Chapter 2 — Syuting Acara TV dan Pelarian
“…. Kencan?”
Setelah menyelesaikan
pekerjaannya ── Wakana yang sedang menunggu Ichigo keluar dari pintu belakang,
tanpa basa-basi langsung mengusulkan hal itu.
Dalam tiga hari ke depan, ada
jadwal di mana mereka berdua sama-sama mendapat hari libur.
Wakana menginginkan Ichigo melihatnya
sebagai seorang wanita setidaknya sekali saja.
Ichigo termenung ketika
mendengar usulan mendadak tersebut.
Namun, saat melihat tatapan
lurus matanya, Ichigo mendapatkan kembali ketenangannya.
Ya, Ia harus berpikir dengan
tenang dan objektif.
Sepanjang hari ini, Ia terus
memikirkan apa ada jalan keluar dari masalah yang Ia hadapi. Namun pada
akhirnya, dirinya masih belum menemukan ide yang jelas, dan juga tidak punya
memiliki kesempatan untuk membicarakannya dengan Wakana.
Sedangkan di sisi lain, Wakana
mencoba untuk membalikkan suasana yang canggung dan buntu tersebut dengan
menyesali perilakunya yang tiba-tiba dan sebaliknya, mempersiapkan perkembangan
selanjutnya.
Ichigo harus menerimanya, Ia juga
harus bekerja sama dengan Wakana.
Ichigo memahami ketulusan
sikapnya, dan karena alasan itu, dirinya tahu kalau Ia tidak bisa menolaknya.
“Aku mengerti, Wakana-san.”
Ichigo mengangguk kepada
Wakana, yang sedikit gemetar karena gugup.
“Aku juga tidak punya rencana
apapun pada hari itu. Aku akan membiarkan jadwalku kosong.”
Wakana menyetujuinya dengan
jelas dan dengan niat yang kuat.
“Aku juga merasa sedikit tidak
nyaman memberikan jawaban yang tergesa-gesa pada saat ini dalam hidupku. Jika
kamu bisa memberiku waktu untuk memikirkannya, itu akan sangat membantuku.
Kalau begitu, terima kasih banyak atas usulanmu.”
Ichigo menundukkan kepalanya
dan Wakana buru-buru menjawab, “Tidak, tidak, harusnya aku yang perlu
mengucapkan terima kasih banyak,” dengan senyum lega dan senang.
Dia memiliki keberanian untuk
mengajukan usulan, sehingga Ichigo tidak dapat meminta tanggapan yang lebih
pantas. Karena hal itu, ekspresinya dan suaranya yang meluap terdengar jelas
dan tegas. Sama seperti Sakura pada waktu itu.
… Sakura?
Tiba-tiba, Ichigo teringat
kembali mengenai kenangannya tentang Sakura. Mungkin karena Ia baru mengingat
tentang dirinya belakangan ini.
Mungkin berkat itu pula,
dirinya bisa merasakan cinta atau kasih sayang yang sama pada Wakana, yang mana
tumpang tindih dengan kenangannya.
“Kalau begitu, pak Manajer. Aku
akan memberitahumu jadwal dan rincian lainnya dalam waktu dekat.”
Dia berjalan ke tempat parkir
di atap bersama, dan ketika sampai ke mobilnya, Wakana berkata, “Aku berharap
bisa bertemu denganmu pada hari itu.”
“Ya, seharusnya akulah yang
mengatakan itu.”
Wakana pun tersenyum,
membungkuk, lalu memasuki mobilnya dan dia pergi dari tempat parkir.
“Luna-san.”
Ichigo duduk di kursi
pengemudi, menyalakan mesin, dan meletakkan tangannya di setir.
Ia mendadak baru mengingat
tentang Luna.
Hari ini, Luna tidak menunggu
kepulangannya di pintu keluar.
Hari-hari yang penuh keramaian,
bermasalah, dan merepotkan yang Ia habiskan bersama Luna.
Saat mereka berbagi waktu
bersama, Ichigo mulai memahami kepribadiannya, dan entah bagaimana dia merasa
bahwa Luna akan menunggunya kembali ke rumah hari ini.
“Mungkin aku saja yang terlalu
kepikiran…..?”
Usai mengemudi selama beberapa
menit, Ichigo pun tiba di rumah dinasnya. Namun, Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal
hatinya.
Entah kenapa, Luna terus ada
dalam pikirannya.
“Hmmm...”
Ichigo berganti dari pakaian
kerja dengan baju santainya. Ia lalu pergi ke ruang tamu, duduk di sofa, dan
mengambil ponselnya untuk membuka aplikasi pesan.
Ichigo merasa bimbang apa Ia harus
mengiriminya pesan atau tidak. Dirinya tidak tahu bagaimana menyampaikan
kekhawatiran itu melalui kata-kata, hingga pada akhirnya, Ichigo mendapati dirinya
mengirimi pesan yang mengatakan, “Apa aku
bisa datang mengunjungi tempatmu lagi dalam waktu dekat?”
“Mungkin aku terlalu mendadak….”
Pikir Ichigo, tapi pesannya
langsung dibaca dalam beberapa detik setelahnya, dan Luna langsung menjawab. 'Ya, boleh kok. Bagaimana kalau lusa malam,
apa kamu mau?”
Jawabannya terlihat sangat
alami, sama seperti sebelumnya. Melihat balasannya, Ichigo merasa lega.
“Lusa malam ya?”
Waktunya bertepatan dengan malam sebelum kencan
bersama Wakana. Mengenai waktunya sendiri tidak masalah, tapi Ichigo
kebingungan, bagaimana Ia harus menangani masalah ini?
Jika
kamu ingin menyampaikan sesuatu, maka kamu harus mempertimbangkan bagaimana
cara menyampaikannya, ya...
Memikirkan hal ini, Ichigo
membalas dengan pesan yang berisi persetujuan.
….. Pada saat ini, Ichigo masih
belum benar-benar memahami tentang perasaan Luna yang sebenarnya.
※※※※※
Lalu, dua hari kemudian.
“Baiklah, saya mohon kerja
samanya dengan anda hari ini.”
“Ya, saya mohon kerja samanya
juga dengan anda.”
Pada siang hari.
Ichigo sedang berdiskusi dengan
sekelompok pria dan wanita di toko. Mereka semua orang luar, tapi mereka bukan
orang-orang sales penjualan dari produsen produk atau inspektur peralatan.
Mereka terdiri dari wanita yang
mengenakan kemeja dan rok dengan rapi dan memegang mikrofon, lalu ada pria yang
membawa kamera serta peralatan lainnya.
Ichigo berada di tengah
pertemuan dengan pemimpin kelompok, seorang wanita yang mengenakan jas.
“Alur keseluruhan program akan
sesuai dengan skrip yang kami kirimkan kepada anda sebelumnya.”
“Ah, ya, saya sudah membaca
naskahnya.”
Mereka adalah kru dari salah
satu stasiun TV. Benar sekali, hari ini, toko yang dipimpin oleh Ichigo
mendapatkan wawancara dari sebuah stasiun TV.
Namun, kunjungan mereka
bukanlah kunjungan mendadak, melainkan sesuatu yang sudah dilaporkan kepada
kantor pusat beberapa waktu sebelumnya.
Program tersebut ditujukan
untuk variety show yang sedang naik daun di kalangan penonton.
Acara tersebut memiliki sesi di
mana mereka memperkenalkan berbagai aneka barang yang populer serta barang
berguna yang direkomendasikan, dan mereka ada di sana untuk mewawancarai
manajer toko.
“Cukup bersikap wajar dan
jawablah pertanyaan dengan cara yang normal. Anda tidak perlu mengkhawatirkan
apakah Anda mengatakan sesuatu yang buruk atau tidak. Selama yang Anda katakan tetap masuk akal, maka tidak ada masalah.
Setelah itu, pihak kami juga akan
memperbaikinya dengan mengeditnya.”
“Baiklah.”
Ichigo menjawab pertanyaan sama
seperti yang dikatakan olehnya, berkeliling di sekitar toko dengan seorang
reporter yang memegang mikrofon dan kru kamera.
Ketika Ichigo pertama kali
mendengar kalau dirinya akan diwawancarai untuk acara televisi, Ia sempat
merasa terkejut, tapi ketika hari acaranya benarbenar tiba, Ia menyadari kalau
dirinya tidaklah begitu gugup.
Ini bukanlah proyek besar di
mana para selebriti akan berkeliling toko dan berbelanja; acara ini hanyalah
semacam penggalan dari program berita.
Karena ini adalah semacam
pengambilan video dalam skala kecil, para pelanggan di dalam toko tidak terlalu
memperhatikannya.
Namun, para gadis kampus
pekerja paruh waktu seperti Sasaki, Ishidate, dan Horinouchi terlihat sedikit
tertarik, mereka melirik ke depan dan belakang toko, mereka juga sesekali
mencoba melihat ke arah kamera.
“Selamat datang~! Jika ada
sesuatu yang dapat kami lakukan, jangan ragu-ragu untuk bertanya!”
Aoyama, seorang mahasiswa paruh
waktu yang berkuliah di perguruan tinggi olahraga, juga menyapa pelanggan lebih
bersemangat dari biasanya, dan Ichigo sempat melihat kalau Ia membantu
mengangkut barang.
Padahal
aku sudah memperingati mereka saat meeting pagi tadi supaya tidak terlalu sadar
kalau mereka sedang disyuting untuk acara TV….
“Begitu ya, jadi maksud Anda
papan talenan sekali pakai, wadah nasi microwave, dan peralatan masak hemat
waktu lainnya laris manis akhir akhir ini?”
“Ya, demi membuat jam sibuk
pagi lebih efisien, produk yang membantu menghemat waktu memasak akan semakin
populer.”
Pengenalan produk terjadwal dan
wawancara tentang tren penjualan terkini di toko barang dagangan umum, telah
berakhir.
Lalu akhirnya, Ichigo dan kru
TV menuju ruang kerajinan.
Hal ini dilakukan demi
memamerkan tren mode terkini dan fasilitas toko mesin.
“Di dalam lokakarya ini, kalian
bisa meminjam ruang dan alat untuk membuat berbagai macam barang dan perabotan.
Belakangan ini, jumlah pelanggan tetap, terutama di kalangan wanita yang
tertarik dengan DIY dan ibu rumah tangga bersama anakanak mereka, telah
meningkat, dan kursus serta kelas kerajinan yang diadakan secara teratur juga
semakin populer.”
Kamera mengambil video
sekeliling ruang lokakarya bersamaan dengan dialog reporter wanita tersebut.
“Dan juga, Jika Anda memiliki
pertanyaan, staf mereka yang berpengalaman akan dengan senang hati membantu
Anda.”
Kemudian, secara kebetulan dia
berada di sana. Luna yang sedang bersih-bersih di lokakarya, tertangkap
kamera.
“Ara~?”
Reporter itu melihat Luna dan
tertarik padanya. Dia baru saja mengatakan, seperti yang ada pada naskah, bahwa
dia adalah staf yang berpengalaman ......, tapi mungkin reporter wanita itu
merasa penasaran karena melihatnya sebagai siswa yang bekerja paruh waktu.
“Jadi, apakah dia yang
bertanggung jawab atas ruang kerajinan ini?”
“Ya, untuk sementara….”
Saat Ichigo menjawab,
sepertinya Luna juga memperhatikan bahwa ada anggota kru TV sedang
membicarakannya. Dia menghentikan pekerjaannya dan mendatangi mereka.
“Um, maafkan saya, apa saya
mengganggu syuting Anda?”
Ketika Luna bertanya dengan
cemas, wanita produser acara itu menjawab, “Tidak,
kamu tidak mengganggu sama sekali kok.”
“Kamu terlihat masih sangat
muda, tapi apa kamu memang bertanggung jawab atas lokakarya ini?” Reporter itu
kemudian bertanya.
“Ya, untuk sementara ini. Saya
memang masih pekerja paruh waktu, tapi saya mempelajarinya berkat bantuan para
senior yang ada di sini.”
Senyuman Luna saat dia menjawab
dengan polos, dipenuhi pesona masa muda dan bisa dibilang, sangatlah imut.
Baik reporter wanita dan
anggota kru laki-laki lain mau tak mau dibuat terkagum saat melihat ekspresinya.
“Um, permisi.”
Wanita yang merupakan seorang
produser kemudian mendekati Luna.
“Hoshigami-san …. ya?”
Dia melihat papan nama Luna dan
memastikannya seraya tersenyum lembut di wajahnya.
“Aku ingin meminta kerja samamu untuk membantu
kami dalam syuting program ini.”
“Eh? Anda meminta, bantuan
saya?”
Tawaran yang tibatiba itu juga
membuat Luna kebingungan.
“Benar. Hoshigami-san, dari
penampilanmu, kamu pekerja paruh waktu yang masih SMA, ‘kan?”
“Ah, ya, saya masih kelas 1 SMA.”
“Fakta bahwa kamu masih seorang
siswa SMA, tapi sudah bertanggung jawab atas ruang kerajinan di toko sebesar
ini merupakan hal yang sangat luar biasa. Aku pikir itu akan menjadi informasi
berharga untuk mendengar langsung darimu tentang toko ini dan mengenai
pekerjaanmu.”
“H-Haa….”
Luna masih merasa bingung.
Namun, Ichigo yang berada di
samping mereka bisa memahami apa yang ingin dikatakan wanita produser ini.
Dibandingkan dengan siswa lain
pada usia yang sama, Luna lebih berpengalaman, dan selain itu, secara
penampilan dia terlihat menarik.
Karena alasan itulah, ini
merupakan kesempatan yang sangat langka untuk mendengarkan pendapat dari
narasumber yang berharga, tapi karena ini untuk salah satu program TV, produser
itu menempatkannya dengan cara yang tidak terlalu formal.
“Meski begitu, kamu tidak perlu
terlalu gugup. Kami hanya akan melakukan
wawancara singkat. Kamu tinggal berbicara dengan bebas tentang apa yang kamu
sukai dari toko ini dan apa yang menurutmu bermanfaat tentang pekerjaanmu.
Bagaimana dengan itu?”
“Eh, Umm…”
“Kamu tidak perlu memikirkannya
terlalu serius. Lakukan saja dengan santai.”
Kemudian Ichigo datang dari
samping untuk menawarkan bantuan. Dari raut wajahnya, Luna juga tidak menolak
untuk tampil di TV.
Bahkan, dari sikap gelisahnya menunjukkan bahwa dia ingin melakukannya jika dia bisa, karena hal ini
merupakan pengalaman yang berharga baginya.
“Ya, tergantung pada
penjadwalan program dan semacamnya, mungkin saja mereka akan menayangkannya
atau mungkin juga tidak.”
“Begitu ya? Lalu….”
Luna kemudian melirik Ichigo.
Ichigo pun tersenyum padanya.
“Jika kamu tidak keberatan,
maka itu bukanlah masalah.”
“… Ya, kalau begitu, mohon kerja
samanya.”
Jadi, Luna tibatiba memutuskan
untuk bekerja sama dengan syuting TV.
Reporter itu juga menanyakan
beberapa pertanyaan kepada Luna yang sedikit gugup dan tegang di depan kamera.
Dia menanyakan
pertanyaanpertanyaan tentang kelas kerajinan dan sesi kursus.
Di sisi lain, Luna menjawab
pertanyaan reporter dengan lancar. Tidak ada kesalahan maupun bahasa gaul khas
anak muda.
Dia juga tampak tidak terlalu
kegirangan karena dia akan tampil di TV, melainkan merespons dengan tenang dan
mudah dipahami.
…Dia
benar-benar gadis yang sangat terampil untuk posisi tersebut.
“Begitu ya, jadi hal itu
merupakan kebetulan saat Anda menugaskannya di lokakarya.”
Reporter itu mengajukan
pertanyaan semacam itu kepada Ichigo, yang lagi lagi terkesan saat
memperhatikan Luna.
Reporter itu kemudian bertanya
kembali.
“Lalu, kenapa kamu memutuskan
untuk bekerja di toko ini, Hoshigami-san?”
“Ya, sebenarnya …. Ada
peristiwa tertentu yang menjadi alasan saya bekerja di sini…” Saat itu, Luna
melirik ke arah Ichigo yang berada di sampingnya.
“Suatu hari, Pak manajer, Kugiyama-san,
menyelamatkan saya ketika saya sedang dalam masalah.”
“Hee~, kira-kira mengenai apa
itu?”
Reporter itu tertarik dengan
cerita tersebut sehingga dia menanggapinya dengan anggukan setuju.
“Dalam perjalanan pulang dari
sekolah, Saya mengalami masalah ketika didekati oleh orang mabuk, dan Manajer
Kugiyama-san turun tangan serta menolongku. Saya sangat ketakutan dan tidak tahu
harus berbuat apa, jadi saya merasa sangat senang saat ditolong….”
Saat Luna menceritakan hal itu,
dia menunduk dan pipinya sedikit memerah.
“Kemudian, saya mengetahui bahwa Kugiyama-san
adalah manajer dari toko ini, dan mulai tertarik padanya, sehingga beliau
mempekerjakan saya sebagai pekerja paruh waktu.”
“Hee~, begitu ya. Jadi, kamu
mengikuti pak Manajer sampai ke sini, benar begitu?”
“Ya, kurang lebihnya seperti
itu. Namun sekarang, saya bekerja di sini karena benar-benar menyukai pekerjaan
ini. Saya mempelajari kegembiraan dari membuat kerajinan tangan dan berkat
bantuan orang-orang yang sangat baik sekaligus suka menolong, sehingga hal itu
membuatku menyukai toko dan pekerjaan ini.”
“Jadi begitu rupanya, itu kisah
yang menarik untuk didengar."
Kata-kata dan ekspresi wajahnya mengandung kemurnian dan kepolosan.
Kalimat polos yang dilontarkan Luna membuat wajah reporter itu tersenyum seolah-holah dia berbagi perasaannya.
“Ya ...... hanya saja ...”
Tapi kemudian…..
Luna menoleh ke arah Ichigo.
Namun, tatapan itu berbeda dari
yang dia arahkan padanya beberapa kali sebelumnya.
Dalam artian yang berbeda, itu
adalah tatapan yang penuh perasaan. “Sekarang, setelah bekerja dengannya,
kekaguman saya pada manajer ...... kekaguman saya kepada Kugiyama-san benar-benar
menjadi lebih kuat.”
Apa
yang tiba-tiba kamu bicarakan, Ichigo juga ikutan gugup
dengan komentar Luna.
“Beliau dapat diandalkan,
keren, dikagumi oleh semua staf di toko, dan merupakan orang yang luar biasa…
Sehingga, hal pertama yang terlintas di pikiran saya adalah saya merasa sangat
beruntung bisa bertemu dengan orang yang begitu dewasa," katanya.
Dengan mata yang berkaca-kaca
bersama tatapan yang penuh kehangatan. Ichigo, yang bisa memahami makna di
balik katakata tersebut, sama sekali tidak keberatan.
“Bukannya itu mirip seperti
ungkapan cinta yang penuh perasaan?”
“Hahaha …. Saya merasa senang
jika sampai diberitahu begitu.”
Reporter itu mungkin mengira
kalau Luna menghormati Ichigo sebagai orang dewasa.
Di sisi lain, Ichigo tampak
tersenyum pahit tapi merasa bahagia di dalam hatinya.
Meskipun tidak menunjukkannya
secara langsung, Ichigo merasakan getaran di hatinya.
※※※※※
“Terima kasih banyak untuk hari ini. Karena
bersedia membantu syuting TV dengan waktu sesingkat itu.”
“Ya....”
“Aku tahu itu akan tayang besok
siang, tapi Lunasan ada di sekolah, kan? Jadi, besok kami akan merekamnya di
toko.”
Malam harinya.
Ichigo kembali mengunjungi
apartemen Luna.
Kediaman tersebut merupakan
ruangan yang terdapat di sebuah apartemen, ruangan yang cukup luas bagi seorang gadis
SMA untuk ditinggali sendirian.
Kunjungannya tepat seperti yang
Ichigo janjikan tempo hari. Karena, ada sesuatu yang harus Ia katakan padanya.
“Ichi, padahal sudah kubilang
kalau kamu tidak perlu menyiapkan makan malam hari ini.”
“Ah, hari ini, kupikir aku akan
memasak makan malam bersamamu lagi.”
Jawab Ichigo sambil berjalan
menuju ruangannya, menunjukkan padanya bahanbahan yang telah dibelinya.
“Terakhir kali, kamu
membuatkanku makan malam, jadi aku mau memasak makanan kali ini.”
“Apa itu tidak apa apa? Kamu
pasti lelah setelah bekerja, kan?”
“Aku hanya ingin berterima
kasih padamu karena sudah membantuku saat syuting TV pada siang hari tadi.”
Luna sedang dalam suasana hati
yang bagus hari ini, jadi dia ingin menunjukkan perhatiannya pada Ichigo.
“Bukan masalah, tidak apa-apa.”
“Kalau begitu, tolong,” kata
Luna.
Luna menundukkan kepalanya
seraya senyum tipis terhadap saran Ichigo. Dia juga tampaknya senang dengan
makanan itu. Jadi, mereka berdua menyiapkan makanan bersama lagi malam ini.
Ketika masakan selesai, mereka
berdua duduk di seberang meja makan terhadap satu sama lainnya. Kebetulan, kali
ini Ichigo membuat pasta dengan banyak seafood.
Dia membuatnya dengan mengolah
kembali bahanbahan yang dibawa Luna ketika pertama kali datang ke rumahnya.
Ichigo melakukannya dengan harapan itu akan menimpa kenangan menyakitkan
sewaktu dirinya bersama dengan Luna, tetapi setelah sekian lama, Ichigo
khawatir bahwa Ia mungkin sedikit terlalu ceroboh.
“Enak sekali!”
Sebaliknya, Luna tidak peduli
dengan kekhawatiran Ichigo, dia mencicipi pastanya, lalu matanya berbinar
seolah-olah merasa terkesan.
“Sudah kuduga, Ichi adalah koki
yang lebih hebat ketimbang aku.”
“Tidak, tidak. Mana mungkinlah.”
Baiklah,
ini adalah suasana santai seperti sebelumnya.
Tanggapan itu melegakan
ketegangan yang selama ini ditahan oleh Ichigo di dalam hatinya. Ia merasa
lega.
“Ini, kopinya.”
“Terima kasih.”
Mereka sudah menghabiskan makan malam, sehingga Luna menyeduh kopi setelah makan malam.
Ichigo meletakkan mulutnya di
cangkir yang telah disajikan dan menyesap cairan hangat yang pahit itu.
“…Nee, Ichi.”
Dan kemudian, Luna yang duduk
berhadapan dengan Ichi membuka mulutnya.
“Mengenai Wakana-san….”
“Ah, hal yang terjadi setelah
itu, kan?”
Mereka memasuki pembicaraan
utama hari ini.
“Kamu tahu,…. Malam selumbari
lalu.”
Kemudian Luna mengatakan
sesuatu yang tidak diduga oleh Ichigo.
“Aku berada di luar halaman
belakang, menunggu Ichi pulang."
“... Eh?”
Ichigo menatap Luna. Sedangkan,
tatapan Luna mengarah kemana-mana.
Dengan sikapnya yang begitu,
Ichi pasti bisa menebak apa yang akan dia katakan.
“Apa kamu masih ingat, ketika
aku dan Ichi baru bertemu, aku pernah pergi ke toko untuk mengantarkan makan
siang untuk Ichi, ‘kan?”
Ah,
memang ada kejadian begitu.
Itu benar-benar peristiwa yang
mengejutkan, dua hari berturut-turut setelah pertemuan pertama mereka yang tak
terduga itu.
“Pada malam itu, aku pergi ke
toko lagi untuk mengambil kotak makan siangku dari Ichi, di dekat fasilitas
pembangkit listrik di mana aku menunggumu. Malam selumbari lalu, aku juga
menunggu di sana.”
Dia menyelingi potongan
kenangan seperti itu seolah-olah hal itu adalah jeda untuk menenangkan pikirannya
sendiri, lalu Luna akhirnya berbicara tentang masalah utama.
“Lalu, aku mendengar percakapan
Wakana dan Ichi …”
Luna menguping percakapan
Ichigo dan Wakana beberapa hari yang lalu setelah toko tutup.
Begitu
ya, itu berarti, dia berada di sana.
“Saat itu, aku merasa kalau aku seharusnya tidak boleh menguping, jadi aku segera berlari keluar dari tempat itu
dan…”
Tanpa melakukan kontak mata,
Luna bertanya pada Ichigo.
“Aku jadi penasaran tentang apa
yang terjadi selanjutnya…..”
“Ahh…”
Jika memang begitu, Ichigo
tidak bisa mengelak lagi. Ia harus mengatakan yang sejujurnya.
“Aku akan pergi berkencan
bersama Wakana-san besok.”
“…….”
“Dan juga, Wakana-san dengan serius
menunjukkan perasaannya padaku. Jadi, demi menghormati keinginannya, aku merasa
kalau aku harus memberikannya jawaban walaupun hal itu mungkin memerlukan
waktu.”
“.........”
Luna terdiam.
Ichigo menunggunya untuk
membuka mulut.
“......Kamu tahu...”
Luna akhirnya angkat bicara.
“Aku mengatakan banyak hal
tentang seberapa besar aku mengagumi Ichi selama syuting TV di toko hari ini.
Sebenarnya …. aku merasa sedikit malu …. karena itulah perasaanku yang tulus.”
“Luna-san.”
Wajah Luna, saat dia berbicara
dengan tergesagesa, matanya tertunduk sehingga Ichigo tidak bisa melihat
bagaimana ekspresinya. Namun, Ichigo bisa memahami perasannya dan apa yang
ingin dia sampaikan.
Perasaan Luna juga serius.
Hal itu pun diketahui oleh
Ichigo.
Ia mengetahui hal itu, tapi
dirinya tidak bisa berbuat apaapa tentang kenyataan yang Ia jalani sekarang.
Luna merasa frustrasi, dia memiliki perasaan pada Ichigo, dan mungkin merasakan
berbagai emosi yang akan mengamuk di dalam dirinya.
“Luna-san, aku juga tahu hal itu.
Umm …. Aku khawatir tentang dirimu….”
Ichigo beranjak dari kursinya
dan mendekati Luna. Dia melipat lututnya agar kepalanya bisa sejajar dengan Luna.
“Jadi, akan kupastikan untuk
memberitahumu juga mengenai perihal ini….”
Pada saat itu, Luna bergerak.
Dia berdiri seperti terpental dan kemudian memeluk Ichigo yang berada di
hadapannya. Sekilas, Luna tidak bisa lagi menahannya.
“Ah…”
Momentum gerakannya menyebabkan
Ichigo mengambil beberapa langkah, kehilangan keseimbangan, dan jatuh ke sofa
terdekat.
Mau tidak mau, Luna berada
dalam posisi menutupi Ichigo dan membenamkan wajahnya di lehernya.
Kepala Luna terlihat tepat di
sebelah kepala Ichigo.
Aroma jeruk dari produk shampo
tercium dari rambut hitamnya yang indah.
Aromanya, kelembutannya,
kehangatannya memenuhi indra Ichigo. Dadanya menegang dan Ichigo berhenti
berbicara.
“Luna-san…”
“Tidak mau…”
Ichigo telah melakukan
kesalahan.
Penyebabnya mungkin karena
Ichigo telah melihat penampilan baik Luna pada siang hari tadi.
Ichigo seharusnya tahu bahwa
Luna adalah gadis yang rapuh dan tidak stabil, dia hampir selalu bergantung
pada Ichigo.
Belum lagi, Ichigo gagal
melihat bahwa perasaan Luna kepadanya telah meningkat ke tingkat yang
berbahaya.
Ichigo adalah orang yang tulus,
yang menunjukkan ketulusannya kepada orang lain dan mencoba memberi mereka
jawaban.
Ichigo mungkin bisa menjadi
pasangan yang cocok untuk Wakana.
Sebaliknya, Wakana pun mungkin
bisa menjadi pasangan yang paling cocok untuk Ichigo.
Hal itu mungkin sesuatu yang
sudah ditakdirkan
Luna memiliki pemikiran yang
membuat dirinya hancur, seolah-olah dia mencekik dirinya sendiri.
Itulah sebabnya...... Luna tidak
ingin Wakana merampas Ichigo darinya.
Aku
harus menjadi kuat seperti Wakana-san dan mengambil tindakan, bahkan jika aku
harus memaksakan diri untuk melakukannya– atau begitulah yang mungkin
dia pikirkan.
Perasaan gundah gulana itu membuatnya
menjadi semakin tidak terkendali.
Sementara itu, Ichigo masih
merasa terguncang dengan pelukan yang mendadak itu.
Memanfaatkan kesempatan ini,
Luna mendekatkan wajahnya ke leher Ichigo.
Ichigo tidak dapat bereaksi terhadap
gerakan itu, seolaholah dirinya berubah seperti seorang anak yang dimanjakan
oleh orang tuanya.
Segera setelah itu, Ichigo
merasakan sensasi sesaat pada lehernya.
Sentuhan lembut menggigit
kulitnya, dan Ia merasakan sakit yang samar saat gigitan itu menancap ke dalam
kulitnya.
Ichigo kemudian menyentuh
lehernya.
Tempat di mana bibir Luna
menyentuhnya.
Lembab, campuran dari air liur
dan desahan napas luna masih tersisa di kulitnya.
Ichigo harus melihat ke cermin
untuk mengetahuinya, tetapi Ia berpikir kalau Ia tidak perlu memeriksanya.
—— Ada tanda cupang di lehernya.
“Luna-san…”
Luna berdiri di hadapan Ichigo
yang raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Seolah-olah ingin menghadapinya, dengan ekspresi sedih
dan mata yang berkaca-kaca.
Tatapannya terlihat basah –
bersamaan dengan tekad yang kuat di dalamnya. Terdapat suatu kegigihan di dalam
pandangan matanya.
“Aku tidak mau kehilanganmu, Ichi.”
Tanpa ada tipuan, kebohongan,
maupun kepalsuan.
Perasaan tulusnya yang murni
dan dipenuhi kepedihan, bergema di dalam gendang telinga Ichigo.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya