Chapter 4 — Para Remaja Yang Dipusingkan Tentang Membalas Budi
Setelah
Hari Valentine berlalu, kini ujian akhir tahun menanti di akhir bulan. Suasana
yang ceria perlahan berubah menjadi berat, dan para siswa mulai sibuk
mempersiapkan hasil akhir dari keseluruhan masa setahun belajar mereka.
Hubungan Amane dengan Konishi masih tetap
sana seperti biasanya,
dan ia berusaha untuk bersikap seperti
biasa saat berinteraksi dengannya. Mungkin Konishi juga merasakannya, sehingga
bertindak seolah tidak ada yang terjadi, dan tidak ada siswa lain yang
menyadarinya.
Tatapan
yang diberikan Konishi
tidak lagi menyakitkan hatinya,
melainkan lebih tenang, dan mungkin dia perlahan-lahan melangkah maju. Amane
juga perlahan menelan rasa sakit dan berusaha menenangkan hatinya untuk kembali
menjadi seperti dulu.
✧ ₊ ✦ ₊ ✧
“Fujimiya,
boleh aku bicara denganmu sebentar?”
“Ya?”
Karena
hari ini merupakan hari libur
kerja sebelum masa ujian, Amane berencana mampir ke toko buku
untuk membeli buku referensi dan catatan cadangan, jadi sepulang sekolah dirinya berpisah dengan Mahiru. Namun, ketika ia sedang bersiap-siap pulang di kelas, tiba-tiba
seorang teman sekelas berbicara kepadanya.
Ini
adalah sesuatu yang tak terbayangkan oleh
Amane di masa lalu, tetapi sejak berpacaran dengan Mahiru, ia mulai berbicara dengan teman
sekelasnya. Meski demikian, Amane tidak memiliki hubungan yang
dekat dengannya; jika ada yang perlu dibicarakan, mereka bisa bercakap-cakap dengan lancar, tapi dirinya tidak akan secara aktif mencari
pembicaraan. Hanya sebatas itulah hubungan mereka.
Amane
merasa bingung mengapa teman sekelasnya
menghampirinya, tapi temannya justru menatapnya dengan tatapan seolah meminta
sesuatu.
“Tachikawa,
ada apa?”
“Begini,
apa aku boleh menyalin catatanmu dari pelajaran minggu lalu?”
Amane mengira ia akan meminta sesuatu yang
penting, tetapi ternyata itu hanyalah
hal biasa. Catatatan Amane
sudah rapi dan tidak ada masalah jika dilihat orang lain. Dirinya tidak keberatan meminjamkan
catatan, tapi ia merasa
heran karena Tachikawa yang dikenalnya adalah orang yang serius, jadi Amane dibuat terkejut ia tidak
mencatat.
Mungkin
merasakan keraguannya, alis
Tachikawa sedikit terkulai lemas.
“Cukup
bagian yang kemarin saja. Aku absen
karena terjangkit flu. Aku ingin minta tolong ke
yang lain, tapi mereka bilang tidak mencatat dengan baik.”
“Oh,
Tachikawa memang absen. Aku tidak
masalah sih, tapi kenapa harus aku?"
“Karena
di sini satu-satunya orang yang
bisa diajak bicara dengan santai dan terlihat serius mencatat itu cuma kamu saja,
Fujimiya.”
Memang, beberapa siswa yang tersisa di kelas hanyalah Amane, Itsuki, beberapa siswi,
dan teman Tachikawa. Mahiru sedang belajar satu lawan satu dengan Chitose, jadi
mereka terpisah. Jika Tachikawa harus
meminta bantuan, wajar saja jika dirinya
harus memilih antara
dirinya dan Itsuki. Mungkin keputusan itu berdasarkan
nilai.
Jika
hanya berdasarkan kemudahan, tentu saja Itsuki yang lebih unggul, jadi Amane bisa sedikit memahami kenapa Tachikawa memilihnya.
“Aku
menghargai pujianmu, tapi kamu yakin mau melihat
punyaku?”
“Cuma kamu yang paling cocok, Fujimiya.
Sepertinya kamu sering membantu Shirakawa dan mencatat bagian yang mungkin
keluar di ujian. Bahkan jika Shiina-san
ada di sini, aku tidak bisa memintanya, dan rasanya tidak enakan juga padamu...”
Sebenarnya,
Amane tidak merasa cemburu jika ia
berinteraksi dengan Mahiru, dan jika Tachikawa
lebih memilih bantuan Mahiru, hal itu juga baik-baik saja. Namun,
menyebut orang yang tidak ada di sini tidak ada gunanya, jadi jika Tachikawa
menginginkan catatannya, Amane tidak akan menolak.
“Aku
akan membalas budi nanti!
Jadi tolong banget!”
“Sebenarnya kamu tidak perlu membalas segala, tapi, ini... silakan.”
Alasan
kenapa Tachikawa kelihatan begitu terdesak mungkin
karena ujian semakin dekat dan waktunya
semakin sedikit. Amane tidak
ingin membuatnya merasa tertekan, jadi dirinya
mengeluarkan binder dari tas dan menyerahkannya. Ekspresi Tachikawa
seketika langsung ceria.
“Terima
kasih! Aku akan segera menyalinnya!”
“Ya, catat
baik-baik ya.”
Mungkin
Tachikawa merasa bersalah karena membuat Amane
menunggu, jadi dirinya melesat keluar dari kelas
sambil membawa binder, dan melihat punggungnya yang pergi, Amane terkekeh dengan kecepatannya.
Sementara itu, sepertinya Itsuki sudah siap pulang dan mendekatinya dengan ceria.
“Ada
apa?”
“Bukan
apa-apa, Tachikawa tadi meminta
salinan catatanku, jadi
aku hanya memberikannya. Ia pasti
sedang menuju mesin fotokopi di lantai satu, jadi ia akan kembali sebentar
lagi.”
“Ah,
pantesan. Aku mengerti kenapa ia memilihmu. Kamu memang teliti dalam hal-hal
seperti itu.”
“Jangan
bicara seolah-olah yang lain berantakan.”
“Sebelum
dekat dengan Shiina, keadaan kamarmu berantakan sekali, ‘kan?”
“…
Itu ya itu, ini ya ini.”
“Ya,
ya.”
Walaupun sulit
untuk membayangkannya dan ia juga
tak ingin memikirkannya sekarang, tapi saat Amane pertama kali bertemu Mahiru,
kamarnya benar-benar keadaan
kacau.
Meskipun
dirinya tetap
rajin membuang sampah dengan rapi dan tidak sampai ada
serangga, kamarnya begitu berantakan
dengan barang-barang yang berserakan sehingga sulit untuk melangkah.
Sebenarnya, Itsuki lebih sering melihat kekacauan kamarnya dibandingkan Mahiru, jadi ketika
Itsuki mengatakan itu, Amane tidak
bisa membantah. Dirinya
hanya menyimpan barang-barang di tempat yang tidak terlihat saat Itsuki datang,
tapi itu hanya penipuan untuk menyebutnya rapi, dan Amane tidak bisa membantah tentang
keadaan 'berantakan' itu.
(… Aku sudah membereskannya dengan rapi sekarang.)
Setelah
Mahiru memberi arahan tentang bersih-bersih dan merapikan, rumah Amane kini
terjaga sebagai ruang yang bersih dan teratur. Dirinya
berusaha untuk secara sukarela merapikan dan membersihkan, jadi tidak ada
situasi di mana Mahiru sering mengingatkan.
“Yah,
catatanmu cukup rapi dan ringkas, jadi orang-orang tahu itu mudah dibaca.”
“Aku
senang mendapat penilaian seperti itu, tapi kenapa mereka bisa mengetahuinya?”
“Aku
sering menunjukkan catatanku pada Chitose, jadi ia pasti
melihatnya. Shiina juga memujimu, jadi mereka menganggapnya begitu.”
“Ya,
tidak masalah. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Chitose? Apa dia baik-baik
saja dengan belajarnya? Ujian
akhir semester sudah semakin dekat, dan cakupannya sangat
luas, ‘kan?”
“Dia
pasti sedang teriak-teriak.”
“Sudah
kuduga bakalan begitu.”
Sepertinya ada
perubahan hati di antara mereka berdua setelah insiden pelarian Itsuki di akhir
tahun. Meskipun belakangan ini dia
sangat serius, caranya menyerap
pelajaran sebelumnya tidak baik. Wajar saja
begitu karena Chitose
sedang mempelajari kembali hal-hal yang sebelumnya dia anggap sepele, dan cakupannya
sangat besar. Jika hanya dengan semangat baru dan kerja keras itu bisa diingat
dengan mudah, tentu tidak akan ada kesulitan.
Dalam
situasi seperti ini, Itsuki tampaknya bisa menilai garis batas yang tepat dan
tidak terlihat terlalu kesulitan seperti Chitose.
“Yah,
hari ini dia bilang akan belajar dengan Shiina saja berdua.”
“Dia
memang bilang begitu, makanya kita jadi pulang
sendiri-sendiri. ... Mahiru lebih spartan jika cuma ada mereka berdua, jadi aku berharap
dia bisa berjuang.”
“Uh,
sepertinya bakalan ada pesan
keluhan yang akan masuk.”
Meskipun Chitose tidak akan melarikan diri, dia
pasti akan mengeluh, jadi Amane bisa membayangkan dia akan
mengadu kepada Itsuki. Biasanya, Mahiru adalah orang yang mengadu, tetapi
sekarang Mahiru ada di sisi yang membuat Chitose menangis, jadi dia mungkin
akan bergantung pada pacarnya.
"Amane,
kamu tidak ada jadwal kerjaan
paruh waktu hari ini, ‘kan?”
“Kalau
pun ada, aku tidak akan tinggal di
kelas. Aku berencana mampir ke toko buku setelah pulang.”
Hari-hari
tanpa kerja biasanya dihabiskan dengan belajar bersama Mahiru atau
menyelesaikan tugas PR yang
tertinggal, tetapi bukannya
berarti Amane selalu bersama
Mahiru. Mereka berdua memiliki hubungan sosial
dan hal-hal yang ingin dilakukan masing-masing, jadi mereka berusaha untuk tidak mengikat
satu sama lain.
Hari ini,
karena Mahiru akan belajar dengan Chitose, maka Amane juga memutuskan untuk
menyelesaikan hal yang ingin dilakukannya.
“Kalau
gitu, aku ikutan saja lah. Aku
juga ingin membeli buku untuk materi kelas tiga.”
“Yah, mau
ngikut sih tidak masalah, tapi kamu sudah serius
sekarang, ya.”
“Tentu
saja. Mana mungkin aku akan melarikan diri selamanya, dan aku sudah memutuskannya.”
“Syukurlah
kalau begitu.”
Sejak
saat itu, sikap Itsuki yang lebih terbuka sangat mencolok, dan keseriusannya
dalam belajar bahkan mempengaruhi teman-teman sekelas. Berkat itu, citra kelas mereka yang sebelumnya sudah dianggap
serius kini mendapat reputasi yang lebih baik dari para guru. Hal tersebut membuat Amane tersadar bahwa ada
banyak hal yang tidak terduga.
“Oi~
Fujimiya, terima kasih banyak ya!”
Sementara
itu, Tachikawa datang dengan cepat setelah menyelesaikan salinan, dan Amane
menerima binder dari Tachikawa yang tersenyum cerah.
“Dan
maaf ya!”
“Kenapa
kamu minta maaf padaku?”
“Eh,
tidak, aku mengopi lebih banyak dari yang kuminta...
maaf.”
“Ah,
begitu. Tidak apa-apa, itu tidak masalah.”
Lagipula,
biaya fotokopi ditanggung oleh Tachikawa, jadi Amane tidak dirugikan, dan setelah
melihat isinya, tidak ada kerusakan atau kotoran, jadi Amane tidak merasa perlu
mengomentari. Justru, dirinya
merasa senang karena Tachikawa dengan
jujur mengungkapkan hal itu. Jika ia tidak mengatakannya, Amane
tidak akan tahu, ia dengan
sengaja memberi tahu dan meminta maaf, jadi Amane
bisa melihat betapa baiknya Tachikawa.
“Terima
kasih banyak. Aku pasti akan membalas budi ini...!”
“Tidak
usah terlalu dipikirkan. Aku tidak merasa
terbebani kok.”
“Tapi tetap
saja...”
“Santai
saja, santai saja. Oh, bagian catatan yang ditulis dengan
tinta merah di kolom catatan itu adalah yang dikatakan guru akan muncul di
ujian, jadi saat belajar ulang, kamu sebaiknya
fokus di situ. Katanya itu juga
muncul tahun lalu dan tahun sebelumnya.”
“Ini
sangat membantu!” seru Tachikawa.
“Eh,
aku juga mau lihat dong!” ujar Itsuki.
“Kamu
kan sudah serius belajar.” balas Amane.
“Aku
ingin melihat perbedaannya dengan
catatanku.”
“Ya
sudah, baiklah.”
“Kenapa
kamu bersikap baik kepada Tachikawa, tapi keras
padaku! Rasanya tidak adil!”
“Tentu
saja aku tidak bisa bersikap kasar kepada orang yang tidak bisa mencatat karena
alasan yang tidak bisa dihindari dan meminta dengan sopan.”
Tentu
saja ada perbedaan dalam perlakuan terhadap orang yang tidak bisa mencatat
karena alasan yang tidak bisa dihindari dan orang yang meminta hanya karena
rasa ingin tahunya.
Melihat
Itsuki berpura-pura menangis, Tachikawa tertawa terbahak-bahak, dan Amane pun
ikut tersenyum.
✧ ₊ ✦ ₊ ✧
“…
Dunia ini cepat sekali berubah, ya. Padahal
rasanya hari Valentine baru saja
berlalu, tapi sekarang sudah mulai ada promo khusus White Day.”
Setelah
berpisah dengan Tachikawa, Amane menuju pusat perbelanjaan yang terdapat toko bukunya, tetapi suasana di dalam sudah
berubah sejak kunjungan sebelumnya.
Meskipun
begitu, dekorasi di pusat perbelanjaan ini masih sama, hanya saja slogan-slogan
yang ada kini berhubungan dengan White Day. Area pameran juga masih
menampilkan showcase yang sama, tetapi isinya sudah mulai bercampur dengan
berbagai jenis makanan lain selain cokelat.
Perubahan
dari nuansa Natal ke Tahun Baru biasanya
sangat besar, jadi kali ini terasa jauh lebih hemat energi. Setlah memeriksa dengan cermat dan berhasil membeli
barang yang mereka inginkan di toko buku, Amane dan Itsuki juga melihat-lihat di sekitar pusat perbelanjaan. Mereka
sering melihat kios makanan
yang mempromosikan White Day.
“Jangan
lupa juga ada perayaan
Hinamatsuri.”
“Di
zaman modern ini, sepertinya strategi pemasaran perusahaan lebih diutamakan
daripada tradisi.”
“Ya,
sebagai perusahaan, tentu lebih baik jika ada uang dalam jumlah besar yang bisa beredar. Mungkin kita juga seharusnya bersyukur karena kita bisa menikmati makanan enak.”
“Itu
hanya ucapan bagi mereka yang bisa mendapatkannya, kan?”
“Eh,
tidak juga, pasti ada yang membeli untuk
diri mereka sendiri...”
Amane
merasa kesal meskipun mereka bercanda. Baru-baru ini, ada banyak toko terkenal yang menjual
produk mereka di area pameran dengan tema cokelat, dan pelanggan yang
menantikan acara itu sepertinya semakin banyak setiap tahunnya.
Banyak
orang yang memahami bahwa itu adalah strategi bisnis dan tetap ikut serta, jadi
Amane tidak merasa perlu untuk mengomentari lebih jauh. Lagipula, tidak pantas
bagi orang yang mendapatkan manfaat untuk mengeluh tentang hal itu.
Mengingat
bahwa Amane juga mendapat manfaat dari promo White Day tahun lalu, jadi dirinya semakin tidak bisa
mengeluh.
“White
Day, ya.”
Hari
ketika orang yang menerima cokelat di Hari Valentine membalas perasaan dan ucapan terima
kasih.
“Yuuta
setiap tahun pasti mengalami kesulitan dengan acara ini.”
“Biaya yang dikeluarkannya pasti
besar.”
“Iya,
pastinya. Meskipun begitu, ia tetap
dengan setia mengembalikannya, itu luar biasa.”
Banyak
teman sekelas yang merasa iri pada Yuuta, tetapi Amane sama sekali tidak merasa
iri.
Mungkin
bagi laki-laki, ada rasa iri karena Yuuta populer, tetapi jelas sekali bahwa
itu akan menimbulkan persaingan, dan jika dibiarkan, masalahnya bisa mengarah
kepada Yuuta sendiri.
Amane
tidak ingin berada dalam posisi di mana ia bisa
dikucilkan dalam sekejap jika dirinya tidak berhati-hati
dalam bertingkah. Setelah mendengar cerita
tentang Yuuta, dirinya
semakin merasa demikian.
Jika Yuuta
menerima begitu banyak cokelat di Hari Valentine, maka membawa pulang bahkan
bisa menjadi masalah. Amane melihat sendiri betapa kesulitannya Yuuta, dan bahkan Itsuki
sempat membantunya.
Selain
itu, ia harus menghabiskannya. Mengingat sifat Yuuta, sangat tidak mungkin
baginya untuk membuang makanan, jadi jika ia harus memakannya semua,
pengelolaan kalori dan nutrisi menjadi hal yang wajib.
Lebih
jauh lagi, ia harus mengingat nama orang yang memberinya cokelat dan menyiapkan
balasan, jadi jika dipikir-pikir kembali,
Amane tidak akan pernah ingin atau bisa berada dalam posisi Yuuta.
“Rasanya benar-benar
terlihat bahwa ia sangat teliti dalam hal ini. Sungguh
menakjubkan.”
“Ia
sudah disiplin sejak SMP.”
“Kalau
dipikir-pikir, kenapa tidak dilarang sama
peraturan sekolah, ya?”
“Kurasa
mereka hanya membiarkan Valentine dan White Day. Tekanan dari siswa
sangat besar. Sepertinya ada protes besar ketika mereka mencoba menegakkan
aturan di masa lalu.”
“Itulah
kekuatan persatuan yang menakjubkan.”
“Kekuatan
perempuan memang menakutkan. Ngomong-ngomong, Amane, kamu mau bagaimana untuk White
Day nanti?”
“Justru itu
masalahnya. Balasan untuk White Day adalah yang paling sulit untuk dipilih. Itu
menguji selera dan kemampuan observasi sehari-hari.”
Dan Amane
juga bingung tentang balasannya. Berbeda dengan Yuuta, yang biasanya hanya
menerima cokelat sebagai tanda terima kasih, masalahnya adalah balasan untuk
Mahiru.
Tahun
lalu, setelah berbicara dengan pegawai toko, ia memberikan gelang dan tiga
kupon untuk melakukan apa pun yang diminta, tetapi tahun ini ia masih kebingungan untuk memilih.
Tahun
lalu, mereka belum berpacaran dan tidak menyadari bahwa ia menyukai Mahiru
sebagai lawan jenis, tetapi tahun ini berbeda. Tahun ini, syarat utamanya
adalah memberikan balasan kepada pacarnya.
Amane
sudah memiliki beberapa ide, tetapi tetap saja ada yang membuatnya kurang puas.
“Begitu
juga dengan Shiina-san, tahun ini
jumlah balasan yang diberikan meningkat secara mewah, ya."
“Selain
Mahiru, yang lain pada dasarnya hanya sekadar tanda terima kasih.”
“Pada
dasarnya, ya~.”
“Tanpa
komentar.”
“Yah,
aku tidak akan menyelidiki kehidupan pribadimu. Jika terlalu mengorek, aku bisa dimarahi.”
Itsuki
adalah orang yang bisa dengan tepat menghindari topik yang ingin dihindari Amane,
jadi ia bisa dipercaya dalam hal itu. Sebaliknya, di tempat yang dianggap aman,
dirinya akan masuk dengan semangat.
“Jika
kamu mengerti, seharusnya kamu konsisten dalam hal itu.”
“Nyahaha.”
“Cara
ketawamu kelihatan banget lagi mengelak.”
“Ngomong-ngomong
soal itu...”
“Oi, jangan
seenaknya mengalihkan pembicaraan.”
Mengenai
pengakuan yang dimaksud, Amane tidak mengatakan apa-apa kepada Itsuki karena
mempertimbangkan perasaan Konishi, tapi ia merasa sepertinya Itsuki bisa
merasakan sesuatu.
“Ya,
mungkin memberikan makanan manis yang cukup bagus yang dibungkus dengan baik bisa menjadi pilihan yang aman. Mereka
juga pasti memberi cokelat sebagai tanda terima kasih, jadi makanan yang bisa
dimakan adalah pilihan yang tepat. Aku juga menerima dari gadis-gadis lain di kelas, tetapi aku
berencana memberikan balasan yang tidak akan tersisa.”
“Yah, makanan yang bisa dimakan dan
tahan lama adalah pilihan yang aman. Jika itu makanan, paling tidak bisa
dibuang. Ngomong-ngomong, apa Chitose menginginkan sesuatu? Dia pasti sudah berusaha keras, jadi aku ingin
memberikan balasan yang setimpal.”
“Sepertinya
dia memang menghabiskan banyak usaha dalam hal itu.”
“Kenapa
dia harus serius menggodaku seperti itu...”
Sejujurnya,
Amane ingin mengatakan bahwa ada usaha
yang berlebihan di tempat yang tidak perlu, tapi itu mungkin hasil pemikiran
Chitose. Jika memikirkan tentang tahun lalu, seharusnya semua yang bukan ‘kena’ dari Chitose sudah pasti memiliki
rasa yang enak, dan ada jaminan dari Mahiru.
Sepertinya
dibutuhkan lebih banyak usaha dan perasaan untuk membuatnya daripada cokelat buatan tangan
yang kurang baik, jadi Amane berpikir
akan mempertimbangkan hal itu dalam hadiah
balasannya.
“Ah~ kurasa itu karena perpaduan reaksimu yang
lucu, cara untuk menghilangkan stres belajar sambil menikmati hobinya. Chitose
sendiri suka memakannya.”
“Tidak,
pada dasarnya itu pasti enak. Hanya saja ada beberapa yang aneh yang dicampur adukkan dan mencoba
merusak seleraku. Tapi ya, aku tetap bisa menikmatinya dengan baik.”
“Aku yakin
pasti ada penetral rasa dari Shiina-san.”
“Berisik.
Jadi, apa ada sesuatu yang diinginkan Chitose?”
“Mungkin
semangat belajar.”
“Kalau itu sih dia harus
menemukannya sendiri.”
Meskipun Chitose sudah serius belajar sejak awal
tahun, wajar jika perasaannya cenderung tidak ingin melakukannya. Meskipun
begitu, rasanya tetap luar biasa bahwa dia masih
melakukannya.
“Jika
dia tidak memiliki sesuatu
yang diinginkan atau benda
yang disukai, mungkin paket kue kering dari toko kue
favorit Chitose bisa menjadi
pilihan. Karena belajar juga membutuhkan gula, kan?”
“Jika
kamu mengatakan itu kepada
Chii, dia pasti akan terisak dan
menangis.”
“Itu
berarti dia tidak ingin memikirkan tentang belajar.”
“Hahaha.
Tapi dia benar-benar berusaha keras.”
“Aku
tahu itu....
Setidaknya aku tahu dia berusaha dengan semangat. Kamu juga.”
“Ya,
mungkin semua orang merasakannya pada waktu seperti ini.”
“Tapi
kupikir itu luar biasa karena dia tetap berusaha.”
Itsuki
adalah tipe laki-laki yang jika sudah mengambil keputusan, ia akan mewujudkannya.
Meskipun
ada yang ingin ia sampaikan kepada ayahnya, demi bisa
membalas argumen ayahnya dan mencapai posisi
negosiasi, ia bekerja dengan serius, dan itu membuat Amane merasa lebih bersemangat.
“Apa-apaan ini, tolong jangan mendadak bersikap
manis begitu. Rasanya
memalukan tau......
Jadi, kamu mau memberikan balasan apa kepada
Shiina-san?”
“Ah,
soal itu. Kurasa kamu
sudah bisa mengetahuinya dari
ulang tahun atau Natal sebelumnya, tetapi Mahiru tidak pernah mengatakan apa
yang diinginkannya.”
“Sepertinya
dia tidak memiliki keinginan akan barang-barang.”
Seperti
yang dikatakan Itsuki, Mahiru tidak memiliki keinginan
material yang kuat.
Meski tidak
bisa dibilang tidak ada sama sekali, tetapi bisa dikatakan bahwa tidak ada rasa
keterikatan. Sepertinya apa yang diinginkan dan yang dibutuhkan oleh Mahiru
tidak sama. Jika itu sesuatu yang diperlukan, dia akan membelinya tanpa ragu,
tapi ketika berbicara tentang apa yang diinginkannya, Mahiru sendiri akan merasa bingung tentang apa yang
sebenarnya dia inginkan, menunjukkan bahwa dia tidak terlalu materialistis.
Bagi Amane, memilih hadiah balasan sudah menjadi tantangan yang
lebih sulit dibandingkan orang lain.
“Aku
lebih menemukan kebahagiaan pada kenyataan bahwa Mahiru memikirkanku daripada
pada barang itu sendiri. Meskipun dia juga senang dengan barangnya, tetapi
waktu dan perasaan yang dihabiskan untuk memilihnya terasa lebih penting,
bukan?”
“Aku
mengerti apa yang kamu maksud. Lagipula, kamu juga biasanya merasa seperti itu
ketika menerima sesuatu dari
Shiina-san, ‘kan?
Lagipula, kamu juga tidak terlalu memiliki keinginan akan barang.”
“Berisik.”
“Kamu
dan dia memang mirip.”
Bukan
berarti Amane tidak memiliki keinginan materi,
tetapi ia lebih memperhatikan hal-hal seperti makanan yang enak, kamar yang
bersih, dan waktu yang tenang, sehingga ia tidak terlalu menginginkan
barang-barang fisik.
Mungkin
Mahiru juga memiliki sifat yang mirip, jadi jika dikatakan mirip, Amane tidak bisa membantahnya, tetapi nada suara Itsuki yang menggoda membuatnya sedikit
kesal, jadi ia hanya melirik dengan tajam.
Amane
sudah tahu bahwa Itsuki sama sekali tidak terpengaruh, jadi dirinya menghela napas dalam-dalam dan
dengan ringan menyenggol siku Itsuki.
“Jadi,
apa kamu sudah ada
ide?” tanya Itsuki.
“Ketimbang
ide, aku punya satu pemikiran tentang apa yang mungkin membuatnya merasa senang.” Balas Amane.
“Oho~.”
“Kurasa
mengundangnya ke tempat kerjaku akan membuatnya senang.”
Satu-satunya hal yang terlintas dalam pikiran
Amane yang mungkin membuat Mahiru
senang ialah menunjukkan penampilan dirinya saat bekerja.
Meskipun Amane
sudah mengatakan bahwa dirinya masih belum mahir, Mahiru dengan tulus tidak terlalu memaksakan hal itu, tapi
tampaknya Mahiru sangat ingin melihatnya sampai-sampai dia tidak bisa menahan
diri untuk meminta penampilan seragam kerjanya.
Amane
sendiri merasa heran mengapa dia sangat ingin
melihatnya, tetapi jika seandainya Mahiru
bekerja paruh waktu di tempat yang serupa, Amane juga pasti ingin melihatnya, jadi ia
tidak membantah keinginan itu.
(Tapi dia benar-benar terlalu berharap.)
Ketika
seseorang menunjukkan harapan dan kasih sayang dengan cara yang begitu jelas, Amane
mulai merasa cemas apa dirinya bisa
melakukan pekerjaan yang layak untuk memenuhi harapan tersebut.
Oleh
karena itu, Amane meminta Mahiru untuk menunggu sampai ia sudah terbiasa, tetapi sepertinya
Mahiru mulai merasa lelah menunggu, jadi ia berpikir bahwa ini adalah
kesempatan yang baik untuk mengundangnya.
“Menurut
pendapat pribadiku sih, memang seharusnya kamu sudah mengundangnya sejak lama.”
“Ak-Aku
masih sibuk dan belum terbiasa..... Selain itu, rasanya cukup memalukan.
Melihat aku mengenakan seragam kerja atau saat melayani pelanggan, bukannya itu lebih memalukan daripada
dilihat saat baru bangun tidur?”
“Jadi kamu
sering dilihat saat baru bangun tidur, ya.”
“Berisik.”
“Jadi
kamu tidak membantah itu, ya.”
“...Dia sesekali pernah menginap, jadi tidak ada salahnya mengenai itu.
Meskipun ini tidak
seperti yang kamu bayangkan.”
Karena
senyuman nakal Itsuki semakin melebar dan menyebalkan,
Amane sekali lagi menyikutnya dan berbicara dengan suara
rendah.
Meskipun
frekuensi menginap Mahiru
tidak terlalu sering, tetapi ada beberapa yang terjadi secara teratur.
Apa yang
dipikirkan Itsuki bukanlah janji antara dirinya
dan Mahiru, melainkan sebuah ikatan dari sisi Amane, tapi entah Itsuki akan mempercayainya atau tidak merupakan masalah
lain.
(Dari sudut pandangnya, kurasa aku hanyalah
pria pengecut yang terlalu menyukai Mahiru
sampai tidak berani berbuat apa-apa pada pacarnya sendiri.)
Dirinya
bukan pengecut, sama sekali tidak.
Jika dirinya memang penakut, Amane tidak akan pernah berani menyentuh tubuh Mahiru,
dan dirinya tidak akan melakukan hal-hal
yang melanggar janjinya sendiri.
Namun, Amane tidak ingin mengatakannya, jadi ia hanya memberikan tatapan dingin pada Itsuki.
“Iya deh,
iya, aku paham kok, kamu memang cuma pemalu saja. Jadi, apa kamu sudah cukup
terbiasa untuk menunjukkan diri?”
“Setelah
empat bulan bekerja,
meskipun aku tidak bisa mengatakan bahwa aku sudah sepenuhnya siap, aku sudah
lebih terbiasa untuk dilihat. ...Mahiru juga pasti sudah lelah menunggu, ‘kan?”
“Mengenai
itu sih, Shiina-san
pasti akan tertarik pada apa pun tentangmu. Kamu benar-benar dicintai.”
“Aku
tahu. Aku sangat bersyukur karenanya.”
Amane yang menjadi
pihak penerima, bisa merasakan cinta sepenuh hati dari
Mahiru dengan sangat jelas. Dirinya
bisa merasakan kasih sayangnya bukan hanya dari perkataan,
tetapi juga dari tatapan, sikap, dan setiap gerak-geriknya.
Karena Amane juga begitu mencintainya, mau tak mau dirinya ingin
menghormati pendapat dan perasaannya, dan membalas kebaikan Mahiru yang selalu mempertimbangkan
perasaannya.
Jika hal itu membuat pacarnya bahagia, meskipun sedikit
memalukan, Amane ingin
menunjukkan sosok dirinta yang
bekerja dengan baik. Keinginan yang kuat muncul dari dalam hatinya.
Mungkin kedengarannya agak congkak jika ia mengatakan
bahwa itu semua demi Mahiru,
tetapi Amane merasa kalau dirinya bisa melakukan apa saja
demi senyum sang kekasih tercinta.
“Perubahan
terbesar yang terjai padamu adalah kemampuanmu untuk
menerima segalanya dengan
tulus, Amane.”
“Karena
ada orang yang selalu menyuruhku untuk jangan
terus-terusan minder dan merendahkan diri.”
Amane sering
menganggap rendah dirinya sendiri di masa lalu.
Orang tuanya juga pernah mengatakan hal yang
sama, tetapi yang paling berpengaruh adalah teman terdekat dan orang yang
paling dicintainya. Mereka selalu mendorongnya maju dan tidak melihat ke
belakang.
Amane berpikir bahwa dirinya masih belum sepenuhnya
terbebas dari kebiasaan merendahkan diri, tetapi berkat upayanya yang terus-menerus, sedikit demi sedikit Amane bisa
mendapatkan kepercayaan diri dan bisa melihat ke depan serta mengukur posisinya.
Dirinya
merasa nostalgia ketika mengingat bahwa dulu ia
merupakan orang yang sangat pemurung dan gampang minderan, jadi Amane bisa merasakan sendiri kalau dirinya sudah banyak
berubah.
“Setidaknya
ada tiga orang yang mengingatkanmu, kan?”
“...Terima
kasih atas itu.”
“Tidak, tidak, tidak, jangan khawatir tentang itu.”
Meskipun ia mendapat beberapa dorongan
yang cukup kuat, Amane sangat
bersyukur karena berkat hal itulah ia
bisa menjadi dirinya yang
sekarang.
Meski
begitu, ia pernah ditendang pantatnya
sebelumnya, jadi Amane
bersumpah pada dirinya sendiri
bahwa suatu hari jika Itsuki mulai merengek, ia
akan menendangnya sebagai balasan.
Amane berpikir seharusnya aku sudah
mendorongnya sekali saat akhir tahun lalu, tetapi ia merasa kesempatan itu tidak akan
datang lagi.
“Pokoknya,
ini adalah balasan yang paling kupikirkan untuk membuat Mahiru bahagia. Aku tidak tahu apa ini
benar-benar bisa disebut balasan,
tapi....”
“Bukannya itu sudah cukup bagus? Jika kamu memang ingin
melakukan itu, kurasa Shiina-san
juga akan berpikir itulah yang
terbaik.”
“...Semoga
saja begitu."
“Kenapa
kamu masih merasa tidak percaya diri
sekarang sih? Padahal
tadi kamu kelihatan
percaya diri banget.”
"Tidak,
aku baik-baik saja dalam pekerjaan dan cara bergerak di tempat kerja. Tapi
Mahiru terlalu berharap padaku saat bekerja. Ini biasa saja, biasa.”
Amane berniat menunjukkan dirinya yang bekerja dengan baik, tetapi
ia merasa sedikit terbebani dengan
harapan yang begitu tinggi.
Di tempat
kerjanya, Amane mengenakan kemeja putih
dan rompi hitam, dengan celemek
gaya garson berwarna sama dan celana slacks, yang jelas-jelas merupakan seragam pelayan dan
bukanlah sesuatu yang aneh. Itu bukan pakaian pelayan yang dikenakan saat
festival budaya, dan karena foto diambil di siang hari, tidak ada yang baru.
Apa Mahiru benar-benar puas dengan ini?
“Karena
ini tentang Shiina-san, aku meyakini kalau
dia akan sangat bersemangat,” ucap Itsuki.
“Sangat
bersemangat, ya?”
“Shiina-san
biasanya terlihat tenang di sekolah, tapi
di antara teman-teman dekat, dia cukup menunjukkan sisi aslinya. Saat berkaitan denganmu, dia terlihat sangat senang,
jadi mungkin penampilanmu di
tempat kerja terasa menarik dan menggembirakan untuknya. Selain itu, ada
kemungkinan Shiina-san memiliki fetish pada
seragam.”
“Jangan
menambah hal baru pada Mahiru ketika dia sudah mendapati berbagai kecurigaan.”
“Kecurigaan...?”
“Aku
akan menyembunyikannya demi kehormatan Mahiru.”
Belakangan
ini, entah karena ulah seseorang atau mungkin karena ulah gadis yang sangat menyukai otot, Mahiru menunjukkan ketertarikan
terhadap tubuh Amane. Dengan tatapan yang sama sekali tidak merasa bersalah,
dia sering menyentuh dan mengamati otot Amane dengan begitu puas, sehingga Amane tidak bisa
mengeluh dan membiarkannya melakukan sesuka hati... Namun, jika elemen fetish pada seragam ditambahkan, hal itu bisa menjadi masalah besar,
jadi semoga itu hanya kekhawatiran yang tidak perlu.
Amane ingin menganggap bahwa Mahiru hanya suka melihatnya karena dia menyukainya.
“Jangan
membicarakan sesuatu
yang membuatku penasaran... Maksudku, palingan
itu hanya fetish Amane
yang bisa menjelaskan semuanya. Apa itu sangat mengganggumu?”
“Sudahlah,
kita tidak perlu membahas ini lagi.”
Karena
tidak baik membicarakan hal ini di depan orang yang bersangkutan dan menghakimi
berdasarkan dugaan, Amane
melambaikan tangan untuk menghentikan pembicaraan.
“Bagaimanapun juga, kurasa
hanya cara inilah yang bisa dijadikan hadiah balasan, tapi
jangan beri tahu Mahiru
dulu. Aku akan menyampaikan dengan baik.”
“Siapa juga yang akan melakukan sesuatu yang
pasti akan dibencimu seumur
hidup? Aku tidak bodoh untuk melakukan hal yang tidak diminta meski aku tidak berpur-pura.”
“Kalau
itu hanya berpura-pura, apa
kamu akan melakukannya...?”
“Karena
itu memang terlihat seperti pura-pura. Oh, ngomong-ngomong, kapan kamu akan mengundangku ke
tempat kerjamu?”
“Kamu sih
tidak perlu datang.”
“Kejam!”
“Kamu
juga sangat menolakku ketika aku ingin
datang ke tempat kerjamu sendiri... itu sama saja.”
Amane
yang langsung menolak membuat Itsuki
menunjukkan ketidakpuasan, tetapi Itsuki
juga tidak ingin Amane mendatangi
ke tempat kerjanya. Walaupun Amane tidak ada
niatan untuk menertawakannya, tapi
Itsuki tampaknya merasa malu untuk dilihat, dan hanya
pernah memanfaatkan tempat itu sekali saat ulang tahun Mahiru.
“Tapi
aku sudah bekerja dengan baik pada ulang tahun Shiina-san, sedangkan kamu tidak pernah menunjukkan apa
pun, Amane, rasanya itu tidak adil.”
Namun,
jika satu-satunya kesempatan itu diungkit-ungkit
kembali, Amane juga harus melakukan hal yang sama. Rasanya tidak adil jika hanya satu
pihak yang bisa, sementara yang lain tidak bisa
berkunjung, Amane
tidak ingin menjadi orang yang egois seperti itu.
Kemudian,
Amane dengan enggan berkata, “Setidaknya
datanglah nanti kapan-kapan setelah Mahiru.” Itsuki
tersenyum lebar dan mengangkat tangan, “Siap~!”
“Senyummu
menyebalkan.”
“Hiyaa~,
aku selalu ingin melihat senyum penjualanan itu.”
“Kamu
sudah melihatnya saat festival budaya...”
“Kamu kelihatan canggung karena aku ada di sana.
Aku ingin melihat bagaimana sosok Amane-kun
yang lebih formal~.”
“Kamu benar-benar
menjengkelkan.”
“Hahaha~”
Amane
melirik sinis Itsuki yang menunjukkan
sikap seolah-olah dirinya berhasil menang, akan tetapi
suasana hatinya kelihatan masih tidak berubah, jadi Amane hanya bisa menyerah dan menutup
bibirnya rapat-rapat.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya