Gimai Seikatsu Vol.5 Chapter 02 Bahasa Indonesia

Chapter 02 — 19 Oktober (Senin) Ayase Saki

 

Tak lama setelah waktu tengah malam, aku sekali lagi mendapati diriku tenggelam dalam pikiran. Masalah utama yang terus terngiang-ngiang di dalam pikiranku tentu saja adalah janji yang aku dan Asamura-kun buat pada hari festival budaya ... janji kalau kami akan pergi dan jalan-jalan ke suatu tempat. Hanya kami berdua. Sejak saat itu, otakku dipenuhi dengan pertanyaan seperti ke mana harus pergi, bagaimana cara mengundangnya, dan apa yang harus kami lakukan.

Masalah terbesar dari semuanya ialah sikap Asamura-kun. Dilihat dari caranya berinteraksi dan tingkahnya di sekitarku membuatku cemas bahwa Ia mungkin telah melupakan janji kami, itulah sebabnya aku menderita dalam diam. Itu membuatku merasa seperti akulah satu-satunya yang terus-menerus memikirkannya, cuma aku satu-satunya yang benar-benar menantikannya, dan ini membuatku berguling-guling di tempat tidurku berulang kali. Oh ayolah, aku akan kehilangan waktu tidurku yang berharga jika hal ini terus berlanjut. Meski aku terus mengatakan itu pada diriku sendiri, tapi ...

Sekarang sudah memasuki hari Senin. Setelah aku bangun nanti, sudah waktunya untuk berangkat sekolah. Aku menarik selimutku hingga menutupi kepalaku dan memaksa mataku untuk terpejam. Aku perlu tidur. Sudah waktunya untuk tidur… Aku terus berkata pada diriku sendiri. Aku masih mengatakan ini pada diriku sendiri ketika nada dering ponselku menembus kesunyian.

“Oh, ayolah …”

Aku meraih smartphone-ku untuk memeriksa siapa yang menggangguku malam-malam begini, yang ternyata orang tersebut adalah Maaya. Aku mendapat pesan LINE darinya.

“Memanganya dia pikir sekarang sudah jam berapa, sih?” Aku menggerutu pada diriku sendiri saat melihat pesannya.

'Aku tidak bisa tidur, tolong aku!'

Kamu juga? Aku menghela nafas pada diriku sendiri dan mengetik balasan.

'Tidur sana.'

'Tapi aku sudah memikirkan ini selama berjam-jam sekarang! Aku baru saja menonton video dan pria di dalam video itu mengatakan sesuatu yang sangat aneh!’

'Memangnya pria itu bilang apa?'

'Ia bilang ‘Kami telah mengkonfirmasi semuanya!’, Yang mana itu sendiri tidak ada masalah. Tapi coba pikirkan! Ketika kita yakin akan sesuatu, kita menggunakan kanji diikuti dengan kata kerja menyusun sesuatu dengan kanji untuk membentuk kata 'konfirmasi' dan kanji 確認. Dari dulu sudah seperti ini bentuknya. Namun jatuh dari kudaadalah apa yang kita satukan di落馬 . Kanji untuk kata kerjanya diganti, dan itu membuatku gila!’

Siapa juga yang peduli dengan itu?

'Aku jadi kepikiran; bagaimana jika kita mengubahnya? Tapi semakin dalam aku merenungkannya, kepalaku semakin mumet! Itu membuatku ingin berhenti menggunakan frasa itu!’

Itu bahkan lebih penting daripada dilema sebelumnya.

“Cepat pergi ke tempat tidur."

'Tidakkkkkk! Ayo pikirkan ini bersama-sama!’

'Kenapa juga kamu menonton video pada jam segini?'

Aku menanyakan itu padanya karena terbawa suasana, dan Maaya segera membalas pesan panjang yang menjelaskan alasannya. Maaya akan selalu mengirim pesan yang padat isinya. Aku selalu sedikit terkejut betapa cepatnya dia bisa mengetiknya. Untuk meringkas apa yang dia katakan padaku dalam beberapa kata, dia telah menonton anime larut malam yang tidak bisa dia lewatkan, itulah sebabnya dia begadang. Dalam upaya untuk bisa mengantuk lagi, dia mulai menonton live streaming seseorang, yang mana itu justru menghasilkan efek sebaliknya.

Komentar pertamaku tentang itu ialah: Jangan libatkan temanmu dalam masalahmu sendiri. Yang kedua, aku cukup yakin ada layanan streaming yang bisa membuatmu menonton episode anime sesuai permintaan. Tidak ada alasan sebenarnya untuk begadang sampai larut malam demi bisa menontonnya. Dan Maaya sendiri telah membuat argumen itu. Jadi mengapa dia begitu ngotot menonton episode secara real-time?

'Aku memang menggunakan layanan streaming semacam itu, tetapi itu tidak bisa menggantikan sensasi menontonnya secara real-time! Perasaan terhubung dengan semua jenis orang di seluruh dunia saat mereka menonton episode anime yang sama sepertimu dan merasakan emosi yang sama pada saat itu adalah sesuatu yang tidak dapat kamu tiru dengan mudah!’

"Kamu mana mungkin bisa tahu apa mereka merasakan emosi yang sama, kan?”

'Bla bla bla! Jangan merusak kesenanganku, Sakinosuke! Aku dengan rendah hati harus mengakui bahwa aku merasa lagi kecewa denganmu!’

Sakinosuke? Apa itu julukanku? Sejak kapan ini berubah menjadi drama sejarah?

'...Ah, jari-jariku rasanya capek sekarang. Tanganku mulai kram.'

Bagaimana bisa kamu kena kram karena cuma menulis pesan LINE?

'Jika kamu masih bangun, bagaimana kalau kita telponan saja?'

Sekali lagi, jangan seret aku ke dalam kekacauan yang kamu buat… Ya ampun. Aku benar-benar berharap bisa cepat tidur, tetapi aku kebetulan mengingat sesuatu yang ingin aku tanyakan, jadi aku langsung menyetujuinya. Begitu aku mengiriminya tanggapanku, pemberitahuan untuk panggilan masuk muncul di ponsel. Cepat sekali. Dia mungkin meletakkan jarinya di tombol panggil.

“Aloha, Saki~”

“Apa kamu pindah ke Hawaii?”

“Aku merasa kesepian jadi aku ingin menghangatkan suasana hatiku yang suram ini dengan beberapa perubahan yang baik.”

“…Kututup saja telponnya.”

“Ahhh, jangan! Tolong beri perhatian padakuuu! …Oh, juga.”

“Sekarang apa lagi?”

Aku terkejut dengan perubahan nada suara Maaya yang begitu mendadak.

“Saki, ada sesuatu yang ingin kamu tanyakan padaku, ‘kan?”

“…Hah? Tidak, tidak sama sekali, kok.”

“Benarkahhhh~? Kamu biasanya menjalani hidup dengan tempomu sendiri, jadi biasanya kamu takkan setuju untuk panggilan telepon selarut ini, kan? ”

“Ugh.”

“Dan aku pikir kamu mengatakan 'ya' karena kamu membutuhkan saranku mengenai sesuatu, bukan?’

“Seriusan … kadang-kadang kamu terlalu peka pada hal-hal yang aneh.” Aku menghela nafas dan mengibarkan bendera putih padanya.

Aku berpikir untuk mengarahkan percakapan ke arah yang memungkinkanku untuk menanyakannya secara alami, tetapi teman baikku ini tampaknya sudah kebal terhadap teknik semacam itu.

“Sudah kuduga.”

“Yah, kamu tahu ... Mari kita ambil perumpamaan di mana kamu pergi ke suatu tempat dengan anak cowok.”

"Pergi kemana?"

“Um, tempatnya sendiri tidak terlalu penting. Kamu hanya ingin pergi ke mana pun dengan cowok ini.”

“Oke, aku mengerti.”

“Bagaimana caramu mengundangnya secara alami?”

“Apa kamu mau pergi ke suatu tempat bersama Asamura-kun?”

Apa?!

“A-Aku tidak pernah menyebut nama Asamura-kun, ‘kan?”

“Saki, memangnya kamu pernah peduli dengan  sembarang orang? Jika itu bukan seseorang yang dekat denganmu, kamu akan bertindak seperti penembak jitu terhebat di dunia dan menjaga jarak dari semua orang dengan sikap dingin seperti zaman es kedua menimpa seluruh umat manusia.”

“…Begitukah caramu melihatku, Maaya?”

“Maksudku, Asamura-kun adalah satu-satunya orang yang membuatmu cemas dan khawatir untuk mengajak seseorang.”

Ini bukan seperti itu…

“Serangan Shinjou telah mereda belakangan ini, jadi pilihan yang tersisa sudah pasti Asamura-kun.”

“Maaya. Sebelum kamu memikirkan hal yang aneh-aneh, bahkan jika kita berasumsi bahwa cowok yang dimaksud adalah Asamura-kun, alasan kita pergi bersama jelas-jelas bukan seperti yang kamu pikirkan.”

“Oh masa~?”

Aku tidak berpikir aku pernah mendengar komentar tidak percaya seperti itu dari siapa pun sepanjang hidupku. Tanpa sadar aku mencengkeram ponselku lebih erat dari sebelumnya. Maaya terus berbicara dengan nada suara yang meragukan.

“Alasan merupakan poin penting di sini. Jika kamu tidak memiliki alasan yang terdengar tulus untuk mengundangnya, itu akan membuatnya terdengar seperti kamu memiliki motif tersembunyi, dan itu akan membuat pihak lain lebih berhati-hati.”

“Aku tidak punya motif tersembunyi.”

“Hmmmm…”

“Sekali lagi, itu bukan—”

“Bukannya itu lebih dari cukup untuk membuat alasan yang bagus. Kamu tidak ingin dia menolakmu, kan?”

“Yah… aku…”

Aku bahkan tidak mempertimbangkan kemungkinan itu. Tapi dia benar. Kenapa aku tidak pernah mempertimbangkannya? Mungkin Asamura-kun sebenarnya tidak ingin pergi ke suatu tempat bersamaku. Lagipula, Ia tidak pernah mengungkit janji kami lagi setelah hari itu. Apa yang harus aku lakukan jika Ia beneran mengatakan tidak?

“Misalnya saja…… Hei, apa kamu mendengarkanku?”

“Ah, ya, tentu saja.”

“Dua hari dari sekarang, temanmu bernama Narasaka Maaya ini akan merayakan ulang tahunnya.”

“Ah, selamat.”

“Terlalu sembrono! Dan masih terlalu cepat!”

“Apa kamu mau aku mengucapkannya pada hari yang sebenarnya?”

"Aku tidak keberatan. Pokoknya, kamu bisa menggunakan ini sebagai alasan untuk mengajaknya. Katakan bahwa kamu ingin membeli hadiah untuk pesta ulang tahun Narasaka Maaya, tahu?”

“Kamu berencana mengadakan pesta ulang tahun?”

“Tidak juga. Atau lebih tepatnya, aku tidak berniat begitu… Aku berpikir bahwa mungkin aku bisa mengadakannya supaya kamu punya alasan.”

“Bukannya itu terlalu membebanimu?”

Tidak sama sekali kok. Lagipula, cuma ada kamu dan Asamura-kun saja yang akan datang.”

Apa kamu masih bisa menyebutnya sebagai pesta ulang tahun? Apa bedanya dengan hanya mengunjungi rumahnya seperti yang kadang-kadang kami lakukan?

“Itulah yang membuatnya hebat. Kamu tidak perlu gugup, begitu juga dirinya. Dan kamu punya alasan yang tepat untuk mengundangnya!”

Begitu rupanya. Ia pernah ke tempat Maaya sebelumnya, dan jika itu dengan dalih pesta ulang tahun Maaya, Asamura-kun pasti takkan ragu-ragu.

“Tapi apa kamu sendiri yakin tentang itu?”

“Tentang apa?”

Berbeda dengan diriku, Maaya cukup populer di sekolah. Jika dia memberitahu kalau dia akan mengadakan pesta ulang tahun, dia pastinya bisa mengumpulkan peserta tidak hanya dari kelas kami, tapi juga di seluruh sekolah. Sejujurnya, aku bahkan tidak terlalu kaget  jika dia mengadakan pesta setiap tahun. Jadi ketika aku bertanya kepadanya tentang itu, dia menjelaskan bahwa dengan banyaknya kemungkinan peserta, dia bahkan takkan dapat menampung mereka semua di apartemennya, sehingga memaksanya untuk menolak orang-orang yang ingin hadir. Baginya pribadi, dia lebih suka tidak mengadakan pesta sama sekali ketimbang menyakiti orang-orang dengan cara seperti itu. Serius, seberapa sempurnanya gadis ini? Dia sangat peduli pada semua orang secara setara.

“Tapi kali ini, satu-satunya tujuanku adalah untuk mendukung cinta yang mekar di antara kamu dan Asamura-kun, jadi ini seharusnya baik-baik saja~”

“Sekali lagi, ini tidak seperti yang kamu pikirkan.”

“Pokoknya, aku akan mengirim undangan ke Asamura-kun setelah ini. Dan, jangan lupa untuk merahasiakan bahwa aku hanya mengundang kalian berdua. Ini akan menjadi kejutan untuknya, tee hee.”

Aku mendengarnya cekikikan dari seberang telepon ketika aku memeriksa waktu. Sudah lewat jam 2 pagi, dan bahuku yang menyembul dari balik selimutku mulai terasa sedikit dingin.

“Ya ampun, sudah selarut ini… Bagaimana jika aku terlambat besok…”

“Aku dapat pulih sepenuhnya dengan minimal tiga jam tidur!”

“Apa kamu cukup bugar setelah itu?"

“Apa kamu khawatir tentang aku? Tenang saja. Aku masih tidur total enam jam. ”

Kapan kamu mendapatkan enam jam itu?

“Aku tidak terlalu suka itu… Aku ingin bangun sebelum Asamura-kun datang untuk membangunkanku.”

“Terlihat sempurna 24/7 tidak akan memberimu poin bonus apa pun. Tunjukkan celah di sana-sini, dan aku berani bertaruh kalau Ia akan menganggapnya imut. Atau justru, menggemaskan.”

“Itu bukan…”

Selama festival budaya, aku menyadari bahwa aku tidak terlalu ahli dalam menunjukkan keimutan semacam itu.

“Yah, aku mengerti maksudmu, tapi …”

“Ohh! Apa kamu akhirnya mulai jujur ​​padaku, Sakippe?

Sekali lagi, siapa sih orang itu?

“Anak cowok diam-diam menyukai hal-hal semacam itu, atau begitulah kata orang.”

“Oh, oh, oh! Sekilas Info! Dari siapa kamu mendengarnya? Oh, benar. Maka kamu harus mengambil jalan memutar untuk pulang ke rumah untuk berganti pakaian sebelum kamu datang ke pesta.”

“Walaupun cuma ada kita bertiga?”

“Bagaimanapun juga, kejutan adalah bumbu terbaik! Dan itu akan memungkinkanmu berkencan dua hari berturut-turut, iya ‘kan? ”

Padahal itu hanya pesta ulang tahun kecil-kecilan, tidak ada alasan untuk bertindak sampai sejauh itu, ya ampun.

“…Kututup teleponnya, ya.”

“Okaay. Selamat tidur!"

Kami mengucapkan selamat malam satu sama lain dan mengakhiri panggilan. Itu semua menggoda dan kejahilan ketika aku berhadapan dengan Maaya, ya ampun. Tapi… tunjukkan beberapa celah, ya? Memanganya itu perlu supaya Ia memanggilku imut? Tidak, mustahil. Pikirkan tentang itu, Ayase Saki. Kamu seharusnya jangan terlalu mempercayai kata-kata Maaya. Sengaja menunjukkan celah hanya akan menjadi bumerang. Atau itulah yang kupikirkan.

Aku menarik selimutku ke atas kepalaku sekali lagi, memaksa mataku tertutup—Ya, tidak mungkin.

Tidak mengherankan jika aku bangun kesiangan keesokan paginya. Dan lebih buruknya lagi, aku bertemu dengan Asamura-kun dalam perjalanan ke kamar mandi...sambil masih memakai piyamaku. Ya tuhan, itu sangat memalukan. Ketika aku melihat penampilanku sendiri di cermin, rambutku terlihat berantakan dan acak-acakan. Aku merasa seperti aku akan mati karena menahan rasa malu. Bagaimana bisa aku menunjukkan kelemahan seperti itu?

Adapun pesta ulang tahun Maaya, Asamura-kun mengungkitnya sendiri saat sarapan. Ia bertanya apa yang harus kami lakukan tentang hal itu. Semua kata yang telah aku buat sebelumnya langsung berubah jadi debu. Jantungku berdetak sangat kencang sampai-sampai aku khawatir kalau Ia bisa mendengarnya dari seberang meja. Aku sangat fokus untuk menjaga ketenangan dan merespons.

“Aku sedang berpikir untuk merayakannya bersamanya. Bagaimana denganmu?” Aku membalasnya dengan sebuah pertanyaan.

Aku telah merencanakan untuk dengan acuh tak acuh membicarakan pembicaraan tentang membeli hadiah, tapi Asamura-kun hampir membuatku melompat dari tempat dudukku. Aku sangat kaget. Aku benar-benar berpikir kalau Ia bisa membaca pikiranku. Ia lalu mengungkapkan kalau ini adalah pertama kalinya dia memberi hadiah kepada seorang gadis. Begitu ya. Jadi Ia belum pernah memiliki seseorang seperti itu sebelumnya... Tunggu, kenapa aku merasa lega mendengarnya? Yah, Ibu satu-satunya orang yang pernah mendapat hadiah dariku, jadi aku bukan orang yang berhak bicara begitu. Aku menguatkan tekadku dan mengajukan pertanyaan yang ingin aku tanyakan.

“Apa kamu mau pergi membeli hadiah bersama denganku?”

Aku pikir suaraku bergetar ketika aku menanyakan itu. Pada awalnya, Asamura-kun menjawab dengan terus terang “Tapi,” yang membuat dadaku sesak hingga terasa sakit. Namun,Ia tidak mengatakan tidak. Sebaliknya, dia tampaknya mengkhawatirkan orang-orang dari sekolah akan melihat kami jika kami pergi berbelanja di suatu tempat di dekat sini. Aku merasakan hal yang sama. Setelah memikirkannya sejenak, Asamura-kun mengusulkan agar kami pergi ke suatu tempat yang agak jauh untuk menikmati perjalanan belanja kami. Aku menjawab dengan anggukan ringan.

“Apa masih kamu ingat dengan apa yang kita bicarakan selama festival budaya?” Aku bertanya dengan hati-hati.

Asamura-kun adalah orang yang baik, Ia mungkin ikut menemani membeli hadiah untuk temanku. Tapi Ia menjawab dengan—

“Tentu saja.”

Aku sangat bahagia. Aku senang aku berani bertanya padanya dan mengkonfirmasinya secara menyeluruh.

 

◇◇◇◇

 

Aku masih bekerja sambilan di toko buku itu. Akhir-akhir ini, aku berada di shift yang sama dengan Asamura-kun. Hari ini, kami bertiga. Yomiuri-senpai dan aku ditugaskan untuk menjaga kasir, sedangkan Asamura-kun pergi untuk menata majalah baru yang masuk. Saat antrian di depan registerku berkurang panjangnya, aku mendapati diriku melirik ke arah Asamura-kun. Yomiuri-senpai secara alami memanggilku tentang itu dan mulai menggodaku, mengatakan bahwa aku pasti tertarik pada “Kouhai-kun”. Aku dengan susap payah menyangkal tuduhannya, mengatakan kalau tatapanku cuma kebetulan melirik padanya.

“Eh, masa~?”

Nambah lagi satu orang yang hampir tidak percaya pada apa yang aku katakan padanya. Karena hampir tidak ada orang di sana yang ingin membeli sesuatu, dan karena kami cukup bosan, dia mungkin memutuskan untuk memulai percakapan.

“Sebentar lagi Hari Halloween, iya ‘kan?”

“Itu tanggal 31, kan?”

“Ya, akhir Oktober. Karena Halloween adalah festival kecil sebelum acara besar—Hari Raya Semua Orang Kudus.”

“Hari Raya Semua Orang Kudus … apa itu?”

“Hari Raya Semua Orang Kudus, yaitu 1 November. Itu adalah hari perayaan untuk menghormati semua orang kudus di dunia. Hari yang disediakan untuk semua orang bodoh adalah tanggal 1 April.”

“Maksudmu, hari April Mop ?”

“Tepat sekali. April Mop. Tapi, kami tidak menyebut tanggal 1 November sebagai Hari Orang Suci, iya ‘kan? Atau memang ada? Apa kamu tahu sesuatu tentang itu? ”

“Tidak, sayangnya tidak.”

“Ngomong-ngomong, Halloween adalah acara penting di Shibuya.”

Topiknya berjatuhan dan berguling-guling di seluruh lantai, tapi ini bukan hal baru ketika berbicara dengan Yomiuri-senpai. Aku akhirnya terbiasa mengikuti alur pemikirannya yang aneh. Proses berpikirnya sangat cepat, sebenarnya. Yah, dia selalu berurusan dengan Asisten Profesor Kudou, jadi aku tidak terkejut dengan itu. Aku teringat kembali pada saat aku menghadiri acara kampus terbuka universitasnya dan menemukan diriku merasa sedikit berkecil hati.

“Halloween adalah acara yang mengubah Shibuya menjadi kota yang tidak pernah tidur.”

“Kamu tidak salah. Akhir-akhir ini terasa seperti Tanah Suci dengan semua kostumnya.”

Terutama pusat kota Shibuya, yang selalu mengumpulkan cukup banyak orang berkostum berkeliaran di jalanan untuk menjamin siaran tentang hal itu. Kerumunan selalu begitu padat sampai-sampai selalu menabrak seseorang.

“Keramaiannya benar-benar memuakkan. Aku pasti ingin menghindari pusat kota selama waktu itu.”

“Saki-chan, ada alasan kenapa kita manusia yang malang harus memaksakan diri kita melewati pusat kota terlepas dari semua itu.”

“Tunggu, benarkah?”

“Karena kita punya pekerjaan.”

Ah. Aku ingat sekarang. Baik Asamura-kun dan aku memiliki shift pada tanggal 31. Kurasa korban lainnya adalah Yomiuri-senpai.

“Bagaimana kalau kita setidaknya bersenang-senang dan mengenakan kostum selama jadwal shift kita?” Dia bertanya.

Meski masih di tempat kerja, aku menggelengkan kepala sekuat yang aku bisa. Sungguh tidak masuk akal.

“Aku yakin kamu akan terlihat imut saat berdandan seperti penyihir dengan topi segitiga, tahu?”

“Imut…?”

“Ah, tepat sasaran, ya?”

“Tidak sama sekali,” aku mencoba bersikap tenang, tetapi ucapanku tidak memiliki kekuatan sama sekali.

Yomiuri-senpai sekali lagi menggunakan kesempatan ini untuk menggodaku, seraya mengatakan “Aku tahu kalau kamu baru saja memikirkan Kouhai-kun,” yang membuat darahku mengalir deras ke kepalaku. Seolah itu belum cukup buruk, Asamura-kun kembali dari pekerjaannya setelah selesai menata rak buku.

“Aku akan mengambil alih untuk pemeliharaan,” semburku dan lari dari kasir.

...Ia tidak berpikir itu terlihat aneh untukku, kan?

Selanjutnya, kami akhirnya pulang setelah selesai bekerja. Udaranya dingin, yang membuatnya terasa seperti musim dingin telah tiba. Aku menggosok kedua tanganku agar tetap hangat. Asamura-kun sedang berjalan di sampingku, mendorong sepedanya. Saat-saat seperti ini benar-benar menunjukkan betapa kurangnya rasa kemanusiaanku. Aku bahkan tidak bisa menemukan topik untuk dibicarakan. Aku gagal membuat percakapan yang Ia sukai. Sebaliknya, aku hanya mencari cara untuk membuatnya berpikir aku tidak sepenuhnya melamun. Hal terbaik yang bisa aku lakukan adalah meniupkan napas hangat ke tanganku yang menggigil.

Ia tiba-tiba memujiku, mengatakan bahwa pakaianku terlihat bagus untukku... Ia mungkin berusaha untuk tidak membuatku merasa canggung, kan? Aku memasukkan tanganku ke dalam kantong, mencengkeramnya erat-erat. Akhirnya aku berhasil memaksa kata-kata itu keluar dari tenggorokanku.

“Aku sangat menantikan untuk pergi berbelanja besok.”

Seriusan, rasanya aku ingin menangis. Kenapa aku seperti ini, sih? Akan tetapi, Asamura-kun—

“Aku juga.”

—Menjawab dengan itu. Aku merasa malu, mengira cuma aku satu-satunya yang bersemangat, tetapi Ia langsung setuju. Aku melirik wajahnya saat Ia berjalan di sampingku, membuatku senang. Aku sedikit membuka dan menutup remasan tanganku di dalam saku. Menemukan topik percakapan yang bekerja dua arah sangat sulit. Sebaliknya, kami akhirnya berjalan pulang dalam diam. Tapi kurasa ini juga tidak terlalu buruk.

Ketika kami membuka pintu apartemen dan menjauhkan diri satu sama lain, aku diterpa gelombang penyesalan.

 

 

Sebelumnya  ||  Daftar isi  || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama