Roshi-dere Vol.4 Chapter 01 Bahasa Indonesia

Chapter 1 — Aku Belum Pernah Mendengar Adanya Fetish Perut        

 

“Onii-chan, ayo bangun?”

Di dalam kamar yang sunyi dan remang-remang di mana tidak ada suara apapun bisa terdengar kecuali dengungan jangkrik dan deruan mesin AC. Bisikan merdu seorang gadis memecahkan suasana yang tenang tersebut.

Namun, laki-laki yang menjadi sasaran bisikan itu hanya mengernyitkan sedikit alisnya dengan mata terpejam dan menggeliat di tempat tidur.

“Kalau kamu tidak bangun ... aku akan menciummu, loh?”

Tanpa merasa terganggu dengan reaksi laki-laki tersebut, bisikan merdu si gadis yang dibarengi dengan sedikit senyum itu justru bergema lagi di dalam kamar yang sunyi.

Akan tetapi, laki-laki itu masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Melihat hal itu, gadis itu mengubah senyum tipis di mulutnya … menjadi senyum menyeringai dan berteriak gembira.

“Sayang sekali, waktu habis!! Kalau begitu—”

“Aduhhhh ?!”

Tiba-tiba, rasa sakit yang tajam menjalar di leher laki-laki——— di leher Kuze Masachika yang membuatnya terbangun dengan terkejut.

“Ah, sudah bangun.”

‘Ah, sudah bangun’ dengkulmu!! Apa sih yang tiba-tiba kamu lakukan!!”

Sambil memegangi lehernya dan mengangkat bagian atas tubuhnya, Masachika memelototi  gadis itu———— adik kandungnya, Suou Yuki, yang berjongkok di samping tempat tidurnya. Namun, Yuki terlihat tidak takut sama sekali dan berkata dengan nada agak menghasut sambil menyeringai.

“Makanya sudah kubilang, ‘kan. Aku akan menciummu kalau kamu masih tidak mau bangun.”

“Aku tidak pernah mendengarnya !! Lagipula, tadi itu sebelah mananya yang ciuman?”

“Gigitan yang seperti ciuman, memangnya kamu enggak tau?”

 “Itu bukan ‘yang seperti’ lagi. Kamu jelas-jelas malah menggigitku!?”

Yuki mengangkat satu alisnya dengan ekspresi seolah-olah merasa terkejut saat mendengar tsukkomi Masachika.

“Wahh, apa kamu saking kebelet mau ciuman yang biasa? Astaga, apa boleh buat, deh ... Ah, tapi mulutmu masih kotor karena baru bangun tidur, jadi bisa enggak kamu berkumur dulu?”

“Memangnya mau sebrutal apa kamu akan menciumku? Enggak, aku tidak menginginkannya sama sekali.”

“Jangan malu-malu begitu. Bukannya kita sering main cium-ciuman saat masih kecil dulu?”

“Sudah kubilang, aku tidak punya kenangan semacam itu.”

“Oi, oi, jangan bilang sesuatu yang menyedihkan begitu, dong. Apa kamu sudah melupakan ciuman kita? Apa boleh buat ... aku akan membuatmu mengingatnya lagi.”

Karena tidak ada kancing yang bisa dicopot … sebagai gantinya, Yuki meremas kerah kaosnya dan berusaha naik ke atas tempat tidur. Melihat adiknya yang mulai mendekatinya dengan senyum keji yang terlihat seperti cowok ikemen dalam manga shoujo, Masachika justru...

“Tidak, ngapain kamu naik ke sini.”

“Guha!”

Masachika mendorong selimut yang digulung untuk menutupi wajah Yuki. Dia lalu terjatuh dari tempat tidur dengan tangisan yang tertahan. Kemudian dia berbalik dengan berlebihan dan mengangkat kakinya, membungkus tubuhnya dengan selimut, lalu menutupi mulutnya dengan ujung selimut, dan berpura-pura menangis.

“Dasar jahat! Padahal kamu sudah mencuri ciuman pertamaku!”

“... jika ada fakta seperti itu, justru punyaku lah yang dicuri.”

Masachika menatap Yuki yang bertingkah seolah-olah baru saja dicampakkan oleh pria yang kejam. Namun, Yuki sepertinya tidak menanggapi tatapan Masachika dan terus melanjutkan sandiwara kecilnya.

“Dan begitulah caramu membuatku jadi terlihat seperti orang jahat ... cowok tuh emang ya, selalu saja bertingkah egois.”

“Kamu tidak cukup memahami cowok untuk bisa berbicara seperti itu.”

“Habisnya, cuma kamu …. cuma kamu satu-satunya cowok yang kukenal!”

“Berisik~”

“Tapi ternyata ... aku bukanlah satu-satunya gadis yang berada di sisimu ...”

“Tidak, ini pembicaraan tentang apa sih?”

Yuki menatap tajam ke arah Masachika, yang memiliki ekspresi lelah. Masachika tanpa sadar tersentak pada tatapan melotot yang mendadak Ia terima.

“Apa kamu masih berpura-pura tidak tahu?! Aku tahu banget, kok?! Aku tahu kalau kamu membawa gadis lain ke kamar ini!!”

“!!!”

Usai mendengar hal itu, Masachika yang segera memahami apa yang dia maksud, mulai merasa panik.

(Kenapa dia bisa tahu...?! Tidak, dia paling cuma menggertak. Mana mungkin dia bisa tahu. Aku tidak boleh menunjukkan kepanikanku!)

Saat langsung membuat penilaian itu, Masachika segera menekan kegelisahannya dan membuat ekspresi terkejut.

“Naa, mau sampai kapan sandiwara kecil ini terus berlanjut?”

“Apa kamu mau mengalihkan pembicaraan?!”

“Tidak, bukannya aku sedang ...”

“Lantas, ini apa!!”

Yuki mengulurkan tangannya sambil berteriak begitu. Di antara ibu jari dan jari telunjuknya ...  terdapat sehelai rambut berwarna putih yang terjepit, dan tampak berkilau dalam cahaya yang bersinar melalui celah tirai.

Keringat dingin mengucur di punggung Masachika.

“Pasti gadis itu, iya ‘kan ... aku tadi menemukannya di samping bantalmu! Apa yang sudah kamu lakukan sampai membawa gadis lain selain aku ke tempat tidurmu, dasar mesum!”

“Tidak ... tidak, itu tidak benar! Aku bahkan tidak membiarkannya masuk ke kamarku!”

“Hmm~ kalau begitu, apa kamu mengakui kalau kamu membiarkannya masuk ke rumah ini?”

“Hah?”

Masachika terkejut saat Yuki tiba-tiba berhenti berakting dan berubah jadi bersikap lembut. Dengan senyum mengejek menghias wajahnya, Yuki dengan cepat menjulurkan sehelai rambut yang dijepit dengan jari-jarinya.

“Coba lihat baik-baik ... ini ‘tuh rambut ubannya Ojii-sama, tau!”

“Ap——?!”

“Hahahaha! Kena kamu, hahaha mau aja dibegoin! Dengan begini, aku sudah membalas hutang pada upacara penutupan kemarin!”

Masachika mencoba membalas dengan ekspresi getir ke arah Yuki yang tertawa dengan penuh kemenangan.

“Membalas hutang ... Tapi kamu sendiri yang memulainya duluan. Bagaimana bisa kamu masih berani mengatakan itu setelah melancarkan serangan psikologis yang kejam terhadap Alya dan membiusku?”

“Habisnya, ini pertandingan, ‘kan~? Tidak peduli siapa lawannya, aku takkan segan-segan melawan mereka, oke? Selain itu ...”

“Selain itu?”

Yuki tiba-tiba berubah menjadi serius dan duduk tegak di samping tempat tidur. Masachika yang juga terbawa suasananya, memperbaiki sedikit posturnya.

“Oniichan-sama, belakangan ini, aku baru menyadari sesuatu.”

“Menyadari apa?”

“Itu ...”

Yuki tiba-tiba melihat ke suatu tempat yang jauh sembari terdengar sangat serius.

“Mungkin saja ... mungkin saja aku ini sebenarnya gadis bangsawan yang jahat.”

“... Ohh, untuk saat ini, mari dengarkan sampai akhir dulu.”

Masachika mendesaknya untuk terus melanjutkan, meski tatapannya langsung terlihat lembut.

“Coba pikir-pikir lagi secara objektif... aku ini putri dari keluarga terkenal yang juga dianggap sebagai gadis bangsawan di sekolah. Di tambah lagi, aku bahkan mempunyai seorang pelayan pribadi bernama Ayano.”

“Ya, terus?”

“Di sisi lain, Alya-san hanyalah gadis yang berasal dari latar belakang biasa dan murid pindahan dari luar. Meski dia menduduki peringkat tertinggi secara akademis, tapi dia agak jutek di sekolah.”

“... Yah begitulah?”

“Lalu, aku dan Alya-san bertarung di panggung kampanye pemilihan.”

“.....Hmm.”

Yuki kemudian mengangkat alisnya dan menatap Masachika.

“...”

“... Tidak, percuma saja meski kamu menunjukkan ekspresi ‘Nah, ‘kan?’.

“Kalau kamu melihatnya dari sudut pandang orang luar, aku benar-benar mirip seperti gadis jahat, ‘kan?”

“... Yah, bukannya aku tidak memahami maksudmu.”

“Jika semuanya berjalan sebagaimana mestinya, Onii-chan akan membongkar semua kecurangan dibalik layar dalam kampanye pemilihan di upacara kelulusan pada bulan Maret mendatang, dan aku akan terasing, lalu dikeluarkan dari sekolah juga.”

“Oh, jadi peranku adalah seorang pangeran bodoh, ya.”

“Dan kemudian keluarga Suou akan mendepakku,  lalu aku dan Ayano dibuang tanpa membawa apa-apa selain pakaian yang melekat di badan kami.”

“Oh, jadi kamu membawa serta Ayano, ya.”

“Kemudian aku direkrut oleh Ketua OSIS Hachiouji dari Akademi Kekaisaran yang berada di kota sebelah, dan aku menjadi Wakil Ketua OSIS Akademi Kekaisaran.”

“Ketua OSIS apa dan Akademi mana tadi?”

“Lalu, aku yang sudah bekerja sama dengan Hachiouji-senpai, akan mengambil alih Seirei Gakuen!”

“Tidak, kekuatan OSISmu terlalu berlebihan. Lah kalau begitu, apa yang akan terjadi denganku dan Alya?”

“Eh? Kalian berdua akan dieksekusi sebagai perwakilan dari sekolah yang kalah.”

“Itu sih terlalu kejam, oi.”

“Akan tetapi! Kejahatan masih belum lenyap!! Benar, semua peristiwa yang terjadi hingga titik ini sudah diatur oleh Ayano yang bergerak di balik layar!”

“Ap-Apaaaaa!”

“Dan ini dia! Bab kedua, “Pemberontakan Keluarga Kimishima.” akan segera dimulai! Konspirasi besar yang melibatkan seluruh Jepang akan segera mencuat!”

“Perkembangan yang terlalu drastis akhirnya menampakkan diri.”

“Oleh karena itu, layaknya seorang gadis jahat, aku memutuskan untuk menggunakan segala cara untuk bisa memenangkan kampanye pemilihan!”

“Woaahhh ~ keprok keprok keprok ~”

Yuki yang mengepalkan tinjunya ke arah langit-langit saat melakukan pose kemenangan, tiba-tiba memalingkan pandangannya ke arah Masachika yang sedang bertepuk tangan dengan suara monoton.

“Yah, kesampingkan candaan tadi ... tapi berkat tipu muslihatku, hal itu juga bagus buat Anii-ja karena Ayano sudah merawatmu, ‘kan?”

“Jangan mengatakannya seolah-olah ada maksud lain. Aku tidak melakukan sesuatu yang aneh padanya, kok.”

“Tampaknya begitu. Astaga~, padahal ada gadis cantik yang berusaha memberimu gosokkan punggung dan tidur denganmu, tapi kamu malah menolak semuanya. Kamu itu beneran cowok bukan, sih?”

“Kenapa justru aku yang disalahkan? Padahal seharusnya aku patut mendapat pujian karena sudah menjadi cowok yang jantan, ‘kan?”

 “Justru itu hal yang memalukan bagi cowok kalau tidak melahap hidangan yang ada di hadapannya ... Terlebih lagi, Ayano mengenakan pakaian pelayan musim panas yang sangat terbuka, lo?  Itu desain bagus yang membuatmu bisa memasukkan tanganmu di belahan dadanya tepat di bawah pita lehernya, lo?

 “... Memangnya kamu pernah memasukkan tanganmu ke sana?”

“Pernah, kok? Rasanya begitu hangat dan sangat lembut, pokoknya mantap banget lah.”

Tatapan Masachika langsung berubah menjadi dingin saat Yuki membuat pengakuan pelecehan seksual dengan ekspresi menyegarkan, tapi Yuki sama sekali tidak terganggu dengan tatapannya dan menggelengkan kepalanya sembari berkata “Haa~ yare yare”.

“Padahal kamu punya alasan terbaik kalau kamu tidak bisa membuat keputusan dengan normal karena sedang demam  ... Dengan teori misterius kalau demam biasa dapat disembukan melalui penularan, itu adalah kesempatan sempurna untuk melakukan kontak kulit yang intens dengan dalih pengobatan …. Aku jadi merasa kecewa karena kamu masih belum menggrepe-grepe satu pun oppai-nya.”

“Justru pernyataanmu itulah yang mengecewakan!?”

“... Atau itulah yang kupikirkan, tapi ~? Tak disangka-sangka~ ternyata kamu membawa Alya-san masuk ke rumahmu~? Dikau memang tidak bisa diremehkan, ya~.”

Masachika dengan canggung memalingkan muka dari adik perempuannya, yang mendekat dengan senyum menyeringai.

“... Bukan apa-apa. Ini bukan masalah besar, kok.”

“Lagi-lagi masih enggak mau jujur~... laki-laki dan gadis seumuran berduaan di bawah satu atap. Apalagi tidak ada anggota keluarga lain. Mana mungkin tidak ada sesuatu yang terjadi dalam situasi semacam itu, ‘kan?”

“Tidak, seriusan tidak ada terjadi apa-apa ... hanya…”

“Hanya?”

“Kami hanya ... mengerjakan tugas PR musim panas ...”

“Hah?”

Begitu mendengar perkataan Masachika, ekspresi Yuki tiba-tiba berubah serius dan tubuhnya yang tadinya condong ke depan, kembali ke posisi semula. Kemudian, dia memiringkan kepalanya tanpa berkedip.

“...  Mengerjakan PR? Sampai repot-repot mengajak Alya-san ke rumah segala?”

“… Ya.”

“Di masa liburan musim panas ini? Masa-masa liburan musim panas kelas 1 SMA, di mana ada banyak pelajar di seluruh dunia yang menikmati masa muda mereka?”

“… Ya.”

“...Dari kelihatannya, kamu mengajaknya tidak hanya sekali saja, ya?”

“... sekitar tiga kali, mungkin.”

“Kampret, dasar pengecut!”

Masachika hanya bisa membuang muka, tidak bisa membantah sumpah serapah yang dilontarkan padanya. Tidak ... sejujurnya, Ia sendiri merasa penasaran mengenai hal itu. Setelah upacara penutupan, dalam perjalanan pulang Ia sudah berjanji pada Alisa kalau mereka akan sesekali bertemu selama liburan musim panas, tetapi ketika ingin mengajaknya untuk bertemu, Masachika tidak dapat menemukan alasan ... Namun, jika Ia terus mencari-cari alasan, Ia akan kehilangan kesempatannya, Ia juga tidak dapat mengharapkan ajakan dari Alisa ... Pada akhirnya, setelah melakukan banyak pertimbangan, Ia mengajaknya bertemu dengan alasan “Mau enggak mengerjakan PR musim panas bareng?”.

Selama tiga hari berikutnya, mereka berdua mengerjakan PR masing-masing dengan diam di dalam kediaman Kuze. Tidak ada kejadian yang mirip seperti komedi romantis terjadi. Berkat itu, PR musim panasnya bisa selesai dengan cepat, tetapi di sisi lain, sikap Arisa tampaknya semakin hari semakin rumit, entah itu hanya imajinasinya saja atau bukan.

“Sungguh tak bisa dipercaya ... apalagi, karena kamu tidak membawanya ke kamar, itu berarti kalian berdua belajar di ruang tamu, kan?”

“……Yah begitulah.”

Ketika Masachika mengangguk setengah hati, mata Yuki melebar dan memukul-mukul kasur.

 “Dasar bodoh!!! Bukannya sudah menjadi adegan klise untuk menggunakan meja di kamar kalau ada event sesi belajar di rumah!!”

“Tidak, itu didasarkan pada asumsi kalau ada orang tua di rumah ...”

“Kamu tetap harus membawanya bahkan jika mereka tidak ada! Dan dadamu harusnya merasa panas saat melihat sekilas oppai Alya-san yang tiba-tiba membungkuk ke depan, atau selangkanganmu mulai merasa panas ketika melihatnya merangkak dengan bokongnya yang montok!”

“Jangan seenak jidat bilang kalau itu membuat selangkangan panas!!”

“Dan kemudian, setelah menumpahkan teh dan membuat pakaiannya tembus pandang, kamu langsung panik mengelapnya dan melakukan sentuhan tubuh secara alami! Di~tambah~lagi, kamu menyuruhnya untuk mandi dan mengeringkan bajunya, lalu membawa kaosmu sendiri sebagai pengganti baju sementara! Saat melihat Alya-san dengan bajumu sendiri setelah mandi membuat jantungmu berdebar kencang dan selangkanganmu berdenyut-denyut——”

“Coba tutup mulutmu sebentar!!”

“Hebephmmp.”

Masachika melempar bantal ke arah adiknya yang terus-menerus mengocehkan omong kosong sejak pagi. Ia kemudian diam-diam mendekati Yuki, yang membungkuk setelah wajahnya dipukul dengan bantal, dan membungkusnya dengan selimut yang ada di dekatnya, mengikat ujungnya erat-erat dan mengemasnya. Ia lalu membuangnya ke atas tempat tidur. Setelah memaksa adiknya untuk diam dengan cara kasar, Masachika meninggkalkan kamarnya sambil menguap. Kemudian, tatapan matanya berpapasan dengan Ayano yang mengenakan baju pelayan dan sedang mengelap meja di ruang tamu. Karena mumpung liburan musim panas, Yuki dan Ayano telah tinggal di kediaman Kuze sejak kemarin.

“Selamat pagi. Masachika-sama.”

“Ah... pagi.”

Masachika mengangkat alisnya dengan ringan saat melihat Ayano yang meluruskan postur dan membungkuk padanya.

“Kamu sampai repot-repot mengganti pakaian segala? Kita ‘kan sebentar lagi mau keluar, jadi pakai baju biasa juga enggak masalah kali.”

Hari ini, berkat desakan Yuki, mereka akan mengunjungi taman hiburan. Karena mereka berencana meninggalkan rumah di pagi hari, Masachika pikir dia bisa tetap mengenakan pakaian biasa sampai waktunya tiba, tetapi Ayano menjawab seperti biasa.

“Tidak. Wajar saja bila saya harus mengenakan pakaian formal saat melakukan pekerjaan rumah tangga.”

“... Begitukah.”

Masachika berpikir kalau itu terlalu merepotkan untuk berganti sampai dua kali, tapi menurut orangnya sendiri, saat dia menata rambutnya dan mengenakan seragam pelayan, dia bisa mengaktifkan mode maid-nya, jadi Masachika mengangguk tanpa mengatakan apa-apa lagi. Sejujurnya, tidak seperti Yuki yang mengikat rambutnya dengan gaya kuncir kuda dan memasuki mode Imouto, Ayano tidak benar-benar banyak berubah saat menata rambutnya dan masuk ke mode maid… tapi, pasti cuma dia sendiri yang bisa memahaminya. Merasa yakin dengan itu, Masachika lalu pergi menuju kamar kecil.

Setelah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, mencuci tangan, dan kemudian mencuci muka untuk menghilangkan kantuk, Ia lalu kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Namun …

“Zzzz…”

“Nih anak malah tidur!!”

Masachika menjatuhkan tumit ke badan Yuki, yang (berpura-pura) tidur di atas kasur dalam keadaan terbungkus selimut. Namun kenyataannya, Ia tidak mendepak dengan tumitnya, melainkan dorongan ringan di bagian tengah tubuh dengan pahanya. Kemudian Yuki  berkata “Hmm?” dan membuka satu matanya sambil menguap.

“Apaan sih? Apa sudah waktunya sarapan?”

“Kamu masih saja bertingkah songong meski dalam keadaan terkurung begitu.”

“Naa, pak sipir, apa enggak ada sake?”

“Oh, ini biasanya tipe yang akan memberitahu informasi sedikit demi sedikit.”

“Ups...  Entahlah. Aku sudah melupakan semua kejadian di masa lalu.”

“Namun, tidak bisa memberitahu dengan jujur.”

“Itu bar yang biasa dia datangi. Coba periksa di lantai dua. Kamu mungkin akan menemukan sesuatu yang menarik.”

“Tapi jika kamu mencoba pergi dengan marah, Ia biasanya akan memberi petunjuk.”

“Haa~….”

Tertawa puas dengan tsukkomi kakaknya, Yuki membuka tangannya dan berusaha melepaskan diri dari selimut ...... melepaskan diri .......

“Hup! Hmmp ~~~~!”

“...”

Duh, susah lepasnya. Yuki mengibaskan kakinya sambil masih terbungkus selimut. Masachika yang menontonnya dengan lembut untuk sementara waktu, mulai duduk berjongkok, dan melepaskan ikatan selimut. Kemudian, Yuki langsung menyeringai dan berdiri sambil melakukan gerakan pemanasan pada lehernya.

“Yare yare ... akhirnya kamu datang juga. Nah sekarang, mungkin sudah waktunya bagiku untuk bergerak.”

“Dan saat melarikan diri dari penjara dengan bantuan anak buahnya, Ia yang tadinya dikira karakter sampingan, ternyata merupakan karakter musuh yang kuat. ...... Tidak, sandiwara macam apa ini.”

Setelah mengatakan ini dengan lelah, Masachika mengusir Yuki turun dari atas ranjang dan berbaring di tempat tidurnya.

“Oi, oi, pagi-pagi begini sudah lelah? Kok kamu tidak terlalu bersemangat?”

“Sebaliknya, kenapa kamu malah begitu bersemangat ...”

“Jangan buat aku mengatakan semuanya ... karena Anii-ja terlihat seperti baru mengalami mimpi buruk, jadi aku cuma berusaha menghiburmu, tau?”

“Hah? Mimpi buruk?”

Masachika berbaring telentang dan menelusuri ingatannya saat mendengar kata-kata Yuki. Kemudian, entah bagaimana Ia mengingat kalau Ia memimpikan kenangan masa lalu. Yuki meletakkan tangannya di dadanya dan memberitahu Masachika, yang secara refleks mengubah wajahnya, dengan tatapan genit.

“Jika itu benar-benar sangat sulit bagimu, kamu boleh menangis di dadaku, loh ..?”

Masachika merasa bersyukur sekaligus malu dengan rasa perhatian yang disembunyikan adiknya dalam sikap bercandanya itu. Dia bahkan sampai repot-repot datang ke rumah bersama Ayano karena mengkhawatirkan kakaknya, yang secara praktis tinggal sendirian. dan bergegas bersama Ayano. Orangnya sendiri bilang. “Karena aku kecepian!”, Tapi sebenarnya, dia mungkin datang karena merasa khawatir bahwa kakaknya merasa kesepian.

(Yah, aku pikir itu sedikit berlebihan untuk mencoba melibatkan Ayano dan memaksaku tidur bersama dengannya ...)

Terkekeh saat mengingat percakapan tadi malam, Masachika ingin menggoda sedikit Yuki karena sikapnya yang selalu bercanda.

“Percuma saja kamu meminjami dada yang sekecil itu~”

“Setidaknya itu masih bisa buat digrepe-grepe lah, dasar pekok! Atau apa?! Oppai yang tidak bisa digrepe, maka itu tidak bisa memenuhi syarat sebagai oppai!?”

Di hadapan Masachika yang menatapnya dengan lembut, Yuki mengangkat payudaranya sendiri dari bawah. Masachika mengoreksi kesalahpahaman sambil  menyipitkan mata karena kurangnya daya tarik seks dalam perilaku konyol adiknya.

“Tidak, ini bukan masalah bisa digrepe atau tidaknya ... hanya saja, karena badanmu secara keseluruhan sangat kurus, aku jadi takut kalau tulang rusukmu akan menghantam kepalaku.”

“Kalau begitu, kenapa kamu tidak mencobanya sendiri?! Kamu pasti akan terlena dalam aura keibuanku! Oryaaaaaa~~~~~!”

“Guhaa.”

Segera setelah Ia berteriak, Yuki sudah berada di atas Masachika, langsung memegang kepala Masachika dan menekankannya ke dadanya sendiri. Perasaan lembut dan kenyal menutupi wajah Masachika. Di sisi lain, ujung hidungnya … merasakan sensasi menyentuh tulang dada.

“Hehe, gimana~? Apa kamu bisa merasakan aura keibuan dariku?”

“Aku malah merasakan aura bapak-bapak. Kamu harus makan sedikit lebih banyak lagi.”

“Aku makan banyak, kok! Makan banyak juga takkan membuatku gemuk, tau!”

Merasa jengkel, Yuki menjauhkan kepala Masachika dan mengoceh. Dia kemudina menunggangi perut Masachika, meletakkan tangannya di dahinya dan menggelengkan kepalanya dengan ocehan ‘yare~yare~’.

“Hmm...  begitu ya. Sudah kuduga, kalau masalah susu, aku memang tidak bisa bersaing dengan Kujou bersaudari.”

“Jangan bilang susu!?”

“Tapi aku juga kesulitan untuk bersaing dengan pinggul dan kaki ... selain itu, kalau soal pinggul dan kaki, ada kuda hitam yang bernama Nonoa-san ...”

“Tidak, aku enggak tahu soal itu.”

“Kamu enggak tahu tentang pinggul yang mempesona itu? Cih, dasar penyuka oppai...”

 “Hei, apa ini akan menjadi cerita yang panjang? Jika masih lama, apa kamu bisa membangunkanku kalau sudah selesai?”

Ketika Masachika mencoba tidur dua kali secara normal meski adiknya sedang berada di atasnya, Yuki meletakkan tangannya di dahinya dan berkata, “Haa,” sambil menyeringai.

“Yah, jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan dulu, my brother ... aku memang tidak bisa bersaing dalam hal oppai, pinggul, dan kaki dengan mereka bertiga yang memiliki darah asing dalam pembuluh darah mereka ... tapi… !!.”

Lalu, Yuki tiba-tiba menggulung ujung bajunya. Dia berbicara dengan wajah songong sambil memamerkan pusarnya yang imut dan tulang rusuknya yang sedikit menonjol.

“Aku memutuskan untuk bersaing dengan perut.”

 “Hoo~ perut, ya.”

“Fufufu~,  gimana? Lihatlah perut yang mulus dan lembut ini. Mau tak mau kamu ingin menggosokkan pipimu ke perut ini, iya ‘kan~?”



 “Tidak juga…”

“Hehe~, kamu tidak perlu menahan diri segala ... pintu baru akan segera terbuka, iya ‘kan?”

“Sayangnya, tidak ada yang namanya pintu fetish perut sebelum itu bisa terbuka.”

“Jika tidak ada, ayo kita buat saja, pintu fetish.”

“Apa-apaan dengan kalimat jadul itu?”

“Oi, apa kamu tadi dengan santainya memperlakukanku seperti sampah?”

“Aku terkejut kamu bisa mengetahuinya.”

“Tentu saja aku bisa tahu. Karena kita berdua memiliki pola pikir yang serupa. Apalagi kalau memikirkan hal yang berbau otaku, itu jadi lebih gampang dibaca.”

“Yah, memang sih.”

Faktanya, Masachika bisa membaca pikiran Yuki sampai batas tertentu, jadi Ia bisa memahami perasaannya. Namun, kelakuan nyeleneh Yuki tidak bisa ditebak, dan kepekaan Yuki terhadap pola pikir ala otaku Masachika berada pada level Esper.

“Jadi, bagaimana?”

“Bagaimana, apanya?”

“Apa kamu mulai membangkitkan fetish perut?”

“Tidak sama sekali.”

“Cih, sudah kuduga, kamu lebih suka susu, ya? Apa susu lebih nikmat? Nih~ ada pemandangan susu bagian bawah, lo~?”

Yuki menggulung kaosnya lebih jauh sambil menyeringai dan menggoyangkan tubuh bagian atasnya ke kiri dan ke kanan. Pada pemandangan yang akan membuat sebagian besar anak cowok di sekolah bermata merah dan kegirangan, Masachika justru ...

“Zzzz …”

“Oi, brengsek, jangan tidur begitu. Ada pemandangan fans-service tanpa bra lo~ dasar kampret.”

“...”

“Apaan sih, padahal aku sudah seksi begini.”

Sambil mengatakan itu dengan nada cemberut, Yuki mengangkat smartphone-nya, menyesuaikan posisi pantatnya sedikit sambil melihat ke arah layar, dan mengambil foto selfie dengan cepat. Foto yang diambil —— gambar dirinya dengan kaos yang digulung sampai ke atas perut, sambil menunggangi perut bagian bawah Masachika membuat Yuki menelan ludah dengan gugup.

“Ini sih ... benar-benar kelihatan sudah masuk.”

“Oi, bego, apa yang kamu lakukan!!”

Yosh, aku akan mengirimkannya ke Alya-san. Hmm pesannya, [Pagi hari ini juga, Masachika-kun sangat bersemangat.]

“Memangnya kamu ini iblis apa!”

“Haaa! Apa aku harus berpura-pura salah kirim dan mengirim [Masachika-kun, kemarin malam kamu sangat menakjubkan]?!”

Yosh, mending dibungkus saja nih anak.”

Ketika Ia dengan cepat bangkit dan mengambil smartphone dari tangan Yuki, Masachika kembali membungkus Yuki dengan selimut. Semua itu hanya butuh waktu empat detik. Itu adalah teknik yang sangat brilian.

“Sisanya tinggal hapus, hapus.”

“Ahhhhh!! Hei, jangan seenaknya menyentuh smartphone-ku tanpa izin!!”

Dengan sinis mengabaikan protes Yuki, Masachika menghapus foto yang diambil adiknya.

“Dasar kejam~~! Aku pasti memprotesmu!”

Ketika adiknya terus berteriak sambil menggeliat layaknya ulat kecil, Masachika mengangkatnya dan ...

“Ya, ya, sudah waktunya untuk kembali ke kolong tempat tidur.”

Dengan nada suara lembut yang seolah-olah sedang mengembalikan hewan yang dilindungi kembali kea lam habitatnya, Masachika mendorongnya ke bawah tempat tidur.

“Ah, sempit ….”

“Ya, ya, ayo letakkan adik perempuan yang berisik ke bawah tempat tidur~”

“Tungg—, ini seriusan sempit, tau!! Ditambah selimut begini, rasanya jadi makin sem~pit~~”

“Jangan sungkan-sungkan begitu ... kamu suka dengan yang sempit-sempit, ‘kan?”

Tanpa memedulikan teriakan Yuki, Masachika terus berusaha mendorong Yuki ke bawah tempat tidur. Kemudian, Yuki tiba-tiba mulai mengeluarkan suara yang genit dan merangsang.

“Kumohon, tolong hentikan, Onii-chan! Aduh, sakit! Rasanya sakit banget! Jangan mendorongnya terlalu keras! Le-Lebih dari ini, itu tidak bisa muat lagi!”

“.....”

“Eh, ka-kamu beneran mau melakukannya?! Ak-Aku benar-benar kesakitan, tau—— Tolong aku, Ayanoooo!”

“Apa anda memanggil saya, Yuki-sama!”

“Kenapa kamu membawa senjata segala, cepat singkirkan itu.”

Ayano yang menyerbu ke dalam ruangan sembari dilengkapi dengan tiga pensil metalik dengan ujung tajam di tangan kanannya, berkedip perlahan ketika dia melihat situasi di dalam ruangan. Yuki  yang terbungkus selimut, dengan bagian kanan tubuhnya di bawah tempat tidur. Dan ada Masachika berjongkok di sampingnya. Di hadapan situasi yang sulit untuk dipahami tersebut, Ayano memiringkan kepalanya tanpa ekspresi selama beberapa detik ….. sebelum mengembalikan kepalanya ke posisi semula.

“… ah, apa anda tidak bisa keluar dari sana? Masachika-sama, saya akan ikut membantu anda.”

Setelah mengatakan ini, Ayano berjongkok di sebelah Masachika dan mulai menarik Yuki.

“... Aku tahu persis bagaimana cara Ayano memandangku sekarang.”

“Itu salah rutinitasmu sendiri, tau.”

Disalahpahami oleh pelayan pribadinya yang paling tepercaya karena dia dianggap menyelinap masuk sendiri lagi, Yuki ditarik keluar oleh keduanya dan tatapan matanya mengarah ke kejauhan.

 

◇◇◇◇

 

“... jadi, apa-apaan dengan penampilan itu?”

“Tentu saja ini buat penyamaran, Ani-ue.”

Yuki membalas tatapan tajam Masachika dengan tenang sambil mengangkat pinggiran topinya. Setelah menyelesaikan sarapan yang dibuat oleh Ayano, mereka bertiga berkumpul di ruang tamu lagi setelah bersiap-siap untuk keluar, tapi... penampilan yang dikenakan Yuki adalah kaos bergambar karakter anime seorang gadis SMA bermain gitar bass dan celana pendek bertali[1]. Rambut hitam panjangnya diikat menjadi gaya twintail, dia juga mengenakan baret di kepalanya, dan yang terpenting, dia mengenakan kacamata hitam besar. … Karena badannya yang kecil, dia tidak terlihat seperti anak SMA. Mau dilihat dari sudut pandang manapun, dia terlihat seperti anak SMP ... atau justru terlihat seperti anak SD yang bongsor. 

Namun, dia tampaknya tidak peduli tentang itu dan meletakkan tangannya di tepi baret dengan senyum narsis menghias wajahnya.

“Hmm~, bahkan penyamaran ini masih tidak bisa menyembunyikan keimutanku ...”

“Memangnya itu imut?”

“Tentu saja imut.”

Yuki membalas dengan ekspresi songong “Ehemm~” sambil memamerkan dua jari gaya tanda peace, dan Masachika menggaruk kepalanya sembari berpikir dalam hati, ‘Mirip banget seperti bocil tengil’.

“Lagipula ... kenapa sampai menyamar segala?”

“Sama seperti terakhir kali saat bertemu dengan Alya-san, ada kemungkinan kalau kita berpapasan dengan seseorang yang kita kenal, iya ‘kan? Sekarang, kita berdua adalah musuh dalam pemilihan ketua OSIS, jadi kita harus menyamar supaya tidak menimbulkan spekulasi yang tidak perlu.”

“Tidak, bukannya itu tidak masalah? Lagipula kita berdua ‘kan sudah dikenal sebagai teman masa kecil.”

“Yah, buat jaga-jaga saja~. Lebih baik berjaga-jaga supaya tidak menyebabkan keributan, iya ‘kan~.”

“Haaa ...”

Sembari berpikir dalam hati, “Bukannya itu lebih merepotkan jika penyamaranmu yang payah terbongkar?”, tapi Ia terlalu malas untuk mengatakann itu, jadi Masachika hanya menganggukkan kepalanya dengan setengah hati. Dan saat Ia mengalihkan pandangannya ke sebelah Yuki… Ia melihat seorang gadis berpenampilan liar dan memancarkan aura ranjau darat. Tak perlu dikatakan lagi, gadis itu adalah Ayano. Dia mengenakan baju blus polos dan rok polos. Rambut hitamnya yang tertata rapi dalam mode maid beberapa saat yang lalu, sekarang dibiarkan tergerai di depan seolah-olah ingin menyembunyikan wajahnya, dan kaca mata besarnya semakin menutupi mukanya.

Itu adalah gaya khas dari tipikal “sebenarnya aku ini gadis cantik dan imut”.

“... Ayano.”

“Ya, Masachika-sama.”

“Aku takkan mengatakan hal buruk tentang itu. Tapi, tolong ganti pakaianmu.”

“Tapi …..”

“Cepetan ganti. Seorang gadis SMA rupawan mana mungkin keluar dengan penampilan seperti itu.”

“...”

Begitu mendengar kata-kata Masachika, Ayano tampak kebingungan dan menoleh ke arah Yuki. Secara alami, Masachika tahu hal itu akan terjadi, jadi Ia juga mendesak Yuki untuk merubah pikirannya.

“Itu terserah kamu kalau kamu ingin melakukan penyamaran, tapi ini sih terlalu berlebihan. Itu bukan pakaian yang cocok buat gadis cantik, tau.”

“Tidak,  jika dia bukan gadis cantik, itu cuma kecelakaan. ...”

“Cepat minta maaf kepada wanita biasa di seluruh negeri!!”

Usai memelototi Yuki dan berkata begitu, Masachika kembali menatap ke arah Ayano.

“Gadis cantik……”

“??”

Kemudian, Ayano meletakkan kedua tangan di pipinya dengan ekspresi datarnya yang biasa. Tanpa sadar, dia bisa merasakan kalau pipinya memerah. Namun, begitu dia menyadari kalau Masachika menatapnya dengan curiga, Ayano dengan cepat menurunkan tangannya dan meluruskan posturnya.

“Apa boleh buat, deh. Kamu boleh berganti baju, Ayano.”

“Dipahami.”

Kemudian, dia mematuhi kata-kata Yuki, dan menuju ke kamar Yuki tempat dia menyimpan barang bawaannya. Setelah beberapa detik memandang punggungnya yang smeakin jauh, Masachika berteriak “Ah”.

“Barusan ... apa dia merasa tersipu?”

“Tidak peduli bagaimana kamu melihatnya, dia emang tersipu.”

“Tidak... aku tidak menyangka Ayano akan merasa malu dengan pujianku.”

“Hmm... yah, memang sih.”

Masachika yang mengira dia akan acuh sambil berekspresi datar, dibuat bingung dengan reaksi malu Ayano. Kemudian, saat Yuki menganggukkan kepalanya seolah ingin mengatakan, “Aku memahami perasaanmu,” Masachika dengan takut-takut mengajukan pertanyaan.

“Naa ... Ayano sama sekali tidak memiliki perasaan romantis padaku, kan?”

“Hmm? Orangnya sendiri bilang begitu padaku, sih?”

“Benar, iya ‘kan…..”

Perasaan Ayano terhadap Masachika dan Yuki adalah rasa hormat yang ditunjukkan seorang pelayan kepada majikannya. Orangnya sendiri bilang begitu, dan Masachika menerimanya seperti itu. Ia juga berpikir bahwa jika pengabdian Ayano kepadanya juga merupakan keinginan untuk melayani majikannya sebagai pelayan, dan Ia berkewajiban menerimanya .

Namun ... jika ada secercah perasaan romantis untuknya, Masachika harus memikirkan bagaimana untuk menanggapinya. Sikap Ayano terhadap mereka berdua pada dasarnya sama, dan Ia tidak pernah merasakan perbedaan perlakuan berdasarkan jenis kelamin. Itulah sebabnya Masachika juga menganggap kata-kata Ayano sebagai kebenaran, tapi ketika dia bersikap seperti tadi, ... hal tersebut membuatnya sedikit ragu.

“Apa kamu tidak merasa penasaran? Aniue-sama yo~.”

“Yah begitulah ... biasanya, orang takkan merasa malu saat seseorang yang sudah seperti keluarga memuji penampilan mereka ...”

“Hmm~ yah, bener sih.”

Mendengar kata-kata Masachika, Yuki juga membelai dagunya sambil berpikir … dan ekspresinya langsung berubah seakan mendapat ide yang bagus.

 “Kalau begitu, ayo kita pastikan.”

“Hmm?  bagaimana caranya?”

“Dengan begini.”

Masachika mendapat firasat buruk saat melihat ekspresi adiknya yang menyeringai. Namun, sebelum Masachika bisa bertindak sesuai firasatnya, Yuki membuat megafon dengan kedua tangannya dan berteriak ke arah kamarnya.

“Ayano~! Ayo cepat datang kemari~! Ayo, ayo, hurry up~! Kamu boleh langsung ke sini dengan keadaanmu yang sekarang!”

Panggilan Yuki segera diikuti oleh suara pintu terbuka dan tertutup, serta derap langkah kaki yang mendekat dengan cepat. Kemudian, pintu menuju ruang tamu terbuka dan ...

“Apa anda memanggil saya, Yuki-sama?”

“Bufffttt!”

Masachika mau tak mau langsung melebarkan matanya dan terkejut saat melihat penampilan Ayano yang memasuki ruang tamu.

Karena Ayano mengenakan pakaian dalam berwarna ungu muda. Selain itu, daripada disebut pakaian dalam, kata lingerie lebih cocok untuk menggambarkannya, dan itu terlihat lebih modis dan seksi dari yang diharapkan. Payudaranya membentuk belahan dada yang dalam di bagian bra, dan pinggangnya sangat langsing sehingga terlihat seperti akan patah. Bokongnya yang kecil dan kakinya yang panjang terlihat jelas. Meski tidak selangsing Yuki, Ayano juga mempunyai badan ramping, dan cukup stylish. Penampilan rambut hitamnya yang menggantung di atas kulit putih terlihat begitu seksi sampai-sampai membuat Masachika terkesiap.

“Oke Ayano, waktu yang pas banget~”

“Sebelah mananya coba! Ayano! Kamu juga cepat tutupi badanmu!”

 “Saya tidak memiliki sesuatu yang perlu ditutupi dari Masachika-sama dan Yuki-sama.”

“Biasanya pasti ada, ‘kan?!”

Masachika memalingkan wajahnya sambil berteriak. Ia tidak bisa menyembunyikan kepanikannya saat melihat keadaan Ayano yang setengah telanjang Ayano, dengan lekuk tubuh femininnya yang langsing namun montok, tak peduli seberapa besar Ia menganggap Ayano seperti keluarganya sendiri. Ini sangat berbeda dari Yuki yang telanjang bulat, sangat berbeda sekali!

Di sisi lain, Yuki berjalan mendekati Ayano dan memanggil Masachika di belakangnya.

“Hora, lihat, Onii-chan, ternyata Ayano punya tahi lalat di tempat seperti itu. Seksi banget~”

“Aku tidak tahu bagian mana yang kamu maksud, tapi untuk saat ini, Ayano harus segera mengganti pakaiannya.”

“Yuki-sama...”

“Hmm~ yah sudahlah, maaf ya sudah mendadak memanggilmu kemari? Aku sudah selesai, jadi kamu boleh kembali, kok.”

“Tidak apa-apa .. kalau begitu, saya permisi dulu.”

Suara pintu terbuka dan tertutup akhirnya membawa wajah Masachika kembali ke depan. Ia lalu menatap tajam ke arah Yuki.

“Jadi? Apa yang akan kamu lakukan?”

“Hmm? Aku cuma ingin memastikan apakah Ayano memandang Onii-chan sebagai lawan jenis. Soalnya, ada pepatah yang bilang jika seorang gadis tidak memandang laki-laki sebagai lawan jenis, dia takkan merasa malu meskipun terlihat dalam keadaan memakai pakaian dalam.”

“Ahh begitu ya…”

Alasannya ternyata lebih kuat dari yang Ia duga, dan mau tak mau Masachika merasa diyakinkan. Memang, Masachika juga bisa memahami bahwa rasa malunya akan berkurang jika bersama seseorang yang sudah seperti anggota keluarga.

“Jadi hasilnya?”

“Hmm? Entahlah, aku tidak tahu.”

“Hah?”

“Aku pikir dia merasa sedikit malu, tapi ekspresi wajahnya tidak berubah sama sekali. Rasanya terlalu ambigu untuk mengatakan kalau dia menganggapmu sebagai lawan jenis?”

“Kembalikan kesan yang kuberikan tadi!”

Ketika Masachika menatap Yuki dengan tatapan dingin, Yuki balas menatapnya dengan tatapan penuh maksud.

“Tapi yah? Setidaknya aku bisa memahami kalau Onii-chan menganggap Ayano sebagai seorang gadis.”

“...”

Pada pernyataan Yuki, Masachika tak bisa berkata apa-apa. Faktanya, Ia sadar diri kalau dirinya tertarik secara seksual pada pakaian dalam Ayano, jadi Ia tidak bisa mengatakan apa-apa. Yuki menyeringai dengan senyuman yang menghibur sambil menatap mata Masachika yang terdiam.

“Ngomong-ngomong, aku memang menyukai Onii-chan lebih dari siapapun di dunia ini, tapi itu cuma sebatas kasih sayang antar keluarga dan saudara, jadi aku sama sekali~ tidak merasa malu meski kamu melihatku telanjang, kok? Maaf ya? Aku bukan adik perempuan yang berteriak sambil melempar barang saat kamu melihatku berganti baju.”

“Aku tidak tahu untuk apa kamu meminta maaf, tetapi sebaliknya, kamu setidaknya harus merasa malu karenanya. Bagaimana mungkin bisa seorang gadis remaja tidak merasa malu akan hal itu?”

“Oi, Oi ... memangnya kamu pikir JK, yang memiliki rasa malu yang sama seperti kebanyakan orang, akan keluar dengan penampilan gila begini?”

“Jangan bilang blak-blakan begitu! Tunggu, jadi kamu sadar diri kalau penampilanmu itu beneran gila!”

“Anii-ja ... Jujur saja, ya? Kalau sudah lewat umur 15 tahun, gaya rambut twintail tuh terlalu sulit.”

‘Pastinya lah’ Cuma itu yang bisa aku bilang.”

Saat Masachika membalas dengan wajah datar, Yuki menatap ke arah kejauhan dengan senyum yang agak sedih menghiasi wajahnya.

“Tapi, apa kamu tahu? Saat melihat ke arah cermin ... aku gemetaran dan sampai berteriak 'Seriusan? Ini kelihatan cocok banget buatku.'”

“Sulit untuk menyangkalnya.”

“Bukankah reaksimu terlalu lemah untuk itu? Sudah kuduga, kalau bukan gaya kuncir kuda, kamu tidak merasa senang, ya?”

“Kenapa kamu malah membahas hal itu?”

“Eh? Habisnya~ Onii-chan lebih suka gaya kuncir kuda, ‘kan?”

“Hmm ... yah, aku tidak bisa menyangkalnya, tapi kamu masih sedikit naïf, Imouto yo.”

“Apa? Apa maksudnya itu?”

Yuki dengan cepat meladeni sikap sandiwara Masachika yang aneh. Melihat sikap adiknya yang terlihat serius sambil mengangkat alisnya, Masachika hanya tertawa dan memberitahunya.

“Tentu saja, gaya kuncir kuda memanglah bagus ... tapi hal yang benar-benar hebat adalah kesenjangannya saat seseorang yang biasanya membiarkan rambutnya diurai dan tiba-tiba menguncir rambutnya dengan gaya kuncir kuda!!”

“Hmm~. Ah, kalau kita pergi sekarang, kita bisa menaiki kereta yang berangkat selama 25 menit. Ngomong-ngomong, bukannya menurutmu penyiar pengumuman kereta terlalu meremehkan kecepatan berjalan manusia?”

“Jangan terang-terangan tidak tertarik begitu! Dan juga, kurasa penyiar pengumuman kereta didasarkan pada kecepatan berjalan orang-orang yang sudah lanjut usia?!”

“Kupikir tidak ada orang lanjut usia yang membutuhkan banyak waktu untuk berpindah antar platform, lo….?”

“Ya, itu karena itu didasarkan pada kakek dan nenek kita yang terlalu energik. Maksudnya itu orang lanjut usia pada umumnya, oke? Bukan tipe kakek yang berlari kencang untuk menangkap anjing peliharaan yang melarikan diri sejauh lebih dari 200 meter, oke?”

“Benar juga, biasanya ‘kan memakai sepeda.”

“Bukan tentang itu juga kali! Ah bukan, itu juga bukan.”

Di bidang penglihatan Masachika, yang sedikit kelelahan saat membalas pernyataan nyeleneh Yuki ...  melihat Ayano yang sudah kembali dari berganti pakaian entah sejak kapan dan diam-diam menguncir rambutnya.

“...”

“Ahh~ Ayano? Kenapa kamu menguncir rambutmu?”

“?? Rambut panjang mungkin terlalu menarik perhatian di taman hiburan, jadi saya pikir akan menguncirnya untuk berjaga-jaga.”

“Eh, ah, begitu ya ...”

“?”

“Uweeiii~, Onii-chan terlalu kepedean~! Malu-maluin banget~!”

“Cerewet!”

Yuki segera menunjuk wajah Masachika dengan kedua tangan untuk menggodanya, dan Masachika berseru untuk menutupi rasa malunya. Ayano memiringkan kepalanya dengan wajah datar.

Pada akhirnya, karena keributan ini dan itu, mereka jadi ketinggalan naik kereta.

 

 

Sebelumnya  || Daftar isi ||  Selanjutnya


[1] Enggak tau nama jenisnya apa, tapi model celana pendek seperti ini yang dimaksud, link
close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama