Chapter 03 — Miyakawa yang Sangat Dermawan
“Dan
inilah rumahku,” ujar Kai sambil menunjuk ke serambi rumahnya. Itu hanyalan
bangunan dua lantai yang biasa-biasa saja di pinggiran kota yang biasa-biasa
saja, tetapi bagi Kotobuki...
“Ru-Rumah
yang cukup megah, ya.” Kai hampir mengasihani betapa gugupnya Kotobuki sampai
harus memberi sanjungan yang tidak perlu. Dengan gerakan yang bahkan lebih
tidak perlu, dia menyerahkan kantong kertas berisi cemilan dengan gemetar sambil
berkata, “Me-Meski ini tidak seberapa, tolong terima buah tangan ini ...”
“Tidak,
buat apa kamu memberikan ini padaku? Ibuku ada di dalam, kamu bisa langsung memberikan
ini padanya.” Kai tidak bisa menahan diri untuk tidak mengatakannya pada
kecemasan sosial khas Kotobuki. Nada sopannya tidak bisa mengikuti.
“I-I-I-I-Ibumu?
Ba-Ba-Ba-Ba-Ba-Bagaimana jika dia mengira kalau aku ti-ti-ti-tidak pantas
untukmu ?! ”
“Santai
aja, kamu tidak mencoba memperkenalkan diri sebagai calon menantu.” Ibu Kai
bukanlah tipe orang yang menilai seseorang dengan kasar. “Yang ada justru keluargaku
akan bertingkah ekstrim dalam artian lain dan menjadi terlalu sok akrab. Mohon
maaf sebelumnya untuk itu.”
“Ka-Ka-Kalau
itu sih, sedikit mengintimidasi dengan caranya tersendiri,” Kotobuki tersedak
saat matanya mulai berkaca-kaca.
Junior
di tempat kerjanya ini kurang dalam setiap bidang komunikasi manusia. Namun,
dia akan mulai bertingkah seperti anak songong saat sudah terbiasa dengan
seseorang. Ya, dia memang gadis yang manis.
◆◆◆◆
Semuanya
bermula di hari setelah Kotobuki menyarankan mereka bertiga untuk kumpul-kumpul.
Kai mulai menjadwalkannya dengan Jun melalui LINE saat Ia pulang kerja malam
sebelumnya.
“Hei,
Kotobuki bilang kalau dia ingin kita bertiga segera berkumpul bersama.”
“Ciyus?”
“Seriusan
lah.”
Jun
menanggapi konfirmasi singkat Kai dengan stiker Fumino Furuhashi yang mendongak
dan berkata, “Jangan bohong!” Hari sudah larut malam dan Kai sudah kelelahan karena bekerja,
jadi Ia memberikan balasan acak dengan stiker Popuko yang melambaikan tangannya
dan berteriak, “FOO~!”
“Ngomong-ngomong,
Jun, kapan kamu ada waktu luang?”
“Besok!”
“Secepat
itu?!”
Pernyataan
keterkejutan instan Kai diikuti oleh stiker pesan khusus Gan Ning (nama hormat Xingba) menyerang benteng
sambil berteriak, “Akulah yang pertama mencium!”
Ayolah,
pikir Kai, jangan membuat para pejuang dari
tokoh sejarah mengatakan hal-hal seperti itu...
“Bisa
enggak kamu menganggap ini dengan serius?”
“Maaf,
maaf, aku tidak bisa menghentikan kegembiraanku yang meluap-luap.”
“Aku
mulai mengkhawatirkan keselamatan Kotobuki jadi anggap saja aku tidak pernah
bertanya.”
Kai
mengirim pesannya dengan emoji batu dan mendapat stiker Umaru yang sedang
mengamuk dan berteriak “Aku tidak mau!” sebagai balasannnya.
“Bisa
enggak kamu bersikap lebih serius?”
“Memangnya
kamu enggak bisa diajak bercanda?”
Bercanda, katanya. Kai penasaran apakah dia bisa menangani panggilan video. Kamu
tahu, untuk membuktikan kalau dia tidak terkekeh dengan ekspresi menjijikan.
“Oke,
kesampingkan candaan tadi, kalau besok sih terlalu cepat. Memangnya kamu tidak
bisa menunggu sampai akhir pekan? ”
“Aku mau
besok, aku mau besok, aku mau besok, aku mau besok, aku mau besok, aku mau
besok, aku mau besok, aku mau besok , aku mau besok , aku mau besok , aku mau
besok , aku mau besok , aku mau besok , aku mau besok , aku mau besok , aku mau
besok, aku mau besok, aku mau besok, aku mau besok, aku mau besok. ”
“Jangan
mendadak berubah jadi yandere!”
“Aku
cuma mengungkapkan kedalaman cintaku melalui media teks.”
“Yah,
teks yang kamu tulis terlihat seperti novel horor, jadi kamu mungkin
menyatakannya terlalu dalam.”
“Pokoknya,
aku maunya besok! Aku tidak bisa menunggu lama!”
Kai
merasa tercengang melihat dia terobsesi dengan gadis-gadis manis. Ia menghela nafas,
lalu menjawab, “Baiklah. Itupun kalau Kotobuki setuju, sih.”
Jun
menanggapi dengan stiker pesan khusus Zhang Fei (nama baik Yide) yang mengatakan, “Tentu, aku sangat berterima kasih! Selalu bersyukur!” dengan senyum
sinis. Sekali lagi, Kai berpikir prajurit kuno pantas mendapatkan sedikit lebih
banyak rasa hormat, tapi dia tetap mengirim jawaban Jun ke Kotobuki. Ia tidak
berharap kalau Kotobuki juga setuju untuk bertemu besok, tapi tak
disangka-sangka, dia memberikan balasan oke.
“Hooraaaaaay!!!!!”
Kai
bisa membayangkan tarian bahagia yang dilakukan Jun saat dia mengirim pesan
itu.
Kai
mengakhiri malamnya dengan menyelesaikan PR-nya, mandi, menggosok gigi, dan
membaca LN jilid keenam dari series 29 to
JK yang baru diterbitkan, tetapi Jun membombardirnya dengan pesan sepanjang
waktu. Selama sisa malam itu, pertanyaan baru muncul seperti “Baju apa yang harus aku pakai?” atau “Apakah Hotey suka es krim? Apa dia akan
menyukainya jika aku membawakannya? ” atau “Merek apa yang harus aku beli untuknya?”
Dan
pesan semacam itu terus menyerbunya! Bukan berarti Kai bahkan punya jawaban
untuk diberikan padanya!
“Tingkahmu
mirip seperti malam sebelum kencan,” ketik Kai di smartphone-nya. Saat kelopak
matanya mulai terasa berat, Ia menjauhkan smartphone dari tangannya sembari
menggumamkan “Yah, tidak salah juga sih.”
Tentu
saja, Kai meninggalkan setiap pesan yang dikirim Jun untuk dibaca.
◆◆◆◆
Pokoknya,
itulah asal muasal terjadinya kejadian hari ini. Kai bertemu Kotobuki sepulang
sekolah di stasiun terdekat dengan rumahnya, Watarai, dan memandu Kotobuki ke rumahnya.
Mereka berdua datang langsung dari sekolah, jadi Kai masih berseragam SMA Asagi
sedangkan Kotobuki masih berseragam SMA Ginga.
“Jangan
khawatir, Kotobuki,” ucap Kai sambil membawanya ke ruang depan. “Kamu tidak
perlu merasa gugup begitu. Anggap saja rumahku ini sama seperti rumahmu sendiri.”
Sejujurnya,
bahkan oleh-oleh yang dibawa Kotobuki terlalu berlebihan. Dia tidak perlu
terlalu memikirkannya dan melangkah sejauh itu. Mungkin keluarganya benar-benar
punya kedisiplinan yang ketat, atau mungkin kotak hadiah itulah yang menurut
Kotobuki dia butuhkan untuk menenangkan pikirannya, untuk sedikit mengurangi
rintangan memasuki pintu depan rumah seorang teman. Kai tidak menekan masalah
ini.
“Aku
pulang!” Kai mengumumkan kedatangannya kepada keluarganya. “Dan aku membawa
temanku untuk bermain!”
“Astaga,”
Ibunya tersentak saat mengintip dari dapur. “Kamu membawa pulang teman imut lainnya?”
“Bukannya
aku sudah memberitahu ibu pagi ini, kalau aku akan membawa seorang gadis dari
tempat kerja!”
“Tapi,
tapi, Ibu tidak menyangka kalau dia akan semanis ini! Bisa berteman dengan Jun saja
sudah menjadi keajaiban yang terbuang sia-sia untukmu! ”
“Aku
cukup yakin itu penghinaan untukku dan Kotobuki. Memangnya gadis macam apa yang
Ibu bayangkan?”
“Kupikir
itu pasti seorang gadis yang mirip denganmu...”
“Bagaimana
semua orang selalu membayangkan hal yang sama sih? Apa itu serius penggambaran
Ibu saat membayangkan teman-temanku ?! ”
“Setidaknya, aku tidak bisa membayangkan ada seorang
gadis seimut ini akan menjadi temanmu!”
“Mungkin
ada beberapa hal yang tidak boleh Ibu katakan langsung di depan wajah anakmu sendiri!”
Dia
setidaknya bisa berhenti mengulangi kata “imut” begitu sering. Hal tersebut
membuat Kotobuki menjadi pucat dan bergumam, “Aku harus berusaha untuk tetap imut .... Aku harus memenuhi harapan
ibunya...” pada dirinya sendiri seakan-akan itu semacam mantra.
“Ayo
kita langsung pergi ke kamarku saja,” saran Kai. Ia membujuk Kotobuki yang
pemalu menaiki tangga untuk melindunginya dari pengaruh ibunya yang eksentrik.
Begitu mereka memasuki kamar tidur seluas 3 meter persegi dan menutup pintu,
Kotobuki meletakkan tangan di dadanya dan menarik napas lega. Bagi Kai, ini
terlihat seperti reaksi berlawanan yang biasanya dimiliki seorang gadis ketika
memasuki kamar laki-laki untuk pertama kalinya.
Kurasa itu menunjukkan betapa nyamannya dia
di dekatku, pikirnya. Kai menggaruk ujung
hidungnya dengan gugup. Ia dan Kotobuki akhirnya mulai bisa sedikit santai,
ketika tiba-tiba...
“Hei
Ashie,
kamu beneran membawa pulang gadis super imut lainnya?!
“Gaaaaaah
Kak ayolah, tolong belajar caranya mengetuk!”
Kai
melawan balik kakaknya, Serena, yang tiba-tiba muncul sembari mengayunkan pintu
yang terbuka.
“Kyaaaa,
dia benar-benar imut! Apa hubungannya dia denganmu?”
“Kak...
Sudah kubilang kalau dia tidak seperti Jun, Kotobuki adalah gadis yang
sensitif, kan? Sudah kubilang jangan terlalu bersikap menyebalkan, kan?!” Kai
mendorong kakaknya keluar dari kamar untuk melindungi temannya yang pemalu darinya.
“Apaan
sih? Apa kamu menyebutku pengganggu? ”
“Emang,
aku benar-benar mengatakan dengan tegas kalau kamu itu cuma pengganggu.”
“Oh?
Kamu tidak keberatan untuk memberitahuku mengenai apa yang ingin kamu lakukan
saat berduaan dengan rekan kerjamu? Dasar mesum.”
“Dengar,
Jun juga akan segera datang, jadi bukannya aku ingin berduaan.”
“Entahlah,
tapi kelihatannya sangat mencurigakan bagiku. Apa yang ingin kamu lakukan tidak
hanya dengan Jun, tapi juga mengajak gadis semanis ini bersama? Aku tidak
membayangkan apa jadinya nanti…”
“Yah,
kamu ‘kan jurusan sosiologi, jadi bagaimana kalau kamu belajar saja? Di
kampus.”
“Apakah
ini yang disebut legenda sebagai 'periode
populer'? Apa ini seriusan? Lalu kenapa aku tidak pernah mengalaminya?!”
“Ya,
ya, semoga sukses di kopdarmu selanjutnya, Kak, aku yakin kamu akan menemukan
seseorang yang luar biasa.”
“Astaga,
melihatmu mengasihaniku membuatku merasa kesal. Ayo ngaku saja. Trik macam apa
yang sudah kamu lakukan? Apa itu hipnosis?”
“Ya,
ya, betul sekali, ini hipnosis.” Kai tidak punya tenaga lagi untuk meladeninya,
jadi Kai pun kembali ke kamarnya setelah selesai mendorong kakaknya ke
kamarnya. Ia melihat kalau Kotobuki tampak tercengang, seolah-olah dia
mendengar semua yang dikatakan keduanya. Kai mendecakkan lidah.
“Aku
minta maaf karena kakak perempuanku membuatmu menyaksikan sesuatu yang sangat
memalukan.”
“T-Tidak,
tidak sama sekali, kok! Jangan risau. Dia benar-benar kakak yang luar biasa.”
Rasanya
sedikit menggemaskan betapa tidak meyakinkannya bantuannya.
“Ja-Jadi,
'Kai' benar-benar bukan nama depanmu,
ya?”
Dan
Kai harus menyukai betapa putus asanya Kotobuki untuk mengubah topik
pembicaraan.
“Memang,
nama asliku adalah ‘Ash.’ Semua keluargaku memanggilku ‘Ashie.’”
Kali
ini, Kai harus tertawa dengan penjelasannya sendiri.
Kai
sudah berterus terang dengan Kotobuki tentang namanya. Mereka berkencan dengan
potensi untuk menjalin hubungan, jadi Ia merasa tidak enak untuk
menyembunyikan kebenaran selamanya. Sayangnya, Kotobuki menganggapnya sebagai
lelucon dan tidak mempercayainya sama sekali! Yang mana itu jauh lebih
menyakitkan karena itu berarti namanya sangat konyol!
Namun,
hal itu tidak berlangsung lama. Karena ketika Ia meminta Kotobuki untuk
memanggilnya “Kai,” dia tergagap,
“Ra-Rasanya sangat memalukan untuk tiba-tiba mengganti nama panggilan dengan
nama depan, jadi aku lebih suka terus menggunakan 'Nakamura.'”
Wajah
Kotobuki menjadi merah padam dan tidak bisa menatap matanya saat dia
melanjutkan, “Ta-Tapi suatu hari, aku berjanji ... aku akan memanggilmu 'Kai.'”
Sifat
malu-malunya sangatlah menggemaskan.
“Yah,
jangan berdiri terus, jadi silakan duduk,” saran Kai kepada Kotobuki. “Oh, aku
biasanya menggunakan tempat tidurku sebagai tempat duduk, tapi kurasa kamu akan
keberatan jika duduk di tempat tidur cowok, ‘kan? Jangan khawatir, aku punya
bantal yang bisa kamu gunakan.”
Hari
ini akhirnya akan menjadi hari dimana Kai bisa menebus kesalahan fatal yang
pernah Ia lakukan setahun yang lalu di mana Ia tidak siap dan membuat Jun duduk
di tempat tidurnya! Kai merasa bangga pada dirinya sendiri, sampai ...
“Kalau
Miyakawa biasanya duduk di mana?”
“Yah,
uh, seperti yang kukatakan, di tempat tidurku.”
“Kalau
begitu aku akan merasa puas dengan melakukan hal yang sama. Karena ini tempat
tidurmu, jadi aku tidak keberatan sama sekali.”
Ekspresi
Kotobuki dengan cepat berubah menjadi senyum puas diri saat duduk di tempat
tidur Kai tanpa ragu-ragu. Mungkin itu hanyalah imajinasi Kai, tapi Ia pikir Ia
melihat sesuatu yang berkelap-kelip jauh di dalam mata Kotobuki. Apa yang
membuatnya begitu bersemangat?
“Kamu
juga jangan berdiri terus, Nakamura, ayo duduklah.”
“Oh,
benar. Jangan keberatan jika aku melakukannya. ”
Aneh,
Kai merasa seolah-olah kalimat mereka—jika
bukan posisi mereka—telah dibalik. Pokoknya, Kai dengan lembut
mengistirahatkan punggungnya di tempat tidur di sebelahnya. Begitu duduk,
Kotobuki mulai gelisah dan berlari mendekat ke arahnya dengan kecepatan siput.
Ah, apa aku harus duduk lebih dekat
dengannya? Haruskah aku tidak bersikap rendah hati tentang hal itu?
Saat
Kai merenungkan arti dari gerakannya, Kotobuki membuat jarak di antara mereka
sambil terus menggeliat.
Yo, dia lagi kenapa sih?
Setelah
itu, Kotobuki terlihat seperti menguatkan tekadnya dan bergerak mundur ke arah
Kai. Kemudian pipinya memerah saat berlari menjauh darinya lagi. Mengingat
berapa lama siklus ini berulang, dia tampaknya berjuang untuk mengukur jarak
yang tepat dari ruang pribadi mereka.
“Hmm,
apa gerakan bolak-balikmu adalah teknik pernapasan kuda-kuda pertama? Itu pasti
berasal dari Teknik Pernapasan Air, bukan?”
“J-Jangan
mengguruiku! Ini bukan teknik konsentrasi penuh.”
Kotobuki
balas membentak, tapi dia memaksakan dirinya untuk mendapatkan kembali ekspresi
puas dirinya sebelum melanjutkan.
“Ngomong-ngomong,
Miyakawa sedang ada di mana? Apa kamu tidak pulang sekolah bersama?”
“Benar.
Aku bermaksud melakukannya, tetapi Jun meminta kalau dia mau pulang dulu untuk
berganti pakaian.”
“Jadi,
dia memang melihatku sebagai
ancaman?”
“Hah?”
Kai melihat kedipan di mata Kotobuki itu lagi, tapi dirinya sangat kebingungan
dengan apa yang dikatakan Kotobuki sehingga Kai langsung terdiam.
“At-Atau
tidak?”
“Sepertinya
dia ingin berpenampilan terbaik untuk memastikan kalau dirinya meninggalkan
kesan pertama yang baik.”
“Be-Begitukah?
Aku merasa malu telah membuat asumsi yang salah seperti itu.” Kotobuki
mati-matian berusaha menyembunyikan rasa malu itu dengan menutupi wajahnya dan
berbalik.
Melihatnya sebagai ancaman? Bagaimana? Kai merasa kalimat itu sangat aneh sehingga
Ia ingin menanyakannya pada Kotobuki, tapi dia menanyakan pertanyaannya sendiri
sebelum Kai bisa membuka mulutnya.
“...Nakamura,
ada satu hal yang inign kutanyakan.”
“Tentu,
apa itu?”
“Karena
kamu bilang kalau Miyakawa berdandan untukku ... apa jangan-jangan dia itu tipe
yuri hardcore?”
“Maksudnya?”
“Yah,
itu akan menjelaskan beberapa hal tentang dirinya.”
“Umm?
Menjelaskan apa?”
“Oh,
maafkan aku. Kamu tidak perlu mencemaskan itu, jawaban sederhana untuk
pertanyaan itu sudah cukup. ”
“Aku
bisa menjaminnya kalau dia itu bukan gadis seperti itu, meskipun aku tidak bisa
menyalahkanmu karena merasa seolah-olah hidupmu bisa dalam bahaya, sih.”
Sejujurnya, bahkan Kai memiliki sedikit keraguan. Hanya sedikit.
“Menurut
penuturan Jun, gadis-gadis menyukai segala hal yang imut,” lanjut Kai sambil
menjelaskan apa yang Jun katakan padanya sehari sebelumnya, kecuali bagian di
mana Jun mengatakan bahwa dia memiliki perasaan yang sama terhadap Kotobuki seperti
yang dia lakukan terhadap boneka binatang. Bagaimanapun juga, itulah permintaan
darinya.
“Begitu
rupanya, emosi tersebut merupakan sesuatu yang sangat kupahami,” kata Kotobuki.
Bertentangan dengan harapan Kai, wajahnya langsung bersinar ketika dia menemukan
jawaban itu dapat diterima, melegakan, atau bahkan mungkin berkaitan.
“Kamu
bisa memahaminya?”
“Tentu
saja! Aku punya keponakan perempuan empat tahun lebih muda dariku dan dia
sangat menggemaskan. Ketika adik laki-lakiku bertingkah nakal, aku menganggapnya
ngeselin, tapi ketika dia yang melakukannya, aku hanya ingin tersenyum dan
memeluknya.”
Kotobuki
tentu saja membuat argumen yang persuasif.
“Pokoknya,
terima kasih atas jawabanmu. Aku bersyukur karena aku saja yang cuma terlalu
kepikiran. ”
“Dengan
segala cara, bertemanlah dengannya. Aku akan berada di sini untuk
menghentikannya jika tindakan skinship-nya menjadi terlalu berlebihan. ”
“Bagus
sekali! Nasibku ada di tanganmu, Nakamura.”
“Ha
ha ha, pasti kamu melebih-lebihkan."
“Tidak,
nasibku benar-benar ada di tanganmu..”
“...Ha
ha ha.”
Kai
mendengar kekhawatiran yang jujur dalam permohonan itu dan
membalasnya dengan tertawa tegang.
Tunggu, apa ini berarti dia masih tidak bisa
meladeni Jun? Lalu untuk apa dia mencoba berteman dengannya?! Di sisi lain, mengapa
lagi Kotobuki ingin nongrong bareng dengannya?
Pemikiran-pemikiran
tersebut tidak menemui titik terang. Ia bukanlah orang yang tidak peka, tetapi
Kai masih belum dewasa untuk melihat setiap trik dalam hubungan antar lawan
jenis.
◆◆◆◆
Jika
awan gelap terbentuk di hati Kai, maka badai besar sedang mengamuk di hati
Kotobuki. Insting pertama Kai tepat sasaran—Kotobuki masih belum siap
menghadapi Jun. Bagi seseorang yang pemalu seperti Kotobuki, seorang gadis yang
langsung memeluk erat wajahnya pada pandangan
pertama seperti predator alami. Aura "normies"
yang dipancarkan Jun dari setiap pori-pori kulitnya mempertegas kalau dia
merupakan penghuni dari dunia yang sangat berbeda dengannya.
Sekarang,
mengapa Kotobuki meminta untuk bergaul dengan musuh yang begitu tangguh? Kai
tidak dapat mencapai jawabannya sendiri, tetapi kebenarannya sangat gampang
sekali. Kotobuki pertama kali melihat “Teman
gadis” Nakamura selama kencan mereka dua hari lalu dan dia dibuat terkejut.
Tentu saja, Kotobuki telah mendengar banyak cerita tentangnya—Kai cukup sering
menceritakan Jun kepada dirinya. Kotobuki bahkan cukup mengenal tentang teman
ini untuk memberikan saran kepada Kai tentang serangkaian kesulitan yang mereka
alami belum lama ini. Namun, saat mengetahui kalau teman gadis ini adalah kejutan besar, justru menjadi kejutan besar
tersendiri bagi Kotobuki.
Bila
ditilik kembali, Kotobuki menyadari kalau dirinya membuat asumsi liar. Dia
membayangkan Jun adalah gadis tomboy pembuat onar, atau mungkin cuma orang yang
gampang akrab, tetapi umumnya bukan tipe yang memancarkan nuansa feminin. Tapi
dengan cara yang baik, tentu saja; Kotobuki memiliki seorang gadis seperti itu
di kelasnya sendiri yang sangat dia hargai.
Tapi
kenyataannya begitu kejam. Ketika Kotobuki bertemu langsung dengan Miyakawa
Jun, alias sahabat Kai, merupakan gadis cantik yang modis, dia hampir pingsan. Mau
tak mau pemikirannya mulai membayangkan hal yang tidak-tidak: Jika Nakamura menghabiskan lima hari dalam seminggu
dengan gadis yang imut dan suka dekat-dekat, bukannya Ia akhirnya akan jatuh
cinta padanya? Apa mereka seriusan tidak pacaran?!
Bahkan
setelah pulang dari kencan, Kotobuki berguling-guling dengan sedih di tempat tidurnya
... sampai akhirnya dia memikirkan sebuah ide.
Aku harus memastikannya. Aku perlu
memeriksanya dengan kepala mataku sendiri.
Seperti
apa hubungan Kai dan Jun yang sebenarnya?
Tentu saja, Kotobuki tidak berpikir bahwa Kai menyembunyikan fakta bahwa mereka
adalah sepasang kekasih. Itu tindakan yang pengecut, yang mana merupakan bukan
tindakan yang akan dilakukan Kai. Kotobuki sudah menghabiskan hidupnya
mengamati orang, jadi dia yakin dengan penilaiannya.
Tapi aku tidak bisa menyangkal kemungkinan
kalau Nakamura akan jatuh cinta pada orang itu, pikir Kotobuki sebelum membenamkan wajahnya
di bantalnya dan menggigit selimutnya dengan sedih. Hanya memikirkan
kemungkinan itu menarik hati sanubarinya, tapi dia tidak bisa lari dari
kebenaran.
Meski
begtu, Kotobuki membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyadari bahwa rasa
hormat yang dia rasakan kepada Kai sejak awal sebenarnya adalah cinta pertama
dalam hidupnya. Kai adalah seorang mentor yang dapat diandalkan, tetapi juga
sedikit naif (dengan cara yang bias!),
jadi sangat masuk akal jika Kai tidak tahu bagaimana membedakan antara suka dan
cinta dengan teman ceweknya ini.
Terlebih lagi, bagaimana perasaan gadis itu
tentang Nakamura? Yang ada
justru, inilah masalah terbesar yang dicemaskan Kotobuki. Sekarang dia sangat
menyadari, betapa tidak dapat diandalkannya kata-kata Kai tentang masalah ini,
dia hampir tidak tahu siapa gadis Jun Miyakawa ini.
Maksudku, di alam semesta mana ada gadis yang
pergi main ke rumah seorang cowok selama lima hari dalam seminggu tapi sama
sekali tidak ada tanda-tanda perasaan suka?! Dia jelas-jelas sudah seperti
terkunci padanya! Tidak, aku yakin dia bertingkah seolah-olah sudah menjadi
pacar Nakamura! Sebenarnya, lupakan itu, aku juga ingin pergi main ke rumahnya selama
lima hari dalam seminggu! Kotobuki
memukul-mukul selimutnya dengan marah saat berbaring di tempat tidur.
Tapi
setelah dipikir-pikir lagi, hukum alam semesta mungkin tidak berlaku untuk
seseorang seperti Jun. Bukan hanya wajahnya yang proporsional itu tampak dari
bukan penduduk dunia ini (karena Kotobuki
yakin bahwa dua orang bisa bermain di game itu). Aura khusus Jun membuat
orang merasa bahwa dia berasal dari alam kehidupan yang berbeda. Kotobuki tidak
pernah membayangkan apa yang terlintas di kepala orang-orang yang menguasai
jalan kehidupan normies, jadi tidak ada kepribadian yang terlalu aneh untuk
menjadi sebuah kemungkinan. Mungkin Jun adalah pemakan manusia yang sudah
terbiasa dengan sekumpulan anak kuliahan dan orang dewasa yang bekerja dengan
panggilan cepat sehingga dia memperlakukan bocah SMA cuma sebagai hamster
peliharaan. Atau mungkin dia berkomitmen pada jalan yuri, dalam hal ini dia
takkan memiliki ketertarikan romantis pada lawan jenis sejak awal.
Oooooh, semakin aku memikirkannya, aku
semakin tidak mengerti!! Kotobuki,
masih tertelungkup di tempat tidurnya, diam seperti mayat.
Tetapi
karena dia tidak mengerti, dia harus memastikannya dengan kedua matanya
sendiri. Dia ingin Kai mengizinkannya masuk ke tempat nongkrong kecil mereka.
Dia telah menghabiskan cukup banyak waktu untuk mengamati orang; jika dia bisa
melihat bagaimana mereka selalu bertindak, Kotobuki yakin kalau dia akan segera
mengungkap kebenaran tentang perasaan mereka. Dan tak peduli masa depan seperti
apa yang akan dilihatnya ...
Aku tidak akan kalah darinya! Kotobuki menyalakan api semangat perjuangan di
bawah jantungnya yang lemah dan bergetar.
Jadi,
singkatnya, Kotobuki datang berkunjung ke rumah Kai untuk mencari gara-gara.
◆◆◆◆
Kai
dan Kotobuki terlibat dalam pembahasan anime saat menunggu kedatangan Jun.
Karena Kai tadi habis bercanda tentang teknik Pernapasan Air, mereka langsung
memikirkan episode tujuh Kimetsu no Yaiba.
Animenya baru mulai tayang bulan sebelumnya, tapi Kai sudah membaca sampai
volume terbaru dari sumber langsungnya. Namun, Kotobuki adalah penggemar anime
saja, jadi Kai harus berhati-hati supaya tidak
memberikan spoiler.
“Kurasa
keunggulan seperti itu wajar untuk seukuran studio Ufotable, tapi aura jahat
Muzan tidak semengerikan dari yang dibayangkan bukan, Kotobuki?”
“Cukup
mengerikan, memang. Namun, mau tak mau aku merasa bahwa Kibutsuji hanyalah batu
loncatan menuju penjahat sejati.”
“Oh?
Dan alasanmu?”
“Materi
sumbernya adalah manga Jump. Jika
dibandingkan dengan plot manga lainnya, kemunculan Kibutsuji terlalu dini. Jika
Ia adalah bos terakhir, bukannya terlalu sulit bagi manga untuk mencapai tiga
puluh atau empat puluh volume?”
“Mungkin
ada benarnya, aku tidak kepikiran mengenai tiu.”
“Jika
aku membuat prediksi, aku akan mengatakan kalau penjahat sebenarnya adalah tipe
api, yang bisa dibuktikan oleh Tanjiro sebagai kartu truf setelah dia menguasai
Pernapasan Air.”
“Begitu,
itu perkembangan cerita yang cukup dramatis. Aku ingin melihatnya sendiri.”
Kai
merasa kalau prediksi Kotobuki mungkin takkan terjadi karena Ia sudah membaca manga
sumbernya dan tahu bagaimana plotnya dimainkan dari sana, tapi Ia tidak
membiarkan penilaiannya muncul. Bagi otaku yang cerewet seperti Kai, kepekaan semacam
ini sudah mendarah daging. Tapi alasan sebenarnya adalah Kai benar-benar
menikmati mendengarkan teori Kotobuki, dan Ia tidak berbohong ketika mengatakan
kalau Ia ingin melihat plot twist semacam itu jika memang benar-benar terjadi.
Mengingat selera Kotobuki, dia pasti akan
benar-benar menyukai Shinobu. Aku harap dia segera muncul di anime; Aku ingin
berbicara tentang karakter favorit kami.
Kai
melanjutkan diskusi mereka sambil cukup bersemangat untuk minggu-minggu
mendatang.
◆◆◆◆
Lalu
beberapa saat kemudian, bel pintu berbunyi.
“Itu
mungkin Jun” bisik Kai. Dia tahu bahwa Kotobuki langsung tegang karena berita
itu, membuatnya khawatir tentang berapa lama dia bisa bertahan jika sudah
gelisah. Mereka mendengar suara Jun menyapa ibu Kai di pintu depan ...dan saat
berikutnya, mereka mendengar langkah Jun berlari menaiki tangga.
“Aku
sudah di sini!”
“Memangnya
orang-orang di sekitarku tidak ada yang tahu cara mengetuk pintu?!”
Namun,
langkah kakinya itu memberitahu Kai apa yang harus dipersiapkan.
“Izinkan
aku untuk memperkenalkan kembali diriku! Namaku Miyakawa Jun! Panggil saja aku
Jun!”
Jun
duduk tepat di sebelah Kotobuki (berlawanan
dengan Kai) tanpa penyesalan dan dengan agresif memperkenalkan dirinya.
Pakaian yang dia pilih adalah sweter musim semi dengan garis-garis vertikal,
rok berwarna terang, dan stoking hitam; dia terlihat seperti Onee-san seksi
yang akan disukai otaku. Ya, dia sangat ingin mendapatkan sisi baik Kotobuki.
Sejujurnya,
Kai khawatir ketika Jun mengatakan kalau dirinya akan “berdandan.” Apakah dia akan berlebihan? Apa dia akan muncul dengan
modis memakai mode mutakhir yang jauh
melampaui pemahaman otaku mana pun? Kai mengkhawatirkan kalau dia akan
benar-benar menakuti Kotobuki.
Untungnya,
ketakutannya terbukti tidak berdasar. Ini adalah Jun, gadis yang berjalan di atas
permukaan bumi dengan kekuatan normies dan anime di sisinya. Tembakannya selalu
mengenai sasaran mereka. Mengingat bahwa Kotobuki tidak terlihat terlalu gugup,
Kai akan mengatakan bahwa kerja kerasnya terbayar.
“Namaku
Kotobuki Hotei. Senang bertemu denganmu.” Pipi Kotobuki sedikit berkedut, tapi
dia masih bisa membalas perkenalan dengan tepat.
“Baiklah,
Hotey! Senang bisa bertemu denganmu juga!”
“T-Tolong
jangan panggil aku dengan nama belakangku!”
“Apa
aku terlalu kasar? Apa aku enggak boleh memanggilmu begitu?”
“Memanggilku
dengan nama 'Hotei' membuat orang
berpikir tentang Buddha, dan citra gendut itu tidak cocok denganku.”
“Tapi
bukannya lebih manis jika aku menambahkan 'y' di akhir? Aku pikir itu akan
berhasil!”
“Be-Benarkah?”
“Ketika
aku masih kecil, aku benci ketika orang memanggilku 'Miyakawa' karena sangat sulit untuk diucapkan. Tetapi ketika
teman-temanku memikirkan versi lucunya dan mulai memanggilku 'Myaakawa,' aku mulai menyukainya.”
“Be-Begitu
ya, itu bagus untukmu, jadi ...”
“Kalau
begitu, kupanggi 'Hotey' saja, ya!”teriak Jun sambil berusaha menutup jarak
emosional dan fisik di antara mereka. Kotobuki mundur dari invasi ruang
pribadinya. “Ngomong-ngomong, untuk merayakan persahabatan baru kita, aku
membelikanmu es krim!”
Dia benar-benar membawa itu, ya...
“Aku
tidak yakin merek apa yang Kamu suka, jadi aku memilih Dazs!”
Dan dia sampai habis-habisan segala, ya?
“Ini
punyamu, Kai! Rasa vanila! Kalau aku yang rasa biskuit dan krim! ”
“Oh
terima kasih.”
Jun
mengeluarkan beberapa cangkir es krim dari tas supermarket yang dia bawa. Kai
dengan senang hati menerimanya, sementara Jun meletakkan miliknya di
pangkuannya.
“Dan
untuk Hotey, aku beri stroberi yang kaya susu, teh hijau dan kacang macadamia, double Belgian chocolate chip, dan
bahkan teh latte assam-ceylon!”
Jun
menyerahkan lebih banyak es krim daripada yang bisa ditangani Kotobuki.
“Tunggu,
kenapa Kotobuki bisa mendapat sebanyak itu?!” tanya Kai. Kejutan hadiahnya
membuat Kotobuki membeku sehingga dia tidak bisa memegangnya sendiri.
“Maksudku,
aku tidak tahu rasa apa yang dia suka, jadi kupikir tidak ada salahnya kalau
aku membeli semuanya!”
“Jangan
bertindak seolah-olah itu adalah pilihan logis...”
“Pokoknya,
Hotey, silakan makan sebanyak mungkin es krim mana pun yang kamu suka!”
Jun
memaksa Kotobuki untuk makan, makan, makan, makan, makan, dan makan. Itu adalah
permainan kekuasaan mewah yang didanai
oleh tunjangan murah hati kakak-kakaknya. Jun berkunjung dengan persiapan penuh
untuk membeli kasih sayang Kotobuki. Namun, Kotobuki takkan menyerah begitu
saja.
“Miyakawa,
akal bulus macam apa yang kamu sembunyikan untuk memaksaku memakan semua ini?”
ada sesuatu berkobar di dalam diri Kotobuki, dan itu cukup kuat untuk
menghilangkan keraguannya.
“O-Oh
astaga. 'Akal bulus,' kamu bilang.
Jangan konyol, ih!”
Jun
memberikan respon yang ambigu, seolah-olah dia tidak pernah bermimpi untuk
membeli kasih sayang seseorang. Kai takkan membantunyanya; dia hanya
mendapatkan makanan penutupnya. Tapi titik pertikaian Kotobuki yang sebenarnya
mengambil sudut yang sama sekali berbeda...yang agak tumpul, pada saat itu.
“Rencanamu
ialah memberiku semua ini dan membuatku gemuk, iya ‘kan?”
“Hah?”
Kai dan Jun berseru serempak. Ekspresi mereka adalah bayangan cermin dari
kebingungan satu sama lain.
“A-Apa
aku salah?” kata Kotobuki, mengira asumsinya mungkin salah setelah melihat
reaksi mereka. Tapi dia tampaknya sudah menguatkan tekad dan tidak mundur
segampang itu, jadi Kotobuki si korban emosional berlanjut dengan suara gemetar
yang menyedihkan.
“Bu-Bukannya
kamu memperhitungkan bahwa dengan membuatku menambah berat badan akan menjadi
jalan tercepat untuk melenyapkanku sebagai saingan? Kamu menyembunyikan niat
jahat di balik sifat periangmu, jadi apa ini bukan salah satu taktik licik yang
kamu peroleh bertahun-tahun selama bertahan hidup di dunia anjing-makan-anjing?”
“K-Kai?!
Hotey punya bias terhadap normies! Apalagi, itu sangat mendalam!”
“Uhh...Maksudku,
itu tidak terlalu jauh dari apa yang selalu kupikirkan mereka seperti...”
“Jangan
salah paham, Hotey-chan! Es krim ini berasal dari kebaikan hatiku! Ini seratus
persen ketulusanku!”
“Omong
kosong, aku tahu apa yang kamu incar...”
“Selain
itu, ini cuma lima atau enam es krim! Kamu takkan langsung jadi gemuk karena
itu, jadi jangan khawatir dan makanlah sepuas hatimu!”
“...Miyakawa,
atas dasar apa kamu berbicara omong kosong seperti itu?”
“Maksudku,
lihat, aku tidak pernah gemuk, jadi aku adalah bukti hidup!” Pertahanan putus
asa Jun membuat Kotobuki menatap tak percaya.
“Dan
selain itu, bagian yang ingin kamu kembangkan membutuhkan nutrisi!” Jun
menopang payudaranya yang besar dan menonjol dengan tangannya serta
memamerkannya dengan sedikit goyangan. Mata Kotobuki semakin melotot tidak
percaya.
“Mana
mungkin,” balas Kotobuki dengan suara gemetar. “Kamu ingin mengatakan kalau
semua nutrisi yang seharusnya masuk ke perut atau kepalamu, jusrtu masuk ke
payudaramu? Aku tidak percaya stereotip anime ... tapi ternyata itu bisa
terjadi di kehidupan nyata ...”
“K-Kai?!
Hotey sangat lucu! Ini tidak adil, kenapa dia bisa sangat imut dan lucu, sih ?!
”
“Justru
kamulah yang jadi orang dengan kekuatan curang padanya.”
“Aww
Hotey, kamu pasti tidak berpikir begitu, ‘kan?”
“Miyakawa
adalah musuh semua wanita. Musuh dunia, musuh semua gadis…”
“Tidaaaaaaak!
Aku tidak bisa terus hidup jika Hotey membenciku!” Mata Jun berkaca-kaca saat
dia berpegangan pada Kotobuki. Dia sama sekali tidak menyadari bahwa
memantulkan payudaranya di hadapan Kotobuki dari jarak dekat memiliki efek
sebaliknya.
“Hei
sekarang, situasi ini harus dijaga secara kondusif. Jangan menyentuh Kotobuki.”
“...
Aww.”
“Jangan
bilang 'aww' padaku. Kamulah yang harus menahan diri, jadi kita juga perlu bertukar
tempat duduk.”
Kai
menyuruh Jun untuk menjauhkan tangannya dari Kotobuki dan mulai duduk di antara
mereka. Kotobuki tampak lega memiliki benteng yang melindunginya. Namun Jun, mengerucutkan
bibirnya karena terpisah dari Hotey yang imut dan menggemaskan.
“Oh,
aku paham yang kamu inginkan, Kai. Kamu ingin merasakan punya gadis-gadis imut
di setiap sisimu, ya? Mau nyoba rasanya punya harem, ya? Aku yakin kalau kamu
pasti akan mengambil foto selfie dan menyebarkannya ke seluruh internet.”
“Bisa
tidak kamu jangan merajuk kayak anak kecil?” Kai menyipitkan mata dan
memelototi Jun. Karena gertakannya tidak mempan, Jun menempel pada Kai dan
mencoba mengambil selfie-nya sendiri. Kai lebih suka dia tidak melakukannya—itu
buruk untuk jantungnya.
“Ide
yang bagus. Kalau bisa, tolong ambil foto kita bertiga sebagai tanda
persahabatan kita. Meskipun aku lebih suka itu tidak disebarkan secara online.”
Mata Kotobuki tiba-tiba berkobar. Karena merasa ditantang, dia juga merangkul
lengan Kai. Kai lebih suka dia tidak melakukannya—itu buruk untuk jantungnya.
“Uwaaahhhh,
seriusan nih? Aku boleh berfoto dengan Hotey?! Aku takkan disuruh membayarnya
nanti, kan?”
“Ini
bukan kafe maid ...”
“Jangan
khawatir, aku takkan menuntut pembayaran.”
“Yahooooooooo!”
teriak Jun kegirangan. "Aku akan menghargainya selama sisa hidupku!”
Dengan
tanggapan yang terlalu dramatis, Jun mulai mengambil banyak foto dari mereka
bertiga. Kameranya leboh difokuskan pada Kotobuki, yang bergerak ke satu sisi
membuat tanda hati dengan tangannya. Dan ada yang berada di tengah, terlihat
tidak pada tempatnya.
Dia mungkin benar, pikir Kai sambil meringis melihat foto-foto
yang dikirimkan kepadanya melalui LINE. Kebenaran sangat jelas terlihat dari
sudut pandang objektif. Ini adalah foto selfie seorang pria dengan dua gadis
cantik dan imut di setiap lengannya. Selain itu, hal yang lebih membuatnya berdampak
tidak bermoral adalah sesuatu yang sampai sekarang diterima begitu saja: ini
adalah foto gadis-gadis yang duduk di atas kasurnya. Jika ini adalah foto orang
asing, Kai pasti akan mencela dan mencemooh pria yang ada di tengah seraya
berharap kalau pria itu mati saja di makan hiu.
“Hotey,
bisakah kamu berteman denganku supaya aku bisa mengirimkannya padamu?”
“Baiklah.”
“Kotobuki?!
Apa kamu yakin keberadaan mengancam ini boleh memiliki informasi kontakmu?! Apa
kamu takkan menyesali keputusan ini ?! ”
“Tidak
masalah. Jika perlu, aku akan menjual jiwaku kepada iblis demi mendapatkan foto
ini.”
Dengan
tekadnya yang menguat, Kotobuki mengeluarkan smartphone-nya dan menawarkannya
kepada Jun.
“Memangnya
itu perkara besar?”
“Aku
bisa menangis! Hotey, mari kita pasang di layar kunci sebagai simbol
persahabatan kita!”
“Ide
yang brilian. Mari kita gunakan itu sebagai layar kunci kita sebagai simbol
persahabatan kita, Miyakawa.”
Kotobuki
dengan acuh tak acuh menanggapi saat membuka foto yang dia terima di aplikasi
pengeditan gambar dan dengan cueknya memotong sisi kiri gambar yang berisi Jun.
Untuk beberapa saat setelah itu, mereka berdua melihat dengan gembira pada
foto-foto yang sekarang ditampilkan di layar smartphone mereka —ya, bahkan
Kotobuki pun tersenyum.
Kai
tidak berani memasangnya sebagai wallpaper layar kunci, tetapi Ia meletakkannya
di dalam folder untuk diamankan.
Pada
akhirnya, mereka bertiga memutuskan untuk memakan satu cangkir es krim
masing-masing dan kemudian menawarkan sisanya kepada keluarga Nakamura.
“Aku
akan membawa ini ke dapur dan sekalian mengambil beberapa sendok.”
Setelah
merenung cukup lama, Kotobuki meraih cangkir teh hijau. Kai memasukkan sisanya
ke dalam tas plastik dan membawanya ke bawah. Rasa es krim tersebut tidak
menjadi buruk meski disimpan dalam freezer, jadi Ia tidak perlu
mengkhawatirkannya.
Selama aku memastikan untuk memberitahu Ibu
dan Kakak untuk tidak memakannya.
Kai memberi tahu ibunya dengan tegas ketika mencapai lantai pertama dan
melihatnya sedang menyiapkan makan malam.
Sembari
membawa tiga sendok logam di tangan, Kai bergegas kembali ke kamarnya. Ia
merasa tidak enakan meninggalkan seseorang yang pemalu seperti Kotobuki
sendirian dengan Jun.
Mereka tampaknya lebih akrab dari yang kukira.
Jun tidak pernah pernah menjauh dari orang-orang, bahkan jika aku berharap dia
melakukannya sekali saja. Kai tertawa
kecil saat dia mengira mereka akan melewati malam tanpa hambatan besar di
jalan.
Nah,
Kamu tahu apa yang mereka katakan tentang asumsi.
Kai
kembali ke lantai dua dan membuka pintu kamarnya tanpa berpikir dua kali, tapi…...
“...
Apa-apaan ini?”
...Ia
melihat penampilan Jun yang benar-benar telanjang dada sedang tersenyum saat
dia menutupi payudaranya dengan tangannya (sesuatu
yang bisa disebut “handbra”) sementara Kotobuki menatap kedua gunung kembar
itu dengan tatapan melotot dari jarak dekat.
“Apa ini surga? Atau penampakan dari neraka?”
Kai
tidak yakin dengan reaksi apa yang seharusnya Ia berikan, jadi dirinya
memutuskan untuk berbalik dan meninggalkan ruangan. Setelah menunggu sebentar
sampai Jun mengenakan bra sebenarnya
dan bajunya lagi...
“Kami
sudah selesaiiiiiiiiiii,” terdengar suara pelaku. Jun membuka pintu dari dalam
dan tertawa terbahak-bahak.
“Setidaknya,
berpura-pura merasa malu, kek,” kata Kai putus asa saat memasuki kamarnya
sendiri.
“Hei,
apa boleh buat. Lagipula itu semua demi Hotey.”
“Aku
bisa memikirkan banyak hal yang sudah kamu lakukan...”
Itu
memang menimbulkan pertanyaan tentang urutan peristiwa apa yang menyebabkan Jun
memamerkan oppai-nya untuk Kotobuki.
"Yah,
begitu, Hotey bilang dia ingin belajar apa yang sudah Reina ajarkan padaku
tentang cara membuat payudaramu menjadi lebih besar!”
“Aaaaaaah!
Gaaaaa! Aaaaah!”
Tumben-tumbennya
Kotobuki meninggikan suaranya, dia mulai berteriak untuk memotong penjelasan Jun.
Dia tampaknya tidak ingin Kai menerima informasi ini, tetapi sayangnya, Kai mendengar
semuanya.
“...Huh,
aku selalu menganggap pekerjaan seperti itu di bawah Reina-san.”
“Hampir
tidak. Dia tidak berusaha keras dalam hal kecantikan. Dia bertujuan untuk
menjadi model pro.”
“Yah,
masuk akal.” Kai bisa setuju dengan bagian itu. Adapun yang lain? “Tapi,
ayolah. Menampilkan payudaramu di kamar anak cowok itu…sedikit…. Kamu tau
sendiri. ”
“Aku
rela melakukan apa saja demi Hotey!”
“Merasa
bangga dengan itu takkan membuatnya baik-baik saja …”
Melibatkan
Kotobuki ke dalamnya juga kurang tepat.
“Maksudku,
ayolah, itu bukan masalah besar. Setelah semua yang telah kita lalui, tidak ada
salahnya sedikit buka-bukaan dengan sesama sohib, ‘kan?”
“Kamu yakin itu bukan masalah besar?” Kai
hendak bertanya apa Jun beneran tidak keberatan jika Kai berkunjung ke rumahnya
dan mendadak bugil dengan kondisi joni
kecilnya menegang keras saat Jun meninggalkannya sendirian, tetapi lebih
baik memikirkannya. Itu adalah pembalasan yang tidak masuk akal sehingga Ia
menyerah begitu saja.
“Selain
itu, Kai, kamu harusnya mengetuk pintu dulu sebelum menerobos masuk! Bukannya
kamu sendiri yang selalu mengeluh kalau tidak ada yang mengetuk pintumu sebelum
masuk?”
“Baik,
aku benar-benar minta maaf, secara harfiah semuanya memang salahku!”
Jun
mengerucutkan bibirnya, jadi Kai membungkuk dengan tangan dan lututnya untuk
menenangkannya. Namun, Kotobuki tampak meminta maaf kepada Kai.
“Aku
hanya menanyakan pertanyaan itu dengan iseng, tapi aku tidak menyangka kalau
Miyakawa melakukannya sampai sejauh ini untuk melepas pakaiannya sendiri …”
Tapi kamu masih memelototinya dari jarak yang
cukup dekat, bukan? Kamu tampak sangat tertarik pada hal itu!
Kai
adalah seorang pria dengan sejumlah kebijaksanaan, jadi Ia menyimpan pemikiran
tersebut untuk dirinya sendiri.
“Yah
tapi, hal itu membuat saranku jadi lebih jelas jika aku mendemonstrasikannya
dengan alat bantu visual!”
Jun
terus membela diri, tapi dia benar-benar hanya berusaha menyembunyikan rasa malunya
sekarang karena dia berada di depan Kai. Pipinya terlihat sedikit memerah.
Lihat, aku juga merasa malu, tau. Bagaimana
aku harus bereaksi setelah melihat temanku melakukan pose bra tangan?
Kai
berdeham dengan “Ahem.”
“Pokoknya,
ayo makan es krim ini sebelum meleleh!”
“Se-Setuju,
lagipula, J-Jun sudah repot-repot membelinya!”
“D-Dan
habis itu, kita bisa memainkan beberapa game!”
Dengan
mereka bertiga menjadi komplotan dari kejahatan yang sama, mereka semua
memutuskan untuk berpura-pura tidak melihat apa-apa.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya