… Apa yang Seiji-kun bilang?”

“Sana tidak pernah bisa langsung bertanya padanya…”

“…Begitu ya.”

Setelah pulang sendirian, aku menelepon Kana-chan. Selain berterima kasih padanya untuk kemarin, aku juga menceritakan tentang apa yang terjadi hari ini.

Saat aku berbicara dengannya tentang pesta Natal kemarin, Kana-chan mengungkapkan keraguannya.

“Kenapa Nii-san tidak mau terus terang?”

“… Itu mungkin karena dia benar-benar ingin kamu menjadi sekutunya.”

“Aku, menjadi sekutunya?”

Ya, Kana-chan memberikan penegasan sebelum melanjutkan.

“… Tahukah kamu, bagaimana dalam RPG ada karakter yang mungkin atau mungkin tidak menjadi sekutumu tergantung pada pilihanmu? Jika mereka menjadi sekutu, itu sangat meyakinkan, sementara jika mereka musuh, mereka akhirnya menjadi sangat kuat. Jika kamu membuat kesalahan, mereka menjadi musuhmu. Memikirkan risiko itu, kamu mungkin menghindari kontak.”

“Begitu ya…”

Perumpamaannya cukup mudah dimengerti. Aku tidak tahu apa itu persis seperti yang dikatakan Kana-chan, tapi jika memang begitu, berarti Nii-san ingin Sana menjadi sekutunya.

Orang seperti apa yang akan membuatmu bahagia?

Mungkin kalimat itu adalah caranya menyelidik ...

“… Saa-chan, apa kamu sudah siap?”

“Sudah lebih dari setengah tahun… Tapi meski begitu, bukan berarti aku akan baik-baik saja…”

“… Fufu. Kamu sudah cukup dewasa. Kamu memang sangat baik. ”

“Kamu memperlakukanku seperti anak kecil… Ya ampun.”

Aku bilang aku baik-baik saja di permukaan, tapi pada akhirnya, dadaku masih terasa disayat-sayat.

Ini menciptakan perasaan yang mengerikan.

Jika kamu ingin menyembunyikannya, kamu harus menyembunyikannya dengan benar.…



<<=Sebelumnya   |   Selanjutnya=>>

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama