Chapter 02 —
Gadis SMA dan Jerawat
Bulan Juni, dimana saat
pergantian pakaian musiman selesai dan semua orang memakai lengan pendek.
Belakangan ini, aku terus
kepikiran dan baru menyadari kalau Yuuri menghabiskan lebih banyak waktu di
tempatku.
Selain membawa persediaan kosmetik
untuk Kanon dan Himari, Yuuri juga membawa kue serta snack sebagai hadiah.
Meski aku merasa bersyukur, aku
juga merasa sedikit tidak enakan setiap kali aku mendapatkannya.
Namun, aku bukannya tidak
senang, karena aku juga suka yang manis-manis. Aku jadi sangat senang.
Selain itu, kue dan snack ini
memiliki harga jual yang terjangkau.
Camilan yang biasa dibeli
Kanon, seperti yang diharapkan, adalah manisan yang agak mahal, jadi Yuuri
tidak membawanya.
Jadi, kue yang Yuuri bawa hari
ini adalah kue krim.
Rupanya, dia membelinya di toko
roti dekat kantorku.
Nama toko itu tercetak di
bungkusnya, namun ini baru pertama kalinya aku mendengarnya.
Nah, agar adil, aku tidak
pernah berusaha secara sadar untuk mengingat nama toko-toko ini.
Sambil duduk di sofa ruang
tamu, tidak embutuhkan waktu lama sebelum menyantap kue krim pertama kami.
“Hah…uwaah…? Ini enak!” Kanon
menggigit dan berseru dengan suara riang.
Himari terus makan tanpa suara
dengan pipinya yang penuh dengan krim.
Apa karena dia terlalu
menikmatinya sampai-sampai tidak menyadarinya?
Aku menikmati setiap gigitan.
Kue yang kumakan berisi krim custard lembut dan krim kocok yang tidak terlalu
manis.
Ditambah lagi, keraknya terasa renyah
dan enak. Ini nih, seperti yang diharapkan, rasa yang tidak bisa disaingi oleh
kue dari toko swalayan.
Kue ini langsung naik ke puncak
peringkat kue favoritku.
Aku melirik lagi ke nama toko
yang tercetak di kotaknya.
“Begitu ya... aku akan mampir diam-diam
di toko itu lain kali.”
Begitu dia selesai makan, Kanon
lalu pergi mandi.
Sekarang merupakan hari dimana
Himari dapat gilliran kedua.
“Hm…” Yuuri, yang bersiap untuk
pergi, menyentuh dahinya dengan ekspresi misterius.
“Yuuri-san, ada apa?” Himari
dengan rendah hati bertanya pada Yuuri.
Biasanya Kanon ada di tengah,
tapi saat Himari dan Yuuri berduaan, masih ada suasana yang sungkan diantara
mereka.
Yah, keduanya agak polos dalam
beberapa hal.
“Bukan apa-apa, sepertinya ada
beberapa jerawat di dahi… Padahal tadi pagi tidak ada jerawat,” balas Yuuri sambil
tersenyum pahit.
“Ah, aku juga punya jerawat di
daguku kemarin.”
“Fufu. Kita berada di situasi
yang sama sekarang, ya?”
“Yuuri, di usiamu, aku takkan
menyebutnya jerawat. Jerawat- ”kata-kataku terpotong oleh tatapan tajam seperti
pisau yang Yuuri berikan padaku. Aku tidak melanjutkan perkataanku lagi.
“Hm. Oke kalau begitu, ” ujar
Yuuri, kembali ke senyumnya yang biasa.
Dari samping, Himari dengan
ekspresi panik dan berkata padaku dengan matanya, “Kamu sama sekali tidak peka,
Komamura-san ...”
Memang, apa yang akan kukatakan
tadi memang bodoh.
Tidak
peduli seberapa dekatnya kita, jangan sekali-kali membicarakan usia seorang
wanita ... Aku mengukir dalam-dalam peringatan itu ke dalam hatiku.
Sejujurnya, ekspresi Yuuri yang
tadi merupakan hal paling menakutkan yang pernah aku lihat…
Pintu kamar mandi terbuka saat
itu.
“Yang benar saja, aku punya
jerawat.”
“…”
Kami semua secara bersamaan
menoleh ke Kanon, yang keluar dari kamar mandi mengeluh dengan suara acuh tak
acuh.
“Ehh…? Apa yang terjadi dengan
kalian semua? ” Kanon kebingungan saat dia menjadi objek tatapan tajam yang
tiba-tiba.
Apa-apaan ini? Waktunya apes
sekali.
Atau lebih tepatnya, bagaimana
masing-masing dari mereka kena jerawat pada saat yang sama?
Apa kue krim itu terlalu
berlebihan untuk mereka semua?
“Uh, itu bukan apa-apa…”
“Jadi tidak ada apa-apa… Apa
kamu yakin? Jelas-jelas, sesuatu telah terjadi, bukan? ”
Kanon,
jangan terus mengungkitnya.
Yuuri, yang dari tadi tersenyum
ramah, terlihat sedikit menakutkan lagi.
※※※
(Perubahan sudut pandang orang ketiga)
Saat sedang membentangkan futon
di ruang tamu dan seolah-olah baru teringat sesuatu, Kanon bergumam.
“Jerawat ini jadi
mengingatkanku pada omoi, omoware, furi,
furare* saat SMP dulu. Saat kamu punya jerawat, itu mengejutkan semua orang,”
tutur Kanon saat pipinya sedikit memerah. Tetap saja, Himari hanya memasang
ekspresi bingung.
“Apa itu?” Tanya Himari.
“Eh… Seriusan? Kamu belum pernah
mendengarnya?” melihat ekspresi Himari,
kali ini Kanon yang dibuat kebingungan.
“Hmm… lalu apa hubungannya dengan
jerawat?”
“Ini mirip seperti sesuatu
untuk meramalkan cinta… Tempat munculnya jerawat menunjukkan posisimu kepada
orang yang kamu sukai…” kata Kanon sambil menggaruk pipinya dengan
jari-jarinya. Dia tampak tersipu.
Rupanya, dia merasa malu saat mengucapkan
kata "orang yang kamu suka".
Sebaliknya, mata Himari berbinar penuh ketertarikan.
“A-Aku ingin tahu!”
“Hei, tenanglah. Aku akan
memberitahumu,” Kanon menenangkan reaksi Himari yang terlalu girang.
Dia sedikit iri dengan sisi
Himari yang begini.
“Kalau begitu, santai saja,
oke?” ujar Kanon.
“Jerawat di dahimu menyiratkan 'omoi.' Artinya segala sesuatu ada di
pikiranmu; yaitu, cinta bertepuk sebelah tangan.” Lanjutnya.
“Benarkah…? Jadi, bagaimana
dengan yang ada di dagu? ”
“Kalau yang di dagu 'Omoware.' Itu berarti ada seseorang yang
sedang memikirkanmu.”
“Hah…?” Himari menelusuri
jerawat di dagunya dengan jarinya.
Mungkin karena ada pikiran yang
terlintas di benaknya, sehingga pipi Himari jadi merah merona, Kanon kemudian
menunjuk dagunya sendiri.
“Ngomong-ngomong, aku juga
memilikinya di daguku.”
Mereka saling memandang dan
tersenyum pahit.
Mungkin… tidak, pasti, mereka
memikirkan hal yang sama, jadi mereka berdua sedikit sedih.
“Arti 'Omoware' dari jerawat ini mungkin yang itu. Cinta keluarga?
Sepertinya seperti itu.”
“Ya. Aku pikir begitu…”
Tapi sepertinya mereka tidak
mempertimbangkannya. Kedua gadis itu memaksakan pemikiran mereka ke sisi yang
baik.
“Omong-omong, apa arti dua yang
lainnya?”
“Hmmm. Kalau ada jerawat di
pipi kiri namanya ‘furi’, dan 'furare' untuk pipi kanan.”
“Itu… Lalu, kamu harus
melakukan apa saja supaya jerawat tidak muncul di pipi kanan,…?” Ketika Himari
mengatakan itu dengan ekspresi berat, Kanon, secara refleks juga akhirnya
menyeret keinginannya ke sisi yang sama.
Tidak ada yang mau ada jerawat
di pipi kanannya.
Pikiran mereka berdua begitu
serius sehingga hati mereka tertipu oleh takhayul yang tidak berdasar.
“Baiklah. Kita harus menjaga diri,
tidak hanya mencuci muka tetapi juga makanan dan tidak begadang, oke? ”
“Iya! Betul sekali! Kanon-chan,
ayo kita tidur sekarang juga!”
Rasanya lucu sekali melihat
Himari bergegas ke dalam futon, jadi Kanon hampir saja tertawa terbahak-bahak
tanpa sadar.
Memang benar perasaannya campur
aduk sejak dia menyadari bahwa mereka menyukai orang yang sama.
Tapi secara keseluruhan, Kanon
tidak membenci Himari.
<<=Sebelumnya | Daftar isi
| Selanjutnya=>>
TN: Omoi, omoware, furi, furare adalah slogan iklan tentang jerawat
di tahun 1980 yang tak disangka menjadi populer di kalangan gadis sekolahan.
Ada shoujo manga dengan judul yang kayak gitu juga. Kalian bisa cari-cari di
google.