Chapter 2
Kami berdua kemudian berjalan
menuju stasiun Aomi karena Luna meminta “Aku
ingin naik kincir ria.”
Kami perlahan-lahan mendekati kincir ria raksasa yang sudah menjadi wahana ikonik di Odaiba. Bahkan dari kejauhan, wahana itu memiliki kehadiran yang kuat ...[ Siapa juga yang akan menaiki itu selain anak-anak dan pasangan, lagian itu bahkan bukan taman hiburan] , atau itulah yang pernah aku pikirkan, tapi aku tak pernah menyangka bahwa hari di mana aku akan menaiki wahana itu sebagai “pasangan” akan tiba ...
Menaiki
kincir ria pertama kalinya bersama pacarku ... berduaan di ruang yang kecil ...
Cuma memikirkannya saja sudah membuat
imajinasiku menjadi kemana-mana. Karena
masih ada kaca pembatas, mana mungkin kami bisa melakukan sesuatu yang senonoh,
tapi setidaknya kalau ciuman … hanya membayangkan itu saja sudah membuat
jantungku berdebar kencang.
Atau lebih tepatnya, menurut
Luna, sampai tahapan berapa … dia mau berhubungan badan denganku?
Aku merasa bahwa ikatan di
antara hati kami jauh lebih dekat setelah kejadian selama liburan musim panas,
dan ketika aku menciumnya di festival musim panas, aku merasa kalau dia tampak
tersipu sekaligus senang.
…… Bukankah itu artinya bakal
sebentar lagi?
Apa
jangan-jangan, kincir ria ini akan menjadi batu pijakan untuk ...,
dan aku mulai memiliki proses berpikir yang terlalu rakus untuk dipahami.
Untungnya, orang yang ingin menaiki
kincir ria sepertinya tidak terlalu ramai, dan kami langsung menaiki gondola.
Kami duduk di kursi berbentuk C
yang saling berhadapan, dan melihat keluar jendela sebentar.
Gondola perlahan-lahan terus
naik, dan pemandangan area tepi laut terhampar di bawah kami. Tapi, kepalaku dipenuhi
dengan bagaimana caranya bisa menciumnya setelah duduk di sini.
Karena kami berada di ruangan
tertutup, jadi meski kami tidak saling berdekatan, bagian dalam gondola
dipenuhi dengan aroma Luna.
Ah,
aku ingin menciumnya ... cium... cium...!
Cium,
cium, cium, cium, cium, cium, cium, cium, cium, aku ingin menciumnya!
Otakku hampir meledak karena
motif tersembunyi, dan pada saat itulah terjadi..
“……”
Luna yang sedari tadi melihat
ke luar jendela, tiba-tiba menatapku dan tersenyum.
Senyumnya tampak bahagia dan
selembut sinar matahari yang menembus di antara pepohonan musim semi.
“... Aku merasa kalau aku sepertinya
jatuh cinta untuk pertama kalinya dalam hidupku.”
Ketika aku penasaran apa yang
sedang dia bicarakan, Luna terus melanjutkan.
“Kupikir, cinta yang
mendebarkan adalah sesuatu yang hanya ada di dalam manga shoujo, tapi ternyata
... Sepertinya itu juga ada dalam hidupku.”
Dia menatapku dengan pipi yang
memerah dan memberitahuku.
“Setiap kali aku melihat sisi
baru Ryuuto, hatiku selalu berdetak kencang dan membuatku berpikir, “Ah, aku jadi semakin menyukainya lagi”.
Saat aku mengatakan itu kepada Nikoru, dia malah menertawakanku dan bilang, “Bukankah urutannya jadi kebalik?””
Hatiku menjadi hangat dan aku mendengarkan
kata-kata Luna dalam diam.
“Kalau seorang gadis biasa,
suatu hari, entah kenapa dia jadi tertarik pada seorang cowok karena suatu alasan.
Saat melihat orang itu, dia berpikir kalau dia menyukainya, dan saat berbicara
dengannya, dia akan merasa senang ... dan berpikir ingin berpacaran dengannya.”
Ah, itu sama saat aku jatuh
cinta dengan Luna.
Perasaan cinta yang begitu
membara.
“Bukan hanya ada di dalam manga
saja, tapi semua orang jatuh cinta seperti itu. .... Aku merasa seperti aku akhirnya
berhasil mencapai garis awal itu.”
Kata “garis awal” yang mendadak keluar dari mulutnya sangat menusuk
dadaku.
“Pada awalnya, aku pikir kalau
Ryuuto berbeda dari mantan pacarku, jadi aku merasa gila dan gugup ... tapi,
setelah menghabiskan musim panas bersama Ryuuto, aku jadi semakin yakin. Kalau
perasaan yang kurasakan ini adalah cinta.”
Jawaban untuk berapa tahap lagi
untuk berhubungan s*ks... adalah “garis awal”, huh?. Tidak, puncak asmara tidak
serta merta mengenai s*ks melulu... mungkin hal itu berada di tahap kelima.
Tidak, mungkin itu berada di
tahap ketiga. Mendingan berpikir positif saja di sini.
… Iya.
Kalau dipikir-pikir lagi, saat
kami mulai resmi pacaran, dia bahkan tidak mengetahui namaku.
Dan sekarang, dia jatuh cinta
padaku. Walaupun itu adalah garis awal, jika kami terus membuat kemajuan, “hari itu” akan datang dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
Yang pertama hanyalah yang
pertama, aku tidak lagi punya hak mengajaknya duluan, dan itulah bagian
tersulit dalam hal ini ….
Akan tetapi ...
——
Aku merasa kalau aku sepertinya jatuh cinta untuk pertama kalinya dalam hidupku.
Semua mantan pacarnya tidak
bisa menaklukan hati Luna. Saat aku memikirkan hal tersebut, aku merasakan
kegembiraan yang mengalir dari lubuk hatiku.
“… Jadi begitu ya.”
Meski hatiku terasa campur
aduk, tapi sejujurnya aku masih merasa senang saat mendengar kata-katanya.
Aku menatap Luna dan tersenyum
padanya, dia lalu balik membalas dengan tersenyum lembut. Senyumnya yang imut
membuatku berdebar karena bahagia.
“... Ternyata Luna membaca manga shoujo dan
sejenisnya, ya.”
Aku mengungkit sesuatu yang tak
terduga dari apa yang dia katakan sebelumnya. Entah bagaimana, aku tidak punya
gambaran kalau Luna suka membaca buku.
“Ah ya. Ibuku punya banyak
manga shoujo dan aku sering membacanya saat masih tinggal bersamanya. Karena
itu manga sejak ibu masih muda, jadi itu manga yang lumayan jadul.”
Luna berbicara dengan penuh
gembira.
“Di antara manga favoritku, ada
adegan yang sangat aku sukai di mana karakter utama dan pacarnya berciuman
sambil makan cokelat di kincir ria.”
“H-Hee ...”
Aku sedikit terkejut karena
barusan aku terus memikirkan tentang ciuman.
“Jadi, aku menertawakannya
sambil bilang 'lah, rasanya jadi kayak
coklat, dong'. Aku membacanya saat aku masih SD, jadi hal itu membuat
hatiku berdebar kencang dan berpikir kalau itu dewasa banget~.”
“... Ta-Tapi, di sini dilarang
untuk makan atau minum, tau.”
Aku tiba-tiba menjadi baper dan percakapan berubah menjadi
canggung.
“Aku tau. Apalagi aku tidak membawa
cokelat.”
Setelah mengatakan itu, Luna
menatapku dengan tatapan menengadah.
“Tapi ... mau melakukannya?”
……!
Melakukan
apa? Tanpa ditanya lagi aku sudah langsung memahaminya.
“... Uh, ya. Boleh, kok.”
Mana mungkin aku akan menolaknya.
Padahal tadi aku sangat ingin
berciuman dengannya, tapi ketika ada kesempatan untuk menciumnya, aku malah
merasa gugup. Ini sudah ketiga kalinya,
…. Saat aku memikirkan hal itu, Luna segera mendekatiku.
“....!?”
Jantungku berdetak kencang pada
pendekatan yang begitu mendadak di ruang tertutup dan gondola yang miring.
Tatapanku mengembara saat aku merasa penasaran apakah gondola yang di depan dan
di belakangku ada orang yang memperhatikan gondola kami.
Di sebelahku yang bertingkah
mencurigakan, Luna menoleh ke arahku. Rambutnya yang harum dengan lembut
menyentuh bahuku.
Bahkan jika dilihat dari dekat,
Luna benar-benar cantik. Dia adalah gadis menawan dengan kulit dan bibir yang
mengkilap layaknya permata.
Matanya yang mempesona terpejam
penuh arti saat menghadap ke arahku ....
Aku diam-diam mendekatkan
wajahku ... dan menempelkan bibirku sendiri di bibirnya yang ranum itu.
Aku bisa merasakan kehangatan
dan kelembutan Luna.
Aku
ingin terus melakukan ini selamanya... Aku ingin merasakan Luna lebih dalam. Dadaku
terasa sakit karena dorongan seperti itu.
“……”
Tidak, tidak, tidak. Aku sudah memutuskan
untuk menunggunya.
Saat aku menjauhkan wajahku
sambil merasa menyesal, Luna menatapku dengan tatapan nakal.
“... Apa rasanya?”
“Eh!!!?”
Aku sedikit panik dengan
pertanyaan yang mendadak itu.
“... A-Aromanya seperti buah
persik?”
“Tepat sekali~!”
Luna lalu tersenyum gembira.
“Aku membeli pewarna bibir
baru. Baunya mirip seperti teh persik dan aku menyukainya! Dan warnanya persis
MLBB banget~!”
“Eh, ML...?”
“Maksudnya itu alami! Itu
bahkan tidak menempel di bibir Ryuuto, jadi ini sangat bagus!”
Usai melihat bagian mulutku,
Luna merasa puas. Dia kemudian menyandarkan kepalanya di bahuku.
“... Ya. Sudah kuduga kalau aku
sangat menyukaimu, Ryuuto.”
Perlahan-lahan, seolah-olah
ingin menegaskan perasaannya sendiri, Luna bergumam.
“Aku merasa bahwa aku akan
semakin menyukaimu ...”
Luna tersenyum lembut dan
kemudian mendongak seolah-olah baru memikirkan sesuatu.
“Nee~ nee~, Ryuuto.”
“Hm, ya?”
“Maukah kamu mengelus
kepalaku...?”
Dia menatapku dengan tatapan berharap,
dan aku merasakan jantungku berdebar lagi.
“Me-Memangnya kenapa...?”
“Aku baru saja mengingatnya. Aku
ingin Ryuuto mengelus kepalaku di Savage tadi sambil berkata, 'Kamu sudah melakukan yang terbaik',
tau~”
“... Ahh....”
Aku jadi mengingat percakapanku
dengan Luna saat kembali ke area aman.
—…
Ada apa?
—…
tidak, bukan apa-apa.
Waktu itu, ya?
“Karena waktu itu semuanya ada
di sana, dan seperti yang diharapkan, aku merasa malu...”
Boleh
enggak? ujar Luna sambil berbisik padaku, dan aku mengangguk.
“U-Um, baiklah.”
“Horee~!”
Luna menanggapi dengan tertawa
senang.
“Ya, tolong elus kepalaku~!”
Aku dengan canggung mengelus
kepalanya beberapa kali.
“... Be-Begini?”
“Makasih banyak, Ryuuto.”
Luna mendongakkan wajahnya dan
tersenyum cerah seperti matahari.
“Aku sayang banget sama kamu~!”
Tanpa kami sadari, gondola yang
kami tumpangi sudah mendekati permukaan tanah.
◇◇◇◇
Setelah turun dari kincir ria,
kami memutuskan untuk pergi ke mall Venus
Fort untuk menuruti permintaan Luna lagi. Dalam perjalanan ke sana, aku
mendadak menghentikan langkahku di dalam gedung yang menjadi jalur perjalanan
kami.
“Wow, hebat sekali!! Ada begitu
banyak mobil.”
Mobil mengkilap berjejeran di
ruang besar yang mirip seperti ruang acara dengan langit-langit yang tinggi.
Kami berada di lantai dua, tapi ada lebih banyak mobil yang dipajang di lantai
pertama. Aku yakin kalau kami berjalan melewati area ini, tapi sepertinya aku
tidak menyadarinya karena kepalaku dipenuhi dengan kincir ria (dan masalah ciuman juga).
“Ah, ini MEGA WEB, ya! Showroom
mobil? Sesuatu yang seperti itu.”
“Hee ...”
“Apa kamu suka mobil?”
Saat Luna bertanya padaku, aku
mengangguk kepalaku dengan gugup.
“Ah ... ya, lumayan. Aku sering
mengoleksi miniatur mobil saat kecil dulu.”
“Hee~ begitu ya~”
Luna mengedipkan matanya dan wajahnya
bersinar.
“Lalu, kalau Ryuuto sudah
mendapatkan SIM, apa kamu mengizinkanku
naik di kursi penumpang?”
“Itu sih … ya, tentu saja.”
Kupikir
itu akan terjadi setelah ujian selesai, ... aku ingin mengimbuhkan
itu, tapi Luna terlihat sangat senang seolah-olah dia bisa mendapatkan
tumpangan minggu depan.
“Horee~, aku sangat menantikannya! Ayo bermain ski dan
berkemah bersama!”
Kepolosannya itu tanpa sadar
membuatku tersenyum.
“Karena keluargaku tidak punya
mobil, jadi kupikir lebih baik menyewanya.”
“Enggak masalah, kok~! Mobil seperti
apa yang Ryuuto sukai?”
“Hmm~, kurasa aku lebih
menyukai mobil sport. Ah, mobil yang mirip seperti itu.”
Aku menunjuk ke arah mobil
sport Supra merah terang yang dipajang di sana. Kurasa ini adalah showroom Toyota, karena ada mobil Toyota
sejauh mata memandang. Kalau dipikir-pikir lagi, kupikir aku pernah melihatnya
di berita pameran mobil atau semacamnya.
“Ohh, yang itu keren! Kalau
begitu, ayo pinjam yang itu.”
“Hmm tapi jika kita mau bermain
ski atau berkemah, kupikir lebih baik meminjam mobil minivan.”
“Kenapa? Apa mobil sport tidak
bisa?”
“Ya, karena mobil sport tidak
bisa membawa banyak barang ... dan mungkin agak sulit untuk dikendarai.”
“Apa bedanya?”
Luna tampaknya tidak terlalu
mengenal mobil dan wajahnya terlihat kebingungan. Aku mengambil kesempatan ini
untuk menjelaskan hal itu padanya.
“Mobil sport memang terlihat
keren dan cocok untuk dikendarai dalam kecepatan tinggi, tapi dari segi
kegunaan, mobil ramah keluarga dan khusus dalam kota yang mengutamakan
kenyamanan dan kapasitas interior jauh lebih unggul. Contoh yang paling gampang
adalah minivan. Tapi, semakin banyak ruang di dalam mobil, seperti minivan, semakin
sulit bagi mobil untuk melaju cepat. Supaya orang merasa nyaman, bagian dalam
mobil perlu dibuat lebih luas dan lapang, tapi hembusan angin akan menghantam
permukaan yang luas dan hambatan angin akan menjadi lebih kuat, bukan? Oleh
karena itu, demi bisa membuat mobil melaju kencang, kenyamanan di dalam mobil
harus dikorbankan. Mobil tercepat adalah mobil yang mempunyai kerangka ramping
demi menghindari angin sakal dengan cepat dan bodi yang rendah. Mobil yang
seperti itu sulit buat keluar masuk karena ketinggiannya yang lebih rendah, dan
juga akan membuatnya kurang berguna karena tidak ada kursi belakang dan tidak
banyak ruang untuk membawa barang. Aku pernah mendengar karena kemerosotan
ekonomi baru-baru ini, ada banyak orang yang tidak mampu membeli mobil baru
atau memiliki banyak mobil, dan mobil tipe praktis yang cocok untuk perawatan
jangka panjang dan ramah keluarga lumayan populer, kalau aku sih merasa kalau
mobil sport adalah idaman banyak anak laki-laki.”
Dan kemudian aku menyadari
sesuatu. Aku melihat kalau Luna memasang wajah yang terkejut.
“Ah... ma-maafkan aku!”
Lagi-lagi aku melakukannya. Aku
jadi membicarakannya dengan panjang lebar hanya karena itu adalah sesuatu yang
aku minati.
Mungkin
kali ini dia merasa muak!? Ekspresinya terlihat seperti … Saat
aku dalam keadaan panik, Luna tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya.
“Um, enggak apa-apa .... Aku
cuma berpikir kalau Ryuuto luar biasa sekali ...”
Usai mengatakan itu, dia
mengalihkan pandangannya dariku dan berbalik menghadap ke depan.
“... Kupikir aku mirip seperti
mobil sport.”
Luna bergumam pada dirinya
sendiri seraya menatap ke kejauhan dan menyipitkan matanya.
“Aku hanya ingin mengosongkan
kepalaku dan berlari secepat mungkin. Aku ingin melewati masa kanak-kanak dan
menjadi dewasa sesegera mungkin.”
Ketika dia mengatakan itu, Luna
tersenyum mengejek pada dirinya sendiri.
“Bahkan jika kamu meniru orang
dewasa dan mendapatkan pengalaman, tapi hatimu akan tetap menjadi anak kecil,
huh.”
Hatiku terasa ditusuk-tusuk
saat menyadari kalau dia pasti mengacu pada pengalaman romantisnya sendiri.
“Ryuuto justru sangat
menakjubkan karena mampu memikirkan banyak hal mengenai sesuatu. Waktu membahas
minuman boba juga hebat.”
“Eh, itu sih ...”
“Sedangkan aku, yang bisa aku
pikirkan cuma 'minuman boba enak banget~!'
saat meminumnya.”
Luna berkata begitu sambil
tersenyum lembut.
“Aku tidak pandai berpikir.
Berpikir tuh mirip seperti khawatir, ‘kan? Saat aku berpikir sendirian, aku
jadi merasa semakin tidak bersemangat.”
“...Kalau begitu, kurasa kamu
tidak perlu memaksakan diri untuk berpikir. Aku adalah tipe orang yang
memikirkan banyak hal meski aku disuruh untuk jangan memikirkannya. Entah itu
hal yang baik atau buruk, segala macam hal.”
“Tapi, bukannya aku juga harus
segera memikirkannya? Misalnya saja tentang masa depan.”
Dan kemudian, ekspresi Luna
terlihat sedikit gundah.
“Akhir-akhir ini, aku sering
memikirkan masa depan yang agak jauh. Misalnya saja, aku ingin punya tiga anak.
Tetapi jika mereka kembar sepertiku, pasti sulit untuk membesarkan mereka.
Ketimbang berpikir, itu mungkin lebih mirip seperti berhkayal?”
“An— ...”
Anak!?
Tanpa sadar wajahku menjadi
panas dan jantungku berdegup kencang.
Rasanya kurang pas karena aku bahkan
belum melakukan apa yang seharusnya kulakukan, tetapi aku merasa malu karena aku
berpikir tentang membuat anak setiap
hari.
Ah, tapi jika dia mengatakan
sesuatu seperti ini ... Rasa-rasanya, “hari
itu” mungkin tidak terlalu jauh lagi. Saat berpikir demikian, hatiku jadi
berdebar-debar.
“Aku ingin membesarkan anak
laki-laki yang mirip seperti Ryuuto, atau jika
perempuan, aku ingin dia terlihat mirip sepertiku.”
“... itu berarti, kalau
perempuan yang mirip sepertiku tidak imut?”
Aku bercanda meledek Luna yang
berbicara dengan gembira.
“Bukan begitu maksudku. Aku cuma
tidak bisa membayangkan penampilan Ryuuto yang menjadi gadis.”
Luna menjawab sambil tertawa,
tapi dia mendadak terlihat murung.
“Bukan begitu maksudku…”
Saat aku merasa panik dalam
hati karena mungkin aku sudah mengatakan sesuatu yang menyinggungnya, Luna
menunduk dan bergumam.
“... Kurasa sudah waktunya ...
aku harus memikirkan masa depanku sendiri.”
Dia berkata dengan nada suara yang
lembut dan mengangkat wajahnya.
“Karena setelah lulus dari
sekolah SMA, aku sudah bukan anak kecil lagi.”
Sambil menatap ke kejauhan,
Luna melihat beberapa balita bermain-main di depan mobil.
—…Kupikir
aku mirip seperti mobil sport.
—…
Aku hanya ingin mengosongkan kepalaku
dan berlari secepat mungkin. Aku ingin melewati masa kanak-kanak dan menjadi
dewasa secepatnya.
Aku tidak menyangka kalau Luna
berpikir seperti itu tentang dirinya sendiri.
Walaupun itu benar.
Meski begitu, aku...
“... Mobil sport bukanlah mobil
yang dikendarai dengan cepat untuk bisa sampai ke tujuan lebih cepat. Mobil
sport adalah mobil yang menikmati “mengemudi”
itu sendiri.”
“Ehh?”
Luna menatapku dengan terkejut
saat mendengar perkataanku.
“Luna yang kulihat dari
kejauhan selalu dikelilingi teman-teman dan punya pacar... Kamu terlihat sangat
menikmati masa mudamu dengan sekuat tenaga. Aku jadi merasa iri saat
melihatnya.”
Layaknya matahari, tak peduli
seberapa jauh aku mengulurkan tangan, aku tidak dapat mencapainya. Bagiku, dia
terlalu terang.
Luna menatapku dan bibirnya
bergetar saat aku berbicara dengan semua kerinduan yang pernah kumiliki.
“Ryuuto …”
“Aku menyukai mobil sport. ‘Mobil yang lahir untuk dikendarai dengan
bersenang-senang” itu terlihat keren.”
“Eh, tunggu sebentar.”
Luna tiba-tiba menyelaku.
“Entah kenapa, kepalaku jadi
kebingungan. Tadi itu, apa kamu sedang memujiku?”
Aku mengangguk saat dia
menanyakan itu padaku.
“Iya, karena Luna adalah mobil
sport, ‘kan?”
“Hmm...? Apa itu artinya 'Jangan dipikirkan, tapi rasakan'?”
Aku terkekeh saat mendengar
ringkasan singkat itu.
“Mungkin seperti itu artinya.”
Berpikir
ke depan dan bertindak dengan penuh perhitungan, atau merencanakan dengan
cermat agar tidak membuat kesalahan dan kemudian mengambil tindakan yang sesuai
mungkin bukanlah jalan hidup Luna.
Jika
ada seseorang yang dalam kesulitan, dia akan berusaha menolongnya, dan jika ada
sesuatu yang menyenangkan, dia akan mengumpulkan teman-temannya lalu tertawa
bersama. Luna mampu melakukan sesuatu yang sederhana namun sulit bagi sebagian
orang dengan begitu alaminya.
Aku
yakin kalau pengalaman romantis masa lalunya juga terkumpul akibat dari cara
hidup yang seperti itu.
Bila
memang begitu, aku akan menerima Luna beserta seluruh pengalaman yang sudah dia
lalui.
Karena
aku menyukainya.
Karena
semua itu adalah bukti dari keberadaan gadis yang bernama Shirakawa Luna.
Itulah yang aku pikirkan.
◇◇◇◇
Usai melewati MEGA WEB, kami
langsung memasuki mal Venus Fort.
Venus
Fort
adalah fasilitas komersial besar yang terletak di dekat kincir ria. Dari lantai
pertama sampai ketiga terdapat beberapa toko seperti toko pakaian, restoran,
dan toko-toko lainnya. Aku sedikit terbiasa dengan tempat ini karena di sini
sering mengadakan beberapa acara yang berhubungan dengan otaku.
“Ah~
sudah lama aku tidak ke sini~!”
Saat kami memasuki lantai kedua,
Luna menatap langit-langit berkubah dan mengangkat tangannya.
“Aku cukup suka dengan tempat
Ini. Karena Odaiba lumayan jauh, jadi akhir-akhir ini aku jarang datang lagi.”
Lantai dua Venus Fort memiliki arsitektur yang mirip seperti pemandangan kota
Eropa dan memberikan suasana seperti taman hiburan.
“Apa kamu pernah ke sini,
Ryuuto?”
“Ya. Dulu aku pergi berbelanja
dengan keluargaku. Kalau tidak salah sih kurasa kami berbelanja di toko
outlet.”
“Begitu ya.”
“.…”
Aku langsung terdiam saat
mencoba menanyakan hal yang sama kepada Luna.
『Kamu
bilang kalau kamu sudah lama tidak ke sini, tapi kapan terakhir kali kamu datang
ke sini? 』
Bila aku menanyakan itu,
jawaban apa yang akan dia berikan?
——Ini bukan pertama kalinya bagiku. Memang bukan di festival ini, tapi
ini bukan pertama kalinya aku berjalan memakai yukata dan mengunjungi festival bersama
cowok… atau menonton kembang api bersama.
Aku jadi mengingat perkataan
Luna di festival musim panas.
Apa
jangan-jangan, tempat ini juga? Terakhir kali ... Apa dia datang ke sini
bersama dengan mantan pacarnya?
Jika
memang begitu, bagaimana dengan kincir ria? Aku penasaran, apa dia juga menaiki
itu bersama mantan pacarnya yang dulu? Dan berciuman dengan cara yang sama ...
Pemikiran semacam itu terlintas
di benakku, dan aku merasa sedikit muak dengan diriku sendiri.
Kupikir aku sudah memilah dan menerima
masa lalu Luna ... dan beberapa saat yang lalu, aku menegaskan kembali perasaan
itu.
Tampaknya butuh waktu sedikit lama
lagi untuk benar-benar menerimanya.
Tapi, tinggal sedikit lagi. Aku
yakin kalau aku cuma sebentar saja merasa terganggu oleh ini.
Aku mulai mempercayai itu dan
mampu membuat langkah maju yang besar.
“... Ryuuto? Apa ada yang
salah?”
Aku sedikit kaget saat Luna
memanggilku.
“Tidak, bukan apa-apa. Apa ada
toko yang ingin kamu kunjungi?”
“Enggak ada sih, aku cuma mau
lihat-lihat aja! Cuma jalan-jalan aja udah asyik!”
Luna kemudian mendongak ke atas.
Di permukaan langit-langit
kubah, ada lukisan yang menggambarkan birunya langit dan gumpalan awan yang
mengambang di udara. Ditambah dengan pemandangan kota bergaya Eropa, hal
tersebut membuatmu merasa seperti sedang berjalan menyusuri jalan eksotis.
“Aku menyukai tempat ini karena
rasanya seperti di luar negeri. Nee~ Apa Ryuuto pernah ke luar negeri?”
“... Ah, dulu, keluargaku
memutuskan untuk pergi jalan-jalan ke Guam.”
“Eh~ enak banget~!”
“Kami lalu pergi ke bandara,
tapi paspor ayahku sudah kadaluarsa, jadi kami tidak jadi pergi.”
“Eh!? Bukannya itu gawat!?”
“Waktu itu benar-benar ribut. Orang
tuaku bertengkar di bandara, dan kakak perempuanku mulai menangis.”
Aku merasa malu saat membicarakan
keluargaku kepada Luna, jadi aku menyebutnya sesuatu yang sedikit keren.
“Ah, memang ... rasanya jadi
kasihan ..."
“Pada akhirnya, kami pergi ke
kolam renang di Tokyo dan liburan musim panas berakhir begitu saja.”
Padahal itu bukan kalimat yang lucu,
tapi Luna menertawakan celetukku.
“Kalau begitu, Ryuuto juga
tidak pernah meninggalkan Jepang, ya.”
Ekspresi di wajahnya saat dia
mengatakan itu terlihat sedikit bahagia.
“Saat aku bilang ke ayahku
kalau aku ingin bepergian ke luar negeri, Ia berkata, [Nanti saja kalau kamu mau bulan madu]. Padahal tinggal bilang saja
kalau enggak mau ngeluarin uang~”
Aku sedikit dikejutkan dengan
ungkapan “bulan madu” dan kemudian
Luna mendekatkan wajahnya ke arahku.
“... Aku berharap, suatu hari
nanti kita bisa pergi ke sana bersama.”
Nada suaranya yang diliputi
kehangatan terdengar merdu di telingaku dan menggelitik hatiku.
“... Ya.”
Aku mengangguk seraya tulus
berharap kalau hal itu bisa terjadi.
“Nee~ kalau Ryuuto maunya pergi
ke mana?”
“Hmm ... karena aku belum
pernah ke luar negri, aku tidak keberatan ke mana saja.... Ka-Kalau Luna?”
“Aku ingin pergi ke Eropa!
Italia atau Prancis? Ke Roma juga kayaknya asyik!”
“Roma ‘tuh nama dari ibu kota
Italia, lo.”
“Ehh serius? Kalau begitu,
Italia mendapat suara terbanyak!”
Untuk beberapa alasan yang
tidak diketahui, tujuan bulan madu kami sudah diputuskan.
Ngomong-ngomong tentang Italia.
“Kalau tidak salah, Venus fort dibuat mirip seperti pemandangan
di Italia, lo?”
“Eh, benarkah?”
“Aku kurang yakih sih ... tapi
kurasa ada replika “Mulut Kebenaran”[1]
di sini, jadi aku pikir mungkin begitu.”
Kupikir aku pernah mendengar
sesuatu seperti itu dari ibuku saat datang ke sini bersama keluargaku.
“Mulut Kebenaran?”
“Patung bundar berbentuk wajah
dari film lama berjudul 'Roman Holiday'...”
“Oh, aku pernah melihatnya di
iklan baru-baru ini! Apa itu beneran ada di sini!?”
Mata Luna langsung
berbinar-binar.
“Aku ingin melihatnya! Mulut kebenaran, aku mau melihatnya!”
Kemudian kami melihat peta
panduan di aula dan menuju tempat replika Mulut
Kebenaran berada.
Tempatnya terletak sangat dekat
dengan gerbang utama. Tidak ada yang peduli tentang itu, jadi kami langsung
melewatinya begitu saja saat masuk. Rasanya buang-buang waktu saja saat benda
itu terlihat sangat mirip dengan yang aslinya (bukannya aku pernah melihat yang asli secara langsung, sih).
“Uwaaa, bentuknya sama seperti
yang ada di iklan!”
“Seingatku, jika seorang
pembohong memasukkan tangannya ke dalam mulut ini, benda ini akan menggigit
tangannya.”
Saat aku menjelaskan kepada
Luna yang terperangah, dia kemudian tersenyum padaku.
“Kalau begitu, Ryuuto bisa
aman.”
“Eh?”
“Karena Ryuuto adalah 'The Last Man'”
Luna mungkin sedang mengacu
pada kalimat bahasa Inggris yang pernah kami pelajari bersama sebelumnya.
He
is the last man to tell a lie. ( Ia adalah lelaki terakhir
yang berbohong.)
Aku merasa senang kalau dia
berpikiran begitu mengenaiku, tapi aku jadi merasa geli.
“En-Entah kenapa kedengarannya
mirip seperti judul film Barat. [The Last
Man]”
“Ah, Nikoru juga mengatakan hal
yang sama~”
Karena mumpung ada di sini, aku
memutuskan untuk mencoba meletakkan tanganku di dalam mulut patung itu.
“『Ini adalah kisah tentang seorang pria yang
menjanjikan cinta abadinya untuk Shirakawa Luna di hadapan Mulut Kebenaran ...
』 ”
Aku menyeletuk pada Luna yang
membuat narasi semacam itu ketika aku sedang meletakkan tanganku ke dalam mulut
patung.
“Apa-apaan itu”
“Ehehe, bukannya ini awalan
yang bagus?”
“Buat [The Last Man] ?”
“Betul, betul. Aku mau DiCaprio yang jadi pemeran utamanya!
Aku menonton film “Titanic” di TV tempo hari dan enggak bisa berhenti
menangis.”
“Lah, tapi mana mungkin DiCaprio
yang sekarang berperan jadi anak SMA, ‘kan?”
“Ah, mustahil banget ya~? Aku
jarang menonton film sih, jadi mungkin aku perlu mencari tahu aktor muda
Hollywood di Google dulu!”
“Tidak perlu sampai segitunya
juga kali.”
Meski aku mengatakan banyak hal
yang konyol, tapi aku sangat menikmati waktu yang kuhabiskan bersama Luna.
Aku
berharap kami bisa tetap bersama seperti ini selamanya.
Mau tak mau aku selalu mengharapkan
itu setiap kali aku melihat wajahnya.
Setelah meninggalkan patung Mulut kebenaran, berkeliaran di sekitar
mal, berfoto di depan air mancur, dan berbagi setengah rainbow cake di kafe terbuka, aku dan Luna mulai kembali ke gerbang
utama.
“Ah~ rasanya seru banget~!
Kurasa aku sudah bisa merasakan sedikit jalan-jalan di Italia.”
Saat kami berjalan sambil
bergandengan tangan, Luna yang berada di sebelahku tampak puas.
“... Meski aku merasa kasihan
pada mamah Ryuuto dan kakak perempuanmu.”
Tiba-tiba, dia mengatakan hal
seperti itu.
“Tapi berkat kecerobohan papah
Ryuuto, kita bisa melakukannya bersama lagi ya. ‘Hal pertama kalinya’.”
Maksudnya jalan-jalan ke luar
negeri, ya.
“Be-Benar ...”
Apa itu benar-benar akan
menjadi bulan madu? Butuh berapa tahun lagi hal itu bisa menjadi kenyataan?
Saya belum bisa membayangkannya
sekarang, tapi saat memikirkannya saja sudah membuatku merasa sedikit malu sekaligus
bahagia.
“Terima kasih sudah
mengundangku bermain Savage. Rasanya
menyenangkan sekali! Apalagi, aku bisa melihat sisi keren Ryuuto.”
“Luna juga terlihat keren, kok.
Saat kamu memenangkan adu satu lawan satu melawan Yamana-san.”
“Ehehe. Aku tidak menyangka
kalau Nikoru bisa sekuat itu~!”
“Dia berubah menjadi petarung
veteran saat menggunakan senapan itu.”
“Mungkin lain kali, aku mau
coba pakai senapan panjang juga!”
Ketika Luna mengatakan hal seperti
itu, aku jadi berpikir “Hah?”.
“Apa kamu mau melakukannya
lagi? Savage.”
Sebagai orang yang mengajaknya,
aku turut senang saat mengetahui kalau dia sangat menikmatinya.
Luna lalu mengangguk dengan
ceria.
“Ya! Kira-kira, apa yang lain
masih mau melakukannya lagi?”
“Kurasa Ichi dan Nishi masih mau
melakukannya lagi, kok.”
“Akari terlihat menyukainya
juga, jadi kurasa anggota hari ini akan berkumpul lagi! Lain kali, kita harus
mengumpulkan lebih banyak orang dan memburu Nikoru dalam pertarungan tim~ ...”
Kemudian, Luna tiba-tiba
berhenti bicara. Saat aku menoleh ke arahnya, aku melihat kalau dia tampak
sedikit emosional.
“… Ada apa? Apa ada yang
salah?”
Saat aku menatap wajahnyd engan
terkejut, Luna menggelengkan kepalanya.
“Bukan apa-apa. Aku hanya
merasa sangat senang.”
Matanya terlihat sedikit merah.
Suaranya terdengar lembut dan bergetar.
“Sudah dua bulan sejak aku
berpacaran dengan Ryuuto ... dan sekarang sudah hampir mencapai tiga bulan, … rasanya
agak seru bisa membicarakan banyak hal tentang masa depan, mengalami
“pengalaman pertama” bersama dan membuat segala macam rencana. Aku merasa
sangat bahagia sampai-sampai membuatku menangis.”
Seraya mengatakan itu, ada sesuatu
yang berkilauan mengalir dari sudut matanya.
“Luna ...”
Aku tidak menyangka kalau hal
sederhana seperti ini saja sampai membuatnya mengeluarkan air mata.
Namun, saat mengingat
pengalaman asmaranya sejauh ini, aku tidak bisa mengatakan kepadanya “Kamu terlalu melebih-lebihkan”.
“... Buat perayaan hari jadi
yang ke 3 bulan, enaknya apa ya? Lagian pas di hari kerja. Apa ada sesuatu yang
ingin kamu lakukan?”
Begitu aku bertanya dengan
suara ceria, balasan Luna sedikit datar dengan bergumam “Hmm~...”.
Apa
ada yang salah dengannya? dia biasanya selalu senang bila membahas peringatan
hari jadi ... Jangan-jangan, dia mengharapkan sebuah kejutan dan merasa marah
karena aku membicarkannya dulu? Aku jadi berkeringat dingin
saat memikirkan itu.
“Aku sudah enggak butuh
peringatan hari jadi lagi.”
Luna berkata dengan nada yang
jelas dan tegas.
“Eh....”
Luna tidak menunjukkan ekspresi
marah. Justru sebaliknya, wajahnya terlihat riang dan bersinar.
“Selama Ryuuto tetap terus
bersamaku, itu saja sudah lebih dari cukup.”
Sambil menyeringai gembira,
Luna menempelkan wajahnya ke bahuku.
“Aku menyadari bahwa, bisa
menjalani keseharian yang menyenangkan setiap hari bersama Ryuuto adalah hari
jadi yang penting dan istimewa untukku.”
“Luna ...”
Dadaku terasa hangat saat Luna
mendongak dan tersenyum padaku.
“Oleh karena itu, aku sudah
lulus dari peringatan hari jadi!”
Suara riangnya bergema di
langit-langit berkubah.
Aku terpesona oleh senyumnya
yang cerah.
Ah,
aku menyukainya, pikirku.
Aku
menyukainya.
Aku
menyukai Shirakawa Luna. Aku sangat menyukainya, sangat-sangat menyukainya
hingga tidak bisa menahan perasaan bahagia ini.
Aku
takkan pernah menyakiti gadis yang paling menakjubkan di dunia ini. Aku ingin
membuatnya bahagia dari lubuk hatiku.
Dan
berharap, senyumnya itu takkan pernah pudar di wajahnya.
“... Ah, tapi.”
Kemudian Luna tiba-tiba
meninggikan suaranya seolah-olah baru menyadari sesuatu.
“Ayo rayakan peringatan
setengah tahun! Dan tahun pertama kita juga!”
“Itu sih sama saja enggak
lulus.”
Saat aku tertawa sembari
membalasnya dengan ledekan, Luna menjulurkan lidahnya seperti anak kecil sambil
tertawa “Ehehe”.
Tanpa kusadari, langit buatan
yang menerangi mal berubah menjadi jingga kemerahan. Di luar waktunya masih
sore, tapi tampaknya malam akan tiba lebih awal di Venus Fort.
Jalan utama, tempat kami
berjalan bergandengan tangan, terlihat memiliki suasana yang lebih sepi dari
sebelumnya.
“Tahu enggak? Katanya Venus Fort sebentar lagi akan
menghilang.”
Ucapan Luna membuatku terkejut
dan aku melihat ke sekelilingku.
“Eh, benarkah?”
Luna mengangguk dengan wajah
serius, menunjukkan kalau itu bukan candaan.
“Ya. Kincir ria, MEGA WEB serta
semua tempat yang ada di sekitar sini.”
“Memangnya kenapa? Kok bisa?”
“Hmm, dengar-dengar karena ada
pembangunan ulang? Aku tidak terlalu ingat persisnya, tapi aku sangat terkejut
saat pertama kali mendengarnya.”
“Benar…”
Padahal masih bisa digunakan
dengan baik. Rasanya sangat disayangkan ...
“Aku pikir kalau tempat yang
indah, penuh dengan impian, dan menakjubkan seperti ini akan tetap berada di
sini selama sepuluh atau dua puluh tahun dari sekarang. Namun, ternyata
pemikiranku salah.”
Luna bergumam dengan nada suara
yang sedikit sentimental.
“Aku yakin kalau kita semua yang
ada di sini akan menghilang dalam seratus tahun kemudian. Mungkin pasangan itu
dan keluarga itu juga sama.”
Aku berilusi bahwa orang-orang
di hadapan tatapan Luna tiba-tiba menjadi kabur bersamaan dengan garis tipis
dari nyala api yang berkilauan.
“Semua orang akan menghilang.
Suatu hari nanti, aku yakin bahwa semuanya akan lenyap.”
Itu bukan nada yang putus asa,
melainkan nada yang penuh kasih, dan Luna terus bergumam.
“Lantas, apakah ada maksud di
balik penderitaan dan rasa sakit yang kualami?”
“……”
Dia tiba-tiba menatapku dan aku
tidak bisa segera menjawabnya.
Bila gadis yang bernama Shirakawa
Luna ini hanyalah sekedar gadis cantik, ceria dan periang. Mungkin aku takkan
begitu tertarik padanya.
Dia benar-benar berbeda dariku.
Tapi saat aku bersama Luna, emosiku selalu terguncang. Dia membuatku merasakan
sesuatu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Mengalihkan pandangannya dariku,
yang tidak mengatakan apa-apa, Luna menatap ke depan dan membuka mulutnya.
“Itu sebabnya, aku tidak
keberatan menjadi sama dengan mobil sport.”
Matanya memantulkan cahaya yang
memikat. Kupikir itu seperti cahaya kehidupan yang terpancar dari keberadaan Luna.
“Hidup pada masa sekarang. Demi
hidup, aku menjalani kehidupan tanpa menengok ke belakang. Seperti yang sudah kulakukan
sejauh ini.”
Luna berkata pelan seolah
sedang bersenandung dan menatapku.
“Apa Ryuuto akan tetap
mencintaiku bahkan jika aku seperti itu?”
Sungguh gadis yang cantik
sekali. Bukan hanya wajahnya.
Namun, semua tentang dirinya
begitu indah dan mempesona.
“Te-Tentu saja!”
Aku mengangguk mati-matian,
merasa kewalahan. Aku mencoba yang terbaik untuk mengimbangi Luna sehingga dia
takkan meninggalkanku.
“Aku pun … hanya akan mencintai
Luna selama sisa hidupku.”
Meski sedikit memalukan, tapi
itu adalah perkataan yang tulus dari lubuk hatiku.
Dengan tangan yang sudah kusumpah
di dalam Mulut Kebenaran, aku dengan
kikuk menggenggam erat tangan Luna.