Chapter 2 — Otaku tuh Nyebelin Banget
Taman hiburan itu dipenuhi
dengan musik latar ringan dari atraksi dan suara deru roller coaster yang berjalan di atas rel. Di antara kerumunan
pengunjung, mereka bertiga berjalan-jalan menyusuri area itu, masing-masing
dari mereka tampak sedikit lebih bersemangat dari biasanya. Sudah sekian lama
mereka pergi ke taman hiburan. Terutama Yuki, si penggagas ide, melihat
sekeliling dengan wajah ceria dan penuh kegembiraan.
“Sudah lama sekali aku tidak ke
taman hiburan. Kira-kira sejak liburan musim panas kelas 1 SMP?”
“Benar juga. Terakhir kali kita
datang ke taman hiburan adalah saat menginap di rumah Jii-chan dan Baa-chan, lalu
mereka membawa kita ke taman hiburan.”
“Betul, betul, waktu itu kita terlalu
bersemangat sampai-sampai terkena cipratan air dan kita berdua jadi basah
kuyup, iya ‘kan~”
Yuki mengangguk dan tersenyum,
seolah-olah berkata, “Ahh~, kita berdua
masih seperti anak kecil”. Namun, Masachika mengungkit sesuatu dengan tsukkomi-nya.
“Kamu sepertinya sedang
pura-pura pikun, tapi asal kamu tahu aja, cuma kamu sendiri satu-satunya orang
yang terlalu bersemangat, jadinya kita berdua terkena cipratan air, oke ?”
Begitu mendengar perkataan
Masachika, senyum Yuki tiba-tiba mengeras. Namun, Masachika tidak bisa
mengabaikan pemalsuan ingatan ini.
Seluncuran di Taman Hiburan
yang mereka kunjungi pada waktu itu dirancang sedemikian rupa sehingga
pengunjung dapat melihat percikan yang disebabkan oleh wahana atraksi dari
jembatan yang melintas kolam dari depan. Secara alami, area jembatan ditutupi
oleh kubah transparan untuk mencegah air terciprat ke arah penonton ......,
Tapi entah apa yang Yuki pikirkan pada saat itu, dia justru melompat keluar dari
kubah sebelum roller coaster mendarat
di air.
Melihat kekuatan cipratan air
yang terlalu kuat, membuat Masachika merasakan krisis dan berkata, “Bukannya ini bakal membuat tubuh Yuki
terpental!?” dan melompat keluar untuk melindungi Yuki ….. Itulah yang
sebenarnya terjadi.
“Berkat itu, celana dan kaus kakiku
sampai basah kuyup.”
“...”
“Karena takut kena masuk angin,
jadi aku memutuskan untuk mengubah jadwalku dan pulang, meski waktunya masih
siang—— ”
“Berisik, masih mau aku cipok,
hah?”
“!?”
Yuki mengerutkan alisnya layaknya
berandalan, menurunkan kacamata hitamnya, dan melontarkan ancaman aneh.
Kata-kata tersebut mengingatkan Masachika mengenai rasa sakit yang Ia rasakan
pagi ini dan secara refleks memegangi lehernya dengan tangannya.
“Oi, kenapa kamu malah memegangi
lehermu?”
“Coba letakkan tangan di dadamu
dan pikirkan baik-baik tentang itu.”
“Letakan tangan di dadaku...?
Oh iya, aku lupa memakai bra-ku.”
“Memangnya kamu ini bodoh
apa!!?”
“Aku cuma bercanda, kok ...nih~.”
“Ngapain diliatin, ngapain
diliatin dasar begoo!!?”
Masachika melambaikan tangannya
dengan jijik dan memalingkan wajahnya dari Yuki, yang membungkuk ke depan dan
menarik kerah kemejanya untuk memperlihatkan celana dalamnya. Kemudian, Yuki
mengangkat bahunya dan mengenakan kembali kacamata hitamnya, seolah-olah dia
baru saja mendapatkan kembali ketenangannya, dan mengalihkan perhatiannya ke
gedung terdekat.
“Ah, apa ini atraksi rumah
hantu?”
“Kurasa begitu? Entah bagaimana
ada banyak semacam bercak dan percikan darah.”
Gubuk compang-camping dengan
noda darah di dinding luar seolah-olah menciptakan suasana seperti “Ini baru namanya rumah hantu!” ... Yuki
memiringkan kepalanya seakan-akan tidak menyukainya sama sekali.
“Entah kenapa, rasanya mirip
seperi gim horor gratis yang murahan.”
“Mana ada yang namanya gim
horor gratis yang murahan.”
“..... benar juga. Kamu punya
otak yang cerdas, ya.”
“Itu bukan sesuatu yang perlu
dikagumi juga kali?”
Sementara Yuki menganggukkan
kepalanya dengan penuh kekaguman, Masachika mengalihkan pandangannya ke Yuki.
Ayano membaur jadi udara.
Yuki kemudian berbalik dari
rumah berhantu itu seolah-olah sudah tidak tertarik lagi, dan mengalihkan
perhatiannya ke bangunan berkubah di arah yang berlawanan.
“Wah, ada pusat gim.”
“Wah iya, hee~ sampai ada pusat
gim segala.”
“Pusat gim ya~ omong-omong, aku
belum pernah mengunjungi pusat gim tau~”
Tatapan mata Yuki berbinar
dengan penuh minat pada suara elektronik yang cerah dan menyenangkan. Kemudian,
Masachika mengelus dagunya sambil berpikir.
“Hmm pusat gim, huh ... kalau
dipikir-pikir lagi, aku sudah lama tidak main di situ.”
“Oh, apa kamu dulu sering pergi
memainkannya?”
“Iya, saat aku dititipkan di
rumah Jii-chan dulu ... tapi yah, karena aku dilarang masuk dari sebagian besar
pusat gim di daerah itu, jadi aku belum pernah main lagi.”
“Seriusan, apa yang sudah kamu
perbuat sampai dilarang masuk segala?”
Saat Yuki mendongak ke arahnya
dengan wajah datar, tatapan Masachika mengembara ke atas langit seolah
menelusuri ingatannya.
“Umm... aku menaklukkan dan
mengisi gim yang mempunyai papan peringkat dengan namaku …”
“Itu sih, jelas-jelas akan
menimbulkan kecurigaan karyawan di sana.”
“Aku lalu menggunakan semua
trik yang ada demi mengambil hadiah yang ada di game capit.”
“Biar kutebak, kamu pasti
menghancurkan alas tempat hadiah itu diletakkan, ‘kan?”
“Karena aku kehabisan hadiah,
jadi aku mencoba mencari tahu seberapa banyak batu berkilauan yang bisa aku
ambil pada saat yang bersamaan…”
“Tidak, jangan mempermainkan
para dewa, oke?”
“Karena berbagai kejadian itu,
aku jadi dilarang masuk lagi.”
“Ya, pastinya lah.”
Ketika Yuki memberinya tatapan
tajam, Masachika hanya bisa mengangkat bahunya. Faktanya, pada waktu itu Ia
masih bocah SD dan sedikit nakal, jadi sudah sepantasnya Ia mendapat larangan
masuk.
Setelah insiden kekerasan di
sekolah SD, Ia dititipkan sendirian di rumah kakek-nenek dari pihak ayahnya,
meninggalkan Yuki yang menderita asma parah, seolah-olah ingin menyingkirkannya,
dan hal tersebut membuatnya merasa tidak nyaman. Itu sebabnya, Ia mendatangi pusat
gim dan memainkan semua jenis pemainan yang tidak terlalu Ia sukai. Kalau
dipikir-pikir, pada sekitar waktu itulah Masachika mengubah cara bicaranya dari
kata “Boku” menjadi “Ore”[1]. Pada saat itu, Ia tidak menyukai
ibu serta kakeknya dari pihak keluarga Suou dan mencoba untuk bertindak
bertentangan dengan asuhan mereka tanpa alasan yang jelas.
(Kemudian aku bertemu gadis itu ... dan
akhirnya mulai tenang)
Yuki kemudian menarik tangan
Masachika dan menunjuk ke depan dengan cepat.
“Yah, kamu bisa menunjukkan skill
itu nanti ... pertama-tama, ayo naik itu dulu!!”
Jari yang dia tunjuk mengarah
pada roller coaster dengan rel yang
berkelok-kelok dan menukik. Ada tulisan “Perbedaan total tingginya no. 1 di Jepang!!”
ditulis dengan huruf besar di papan nama di dekat pintu masuk.
“...Bukannya masih terlalu
cepat buat naik wahana itu? Wahana menegangkan ini adalah yang paling berbahaya
di sini, ‘kan? Bukankah lebih baik kalau kita menaiki wahana yang lebih santai
dulu ...”
“Oi, Oi, apa kamu ketakutan, My Brother?”
“Tidak, aku cuma belum pernah
naik wahana yang menegangkan ini saja ...”
“Jangan khawatir, aku juga
sama.”
“Dari mana datangnya semangat
menantang itu... kalau Ayano bagaimana?”
“Saya akan mengikuti
Yuki-sama.”
“Yah, sudah pasti kamu akan
bilang begitu ...”
Mengangkat bahunya dengan
pasrah, Masachika memutuskan untuk meladeni permintaan adiknya. Sembari
tangannya ditarik oleh Yuki, mereka bertiga menuju pintu masuk atraksi.
“Hmm? Oi~, kelihatannya
seseorang tidak boleh naik kalau tingginya kurang dari 140 cm, lo~? Bukannya
itu mustahil buatmu?”
“Aku tidak sependek itu, tau!”
“Jangan pura-pura tinggi ...
oke?”
“‘oke’ palalu peyang. Lihat nih! Mau dilihat bagaimana pun juga, aku
masih aman, tau!”
Yuki berlari ke arah panel yang
berbentuk manusia dan berdiri di depannya untuk memamerkan tinggi badannya.
Jika dilihat baik-baik, memang benar kalau kepalanya satu inci lebih tinggi
dari panel tersebut. Namun, Masachika memberinya tatapan lembut, seolah-olah
ingin menegurnya.
“Yuki? Ayo jangan berjinjit
begitu.”
“Enak saja, aku tidak
berjinjit, tau!”
“Hahaha, jangan pakai sepatu
dengan sol yang terlalu tebal, itu berbahaya lo~?”
“Aku pakai sepatu kets, oke!”
“Baiklah, baiklah, aku
mengerti. Kalau begitu, ayo pergi?”
“Ups? Kamu tadi hampir
melepaskan genggaman tanganmu, ‘kan ~?”
Yuki mengejar Masachika, yang
berada di depan sambil memasang ekspresi lembut, dengan senyum kaku di wajahnya.
Sepasang suami istri dengan seorang anak di depan mereka memandang mereka
berdua dengan wajah tersenyum. Rupanya, mereka mengira kalau Yuki dan Masachika
adalah kakak beradik yang umurnya terpaut jauh. Padahal, mereka sebenarnya
berada di tahun angkatan yang sama, jadi perbedaan usianya kurang dari satu
tahun. Ngomong-ngomong, pasangan itu tidak melihat keberadaan Ayano. Meski dia
cuma berada di belakang Yuki seperti biasa. Sungguh hawa keberadaan yang tipis
sekali.
“Baiklah~, kalau begitu tolong
simpan barang bawaan anda dan barang berharga lainnya di sini~”
Setelah mengantri beberapa saat
untuk mendapatkan giliran, mereka didekati oleh seorang petugas Onee-san yang
menunjukkan loker mereka. Di atas loker dengan kunci, ada daftar barang
bergambar yang tidak boleh dibawa ke dalam wahana roller coaster.
“Begitu ya, memang gawat kalau
kita menjatuhkannya saat sedang asyik naik wahana.”
“Etto, smartphone dan dompet
...”
“Jangan lupa, topi dan kacamata
hitam itu.”
“Oh iya.”
Selain barang bawaan, mereka
memasukkan semua barang yang ada di kantong ke dalam loker, mengeluarkan kunci
lokernya dan menempelkannya di pergelangan tangan.
“Ah, maaf. Bisakah anda
melepaskan kuncir rambut anda supaya kepala anda bisa menekan kuat ke kursi?”
“!?”
Petugas Onee-san tiba-tiba
memanggil Ayano, yang mana hal itu membuatnya tersentak kaget, dan menatap
petugas Onee-san dengan mata yang terbuka lebar.
“Tidak, kamu itu bukan hantu
yang bertemu dengan anak indigo kali. [Ap-Apa
anda bisa melihat saya!?] jangan bereaksi seperti itu.”
Ayano mengurai kuncir rambutnya
saat Masachika melakukan tsukkomi dengan tercengang.
(Pada akhirnya, sebagian besar
penyamaran sudah dicopot ... yah, terserahlah.)
Setelah menunggu beberapa saat
sambil memikirkan hal semacam itu, akhirnya tibalah giliran mereka.
“Lah, dari semua tempat, kita
malah dapat bagian paling depan ...”
“Wuuooow ~ klimaks dari awal ~”
Pipi Masachika berkedut saat
dipandu ke kursi barisan depan untuk empat orang. Yuki juga berusaha
menutupinya dengan teriakan ringan, tapi wajahnya sedikit tegang. Ayano masih
tanpa ekspresi seperti biasanya.
“Kalau begitu, selamat
bersenang-senang~!”
Roller
coaster mulai bergerak saat suara ceria petugas mengiringi mereka. Roller coaster perlahan berbelok dengan
getaran yang berderak dan mengarah ke lereng yang menanjak.
“Uwaahh~ langitnya indah
sekali~”
“Onii-chan, lihat deh~ lihat
deh~ ada ayunan yang menggantung di bawah sana lo~”
“...”
Kakak beradik itu melakukan
percakapan kosong saat kereta roller
coaster perlahan mendaki menuju puncak rel. Akhirnya, roller coaster mencapai puncak dan... berhenti ketika moncong
kereta mulai sedikit menurun.
“Tidak, ngapain berhenti di
sin—”
Sebelum Masachika menyelesaikan
kalimatnya, roller coaster itu
langsung meluncur drastis menuruni rel.
“Uuoooooooooo!?”
“Uoooooeeeiiiiii!?”
“...”
Kakak beradik itu berteriak
dengan campuran ketakutan dan kekagetan. Bahkan suara mereka tersapu oleh angin
dan dengan cepat terhanyut ke belakang. Kemudian, roller coaster itu melewati tikungan yang lebih curam.
“Ooooooo!?”
“Uniiiiiiii!?”
“...”
Sensasi organ dalam terangkat
dalam sekejap menyerang mereka terus menerus. Lalu, angin menerpa wajah mereka
secara tiba-tiba saat melewati tikungan berbentuk G. Di tengah semua ini, suara
kakak beradik itu berangsur-angsur berubah menjadi sorak-sorai.
“Iiiyahhoooooooooo!!”
“Yeayyyyyyyyyyyyy!!”
“...”
Mereka mencengkeram palang
pengaman yang menahan kedua bahu dengan kuat, dan bersorak gembira saat
mencondongkan tubuh mereka. Mereka sudah sepenuhnya menikmati wahana
menegangkan itu. Namun, waktu yang menyenangkan itu tidak berlangsung lama,
karena roller coaster akhirnya
melambat dengan bunyi gedebuk dan mulai bergerak perlahan menuju peron.
Kemudian, secara instan, kedua kakak beradik itu saling memandang dan mulai
berbicara dengan cepat mengenai kesan mereka.
“Hiyaah, meski ini baru pertama
kalinya aku naik wahana yang menegangkan, tapi ini jauh lebih seru daripada
yang aku duga!”
“Bener banget! Rasanya seperti
aku mendapat begitu banyak adrenalin! Rasa-rasanya aku mungkin akan menaikinya
satu kali lagi!”
“Bagus! Tapi aku mungkin tidak
bisa naik dari yang paling depan kali ini...”
Ia dengan bersemangat saling
bertukar kesan dengan Yuki yang berada di sebelah kirinya, dan kemudian
Masachika menoleh ke arah Ayano yang ada di sebelah kanannya.
“Kesan Ayano sendiri,
gimana...?”
Pada pertanyaan Masachika, Ayano
justru tidak menjawab sambil menghadap lurus ke depan. Kemudian, tanpa mengubah
ekspresinya sama sekali... butiran air mata mengucur dari mata kanannya yang
terbuka.
“Tangisan idola!?”
“Maaf, apa tadi itu sangat
menakutkan!?”
Masachika dan Yuki langsung
panik pada Ayano, yang meneteskan air mata tanpa mengubah ekspresinya sama
sekali, yang mirip seperti lukisan. Mereka berdua menunjukkan perhatian pada
Ayano, tapi dia tidak bergerak sama sekali saat menghadap ke depan. Kemudian, Roller coaster perlahan–lahan kembali ke
peron, dan palang pengaman secara otomatis terangkat.
“...”
Namun, Ayano tidak bisa
berdiri. Masachika awalnya tidak menyadari hal it karena getaran dari roller coaster itu sendiri, tapi jika
dilihat lebih dekat, Ia bisa melihat kalau tubuh Ayano bergetar sedikit demi
sedikit. Rupanya, dia sangat ketakutan sampai-sampai tidak bisa berhenti
gemetaran.
Pada akhirnya, Ayano dibawa
keluar dari roller coaster dengan
bantuan Masachika yang memegangnya di tengah, dan kakak beradik itu membantunya
dari kedua sisi untuk berjalan keluar dari platform.
“Apa kamu baik-baik saja?”
“... Ya, saya mohon maaf atas
ketidaknyamanan ini.”
“Tapi yahh, tidak kusangka
kalau Ayano tidak suka dalam atraksi menegangkan yang seperti ini ... maaf ya?
Karena sudah memaksamu ikutan naik.”
“Tidak, itu karena saya saja
yang lemah...”
“Tidak, dibilang lemah itu
sedikit berbeda, tau?”
Sambil sedikit terkejut dengan
reaksi Ayano yang terlalu serius, Masachika melepaskan tangannya dari tangan
Ayano ketika loker tempat mereka meletakkan barang bawaan sudah mulai terlihat.
Dan tepat ketika mereka bertiga mengulurkan tangan ke loker masing-masing….
“Ah.”
Sebuah suara yang familiar
terdengar dari dekat, Masachika dan Yuki
secara refleks menoleh ke arah sumber suara itu. Dan di sana ... tak
disangka-sangka, ada Nonoa (hari ini gaya
kuncir dua sisi atas) yang berdiri dengan pakaian santainya, menatap mereka
dengan mata setengah terbukanya yang tidak termotivasi seperti biasa.
“Nono-chan? Apa yang—?”
Dan di sebelahnya ... ada
Sayaka, yang juga mengenakan pakaian kasualnya. Tatapan matanya melebar saat
melihat Masachika dan Yuki. Barang penyamaran Yuki, yang seharusnya dia bawa
bila ada situasi seperti ini, sekarang tersimpan di dalam loker.
“Eh, Suou-san dan Kuze-san ...?
Halo ...?”
“Oh, ya.”
“Halo ... kebetulan sekali, ya?
Sayaka-san.”
Kakak beradik itu merasa
gelisah dengan pertemuan yang tak terduga ini, tapi masih sempat bisa membalas
sapaannya. Sayaka tidak menyebut Ayano, entah itu karena dia terlalu fokus pada
kakak beradik atau karena hawa keberadaan Ayano yang tipis ?
“Um ...”
Tatapan Sayaka yang juga tampak
kaget, dengan cepat melihat area sekeliling. Anehnya, Masachika tahu apa yang
... tidak, siapa yang dia cari. Pada saat yang sama ketika Ia memahami itu,
Masachika berbisik ke arah Yuki dengan rasa krisis yang kuat.
“(Oi! Gimana nih!?)”
“(Tamat sudah)”
“(Sekarang bukan waktunya
bilang begitu!)”
Sementara itu, Sayaka menyadari
bahwa dia tidak dapat menemukan rambut perak yang dia cari ... Pada saat itu
juga, wajah Sayaka kehilangan emosinya. Kacamata Sayaka tiba-tiba memantulkan
cahaya saat dia menunduk dan matanya tersembunyi di baliknya.
Sayaka tiba-tiba mulai
memancarkan suasana yang meresahkan, dan baik Masachika maupun Yuki tidak bisa
bergerak sama sekali. Ayano secara alami sudah membaur jadi udara.
“.... Jadi begitu rupanya.”
Dan hal apa yang meyakinkannya.
Sayaka cuma menggumamkan sepatah kata dan mendongak dengan cepat. Pada saat
itu, tatapan mata di balik kacamatanya memancarkan cahaya dingin yang
mengerikan …. dan cukup jelas sekali,
dia berada di ambang kemarahan. Melihatnya dari samping, Nonoa melepaskan sedotan
minuman yang dipegangnya, dan ….
“Acha—”
Ya, dia hanya menggumamkan itu
seolah-olah itu urusan orang lain.
◇◇◇◇
Sebuah warung makanan didirikan
di area taman bermain. Di salah satu meja bundar putih yang berjejeran, ada
sekelompok lima orang sedang duduk. Hal pertama yang menarik perhatian adalah
Nonoa, yang memiliki rambut pirang cerah bergaya ikal dan penampilannya yang
tidak terlihat seperti orang Jepang. Perpaduan baju yang terbuka dengan
barang-barang trendi membuatnya tampak mencolok, dan kulit putihnya yang mulus
terpapar sinar matahari musim panas. Dilihat sekilas saja sudah tahu, kalau dia
adalah cantik jelita yang ber-spek tingkat tinggi.
Dan tiga gadis lain yang hadir
juga memiliki penampilan bagus, ... yah meskipun ada satu gadis yang terlihat
seperti bocah SD. Lalu, di antara sekelompok gadis cantik seperti itu, ada satu
cowok biasa. Dari sudut pandang orang luar, itu adalah kombinasi hubungan yang
tak terbayangkan.
“Hei, hei~ kalian...”
Seorang pria yang sekitaran
umur anak kuliah mendekati kelompok itu ... atau lebih tepatnya, mendekati
Nonoa ... Tapi Ia menelan kembali kata-katanya karena merasakan suasana
mengerikan yang dipancarkan oleh Sayaka yang duduk di sebelah Nonoa. Sayaka
pasti menyadari keberadaan pria itu juga, tapi ... dia sepertinya tidak terlalu
peduli dengan masalah sepele semacam itu, dan memelototi Masachika dengan
tatapan mata yang dipenuhi cemoohan dan amarah. Hanya meja ini saja
satu-satunya area aneh di mana kamu tidak bisa merasakan panasnya musim panas.
Pria yang mendekati mereka dengan senyum ramah berkedut pada situasi yang
jelas-jelas dalam keadaan shuraba.
“....Ya, ada yang bisa saya
bantu?”
“Eh, ah, enggak ...”
Ketika Yuki bertanya kepada
pria itu dengan senyum masam untuk menggantikan Nonoa, yang jelas-jelas
mengabaikan kehadirannya, tatapan pria itu mengembara dengan senyum kaku. Ia
kemudian menunjuk ke arah churros Ayano, yang kebetulan saja menarik
perhatiannya.
“Umm ... c-churros[2] itu. Kelihatannya enak banget~ gitu.”
“... Mereka menjualnya di
sebelah sana. Yang ini rasa kayu manis.”
“Ah, begitu ya. Makasih.”
Usai mengatakan itu, pria itu
berbalik dan segera melarikan diri. Mereka bisa mendengar suara samar-samar
pria itu yang bergegas ke arah sekelompok empat atau lima pria yang tampaknya
temannya dan memberitahu, “Gawat bro,
pokoknya ada sesuatu yang gawat.”
(Yah, aku mengerti perasaannya ...)
Ketika mendengar suara pria
itu, Masachika mengangguk dalam hatinya tanpa mengalihkan pandangan dari Sayaka
yang duduk di sisi kanan depan.
Tentu saja, Masachika tidak
hanya diam dipelototi Sayaka seperti ini terus. Ia diam-diam berdiskusi dengan
Yuki, yang duduk di sebelah kirinya, mengenai bagaimana menangani situasi
sekarang. Mereka berkomunikasi di bawah meja melalui cara membentuk huruf ke
telapak pihak lain dengan sentuhan jari mereka.
『... Kalau
begitu, usahakan bisa mengelabuinya, aku akan menyerahkan penjelasannya padamu.
』
『Enggak,
kamu saja yang melakukannya.』
『Dalam
situasi begini, apapun yang dikatakan cowok, cewek selalu membalas dengan
emosional dan segalanya jadi lebih rumit, ‘kan? Aku cukup yakin kalau
percakapan akan berjalan lebih lancar jika dilakukan antar cewek. 』
『Si tersangka
membuat pernyataan egois ... 』
『Enak
saja, emangnya siapa tersangkanya』
『Ini sih
tidak boleh dibiarkan. Setiap perkataan dan perbuatanmu itu memancarkan diskriminasi
terhadap perempuan. 』
『Oi,
hentikan.』
Ya ... mereka saling lempar
tanggung jawab untuk memainkan peran sebagai pembicara. Habisnya itu menakutkan,
sih. Pelayan mereka yang dapat diandalkan malah sedang asyik memperpendek
churros sejak pria kuliahan tadi mengungkitnya beberapa menit yang lalu. Dia
terlihat mirip seperti hamster yang memasukkan biji bunga matahari ke dalam
mulutnya.
(Apaan sih, tidak ada yang bisa
diandalkan sama sekali)
Dan Nonoa, orang yang tampaknya
paling mungkin untuk menenangkan Sayaka, sedang melakukan ...
(Oi, jangan main-main dengan
smartphone-mu terus)
Yah, begitulah adanya, mereka
berdua terlalu asyik dengan kegiatan masing-masing. Ia tahu ini, tapi Ia merasa
terkesan dengan fakta bahwa mereka sama sekali tidak terganggu dalam situasi
ini.
『Haa...
kali ini kamu berutang banyak padaku, An-chan』
『Oh... sejujurnya,
jika ngomongin masalah timbal balik, aku merasa kamu lebih banyak berhutang
budi padaku sejauh ini, tapi aku sangat menghargainya.』
Pada saat itu, Yuki memejamkan
matanya dan kemudian melirik Masachika yang kelihatannya sudah menyerah,
mungkin memutuskan bahwa tidak ada jalan keluar dari situasi ini. Dia lalu
melepas gaya rambut twintail-nya,
menggelengkan kepalanya dengan ringan, dan berbicara kepada Sayaka dengan
senyum anggun.
“Sayaka-san ... Sepertinya ada
sedikit kesalahpahaman, tapi alasan mengapa Masachika-kun dan aku bermain
bersama hari ini ialah untuk berbaikan atas kejadian upacara akhir semester
tempo hari. Meski itu demi pemilihan,kami mengabaikan persahabatan kami dan
saling bertarung .. Ini hanya jalan-jalan untuk menjalin kembali pertemanan
kami, tidak ada maksud lain, kok?”
“...”
Mendengar penjelasan Yuki, alis
Sayaka terangkat dan mengalihkan pandangannya ke arah Yuki dengan tatapan yang
sedikit tidak bersahabat. Namun, dia sepertinya tidak berniat untuk mengungkit
hal itu, dan perlahan-lahan mendorong kacamatanya sambil mempertahankan
ekspresi dingin di wajahnya.
“… Bohong.”
“?? Sayaka-san?”
“Itu pasti bohong, ‘kan.”
Penegasan dengan suara bisik
itu membuat senyum Yuki sedikit mengeras. Kemudian, sesaat, dia merenungkan apa
alasan dari pernyataan Sayaka, dan segera memilih untuk mengabaikannya dengan
kesimpulan bahwa seharusnya tidak ada bukti semacam itu.
“Apa maksudmu? Sayaka-san. Aku
tidak berbohong sama sekali—”
“Lantas kenapa!”
“Oou.”
Sayaka tiba-tiba berteriak keras,
berdiri sambil menggebrak meja dengan kedua tangannya, dan mencondongkan
tubuhnya ke arah Yuki. Bahkan Yuki sendiri dibuat kaget dengan hal ini.
Begitu dia mendekatkan wajahnya ke Yuki, yang hampir saja menunjukkan sifat
aslinya, Sayaka lalu berkata.
“...Mengapa aku bisa mencium
bau sampo yang sama dari kalian berdua?”
“!?”
“Bukan hanya kalian berdua saja...
Aku bahkan mencium bau yang sama dari Kimishima-san yang ada di sana!”
Sayaka menatap Ayano dengan
tatapan tajam. Bahu Ayano tersentak pada tatapan tajam yang tiba-tiba diarahkan
padanya, dan dia memakan churros lebih cepat. Sudah dibilangin, tidak ada yang
mau merebutnya darimu.
“Terlebih lagi, kaos itu!”
“Huh! Eh?”
Sayaka lalu menoleh kembali ke
arah Yuki dan mengalihkan pandangannya ke kaos yang dikenakan Yuki, kaos yang
memiliki karakter anime yang tercetak di atasnya, dan mendorong kacamatanya ke
atas.
“Itu adalah kaos Keifuyu edisi
terbatas yang pernah disiarkan di TV tiga tahun lalu, ‘kan? Apalagi itu juga
versi ending Kanamin yang paling
populer. Mana mungkin Suou-san, yang bahkan bukan seorang otaku, akan
membelinya secara kebetulan, karena kaos itu tidak dijual kepada khalayak umum
dan tidak terdaftar di lelang online. Pertama-tama, jika kaos itu dibeli tiga
tahun yang lalu, ukurannya pasti sudah tidak muat. Tapi kaos itu sepertinya
sudah usang, dengan kata lain!”
Segera setelah Sayaka
mengatakan semua itu, dia pun berdiri, menatap Masachika serta Yuki, dan menyatakan
…
“Kaos itu awalnya milik Kuze-san!
Dan kaos itu diberikan kepada Suou-san karena ukurannya sudah tidak cocok lagi
untuknya!”
...... Itu tebakan yang bagus.
Saking bagusnya sampai-sampai membuat Masachika dan Yuki tak bisa berkata
apa-apa. “Tidak, kenapa kamu malah bisa
tahu Keifuyu (nama resmi: K-On Bu ni fuyu wa konai)!!” Mereka sampai tidak
bisa melontarkan tsukkomi itu.
“Jadi?”
Setelah melakukan deduksi hebat
layaknya seorang detektif, Sayaka dengan pelan berkata begitu sambil duduk
kembali di kursinya.
“Mengenakan kaos bekas Kuze-san
dan tercium bau sampo yang sama dengan Kuze-san. Meski begitu, apa kamu masih
bersikeras kalau ini hanya jalan-jalan biasa?”
Sayaka lalu bertanya dengan
nada tenang. Ekspresinya benar-benar mirip seperti anggota komite kedisiplinan.
“Lagipula, kalau kalian ingin
berbaikan, kalian seharusnya ikut mengajak Kujou-san juga. Apa-apaan dengan
kalian bertiga yang terlihat begitu akrab … tapi meninggalkan Kujou-san
sendirian begitu saja? Setelah memintaku dan Nonoa … untuk bekerja sama? Apa
itu artinya semua yang terjadi pada upacara penutupan hanyalah lelucon belaka?
Apalagi aku bisa mencium bau sampo yang sama …. Apa ini hubungan seksual yang tidak senonoh?
Ini adalah kisah skandal yang sangat disukai klub Koran jika mereka
mengetahuinya.”
Begitu mendengar pernyataan
Sayaka, Masachika tak bisa berkata apa-apa. Dari sudut pandang Masachika, tidak
ada yang istimewa jika Yuki dan Ayano tinggal di rumahnya, tapi .... orang lain
takkan menganggapnya seperti itu. Memang. Bila dilihat dari sudut pandang orang
luar, jika ada dua gadis yang tinggal di rumah seorang cowok yang merupakan
kandidat saingan, tak peduli seberapa dekat mereka sebagai teman masa kecil,
hal itu akan mengundang kecurigaan. Jika melihatnya secara ekstrem, tidak
sedikit orang yang akan menganggap kalau Masachika menipu Alisa, Yuki, dan
Ayano untuk …. mengendalikan kampanye pemilihan sesuka hati.
(『Siswa
A yang berpasangan dengan murid pindahan cantik dalam pemilihan ketua OSIS,
kali ini melakukan kumpul kebo dengan dua gadis cantik yang menjadi lawannya!?
』 ... Itu judul artikel yang bagus untuk
majalah mingguan. Ya … ini sih, memang benar kalau rasa kewaspadaanku masih
kurang cukup. Mungkin rasanya tidak terlalu berlebihan untuk melakukan
penyamaran.)
Sambil merenungkan kecerobohannya
sendiri, Masachika sekali lagi berpikir tentang bagaimana mengatasi masalah
yang ada di depan matanya.
Ia berpikir kalau Sayaka
bukanlah tipe orang yang akan membicarakan hal ini kepada orang lain. Namun, hal
itu tidak menutup kemungkinan kalau dia akan melapor ke Alisa, yang merupakan pihak
yang paling terkait. Dan itu ... itu akan sedikit merepotkan. Selain itu,
bahkan jika Ia bisa mengesampingkan masalah Alisa, membiarkan kecurigaan Sayaka
tetap begini terus masih menjadi sebuah kerugian.
(Sekarang ... apa yang harus kulakukan?)
Masih ada kemungkinan untuk
menghancurkan alibi Sayaka dengan membuat alasan satu per satu. Namun, Ia tidak
berpikir kalau Sayaka akan diyakinkan oleh alasan yang buruk. Selain itu,
dengan semua bukti tidak langsung yang ada, bahkan jika Masachika berada di
posisi Sayaka, Ia mungkin akan menyimpulkan bahwa pihak lain sedang menjalin
hubungan yang tidak biasa dan membuat alasan untuk menutupinya.
(Apa yang harus kulakukan ...? Solusi apa
yang terbaik?)
Masachika memutar otaknya
dengan kecepatan tinggi sambil mempertahankan poker
face-nya. Lalu tiba-tiba, seseorang yang benar-benar Ia abaikan .... Nonoa,
memanggil Sayaka sambil masih bermain-main dengan smartphone-nya.
“Sayacchi ~, tidak ada yang
perlu dikhawatirkan tentang itu~”
“...?”
Sayaka perlahan-lahan
memalingkan pandangannya ke teman masa kecilnya. Masachika dan Yuki juga
mengalihkan perhatian mereka sedikit ke arah itu, merasa penasaran apa dia akan
ikut membantu mereka. Menanggapi tatapan mereka bertiga, Nonoa lalu berkata
dengan nada santai.
“Karena mereka berdua itu kakak
beradik.”
Sejenak, waktu seakan-akan
berhenti untuk Masachika dan Yuki. Segera setelah itu, mereka tersadar kembali
dan pada saat yang sama, mulai berpikir dengan panik.
((Kenapa dia bisa tahu——tidak, sekarang bukan
itu masalahnya! Aku harus membuat candaan untuk mengelabuinya!))
Kedua kakak beradik itu
langsung membuat keputusan dan mengambil tindakan segera.
“Hah?”
“Umm? Nonoa-san? Aku tidak
memahami apa yang sedang kamu bicarakan?”
Masachika menatapnya dengan
ekspresi curiga, sedangkan Yuki memiringkan kepalanya dengan tersenyum bingung.
Untuk mereka berdua, itulah reaksi paling alami saat diberitahu hal semacam itu
secara tiba-tiba. Namun, …. Nonoa sama sekali tidak melihat akting kedua orang
itu.
“Dari raut wajahnya, apa
perkataanku tepat sasaran?”
Apa yang Nonoa lihat ...
bukanlah Masachika maupun Yuki.
((Aya
… no!?))
Begitu mereka menyadari hal
tersebut, kedua kakak beradik langsung berbalik menoleh ke arah Ayano. Saat berbalik
... pikiran mereka seakan terhenti saat melihat Ayano mengedipkan matanya
ketika melipat kertas yang melilit cemilan churros.
“Ahha, reaksi yang bagus~ sudah
kuduga, begitu rupanya~.”
Suara ceria Nonoa mencapai
telinga kakak beradik itu. Setelah mendengar hal tersebut, mereka berdua langsung
menyadari kesalahan mereka. Cara mereka yang menoleh ke Ayano jelas-jelas
reaksi yang terlalu berlebihan.
“Kakak … beradik?Eh, kakak beradik!?”
“Habisnya. Dilihat dari matanya
saja sudah jelas. Lihat, persis banget, ‘kan.”
Sayaka meninggikan suaranya
dengan kebingungan, dan Nonoa berkata dengan nada santainya yang biasa. Dia lalu
memberi tahu Masachika, yang selama ini memikirkan cara meloloskan diri, untuk
memberinya panduan.
“Meski aku merasa tidak enakan
karena kamu sudah mati-matian mencari alasan, tapi ... aku itu sudah mengenalmu
sejak dulu, oke? Suou Masachika-kun?”
“!!”
Mata Masachika terbuka lebar
dan terkejut saat dia membeberkan fakta tersebut. Setelah menghela napas
panjang dan menjatuhkan bahunya, Ia lalu melirik Yuki. Setelah memastikan bahwa
Yuki mengangkat bahunya, Ia kembali menoleh ke arah Nonoa.
“... Serius? Dimana?”
“Resital piano. Sudah kuduga,
kamu benar-benar melupakanku, ya? Aku bahkan pernah memberimu karangan bunga,
tau ~?”
“… Seriusan?”
Masachika menggaruk kepalanya
dan menelusuri kembali ingatannya saat mendapat koneksi tak terduga dengan
Nonoa. Namun, sebagai seseorang yang sudah mengubur ingatannya tentang waktunya
di keluarga Suou, Masachika tidak dapat mengingatnya meski sudah diberitahu
demikian. Hmmm, kalau diingat-ingat lagi,
aku merasa pernah bertemu dengan gadis beramput pirang dengan wajah yang agak
asing? Atau enggak? ... hanya sebatas itu saja tanggapannya.
“Kamu mungkin tidak
menyadarinya, tapi asal kamu tahu saja, Kuzecchi tuh cukup terkenal di kalangan
anak-anak yang pergi ke les piano di sekitar sana, lo?”
“Eh … Kenapa?”
“Astaga ... Jika ada anak kelas
2 SD yang mampu memainkan Chopin dengan lancar, mana mungkin Ia tidak menonjol,
iya ‘kan?”
“… Begitu ya.”
Meski begitu, Masachika tidak
terlalu terkesan dengan itu. Ia sudah lama berhenti bermain piano, dan tidak
peduli dengan apa yang orang pikirkan mengenai dirinya pada waktu itu.
“Dengan kata lain ... kamu
mengenalku saat aku memiliki nama belakang Suou, dan tadi itu cuma pertanyaan
jebakan saat kamu bilang kalau kami bersaudara?”
“Yah, ada kemungkinan kalau
kalian itu sepupu atau saudara jauh, iya ‘kan? Lihat, seperti yang sudah aku
bilang, mata kalian terlihat persis. Jadi aku kepikiran kalau mungkin saja
kalian itu kakak beradik~”
“... Jika kamu menyadarinya
sebanyak itu, mengapa kamu tidak pernah mengatakannya?”
Menanggapi pertanyaan
Masachika, Nonoa menjawab dengan tidak terlalu peduli sambil mengalihkan
perhatiannya ke smartphone-nya lagi.
“Itu karena aku tidak begitu
tertarik.”
“... Gitu ya.”
Masachika tersenyum masam pada kata-kata
yang sangat khas dari Nonoa. Sayaka, yang telah memperhatikan situasi dengan mata
terbuka lebar, kemudian mengeluarkan teriakan kaget.
“Eh …Eh?? Be-Beneran? Apa
kalian benar-benar …kakak beradik?”
“... Yah, begitulah.”
“... Ya. Sebenarnya, memang
begitu.”
Karena sudah sejauh ini,
Masachika dan Yuki hanya bisa mengangguk untuk mengakui. Kemudian Sayaka
menatap mereka dengan serius dan meminta konfirmasi.
“Fakta bahwa kalian memiliki
nama keluarga yang berbeda ... itu artinya kalian adalah saudara yang terpisah
satu sama lain?”
“Hmm? Rasanya agak berlebihan
jika kamu mengatakannya seperti itu, tapi... yah, mungkin bisa dibilang
begitu?”
“Ti-Tidak mungkin ...”
Ketika Masachika sedikit
memiringkan kepalanya dan mengangguk, Sayaka tampak terkejut dan tersedak. Dia
memegangi mulutnya yang sedikit terbuka dengan tangan gemetar,.... dan air mata
mulai mengalir dari kedua matanya yang terbuka lebar.
“Ta-Taniyama!?”
Air mata Sayaka yang tiba-tiba muncul
membuat Masachika panik.
(Ap-Apa? Apa dia menganggap kalau kami
ini seperti kakak beradik tragis yang dipisahkan satu sama lain secara paksa? Situasi
mengerikan di mana mereka bahkan tidak diizinkan untuk saling memanggil kakak
dan adik? Tidak, kami ini bukan keluarga yang berada dalam situasi tragis
sampai-sampai membuatnya syok kali. ..)
Di depan Masachika yang kebingungan,
Sayaka berkata sembari masih meneteskan air mata dan dengan suara yang ….
sangat emosional hingga terdengar seperti tercekat dari belakang tenggorokannya.
“Oi, tenangkan dirimu...!!”
“Taniyama?”
“Favorit... !!”
“Sayaka-san, apa jangan-jangan
kamu ini berada di sisi yang “memahami”
?”
Yuki mencondongkan tubuhnya ke
depan dan bertanya pada Sayaka, yang masih meneteskan air mata. Matanya
benar-benar menatap sesama rekan otaku tersembunyi. Begitu menatap mata Yuki,
Sayaka juga sepertinya menyadari kalau Yuki adalah gadis dengan selera yang
sama dengannya.
“Huh! ya!!”
Dia mengangguk penuh semangat
dan menggenggam tangan Yuki dengan kuat. Pada saat ini, ikatan yang kuat lahir
di antara mereka berdua. Itu bukan masalah logis. Hanya saja ... ketika
mendengar kata “Saudara yang terpisah”,
tidak ada satu orang pun dalam dunia otaku yang tidak terguncang oleh kata
tersebut!
“...Apa-Apaan ini.”
Masachika bergumam dengan nada
takjub dalam perkembangan yang terjadi begitu mendadak. Namun, mereka tampaknya
tidak lagi hanya saling memandang, dan mulai berbicara dengan penuh semangat
tentang pengaturan kakak beradik yang berpisah.
“Um... apa yang harus kita
lakukan dengan ini?”
Melihat mereka telah membentuk
suasana yang sangat sulit untuk dimasuki, Masachika menoleh ke Nonoa untuk
mencari bantuan. Kemudian, Nonoa melihat sekeliling sambil berkata “Hmm~” dan
melihat ke arah Masachika.
“Kalau begitu, apa kamu mau
pergi mengelilingi atraksi denganku?”
“Tidak, kenapa emangnya ...”
Setelah secara refleks menjawab
itu, Masachika segera mempertimbangkan kembali, “Tidak, itu mungkin lebih baik.” Ia sendiri memahami betul kalau
sesama otaku saling mengobrol kesukaan mereka, ceritanya bakal membutuhkan
waktu yang lama. Daripada menunggu percakapan mereka berakhir, akan lebih baik
untuk berkeliling taman hiburan dengan orang-orang yang sedang tidak punya
kerjaan.
“Kalau Ayano bagaimana?”
“Ya?”
Saat menoleh ke sebelah kanannya,
Ayano tampak terkejut dan dengan cepat menoleh ke Masachika.
“?”
Tatapannya melihat ke arah yang
baru saja Ayano lihat ...... dan di sana ada kios yang menjual churros.
Masachika langsung memahami perasaan Ayano. Apa dia mau makan untuk kedua
kalinya?
“Tidak jadi... apa kamu mau
menunggu di sini?”
“Umm ... benar. Karena saya
adalah pelayan Yuki-sama.”
“… Begitu ya.”
Masachika berdiri sambil
berpikir dalam hati, “Nih anak sangat
menyukai churros, ya ... yah, dia biasanya tidak memiliki kesempatan untuk
memakannya”. Ia memutuskan untuk tidak terlalu mencemaskannya karena
sekarang masih belum waktunya makan siang.
“Umm, kalau begitu kita mau pergi
berkeliling sebentar, ya ...”
"Fufufu, tapi tak disangka,
Sayaka-san memanggil Nonoa-san dengan panggilan “Nono-chan” dalam kehidupan pribadinya.”
“Ah, itu ... itu sih ...”
“Ara, kamu tidak perlu merasa
malu-malu segala, tau.”
“... Aku tidak mendengarnya.
Ya, aku tahu itu.”
Masachika menghela nafas pada
Yuki dan Sayaka, yang benar-benar asyik dengan dunia mereka sendiri, dan mengalihkan
perhatiannya ke Nonoa.
“Kalau begitu ... Ayo pergi?”
“Oke~”
Mengangguk ringan pada ajakan
Masachika, Nonoa juga berdiri sembari memasukkan smartphone di sakunya. Jadi,
entah bagaimana, Masachika dan Nonoa menghabiskan sepanjang pagi dengan
berkeliling ke tempat-tempat wisata bersama. Itu adalah kombinasi aneh yang
dibentuk oleh proses yang benar-benar tidak dapat dipahami, tetapi fakta bahwa
Masachika merasa bersenang-senang ...... mungkin berkat sifat ramah dan ceria
Nonoa.
Kemudian, setelah menikmati
beberapa wahana selama sekitar satu jam, Ia pun kembali ke tempat mereka
bertiga karena sudah hampir waktunya makan siang, tapi ...
“Seriusan, pasangan favoritku
gagal berlayar lagi dan lagi sama pihak resmi ... Apa kamu memahami
perasaanku!?”
“Y-Ya ... yah, jika kamu
mendukung ship percintaan dengan
teman masa kecil, itulah yang akan terjadi ...”
“Kenapa semua orang lebih
tertarik pada murid pindahan atau teman sekelas yang baru saja mereka temui!
Ketimbang orang-orang semacam itu yang tidak jelas sifatnya, mendingan pilih
teman masa kecil!! Teman masa kecil yang terus menerus mengawasi si protagonis!
Aku ingin dia diberi kebahagiann!!”
“A, Ahaha...”
Di sana, ada Sayaka yang
berbicara dengan penuh semangat mengenai poin bagus karakter teman masa kecil,
dan Yuki yang mendengarnya dengan senyum masam. Adapun Ayano, dia masih terus
memakan churros (mungkin yang keenam
kalinya dari jumlah pembungku di atas meja) dengan acuh.
Sambil memandang jauh dari
situasi kacau tersebut, Masachika bertanya pada Nonoa yang ada di sebelahnya.
“... Hei, Miyamae”
“Hmm~?”
“Apa jangan-jangan Taniyama
menganggap aku dan Yuki sebagai pasangan favoritnya ?”
“Kayaknya sih~”
“... Seriusan?”
Masachika pun dibuat yakin saat
mendengar balasan Nonoa. Kemarahan Sayaka pada saat debat kemarin ialah karena
... salah satu ranjau darat terbesar bagi otaku, “salah tafsir”.
(Otaku tuh ... nyebelin banget)
Pada saat Masachika
menggumamkan hal itu di dalam hatinya, Yuki tiba-tiba mengangkat wajahnya dan
membuka mulutnya.
“Mulut mana yang berhak bilang
begitu? Onii-sama.”
“Jangan membaca pikiranku!!”
“Umu, pakai panggilan
O-Onii-sama ... sangat berharga ...”
“... Kamu ini beneran otaku
tulen, ya.”
Ketika Sayaka memegang hidung
dan mulutnya seolah-olah sedang menahan sesuatu, Masachika merasakan …. Kekecewaan
dan sedikit simpati yang tidak dapat dijelaskan.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya
[2] Churro atau churros adalah sejenis cemilan yang berasal dari negeri matador, Spanyol. Bentuknya seperti ini, link