Chapter 01 — Aku Mungkin Berkencan dengan Gadis Cantik Berambut Hitam (Labil Secara Emosional), Kotobuki
Semuanya
berawal sekitar dua minggu yang lalu, selama paruh kedua liburan Golden Week. Kai sedang berada di ruang
istirahat di tempat kerja ketika Kotobuki tiba-tiba mengajaknya berpacaran.
“Ma-Ma-Ma-Mana
mungkin, apa kamu benar-benar menyukaiku ?!”
“Um,
yah, eh, etto ... ya.”
Cuma
itu saja. Tidak ada pengaturan mood,
tidak ada akumulasi, hanya penyergapan. Percakapan mereka dimulai dengan Kai
yang ingin berterima kasih kepada Kotobuki atas semua saran yang dia berikan,
tetapi ketika dia menyarankan agar mereka menonton film, berbelanja bersama,
dan makan di restoran, Kai menyadari sebuah pola yang aneh.
Bagaimana ini bisa terjadi? Kai membeku kaget, tubuhnya mematung dengan
kaku. Kotobuki adalah seorang pegawai baru yang direkrut pada bulan Februari,
jadi mereka baru saling mengenal selama tiga bulan. Memang benar bila Kai
adalah semacam mentor baginya di tempat kerja, dan percakapan dengannya adalah
yang terdalam yang pernah dia lakukan dengan siapa pun di tempat kerja. Dan
juga benar bahwa Kotobuki adalah penggemar berat anime, jadi mereka bisa
langsung akrab. Tapi, Kai hanya melihatnya sebagai teman baik di tempat kerja.
Kai tidak pernah menyangka bahwa Kotobuki akan menjadi orang yang memendam
perasaan untuknya! Bukannya Ia mengeluh, hanya saja itu membuatnya terkejut
seperti sambaran petir.
“Eh
… Um … Nakamura?” Kotobuki memohon pada cowok yang mematung kaku di depannya.
Suaranya bergetar dan pandangan matanya bergerak ke sana kemari.”Ja-Jadi ...
apa ... jawabanmu?”
Pertanyaannya
yang diajukan dengan hati-hati membawa Kai kembali tersadar. Kotobuki mungkin
mengakui perasaannya karena terbawa suasana, tapi kegelisahan seorang pemula
ini telah mengumpulkan keberanian untuk mengakui perasaannya kepadanya. Kartu
kejantanan Kai lebih baik dicabut saja jika Ia tidak memberinya tanggapan yang
pantas.
“A-Aku
akan jujur,” ujar Kai tergagap. Ini pertama kalinya Ia ditembak oleh lawan
jenis, dan terlebih lagi oleh gadis yang begitu imut, jadi nada suaranya
melonjak panik.
“Y-Ya,
kumohyon,” Kotobuki tergagap kaku, mirip seperti terdakwa menunggu putusan
hakim. Suaranya serak dan matanya melotot.
“Sejujurnya...”
“B-Benar,
tolong katakan dengan jujur…”
“Ini
... terasa tidak nyata.”
“Jadi
kamu benar-benar membenciku ?!” Mata Kotobuki berair karena terkejut.
“Bukan
begitu maksudku!” koreksi Kai, putus asa untuk menenangkan makhluk kecil,
terisak, dan gemetar yang dia kenal sebagai rekan kerjanya. “Aku menyukaimu,
Kotobuki. Tapi kamu tahu sendiri kalau di manga di mana karakterk cowok tidak
yakin apa Ia 'menyukai seseorang sebagai
seorang wanita,' bukan? Sejujurnya, aku juga tidak tahu. Aku tidak tahu
berbagai jenis suka. Jadi, eh, itu sebabnya aku tidak berpikir kalau aku bisa
berpacaran denganmu, maaf!” semburnya, lalu Kai menegaskan sekali lagi. “Tetapi
aku menyukaimu!"
Kai
bergegas menyingkirkan pemikiran yang tidak perlu. Ia tidak pernah bisa
membenci Kotobuki; demi dirinya dan Kotobuki, Ia harus menjelaskannya sejelas mungkin.
Membiarkannya berpikir kalau dia itu menyedihkan atau semacamnya bukanlah suatu
pilihan.
“O-Oke,
Nakamura, aku mengerti perasaanmu. Hanya ...jangan blak-blakan memberitahu
kalau kamu menyukaiku. Kamu membuatku tersipu, tau...”
Kotobuki
menghela napas lega. Tak lama kemudian, pipinya mulai memerah. Dia menatap ke
langit-langit ruangan seolah-olah dia terlalu malu untuk melihat wajah Kai.
Kai
menemukan bahwa setiap gerak-geriknya terlihat menggemaskan.Kai tidak pernah
bisa memaksa dirinya untuk membenci Kotobuki.
“Kalau
begitu,” saran Kotobuki, tubuhnya gelisah saat terus mengalihkan pandangannya,
“Bagaimana kalau kita berkencan?”
“Bukannya
berkencan saat kita takkan menjadi item... eh, agak dipertanyakan?" proses
berpikir Kai masih tercerai-berai, jadi Ia merespon dengan campuran nada
khasnya dan kosakata yang dia gunakan untuk Kotobuki.
“Boleh
aku bertanya tentang apa yang begitu dipertanyakan?"
“Bukannya
itu sudah jelas. Itu akan terasa tidak tulus, seolah-olah aku yang menuntunmu.”
“Nakamura,”
kata Kotobuki dengan angkuh, “aku yakin kamu terlalu banyak membaca manga.” Dia
kembali ke sifatnya yang biasa.
“Boleh
aku bertanya apa maksudmu dengan itu?"
“Aku
tidak percaya kalau ada sesuatu yang tidak tulus tentang berkencan hanya karena
kamu tidak yakin apa kamu bakal menjadi kekasih atau tidak. Faktanya, Kamu bisa
mengatakan itu adalah proposisi yang lebih realistis bagi kita berdua untuk
memiliki kesempatan menguji kococokan kita. ”
“Memang,
kamu ada benarnya juga.” Kai masih belum bisa memahaminya, tapi Ia berpotensi
mengubah nada bicaranya tentang Kotobuki saat mereka terus berkencan.
“Bahkan,
kamu mungkin bisa menjadi orang yang mengecewakanku.”
“Ya,
poin yang bagus!” Sangat bagus sehingga Kai menerima argumennya sebelum Ia
sempat tersinggung.
Ini
adalah kesempatan Kotobuki untuk menghantamkan serangan terakhir. Dia
meletakkan tangannya di dadanya dan bertanya, “Nakamura, apa aku tidak imut?”
Cara
dia mengatakan itu dengan wajah datar akan tampak menjengkelkan bagi seseorang
yang tidak mengenalnya dengan baik.
“Ya,
aku pikir kamu sangat imut.”
“B-Benar,
tentu saja.”
Cara
pandangannya yang melihat sekeliling saat dia setuju dapat membuat seseorang
yang sama berpikir bahwa dia adalah gadis yang labil secara emosional.
“Apa
menurutmu usulan berkencan dengan seseorang yang seimut diriku masih kurang
cukup?”
“Sudah
lebih dari cukup, jika bukan tindakan filantropi.”
“Aku
merasa dipertanyakan bahwa kamu akan merendahkan dirimu sendiri, tapi bagaimana
bisa kamu membiarkan kesempatan langka seperti itu berlalu begitu saja?”
“Memang,
butuh banyak perenungan untuk menemukan alasan yang bagus.”
“Dan
kamu tidak punya pacar, kan? Apalagi gebetan ?”
“Sejujurnya,
aku belum pernah punya pacar selama enam belas tahun.”
“Lalu,
apa berkencan denganku akan menimbulkan masalah?”
“Hmmm,”
Kai merenungkannya sambil menyilangkan tangannya. Sejujurnya, masih ada satu
masalah lain. Fakta bahwa Kai menganggap prospek hubungan romantis itu terlalu
merepotkan. Tidak peduli seberapa imut gadis itu, Ia lebih suka berteman
daripada membuatnya menjadi pacar. Keributan beberapa minggu terakhir sudah
membuatnya sangat jelas.
Di sisi lain, pikir Kai, Kotobuki sangat menginginkan sebuah hubungan sehingga aku merasa kita
takkan bisa sepemahaman jika aku mengatakan itu...
“Itu
cuma kencan bagiku,” lanjut Kotobuki. “Aku takkan menuntut tanggung jawab atau
sejenisnya darimu setelah itu. Aku berjanji ini padamu.”
Kai
tidak lebih dari seorang pengecut untuk memaksa seorang gadis yang lebih muda
untuk mencurahkan isi hatinya seperti itu dan tetap menolaknya.
“Oke,”
kata Kai dengan jelas. “Kurasa kita akan berkencan.”
Ia
kembali ke nada alaminya dan menerima. Wajah Kotobuki langsung
berseri-seri...dan dia segera mengarahkan senyumnya ke arah lantai.
“...
Aku senang,” gumamnya. Dia juga menurunkan nadanya yang kaku dan lesu, terdengar
seolah-olah dia sedang menikmati momen itu. Hotei Kotobuki menjengkelkan dan
labil secara emosional, tetapi lebih dari segalanya, dia sangat menggemaskan.
◆◇◆◇◆
Hal
itulah yang membawa mereka hari ini, kencan pertama antara Kai dan Kotobuki.
Lokasinya? Di mal pusat kota. Bagi orang-orang yang tinggal di Kota Sakata
seperti Kai dan Kotobuki, biasanya ada dua pilihan bagi mereka yang ingin
berbelanja. Pilihan pertama adalah naik kereta sampai ke Tokyo, dan yang kedua
adalah merasa puas dengan pusat perbelanjaan lokal. Bagi mereka yang memilih
pilihan terakhir, tujuan mereka pasti di pusat kota. Memang, perbedaannya
lumayan jauh dibandingkan dengan Tokyo Summerland,
tapi mall pusat kota adalah bangunan yang cukup mewah sampai dirasa sangat
disayangkan dibangun pada daerah pinggiran seperti Kota Sakata.
Namun,
mall tersebut tetap menjadi kebanggaan warga setempat. Tempat ini memiliki
lebih dari dua ratus toko dan restoran, pusat gim dengan mesin gim dari semua
game terbaru, sebuah bioskop yang masih utuh dari renovasi tiga tahun lalu,
toko buku terbesar di prefektur, dan bahkan tokok retail hobi yang tampak
seperti tiruan Yellow Submarine.
Tempat itu adalah tempat trendi yang cukup memadai sampai bisa memuaskan
semangat otaku Kai.
Mall
tersebut tidak kekurangan cara untuk
memanfaatkan real estatnya; dari jalan setapaknya ke area toko hingga tempat
istirahat untuk pengunjung, selalu ada ruang untuk berimprovisasi. Mall ini
juga memiliki banyak lift. Tempat yang memberikan keunggulan pada rekan-rekan
berbasis kota yang sempit; pembeli yang membawa keluarga mereka sering memilih
tempat ini.
Dan
hari Minggu ini bukanlah hari Minggu biasa. Ada lebih banyak keramaian dan
hiruk pikuk dari biasanya, lebih banyak kilauan jendela toko daripada biasanya,
dan jumlah senyum tulus di wajah pembeli baik yang sudah berusia tua maupun
yang muda. Tempat ini adalah tujuan yang memberikan semua kegembiraan yang bisa
diminta mereka berdua dan tempat yang tepat untuk mengatur suasana hati pada
kencan pertama dalam hidup mereka.
Mereka
berdua bertemu di depan megaplex
siang itu dan menonton film animasi yang sangat ingin dilihat Kotobuki. Itu
adalah film remaja tentang klub band
SMA*. Kai sebenarnya bermaksud untuk menontonnya juga, tapi Ia begitu sibuk
dengan pekerjaan, UTS, dan berbagai urusan lain sejak pemutaran perdana pada
akhir April sehingga Ia tidak pernah menemukan waktu senggang. (TN : Film yang dimaksud adalah
Hibike Euphonium the movie)
Film
tersebut jauh melebihi harapan Kai dan waktu tayangnya yang berdurasi seratus
menit berlalu dalam sekejap. Bahkan setelah layar menjadi gelap, mereka masih
duduk di kursi mereka untuk menikmati emosi yang mentah. Mereka akhirnya pindah
ke warung makan, di mana mereka dengan bersemangat berbagi ulasan tentang kesan
mereka.
“Setiap
tahun pertama yang baru terbukti cukup memusingkan, bukan?”
“Memang
benar, Nakamura. Tapi kepribadian mereka sangat unik sehingga aku tidak bisa menahan
senyum melihat kekonyolan mereka.”
“Tampaknya
agak kasar mengingat kekesalan Kumiko, tapi aku memang tertawa pada mereka
juga.”
“Hal
itu tidak jauh berbeda dengan versi televisi, tapi cara yang melapisi dan
menjalin hubungan biasa untuk menciptakan sesuatu yang begitu memukau
mengingatkanku betapa luar biasanya sebuah karya.”
“Ngomong-ngomong
Kotobuki, siapa yang menjadi karakter favoritmu di kalangan kelas 1?”
“Kalau
aku sih Kanade. Karakter dengan wajah cantik dan sikap buruk adalah yang
terbaik.”
“Aku
paham banget. Karakter dengan wajah cantik dan sikap buruk benar-benar yang
terbaik.”
“Tapi
Nakamura, kalau dari seleramu, aku akan menyimpulkan kalau gadis jangkung itu
akan menjadi favoritmu.”
“Aku
memiliki harapan yang tinggi untuknya, tetapi dia gampang sekali dere-dere.
Bisa dibilang, kalau dia kurang judes. ”
“Tapi
kalimat terakhirnya sangat berdampak. Aku percaya kamu sebaiknya menonton ulang
dengan tatapan mata yang lebih polos. ”
“Jadi,
Kotobuki, kamu sebagai pemilik sepasang mata yang telah melengkung jauh
melampaui batas?”
“Mari
kita ganti topik. Ngomong-ngomong tentang judes, aku memiliki perasaan samar
kalau Reina sedikit melunak. ”
“Aku
lebih suka mengatakan kalau dia sudah tumbuh dewasa. Khususnya selama adegan festival
itu, adegan wajahnya sangat cantik.”
“Memang.
Bahkan sebagai seseorang dari jenis kelamin yang sama, aku merasa klepek-klepek padanya.”
“Setelah
kamu bilang begitu, secara pribadi aku merasa kalau hubungannya dengan Kumiko
bisa menjadi sedikit lebih, hmm... Kebetulan, sementara Kumiko mungkin bisa
menjadi pusat perhatian , apa kamu menyadari kalau Asuka mengenakan cincin yang
serasi dengan Kaori? ?”
“Ap...
aku... Hm... aku gagal menyadarinya. Tunggu … tunggu...”
“Dengan
kata lain, cuma ada satu hal yang kumaksud ...”
“Lebih
baik kalau kamu jangan spoiler, Nakamura. Bahkan kamu takkan bisa lari dari murkaku. ”
“Aneh,
aku berani bersumpah kita berdua baru saja menonton film itu beberapa saat yang
lalu ...”
Percakapan
mereka berkembang menjadi pertukaran kesan. Kai menganggap dirinya seorang
penggemar, tapi Kotobuki adalah seorang otaku anime di antara para otaku anime.
Setiap topik akan mengarah ke topik lain, karena pujiannya terhadap animasi
fantastis diikuti dengan diskusi tentang jaringan kompleks kondisi manusia dan
kemudian kembali ke animasi yang sangat indah. Dia bolak-balik antara topik
untuk menutupi sejauh mana pikirannya. Semangat seperti itu membuat mereka
haus, bagaimanapun, mengharuskan mereka berhenti untuk minum dua kali di tengah
pemicaraan.
Ternyata,
seratus menit saja tidak cukup untuk sepenuhnya membahas anime dengan panjang
yang sama, tapi ada terlalu banyak jadwal hari ini untuk menghabiskan semuanya
pada pembicaraan anime. Alarm yang dipasang Kotobuki di smartphonenya berdering
pada pukul 4 sore, untuk mengingatkan mereka tentang itu.
“Ayo
kita lihat baju-baju yang bagus, Nakamura.”
“Oh?
Sudah waktunya, ya?”
“Reservasi
untuk makan malam Italia kita sekitar pukul enam, jadi aku khawatir kita takkan
sempat kecuali kita mulai berbelanja sekarang."
“A-Ah,
benar, tentu saja,” jawab Kai, hampir tidak menelan kembali pertanyaan
bingungnya tentang berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memilih beberapa
pakaian.
“Ayolah,
Nakamura, jangan khawatiran begitu.”Sayangnya, Kotobuki bisa menebak pemikirannya.
Ketidakstabilan emosional Kotobuki menyebabkan dia hidup dengan terus-menerus
menilai suasana hati orang-orang di sekitarnya. Dia tidak membiarkan rasa tidak
aman itu muncul dalam sikapnya, dan memilih untuk menjelaskan pandangannya
dengan rasa superioritas.
“Aku
bisa memahami kalau kamu tidak tertarik dengan belanjaan wanita, terutama yang
berkaitan dengan gaya. Namun, aku ingin memilih pakaian yang sesuai dengan
seleramu. Aku lalu akan memakai pakaian tersebut pada kencan kita berikutnya. Dengan
kata lain, kamu adalah satu-satunya penentu dari kencan ini. Tentunya kamu bisa
menunjukkan keceriaan itu, bukan? ”
“A-Aku
tidak percaya diri dengan seleraku.”
“Semakin
banyak alasan untuk mencoba. Kenapa kamu tidak mempertimbangkan kemungkinan
kalau ini mungkin bisa sebagai bagian menyenangkan dari apa yang dimaksudkan
uji coba kencan ini?”
“Be-Begitu
ya. Kita takkan pernah tahu jika belum pernah menyobanya, ya.”
Mereka
berdua membuang cangkir kertas kosong ke tempat sampah dan meninggalkan area
warung makan. Mal ini memiliki lusinan toko pakaian yang bisa dipilih Kotobuki ...
bukan berarti Kai familier dengan toko-toko tersebut.
“Kotobuki,
apa ada toko tertentu yang ingin kamu kunjungi?”
“Aku
ingin memulai dengan mengunjungi toko terdekat.”
“...
Jangan bilang kalau kamu ingin mengunjungi setiap toko secara berurutan, ‘kan?”
“Oh
tentus saja tidak, aku tidak punya rencana untuk melakukan itu.”
“Fiuh.”
“Kita
tidak punya banyak waktu untuk mengunjunginya satu per satu.”
“Dengan
kata lain ... kamu ingin mengunjungi sebanyak mungkin.”
Kotobuki
tertawa saat berjalan menuju toko pakaian wanita. Kai melakukan yang terbaik
untuk tidak menundukkan kepalanya saat mengikuti dibelakangnya.
Kotobuki
mempunyadi badan kecil, bahkan untuk seukuran gadis SMA, tapi Kai secara
naluriah berjalan mengimbangi langkahnya; Ia takkan melakukan kesalahan pemula
dengan berjalan lebih cepat di depannya.
Kai memiliki pengetahuan umum ini berkat usaha seseorang tertentu selama setahun
terakhir. Saat mengimbangi langkahnya, Ia menyadari sesuatu: gadis yang
berjalan di sebelahnya terlihat gelisah di setiap langkah. Dan sesekali, dia
mencuri-curi pandang ke tangan kosong Kai.
Dia mungkin ingin berpegangan tangan, insting Kai memberitahunya. Namun, Ia merasa ragu untuk melakukannya dengan santai. Lagipula, kami sebenarnya belum resmi berpacaran. Atau berpegangan tangan bukanlah masalah besar? Ini bukannya kita sedang berciuman. Apa bergandengan tangan dihitung sebagai sesuatu untuk diuji pada kencan?
Apa itu baik-baik saja? Atau tidak? Kai merasa bimbang dengan dua pilihan itu, tapi Ia akhirnya menemukan jawaban.
Ah, lebih baik jangan. Bagaimana kalau mereka berpegangan tangan
dan kebetulan bertemu dengan seseorang yang mereka kenal? Kai memanfaatkan imajinasi
otaku aktifnya untuk membayangkan kemungkinan tersebut. Pertama-tama, kemungkinannya
cukup besar; Mal pusat kota adalah tempat terpopuler, jadi pasti ada banyak
siswa dari sekolah Kai dan Kotobuki—SMA
Asagi dan SMA Ginga—berkeliaran. Jika mereka hanya berjalan bersama, mereka
bisa menjelaskan rencana mereka sebagai tempat nongkrong belaka. Tapi jika
mereka terlihat berpegangan tangan, mereka mungkin dikira sebagai sepasang kekasih,
dan kesalahpahaman semacam itu akan lebih sulit untuk diperbaiki.
Maksudku, aku tidak terlalu kerepotan jika
seseorang menemukan kami...
Kai
pasti akan menjadi sasaran dari beberapa candaan, tapi paling banter hanya itu
saja. Mengingat bahwa Ia sedang bersama gadis semanis Kotobuki, keributan
terbesar yang bisa temannya lakukan mungkin dengan menyebutnya playboy. Tapi Kotobuki adalah seorang
gadis, yang mana situasinya jauh lebih rumit. Jika desas-desus mulai beredar di
sekolah bahwa dia punya pacar — walau pun
itu benar — maka itu bisa membuat kehidupannya menjadi sulit. Dengan kata
lain, itu adalah tanggung jawab seorang cowok untuk lebih perhatian.
Ya, aku merasa kalau itu tidak sepadan dengan
risikonya, pikir Kai. Ia tidak tega
menyakiti perasaan Kotobuki, tapi Ia melakukan yang terbaik untuk berpura-pura
tidak melihat apa-apa. Kotobuki mungkin melirik-lirik dan bertingkah gelisah,
tapi dia tidak berani mengambil tindakan. Dia takkan menjadi orang yang meraih
tangannya terlebih dahulu.
Aku sungguh minta maaf.
Kai
berpikir kalau sisi pemalu dari Kotobuki terlihat menggemaskan.
◆◇◆◇◆
Mereka
akhirnya di bagian toko baju khusus wanita di mal. Tempat tersebut disebut “Queen Street,” nama yang terasa mencolok
dan murahan. Toko baju wanita berjejer di kedua sisi jalan setapak yang
membentang sejauh mata memandang. Kotobuki mengikuti iklan dan langsung menuju
ke toko khusus remaja terdekat saat Kai ikut, tidak dapat menyembunyikan
ketidaknyamanannya. Rak-rak di dalamnya dilapisi dengan blus terlipat yang
dipajang.
“Yang
ini sepertinya terbuat dari bahan yang sangat bagus,” gumam Kotobuki saat
tatapannya tertuju pada salah satu baju yang dipajang. Dia kemudian mengulurkan
tangannya untuk merasakannya dan mengkonfirmasi asumsinya.
“Aku
bisa tahu bila mempertimbangkan warna dan desainnya,” Kai menimpali, agak
terkejut, “tapi apa memang sudah menjadi kebiasaan untuk fokus pada kualitas
kain?”
“Apa
kamu biasanya tidak?"
“Aku
... biasanya tidak menganggapnya sebagai faktor penentu.”
“Lalu,
bagaimana biasanya kamu memilih bajumu, Nakamura?”
“...Semua
yang aku kenakan adalah warisan dari kerabatku.”
“Tipikal
jawaban yang sudah kuduga.”
“Bolehkah
aku memintamu untuk menahan diri dari penilaian yang merendahkan seperti itu?”
“Tapi,
bukannya kamu itu tipe yang lebih suka membeli game saat bisa membeli bajumu
sendiri? Bukannya kamu lebih suka menghabiskan waktu bermain ketimbang
berbelanja?”
“Wah,
aku percaya kalimat itu sudah meyimpulkan pandanganmu kepadaku.”
“Tentu
saja, aku juga menyukai bagian dirimu yang sederhana itu.”
“Aku
berterima kasih karena telah memberikanku pujian seperti itu dari tempat yang
tinggi.”
Kai
hanya bisa mendecakkan lidah pada ejekannya, terutama karena bagaimana Kotobuki
menjadi semakin memerah begitu kata “suka”
keluar dari mulutnya.
Ayolah, jangan tersipu dengan omonganmu
sendiri, pikirnya.
Kotobuki
berusaha menyembunyikan rasa malunya dengan mengembalikan fokusnya ke blus yang
sedang dia periksa, tapi dia kehilangan minat begitu menemukan label harganya. Kain berkualitas
tinggi pasti memiliki harga yang selangit.
“Sepertinya
kamu memiliki mata yang jauh lebih teliti untuk pakaian daripada aku,
Kotobuki.”
“Bagaimanapun
juga, aku adalah putri seorang penjahit,” sesumbar Kotobuki sekarang karena
penghinaannya ada di belakangnya. Ini adalah pertama kalinya Kai mendengar
tentang situasi keluarganya. “Ibuku cukup terampil membuat pakaian dari nol.
Sebegitu ahlinya sehingga dia menjadikan hobinya sebagai karier dengan membuka
butiknya sendiri. ”
Tampaknya
itu adalah butik kecil, tapi masih menyediakan barang-barang unik yang dibuat
khusus dengan harga yang wajar. Tempat yang memiliki banyak pelanggan lokal
yang sudah berlangganan selama bertahun-tahun.
Begitu ya, pikir Kai dengan senang saat melihat dagu Kotobuki yang terangkat. Dia pasti sangat bangga dengan ibunya.
Kai
tiba-tiba kepikiran sesuatu.
“Kalau
begitu, buat apa kamu sampai repot-repot membeli baju segala?”
“Apa
kamu pikir meminta ibuku untuk membuatkan pakaian idealku adalah proposisi yang
jauh berbeda dari menjelajahi banyak pilihan yang sudah ada? Aku bisa
terinspirasi oleh hal baru yang belum pernah aku lihat sebelumnya.”
“Ada
benarnya juga. Aku masih pemula di bidang ini.”
“Yah,
ibuku tidak terlalu senang saat aku memberitahunya kalau aku ingin pergi
berbelanja pakaian.”
“Itu
sisi yang sedikit lucu dari beliau.”
“Aku
bangga pada ibuku karena suatu alasan,” kata Kotobuki dengan kepala terangkat
tinggi.
Mereka
akhirnya mencapai pajangan baju saat terus mengobrol. Kotobuki mengambil dua
baju dan mencoba menutupinya satu demi satu.
“Menurutmu
mana yang paling bagus, Nakamura?” tanya Kotobuki sambil menunjukkan keduanya
pada Kai. Model bajunya terdiri dari antara yang kebiru-biruan dan warna putih
bersih.
“Menurutku
...keduanya sama-sama terlihat bagus untukmu.” Kaisedikit terbata-bata
menyampaikan jawabannya, tetapi Ia memasukkan tanggapannya ke dalam kata-kata.
“Lalu
bagaimana dengan yang ini?” Kali ini Kotoboki memamerkan gaun hijau gelap dan
gaun kecokelatan.
“Aku
... merasa sulit untuk memilih pemenangnya.”
“Lalu
bagaimana dengan ini?” Sekali lagi, pilihannya adalah antara gaun kebiruan yang
berbeda dan gaun keputihan lainnya.
“Kupikir
…. Dua-duanya sama bagusnya”
“Sama
bagusnya, kamu bilang.”
“Mungkin
perkataanku membawa nuansa yang sedikit negatif, tapi percayalah aku tidak
bermaksud seperti itu.” Alasan Kai membuat bahu Kotobuki merosot, menurunkan
gaun yang dipegangnya.
“Tolong
pikirkan lagi kata-katamu, Nakamura.”
“Sayanganya
aku sudah dalam batasku. Kamu memiliki wajah yang sempurna, jadi mungkin baju
apa saja akan terlihat indah untukmu.”
Kecantikan
Kotobuki hampir menjadi pemicu kriminalitas, dengan penampilannya yang pantas
mendapatkan hampir setiap kata pujian dalam kamus. Dia mungkin pantas
mengenakan baju apa saja yang tidak terlihat seperti milik karnaval.
“Be-Begitu
ya. Yah, aku menghargai saranmu yang tidak membantu. ” Kotobuki menyembunyikan
wajahnya sekali lagi. Dia mungkin mengejek Kai seperti biasa, tetapi dia jelas-jelastersipu
malu karena pujian itu. Jadi, dia bergegas ke tujuan berikutnya seolah-olah
mencoba melarikan diri dari tatapan Kai.
Dia
bergegas melewati toko tetangga. Begitu juga selanjutnya.
“Kotobuki,
kita mau ke mana lagi?” tanya Kai dari belakang, tapi sepertinya Kotobuki tidak
berniat berhenti sampai rona merah memudar dari wajahnya.
Langkahnya
yang cepat berlanjut saat mereka berjalan melewati sepuluh toko, suatu prestasi
yang mengesankan dari kelabilan emosi. Sekarang dia mungkin sudah tenang, karena
Kotobuki berjalan ke toko terdekat lainnya. Dia langsung menuju rak-rak yang
dilapisi dengan atasan dan membentangkannya di depan Kai.
“Nakamura,
ketidaktahuanmu dalam hal fesyen sudah lama menjadi perhatianku karena kamu
tidak bisa menilai dengan benar mana pakaian yang cocok untukku atau tidak.
Oleh karena itu, apa kamu bisa memberi pendapat jujur tentang desain atasan
ini? ”
“Aku
mengucapkan banyak-banyak terima kasih karena sudah melupakan masa lalu dan
bertanya dengan penuh kesabaran, Sensei.”
“Ohohoho,
kamu terlalu menyanjungku,” kata Kotobuki sambil mengangkat dagunya dengan
bangga sekali lagi, tapi ini hanya akting.
“Aku
tidak benar-benar bermaksud menyanjung.” Tatapan kosong di wajah Kai juga
merupakan bagian dari aktingnya. Dia sepenuhnya menyadari bahwa respons Kotobuki
adalah perpanjangan daripenyembunyian dari rasa malu yang mengarah ke sesi
power-walking mereka baru-baru ini.
Tetap
saja, Kai melihat barang yang diserahkan kepadanya dan mulai menganalisis
desainnya. Ia memegang atasan rayon satu bahu. Skema warna merah cerah yang
mengilap membuatnya sangat menarik dan memberikan kesan dewasa meskipun
ditujukan untuk orang yang lebih muda. Sayangnya, kesan terdalam yang bisa
dirasakan Kai terhadap baju tersebut hanyalah:
“Yang
ini cukup merah.”
“...Lalu
bagaimana dengan ini?” tanya Kotobuki sambil membuka barang lain dari rak. Yang
ini atasan linen peplum; meskipun
desainnya agak hambar, skema warna tangerine
memberikan kesan imut yang tidak seimbang dari karakter maskot.
“Ini
cukup kuning.”
“...Kalau
yang ini?” Pilihan berikutnya adalah blus cache-cÅ“ur dengan desain dewasa yang
tidak dapat disangkal. Namun, sisi kiri dan kanan yang diikat menjadi satu di
bagian depan terbelah, menciptakan skema warna two-tone dengan satu sisi berwarna ungu muda dan sisi lainnya
berwarna krem. Itu mengangkangi garis antara mode tinggi dan kecerobohan,
antara ujung tombak dan ujung berdarah. Singkatnya, hanya beberapa orang terpilih
yang bisa memakainya.
“Sangat
rapi karena bisa memadukan dua warna.”
“…”
Kotobuki
menghela napas panjang dan berlebihan...diikuti beberapa kali lagi.
“Bodohnya
aku yang meminta nasihatmu untuk fashion.”
“Apa
aku boleh mengajukan keberatan untuk tidak menghinaku dengan berpura-pura
menegur dirimu sendiri?”
Kai
meringis saat Kotobuki melipat ketiga barang itu dan mengembalikannya dengan
rapi ke tempat semula.
“Aku
yakin Kamu bisa membiarkan bajunya begitu saja. Seorang karyawan pasti akan
melipatnya untukmu. ”
“Sebagai
putri seorang penjahit, aku muak meninggalkannya dalam keadaan berantakan.”
“Ah,
jadi itu kekuatan kebiasaan.”
Meskipun
dari sudut pandang Kai, Kotobuki melipat kemeja dengan teknik profesional yang
sepertinya jauh lebih dari sekadar kebiasaan. Dia menaruh kembali ketiga blus
itu ke raknya dengan sangat rapi sehingga terlihat seperti belum pernah
disentuh sama sekali. Tindakannya itu ... agak keren.
“Walau
begitu, bukannya berarti aku jadi penerus keahliannya.”
“Percayalah,
aku bisa mengerti hal itu. Misalnya, aku juga merasa risih jika tidak
memperbaiki rak manga dan novel ringan yang berantakan ketika melihatnya di toko buku. ”
“Meski
pun kamu tidak bekerja di sana?”
“Benar.
Karena aku adalah seorang otaku.”
“Ah,
jadi itu juga kekuatan kebiasaan,” kekeh Kotobuki. Kemudian wajahnya segera
bersinar dengan sebuah ide.
“Yah,
Nakamura, sekarang aku sadar betapa sulitnya mendiskusikan fashion denganmu,
kurasa aku akan mengajukan pertanyaanku dari sudut yang berbeda.”
“...Jika
aku boleh bertanya, tentang apa itu?”
“Antara
Hestia dan Ais, karakter DanMachi
mana yang ingin aku cosplayin?”
“Megami-sama,
kalau bisa!”
“Lalu
bagaimana dengan Priestess atau Sword Maiden dari Goblin Slayer?”
“Sword
Maiden, kalau bisa!”
“Malaikat
Agung yang Agresif atau Machi si Penyiksa dari Ryuo?”
“Kugui,
kalau bisa!”
“Terima
kasih telah menunjukkan kontras dari perilaku sebelumnya dengan tanggapan
spontan seperti itu.”
“Sama-sama!”
Bahu
Kotobuki merosot karena putus asa pada pikiran sederhana otaku, tetapi Kai
tidak terlalu memedulikannya ketika memberinya seringai konyol dan acungan
jempol. Lagipula, dia tahu Kotobuki juga seorang otaku anime; siapa lagi yang
bisa mengajukan pertanyaan seperti itu? Ia perlu merasa waspada seperti yang
bias Ia lakukan di sekitar non-otaku.
“Pokoknya,
sekarang aku bisa melihat ke arah mana preferensi pakaianmu bersandar.”
“Oh,
begitu ya? Kamu benar-benar ahli untuk membedakan apa yang aku sendiri tidak
sadari! Kira-kira, apakah preferensi yang dimaksud?”
“Semua
karakter yang ingin kamu lihat memiliki payudara besar.”
“…”
“Apa
kamu benar-benar ingin melihatku
dalam cosplay itu?”
“...Apa
itu akan menimbulkan masalah?”
“Aku
sungguh minta maaf,” cemberut Kotobuki, “Tapi sayangnya aku tidak bisa memenuhi
harapanmu. Punyaku cenderung condong
di sisi mungil. ” Dia menatap tajam ke arah Kai seolah-olah mengeluh tentang
seberapa jauh karakter-karakter itu dari citranya.
“Ku-Kupikir
kamu masih ingin aku menjawab jujur tentang desain pakaian apa yang aku suka,
bukan mengenai apa itu cocok untukmu…”
“Kecuali
kita sudah lama mengubah topik pembicaraan.”
“Yah,
bukan berarti kamu ingin mengunjungi event atau menjual paket foto, jadi tidak
masalah jika itu cocok untukmu! Kamu memiliki hak atas pita biru sebanyak siapa
pun! Heck, mana ada otaku yang bisa
menahan godaan untuk membuat karakter favorit mereka di-cosplay orang!”
Kai
melontarkan pembelaannya dengan tergesa-gesa. Bukan berarti, kemungkinan
cosplay ini bisa terwujud, atau bahwa jawabannya maksud lain di luar preferensi
pribadinya. Balasan konyol kai membuat Kotobuki tertawa terbahak-bahak.
“Ya,
baiklah, aku mengerti. Lagipula aku juga seorang otaku.”
Kotobuki
meletakkan ujung jarinya ke mulutnya saat tertawa senang. Bahkan Kai harus
tersenyum masam melihat bagaimana dirinya gampang sekali terpancing.
“Kebetulan,”
lanjut Kotobuki dengan tatapan menggoda, “Aku punya satu hal lagi yang harus
kukonfirmasi denganmu, Nakamura.”
“A-Apa
itu?”
“Sword
Maiden adalah karakter yang ditutup matanya. Apa itu berarti kamu ingin menutup
mataku?”
“...Mana
ada otaku yang bisa menolak godaan untuk membuat karakter favorit mereka
di-cosplay untuk mereka.”
“Kamu
itu benar-benar cabul, ya.”
“...Aku
lebih suka kamu menyebutnya sebagai kekuatan kebiasaan otaku.”
“Sepertinya
aku harus berhati-hati di sekitarmu,” kata Kotobuki sambil terkikik. Dia
berpura-pura ketakutan dan menjaga jarak.
“Ugh,
dasar gadis tengil ...”
“Tee
hee!”
Jika
mereka berada di pantai, ini mungkin bagian di mana Kotobuki akan berteriak “Tangkap aku jika bisa!” saat mereka main
kejar-kejaran satu sama lain. Tapi sayangnya mereka sedang berada di dalam toko
di mal, jadi mereka menahan diri untuk tidak membuat keributan. Namun tetap
saja, Kotobuki memasang ekspresi nakalnya sekali lagi.
“Mungkin
ini agak menyimpang dari rencana awal kita...tapi Nakamura, jika kamu mau, aku
mungkin bersedia cosplay untukmu.”
“Hahh.
Di sini? Sekarang juga?”
“Ya,
dengan memadupadankan pakaian di sini. Bukan berarti itu akan menjadi upaya
yang serius. ”
“M-Misalnya
cosplay apa?”
“Ya,
misalnya saja... Kurasa karakter Sword Maiden akan mustahil, tapi bagaimana
dengan Gadis guild? Aku melihat rompi yang cocok dengan karakter tersebut. Yang
tersisa hanyalah memilih kemeja, pita, dan rok. Jika aku mengepang rambutku,
aku pasti bisa menyerupainya. ”
“Tolong
oh tolong, bila perlu aku bersedia berlutut atau bersujud padamu.”
“Ini
mungkin pakaian yang sulit untuk dikenakan pada kencan kita berikutnya.”
“Aku
akan menanggung rasa malu bersamamu.”
“Tekadmu
adalah inspirasi bagi semua otaku, Nakamura.”
“Baju
itu mungkin bakalan cocok sebagai kencan Akiba! Itu pasti berhasil!”
“Kamu
tidak perlu sebegitu putus asa kali …”
Mereka
terus berbincang-bincang sambil menelusuri kembali hampir sepuluh toko.
Kotobuki memilih rompi yang dia sebutkan, dan memang, rompi itu terlihat sangat
mirip dengan yang dikenakan Gadis guild di atas kemeja putihnya. Tapi bagi
Kai...
“Aku
penasaran apa yang dimaksud dengan 'rompi', tetapi tampaknya itu tidak dikenakan
di pinggang seseorang.”
“Jika
itu tidak dimaksudkan sebagai lelucon untuk membuatku tertawa berguling-guling
di lantai, maka kamu mungkin merasa bijaksana untuk tidak mengoceh.”
“...Aku
minta maaf atas ketidaktahuanku tentang mode.”
Tapi hei, pikir Kai, Ini bukan sebatas
otaku saja! Semua pria seperti ini! Iya ‘kan? ‘kan?!
“Kupikir
segini sudah cukup.” Kotobuki dengan cepat mengumpulkan pakaiannya dan menuju
ke ruang ganti.
“Er...maafkan
aku karena mengungkapkan ketidaktahuanku sekali lagi, tapi bolehkah aku
bertanya sesuatu?”
“Mau
tanya apa? Mengingat seberapa dekat kita, kamu tidak perlu malu-malu segala.”
“Apa
ada tempat khusus yang harus aku kunjungi saat kamu berganti pakaian?”
Menjadi
seorang pria sendirian di bagian pakaian wanita membuat Kai tidak nyaman. Ia
mengkhawatirkan beberapa karyawan yang mungkin akan meliriknya dengan tatapan
curiga.
“Jangan
khawatir. Karyawan di toko begini sangat berpengalaman dalam hal ini, jadi aku
yakin mereka sudah menyadari saat kita masuk bersama. Selain itu, tidak ada
bagian dirimu yang patut dicurigai. ”
“Mungkin
... aku terlalu memikirkannya?”
“Memang.
Tetapi jika kamu sebegitu khawatirnya, mengapa tidak menunggu di depan ruang
gantiku? Hal itu akan memperjelas kalau kamu tidak datang sendirian.”
“Itu
akan membuatku merasa lega ... tapi bukannya nanti aku bisa mendengarmu ganti
baju?”
“Ma-Mau
seberapa dekat kamu berniat mendengarnya?!” seru Kotobuki, memegangi pakaiannya
erat-erat karena terkejut.
“Memang
biasanya aku tidak dapat mendengar suara-suara itu?”
“Biasanya
sih memang tidak bisa.”
“Yah,
aku merasa lega lagi.”
“...Nakamura,
sekarang aku sangat sadar kalau kamu tidak pernah berbelanja pakaian dengan
seseorang seumur hidupmu.”
“Memang.
Kamu adalah orang yang pertama berbelanja pakaian denganku, Kotobuki. Mungkin kamu
bisa menganggapnya sebagai suatu kehormatan? ”
“Apa
aku perlu bertanya mengapa kamu tampak begitu bangga dengan ini?” Kotobuki
tampak lelah dengan candaan Kai.
“Kebetulan
sekali, Kotobuki, kamu biasanya berbelanja pakaian dengan siapa?”
“...Ibuku.”
“Bukan
temanmu?”
“Apa
kamu barusan mengejek dirimu sendiri? Apa kamu ingin menyiratkan kalau aku
tidak punya teman?”
“Bukannya
begitu. Aku tahu kamu lebih baik dari itu.”
“Yah,
aku tahu. Tidak banyak, tapi bahkan aku punya teman.”
“Tapi
tentu saja! Aku tidak bermaksud meledek kok, jadi kamu tidak perlu berkecil
hati. Aku hanya merasa lucu karena meski kamu merendahkanku, Kamu adalah
seorang siswa SMA yang masih berbelanja dengan ibunya. ”
“Aku
percaya itu memenuhi syarat sebagai 'meledek.' Bukan berarti seseorang yang
berpakaian sederhana memiliki hak untuk berkomentar.”
Mereka
berdua saling berceloteh sampai Kotobuki melangkah ke ruang ganti dan menutup
tirai. Tentu saja, itu mungkin lebih jauh dari pertarungan nyata; mengobrol
toxic dengan pemula yang meragukan ini cuma menjadi rutinitas sehari-hari, cara
bermain-main. Akhirnya, Kotobuki menjulurkan kepalanya keluar dari tirai untuk
mengucapkan kata terakhir.
“Aku
sangat menantikan ketika kamu membungkuk dan meminta maaf atas ketidaksopananmu
begitu melihatku berubah menjadi Gadis guild.”
“Cepetan
ganti saja sana!!?”
Kai
menjetikkan dahi pada eskpresi songong di wajahnya itu saat Ia tertawa.
Kotobuki menyeringai lebar saat dia menarik kepalanya ke belakang tirai.
Kai
tidak menunggu lama di depan ruang ganti sebelum dilema tak terduga menimpanya.
Seperti yang dikatakan Kotobuki, Kai tidak bisa mendengar pergantian baju yang
sensual. Tetapi meski mereka dipisahkan oleh sehelai kain tirai, Kai jadi
sangat sadar kalau Ia dipisahkan dari Kotobuki yang berganti baju ... hanya dengan sehelai tirai.
Kotobuki, kamu pembohong, pikirnya. Yah, secara teknis dia tidak berbohong sih...
Tak
perlu dikatakan, Kai merasa tidak nyaman. Karena merasa sadar hal itu, mau tak
mau Kai mulai membayangkan apa yang sedang terjadi. Terlepas Ia menginginkannya
atau tidak, pikirannya mulai membayangkan Kotobuki menanggalkan setiap lapis
pakaiannya, satu per satu.
Kamu seharusnya tahu betul untuk tidak membiarkan
imajinasi remaja laki-laki menjadi liar, Kai berteriak dalam hati. Itu adalah upaya sia-sia untuk mengalihkan
perhatiannya dari kegelisahan yang membuat pipinya memerah. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa melihat
Kotobuki setelah dia keluar dari ruang ganti...
Ia
perlu mendinginkan kepalanya, jadi Ia dengan lihai menyelinap menjauh dari area
ruang ganti. Tapi itu berarti dirinya harus menghabiskan waktu di sekitar area
baju wanita; seorang pria kesepian di deretan pakaian, pakaian, dan lebih
banyak pakaian yang takkan Ia beli atau pedulikan. Kai merasa ditinggalkan oleh
kekuatan di atas. Dan karena tidak tahu harus berbuat apa, Ia mendapati dirinya
mengkhawatirkan tatapan orang lain.
Aku tahu Kotobuki bilang kalau aku terlalu
memikirkannya, tapi...
Memang,
mungkin para karyawan takkan mencurigai Kai. Tapi apa wanita lain yang
berbelanja akan memikirkan hal yang sama? Bukankah mereka akan berkata,
“Ya ampun, serangga mengerikan ini telah menyebar
ke taman rahasia kita!”
“Menjijikkan!”
"Aku menelepon polisi!”
Yah, mungkin tidak, pikir Kai. Ya, aku cuma terlalu memikirkannya. Tetapi membayangkan hal ini di
benakku masih membuatku tidak nyaman ...
Mungkin
Ia bisa merunduk dan berlindung di salah satu area peristirahatan yang tidak
jauh dari situ? Tentu saja setelah mengirimi Kotobuki pesan di LINE untuk
memberi tahunya.
Tidak, dia melakukannya sejauh ini untukku,
jadi aku seharusnya tidak terlalu sensitif.
Ini
bukan hanya sekedar jalan-jalan dengan seorang teman. Secara teknis, mereka
sedang berkencan. Jadi, dengan tidak ada lagi yang bisa dilakukan, Kai
melenggang tanpa tujuan di sekitar bagian pakaian wanita sambil melakukan yang
terbaik untuk menghindari pandangan dari salah satu pelanggan wanita. Tentu
saja, Ia berhati-hati untuk tidak beranjak terlalu jauh dari ruang ganti
Kotobuki.
Ini mungkin akan lebih sering terjadi jika aku
dan Kotobuki berpacaran, pikir
Kai. Dan mereka juga akan lebih sulit
untuk dihindari.
Ia
mulai membayangkan situasi potensial di kepalanya:
“Nakamura, aku ingin pergi berbelanja
pakaian. Apa kamu bisa ikut menemaniku?”
“Ya, uh, aku tidak terlalu peduli. Gimana
kalau kamu pergi sendiri saja?”
“Oh begitu. Aku sedih mendengarnya, tetapi
jika kamu bilang begitu ... aku akan pergi belanja sendirian saja.”
Wow, cowok yang bernama Nakamura itu
benar-benar brengsek.
Tunggu, tunggu, tunggu, tidak, berhenti. Itu
kebiasaan burukku.
Kai
dengan panik menepak dirinya untuk kembali ke kenyataan begitu Ia menyadari
kalau dirinya akan terjebak dalam lingkaran depresi. Dirinya perlu mengikuti
nasihat yang diberikan temannya beberapa hari ini: ketika bumi di pijak, di
situlah langit di junjung. Karena ini adalah kencan, jadi dirinya harus
bersikap optimis dan mencoba menikmatinya sebisa mungkin. Tepatnya, itulah bagian dari masa percobaan ini.
Kai
menjadi bertekad. Ia akan mendorong dirinya untuk mendapatkan minat dalam mode.
Sebagai langkah pertamanya dalam perjalanan ini, Ia berjalan menyusuri area baju balita dan menatap lekat-lekat blazer merah muda
yang dipajang, memikirkan betapa miripnya baju tersebut dengan baju yang dikenakan
Ai dari series Ryuou volume 10.
“Oh
Kai, ternyata ada kamu! Apa yang sedang kamu lakukan ... um, di sini?”
Suara
yang Kai mendapati dirinya tiba-tiba diapit adalah suara yang dia dengar hampir
setiap hari.
“Apa,
Jun?!”
Kai
berbalik karena terkejut, menghadapi sahabatnya yang sama terkejutnya.
Miyakawa
Jun, siswi yang dipuji sebagai gadis tercantik di sekolah, kebetulan memiliki
passion di bidang fashion. Penampilannya saat ini dimulai dengan model baju
bahu terbuka yang terlalu berani untuk dikenakan oleh siapa pun yang kurang
percaya diri pada penampilan mereka. Rumbai yang menghadap ke atas di sepanjang
tepi atas blusnya terlihat sebagai pembungkus imut untuk payudaranya yang
mengesankan. Di bawahnya, ada rok mini yang dipasangkan dengan kaus kaki
setinggi paha; Jun, yang pernah menjadi pemuja kostum karakter 2D “Wilayah
Absolut”, telah mengoordinasikan pakaian yang menghidupkan desain ini. Bahkan
seseorang yang tidak tertarik dengan fashion seperti Kai harus mengakui kalau
dia terlihat sangat cantik.
Pokoknya,
Miyakawa adalah seorang fashionista, jadi tempat terkenal untuk pakaian wanita
di prefektur itu sudah seperti rumahnya. Namun, keberadaan Kai di sini tidak
dapat dipungkiri seperti masuk dalam tim tandang, jadi Jun pun tidak menyangka
bisa bertemu dengannya di sini. Dia mungkin masih secara mental memilah-milah
keterkejutannya.
“Aku...tidak
pernah tahu...” Jun memulai dengan suara bergetar sambil menutup mulutnya. “Kamu...
menyukai pakaian anak-anak?”
“Ya,
enggaklah!” bantah Kai, mati-matian untuk membela diri. “Jangan membuatku
terdengar seperti orang yang cabul!”
“Tapi
... kenapa kamu menatapnya dengan tatapan mata melotot?”
“Aku
hanya berpikir kalau pakaian ini terlihat mirip seperti yang dikenakan Ai.”
“Tapi
… kamu tahu kalau Ai cuma ada di dunia Ryuou no Oshigoto, ‘kan? Tidak dalam
kenyataan, ‘kan?”
“Tentu
saja! Aku bisa membedakan mana yang namanya fiksi dan kenyataan!”
“Fyuh. Jangan menakutiku seperti itu, itu
tidak baik buat jangtungku, tau.”
“Fakta
bahwa kamu meragukanku tentang ini lebih menyakiti hatiku sendiri …”
Jun
meletakkan tangan di dadanya dan menghela napas lega, di mana Kai harus
menyipitkan mata dan melotot. Dia melanjutkan dengan acuh tak acuh.
:Kalau
begitu, apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanya Jun.
“Aku
sedang jalan-jalan dengan seorang teman dari tempat kerja sambilanku.”
“Seorang
gadis?”
“Ya.
Dia juga setahun lebih muda.”
“Oooooh,
Kai berkencan dengan gadis yang lebih muda. Dasar nakal. Kai dan rekan
kerjanya, duduk di pohon…”
“Senang
melihatmu menganggapnya seperti yang dilakukan anak berusia sepuluh tahun.”
Kai
tahu Jun hanya bercanda, jadi Ia meladeni candaannya. Setidaknya, sampai Jun
mengerucutkan bibirnya yang sempurna dan merajuk.
“Awww,
kupikir aku mungkin akan cemburu pada rekan kerjamu yang nakal...”
“Uhhhhhhhh,”
kata Kai, tidak yakin bagaimana menanggapi komentar yang satu ini. Ia sudah
lama mengenal Jun. Kai tahu nada suaranya. Dan ini adalah nada “perasaan jujurnya yang terselubung di balik
candaan”.
Jun
mungkin seorang gadis, tapi dia tetaplah seorang teman. Memang tidak ada orang
lain yang lebih dekat dengan Kai. Dia memang sering datang ke rumahnya lima
hari seminggu, kadang-kadang sampai malam, dan kadang-kadang bahkan bermain
terlalu lama sampai harus bergabung dengan keluarganya untuk makan malam.
Tentu, mereka memiliki hobi dan pemikiran yang sama persis. Jun adalah
kehadiran yang tak tergantikan dalam hidupnya. Dan ya, faktor inilah yang
menyebabkan orang-orang di sekitar mereka sering salah mengira kalau mereka
berdua berpacaran, dan menyebabkan segala macam masalah — terutama dengan
saudara laki-laki Jun, Royalteach, yang cukup sulit untuk dimenangkan.
Tapi
Jun bukanlah pacarnya. Dan Kai sendiri tidak masalah dengan itu. Sejujurnya, Ia
merasa lebih baik seperti ini. Dia bahkan memberikan pidato besar tentang hal
itu. Tetapi...
Jun bilang dia cemburu pada Kotobuki...tapi
kenapa?! Kenapa?! M-M-M-M-M-Mana mungkin dia me-me-menyukaiku, ‘kan?! Apa dia
ingin kita berdua berkencan?! Tapi, mungkin dia tidak bisa mengungkapkan
perasaannya yang tersembunyi, karena aku pernah berteriak tentang lebih baik kalau
kita tetap berteman?!
Otak
Kai diliputi kejutan dan kepanikan.
Tentu saja, Ia tidak bisa secara lahiriah bereaksi terhadap pukulan Jun; Ia
hanya membeku dan dengan cemas menunggunya untuk menindaklanjuti.
“Kamu
selalu menolakku ketika memintamu untuk berbelanja denganku,” Jun akhirnya
melanjutkan. “Tapi kalau rekan kerjamu tidak masalah, ya? Hmm~ jadi begitu
rupanya, ya.”
“Tunggu,
bagian itu yang membuatmu cemburu ?!”
Kai merasa seperti akan pingsan.
“Kenapa
kamu marah padaku? Kita pernah pergi berbelanja untuk membeli sandal dan
kemudian wajahmu seolah-olah menyiratkan kalau kamu lebih baik mati daripada
menginjakkan kaki di mal lagi! Dan ketika aku menawarkan untuk memilihkan
sepatu untukmu, Kamu langsung memberitahuku kalau kamu tidak membutuhkannya dan
menyelaku!”
“Oke,
oke, aku minta maaf untuk waktu itu,” Kai meminta maaf sambil diam-diam menarik
napas lega. Untungnya, Ia cuma salah mengambil kesimpulan dan itu semua hanya
kesalahpahaman. Jika Jun tiba-tiba memintanya untuk berpacaran, itu akan
menjadi akhir dari hubungan mereka yang sekarang.
“Maksudku,
bukannya kita sering pergi berbelanja bersama, ‘kan?”
“Ya,
belanja manga atau game atau merchandise, tapi tidak yang lain. Maksudku, yang itu
juga memang menyenangkan, tapi tetap saja.”
“Dan
bukannya itu bagian menyenangkan dari persahabatan?”
Karena
mereka berteman, Kai tidak ingin kehilangannya. Ia merasa seperti beban
terangkat dari pundaknya sekarang setelah mengetahui kalau Ia terlalu memikirkannya.
Tapi pada saat itu...
“...Nakamura?
Siapa... orang ini?”
Sebuah
suara tiba-tiba memanggilnya dari belakang. Ritmenya yang terhenti bukanlah tanda
kecurigaan terhadap Jun yang baru muncul; tapi tanda kegugupan orang pemalu
yang bertemu seseorang untuk pertama kalinya.
“Kotobuki?!”
Kai berbalik dengan tergesa-gesa dan diam-diam mengutuk waktu munculnya. Kai
mendapati dirinya berhadapan langsung dengan Gadis guild, seperti yang
digambarkan oleh Kotobuki.
“Um...
ya.”
Kai
mendapati dirinya menahan napas dan mengepalkan tinjunya saat melupakan dirinya sendiri dan menikmati
kemuliaannya. Tentu saja, itu sama sekali bukan cosplay yang serius. Cuma versi
tiruan yang dibuat dengan mengumpulkan beberapa pakaian yang samar-samar
menyerupai dari sekitar toko. Jika seseorang menganalisis setiap detail, kamu
takkan menemukan kekurangan perbedaan antara dirinya dengan versi asli. Rambut
panjangnya diikat menjadi kepang tebal yang menggantung di bahu kanannya; Kai
hampir memberinya tepuk tangan untuk
memuji seberapa cepat dia bisa menatanya dan seberapa mirip tampilannya dengan
karakter Gadis guils, tapi rambutnya masih salah warna. Dan tentu saja, Gadis
guild juga tidak memiliki mata hitam. Seorang cosplayer sejati mungkin akan
bertengkar dengannya karena pelanggaran ini terhadap keahlian mereka.
Tapi
terlepas dari kurangnya polesan atau tidak, Kai merasa tersentuh. Ia bahkan
terpesona. Asumsinya yang setengah hati bahwa melihat cosplay ini akan “menyenangkan” terhempas oleh kenyataan
yang ada di hadapannya. Tidak peduli seberapa palsu cosplay itu, perasaannya
adalah asli!
Wuaaah, pikir Kai. Kotobuki, kamu luar
biasa!
Kai
begitu diliputi emosi sehingga Ia ingin berlari dan memujinya. Tapi Ia tidak
bisa... karena sudah ada orang lain yang mendahuluinya.
“Ya
ampun! Eeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeek!”
Jeritan
Jun bergema di seluruh departemen. Sebelum Kai menyadarinya, dia sudah menyerbu
Kotobuki dan memeluknya erat-erat tanpa meluangkan waktu untuk meminta izin.
“Apa-apaan
ini? Siapa ini?! Dia sangat imut imut imut imut imut imut imutimutkyutkyutkyutkyutkytkytkytkyoooooooot!”
Dia
dengan cepat menggosok pipinya ke bagian atas kepala Kotobuki. Kai bisa
memahami bagaimana dia naik ke peringkat gadis paling populer di kelas mereka.
Jun mampu berteman dengan setiap gadis di kelasnya dalam hitungan detik; dia
tidak menahan diri melakukan kontak fisik, bahkan dengan orang asing.
Di
sisi lain, Kotobuki adalah gadis sok jutek di luar, tapi aslinya orang yang
pemalu. Otaknya mungkin tidak bisa memproses pelukan yang bombastis dan kurang ajar ini. Seluruh
tubuhnya membeku.
“Dia
punya nama,” kata Kai sambil berjalan ke arah mereka. “Namanya Kotobuki Hotei.”
“Kai,
aku tidak tahu kamu menyembunyikan imut seperti itu dariku! Aku terkagum!”
“Aku
tidak menyembunyikan siapa pun. Dia adalah rekan kerja yang baru saja aku
ceritakan. Sekarang setelah pertanyaanmu terjawab, cepat lepaskan dia. Gadis
malang itu memiliki mata ikan yang mati. ”
Kai
merasa kasihan pada Kotobuki; cahaya telah menghilang dari pupilnya sementara
separuh wajahnya yang lain terkubur di payudara besar Jun. Kai mengulurkan
tangan untuk membantu, tetapi Jun malah memeluknya lebih dekat.
“Nuh-uh,
mustahil! Ini Mareitaso! Dia nyata dan dia akan pulang bersamaku!”
“Maksudku,
aku cukup yakin pengisi suara juga orang sungguhan? Bukannya berarti aku pernah
bertemu mereka sih. Dan jangan panggil karakter dengan nama pemain mereka, kamu
seharusnya memanggilnya Gadis guild.”
“Maaf,
kamu benar! Aku menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap materi sumber dan
penulis! Aku berutang permintaan maaf pada Kumo-sensei!”
“Maksudku,
aku juga belum pernah bertemu Kumo-sensei, aku tidak yakin kalau kamu perlu
berbuat sejauh itu…”
Jun
sangat bersemangat sampai-sampa kemampuan percakapannya kehilangan kontak
dengan kenyataan, jadi Kai hanya perlu tertawa dan mencocokkan gelombangnya.
Hal tersebut memberi Kotobuki cukup waktu untuk pulih dan bertanya,
“M-Maaf,
tapi bisakah kamu melepaskanku?”
Dia
memohon belas kasihan, meski suaranya masih terdengar samar. Jun menyetujui dan
melonggarkan cengkeramannya; sepertinya dia tidak bisa menolak permintaan dari
Gadis guild. Meski demikian, dia jelas-jelas tida punya niatan untuk melepaskan
sepenuhnya. Dilihat dari cemberut dan helaan nafas Kotobuki, dia sepertinya
menyerah juga.
“Jadi,
bolehkah aku bertanya siapa orang yang tampaknya tidak memiliki pengertian
tentang pengendalian diri atau rasa hormat ini?”
“Namaku
Miyakawa Jun! Tapi kamu bisa memanggilku Jun! dan juga, kamu tidak perlu
berbicara seformal itu!”
“Dimengerti,
Miyakawa.”
“Aawww,
dia secara emosional menjauhkan dirinya, manis sekali! Aku akan mati karena
keimutannya!!!”
Kai
gagal memahami bagian mana dari hal ini yang menyentuh selera Jun.
“Mungkin
kamu bisa memberikanku jawaban, Nakamura?”
“Tentu
saja. Kamu ingat orang yang pernah kubicarakan denganmu dan bahkan menerima
nasihatmu, bukan? Bos terakhir yang memeluk erat wajahmu ini adalah sahabatku
yang dimaksud. ”
“Hah?!
Apa?????” Informasi tersebut tampaknya sangat mengejutkan bagi Kotobuki
sehingga matanya yang kosong akhirnya mendapatkan kembali cahayanya.
“Memangnya
itu benar-benar sampai membuatmu kaget begitu?”
“Apa
dia benar-benar orang yang kamu akui mengunjungi rumahmu lima kali seminggu?
Orang yang selalu salah menembak posisimu saat bermain Tank dan menghabiskan sekitar sepuluh Lifepowder per quest di Monster Hunter?”
“Kupikir
ingatanmu mungkin agak selektif, tapi ya, dialah orangnya.”
“Oh
begitu rupanya. Jadi, begitulah caramu membicarakanku dengan orang lain, ya,
Kai?”
“Aku
baru saja bilang kalau Kotobuki
memiliki ingatan selektif!” bantah Kai, putus asa untuk membela diri dari
tatapan kritis Jun. Yah, dia tidak bisa menyalahkannya karena memberinya
tatapan sini...tapi kenapa Kotobuki juga menatap tajam ke arahnya?
“Aku
pernah mendengar kalau temanmu ini adalah seorang gadis,” kata Kotobuki dengan
nada heran namun entah bagaimana menuduh, “Tapi aku tidak pernah menyangka
kalau dia begitu cantik...”
“Jika
aku boleh mengabaikan banyak kata-katamu yang tidak pengertian, memangnya
menurutmu gadis seperti apa yang menjadi temanku?”
“Aku
yakin kalau dia pasti terlihat seperti versimu yang tertukar gender…”
“Tolong
jangan gunakan imajinasimu untuk membuat monster seperti itu!?”
Kai
tidak terlalu senang mendengar tentang asumsi ini, tapi Jun hanya terkikik
tentang bagaimana dia bisa benar-benar melihatnya. Kai penasaran apakah dia
tidak memahami kalau Kotobuki sedang membicarakannya.
“Ngomong-ngomong,”
saran Jun, “Sekarang kita semua berteman, bagaimana kalau kita pergi ke mal
bersama?” Dia tertawa riang seolah-olah baru saja menemukan ide terbaik di
dunia. Tapi mata yang terkubur di belahan dadanya sekali lagi kehilangan
kilaunya saat sebuah suara naik yang berkata,
“Sejak
kapan kita berteman?”
“Tidak,
tunggu,” kata Kai, berusaha meredakan situasi. “Jangan kesana, Jun!”
“Hah?
Mengapa tidak? Aku ingin bermain dengan Gadis guild juga. Kamu tidak bisa
memonopolinya selamanya, Kai.”
“Tidak,
maksudku, bukan itu masalahnya!”
Bukan
hanya karena mereka berdua memiliki reservasi di restoran Italia. Aku mungkin terlambat untuk menyadarinya,
tapi tidak bisa berkencang dan kemudian bertingkah akrab dengan gadis lain,
kan?! Hanya karena Jun adalah sahabat terbaikku di dunia, bukan berarti
Kotobuki akan menyambut hangat keberadaannya!
Kai
sudah terbiasa menghabiskan setiap hari dengan Jun sehingga dia menerima
situasi itu begitu saja. Benar-benar kesalahan yang harus dia perjuangkan untuk
tidak pernah terulang. Aku akan meminta
maaf kepada Kotobuki nanti. Mudah-mudahan dia takkan memarahiku nanti ...
Jika
seseorang menggambar diagram Venn tahun-tahun kehidupan Kai dan tahun-tahun
yang dia habiskan tanpa pacar, itu akan membentuk lingkaran yang sempurna.
Seluruh permasalahan kencan ini seperti dunia baru yang aneh baginya. Kai belum
terbiasa dengan ini dan tidak bisa menanganinya dengan bijaksana, tapi
setidaknya Ia bisa meminta maaf nanti.
Itu
masih bisa ditangani nanti. Tapi, pertama-tama Ia perlu melepaskan Kotobuki
dari cengkeraman bos terakhir dari pemecah muka ini.
“Hei,
Jun, bisakah aku jujur sebentar?” Kai hendak memberitahunya bahwa
mereka sedang berkencan, tapi tepat sebelum Ia bisa mengeluarkan kata-kata...
“Jun,
bisakah kamu melepaskan gadis itu, kasihan tau?”
Sebuah
suara tiba-tiba datang dari belakang Kai. Itu adalah suara lain yang pernah Ia
dengar sebelumnya; suara halus, elegan, namun sedingin es.
Yah,
pikir Kai. Ini dia! Teman Jun yang sangat
populer, tentu saja dia tidak berbelanja sendirian! Aku punya firasat ini akan
terjadi...
Sensasi
merinding menjalari tulang punggung Kai saat berbalik. Di sana, Ia menghadapi
seorang gadis berdarah dingin yang memancarkan pamor wanita yakuza jauh
melampaui usianya. Namanya adalah Fujisawa Reina, ratu cantik yang memimpin
takhta di puncak kasta sekolah. Paras cantiknya tidak perlu dilebih-lebihkan;
dia bahkan menandatangani kontrak dengan agen bakat dengan harapan menjadi
model penuh waktu. Dia rupanya berteman baik dengan Jun sejak sebelum mereka
masuk SMA. Sedangkan Kai? Ia baru saja menjalin hubungan diplomatik dengannya
beberapa hari yang lalu di bawah kesamaan aneh karena mereka "berteman dengan Jun.”
Ratu
es menyapa mereka semua dengan senyum palsu yang menjadi ciri khasnya. Jun
mungkin merajuk, tapi Reina menyeretnya pergi.
“Aku
sungguh minta maaf. Aku akan menjauhkan dia darimu, jadi jangan salahkan dia.”
Reina
membantu Kotobuki sementara dia terus memproyeksikan senyum yang terlalu cantik
dan terlalu terlatih untuk menjadi alami. Sebagai seseorang yang tidak tahu apa
yang disembunyikan senyum itu, Kotobuki mungkin melihat Reina sebagadi gadis
dewasa cantik yang bisa membuatnya terengah-engah.
“O-Oh,
tidak, jangan khawatir. Aku hampir tidak memperhatikan kehadirannya.”
Kai
juga mencoba untuk mengucapkan terima kasih, tapi butuh semua keberanian dan
tenaganya untuk mencicit samar dan layu, “Terima kasih, aku berhutang padamu.”
Reina
mempertahankan senyum palsunya sampai akhir sebelum berkata dengan singkat,
“Besok. Di sekolah."
Dia
ingin berbicara dengannya.
Sensasi
merinding lain mengalir di tulang belakang Kai.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya