Side Story 2 — Suatu Hari Nanti, Aku akan Menyanyikannya dengan Baik
Mahiru biasanya tidak mau
mendengarkan musik yang sedang trend, bahkan saat belajar sekali pun. Paling
banter, dia akan mendengarkan musik klasik atau musik Barat, dan dia tidak
terbiasa dengan musik yang sedang populer. Dia hanya tahu lagu-lagu seperti itu
setiap kali mendengarnya di TV.
Meski begitu, baru-baru ini,
dia akan mendengarkan musik.
Singkatnya, itu adalah lagu
yang kadang-kadang didengar Amane pada konser TV, dan dia cukup menyukainya.
(...Bahkan
aku pikir dia berpikiran sederhana.)
Dia akan mendengarkan apa pun
yang didengarkan orang yang dia sukai, dan sementara rasa malu merayap sedikit
demi sedikit karena motifnya yang lucu, tertarik pada sesuatu yang baru
bukanlah hal yang buruk.
Untungnya, nada lagunya tidak
begitu intens sampai membuat Mahiru kesulitan bernyanyi. Itu adalah salah satu
yang bisa diekspresikan oleh suara wanita yang terpelihara dengan baik, dan dia
merasa nyaman mendengarkannya, jadi tentu saja, dia bisa langsung mengingatnya.
Dan kemudian dia tidak bisa
menahan diri untuk tidak bersenandung.
“…jangan dianggap serius,
Mahiru.”
Mahiru, yang sedang menyiapkan
makan malam di dapur, mendengar suara dari belakang.
Dia berbalik dan melihat Amane yang
tampaknya telah kembali dari supermarket, membawa tas ramah lingkungan yang
penuh dengan barang-barang, dan tampak terkesan padanya.
“Aku belum pernah mendengarmu
bernyanyi sebelumnya, tapi kamu lumayan jago juga.”
“…Eh, erm, nyanyi?”
“Umm, yeah. Kamu barusan
bernyanyi, ‘kan? Itu adalah lagu yang selalu aku dengarkan.”
Saat Mahiru diberitahu bahwa
dia sedang bernyanyi, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat
sekeliling dengan panik seraya menutup mulutnya dengan tangan. Sepertinya dia
tidan ada niatan ingin bernyanyi dan dia juga tidak memiliki ingatan untuk
melakukannya.
Tapi karena Amane, yang belum
pernah mendengarnya bernyanyi, yang menunjukkan hal ini, kesimpulan logisnya
adalah dia tanpa sadar mulai bernyanyi.
Pastinya seseorang akan merasa
sangat malu ketika orang lain mendengar nyanyiannya sementara dia tidak berniat
melakukannya. Bukannya dia payah dalam hal itu, dia justru punya catatan
prestasi dalam bernyanyi saat berada di sekolah SD dan SMP dulu, tapi merasa
malu merupakan masalah yang berbeda.
Apalagi, dia menyanyikan lagu
yang disukai Amane, dan itu jelas menunjukkan pengaruhnya.
“Tidak, erm… aku cuma bersenandung,
tidak sengaja.”
“Umm, yeah. Itu sebabnya itu
bagus. Ini pertama kalinya aku mendengarmu bernyanyi, dan terdengar merdu.”
“Tolong jangan katakan itu… tolong
lupakan itu.”
“Memangnya ada yang salah
dengan itu ... kamu tidak suka membiarkan orang lain mendengarmu
bernyanyi?"
“Aku tidak suka kalau aku didengar meskipun aku tidak
mempraktikkannya. Suaraku tidak cukup bagus untuk dihargai oleh orang lain.”
“Begitu. Kemudian berlatihlah
agar aku bisa mendengarnya, dan kemudian nyanyikan untukku ketika kamu sudah
cukup baik untuk didengar.”
Balas Amane dengan nada yang
tidak terlalu keras kepala, sambil menepuk kepala Mahiru dan memasukkan
bahan-bahan makanan ke dalam kulkas. Bibir Mahiaru bergetar dan mengerucut
karena kata-kata memalukan dan perasaan geli.
(Kamu
tahu tidak, kalau ini adalah lagu yang diam-diam menyampaikan cinta kepada
orang yang kamu sukai?)
Kesampingkan masalah liriknya,
poin pentingnya ialah Amane, yang mendengarnya, menyipitkan matanya, dan
melengkungkan bibirnya menjadi senyuman.
“…Suatu hari, aku akan
bernyanyi dengan benar.”
Amane diam-diam menggumamkan
pengakuan ini sehingga tidak ada orang lain yang bisa mendengarnya.