Roshi-dere Vol.3 Chapter 04 Bahasa Indonesia

Chapter 04 — Ja-Jadi Ini Yang Namanya Perbedaan Budaya, ya …

 

“Akhirnya selesai jugaaa~~”

Setelah menjalani ujian akhir selama satu minggu, rasa pencapaian Masachika membuatnya berkembang pesat.

Saat melihat sekeliling kelas,Ia bisa melihat murid di sana-sini yang menikmati perasaan bebas dan mendiskusikan rencana mereka untuk sepulang sekolah, walaupun mereka masih ada jam wali kelas.

Adapun Masachika, Ia tidak punya rencana untuk bermain dengan teman-temannya hari ini karena Ia akan menonton semua anime yang sudah Ia rekam selama masa ujian. Ia memang tidak punya rencana, tapi ... ada satu hal yang membuatnya penasaran ….

“Kerja bagus buat ujiannya, Alya.”

“Ya, Kuze-kun juga, kerja bagus untuk ujiannya.”

...... Entah kenapa, Ini hanya perasaannya saja, tapi Masachika merasa bahwa sikap Alisa entah bagaimana agak menjauh.

Masachika merasakan perasaan tidak nyaman ini sejak hari senin, tapi Ia mengabaikannya karena harus berkonsentrasi pada ujiannya dan juga ada kemungkinan kalau itu hanya imajinasinya saja. Namun, Ia tidak bisa menikmati masa liburannya jika tidak menyelesaikan perasaan tidak nyaman ini.

“Umm, Alya, apa kamu punya rencana sepulang sekolah nanti?”

“Tidak, tidak ada sama sekali”

“Begitu ya. Lalu, bagaimana kalau kamu pulang bersamaku? Ada yang ingin aku diskusikan denganmu mengenai upacara penutupan.”

“… baiklah, aku tidak keberatan”

“Oke, sampai ketemu lagi.”

“Ya”

Dari kelihatannya saja ini tampak percakapan yang biasa. Sikap Alisa masih  sama seperti biasanya. Tapi, perasaan tidak nyaman itu masih mengganjal hati Masachika. Dan penyebabnya ialah …

(Dia tidak menggumamkan kalimat memalukan dalam bahasa Rusia ... meski aku tidak tahu apa penyebabnya)

Benar sekali, selama lima hari berturut-turut. Gumaman manis bahasa Rusia Alisa benar-benar mereda. Tidak, hal itu sendiri merupakan berita bagus buat Masachika. Tidak hanya ucapan manis dalam Bahasa Rusia yang begitu mendadak sangat tidak baik bagi jantung Masachika, tapi juga cara Alisa, orang yang mengatakannya, berusaha curi-curi pandang ke arahnya, sehingga otot-otot wajahnya bisa terlatih. Jadi, bisa dibilang itu hal yang bagus …… tapi tetap saja, itu masih membuatnya penasaran. Dan begitu Masachika memperhatikannya, Ia merasa kalau sikap Alisa sedikit cuek.

(Hmm~ ... yah, kalau itu hanya imajinasiku saja sih, kurasa tidak ada masalah ...)

Sabtu depan akan ada pidato upacara penutupan, sebuah acara besar dalam kampanye pemilihan ketua OSIS. Masachika ingin menyingkirkan faktor apapun yang dapat mengganggu hubungan partner mereka selagi bisa. Sisanya, yah, ......

(... Apa aku melakukan sesuatu yang membuatnya membenciku?)

Walaupun Ia tidak tahu penyebabnya, mau tak mau Ia masih merasa penasaran, karena Ia memiliki hati yang sensitif.

 

◇◇◇◇

 

Setelah jam wali kelas selesai, Masachika dan Alisa meninggalkan ruang kelas bersama seperti yang dijanjikan. Saat mereka berjalan berdampingan, mereka bisa merasakan bahwa mereka lebih banyak menarik perhatian ketimbang sebelumnya. Sejak awal, wajah cantik Alisa yang layaknya bidadari sudah menarik perhatian banyak orang, tapi sekarang tatapan murid-murid juga diarahkan ke Masachika. Ternyata,  setelah debat pekan lalu, mereka berdua diakui banyak murid sebagai pasangan calon ketua OSIS.

“...  Jadi? Katanya kamu ingin membahas sesuatu tentang pidato dalam upacara penutupan?”

“Ah, itu benar ...”

Seperti biasa, Alisa berbicara kepadanya dengan tenang seolah-olah tidak ada hal aneh yang terjadi. Sedangkan di sisi lain, Masachika merasa ragu-ragu sejenak dan kemudian bertanya langsung.

“Tapi sebelum itu ... Umm, Alya. Apa ada sesuatu yang terjadi?”

“Apa maksudmu?”

“Dari tadi aku merasa penasaran ... Sejak hari senin, bukannya tingkahmu sedikit berbeda dari biasanya?”

Saat ditanya Masachika, Alisa berhenti sejenak dan kemudian menatap Masachika dengan ekspresi terkejut.

“Dari reaksimu itu ... seperti yang kuduga, pasti ada sesuatu yang terjadi, ya”

“...”

Ketika Masachika mengatakan itu dengan senyum masam, Alisa tiba-tiba berbalik ke depan dan melanjutkan langkahnya. Kemudian, dia memasang ekspresi berpura-pura acuh dan berkata.

“... Itu cuma imajinasimu saja.”

“Tidak, percuma saja untuk menutupinya, tau?”

“ ... ”

Masachika terus menatap ke depan dan berbicara kepada Alisa yang masih bersikap keras kepala, tanpa memandangnya.

“Apa aku melakukan sesuatu yang membuatmu marah? Jika memang begitu, aku ingin kamu memberitahuku.”

“... Aku tidak mau mengatakannya”

“Hmm~, begitu ya...”

“Haaa ... aku usahakan sebisa mungkin untuk menyembunyikannya. Di awal minggu, aku akan berusaha membuatnya kembali seperti biasa ... Apa itu masih kurang cukup?”

Setelah menghela napas dengan ringan, Alisa mengatakan itu sambil mendongak ke arahnya. Ekspresi kekanak-kanakan yang sedikit cemas di wajahnya begitu menggemaskan sampai-sampai membuat Masachika ingin mengelus kepalanya dan berkata, “Tidak, itu masih kurang cukup~~!” Tapi Ia menepis keinginan itu dan menggelengkan kepalanya dengan ekspresi serius.

“Hmm~ meski kamu bilang begitu ... Tapi sudah lima hari berturut-turut, loh? Jika kamu berpikir kalau kamu bisa kembali normal sih, tidak apa-apa ....”

“... Apa itu terlihat jelas di wajahku?”

“Yah, begitulah ...”

“Begitu ... padahal aku tidak bermaksud untuk menunjukkannya.”

Yah, meski hampir tidak ditunjukkan dengan jelas. Namun, dia juga tidak bergumam manis dengan bahasa Rusia. Walaupun orangnya sendiri tidak menyadarinya, sih.

“Yah, kamu memang tidak menunjukkannya, dan kupikir kamu benar tentang itu. Tapi aku bisa menyadarinya.”

“Hah, hmm~?”

Saat Masachika mengatakan itu sambil mengangkat di bahunya, Alisa mengangkat alisnya sedikit dan memain-mainkan rambutnya.

“Dengan kata lain, apa kamu sangat peduli padaku? Walaupun itu selama masa ujian?”

Masachika menjawab dengan wajah datar terhadap kata-kata Alisa yang agak provokatif.

“Tentu saja aku peduli. Karena kamu adalah partner-ku yang paling berharga.”

“He, Hmmm~~”

Karena kamu adalah partner-ku yang paling berharga. Kamu adalah partner-ku yang paling berharga. Kamu adalah partner-ku yang paling berharga... perkataan Masachika terus terngiang-ngiang di kepala Alisa. Alisa memainkan ujung rambutnya semakin cepat. Sepertinya ujung rambutnya akan berubah menjadi keriting kalau dia terus melakukannya.

Namun, ekspresi Alisa berubah muram saat dia tiba-tiba menghentikan gerakan jarinya.

“Lantas, kenapa ...”

“Hmm?”

“...”

Ketika Masachika memiringkan kepalanya, Alisa diam-diam memalingkan wajahnya. Masachika mengganti sepatunya, bertanya-tanya apa yang harus dilakukan dengan sikap cemberutnya yang sangat jelas ini. Mereka mulai berjalan berdampingan menuju gerbang utama … Setelah beberapa saat, Alisa akhirnya bergumam.

“… hari ulang tahun.”

“Hah?”

“Kenapa kamu tidak mengundangku ke pesta ulang tahunmu?”

Alisa membuang muka dan berkata dengan sebal. Tapi ... Masachika sendiri dibuat kebingungan.

“Pesta ulang tahun? Apa yang sedang kamu bicarakan?”

“Maksudku ...”

Alisa berbalik dan mengangkat alisnya dengan kesal, seolah-olah mengira kalau Masachika sedang berpura-pura. Tapi setelah melihat ekspresi wajahnya, sepertinya Masachika benar-benar tidak memahami apa yang Alisa maksud.

“Eh? Pesta ulang tahun? Maksudnya ulang tahunku?”

“… Iya”

“... Tidak, mana mungkin aku mengadakanya, tapi ... itu informasi dari mana?”

“Mana mungkin kamu tidak mengadakannya ...”

“Tidak, seriusan! Lagipula aku bukan anak SD lagi, jadi mana mungkin aku akan mengadakan pesta ulang tahun atau semacamnya!?”

“Eh……?”

Di sana, Alisa akhirnya menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres dan memiringkan kepalanya dengan alis terangkat. Pada saat yang sama, Masachika juga kepikiran sesuatu.

“Eh, ah, aaah~~ ... apa jangan-jangan di Rusia, mengadakan pesta di hari ulang tahunmu sendiri adalah hal yang lumrah?”

“Eh, iya ... apa di Jepang berbeda?”

“Yah, di Jepang, cuma siswa SD saja yang melakukannya ... Tidak, di sekolah ini, kelihatannya masih ada orang yang melakukannya. Sepertinya ada beberapa orang yang mengadakan home party ... Yah, mari kesampingkan itu. Setidaknya aku belum pernah mengadakannya sejak SD, tau?”

“Jadi, begitu ya …”

“Maksudku, aku punya kesempatan untuk menyadari itu ... entah kenapa, aku minta maaf.”

“Kenapa kamu justru meminta maaf?”

“Tidak, hmm. Habisnya~”

Lagipula sedari awal, aku tidak punya teman untuk diundang ke pesta …. Masachika tidak melanjutkan kata-katanya dan terdiam. Namun, Ia dengan cepat menyeringai dan menatap Alisa dengan penuh arti.

“Tapi tak disangka, ya. Hmm~?”

“……Apanya”

“Bukan apa-apa kok~? Tapi aku sangat penasaran, apa kamu sangat ingin merayakan ulang tahunku~?”

“Huh!!!”

Alisa memalingkan wajahnya lagi dengan ekspresi tersipu. Tapi sesaat kemudian, Masachika bisa dengan jelas melihat pipi putihnya yang memerah.

“... Di Rusia, tidak memberitahu hari ulang tahunmu adalah cara untuk mengatakan, 'Aku takkan berteman lagi denganmu tahun ini’.”

“Hmm~?”

“Apaan sih”

“Bukan apa-apa, kok~? Yah, kurasa aku akan menganggapnya begitu saja~?”

“Dasar nyebelin ...!”

Alisa benar-benar terlihat sangat kesal, tapi Masachika memutuskan untuk berhenti menggodanya dan mencoba mengembalikan suasana hatinya.

“Kalau begitu, ... bagaimana kalau kita merayakannya? Meskipun sudah lewat tiga bulan, sih ...”

“Eh?”

“Aku ingin lebih akrab denganmu tahun ini juga. Karena hari Senin minggu depan, kita masih ada jam pelajaran di pagi hari, bagaimana kalau kita pergi ke suatu tempat untuk makan siang bersama? Dan sementara kita di sana, kita bisa membicarakan tentang pidato upacara penutupan. ... atau mungkin, di Rusia, ada kebiasaan kalau kamu tidak boleh merayakan ulang tahun yang sudah kelewat?”

Saat ditanya Masachika, Alisa sedikit memiringkan kepalanya lalu menggelengkan kepalanya.

“Tidak … tidak baik merayakannya lebih awal, tapi jika sudah kelewat sih, masih boleh…”

“Oke, sudah diputuskan. Kalau begitu, di awal minggu ... Umm, aku akan mengadakan pesta ulang tahunku yang sudah terlambat, jadi kumohon silakan datang.”

“Apa-apaan itu”

Alisa tersenyum tipis pada Masachika, yang mengundangnya dengan ekspresi serius yang terlalu berlebihan. Melihat ekspresinya, Masachika merasa lega karena suasana hatinya sudah sedikit lebih baik. Namun, melihat ekspresi lega Masachika, Alisa mengangkat alisnya lagi.

Dia pasti menyadari bahwa setelah diejek, dia sekarang dihibur layaknya anak kecil. Sambil melirik tajam ke wajah Masachika, Alisa memasang wajah cemberut.

Saat mereka sampai di persimpangan jalan, Masachika menoleh ke Alisa.

“Lalu, pada hari Senin ... kita akan bertemu lagi di sekitar sini…?”

Pada saat itu, Alisa dengan cepat melihat sekelilingnya, dan Masachika memiringkan kepalanya.

(Dia sedang mencari apa ...?)

Saat Ia penasaran dan ikut mencoba melihat sekeliling ———  Insting rasa berbahayanya berdengung kuat saat melihat Alisa berbalik menghadap ke arahnya dan menyeringai.

(Gawat, ada sesuatu, yang datang—— ?)

Masachika mundur selangkah secara refleks, tapi Alisa menutup jarak lebih cepat darinya. Dalam sekejap, jarak mereka begitu dekat sampai-sampai mereka hampir bisa merasakan napas satu sama lain, Alisa kemudian meletakkan tangannya di bahu kaku Masachika dan pipi mereka saling menempel. Dia lalu membisikan sesuatu di telinga Masachika.

Aku sangat menantikanya

Usai mengatakan itu, Alisa dengan cepat menjauhkan tubuhnya dan menatap Masachika dengan tatapan tajam seraya berkata.

“Ya, dengan ini kita sudah berbaikan. Sampai jumpa lagi.”

“I-Iya, sampai jumpa …”

Setelah mengucapkan itu, Alisa langsung berbalik dan dengan cepat melarikan diri. Masachika tertegun saat melihat punggungnya. Kemudian, dengan gerakan semi-otomatis yang kikuk, Ia berjalan ke arah yang berlawanan ... lalu berbelok di tikungan dan ambruk dengan tangan menempel di dinding.

(He, hehehe, bahasa Rusia untuk pertama kalinya dalam empat hari ... Bukannya itu sangat ampuh!?)

Masachika memegangi dadanya dan tersenyum kaku sembari berkata, “Kalau sekarang aku yakin kalau aku bisa memuntahkan darah sungguhan.”

(Maksudku, entah kenapa rintangannya jadi lebih sulit ...)

Setelah diberitahu begitu, Masachika merasa kalau cuma bertemu di restoran keluarga dan langsung bubar saja tidak cukup. Sepertinya mereka harus mengadakan perayaan di restoran yang cukup trendi.

(Kelihatannya aku harus cari-cari tempat yang bagus di akhir pekan ini ...)

Masachika tersenyum masam saat berpikir kalau itu adalah misi yang sangat sulit bagi seseorang yang tidak terbiasa dengan hal semacam itu.

Namun, Ia bisa mengetahui alasan dibalik sikap aneh Alisa. Ia merasa senang tentang itu. Tapi apa yang Masachika pahami lebih jelas ialah ...

(Bisikan telinga di dunia nyata ... ternyata sungguh mematikan)

… mengenai hal itu.

 

◇◇◇◇

 

Senin, hari pertama di awal minggu. Lima hari setelah masa ujian pada dasarnya digunakan untuk pembagian hasil ujian dan pertemuan guru-orang tua. Di pagi hari, ada pembagian hasil ujian, penjelasan tugas di setiap mata pelajaran untuk liburan musim panas, serta pelajaran biasa sesekali diadakan, dan di sore hari, pertemuan guru-orang tua diadakan di setiap kelas. Karena pertemuan diadakan sesuai daftar absensi, jadi giliran Alisa dan Masachika dijadwalkan untuk besok.

“Jadi, bagaimana dengan hasil ujianmu?”

“Hmm~~ yah, kurasa nilai rata-rata untuk semua mata pelajaran sudah terlampaui?”

Dalam perjalanan pulang dari sekolah. Masachika menjawab pertanyaan Alisa sembari memutar kepalanya. Sampai hari ini, Ia sudah mendapat buku rapor dengan nilai individu dan nilai rata-rata untuk semua mata pelajaran.

Karena nilai dapat berubah karena kesalahan penilaian selama pengembalian tes, daftar peringkat akan ditentukan secara resmi pada hari Sabtu, tapi buku rapor sementara akan dibagikan terlebih dahulu untuk digunakan dalam wawancara tripartit.

Ngomong-ngomong, di Seirei Gakuen, selalu ada jam pelajaran setengah hari setiap hari Sabtu, dan semester ini, pengumuman nilai dan upacara penutupan akan diadakan pada hari Sabtu pagi.

“Yah, aku tidak tahu apa peringkatnya tepat sasaran atau tidak, tapi ... aku yakin kalau nilaiku jauh lebih baik daripada terakhir kali.”

“Begitu ya, kamu sudah berjuang keras.”

“Hebat sekali, ‘kan!”

“Iya, iya, hebat sekali”

“... Ternyata kamu secara bertahap sudah memahami bagaimana cara menanganiku.”

Masachika menatap Alisa dengan tatapan terkejut. Tapi Alisa mengabaikannya begitu saja.

“Hikks, Alya-chan jadi semakin cuek.”

“Jika kamu berpikir sedang meniru Masha, kamu benar-benar harus berhenti, menjijikan tau.”

“Siap!!”

Diberitahu dengan tatapan mata yang tidak tersenyum sama sekali, bahkan Masachika pun harus berhenti dengan candaannya. Kemudian, Ia mengalihkan pandangannya dan dengan terang-terangan mengubah topik pembicaraan.

“Haaa~... berjalan kaki di tengah hari begini rasanya memang panas banget. Apalagi sinar matahari hari ini lumayan terik...”

Sambil mengatakan itu, Masachika meraih bagian dada seragamnya dan mengipas-ngipasinya seraya menatap pakaiannya sendiri dengan mengerutkan kening.

“Apalagi, seragam ini bikin gerah, tau ... Kenapa di jaman modern begini, seragam musim panas masih pakai berlengan panjang?”

“Ah, sudah kuduga ini tidak normal, ya...”

“Tentu saja lah. Sebagian besar sekolah lain justru memakai lengan pendek untuk seragam musim panas, dan bahkan para karyawan kantoran juga lebih nyaman memakai lengan pendek”

Untungnya, bahan kainnya lebih tipis dari seragam musim dingin, tapi lengan panjangnya masih membuat gerah. Lalu, mengapa sekolah mereka masih menerapkan seragam lengan panjang di zaman sekarang ini?  ... Sama halnya seperti tas pelajar,  aturan seragam ini juga merupakan bagian dari “tradisi”.

Seragam Seirei Gakuen lumayan terkenal, dan hanya memakainya saja sudah menarik perhatian orang-orang dengan  “Oh, ada murid dari Seirei Gakuen.” Dengan kata lain, seragam itu sendiri adalah merek terkenal, dan memakai seragam itu merupakan kebanggaan bagi siswa Seirei Gakuen.

Namun pada saat yang sama, kesadaran mengenai “selalu menjadi sorotan” akan mengarahkan para siswa untuk berperilaku tepat layaknya siswa dari Seirei Gakuen. Tapi, Masachika sendiri punya pendapat lain, yaitu …

“Tapi sekarang ‘kan sedang maraknya isu pemanasan global ... Aku yakin kalau rasanya lebih sejuk jika aku bisa melepas blazer ini”

“Tapi, bukannya Ketua sedang mencoba mengubah aturan itu?”

“Karena itu salah satu janjinya saat kampanye pemilihan ... Tapi kelihatannya cukup sulit. Kalaupun bisa direalisasikan, mungkin baru mulai tahun depan?”

Saat ini, Touya yang tampaknya memiliki ide serupa dengan Masachika, sedang berusaha mengganti aturan berseragam, tapi kelihatannya itu cukup sulit. Di kalangan siswa ada yang berkata “Seragam ini keren banget! Gerah? Harus tahan demi tampil modis!” Selain itu, oposisi dari ikatan alumni yang dipimpin oleh mantan Ketua OSIS dan Wakil Ketua dari angkatan sebelumnya masih  cukup kuat.

Mengenai hal ini, Masachika berpikir, “Tidak, bukannya ini pembullyan terhadap para kouhai, dengan memberitahu kami harus menahannya, karena kalian pernah merasakan penderitaan yang sama ...?” dan mencurigai kemungkinan tersebut.

“Yah, aku benar-benar ingin Ketua bisa mewujudkannya ... sebagai murid biasa  yang tidak memiliki layanan penjemputan mobil.”

“Bukannya itu cuma karena kamu ingin melihat gadis-gadis dengan seragam hampir transparan?”

“Maksudmu semakin transparan seragamnya semakin bagus pula pemandanganya? Kamu memang mengerti dengan baik ...!”

“ ... ”

“Tidak, aku tidak memikirkan hal semacam itu, oke? Yah, dari sudut pandang otaku, event pergantian seragam merupakan event yang cukup penting, tapi karena aku sudah lama bersekolah di sini, jadi aku kurang yakin...”

Alisa menatap Masachika yang sedang mencari-cari alasan dengan tatapan dingin, tapi dia tiba-tiba tersenyum provokatif, kemudian menyisir rambutnya dan mengalihkan pandangannya ke Masachika.

“Ara, apa kamu tidak mau melihatnya? Penampilanku dengan seragam lengan pendek”

“Jika ditanya apa aku ingin melihatnya atau tidak, bisa dibilang kalau aku lumayan tertarik.”

“Fufufu~, begitu ya?”

Sejujurnya, sebagai seorang remaja laki-laki dalam masa pubertas, Ia sangat tertarik dengan “bra tembus pandang” yang diisukan sering terjadi pada seragam lengan pendek.

(Tapi itu sih, imajinasi kalau ada gadis yang duduk di kursi depanku ... kalau disuruh melihat belakang seragam Hikaru yang trasnparan, secuil pun aku  tidak merasa senang sama sekali)

“Apa kamu baru saja memikirkan sesuatu yang aneh?”

“Tidak kok? Tapi... kalau Ketua memakai seragam lengan pendek, kelihatannya bakal sangat gerah dan tidak nyaman.”

“Itu ... yah, benar sih?”

Ekspresi puas Alisa berubah menjadi kerutan, tapi saat dia mendengar ucapan Masachika dengan ekspresi tidak peduli, dia tanpa sengaja menganggukkan kepalanya. Itu adalah rumor yang mengerikan bagi Touya.

“Selain Ketua, Sarashina-senpai juga lumayan luar biasa ... misalnya saja kedua lengan dan bahunya. Orang itu biasanya tidak mencolok, tapi dia mempunyai tubuh seperti seorang atlet.”

“Ah, benar juga.”

Usai mengangguk lagi, Alisa melirik Masachika dari atas sampai ke bawah tubuhnya dan tersenyum mengejek.

“Dibandingkan dengan itu, kamu kelihatan kerempeng dan tidak kuat.”

“Eh, kenapa kamu tiba-tiba meledekku? Begini-begini aku masih punya banyak otot, loh?”

“Hmm?”

“Jangan meremehkan orang tipe indoor, oke? Apa mau aku pamerkan tubuh seksi macho-ku ?”

Setelah mengatakan itu, Masachika tiba-tiba membayangkan dirinya sendiri. Sembari berbaring di ranjang pantai, Ia membuka bagian depan baju lengan pendek dan memamerkan otot dada dan perutnya ... Saat membayangkan begitu, Masachika tanpa sadar menutup mulutnya untuk menahan mual.

“? Ada apa?”

“Bukan apa-apa ... Saat aku membayangkannya sendiri, aku mulai merasa jijik. Alasan kenapa tubuh macho itu seksi, karena pada akhirnya ‘kalau kamu punya wajah tampan’…”

Masachika berkata begitu sambil menyingkirkan bayangan narsis aneh di benaknya. Kemudian, setelah Alisa mendongak sedikit …  dia lalu menggumamkan apa yang dia bayangkan sembari memainkan rambutnya.

Padahal tidak menjijikan kok

“Kamu tadi bilang apa?”

“Aku bilang, Jangan buat aku membayangkan hal yang aneh-aneh.

“Gitu ya ... seharusnya kamu tidak menjawab dengan jujur juga boleh, kok?”

“Bukannya kamu sendiri yang bertanya”

Alisa mendengus dan menyisir rambutnya. Setelah meliriknya sekilas, Masachika memandang ke arah jauh.

(Sebenarnya, dari sudut pandang Alya, aku ini terlihat seperti apa?)

Lagipula, kamu terlihat ta-tampan, kok】 

(Guhaa! Se-Seriusan, aku ini terlihat seperti apa di matanya...?)

Masachika berusaha keras untuk menjaga mulutnya agar tidak berkedut karena sensasi geli di dadanya. Namun, untungnya, tujuan mereka sudah dekat pada waktu yang tepat, jadi Masachika mengalihkan perhatiannya ke sana.

Mereka memasuki toko pakaian besar untuk anak-anak muda di dekat stasiun. Kenapa mereka datang ke toko pakaian sebelum makan-makan? jawabannya sederhana, itu untuk berganti pakaian. Masachika merasa tidak ada salahnya untuk tetap memakai seragam mereka, tapi Alisa berkata “Kurasa pergi makan-makan di siang hari sambil masih memakai seragam adalah melanggar peraturan sekolah, tau?” jadi Ia memutuskan untuk berganti pakaian sebelum makan. Tapi bukan berarti mereka akan membeli pakaian dan berganti pakaian di sini.

Ketika Masachika pertama kali mendengarnya, “mereka benar-benar memikirkan ide yang unik” dan terkesan dengan gagasan itu, tapi ... Toko ini mempunyai ruang ganti yang dibuka hanya untuk murid dari Seirei Gakuen.

Bahkan murid-murid dari Seirei Gakuen, apalagi laki-laki dan perempuan seusia mereka, ingin bermain-main bersama teman-teman mereka sepulang sekolah. Namun, bermain-main sambil masih memakai seragam dilarang oleh peraturan sekolah, jadi mereka tidak bisa pergi ke karaoke atau pusat gim dengan seragam sekolah, apalagi ke restoran keluarga.

Karena seragamnya cukup terkenal, ada kemungkinan kalau oknum tertentu akan melapor ke pihak sekolah, dan jika itu terjadi, yang namanya hukuman tidak bisa dihindari.

Jika itu masalahnya, mereka tidak punya pilihan lain selain berganti dari seragam ke pakaian biasa di suatu tempat, tapi beberapa siswa di Seirei Gakuen, yang dihadiri banyak orang kaya, merasa enggan berganti pakaian di toilet umum. Jadi toko ini memiliki ruang ganti yang terbuka untuk para siswa tersebut.

Bagi pihak toko pakaian yang melayani anak muda, siswa kaya yang membayar dengan boros merupakan pelanggan yang sangat dicari. Jika mereka bisa membuat murid-murid Seirei Gakuen datang kepada mereka hanya dengan menyewakan ruang ganti, mereka akan menyewakan ruang ganti sebanyak yang mereka mau.

(Walaupun, aku pikir ini sedikit berlebihan ...)

Di bagian belakang toko, Masachika tersenyum masam pada deretan ruang ganti, yang tampaknya berjumlah lebih dari dua puluh. Ia merasa penasaran grup pengunjung seperti apa yang pihak toko harapkan. Tidak, Masachika mengira kalau mereka tidak ingin melewatkan murid dari Seirei Gakuen bahkan jika mereka harus melalui semua ini.

“Kalau begitu, aku akan mengganti pakaianku di sini.”

“Oh, baiklah”

Terkesan oleh semangat bisnis manajer toko, Masachika memasuki ruang ganti yang agak jauh dari Alisa dan segera melepas seragamnya.

“Ah~ panas banget~”

Merasa terbebas, Masachika cepat-cepat menyeka keringat dengan handuk dan mengeluarkan pakaian kasualnya dari tas kecil yang biasanya untuk menyimpan seragam olahraga dan menggantinya dengan itu. Kemudian, Ia memasukkan seragamnya ke dalam tas kecil dan melemparkannya ke dalam eco-bag besar bersama dengan tas pelajarnya. Dengan begini, transformasi telah selesai.

“Ah ~ sejuknya ~”

Setelah menunggu beberapa saat sambil merasakan nikmatnya baju lengan pendek dan AC, Alisa akhirnya keluar dari ruang ganti.

“Maaf sudah membuatmu menunggu”

“O-Oh……”

Saat Alisa keluar … dia mengenakan baju one-piece putih bersih yang pernah dicobanya saat berbelanja beberapa waktu yang lalu. Masachika ingin tahu apakah dia sudah berniat untuk mengenakan pakaian tersebut pada waktu sekarang. Tapi pokoknya, sebagai cowok jantan, Ia harus memuji penampilannya.

“Sudah kuduga, kalau pakaian itu sangat cocok untukmu.”

“Fufufu, benarkah? Terima kasih.”

Alisa menyisir rambutnya dengan puas atas pujian Masachika. Dia bahkan bersusah payah mengganti sepatunya dengan sandal biru muda supaya sesuai dengan pakaiannya, yang anehnya hal itu menunjukkan bahwa dia serius ... Masachika penasaran apa itu hanya imajinasinya saja kalau Alisa sangat menantikan ini

“Lalu, bagaimana kalau kita pergi sekarang?”

“Ya, ayo.”

Masachika dan Alisa berjalan keluar, dan mengungkapkan rasa terima kasih mereka kepada karyawan toko.

(Entah kenapa ... Bukankah suasananya sangat mirip seperti kencan?)

Saat dipikir-pikir lagi, Masachika merasa kalau ini adalah pertama kalinya Ia berjalan-jalan bersama Alisa dalam balutan pakaian kasual, apalagi di siang hari bolong begini.

(Wow~, hebat sekali, orang-orang sampai berbalik untuk melihatnya)

Sungguh pemandangan yang menakjubkan saat melihat semua orang yang lewat, baik pria maupun wanita, menatap Alisa seolah-olah jiwa mereka telah terhisap. Yuki juga membuat orang lain menatapnya saat dia lewat, tapi tidak ada banyak yang berani melihat ke arahnya dengan begitu terang-terangan.

(Yah, kurasa wajar saja jika kamu terlihat begitu menonjol)

Rambut peraknya berkilau di bawah sinar matahari musim panas dan kulit putihnya sangat mempesona sampai-sampai membuatnya berpikir bahwa setiap helai rambutnya mengumpulkan cahaya. Faktor itu saja sudah cukup menarik perhatian, tapi saat ditambah wajah cantik dan gayanya yang modis, tidak mengherankan kalau dia sampai membuat orang-orang tidak bisa berpaling darinya.

“… Apa?”

“Tidak ... aku cuma berpikir kalau kamu mendapat banyak perhatian.”

“Percuma saja buat mengkhawatirkannya. Ini sudah menjadi nasib dari gadis cantik.”

Walaupun Alisa mengatakannya dengan acuh, tapi Masachika tidak bisa membantahnya karena itu memang faktanya. Jika melihat orang-orang di sekitar mereka, tatapan yang diarahkan padanya membuktikan fakta tersebut.

“Karena hari ini ada aku jadi tidak ada masalah, tapi ... jika kamu sendirian, bukannya kamu bakal sering dirayu?”

“Yah, memang. Aku sering didekati cowok kalau di hari libur.”

“Ah, sudah kuduga. Apa yang kamu lakukan saat itu terjadi?”

“Aku akan terus mengomeli mereka dalam bahasa Rusia sampai pihak lain menyerah.”

“.... Jadi begitu ya.”

Dari sudut pandang Masachika, wajah Alisa sedikit berbeda dari orang Rusia asli. Ada beberapa elemen orang Jepang di beberapa tempat, tapi meski demikian, orang normal mungkin akan langsung mundur jika seseorang berbicara bahasa Rusia dengan penampilan ini.

(Tidak, tapi syukurlah ... Aku pikir dia akan melawan dengan lidah beracunnya dan melakukan kekerasan)

“Kamu pasti sedang memikirkan sesuatu yang kasar, ‘kan?”

“Tidak juga kok? Aku cuma merasa lega karena Alya tidak didekati cowok jahat.”

Saat Masachika mengatakan itu dengan santai, Alisa mengangkat satu alisnya dan tersenyum provokatif.

“Ara~, posesif? Kamu sudah bertingkah seperti pacarku saja.”

“Maaf ya. Karena sedang berkencan, aku jadi ingin sedikit bertingkah seperti pacar.”

“Hmm, begitu ya ... kencan ... ya, benar ...”

Tapi Masachika membalasnya dengan lihai, dan ekspresi Alisa langsung berubah terkejut. Setelah mengedipkan matanya, dia dengan malu-malu mengangkat bahunya dan mulai memilin-milin rambutnya dengan gelisah. Alisa kemudian melirik Masachika dan bergumam.

Baru pertama kali

(Ya, benar juga~ Apa ini pertama kalinya kamu berkencan denganku~?)

Serangan super dengan jumlah serangan terbatas menghantamnya! Masachika mengurangi dampak dari kalimat teknik pamungkas yang hanya bisa digunakan seorang gadis beberapa kali dalam hidupnya, Pertama kali, dengan menggunakan teknik pamungkas andalannya Interpretasi sesukanya!

Inilah penjelasannya! Jika teknik pamungkas Pura-pura tuli dengan kalimat khasnya Eh, kamu tadi bilang apa? adalah teknik pamungkas tipe pasif, maka teknik pamungkas Interpretasi sesukanyamerupakan teknik pertahanan pamungkas dengan kalimat khasnya Oh, jadi itu maksudnya~   !

(HAHAHA, mana mungkin gadis secantik dia baru merasakan kencan untuk pertama kalianya)

Masachika mati-matian mengatakan itu pada dirinya sendiri untuk menenangkan pikirannya. Ia tidak punya keberanian untuk mengemban tugas yang sangat berat seperti “kencan pertama” dengan gadis yang begitu sempurna. Kalau mau menyebut Ia pengecut, panggil saja sesukanya.

(Lagian~, aku benar-benar tidak serius saat mengatakan "kencan" tadi, kok? Kata-kata itu cuma kiasan atau perumpamaan saja ... Tapi jangan bilang, kalau Alya menganggap hal itu serius?)

Masachika menatap Alisa dengan ketakutan, tapi begitu tatapan mata mereka bertemu, Alisa langsung membuang muka ke arah yang berlawanan. Lalu dengan masih membuang muka, Alisa berkata dengan suara seperti dengungan nyamuk.

Ka-Kalau begitu … mau coba, pegangan tangan …?

Masachika menatap ke arah jauh saat Alisa bertingkah gelisah dengan pipinya yang sedikit merah.

(Ah, hmm~ .... Dia benar-benar menanggap itu serius ...)

Entah kenapa Ia jadi ikutan geli. Rasanya sama seperti ketika punggungnya digelitik dan membuatnya bergidik.

Tapi untungnya, restoran yang menjadi tujuannya sudah mulai terlihat, jadi Masachika menggunakan teknik pamungkas Abaikanuntuk mengalihkan perhatiannya. Dengan kata lain “Ayo kesampingkan masalah itu dulu”. Tentu saja, setelah mengesampingkannya, Ia takkan mengingatnya lagi. Jangan sampai ada yang membuat tsukkomi , “Itu sih bukan dikesampingkan, tapi justru dilupakan”.

“Oh, akhirnya ketemu juga. Restoran itu”

“... Restoran dengan daging yang dipajang?”

“Ya, ya, restoran yang itu”

Mereka tiba di sebuah restoran yang mengkhususkan diri dalam masakan daging, yang letaknya tidak jauh dari stasiun.

Pada malam hari, menu restoran ini cukup mahal untuk kantong pelajar, dengan harga melebihi 5.000 yen (walaupun ada sejumlah siswa dari Seirei Gakuen yang tidak keberatan membayar sebanyak itu), tapi kalau hanya makan siang saja, kamu bisa memakan berbagai daging dengan harga lebih dari 1.000 yen.

Tempat ini adalah pilihan yang dibuat oleh Masachika, seorang pemula dalam urusan kencan, dengan memanfaatkan sepenuhnya kekuatan Internet dan kakinya sendiri untuk menemukan tempat kencan yang sempurna.

(Bagaimana dengan ini! Tempat yang lumayan, ‘kan!? Aku yakin kalau Alya tidak membenci daging, dan makanan di tempat ini pasti rasanya enak! Aku tidak memilih pilihan yang mudah seperti warung ramen, kari, atau yakiniku! Aku ini hebat sekali, ‘kan!)

Masachika melirik Alisa saat Ia berdiri di depan restoran seraya meneriakan itu di dalam hatinya. Namun, Masachika tidak tahu ... kalau Alisa juga seorang pemula dalam urusan kencan. Benar, karena Alisa juga seorang pemula ... jadi dia menanggapinya dengan jujur.

“Oh, tempat ini memang sangat bagus, ‘kan? Aku pernah ke sini bersama keluargaku sebelumnya.”

Komentar polos Alisa menyerang hati Masachika! Masachika yang sudah merasa menang di dalam batinnya, langsung membatu dengan posisi yang memilukan!

(Ah, yah ... tapi masih mending dia tidak bilang “Aku pernah ke sini sebelumnya, tapi makanan di sini tidak terlalu enak" ...)

Ia sudah di ambang retak, tapi entah bagaimana Masachika berhasil menenangkan dirinya. Tapi kemudian, tanpa ada niatan jahat sama sekali, Bardiche (semacam senjata berat Rusia) ditembakkan tanpa ampun.

“Aku jadi ingat kalau masakan daging rusanya sangat enak.”

“Membatu” x “Senjata Berat” = “Hancur lebur”. Mentalitas Masachika langsung hancur pada titik ini. Ia tidak lagi memiliki rasa bangga dalam pilihannya, yang ada justru, Ia dipenuhi dengan perasaan yang tak tertahankan. Penyebabnya karena …

“...maaf, daging rusa tidak muncul di menu makan siang...”

“Ah … begitu ya”

Saat Masachika tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya, Alisa tampaknya menyadari bahwa dia salah bicara dan buru-buru menindaklanjuti.

“Tapi aku senang daging lainnya juga terasa enak. Kalau begitu, mari masuk?”

“… Baiklah”

Masachika memasuki restoran sambil berpikir dalam hati “Eh? Kenapa malah aku yang dipandu?”. Setelah duduk di meja dan memesan menu makan siang dan minuman, Masachika langsung membahas upacara penutupan seolah-olah ingin mengubah suasana hatinya.

“Umm ... jadi mengenai upacara penutupan…”

“Eh, iya”

“Yah, aku yakin Ketua akan menjelaskan rinciannya selama persiapan sehari sebelumnya, tapi aku akan memberitahu gambarannya secara singkat. Jika masih sama seperti dulu, Ketua akan menjadi moderator dan membacakan nama masing-masing anggota OSIS, kemudian mereka akan berdiri di podium dan memberikan pidato. Urutannya ...”

Masachika mengangkat tangan kanannya dan menekuk jarinya satu per satu saat  berbicara.

“Calon Ketua, calon wakil ketua yang menjadi pasangannya, kemudian calon ketua lain,dan calon wakil ketua dari pasangan itu ... dan seterusnya, pasangan dipanggil sepasang terlepas dari posisinya. Pertama-tama, Calon Ketua akan berpidato mengenai antusiasmenya untuk mencalonkan diri sebagai Ketua OSIS, dan kemudian Calon Wakil Ketua akan membicarakan tentang mengapa Ia mendukung pasangannya untuk menjadi Ketua OSIS.”

“Begitu ya……”

“Lalu, ini bagian pentingnya ... Sebenarnya acara ini tidak mempunyai sistem pemungutan suara, tapi ada sesuatu yang mirip.”

“Eh?”

Mata Arisa melebar karena terkejut, tapi Masachika memberitahunya dengan ekspresi serius.

“Setelah masing-masing pasangan menyelesaikan pidato mereka, para penonton  akan bertepuk tangan untuk pasangan yang ingin mereka dukung. Walaupun tidak ada aturan yang melarang kalau para penonton hanya boleh bertepuk tangan untuk satu pasangan, tapi bisa dibilang kalau itu bentuk pemungutan suara tak resmi”

“Dengan kata lain ... itu …”

Alisa lalu menelan ludahnya dan bertanya dengan sedikit ketakutan.

“Apa ada … pasangan yang tidak mendapat tepuk tangan sama sekali dan membuat suasana menjadi sunyi?”

“Ada, kok? Bahkan, sepertinya ada cerita bahwa pasangan yang mengalami situasi itu di masa lalu berhenti datang ke ruang OSIS setelah semester kedua.”

“Uwaaah …”

Alisa mengerutkan kening pada cerita tragis itu. Di sisi lain, Masachika menggaruk kepalanya sambil mengangguk seolah-olah Ia bisa memahami perasaannya.

“Itulah kerugian dari menjadi anggota OSIS yang mempunyai acara menguras mental begini ... Apalagi jika ada kandidat yang sangat kuat seperti tahun sekarang, kurasa salah satu cara untuk menantang kandidat tersebut dalam kampanye pemilihan ialah jangan menjadi anggota OSIS ... yah, meski sekarang sudah terlalu terlambat, sih.”

Masachika menggelengkan kepalanya dan kembali membahas topik utama, mungkin Ia menyadari bahwa tidak ada gunanya membicarakan hal itu sekarang.

“Maaf, topiknya jadi melenceng begini. Jadi intinya, kita harus menghindari situasi di mana Yuki dan Ayano mendapat banyak tepuk tangan, sedangkan kita tidak mendapat tepuk tangan sama sekali.”

“Benar juga ... Jika ada terlalu banyak perbedaan dalam jumlah tepuk tangan, itu akan mempengaruhi pertarungan di masa depan.”

“Betul banget~ manusia memang sangat menarik, rasanya sungguh menggelikan saat melihat mereka tidak bisa jujur mendukung seseorang yang mereka anggap “bagus!” jika orang-orang di sekitarnya tidak ikut mendukung. Yah, hal yang sama juga berlaku untuk kebalikannya”

“Ah ... aku pernah mendengar sesuatu tentang itu. Kalau tidak salah …  kita mempunyai kecenderungan yang kuat untuk menyukai hal-hal yang disukai orang-orang di sekitar kita.”

“Nah, itulah yang kumaksud.”

Masachika balas mengangguk terhadap kata-kata Alisa dan terlihat sedikit lebih serius.

“Sejujurnya ... keadaan kita yang sekarang mana mungkin bisa mendapatkan jumlah tepuk tangan yang sama seperti Yuki. Meski begitu, tidak baik juga kalau kita tidak mendapat tepuk tangan sama sekali. Jika kita menciptakan suasana dimana kita tidak mendapat dukungan sama sekali, rasanya akan sangat sulit untuk memulihkannya nanti.”

“Kurasa ... memang sesulit itu, ya.”

“Sulit sekali. Jumlah pendukungnya benar-benar berbeda. Oleh karena itu, meski berat mengatakan ini … Tujuan kita ialah jangan terlalu ketinggalan dengan mereka. Kita tidak perlu mencoba menang. Selama kita tidak kalah banyak dengan jelas, itu saja sudah cukup.”

“Bukannya itu terlalu pesimis?”

Saat Alisa mengerutkan keningnya dengan sedikit tidak puas, Masachika mengangkat bahunya dengan sikap tenang.

“Itu adalah keputusan yang tenang berdasarkan perbedaan kekuatan antara kedua belah pihak saat ini. Upacara penutupan semester pertama masih dalam tahap awal kampanye pemilihan. Jika kita tidak membuat perbedaan yang menentukan, kita bisa membalasnya kapanpun mulai dari sini”

“... baiklah. Aku mengerti.”

Begitu mendengar komentar Masachika yang tenang dan berpikiran ke depan, Alisa menghilangkan ekspresi tidak puasnya dan mengangguk. Kemudian dia memiringkan kepalanya saat mengalihkan pandangannya secara diagonal ke atas, seolah-olah baru menyadari sesuatu.

“Ngomong-ngomong, antara aku dan Yuki-san, siapa yang akan berpidato duluan?”

“Oh, itu sih harus didiskusikan dulu. Waktu di SMP, kami memutuskannya dengan batu-kertas-gunting.”

"Hmm~, kurasa posisi jabatan juga tidak ada kaitannya”

Mendengar kata-kata Alisa, Masachika mengibaskan tangan kanannya ke atas dan menggerakkan bahunya ke atas dan ke bawah.

“Lagipula, selain posisi Ketua dan Wakil Ketua, tidak ada yang namanya hierarki jabatan. Tidak ada yang namanya, ‘kamu itu hebat karena menjadi sekretaris atau tidak hebat karena menjadi anggota urusan umum’. Pertama-tama, jika mau mengatakannya seperti itu, dulu itu tidak ada yang namanya posisi humas.”

“Hah? Masa?”

“Eh? Apa aku tidak pernah bilang, ya?”

Sambil berkedip dengan ekspresi terkejut, Masachika menunjuk ke wajahnya sendiri.

“Orang yang menciptakan posisi humas, sebenarnya itu aku, tau?”

“Haaaaa!?”

“Lebih tepatnya, itu adalah posisi yang aku buat demi mendapatkan popularitas Yuki selama masa SMP ...  kamu tahu kalau dia meminjam siaran sekolah di waktu istirahat makan siang setiap minggu untuk melaporkan kegiatan OSIS, ‘kan?”

“Eh, iya ... kalau tidak salah dia memang melakukan itu.”

“Kegiatan itu, akulah penggagasnya”

“Benarkah!?”

Laporan aktivitas yang dimaksud Masachika adalah sesuatu seperti siaran radio yang dilakukan Yuki setiap seminggu sekali selama jam istirahat makan siang. Pembicaraannya akan mencakup kegiatan yang sudah dilakukan OSIS selama dua minggu terakhir dan pendapat para siswa yang telah dikirim ke kotak pengaduan (atau biasa disebut kotak saran).

Dan kegiatan itu disambut baik oleh para siswa. Salah satu rahasia kepopuleran Yuki adalah kemampuannya untuk berbicara dengan sangat baik, tapi rahasia lainnya ialah karena Yuki, yang biasanya menjaga sikap Ojou-sama yang sempurna dan anggun, kadang-kadang berbicara nyeleneh hanya selama siaran ini.

Faktanya, bahkan ada cerita kalau anggota klub penyiaran tertawa getir terhadap kegiatan Yuki karena hal itu jauh lebih menarik banyak perhatian siswa daripada siaran siang mereka yang biasanya.

“Awalnya, Yuki juga merupakan anggota bagian urusan umum sama sepertiku. Jadi, demi meningkatkan nama dan popularitas Yuki, aku merencanakan siaran itu dan membiarkan Yuki melakukannya. Kegiatan itu lalu menjadi acara reguler, dan kemudian ada yang berkata “Kalau begitu, bagaimana kalau kita membuat posisi untuk itu daripada urusan umum?”, Jadi tugas lain seperti menulis makalah publisitas juga dimasukkan ke dalamnya, dan begitulah posisi humas dibuat.”

“Dengan kata lain, kegiatan yang dilakukan Yuki-san secara resmi diakui sebagai bagian pekerjaan OSIS dalam bentuk kegiatan humas, ya.”

“Yah, kurang lebih begitu. Meskipun ... Aku tidak berhak untuk mengatakan ini, tapi kegiatan itu sangat tidak adil. Bahkan ketua OSIS saja hanya bisa muncul kalau ada acara-acara tertentu, tapi Yuki bisa berbincang-bincang sebagai bagian dari OSIS setiap minggu, loh? Wajar saja jika ada perbedaan popularitas antara dirinya dengan kandidat ketua lainnya.”

Setelah mengatakannya dengan senyum masam, ekspresi Masachika berubah dan terus melanjutkan.

“Yah, tidak ada gunanya buat membahas itu sekarang. Kembali ke topik pembahasan ... mengenai isi pidato, seperti yang sudah pernah kubilang, kamu boleh berbicara apapun yang kamu mau. Jangan khawatir, aku nanti akan membantu mengisi bagian-bagian yang kurangnya.”

“Baiklah, aku mengerti ... nanti tolong bantuannya, ya.”

“Ya. Kemudian ... benar juga. Jika kamu mengincar seri, kamu harus menjadi orang pertama yang memberi pidato. Untuk orang yang maju duluan, tepuk tangan yang didapat masih belum diketahui banyak atau tidaknya karena akan dibandingkan dengan pihak lain. Karena standar ini, kita bisa membuat alasan bagus bahkan jika pihak lain bisa membuat perbedaan.”

“Hmph ...”

Masachika tersenyum masam pada Alisa, yang terlihat tidak senang.

“Jangan pasang muka cemberut begitu ... Yah, meski masih ada cara lain, itupun kalau  kamu mau melakukannya ...”

“Contohnya?”

“Eh~?... misalnya, membuat mental Yuki dan Ayano terguncang? Tapi permainan kasar seperti itu tidak sesuai dengan prinsipmu, ‘kan?”

“Memang ...”

Masachika mengangkat bahunya seraya berkata, “sudah kuduga~,” kepada Alisa yang mengerutkan keningnya saat mendengar pilihan semacam itu.

“Yah, beda lagi ceritanya kalau pihak lain yang melakukannya ... Mereka juga takkan berbuat sampai sejauh itu. Lagipula, Ini bukan perdebatan.”

“... Di sisi lain, jika ini acara perdebatan, apa kamu akan melakukannya?”

“Iya, jika itu diperlukan”

Masachika menjawab pertanyaan Alisa dengan lugas. Ia kemudian menatap Alisa seolah-olah menanyakan tekadnya.

“Apa kamu membenci cara itu?”

“... Tidak. Aku tahu itu sulit bagiku, tetapi taktik semacam itu adalah keterampilan yang diperlukan untuk anggota OSIS. .... Aku tidak terlalu membencinya, kok.”

“Kalau begitu, syukurlah.”

Setelah mengangguk, Masachika menyunggingkan ujung mulutnya.

“Yah, jangan khawatir, aku takkan menggunakan cara licik semacam itu. Lagipula, lawannya bukan Miyamae.”

“? Apa maksudmu?”

“Ah bukan apa-apa, lihat ... makanannya sudah datang.”

Masachika mengalihkan perhatiannya saat makanan yang mereka pesan diletakan di atas meja. Seperti yang diharapkan ... Ia tidak tega memberitahu Alisa mengenai beberapa orang yang hampir dicuci otak oleh Nonoa di masa lalu. Demi menghindari tatapan curiga Alisa, Masachika mengambil minumannya dan mengangkatnya dengan ringan.

“Kalau begitu, demi memperingati ulang tahunku? Bersulang~”

“... Bersulang”

Mereka mendentingkan gelas dengan ekspresi campur aduk di wajah mereka, menyesap minuman, dan segera mencicipi makanan yang mereka pesan.

Piring yang disajikan berisi tumis sayuran dan dua potong daging, yang sepertinya mereka bisa mencicipinya dengan tiga jenis garam yang berbeda.

Untuk saat ini, Masachika mencoba makan daging sapi (Ia lupa nama merek dan bagiannya) dengan garam merah yang disebut garam anggur.

“Hmm, ini enak, ya”

“Ya, memang.”

Makanannya terasa lebih enak dari yang Ia harapkan, jadi Masachika langsung melupakan diskusi sejenak dan menikmati makanan sepenuhnya.

(Garam ini enak ... kira-kira aku bisa beli di mana, ya?)

Saat Masachika memikirkan jenis garam aneh yang belum pernah Ia coba sebelumnya, Alisa bertanya dengan suara kecil.

“Rumor tentang Miyamae-san ... apa itu ulahmu?”

“Hmm?”

Sesaat, Ia kebingungan dengan apa yang Alisa bicarakan ... namun Ia segera menyadarinya. Masachika lalu mengangkat bahunya sembari sedikit mengernyit.

“Oh ... maksudnya rumor yang itu. Tidak, rumor itu hasil dari pemikiran Miyamae sendiri dan sengaja disebarkan. Aku juga bertemu dengannya untuk mendiskusikan sesuatu, … tapi aku tidak pernah diberitahu kalau dia akan memakai cara itu.”

“Begitu ya …”

Rumor yang sengaja Nonoa sebarkan ke seluruh sekolah, telah menjadi topik pembicaraan selama masa ujian, dan saat ini terbagi menjadi dua pendapat mengenai debat itu: "Pasangan Sayaka Nonoa kalah karena bermain curang," dan "Tidak, kita takkan pernah tahu apa yang akan terjadi jika mereka terus melanjutkan perdebatan.”

“Yah, tapi hasilnya, gosip yang mencoba menjatuhkan Taniyama telah mereda. ... dan pada saat yang sama, hasil perdebatan menjadi samar-samar, seperti yang diharapkan.”

“...”

Alisa sama sekali tidak menanggapi ucapan Masachika dan hanya menatap kosong piringnya. Sepertinya dia mengkhawatirkan sesuatu yang lain ... dan kemudian Masachika langsung menyadari “sesuatu” itu.

Sekarang di sekolah, ada beberapa yang mengkritik taktik Nonoa yang sudah menyusupkan provokator selama acara perdebatan. Kenyataan bahwa dia sendiri yang mengungkapkannya dan ditambah dengan karakter Nonoa yang biasa, kebanyakan siswa hanya berkomentar “Apa sih yang sedang kamu lakukan~?” dengan nada kecewa … Tetapi fakta kalau ada beberapa siswa yang mencemoohnya juga ada benarnya.

“Ah~ ... asal kamu tahu saja, kamu tidak perlu khawatir tentang Miyamae, oke? Seriusan. Itu karena perbuatannya sendiri, dan dia mempunyai mentalitas baja yang sama sekali tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan tentang dirinya.”

Masachika memberitahu Alisa yang tampak khawatir. Kemudian, setelah berpikir sedikit, Ia pelan-pelan berkata.

“... Maaf. Aku mungkin bisa memikirkan cara yang lebih baik lagi.”

“Eh …”

“Itu karena aku menyerahkan segalanya pada Miyamae, sehingga situasinya berakhir jadi begini. Seandainya saja aku bisa menebak apa yang dia rencanakan, dan memikirkannya bersama-sama, mungkin——” 

“Tidak usah, aku sudah tidak apa-apa.”

Alisa menyela ucapan Masachika dengan menggelengkan kepalanya.

“Pada akhirnya, aku tidak melakukan apa-apa dan tidak bisa melakukan apa-apa. Aku tidak punya hak untuk mengatakan apapun tentang hasilnya.”

Ketika dia mengatakan itu dengan nada yang sedikit kesepian, Alisa tertawa dengan ekspresi lembut.

“Oleh karena itu ... Terima kasih banyak, Kuze-kun. Kamu sudah bersedia melakukannya untukku.”

Senyum tipisnya yang begitu rapuh membuat Masachika merasa tidak nyaman.

“Ah... tidak usah khawatir”

Dan nyaris tidak berbicara lagi, Ia mengalihkan pandanganku dan kembali menyantap makanannya. Melihat Masachika yang gelisah seperti itu, Alisa mulai menyeringai.

“Ara, apa? Apa kamu merasa malu?”

“... Cerewet”

Namun, Ia terlalu tersipu untuk membalas ledekannya. Senyum Alisa semakin lebar saat melihat Masachika menjawab seperti anak SD.

“Imutnya”

Oi, dia akhirnya mulai keceplosan mengatakannya dalam bahasa Jepang.

Alisa menyipitkan mata layaknya kucing yang menemukan mainan baru dengan senyum menyeringai. Dia kemudian mengambil sepotong daging dengan sumpit, mengolesinya dengan bumbu garam dan menyuguhkannya kepada Masachika.

“Kalau begitu, ini sebagai bentuk terima kasih. Aa~n”

Tak disangka, event ‘Aa~n’ kembali muncul. Berbeda dengan restoran keluarga, restoran ini tidak memiliki sekat pembatas di antara meja, jadi Masachika bisa melihat dengan jelas tatapan yang diarahkan pada mereka datang dari semua tempat. Tapi Alisa tampaknya tidak menghiraukannya sama sekali dan masih menjulurkan sumpitnya.

(Uwaahh~ gadis ini benar-benar kebawa suasana ... Saat berpikir pihak lain sedang tersipu, dia akan menyerang di setiap kesempatan ... Apa kamu lupa kalau terakhir kali, kamu tidak bisa menggunakan sendok karena itu?)

Tatapan mata Masachika menyipit saat mengingat terakhir kali Alisa mencoba menggunakan sendok tetapi tidak bisa melakukannya. Kemudian, Ia memutuskan untuk membuat sedikit serangan balik kepada partner yang terlalu terbawa suasana, dan memakan daging yang disuguhkan.

Masachika melahap daging yang disodorkan dengan sumpit ke dalam mulutnya tanpa ragu-ragu. Kemudian, sembari menatap lurus ke arah Alisa seolah-olah memelototinya, Ia mengunyahnya, dan menelannya seraya memasang tertawa provokatif.

“Makasih, rasanya enak.”

“Begitu ya”

Namun, Alisa juga membalas dengan tersenyum santai ... dan melanjutkan makan secara normal dengan sumpit itu.

(Apa! Dia tidak tersipu sama sekali ...!?)

Meskipun pipinya terlihat sedikit memerah, tapi senyum santainya masih terlihat jelas. Sebaliknya, justru Masachika sendiri yang merasa gelisah saat melihat sumpit yang disentuh bibirnya dibawa masuk ke mulut Alisa.

(En-Entah kenapa, itu tidak bagus. Aku tidak tahu alasannya, tapi aku merasa seperti terseret ke dalam situasi yang menakjubkan)

Masachika mencoba menatap piring demi menenangkan dirinya, tapi hampir tidak ada makanan yang tersisa. Ia menghabiskannya hanya dalam beberapa kali suap, dan saat menoleh ke depannya, Alisa juga baru saja selesai makan.

“Terima kasih atas makanannya”

“... Terima kasih atas makanannya”

“Kalau begitu, waktunya hadiah.”

“Eh?”

Saat Alisa tersenyum mengeluarkan kotak yang terbungkus dari tasnya, Masachika ingat bahwa ini adalah hadiah untuk ulang tahunnya.

“Ini, silahkan diterima”

“Oh, seriusan nih? Kamu sampai repot-repot menyiapkan hadiah ulang tahun segala ... Terima kasih banyak.”

Ketika Masachika menerima hadiah dan membukanya seperti yang diminta Alisa, isi dari dalam kotak itu ialah mug keramik berwarna putih. Mug itu memiliki desain bulat yang anggun dengan pola tanaman biru di sampingnya.

“Oh ... kelihatannya, mug ini punya desain yang modis sekali, ya ...”

“Fufu, iya ‘kan~?”

Masachika terus terang terkesan dengan desainnya, teksturnya yang halus, dan nuansa mug yang mewah. Ia tidak sekedar memuji, tapi Ia juga menyukai mug itu.

“Terima kasih, aku akan menggunakannya dengan baik.”

“Ya, silahkan lakukan itu.”

Masachika berterima kasih padanya dengan jujur, dan Alisa balas mengangguk dengan rendah hati. Saat meletakkan kembali mug ke dalam kotaknya, Masachika tiba-tiba berpikir.

(Tak disangka, barang kebutuhan sehari-hari, ya ... Aku selalu berpikir kalau hal semacam ini biasanya memberi hadiah sekali pakai atau sejenisnya ...)

Dari semua pilihan yang ada, hadiahnya justru peralatan makan ... Tidak, mungkin sudah menjadi kebiasaan di Rusia untuk memberikan peralatan makan pada hari ulang tahun. ......? Saat Masachika meliriknya dengan penuh pertanyaan, Alisa memiringkan kepalanya.

“? Apa?”

“Bukan apa-apa ... Aku cuma kepikiran, kalau hadiah peralatan makan semacam ini ‘kan biasanya sesuatu yang biasa dibeli sepasang kekasih.”

Masachika menanyakan pertanyaan ini dengan maksud untuk melakukan serangan balik ringan, tapi Alisa tidak terlihat terganggu dan masih tersenyum.

“Ara ... kamu bisa tahu persis maksudku. Tentu saja aku membeli mug itu sepasang. Aku sudah menggunakan punyaku di rumah.”

“Yang benar!?”

“...  Atau kalau aku bilang begitu, apa yang akan kamu lakukan?”

Alisa bertanya sambil menyeringai padanya. Masachika yang terlalu gugup tidak mampu membalas dan hanya memalingkan wajahnya. Entah kenapa, Ia merasa kalau hari ini Ia tidak bisa menang melawannya sama sekali.

“Ngomong-ngomong, Kuze-kun”

“… Apa?”

Saat Masachika menoleh ke arahnya lagi, Alisa masih terlihat tersenyum seraya berkata.

“Di Rusia, pesta ulang tahun diselenggarakan oleh tuan rumah. ... oleh karena itu, apa aku boleh mengharapkan ditraktir di sini?”

“Te-Tentu saja, jangan khawatir?”

Dari awal, Masachika memang berencana untuk melakukan itu, tapi tanggapannya sedikit aneh karena Ia terlalu gugup.

(Harusnya tidak ada masalah ... meski ditambah minuman, jumlahnya pasti sekitaran 2.500 yen per orang. Yup, semuanya baik-baik saja)

Ia cepat-cepat menghitung ulang di kepalanya dan mencoba mengangguk ke Alisa ...  lebih cepat darinya, Alisa yang tersenyum mengambil struk pembayaran.

“Cuma bercanda. Biarkan aku yang mentraktirmu di sini.”

“Ah tidak usah ... kamu tidak perlu sampai sejauh itu, tau?”

“Jangan sungkan-sungkan. Tapi sebagai gantinya, kamu akan mentraktirku lain kali, oke?”

Setelah mengatakan itu, Alisa berdiri dengan barang bawaannya dan dengan cepat menuju meja kasir. Dan saat Masachika buru-buru menyimpan hadiah dan mengejarnya, dia sudah membayarnya.

“Terima kasih banyak ~ silahkan mampir lagi~”

Mereka berdua pergi meninggalkan restoran setelah selesai melakukan pembayaran. Ia benar-benar dipaksa menyesuaikan tempo Alisa.

(Tidak ada gunanya. Hari ini aku tidak bisa mengalahkan Alya)

Temponya benar-benar terkendali, dan Masachika menatap langit dengan tatapan pasrah. Kemudian, Alisa mendekatinya dengan sedikit khawatir tentang sikap Masachika yang seperti itu.

“... Apa kamu, sangat mengkhawatikan pembayaran tadi?”

“Eh? ... Ah, begitulah.”

“Hmm … ”

Kemudian Alisa berbalik dan tersenyum. Senyum yang menghiasi wajahnya begitu indah sehingga secara alami membuat orang-orang yang melihatnya ikut tersenyum. .... Namun, Masachika merasakan firasat buruk yang menjalari punggungnya.

“Ngomong-ngomong, saat merayakan ulang tahun, pasti membutuhkan kue, iya ‘kan?”

“Eh? Yah ... mungkin iya?”

Senyum Alisa semakin melebar saat Masachika mengangguk, dan dia melihat area sekelilingnya. Melihat senyumnya itu, perkataan Alisa sebelumnya kembali terngiang di benak Masachika.

Jangan sungkan-sungkan. Tapi sebagai gantinya, kamu akan mentraktirku lain kali, oke?

Firasat buruk Masachika semakin lama semakin memuncak ... dan berubah menjadi kenyataan.

“Kuze-kun, katanya di dekat sini ada toko kue yang sangat enak.”

Dia menjebakku …! Masachika menggertakkan giginya dalam hati saat menyadari kalau dirinya benar-benar diperdaya. Namun, bukan cowok jantan namanya kalau Ia mundur sekarang. Jadi, Masachika setidaknya ingin bersikap jantan dan memasang senyum indah.

“Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi ke sana? Kali ini, biar aku yang mentraktirmu.”

“Benarkah? Aku sangat menantikannya.”

Kemudian, mereka berdua menuju toko kue sembari tersenyum karena emosi yang berbeda.

… Ngomong-ngomong, Alisa memakan lima potong kue sendirian. Termasuk harga minuman, total biaya yang harus Masachika keluarkan ialah lebih dari 3.000 yen.

 

 

<<=Sebelumnya  |  Daftar isi Selanjutnya=>>

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama