Chapter 1 — Aku Belum Pernah Mendengar Adanya Fetish Perut
“Onii-chan, ayo bangun?”
Di dalam kamar yang sunyi dan
remang-remang di mana tidak ada suara apapun bisa terdengar kecuali dengungan
jangkrik dan deruan mesin AC. Bisikan merdu seorang gadis memecahkan suasana
yang tenang tersebut.
Namun, laki-laki yang menjadi
sasaran bisikan itu hanya mengernyitkan sedikit alisnya dengan mata terpejam
dan menggeliat di tempat tidur.
“Kalau kamu tidak bangun ...
aku akan menciummu, loh?”
Tanpa merasa terganggu dengan
reaksi laki-laki tersebut, bisikan merdu si gadis yang dibarengi dengan sedikit
senyum itu justru bergema lagi di dalam kamar yang sunyi.
Akan tetapi, laki-laki itu masih
tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Melihat hal itu, gadis itu mengubah
senyum tipis di mulutnya … menjadi senyum menyeringai dan berteriak gembira.
“Sayang sekali, waktu habis!!
Kalau begitu—”
“Aduhhhh ?!”
Tiba-tiba, rasa sakit yang
tajam menjalar di leher laki-laki——— di leher Kuze Masachika yang membuatnya
terbangun dengan terkejut.
“Ah, sudah bangun.”
“ ‘Ah, sudah bangun’ dengkulmu!! Apa sih yang tiba-tiba kamu
lakukan!!”
Sambil memegangi lehernya dan
mengangkat bagian atas tubuhnya, Masachika memelototi gadis itu———— adik kandungnya, Suou Yuki, yang
berjongkok di samping tempat tidurnya. Namun, Yuki terlihat tidak takut sama
sekali dan berkata dengan nada agak menghasut sambil menyeringai.
“Makanya sudah kubilang, ‘kan.
Aku akan menciummu kalau kamu masih tidak mau bangun.”
“Aku tidak pernah mendengarnya
!! Lagipula, tadi itu sebelah mananya yang ciuman?”
“Gigitan yang seperti ciuman,
memangnya kamu enggak tau?”
“Itu bukan ‘yang
seperti’ lagi. Kamu jelas-jelas malah menggigitku!?”
Yuki mengangkat satu alisnya
dengan ekspresi seolah-olah merasa terkejut saat mendengar tsukkomi Masachika.
“Wahh, apa kamu saking kebelet
mau ciuman yang biasa? Astaga, apa boleh buat, deh ... Ah, tapi mulutmu masih
kotor karena baru bangun tidur, jadi bisa enggak kamu berkumur dulu?”
“Memangnya mau sebrutal apa
kamu akan menciumku? Enggak, aku tidak menginginkannya sama sekali.”
“Jangan malu-malu begitu.
Bukannya kita sering main cium-ciuman saat masih kecil dulu?”
“Sudah kubilang, aku tidak
punya kenangan semacam itu.”
“Oi, oi, jangan bilang sesuatu
yang menyedihkan begitu, dong. Apa kamu sudah melupakan ciuman kita? Apa boleh
buat ... aku akan membuatmu mengingatnya lagi.”
Karena tidak ada kancing yang
bisa dicopot … sebagai gantinya, Yuki meremas kerah kaosnya dan berusaha naik
ke atas tempat tidur. Melihat adiknya yang mulai mendekatinya dengan senyum
keji yang terlihat seperti cowok ikemen dalam manga shoujo, Masachika justru...
“Tidak, ngapain kamu naik ke
sini.”
“Guha!”
Masachika mendorong selimut
yang digulung untuk menutupi wajah Yuki. Dia lalu terjatuh dari tempat tidur dengan
tangisan yang tertahan. Kemudian dia berbalik dengan berlebihan dan mengangkat
kakinya, membungkus tubuhnya dengan selimut, lalu menutupi mulutnya dengan
ujung selimut, dan berpura-pura menangis.
“Dasar jahat! Padahal kamu
sudah mencuri ciuman pertamaku!”
“... jika ada fakta seperti
itu, justru punyaku lah yang dicuri.”
Masachika menatap Yuki yang bertingkah
seolah-olah baru saja dicampakkan oleh pria yang kejam. Namun, Yuki sepertinya
tidak menanggapi tatapan Masachika dan terus melanjutkan sandiwara kecilnya.
“Dan begitulah caramu membuatku
jadi terlihat seperti orang jahat ... cowok tuh emang ya, selalu saja
bertingkah egois.”
“Kamu tidak cukup memahami
cowok untuk bisa berbicara seperti itu.”
“Habisnya, cuma kamu …. cuma
kamu satu-satunya cowok yang kukenal!”
“Berisik~”
“Tapi ternyata ... aku bukanlah
satu-satunya gadis yang berada di sisimu ...”
“Tidak, ini pembicaraan tentang
apa sih?”
Yuki menatap tajam ke arah
Masachika, yang memiliki ekspresi lelah. Masachika tanpa sadar tersentak pada tatapan
melotot yang mendadak Ia terima.
“Apa kamu masih berpura-pura
tidak tahu?! Aku tahu banget, kok?! Aku tahu kalau kamu membawa gadis lain ke
kamar ini!!”
“!!!”
Usai mendengar hal itu,
Masachika yang segera memahami apa yang dia maksud, mulai merasa panik.
(Kenapa dia bisa tahu...?! Tidak, dia
paling cuma menggertak. Mana mungkin dia bisa tahu. Aku tidak boleh menunjukkan
kepanikanku!)
Saat langsung membuat penilaian
itu, Masachika segera menekan kegelisahannya dan membuat ekspresi terkejut.
“Naa, mau sampai kapan
sandiwara kecil ini terus berlanjut?”
“Apa kamu mau mengalihkan
pembicaraan?!”
“Tidak, bukannya aku sedang
...”
“Lantas, ini apa!!”
Yuki mengulurkan tangannya
sambil berteriak begitu. Di antara ibu jari dan jari telunjuknya ... terdapat sehelai rambut berwarna putih yang
terjepit, dan tampak berkilau dalam cahaya yang bersinar melalui celah tirai.
Keringat dingin mengucur di
punggung Masachika.
“Pasti gadis itu, iya ‘kan ...
aku tadi menemukannya di samping bantalmu! Apa yang sudah kamu lakukan sampai membawa
gadis lain selain aku ke tempat tidurmu, dasar mesum!”
“Tidak ... tidak, itu tidak
benar! Aku bahkan tidak membiarkannya masuk ke kamarku!”
“Hmm~ kalau begitu, apa kamu
mengakui kalau kamu membiarkannya masuk ke rumah ini?”
“Hah?”
Masachika terkejut saat Yuki
tiba-tiba berhenti berakting dan berubah jadi bersikap lembut. Dengan senyum
mengejek menghias wajahnya, Yuki dengan cepat menjulurkan sehelai rambut yang
dijepit dengan jari-jarinya.
“Coba lihat baik-baik ... ini
‘tuh rambut ubannya Ojii-sama, tau!”
“Ap——?!”
“Hahahaha! Kena kamu, hahaha
mau aja dibegoin! Dengan begini, aku sudah membalas hutang pada upacara
penutupan kemarin!”
Masachika mencoba membalas
dengan ekspresi getir ke arah Yuki yang tertawa dengan penuh kemenangan.
“Membalas hutang ... Tapi kamu
sendiri yang memulainya duluan. Bagaimana bisa kamu masih berani mengatakan itu
setelah melancarkan serangan psikologis yang kejam terhadap Alya dan membiusku?”
“Habisnya, ini pertandingan,
‘kan~? Tidak peduli siapa lawannya, aku takkan segan-segan melawan mereka, oke?
Selain itu ...”
“Selain itu?”
Yuki tiba-tiba berubah menjadi
serius dan duduk tegak di samping tempat tidur. Masachika yang juga terbawa
suasananya, memperbaiki sedikit posturnya.
“Oniichan-sama, belakangan ini,
aku baru menyadari sesuatu.”
“Menyadari apa?”
“Itu ...”
Yuki tiba-tiba melihat ke suatu
tempat yang jauh sembari terdengar sangat serius.
“Mungkin saja ... mungkin saja
aku ini sebenarnya gadis bangsawan yang jahat.”
“... Ohh, untuk saat ini, mari
dengarkan sampai akhir dulu.”
Masachika mendesaknya untuk
terus melanjutkan, meski tatapannya langsung terlihat lembut.
“Coba pikir-pikir lagi secara
objektif... aku ini putri dari keluarga terkenal yang juga dianggap sebagai
gadis bangsawan di sekolah. Di tambah lagi, aku bahkan mempunyai seorang
pelayan pribadi bernama Ayano.”
“Ya, terus?”
“Di sisi lain, Alya-san
hanyalah gadis yang berasal dari latar belakang biasa dan murid pindahan dari
luar. Meski dia menduduki peringkat tertinggi secara akademis, tapi dia agak
jutek di sekolah.”
“... Yah begitulah?”
“Lalu, aku dan Alya-san
bertarung di panggung kampanye pemilihan.”
“.....Hmm.”
Yuki kemudian mengangkat
alisnya dan menatap Masachika.
“...”
“... Tidak, percuma saja meski
kamu menunjukkan ekspresi ‘Nah, ‘kan?’.”
“Kalau kamu melihatnya dari
sudut pandang orang luar, aku benar-benar mirip seperti gadis jahat, ‘kan?”
“... Yah, bukannya aku tidak
memahami maksudmu.”
“Jika semuanya berjalan
sebagaimana mestinya, Onii-chan akan membongkar semua kecurangan dibalik layar
dalam kampanye pemilihan di upacara kelulusan pada bulan Maret mendatang, dan
aku akan terasing, lalu dikeluarkan dari sekolah juga.”
“Oh, jadi peranku adalah seorang
pangeran bodoh, ya.”
“Dan kemudian keluarga Suou
akan mendepakku, lalu aku dan Ayano
dibuang tanpa membawa apa-apa selain pakaian yang melekat di badan kami.”
“Oh, jadi kamu membawa serta
Ayano, ya.”
“Kemudian aku direkrut oleh
Ketua OSIS Hachiouji dari Akademi Kekaisaran yang berada di kota sebelah, dan
aku menjadi Wakil Ketua OSIS Akademi Kekaisaran.”
“Ketua OSIS apa dan Akademi
mana tadi?”
“Lalu, aku yang sudah bekerja
sama dengan Hachiouji-senpai, akan mengambil alih Seirei Gakuen!”
“Tidak, kekuatan OSISmu terlalu
berlebihan. Lah kalau begitu, apa yang akan terjadi denganku dan Alya?”
“Eh? Kalian berdua akan
dieksekusi sebagai perwakilan dari sekolah yang kalah.”
“Itu sih terlalu kejam, oi.”
“Akan tetapi! Kejahatan masih
belum lenyap!! Benar, semua peristiwa yang terjadi hingga titik ini sudah
diatur oleh Ayano yang bergerak di balik layar!”
“Ap-Apaaaaa!”
“Dan ini dia! Bab kedua, “Pemberontakan Keluarga Kimishima.” akan
segera dimulai! Konspirasi besar yang melibatkan seluruh Jepang akan segera
mencuat!”
“Perkembangan yang terlalu
drastis akhirnya menampakkan diri.”
“Oleh karena itu, layaknya
seorang gadis jahat, aku memutuskan untuk menggunakan segala cara untuk bisa
memenangkan kampanye pemilihan!”
“Woaahhh ~ keprok keprok keprok ~”
Yuki yang mengepalkan tinjunya
ke arah langit-langit saat melakukan pose kemenangan, tiba-tiba memalingkan
pandangannya ke arah Masachika yang sedang bertepuk tangan dengan suara monoton.
“Yah, kesampingkan candaan tadi
... tapi berkat tipu muslihatku, hal itu juga bagus buat Anii-ja karena Ayano
sudah merawatmu, ‘kan?”
“Jangan mengatakannya seolah-olah
ada maksud lain. Aku tidak melakukan sesuatu yang aneh padanya, kok.”
“Tampaknya begitu. Astaga~,
padahal ada gadis cantik yang berusaha memberimu gosokkan punggung dan tidur
denganmu, tapi kamu malah menolak semuanya. Kamu itu beneran cowok bukan, sih?”
“Kenapa justru aku yang
disalahkan? Padahal seharusnya aku patut mendapat pujian karena sudah menjadi
cowok yang jantan, ‘kan?”
“Justru itu hal yang memalukan bagi cowok
kalau tidak melahap hidangan yang ada di hadapannya ... Terlebih lagi, Ayano
mengenakan pakaian pelayan musim panas yang sangat terbuka, lo? Itu desain bagus yang membuatmu bisa
memasukkan tanganmu di belahan dadanya tepat di bawah pita lehernya, lo?
“... Memangnya kamu pernah memasukkan tanganmu
ke sana?”
“Pernah, kok? Rasanya begitu
hangat dan sangat lembut, pokoknya mantap banget lah.”
Tatapan Masachika langsung
berubah menjadi dingin saat Yuki membuat pengakuan pelecehan seksual dengan
ekspresi menyegarkan, tapi Yuki sama sekali tidak terganggu dengan tatapannya
dan menggelengkan kepalanya sembari berkata “Haa~ yare yare”.
“Padahal kamu punya alasan
terbaik kalau kamu tidak bisa membuat keputusan dengan normal karena sedang
demam ... Dengan teori misterius kalau
demam biasa dapat disembukan melalui penularan, itu adalah kesempatan sempurna
untuk melakukan kontak kulit yang intens dengan dalih pengobatan …. Aku jadi merasa
kecewa karena kamu masih belum menggrepe-grepe satu pun oppai-nya.”
“Justru pernyataanmu itulah
yang mengecewakan!?”
“... Atau itulah yang
kupikirkan, tapi ~? Tak disangka-sangka~ ternyata kamu membawa Alya-san masuk
ke rumahmu~? Dikau memang tidak bisa diremehkan, ya~.”
Masachika dengan canggung memalingkan
muka dari adik perempuannya, yang mendekat dengan senyum menyeringai.
“... Bukan apa-apa. Ini bukan
masalah besar, kok.”
“Lagi-lagi masih enggak mau
jujur~... laki-laki dan gadis seumuran berduaan di bawah satu atap. Apalagi
tidak ada anggota keluarga lain. Mana mungkin tidak ada sesuatu yang terjadi
dalam situasi semacam itu, ‘kan?”
“Tidak, seriusan tidak ada terjadi
apa-apa ... hanya…”
“Hanya?”
“Kami hanya ... mengerjakan
tugas PR musim panas ...”
“Hah?”
Begitu mendengar perkataan
Masachika, ekspresi Yuki tiba-tiba berubah serius dan tubuhnya yang tadinya
condong ke depan, kembali ke posisi semula. Kemudian, dia memiringkan kepalanya
tanpa berkedip.
“... Mengerjakan PR? Sampai repot-repot mengajak
Alya-san ke rumah segala?”
“… Ya.”
“Di masa liburan musim panas
ini? Masa-masa liburan musim panas kelas 1 SMA, di mana ada banyak pelajar di
seluruh dunia yang menikmati masa muda mereka?”
“… Ya.”
“...Dari kelihatannya, kamu
mengajaknya tidak hanya sekali saja, ya?”
“... sekitar tiga kali,
mungkin.”
“Kampret, dasar pengecut!”
Masachika hanya bisa membuang
muka, tidak bisa membantah sumpah serapah yang dilontarkan padanya. Tidak ... sejujurnya,
Ia sendiri merasa penasaran mengenai hal itu. Setelah upacara penutupan, dalam
perjalanan pulang Ia sudah berjanji pada Alisa kalau mereka akan sesekali
bertemu selama liburan musim panas, tetapi ketika ingin mengajaknya untuk
bertemu, Masachika tidak dapat menemukan alasan ... Namun, jika Ia terus
mencari-cari alasan, Ia akan kehilangan kesempatannya, Ia juga tidak dapat
mengharapkan ajakan dari Alisa ... Pada akhirnya, setelah melakukan banyak
pertimbangan, Ia mengajaknya bertemu dengan alasan “Mau enggak mengerjakan PR musim panas bareng?”.
Selama tiga hari berikutnya,
mereka berdua mengerjakan PR masing-masing dengan diam di dalam kediaman Kuze.
Tidak ada kejadian yang mirip seperti komedi romantis terjadi. Berkat itu, PR
musim panasnya bisa selesai dengan cepat, tetapi di sisi lain, sikap Arisa
tampaknya semakin hari semakin rumit, entah itu hanya imajinasinya saja atau
bukan.
“Sungguh tak bisa dipercaya ...
apalagi, karena kamu tidak membawanya ke kamar, itu berarti kalian berdua
belajar di ruang tamu, kan?”
“……Yah begitulah.”
Ketika Masachika mengangguk
setengah hati, mata Yuki melebar dan memukul-mukul kasur.
“Dasar bodoh!!! Bukannya sudah menjadi adegan
klise untuk menggunakan meja di kamar kalau ada event sesi belajar di rumah!!”
“Tidak, itu didasarkan pada asumsi
kalau ada orang tua di rumah ...”
“Kamu tetap harus membawanya
bahkan jika mereka tidak ada! Dan dadamu harusnya merasa panas saat melihat
sekilas oppai Alya-san yang tiba-tiba membungkuk ke depan, atau selangkanganmu mulai
merasa panas ketika melihatnya merangkak dengan bokongnya yang montok!”
“Jangan seenak jidat bilang
kalau itu membuat selangkangan panas!!”
“Dan kemudian, setelah
menumpahkan teh dan membuat pakaiannya tembus pandang, kamu langsung panik
mengelapnya dan melakukan sentuhan tubuh secara alami! Di~tambah~lagi, kamu
menyuruhnya untuk mandi dan mengeringkan bajunya, lalu membawa kaosmu sendiri sebagai
pengganti baju sementara! Saat melihat Alya-san dengan bajumu sendiri setelah
mandi membuat jantungmu berdebar kencang dan selangkanganmu berdenyut-denyut——”
“Coba tutup mulutmu sebentar!!”
“Hebephmmp.”
Masachika melempar bantal ke
arah adiknya yang terus-menerus mengocehkan omong kosong sejak pagi. Ia
kemudian diam-diam mendekati Yuki, yang membungkuk setelah wajahnya dipukul
dengan bantal, dan membungkusnya dengan selimut yang ada di dekatnya, mengikat
ujungnya erat-erat dan mengemasnya. Ia lalu membuangnya ke atas tempat tidur.
Setelah memaksa adiknya untuk diam dengan cara kasar, Masachika meninggkalkan
kamarnya sambil menguap. Kemudian, tatapan matanya berpapasan dengan Ayano yang
mengenakan baju pelayan dan sedang mengelap meja di ruang tamu. Karena mumpung
liburan musim panas, Yuki dan Ayano telah tinggal di kediaman Kuze sejak
kemarin.
“Selamat pagi. Masachika-sama.”
“Ah... pagi.”
Masachika mengangkat alisnya
dengan ringan saat melihat Ayano yang meluruskan postur dan membungkuk padanya.
“Kamu sampai repot-repot
mengganti pakaian segala? Kita ‘kan sebentar lagi mau keluar, jadi pakai baju
biasa juga enggak masalah kali.”
Hari ini, berkat desakan Yuki,
mereka akan mengunjungi taman hiburan. Karena mereka berencana
meninggalkan rumah di pagi hari, Masachika pikir dia bisa tetap mengenakan
pakaian biasa sampai waktunya tiba, tetapi Ayano menjawab seperti biasa.
“Tidak. Wajar saja bila saya
harus mengenakan pakaian formal saat melakukan pekerjaan rumah tangga.”
“... Begitukah.”
Masachika berpikir kalau itu
terlalu merepotkan untuk berganti sampai dua kali, tapi menurut orangnya
sendiri, saat dia menata rambutnya dan mengenakan seragam pelayan, dia bisa
mengaktifkan mode maid-nya, jadi Masachika mengangguk tanpa mengatakan apa-apa
lagi. Sejujurnya, tidak seperti Yuki yang mengikat rambutnya dengan gaya kuncir
kuda dan memasuki mode Imouto, Ayano
tidak benar-benar banyak berubah saat menata rambutnya dan masuk ke mode maid… tapi,
pasti cuma dia sendiri yang bisa memahaminya. Merasa yakin dengan itu,
Masachika lalu pergi menuju kamar kecil.
Setelah menyelesaikan urusannya
di kamar mandi, mencuci tangan, dan kemudian mencuci muka untuk menghilangkan
kantuk, Ia lalu kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Namun …
“Zzzz…”
“Nih anak malah tidur!!”
Masachika menjatuhkan tumit ke
badan Yuki, yang (berpura-pura) tidur di atas kasur dalam keadaan terbungkus
selimut. Namun kenyataannya, Ia tidak mendepak dengan tumitnya, melainkan
dorongan ringan di bagian tengah tubuh dengan pahanya. Kemudian Yuki berkata “Hmm?”
dan membuka satu matanya sambil menguap.
“Apaan sih? Apa sudah waktunya
sarapan?”
“Kamu masih saja bertingkah
songong meski dalam keadaan terkurung begitu.”
“Naa, pak sipir, apa enggak ada
sake?”
“Oh, ini biasanya tipe yang
akan memberitahu informasi sedikit demi sedikit.”
“Ups... Entahlah. Aku sudah melupakan semua kejadian
di masa lalu.”
“Namun, tidak bisa memberitahu
dengan jujur.”
“Itu bar yang biasa dia
datangi. Coba periksa di lantai dua. Kamu mungkin akan menemukan sesuatu yang
menarik.”
“Tapi jika kamu mencoba pergi
dengan marah, Ia biasanya akan memberi petunjuk.”
“Haa~….”
Tertawa puas dengan tsukkomi
kakaknya, Yuki membuka tangannya dan berusaha melepaskan diri dari selimut
...... melepaskan diri .......
“Hup! Hmmp ~~~~!”
“...”
Duh,
susah lepasnya. Yuki mengibaskan kakinya sambil masih
terbungkus selimut. Masachika yang menontonnya dengan lembut untuk sementara
waktu, mulai duduk berjongkok, dan melepaskan ikatan selimut. Kemudian, Yuki langsung
menyeringai dan berdiri sambil melakukan gerakan pemanasan pada lehernya.
“Yare yare ... akhirnya kamu
datang juga. Nah sekarang, mungkin sudah waktunya bagiku untuk bergerak.”
“Dan saat melarikan diri dari
penjara dengan bantuan anak buahnya, Ia yang tadinya dikira karakter sampingan,
ternyata merupakan karakter musuh yang kuat. ...... Tidak, sandiwara macam apa
ini.”
Setelah mengatakan ini dengan
lelah, Masachika mengusir Yuki turun dari atas ranjang dan berbaring di tempat
tidurnya.
“Oi, oi, pagi-pagi begini sudah
lelah? Kok kamu tidak terlalu bersemangat?”
“Sebaliknya, kenapa kamu malah
begitu bersemangat ...”
“Jangan buat aku mengatakan
semuanya ... karena Anii-ja terlihat seperti baru mengalami mimpi buruk, jadi
aku cuma berusaha menghiburmu, tau?”
“Hah? Mimpi buruk?”
Masachika berbaring telentang
dan menelusuri ingatannya saat mendengar kata-kata Yuki. Kemudian, entah
bagaimana Ia mengingat kalau Ia memimpikan kenangan masa lalu. Yuki meletakkan
tangannya di dadanya dan memberitahu Masachika, yang secara refleks mengubah
wajahnya, dengan tatapan genit.
“Jika itu benar-benar sangat
sulit bagimu, kamu boleh menangis di dadaku, loh ..?”
Masachika merasa bersyukur sekaligus
malu dengan rasa perhatian yang disembunyikan adiknya dalam sikap bercandanya
itu. Dia bahkan sampai repot-repot datang ke rumah bersama Ayano karena
mengkhawatirkan kakaknya, yang secara praktis tinggal sendirian. dan bergegas
bersama Ayano. Orangnya sendiri bilang. “Karena
aku kecepian!”, Tapi sebenarnya, dia mungkin datang karena merasa khawatir
bahwa kakaknya merasa kesepian.
(Yah, aku pikir itu sedikit berlebihan untuk
mencoba melibatkan Ayano dan memaksaku tidur bersama dengannya ...)
Terkekeh saat mengingat
percakapan tadi malam, Masachika ingin menggoda sedikit Yuki karena sikapnya
yang selalu bercanda.
“Percuma saja kamu meminjami
dada yang sekecil itu~”
“Setidaknya itu masih bisa buat
digrepe-grepe lah, dasar pekok! Atau apa?! Oppai yang tidak bisa digrepe, maka
itu tidak bisa memenuhi syarat sebagai oppai!?”
Di hadapan Masachika yang
menatapnya dengan lembut, Yuki mengangkat payudaranya sendiri dari bawah. Masachika
mengoreksi kesalahpahaman sambil menyipitkan mata karena kurangnya daya tarik
seks dalam perilaku konyol adiknya.
“Tidak, ini bukan masalah bisa
digrepe atau tidaknya ... hanya saja, karena badanmu secara keseluruhan sangat
kurus, aku jadi takut kalau tulang rusukmu akan menghantam kepalaku.”
“Kalau begitu, kenapa kamu
tidak mencobanya sendiri?! Kamu pasti akan terlena dalam aura keibuanku! Oryaaaaaa~~~~~!”
“Guhaa.”
Segera setelah Ia berteriak,
Yuki sudah berada di atas Masachika, langsung memegang kepala Masachika dan
menekankannya ke dadanya sendiri. Perasaan lembut dan kenyal menutupi wajah
Masachika. Di sisi lain, ujung hidungnya … merasakan sensasi menyentuh tulang
dada.
“Hehe, gimana~? Apa kamu bisa
merasakan aura keibuan dariku?”
“Aku malah merasakan aura
bapak-bapak. Kamu harus makan sedikit lebih banyak lagi.”
“Aku makan banyak, kok! Makan
banyak juga takkan membuatku gemuk, tau!”
Merasa jengkel, Yuki menjauhkan
kepala Masachika dan mengoceh. Dia kemudina menunggangi perut Masachika,
meletakkan tangannya di dahinya dan menggelengkan kepalanya dengan ocehan ‘yare~yare~’.
“Hmm... begitu ya. Sudah kuduga, kalau masalah susu,
aku memang tidak bisa bersaing dengan Kujou bersaudari.”
“Jangan bilang susu!?”
“Tapi aku juga kesulitan untuk
bersaing dengan pinggul dan kaki ... selain itu, kalau soal pinggul dan kaki, ada
kuda hitam yang bernama Nonoa-san ...”
“Tidak, aku enggak tahu soal
itu.”
“Kamu enggak tahu tentang pinggul
yang mempesona itu? Cih, dasar penyuka oppai...”
“Hei, apa ini akan menjadi cerita yang
panjang? Jika masih lama, apa kamu bisa membangunkanku kalau sudah selesai?”
Ketika Masachika mencoba tidur
dua kali secara normal meski adiknya sedang berada di atasnya, Yuki meletakkan
tangannya di dahinya dan berkata, “Haa,”
sambil menyeringai.
“Yah, jangan terlalu cepat
mengambil kesimpulan dulu, my brother
... aku memang tidak bisa bersaing dalam hal oppai, pinggul, dan kaki dengan
mereka bertiga yang memiliki darah asing dalam pembuluh darah mereka ... tapi…
!!.”
Lalu, Yuki tiba-tiba menggulung
ujung bajunya. Dia berbicara dengan wajah songong sambil memamerkan pusarnya
yang imut dan tulang rusuknya yang sedikit menonjol.
“Aku memutuskan untuk bersaing
dengan perut.”
“Hoo~ perut, ya.”
“Fufufu~, gimana? Lihatlah perut yang mulus dan lembut
ini. Mau tak mau kamu ingin menggosokkan pipimu ke perut ini, iya ‘kan~?”
“Tidak juga…”
“Hehe~, kamu tidak perlu
menahan diri segala ... pintu baru akan segera terbuka, iya ‘kan?”
“Sayangnya, tidak ada yang
namanya pintu fetish perut sebelum itu bisa terbuka.”
“Jika tidak ada, ayo kita buat
saja, pintu fetish.”
“Apa-apaan dengan kalimat jadul
itu?”
“Oi, apa kamu tadi dengan
santainya memperlakukanku seperti sampah?”
“Aku terkejut kamu bisa
mengetahuinya.”
“Tentu saja aku bisa tahu.
Karena kita berdua memiliki pola pikir yang serupa. Apalagi kalau memikirkan
hal yang berbau otaku, itu jadi lebih gampang dibaca.”
“Yah, memang sih.”
Faktanya, Masachika bisa
membaca pikiran Yuki sampai batas tertentu, jadi Ia bisa memahami perasaannya.
Namun, kelakuan nyeleneh Yuki tidak bisa ditebak, dan kepekaan Yuki terhadap
pola pikir ala otaku Masachika berada pada level Esper.
“Jadi, bagaimana?”
“Bagaimana, apanya?”
“Apa kamu mulai membangkitkan
fetish perut?”
“Tidak sama sekali.”
“Cih, sudah kuduga, kamu lebih
suka susu, ya? Apa susu lebih nikmat? Nih~ ada pemandangan susu bagian bawah,
lo~?”
Yuki menggulung kaosnya lebih
jauh sambil menyeringai dan menggoyangkan tubuh bagian atasnya ke kiri dan ke
kanan. Pada pemandangan yang akan membuat sebagian besar anak cowok di sekolah
bermata merah dan kegirangan, Masachika justru ...
“Zzzz …”
“Oi, brengsek, jangan tidur
begitu. Ada pemandangan fans-service
tanpa bra lo~ dasar kampret.”
“...”
“Apaan sih, padahal aku sudah
seksi begini.”
Sambil mengatakan itu dengan
nada cemberut, Yuki mengangkat smartphone-nya, menyesuaikan posisi pantatnya
sedikit sambil melihat ke arah layar, dan mengambil foto selfie dengan cepat.
Foto yang diambil —— gambar dirinya dengan kaos yang digulung sampai ke atas
perut, sambil menunggangi perut bagian bawah Masachika membuat Yuki menelan
ludah dengan gugup.
“Ini sih ... benar-benar
kelihatan sudah masuk.”
“Oi,
bego, apa yang kamu lakukan!!”
“Yosh, aku akan mengirimkannya ke Alya-san. Hmm pesannya, [Pagi hari ini juga, Masachika-kun sangat
bersemangat.] ”
“Memangnya kamu ini iblis apa!”
“Haaa! Apa aku harus
berpura-pura salah kirim dan mengirim [Masachika-kun,
kemarin malam kamu sangat menakjubkan]?!”
“Yosh, mending dibungkus saja nih anak.”
Ketika Ia dengan cepat bangkit
dan mengambil smartphone dari tangan Yuki, Masachika kembali membungkus Yuki
dengan selimut. Semua itu hanya butuh waktu empat detik. Itu adalah teknik yang
sangat brilian.
“Sisanya tinggal hapus, hapus.”
“Ahhhhh!! Hei, jangan seenaknya
menyentuh smartphone-ku tanpa izin!!”
Dengan sinis mengabaikan protes
Yuki, Masachika menghapus foto yang diambil adiknya.
“Dasar kejam~~! Aku pasti
memprotesmu!”
Ketika adiknya terus berteriak
sambil menggeliat layaknya ulat kecil, Masachika mengangkatnya dan ...
“Ya, ya, sudah waktunya untuk
kembali ke kolong tempat tidur.”
Dengan nada suara lembut yang
seolah-olah sedang mengembalikan hewan yang dilindungi kembali kea lam
habitatnya, Masachika mendorongnya ke bawah tempat tidur.
“Ah, sempit ….”
“Ya, ya, ayo letakkan adik
perempuan yang berisik ke bawah tempat tidur~”
“Tungg—, ini seriusan sempit,
tau!! Ditambah selimut begini, rasanya jadi makin sem~pit~~”
“Jangan sungkan-sungkan begitu
... kamu suka dengan yang sempit-sempit, ‘kan?”
Tanpa memedulikan teriakan
Yuki, Masachika terus berusaha mendorong Yuki ke bawah tempat tidur. Kemudian,
Yuki tiba-tiba mulai mengeluarkan suara yang genit dan merangsang.
“Kumohon, tolong hentikan,
Onii-chan! Aduh, sakit! Rasanya sakit banget! Jangan mendorongnya terlalu
keras! Le-Lebih dari ini, itu tidak bisa muat lagi!”
“.....”
“Eh, ka-kamu beneran mau
melakukannya?! Ak-Aku benar-benar kesakitan, tau—— Tolong aku, Ayanoooo!”
“Apa anda memanggil saya, Yuki-sama!”
“Kenapa kamu membawa senjata
segala, cepat singkirkan itu.”
Ayano yang menyerbu ke dalam
ruangan sembari dilengkapi dengan tiga pensil metalik dengan ujung tajam di
tangan kanannya, berkedip perlahan ketika dia melihat situasi di dalam ruangan.
Yuki yang terbungkus selimut, dengan
bagian kanan tubuhnya di bawah tempat tidur. Dan ada Masachika berjongkok di
sampingnya. Di hadapan situasi yang sulit untuk dipahami tersebut, Ayano
memiringkan kepalanya tanpa ekspresi selama beberapa detik ….. sebelum
mengembalikan kepalanya ke posisi semula.
“… ah, apa anda tidak bisa
keluar dari sana? Masachika-sama, saya akan ikut membantu anda.”
Setelah mengatakan ini, Ayano
berjongkok di sebelah Masachika dan mulai menarik Yuki.
“... Aku tahu persis bagaimana
cara Ayano memandangku sekarang.”
“Itu salah rutinitasmu sendiri,
tau.”
Disalahpahami oleh pelayan pribadinya
yang paling tepercaya karena dia dianggap menyelinap masuk sendiri lagi, Yuki
ditarik keluar oleh keduanya dan tatapan matanya mengarah ke kejauhan.
◇◇◇◇
“... jadi, apa-apaan dengan
penampilan itu?”
“Tentu saja ini buat
penyamaran, Ani-ue.”
Yuki membalas tatapan tajam Masachika dengan tenang sambil mengangkat pinggiran topinya. Setelah menyelesaikan sarapan yang dibuat oleh Ayano, mereka bertiga berkumpul di ruang tamu lagi setelah bersiap-siap untuk keluar, tapi... penampilan yang dikenakan Yuki adalah kaos bergambar karakter anime seorang gadis SMA bermain gitar bass dan celana pendek bertali[1]. Rambut hitam panjangnya diikat menjadi gaya twintail, dia juga mengenakan baret di kepalanya, dan yang terpenting, dia mengenakan kacamata hitam besar. … Karena badannya yang kecil, dia tidak terlihat seperti anak SMA. Mau dilihat dari sudut pandang manapun, dia terlihat seperti anak SMP ... atau justru terlihat seperti anak SD yang bongsor.
Namun, dia tampaknya tidak
peduli tentang itu dan meletakkan tangannya di tepi baret dengan senyum narsis
menghias wajahnya.
“Hmm~, bahkan penyamaran ini
masih tidak bisa menyembunyikan keimutanku ...”
“Memangnya itu imut?”
“Tentu saja imut.”
Yuki membalas dengan ekspresi
songong “Ehemm~” sambil memamerkan dua
jari gaya tanda peace, dan Masachika menggaruk
kepalanya sembari berpikir dalam hati, ‘Mirip
banget seperti bocil tengil’.
“Lagipula ... kenapa sampai
menyamar segala?”
“Sama seperti terakhir kali
saat bertemu dengan Alya-san, ada kemungkinan kalau kita berpapasan dengan
seseorang yang kita kenal, iya ‘kan? Sekarang, kita berdua adalah musuh dalam
pemilihan ketua OSIS, jadi kita harus menyamar supaya tidak menimbulkan
spekulasi yang tidak perlu.”
“Tidak, bukannya itu tidak
masalah? Lagipula kita berdua ‘kan sudah dikenal sebagai teman masa kecil.”
“Yah, buat jaga-jaga saja~.
Lebih baik berjaga-jaga supaya tidak menyebabkan keributan, iya ‘kan~.”
“Haaa ...”
Sembari berpikir dalam hati, “Bukannya itu lebih merepotkan jika
penyamaranmu yang payah terbongkar?”, tapi Ia terlalu malas untuk mengatakann
itu, jadi Masachika hanya menganggukkan kepalanya dengan setengah hati. Dan
saat Ia mengalihkan pandangannya ke sebelah Yuki… Ia melihat seorang gadis berpenampilan
liar dan memancarkan aura ranjau darat. Tak perlu dikatakan lagi, gadis itu adalah
Ayano. Dia mengenakan baju blus polos dan rok polos. Rambut hitamnya yang
tertata rapi dalam mode maid beberapa saat yang lalu, sekarang dibiarkan
tergerai di depan seolah-olah ingin menyembunyikan wajahnya, dan kaca mata
besarnya semakin menutupi mukanya.
Itu adalah gaya khas dari
tipikal “sebenarnya aku ini gadis cantik
dan imut”.
“... Ayano.”
“Ya, Masachika-sama.”
“Aku takkan mengatakan hal
buruk tentang itu. Tapi, tolong ganti pakaianmu.”
“Tapi …..”
“Cepetan ganti. Seorang gadis
SMA rupawan mana mungkin keluar dengan penampilan seperti itu.”
“...”
Begitu mendengar kata-kata
Masachika, Ayano tampak kebingungan dan menoleh ke arah Yuki. Secara alami,
Masachika tahu hal itu akan terjadi, jadi Ia juga mendesak Yuki untuk merubah
pikirannya.
“Itu terserah kamu kalau kamu
ingin melakukan penyamaran, tapi ini sih terlalu berlebihan. Itu bukan pakaian
yang cocok buat gadis cantik, tau.”
“Tidak, jika dia bukan gadis cantik, itu cuma
kecelakaan. ...”
“Cepat minta maaf kepada wanita
biasa di seluruh negeri!!”
Usai memelototi Yuki dan
berkata begitu, Masachika kembali menatap ke arah Ayano.
“Gadis cantik……”
“??”
Kemudian, Ayano meletakkan kedua
tangan di pipinya dengan ekspresi datarnya yang biasa. Tanpa sadar, dia bisa
merasakan kalau pipinya memerah. Namun, begitu dia menyadari kalau Masachika
menatapnya dengan curiga, Ayano dengan cepat menurunkan tangannya dan
meluruskan posturnya.
“Apa boleh buat, deh. Kamu
boleh berganti baju, Ayano.”
“Dipahami.”
Kemudian, dia mematuhi
kata-kata Yuki, dan menuju ke kamar Yuki tempat dia menyimpan barang bawaannya.
Setelah beberapa detik memandang punggungnya yang smeakin jauh, Masachika
berteriak “Ah”.
“Barusan ... apa dia merasa
tersipu?”
“Tidak peduli bagaimana kamu
melihatnya, dia emang tersipu.”
“Tidak... aku tidak menyangka
Ayano akan merasa malu dengan pujianku.”
“Hmm... yah, memang sih.”
Masachika yang mengira dia akan
acuh sambil berekspresi datar, dibuat bingung dengan reaksi malu Ayano.
Kemudian, saat Yuki menganggukkan kepalanya seolah ingin mengatakan, “Aku memahami perasaanmu,” Masachika
dengan takut-takut mengajukan pertanyaan.
“Naa ... Ayano sama sekali
tidak memiliki perasaan romantis padaku, kan?”
“Hmm? Orangnya sendiri bilang
begitu padaku, sih?”
“Benar, iya ‘kan…..”
Perasaan Ayano terhadap Masachika
dan Yuki adalah rasa hormat yang ditunjukkan seorang pelayan kepada majikannya.
Orangnya sendiri bilang begitu, dan Masachika menerimanya seperti itu. Ia juga
berpikir bahwa jika pengabdian Ayano kepadanya juga merupakan keinginan untuk
melayani majikannya sebagai pelayan, dan Ia berkewajiban menerimanya .
Namun ... jika ada secercah
perasaan romantis untuknya, Masachika harus memikirkan bagaimana untuk
menanggapinya. Sikap Ayano terhadap mereka berdua pada dasarnya sama, dan Ia
tidak pernah merasakan perbedaan perlakuan berdasarkan jenis kelamin. Itulah
sebabnya Masachika juga menganggap kata-kata Ayano sebagai kebenaran, tapi
ketika dia bersikap seperti tadi, ... hal tersebut membuatnya sedikit ragu.
“Apa kamu tidak merasa
penasaran? Aniue-sama yo~.”
“Yah begitulah ... biasanya,
orang takkan merasa malu saat seseorang yang sudah seperti keluarga memuji
penampilan mereka ...”
“Hmm~ yah, bener sih.”
Mendengar kata-kata Masachika,
Yuki juga membelai dagunya sambil berpikir … dan ekspresinya langsung berubah
seakan mendapat ide yang bagus.
“Kalau begitu, ayo kita pastikan.”
“Hmm? bagaimana caranya?”
“Dengan begini.”
Masachika mendapat firasat
buruk saat melihat ekspresi adiknya yang menyeringai. Namun, sebelum Masachika
bisa bertindak sesuai firasatnya, Yuki membuat megafon dengan kedua tangannya
dan berteriak ke arah kamarnya.
“Ayano~! Ayo cepat datang
kemari~! Ayo, ayo, hurry up~! Kamu
boleh langsung ke sini dengan keadaanmu yang sekarang!”
Panggilan Yuki segera diikuti oleh
suara pintu terbuka dan tertutup, serta derap langkah kaki yang mendekat dengan
cepat. Kemudian, pintu menuju ruang tamu terbuka dan ...
“Apa anda memanggil saya,
Yuki-sama?”
“Bufffttt!”
Masachika mau tak mau langsung
melebarkan matanya dan terkejut saat melihat penampilan Ayano yang memasuki
ruang tamu.
Karena Ayano mengenakan pakaian
dalam berwarna ungu muda. Selain itu, daripada disebut pakaian dalam, kata lingerie lebih cocok untuk
menggambarkannya, dan itu terlihat lebih modis dan seksi dari yang diharapkan. Payudaranya
membentuk belahan dada yang dalam di bagian bra, dan pinggangnya sangat
langsing sehingga terlihat seperti akan patah. Bokongnya yang kecil dan kakinya
yang panjang terlihat jelas. Meski tidak selangsing Yuki, Ayano juga mempunyai
badan ramping, dan cukup stylish.
Penampilan rambut hitamnya yang menggantung di atas kulit putih terlihat begitu
seksi sampai-sampai membuat Masachika terkesiap.
“Oke Ayano, waktu yang pas
banget~”
“Sebelah mananya coba! Ayano!
Kamu juga cepat tutupi badanmu!”
“Saya tidak memiliki sesuatu yang perlu
ditutupi dari Masachika-sama dan Yuki-sama.”
“Biasanya pasti ada, ‘kan?!”
Masachika memalingkan wajahnya
sambil berteriak. Ia tidak bisa menyembunyikan kepanikannya saat melihat
keadaan Ayano yang setengah telanjang Ayano, dengan lekuk tubuh femininnya yang
langsing namun montok, tak peduli seberapa besar Ia menganggap Ayano seperti
keluarganya sendiri. Ini sangat berbeda dari Yuki yang telanjang bulat, sangat
berbeda sekali!
Di sisi lain, Yuki berjalan
mendekati Ayano dan memanggil Masachika di belakangnya.
“Hora, lihat, Onii-chan,
ternyata Ayano punya tahi lalat di tempat seperti itu. Seksi banget~”
“Aku tidak tahu bagian mana
yang kamu maksud, tapi untuk saat ini, Ayano harus segera mengganti pakaiannya.”
“Yuki-sama...”
“Hmm~ yah sudahlah, maaf ya
sudah mendadak memanggilmu kemari? Aku sudah selesai, jadi kamu boleh kembali,
kok.”
“Tidak apa-apa .. kalau begitu,
saya permisi dulu.”
Suara pintu terbuka dan
tertutup akhirnya membawa wajah Masachika kembali ke depan. Ia lalu menatap
tajam ke arah Yuki.
“Jadi? Apa yang akan kamu
lakukan?”
“Hmm? Aku cuma ingin memastikan
apakah Ayano memandang Onii-chan sebagai lawan jenis. Soalnya, ada pepatah yang
bilang jika seorang gadis tidak memandang laki-laki sebagai lawan jenis, dia
takkan merasa malu meskipun terlihat dalam keadaan memakai pakaian dalam.”
“Ahh begitu ya…”
Alasannya ternyata lebih kuat
dari yang Ia duga, dan mau tak mau Masachika merasa diyakinkan. Memang,
Masachika juga bisa memahami bahwa rasa malunya akan berkurang jika bersama
seseorang yang sudah seperti anggota keluarga.
“Jadi hasilnya?”
“Hmm? Entahlah, aku tidak
tahu.”
“Hah?”
“Aku pikir dia merasa sedikit
malu, tapi ekspresi wajahnya tidak berubah sama sekali. Rasanya terlalu ambigu untuk
mengatakan kalau dia menganggapmu sebagai lawan jenis?”
“Kembalikan kesan yang
kuberikan tadi!”
Ketika Masachika menatap Yuki
dengan tatapan dingin, Yuki balas menatapnya dengan tatapan penuh maksud.
“Tapi yah? Setidaknya aku bisa memahami
kalau Onii-chan menganggap Ayano sebagai seorang gadis.”
“...”
Pada pernyataan Yuki, Masachika
tak bisa berkata apa-apa. Faktanya, Ia sadar diri kalau dirinya tertarik secara
seksual pada pakaian dalam Ayano, jadi Ia tidak bisa mengatakan apa-apa. Yuki
menyeringai dengan senyuman yang menghibur sambil menatap mata Masachika yang
terdiam.
“Ngomong-ngomong, aku memang
menyukai Onii-chan lebih dari siapapun di dunia ini, tapi itu cuma sebatas
kasih sayang antar keluarga dan saudara, jadi aku sama sekali~ tidak merasa malu
meski kamu melihatku telanjang, kok? Maaf ya? Aku bukan adik perempuan yang
berteriak sambil melempar barang saat kamu melihatku berganti baju.”
“Aku tidak tahu untuk apa kamu
meminta maaf, tetapi sebaliknya, kamu setidaknya harus merasa malu karenanya.
Bagaimana mungkin bisa seorang gadis remaja tidak merasa malu akan hal itu?”
“Oi, Oi ... memangnya kamu
pikir JK, yang memiliki rasa malu yang sama seperti kebanyakan orang, akan
keluar dengan penampilan gila begini?”
“Jangan bilang blak-blakan
begitu! Tunggu, jadi kamu sadar diri kalau penampilanmu itu beneran gila!”
“Anii-ja ... Jujur saja, ya?
Kalau sudah lewat umur 15 tahun, gaya rambut twintail tuh terlalu sulit.”
“‘Pastinya lah’ Cuma itu yang bisa aku bilang.”
Saat Masachika membalas dengan
wajah datar, Yuki menatap ke arah kejauhan dengan senyum yang agak sedih
menghiasi wajahnya.
“Tapi, apa kamu tahu? Saat
melihat ke arah cermin ... aku gemetaran dan sampai berteriak 'Seriusan? Ini kelihatan cocok banget buatku.'”
“Sulit untuk menyangkalnya.”
“Bukankah reaksimu terlalu
lemah untuk itu? Sudah kuduga, kalau bukan gaya kuncir kuda, kamu tidak merasa
senang, ya?”
“Kenapa kamu malah membahas hal
itu?”
“Eh? Habisnya~ Onii-chan lebih
suka gaya kuncir kuda, ‘kan?”
“Hmm ... yah, aku tidak bisa
menyangkalnya, tapi kamu masih sedikit naïf, Imouto yo.”
“Apa? Apa maksudnya itu?”
Yuki dengan cepat meladeni
sikap sandiwara Masachika yang aneh. Melihat sikap adiknya yang terlihat serius
sambil mengangkat alisnya, Masachika hanya tertawa dan memberitahunya.
“Tentu saja, gaya kuncir kuda
memanglah bagus ... tapi hal yang benar-benar hebat adalah kesenjangannya saat
seseorang yang biasanya membiarkan rambutnya diurai dan tiba-tiba menguncir
rambutnya dengan gaya kuncir kuda!!”
“Hmm~. Ah, kalau kita pergi sekarang,
kita bisa menaiki kereta yang berangkat selama 25 menit. Ngomong-ngomong,
bukannya menurutmu penyiar pengumuman kereta terlalu meremehkan kecepatan
berjalan manusia?”
“Jangan terang-terangan tidak
tertarik begitu! Dan juga, kurasa penyiar pengumuman kereta didasarkan pada
kecepatan berjalan orang-orang yang sudah lanjut usia?!”
“Kupikir tidak ada orang lanjut
usia yang membutuhkan banyak waktu untuk berpindah antar platform, lo….?”
“Ya, itu karena itu didasarkan
pada kakek dan nenek kita yang terlalu energik. Maksudnya itu orang lanjut usia
pada umumnya, oke? Bukan tipe kakek yang berlari kencang untuk menangkap anjing
peliharaan yang melarikan diri sejauh lebih dari 200 meter, oke?”
“Benar juga, biasanya ‘kan
memakai sepeda.”
“Bukan tentang itu juga kali! Ah
bukan, itu juga bukan.”
Di bidang penglihatan
Masachika, yang sedikit kelelahan saat membalas pernyataan nyeleneh Yuki ... melihat Ayano yang sudah kembali dari berganti
pakaian entah sejak kapan dan diam-diam menguncir rambutnya.
“...”
“Ahh~ Ayano? Kenapa kamu
menguncir rambutmu?”
“?? Rambut panjang mungkin
terlalu menarik perhatian di taman hiburan, jadi saya pikir akan menguncirnya
untuk berjaga-jaga.”
“Eh, ah, begitu ya ...”
“?”
“Uweeiii~, Onii-chan terlalu kepedean~! Malu-maluin banget~!”
“Cerewet!”
Yuki segera menunjuk wajah
Masachika dengan kedua tangan untuk menggodanya, dan Masachika berseru untuk
menutupi rasa malunya. Ayano memiringkan kepalanya dengan wajah datar.
Pada akhirnya, karena keributan
ini dan itu, mereka jadi ketinggalan naik kereta.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya