Our Dating Story Vol.3 Chapter 04 Bahasa Indonesia

Chapter 4

 

“Dibilangin juga apa, kalau kamu datang ke ruang belajar mandiri pasti selamat, ‘kan.”

Saat Sekiya-san mendengar rincian kejadian hari Minggu dariku, Ia sepertinya sudah menyerah dan kecewa.

Setelah peristiwa itu ...

Aku mulai menjelaskan semuanya kepada Luna kalau aku sedang tertarik untuk belajar di perpustakaan, dan kebetulan saja bertemu dengan Kurose-san di sana, Aku juga memberitahu kalau aku berniat untuk melaporkan hal ini kepada Luna nanti. Dia mendengarkan penjelasanku dalam diam, tapi aku tidak tahu apakah dia akan menerimanya atau tidak. Aku tidak berani mengatakan kalau aku terlihat sangat pengecut karena melarikan diri dari Kurose-san dari sekolah bimbel, jadi aku tidak menyangkal kalau itu terlihat tidak wajar.

“Padahal kamu selalu berusaha menghindarinya, tapi kenapa kamu malah belajar bersama dengannya di perpustakaan? Palingan, kamu masih menaruh rasa kepada Kurose-san juga, ‘kan. Apa kamu ingin memacari adik dan kakaknya sekaligus?”

Aku mengangguk dan meminum sebotol teh persik, sementara Sekiya-san mengolok-olokku. Ketika aku pergi mengunjungi ke ruang belajar mandiri, Sekiya-san mengajakku yang sedang lesu ke ruang santai, dan kami duduk mengelilingi meja untuk minum teh.

Karena Kurose-san sudah mengetahuinya, jadi aku tidak perlu pergi keluar untuk beristirahat. Aku merasa lega ketika mendengar kalau hari ini bukanlah jadwal di mana kouhai Sekiya-san muncul. Mungkin karena mengingat janji kami sebelumnya, Sekiya-san membelikanku minuman dari mesin penjual otomatis..

“... Aku ‘kan bukan Sekiya-san ...”

Sekiya-san mengerutkan kening dengan jengkel pada ucapan sarkasmeku yang tertunda waktu dan tak berdaya.

“Memangnya kamu tahu apa tentang aku? Pacaran pertamaku itu hubungan yang murni dan polos. Seminggu untuk berpegangan tangan, dan butuh semingguan lagi untuk berciuman ...”

“Tapi habis itu kamu langsung bergegas ke rute harem, iya ‘kan?”

Aku sudah mendengar sedikit tentang kehidupan SMA Sekiya-san. Meski aku belum mengetahui keseluruhan ceritanya, tapi kelihatannya Ia lumayan menikmati hubungannya dengan banyak gadis cantik, yang mana hal itu cukup membuatnya menjadi seorang ronin.

Gununu...”

Sepertinya pembelaanku langsung berhasil, dan membuat Sekiya-san terdiam.

Kupikir pasti rasanya sangat menyenangkan.

Padahal aku tidak melakukan kesalahan apa-apa, tapi aku masih cemas mengenai perasaan bersalahku terhadap Luna.

“... Sepertinya Sekiya-san tidak pernah kena tusuk dari mantan-mantan pacarmu, ya.”

“Yah, itu sih karena aku melakukannya dengan baik.”

“Hee~ ...?”

Karena aku tidak pandai berurusan dengan gadis, jadi walaupun aku populer,  aku merasa kalau aku takkan bisa memainkannya dengan baik. Saat aku terkesan, Sekiya-san membuka mulutnya seraya berkata “Akan kujawab serius,loh.”

“Karena kupikir perasaan yang dirasakan tidak begitu berat sampai-sampai membuat seseorang ingin menusukku, mungkin. Lagipula, aku hanya berpacaran dengan gadis-gadis yang cuma menganggap pacaran itu cuma main-main atau buat mengusir kebosanan doang.”

Ja-Jadi begitu ya...

“Selain itu, cinta seorang gadis kebanyakan ditimpa, ditimpa ulang, tau. Pacar sekarang atau orang yang sangat disukai adalah terbaik. Gadis yang selalu memikirkan cowok yang sudah tidak ada hubungan dengannya lagi cuma ada dalam fantasi cowok.”

“Ap-Apa iya...?”

Mendengar hal itu mengingatkanku pada cerita Yamana-san saat kami bermain Savage.

—Bodoh banget, iya ‘kan. Aku tidak menyangka kalau aku masih belum bisa melupakan cowok yang kupacari selama dua minggu ketika aku masih kelas 2 SMP.

“Ah, tapi ada satu orang kenalan yang kutahu...”

Aku tidak yakin apa aku bisa menyebut Yamana-san sebagai “teman”, oleh karena itu aku menggunakan ungkapan “kenalan”.

“Ada gadis yang mengatakan kalau dia tidak bisa move on dari mantan yang pernah dia pacari bertahun-tahun yang lalu karena masih belum bisa melupakannya.”

Ketika aku mengatakan itu, Sekiya-san melipat tangannya dengan ekspresi yang tidak terlalu tertarik.

“Hmm gitu ya, kurasa dia pasti berpacaran dengan cowok yang sangat baik.”

“Enggak juga, sepertinya mantannya itu cukup gawat karena mengidap Chuunibyou. Menurut perkataan gadis itu, mantannya itu sering mendengarkan [Sutra] atau sejenisnya.”

“... Yah, namanya juga masa puber. Semua orang pasti pernah mengalaminya.”

“Maksudnya mendengar [Sutra] !?”

“Jangan salah, mendengarkan [Sutra] bisa meningkatkan konsentrasi sebelum pertandingan, tau.”

“... Ka-Kalau gitu, apa Sekiya-san masih mendengar itu untuk membantumu berkonsentrasi belajar untuk ujian masuk?”

“Jika aku masih mendengarkannya sekarang, aku mungkin sudah menjadi seorang biksu.”

Usai berkata begitu, Sekiya-san tersenyum masam seolah-olah mengejek dirinya sendiri.

“Sudah sekian lama sejak aku mengingat sejarah hitam itu.”

“... Y-Yah, pokoknya, gadis itu menyukai mantan pacarnya yang seperti itu.”

“Hmm... Mending meledak saja sana.”

Karena mendengar Sekiya-san membuat umpatan itu dengan nada jengkel, aku tiba-tiba merasa penasaran.

“...Apa kamu sekarang tidak punya pacar, Sekiya-san?”

Jika punya, Ia akan lebih memaafkan kehidupan cinta orang lain….pikirku, dan benar saja, Sekiya-san menjawab sembari mengangguk kepalanya.

“Hmm. Ada beberapa gadis yang sesekali menghubungiku, tapi kalau buat dijadiin pacar sih ... lah lagian juga, sekarang bukan waktunya buat mikirin cari pacar. Apalagi yang namanya Ronin pasti takkan populer.”

“Haaa”

“Bahkan kamu sendiri juga pasti akan dicampakkan oleh pacarmu yang sekarang kalau kamu menjadi seorang Ronin. Coba bayangkan kalau pacarnya adalah seorang ronin, dia menjalani kehidupan kampus yang berkilauan, lalu pacarmu berselingkuh dengan seorang senior di UKM-nya, dan itu semua akan berakhir dalam sekejap mata.”

“…………”

Aku sungguh minta maaf kalau kisah itu berdasarkan pengalamanmu sendiri, tapi aku merasa kalau Luna takkan melakukan itu ……saat berpikiran begitu (dan aku bahkan tidak tahu apa Luna akan melanjutkan kuliah atau tidak), memang tidak keren rasanya kalau aku gagal dalam ujian, dan kupikir reaksi Luna mungkin agak kecewa saja, tapi sebisa mungkin aku ingin menghindarinya.

“Yah, kupikir ada bagusnya cari gebetan baru buat jaga-jaga kalau kamu dicampakkan. Tapi yah, kalau gebetannya adik dari pacarmu sendiri sih bakalan gawat…”

“Tidak, sudah kubilang kalau aku tidak bermaksud begitu ...”

“Oh, baru saja diomongin.”

Kemudian Sekiya-san menoleh, aku juga mengikuti arah tatapannya dan melihat Kurose-san memasuki ruang santai dengan beberapa temannya yang mengenakan seragam pelaut.

Karena kebiasaan masa lalu, aku jadi selalu bersiap-siap dan waspada.

“... Gadis itu selalu bersama gadis-gadis dari sekolah T, ya.”

“Ehh......?”

“Maksudku yang seragam pelaut itu.”

Sekiya-san memberitahuku, dan aku mengalihkan pandanganku kembali padanya.

“Ternyata Sekiya-san tahu banyak mengenai seragam sekolah lain, ya.”

“Sekolah wanita T itu terkenal, tau. Itu adalah sekolah khusus Ojou-sama dengan nilai standar yang tinggi, dan di sana banyak gadis-gadis cantik dan manis.”

“Hee...”

Apa memangnya sepopuler itu?  Aku tidak tahu banyak mengenai sekolah khusus Ojou-sama karena itu adalah dunia yang tidak ada hubunganku.

“……Ah!”

Sekiya-san tiba-tiba meninggikan suaranya, jadi aku berbalik dan melihat Kurose-san yang berada di dalam kelompok gadis itu sedang menatapku.

Ketika aku merasakan kalau tatapan mata kami bertemu dan menundukkan kepalaku sedikit, Kurose-san tersenyum sambil memberi lambaian kecil ke arahku.

“... Hee, kayaknya hubungan kalian lumayan bagus. Lihat tuh, kurasa dia masih tertarik padamu.”

“Ehh!?”

Aku menatap Sekiya-san dengan cemas saat Ia mengatakan sesuatu yang keterlaluan.

“Mustahil!? Ka-Kalau itu sih bakalan jadi masalah ...!”

“Masalah? Kenapa? Padahal kamu tinggal melakukannya dengan sikap tegas.”

“Yah, itu memang benar sih, tapi...”

Kenapa cuma pada saat-saat seperti ini saja perkataannya terdengar benar, dasar nih orang!

“Meski begitu ...”

Kurose-san adalah gadis yang sangat cantik. Begitu juga dengan Luna, tapi dia tipe yang sama sekali berbeda dengan Luna. Parahnya lagi, aku lebih menyukai tipe gadis yang seperti Kurose-san kalau cuma dilihat dari hal penampilan saja.

Misal, seandainya saja aku digoda lagi seperti di gudang gedung olahraga waktu itu …... Apa kali ini aku bisa menolak godaannya lagi? Bahkan beberapa hari yang lalu, aku hampir menginjak ranjau darat.

Digoda berkali-kali oleh gadis semanis dirinya, meski begitu masih berusaha menjaga kesucian dengan tekad baja, hal semacam itu …….

“... Sekiya-san sendiri gimana? Apa kamu bisa melakukannya?”

“Ah, aku sih mustahil. Kalau aku pasti langsung tancap gas dan langsung terlena.”

“Eh.....”

“Karena aku mengenal diriku sendiri dengan baik, itulah sebabnya aku putus dengan pacar pertamaku.”

Sekiya-san menatapku dengan tatapan tajam dan berkata dengan tergesa-gesa.

“... Saat aku menciumnya, aku berpikir. Aku ingin menjaga gadis ini dari lubuk hatiku. Aku sudah bersamanya selama setahun dalam kegiatan klub, jadi kami berdua sama-sama tahu sisi baik dan buruk satu sama lain. Aku merasa sangat nyaman saat bersama dengannya. Aku juga sempat berpikir kalau dia adalah pasangan terbaik yang mungkin bisa kuhabiskan sepanjang sisa hidupku.”

“Jika memang begitu, kenapa ...”

Menanggapi pertanyaanku yang kebingungan mengapa Ia putus dengan pacar pertamanya meski berharap ingin terus bersamanya, Sekiya-san terus melanjutkan.

“Namun saat menginjak sekolah SMA, aku mulai populer di kalangan gadis-gadis cantik, dan berpikir kalau ini buruk. Kalau terus begini, aku pasti akan terlena dengan godaan dan mulai berselingkuh dua atau tiga pacar, dan hal itu akan menyakitinya dengan cara yang mengerikan.”

“Oleh karena itu, kamu putus dengannya sebelum menyelam terlalu dalam?”

“Yah kurang lebihnya begitu…… meski aku merasa kasihan padanya.”

Melihat pandangan matanya yang gelap dan kesepian, aku kembali bertanya.

“Apa kamu menyesalinya?”

Mungkin menyadari nada kekhawatiranku, Sekiya-san hanya bisa tersenyum masam.

“Mana mungkin aku tidak menyesalinya. Meski cuma sesaat, dia adalah gadis yang ingin kuhargai selama sisa hidupku.”

Usai mengatakan itu, Ia lalu menunduk ke bawah.

“Tapi aku tidak ingin menyakitinya dengan cara seperti selingkuh atau semacamnya. Karena dia adalah …. gadis yang sangat murni.”

Aku penasaran gadis seperti apa yang membuat Sekiya-san sampai berpikiran seperti ini. Aku jadi ingin bertemu dengannya.

“Tapi….”

Sekiya-san mendadak bergumam seolah-olah sedang berbicara pada dirinya sendiri.

“Seandainya saja aku bisa mengulanginya lagi dari awal kelas 1 SMA,...... aku mungkin takkan mencampakkannya di waktu itu.”

Sikapnya yang serius tampak seperti orang yang berbeda dari Sekiya-san, yang selalu membuat candaan ringan.

“Gadis pertama yang kusukai dalam hidupku itu benar-benar sangat istimewa. Bukan karena kebetulan atau perhitungan berdasarkan pengalaman, tapi karena aku tertarik padanya secara naluri.”

Perkataan itu membuat hatiku bergejolak. Karena bagiku, kata-kata tersebut sangat menggambarkan Kurose-san.

“Berkat putus dengannya, aku bisa berpacaran dengan berbagai gadis cantik dan manis, tapi …... kemudian aku menyadari kalau pacar pertamaku masih yang terbaik. Setelah menyadari itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi.”

Ekspresi Sekiya-san lebih muram dari yang pernah kulihat sebelumnya.

“... Lalu, apakah kamu ingin kembali dan menjadi biksu?”

Aku meledek Sekiya-san karena aku ingin dirinya kembali bertingkah seperti biasa, dan sepertinya Ia memahami niatku.

“Bukannya sudah kubilang kalau aku sudah tidak mendengarkan sutra lagi.”

Ketika aku melihatnya membalas ledekanku dengan paksa, aku berpikir kalau Ia  orang yang baik.

“Aku akan mengamuk sepuasku kalau aku sudah selesai mengikuti ujian masuk.”

“Yo, memang harus begitulah Don Juan dari era Reiwa~”

“Tenang, serahkan saja padaku ... memangnya kamu pikir aku ini siapa?”

Sekiya-san yang terus menertawakan dan mengolok-olokku, mengatakan sesuatu di akhir, dan perkataan tersebut terus terngiang-ngiang di telingaku untuk beberapa saat.

“... Yamada, kamu jangan sampai menyesalinya juga.”

 

◇◇◇◇

 

Sekiya-san yang hidup dua tahun duluan, bisa jadi merupakan gambaran kehidupanku dua tahun dari sekarang.

Aku tidak ingin ada penyesalan.

Cinta pertamaku adalah Kurose-san, tapi yang kupacari sekarang dan ingin kuhargai seumur hidupku adalah Luna.

Luna adalah gadis yang sangat kusayangi.

Aku hanya akan menghargai Luna.

Dengan mengingat hal itu, aku memutuskan untuk menjalani kehidupan sehari-hariku sembari berusaha untuk tidak terlalu mengkhawatirkan Kurose-san.

Sekarang sudah memasuki pertengahan Oktober dan cuacanya mulai terasa bagus dan sejuk. Pada suatu hari Minggu, sekolah SMA kami mengadakan sebuah festival olahraga.

“Luna~! Semangat~!”

Gadis-gadis bersorak dari kursi kelas yang dipasang di luar lapangan. Luna yang kini menjadi peserta lomba lari estafet antar kelas, sedang berlari ringan di lintasan pertandingan.

Luna mempunyai kaki yang cepat dan saraf motorik yang baik. Rambutnya yang diikat kasar berkibar dan kakinya yang panjang, terbentang dari seragam olahraganya, bergerak gesit saat dia menuju ke zona tempat pelari berikutnya menunggu.

“Uwaaaaaaahh! Berjuanglah, Luna~~!!”

Luna berlari melewati di depan kursi kelas kami, dan sorakan penuh dukungan semakin nyaring terdengar.

“Kyaa~ dia berhasil menyalip satu orang!”

Pada saat itu, dia melewati seorang pelari dari kelas berikutnya yang berlari di depannya.

“Luna, kamu hebat sekali~!”

“Larinya cepat banget!!”

Kelas kami yang tadinya berada di posisi ke-3,  berhasil menduduki posisi ke-2 berkat Luna.

“Kerja bagus, Luna~!”

Luna langsung dikerumuni oleh gadis-gadis dari kelas ketika dia kembali ke tenda. Sembari duduk di kursi kelas, aku melihat pemandangan itu dari kejauhan.

“Pacarmu hebat sekali, ya.”

Ichi yang duduk di sebelahku berkomentar begitu, dan aku membalasnya dengan mengangguk.

“Ya……”

Luna memang luar biasa. Dia benar-benar orang yang periang. Dan gadis seperti itu ternyata adalah pacarku ….. saat aku berpikiran begitu, entah kenapa aku jadi merasa aneh.

Aku juga tidak terlalu buruk dalam berolahraga. Kurasa kemampuanku berada dalam peringkat rata-rata, atau setidaknya di peringkat rata-rata ke bawah. Tapi pada saat mencapai kelas 2 SMA, orang yang benar-benar atletis dapat melakukannya secara profesional, dan bahkan yang tidak terlalu jago, mereka tidak sebanding dengan orang-orang yang berkeringat setiap hari dalam kegiatan klub olahraga.

Oleh karena itu, aku sedikit kaget dengan kemampuan fisik Luna yang juga anggota klub langsung pulang ke rumah.

“Ah, ada Tanikita-san.”

Ichi tiba-tiba nyeletuk.

Di dalam lapangan, acara berikutnya sudah dimulai tanpa kusadari, dan Tanikita-san dalam balutan sragam pemandu sorak, menari dengan gadis-gadis lain diringi lagu pop yang populer. Rupanya, acara sekarang adalah kompetisi pemandu sorak.

“Tanikita-san tuh imut banget, ya...”

“Iya, dia memang imut.”

Aku secara refleks menimpali ucapannya, tapi Ichi menoleh ke arahku dengan ekspresi garang di wajahnya.

“Padahal kamu sudah mempunyai Shirakawa-san, tapi apa jangan-jangan kamu mau mengejar Tanikita-san juga?”

“Ma-Mana mungkinlah. Kamu ini ngomong apaan sih?”

Icchi memandangku dengan tatapan curiga saat aku buru-buru menyangkalnya.

“Karena Kasshi punya catatan kriminal dengan Kurose-san...”

Catatan criminal yang dimaksud mungkin adalah foto ketika kami saling berpelukan.

“Sudah kubilang kalau itu cuma salah paham ...”

Saat aku hendak memprotes, Icchi yang sedang melihat tarian pemandu sorak, berkata, “Ah!”

“Lah, ternyata di sana ada Kurose-san juga, toh.”

“……Ah, benar juga.”

Kurose-san menari dengan memakai seragam pemandu sorak yang serasi dengan yang lainnya, dan pita yang serasi di rambutnya. Wajahnya yang berparas menarik dipenuhi dengan senyum sederhana.

Karena regu pemandu sorak harus mengikuti berbagai kompetisi lain selain kompetisi bersorak, dan ada banyak latihan koreografi serta sejenisnya, siswa yang sibuk dengan kegiatan klub atau yang mengikuti berbagai pertandingan seperti Luna, tidak dapat menjadi anggota. Aku jadi teringat pada jam wali kelas yang panjang tentang festival olah raga dan mengeluhkan kalau anggotanya tidak memenuhi kapasitas.

Apa sehabis itu dia menawarkan diri untuk bergabung? Selain perihal itu dan menjadi anggota panitia persiapan festival budaya sekolah, Kurose-san mungkin sedang berusaha menyesuaikan diri dan menikmati kehidupan sekolah dengan caranya sendiri.

Ketika mengingat saat-saat kami berbicara di perpustakaan dan ekspresi gembira yang dia tunjukkan di sekolah bimbel, aku jadi merasakan perasaan yang berbeda terhadap Kurose-san.

Meskipun apa yang dia lakukan pada Luna sebelumnya tidak bisa dimaafkan, tapi Kurose-san tetaplah Kurose-san, dan aku ingin dia mendapat kebahagiaannya sendiri.

Bagiamanapun juga, dia adalah adik perempuan Luna.

“Kalau dilihat-lihat lagi seperti ini, gadis-gadis di kelas kita berada pada level yang sangat tinggi ya~. Kurose-san juga tampak imut.”

“…………”

Berdasarkan pelajaran yang sudah kualami tadi, aku tidak meladeni kata-kata Icchi kali ini.

Tidak, mungkin karena aku tidak bisa membantahnya.

— Hee, kayaknya hubungan kalian lumayan bagus. Lihat tuh, kurasa dia masih tertarik padamu.

Karena Sekiya-san mengatakan hal semacam itu. Jika Ia yang memiliki banyak pengalaman dengan wanita sampai berkata begitu, aku pikir kalau itu mungkin ada benarnya.

“Ryuuto!”

Pada saat itu, aku dikejutkan oleh suara Luna. Ketika aku berbalik, Luna sudah berdiri tepat di sampingku.

“Nee~ nee~, ayo makan siang bareng...?”

“Eh?... Iya, baiklah?”

Tanpa kusadari, kompetisi pemandu sorak sudah berakhir. Di lapangan sudah tidak ada orang sama sekali. Sepertinya acara untuk pertandingan pagi sudah selesai.

Icchi yang ada di sebelahku segera berkata, “Silahkan~ silahkan~” dan menyelinap pergi sembari membawa barang bawaannya.

“... Aku ingin tahu, apa Ijichi-kun tidak menyukai gadis kali ya?”

Aku terkejut saat mendengar Luna bergumam seperti itu setelah melihat kepergian Icchi.

“Ehh!? Tidak juga kok... ma-mana mungkin begitu.”

Yang ada justru kupikir Ia sangat menyukainya ... Aku menambahkannya di dalam  ahti.

“Ehh, masa? Yah, tidak apa-apa sih. Akari juga mengatakan itu. Dia mengatakan bahwa meski dia berusaha mengajak bicara dengannya karena sesama panitia dekorasi, dia kesulitan untuk melakukan percakapan karena tanggapan Ijichi-kun yang terlalu singkat.”

“Ah ...”

Dasar Icchi begooo! Kamu ini lagi ngapain sih, padahal Tanikita-san sudah bersusah payah berbicara denganmu ……!

Tidak, aku memang memahami perasaanmu, aku paham, tapi rasanya jadimenyakitkan ...

“... Ia orangnya pemalu. Padahal Ia tidak bermaksud buruk, kok.”

“Begitu ya. Aku nanti kasih tahu Akari, deh.”

Sambil berkata begitu, Luna duduk di tempat yang tadinya diduduki Icchi.

Setiap peserta lomba bebas makan siang pada saat festival olahraga. Beberapa murid boleh kembali ke ruang kelas mereka atau makan bersama keluarga di kursi biru di bagian tenda pengunjung.

Kursi pengunjung untuk orang tua terletak di sekeliling lapangan serta kursi kelas. Kursi pengunjung untuk orang tua kebanyakan kosong dan kupikir jumlah siswa yang keluarganya datang berkunjung ke sekolah cuma sekitaran setengah dari jumlah siswa yang ada. Aku sudah memberitahu orang tuaku kalau mereka tidak perlu datang karena festival olahraga ini tidak terlalu seru dan rasanya sedikit memalukan. Icchi dan Nisshi juga sama, dan mungkin kebanyakan murid madesu juga melakukan hal yang sama.

“Ayah tuh emang jahat banget, ya. Ia mendadak bilang kalau ada perjalanan bisnis. Padahal aku sangat menantikannya.”

Sepertinya Ayah Luna berniat untuk datang tapi beliau tidak bisa datang di menit-menit terakhir.

“Tapi aku merasa terselamatkan karena tidak perlu membuatkan satu lagi untuk ayah juga, tapi ... aku mengacaukan sekitar setengahnya, jadi aku benar-benar dalam keadaan darurat kalau Ia beneran akan pergi.”

Sambil menertawakan hal itu, Luna mengeluarkan kotak bekal makan siang dari tas yang dibawanya Itu adalah kotak dua tingkat, ukuran yang cukup besar untuk dua atau tiga orang.

“Ini, silakan dinikmati

“Ohhh ...!”

Luna sudah memberitahuku sebelumnya, “Aku akan membuat bekal makan siang buat Ryuuto!”, tapi melihat hal yang nyata seperti ini, aku merasa terharu sampai-sampai menitikkan air mata.

“Ma-Makasih! Hebat sekali ...”

Aku merasa bahagia sekali ...! Jadi begini rasanya berada di khayangan.

Aku mulai cengengesan dan hampir meruntuhkan ekspresi wajahku, tapi aku segera terkesiap.

Padahal cuma cowok culun, tapi Ia langsung berbunga-bunga cuma karena kotak makan siang buatan Shirakawa Luna….Aku merasa malu kalau ada orang yang akan berpikiran begitu

Tempat duduk kelas hanyalah selembar kain biru besar yang terbentang tanpa kursi, dan semua orang duduk dengan bebas. Aku melihat sekeliling dan menyadari kalau ada banyak siswa yang memasuki gedung sekolah. Aku merasa lega karena tidak ada teman sekelas yang duduk dengan nyaman pada interval tertentu dan terlalu memperhatikan kami.

“Ayo, coba dibuka!”

Untuk beberapa alasan, Luna duduk dengan tegak dan mendorong kotak makan siangnya di depanku.

Melihat tingkah Luna yang seperti itu, membuatku sekali lagi berpikir kalau dia sangat manis sekali …….

Luna dalam balutan seragam olahraga juga masih terlihat sangat mempesona. Ikat kepala biru, yang menandakan kelasnya, melilit di sekitar rambutnya yang berwarna terang, lalu tonjolan montok yang mendorong pakaian olahraganya dengan laberl nama di atasnya, dan kesan aneh yang didapat seseorang saat melihat Luna dalam seragam olahraganya sangat menawan, karena hal itu tampaknya secara langsung mengekspresikan sifat mencolok dan kemurnian batinnya. Kukunya dicat dengan warna biru yang sama seperti warna kelas, dan lebih pendek dari biasanya. Dia juga memakai anting-anting tindik polos, yang mana hal itu menunjukkan keseriusannya terhadap festival olahraga ini.

“Ayo, cepetan dibuka~!”

“Eh, i-iya. Lalu...”

Luna segera mendesakku, dan aku meletakkan tanganku di tutup kotak makan siang. Aku jadi mengingat pertama kalinya aku memakan kotak makan siang buatannya di kebun binatang di Ueno, di mana lauknya agak berat sebelah. ...... Aku membuka bekal itu sambil merasa nostalgia.

“Ohhh~! Kelihatannya enak~!”

Tampilan hidangannya lebih indah dari yang kubayangkan, dan aku dibuat terkejut saat melihatnya.

Makan siang hari ini terlihat seimbang. Mungkin karena ada sekat silang dan lauk pauk yang dikemas di dalamnya. Menu standar seperti ayam goreng, telur gulung, dan sosis gurita diimbangi dengan tomat mini serta brokoli yang bertugas mewarnai hidangan.

“Makasih banyak ya, Luna...”

Saat aku berterima kasih padanya dengan penuh emosi, Luna tersenyum bahagia.

“Uwaahh, syukurlah! Aku berhasil melakukannya dengan menu seimbang!”

Sepertinya dia mengkhawatirkan itu juga.

“Kali ini, Obaa-chan mengajariku bagaimana cara membuatnya, dan aku sering berlatih.”

“Jadi begitu rupanya ... Terima kasih buat kerja kerasnya.”

Tak disangka-sangka kalau gadis secantik Shirakawa Luna sampai berbuat sejauh itu demi diriku yang culun ini …… Aku merasa terharu saat mengingat kembali saat-saat sebelum kami mulai berpacaran.

“Tapi cuma sosis gurita aja yang jelek. Coba lihat ini.”

“Hmm?”

“Lihat, bukannya ini mirip kayak alien?”

Ketika aku melihat sosis gurita yang ditunnjuk Luna, mereka semua memang terlihat lonjong dengan kaki tidak terbuka.

“Maafkan aku, ini jelek banget iya ‘kan...”

Aku tersenyum lembut untuk menunjukkan sikap kejantananku kepada Luna, yang mengambil salah satu gurita dengan wajah sedih dan menunjukkannya kepadaku.

“... Ki-Kira-kira apa karena guritanya punya kaki panjang? Aku yakin pasti begitu.”

“Begitu ya. Kurasa  aku memotongnya terlalu dalam.”

Luna bergumam dengan bibir mengerucut, dia lalu mengepalkan kedua tangannya.

“Kupikir aku berhasil membalas dendam pada masakan makan siangku, tapi ... Cuma sosis gurita saja yang masih belum, tapi aku akan akan membalaskan dendamku lagi lain kali!”

Lain kali……!

Dia sepertinya berencana untuk membuatkan bekal makan siang lagi untukku.

Luna tersenyum padaku saat aku sedang memikirkan hal itu dan mengunyah kebahagiaanku.

“Hora~ Ryuuto! Ayo cepetan dimakan!”

“Oh, maaf. Aku cuma sedikit terkesan ...”

“Tapi aku tidak yakin apa lain kali rasanya bakalan enak atau enggak! Jangan menaikkan kesulitannya, dong~ !”

“Jangan khawatir. Kalaupun rasanya enggak enak, aku tinggal menahan napas dan memakan semuanya.”

“Lah, udah ditebak bakalan enggak enak!?”

“Bu-Bukan begitu maksudku!”

Sembari tertawa dan berbicara satu sama lain, kami mulai menyantap makan siang kami.

Bekal makan siang buatan Luna sangat lezat seperti kelihatannya, dan aku tidak perlu menahan napas untuk memakannya.

“... Ya, rasanya sangat lezat!”

“Benarkah? Horee~!”

Jadi kami melanjutkan makan siang bersama, dan pada saat aku sedang memakan Onigiri yang kedua, Luna tiba-tiba menatap wajahku.

“... Ah, Ryuuto.”

“Eh, iya? Apa?”

“Ada rumput laut yang nempel tuh~!”

Luna mengulurkan tangannya ke wajahku sambil tertawa.

“Eh, ehhh...!?”

“Lihat nih~!”

Aku sangat terkejut saat dia menyentuh bibirku. Luna kemudian mengambil potongan rumput laut yang menempel dan menunjukkannya padaku, dia lalu membawa ujung jarinya ke mulutnya dan memakannya.

“Ehehe~”

Wajahku mulai memanas saat melihat Luna menertawakanku dengan ekspresi yang mirip seperti anak kecil sehabis berbuat jahil.

“... Shi-Shirakawa-san!”

Di bawah langit musim gugur yang cerah, Luna tersenyum ceria padaku saat aku berteriak padanya dengan wajah tersipu, tanpa memedulikan tatapan mata teman sekelas kami.

“Terima kasih buat makanannya!”

 

◇◇◇◇

 

Luna juga sangat aktif pada pertandingan sore hari.

Dia menempati posisi pertama dalam lomba halang rintang, dan dalam lomba kavaleri wanita, Yamana-san berhasil merebut banyak pita pada penunggang kuda yang menjadi lawannya.

Kemudian tibalah saatnya untuk lomba meminjam barang.

Seperti biasa, Luna berlari dari lintasan lurus dengan kecepatan tinggi, dan menjadi orang pertama yang mengambil kartu subjek pinjaman.

“…………!”

Pipi Luna tampak merah merona saat dia membaca kartu itu.

Kira-kira apa yang menjadi subjek pinjamannya?

Saat aku melihatnya sembari memikirkan itu, aku merasa kalau tatapan mataku bertemu dengan tatapan  mata Luna, yang mendongak dan melihat sekelilingnya. Kemudan tak disangka-sangka, dia melintasi lintasan lomba dan langsung berlari ke sini.

Sepertinya itu bukan imajinasiku saja saat tatapan mata kami bertemu, dan dia berteriak padaku saat  mendekat.

“Ryuuto! Ayo ikut denganku!”

H-Hah, aku!?

Dengan wajah kebingungan, aku bangkit dari tempat dudukku dan berlari menuju lintasan lomba.

Begitu sampai di sana, Luna langsung meraih tanganku dan kami mulai berlari bersama.

Kami kembali ke lintasan lomba dan menuju ke garis finish dari posisi tema pinjaman.

Beberapa siswa tampaknya dapat memperoleh tema pinjaman mereka dari dekat, dan ketiga gadis, termasuk Luna, berangkat pada waktu yang hampir bersamaan dengan pandangan mereka tertuju pada garis finish. Dari ketiganya, Luna sedikit terlambat.

“Ayo berlari sekuat tenaga!”

Luna berkata begitu seraya berpegangan tangan denganku.

“Ya……!”

Kami terus berlari sambil bergandengan tangan.

Tampaknya, subjek pinjaman dari peserta lain adalah “Kepala sekolah”, jadi kami pertama kali melewati murid yang berlari bersama Kepala sekolah yang sudah lanjut usia.

Sisanya tinggal murid yang berlari beberapa meter di depan kami sambil memegang ikat kepala merah. Jika kami berhasil melewatinya, kami bisa menjadi pemenang yang menduduki peringkat pertama.

Luna yang serius bisa berlari dengan sangat cepat.

Aku berpikir bahwa tak peduli seberapa cepat dirinya, dia masih seorang gadis, tetapi jika aku melambat sedikit saja, dia akan mendahuluiku.

Aku merasakan keinginan yang kuat kalau aku tidak ingin tertinggal.

Tehadap seorang gadis yang mirip seperti mobil sport.

Buat dirinya yang sudah menjadi dewasa lebih cepat dariku.

Aku ingin berlari bersamamu, bahkan di masa depan nanti.

Aku ingin terus berlari.

Aku takkan pernah melepaskan tangan ini.

Pastinya ……!

Dengan mengemban perasaan itu, aku terus menggerakkan kakiku dengan putus asa.

“Bertahanlah, tinggal sedikit lagi!!”

Aku bisa mendengar teman sekelasku bersorak dari kursi mereka.

“Luna!!!”

“Kashima-kun!!”

Bahkan teman sekelas yang belum pernah kuajak bicara meneriaki namaku. Aku merasa kalau semua orang mendukung kami.

 

Ayo, ayo, ayo berjuanglah!

Tinggal sedikit lagi, tinggal sedikit lagi.

Aku yakin pasti ada masa depan yang bahagia menanti kita setelah mengatasi ketidaksabaran, rasa bersalah, dan yang lainnya.

Oleh karena itu…..

 

 ““““ Berjuanglah!!!””””

Diiringi sorakan yang sangat keras, aku dan Luna berhasil melewati peserta lain yang ada di depan kami.

Dan kemudian kami memotong pita garis finish.

 

◇◇◇◇

 

“Haaa…. Haa ... kita berhasil, Ryuuto.”

Kami berdua melepas gandengan tangan dan meletakkan tangan di lutut masing-masing karena ngos-ngosan, Luna lalu mendongak dan tersenyum padaku. Desahan nafas kecil dan kasarnya itu terlihat sangat seksi.

“... Benar ... Selamat buat kemenanganmu... Shi-Shirakawa-san.”

Aku masih terengah-engah dan tidak bisa mengatur napasku. Aku merasa seperti aku berlari lebih serius daripada lomba lari yang kuikuti di pagi hari.

“Ehehehe... ini adalah kemenangan kita berdua!”

Dan Luna menunjukkan senyuman yang manis.

“Aku merasa senang bisa berlari bersama Ryuuto ...”

Tema peminjaman Luna adalah “Seseorang yang kamu sukai”. Ketika itu dibacakan setelah garis finish, suara sorakan dan siulan “Hyu~ hyu~” bergema di seluruh lapangan.

Bahkan sekarang, aku masih bisa merasakan orang-orang di sekitarku menyeringai padaku. Sepertinya wajahku panas dan jantungku berdebar kencang, dan itu bukan cuma karena aku berlari secepat yang kubisa.

“...... tapi 'seseorang yang kamu sukai' tidak harus dalam artian romantis, ‘kan? Yamana-san, atau bahkan Tanikita-san bisa jadi pilihan juga.”

Tanikita-san sedang berada di lintasan lomba sebagai bagian tim pemandu sorak, jadi dia akan kembali ke lapangan lebih cepat daripada daripada membawaku ke lapangan. Jika dia melakukan itu, dia pasti akan memenangkan tempat pertama dengan mudah.

“Eh...? Oh iya, benar juga, ya.”

Ekspresi Luna tampak kaget, seolah-olah dia baru diberitahu sesuatu yang tidak dia pikirkan.

“Tapi begitu aku melihat kata 'seseorang yang kamu sukai', wajah Ryuuto langsung muncul di benakku ...”

Luna menatapku dengan pipi yang merah merona.

“Lebih dari keluargaku maupun teman-temanku ... Ryuuto adalah orang pertama yang muncul dipikiranku, tau.”

“... Shirakawa-san ...”

Perasaan hangat mengalir ke dalam hatiku dan memenuhi dadaku.

“... Nee, Ryuuto”

Keudian, Luna, yang sudah mengatur napasnya dengan baik, melepaskan tangannya dari lututnya dan melangkah lebih dekat ke arahku.

“Ayo lakukan yang terbaik juga di panitia pamflet, ya.”

“Ahh, ya ...”

Aku membuka mulutku ketika melihat sedikit kegelisahan di dalam ekspresinya.

“Aku benar-benar minta maaf tentang kejadian perpustakaan tempo hari. ...... Lain kali, kalau aku bertemu dengan Kurose-san atau gadis mana pun, aku akan langsung menghubungim .......”

Ketika aku mengatakan itu, Luna menggelengkan kepalanya sembari berkata “Tidak usah”.

“Kamu tidak perlu berbuat sejauh itu, kok .... Karena aku percaya pada Ryuuto.”

 Usai mengatakan kalimat itu, Luna lalu meraih tanganku.

“ …...!”

Sambil mengkhawatirkan tatapan orang di sekitarku,  aku dengan malu-malu menggenggam kembali tangannya yang lembut.

Kami berdua akan baik-baik saja.

Karena kami sangat mencintai satu sama lain.

Aku meyakini itu dengan kuat dan tegas.

 

◇◇◇◇

 

Setelah itu, acara pertandingan festival olahraga berjalan dengan lancar, dan akhirnya giliran pertandingan final yaitu lomba estafet antar kelas.

Ini adalah kompetisi di mana satu perwakilan pria dan satu wanita dari masing-masing kelas bersaing memperebutkan posisi juara dengan angkatan lainnya. Siswa kelas satu jarang sekali menang, tapi tampaknya anak kelas dua sering menang dalam beberapa tahun terakhir, antara lain karena murid-murid kelas tiga kurang fit secara fisik karena harus belajar demi ujian masuk perguruan tinggi.

Luna masih terpilih sebagai perwakilan kelas kami di pertandingan ini. Sangat disayangkan bahwa dia tidak masuk ke dalam klub atletik.

Aku memperhatikannya dari kursi kelas dengan penuh kasih sayang saat dia melakukan pemanasan dengan memutar-mutar pergelangan tangan dan kakinya di garis tunggu dekat zona tongkat estafet.

Keren sekali.

Dia tadi terlihat sangat imut, tapi sekarang dia terlihat keren.

Sungguh, dia adalah pacar yang sangat kubanggakan, rasa-rasanya dia terlalu bagus untuk jadi pacarku.

Aku mengaguminya dengan pemikiran ini di benakku saat menunggu kompetisi dimulai.

“Hei, lihat deh yang di sebelah sana, apa jangan-jangan dia itu ibunya Luna?”

“Bener banget!? Aku juga berpikir begitu! Mereka kelihatan mirip banget, ‘kan~!”

Percakapan di antara gadis-gadis di dekatku membuatku terkejut “Eh!?” dan ikut menoleh untuk mengikuti garis pandang mereka.

Gadis-gadis itu melihat bagian kursi orang tua atau wali yang berdekatan dengan kursi kelas. Aku melihat dari dekat ke bagian itu juga dan terkesiap.

Mungkin siapa saja yang mengenal Luna akan mengira kalau dia adalah kerabatnya. Seorang wanita yang sangat mirip dengan Luna sedang berdiri melihat ke arah lintasan perlombaan.

Dia mempunyai rambut panjang kecokelatan, warna yang lebih lembut daripada Luna, dengan sanggul kasar, dan memakai anting-anting bercincin besar yang berayun. Luna memiliki kakak perempuan yang sedikit lebih tua darinya, tapi wanita yang berdiri di bagian kursi orang tua itu terlihat seperti berusia sekitar 40 tahunan, jadi aku yakin kalau dia adalah ibunya.

Mungkin karena dia baru saja tiba, jadi dia berdiri di belakang orang-orang yang duduk di terpal biru di kursi bagian orang tua atau pengunjung umum, dan melihat lomba lari estafet sendirian.

Ini baru pertama kalinya aku melihat ibu Luna…… Saat berpikiran begitu, aku langsung tersadar.

Ibunya Luna. Dengan kata lain ... beliau adalah ibu mereka yang tinggal bersama Kurose-san.

“Hei, hei, ayo ke sana buat menyapanya yuk!”

“Iya, ayo!”

Gadis-gadis tersebut lalu pergi berkelompok dan menuju ke bagian kursi khusus orang tua atau wali murid.

“Permisi~~!”

“Tante tuh ibunya Luna, iya ‘kan!?”

Gadis-gadis itu berbicara kepada wanita itu dengan suara ceria dan riang sehingga seseorang tidak perlu menajamkan telinga untuk mendengarnya.

Wanita itu kemudian berbalik. Aku dibuat terkejut saat matanya bertemu denganku, tapi dia melihat gadis-gadis yang berbicara dengannya.

“Ya, itu benar~? Dan juga Mari ...”

Gadis-gadis itu melompat kegirangan, menyela kata-kata wanita itu yang menjawab sambil tersenyum.

“Kya~~! Tuh ‘kan bener!”

“Tante sangat cantik sekali!”

“Penyihir cantik!”

“Tidak, panggilan penyihir cantik itu sangat kasar, tau!”

“Serius!? Maaf! Tapi Tante benar-benar cantik banget, deh!”

“Apa Luna akan seperti ini saat dewasa nanti!?”

“Enak banget ~ bisa jadi wanita cantik selamanya, dong!”

Ibu Luna melihat dengan senyum masam pada gadis-gadis yang bersemangat.

“Ah, sudah dimulai!”

Kemudian salah satu gadis melihat apa yang terjadi di lintasan lomba dan berteriak. Pada saat yang sama, bunyi tembakan pistol sebagai penanda bisa terdengar, dan para peserta pertama lomba estafet mulai berlari.

Karena Luna adalah pelari kedua, dia berdiri di sisi berlawanan dari titik awal ... jadi dia berdiri di zona menerima tongkat estafet dekat dengan bagian tempat kami berada.

“Luna, semangat~~!”

Gadis-gadis itu berteriak dan Luna membalas dengan melambaikan tangannya ke arah mereka.

Kemudian dia tampak terperangah. Dia pasti sudah menemukan keberadaan ibunya.

“Luna~! Ibumu juga sedang mendukungmu, loh~~!”

“Berjuanglah~!”

Saat gadis-gadis itu berteriak dengan penuh semangat, ibu Luna juga melambai kepada putrinya.

“Luna, lakukan yang terbaik~!”

Ketika melihat hal itu, wajah Luna langsung berseri-seri.

“Ya, aku akan melakukan yang terbaik!”

Kemudian pelari pertama datang berlari, Luna lalu menerima tongkat estafet dan mulai berlari.

“Luna!!”

Ibu Luna bersorak untuk Luna. Kemudian dia tiba-tiba mengalihkan pandangannya dan melambaikan tangannya ke bagian lain dalam lapangan.

Di sana ada Kurose-san yang jadi regu pemandu sorak. Dia mengibarkan bendera besar kepada para siswa yang berlari di lintasan dengan membelakangi kami.

“Maria juga, lakukan yang terbaik~!”

Ketika mendengar hal itu, gadis-gadis yang masih berdiri di sampingnya tampak terkejut.

'Maria' yang tante maksud itu... Kurose-san?”

“Apa Tante mengenal Kurose-san?”

“Ehh......?”

Ibu Luna menatap gadis-gadis itu dengan bingung, tapi sepertinya dia bisa menyadari sesuatu.

“... Hmm ya, sedikit.”

Dan kemudian, dia tidak pernah bersorak lagi untuk menyemangati Kurose-san.

“…………”

Punggung kecil yang mengibarkan bendera besar tampak lebih rapuh dari sebelumnya.

Mungkin berkat sorakan ibunya, Luna berhasil mendahului anak kelas 3 tiga dan menyerahkan tongkat estafet kepada pelari berikutnya di tempat pertama.

Setelah itu, tim kelas dua sempat tertinggal, tapi pelari terakhir berhasil menebus kesalahan pelari sebelumnya  dan lomba lari estafet antar kelas tahun ini berakhir dengan kemenangan anak kelas dua.

“Mama!”

Setelah para peserta lomba bubar dari lapangan, Luna langsung mendatangi ibunya.

“Aku tidak tahu kalau Mama bakalan datang!?”

“Ya. Aku bisa istirahat di sore hari, jadi aku menyaksikan dari pertarungan kavaleri. Kamu luar biasa sekali, Luna.”

Saat mengatakan itu, ibunya meletakkan tangannya di kepala Luna.

“Hebat, hebat~”

Dia membelai kepalanya dengan gerakan melingkar dengan telapak tangannya, lalu mengelus di sekitar pipi Luna dengan kedua tangan dan tersenyum padanya. Pipi Luna sedikit merah merona dan tersenyum bahagia atas belaian yang membuatnya terlihat seperti anak kecil.

“Ehehe~”

Lalu, tiba-tiba, dia menatap ke arahku.

“Nee, Mama. Ada seseorang yang ingin kuperkenalkan  padamu...”

Setelah mengatakan itu, Luna memberi isyarat kepadaku.

“Ryuuto! Ayo kemari!”

“...!”

Sekarang waktunya!

Aku tahu kalau aku harus pergi menyapa juga, tapi semuanya terlalu mendadak dan membuat jantungku berdegup kencang.

Saat aku menuju ke arah mereka dengan langkah kaki yang gemetaran, Luna melihatku dan ibunya dengan gembira secara bergantian.

“Ia adalah pacarku, Kashima  Ryuuto-kun.”

“Mama tahu, kok. Mama juga menonton lomba meminjam barang tadi.”

Ibunya Luna tertawa malu-malu dan berkata dengan suara keras seolah-olah ingin menyembunyikan ras malunya.

“Masih muda memang menyenangkan ya. Mama yang menonton justru merasa malu saat melihatnya.”

Karena aku tidak tahu bagaimana cara buat menanggapinya, jadi aku cuma bisa menggaruk kepala dan tertunduk malu.

Melihat reaksiku yang seperti itu, Ibu Luna lalu kembali tersenyum lembut.

“Meski dia orang yang begitu, tapi mohon jaga baik-baik putriku.”

Itu adalah senyuman dengan pesona misterius yang mampu menghangatkan hatiku. Hal tersebut mengingatkanku pada Mao-san yang sudah merawatku di rumah pantai selama liburan musim panas kemarin.

“... Tidak, ah, i-iya ... Sa-Saya akan menjaganya dengan baik ...!”

Melihatku menjawab dengan gugup dan terbata-bata, Ibu Luna tersenyum menawan.

Aku berpikir bahwa kehangatan bak mentari dan keramahan Luna pasti berasal dari ibunya.

Pada saat itu, siswa dari regu pemandu sorak melewati kami.

“Nee, Luna…”

Ketika melihat gerombolan itu, ibu Luna menurunkan suaranya.

“Hmm? Ada apa?”

Tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya, mungkin berpikir dua kali setelah melihat sekelilingnya.

“... Tidak, bukan apa-apa.”

“Eh, apa? Aku jadi penasaran, ‘kan!”

Luna tertawa dengan suara manis.

Namun, pada saat itu, aku melihatnya.

Aku melihat Kurose-san, yang berada di antara kerumunan regu pemandu bersorak, tampak seperti akan menangis. Kemudian, aku melihatnya diam-diam meninggalkan kerumunan teman-temannya dan pergi menuju gedung sekolah sendirian.

“…………”

Baik Luna dan ibunya takkan bisa melihatnya dari sudut pandang mereka.

Cuma aku saja yang melihatnya.

Begitu sudah melihatnya, aku tidak bisa membiarkannya begitu saja.

“Luna~! Ayo pergi ke upacara penutupan!”

Setelah dipanggil temannya, Luna pergi dan aku pun pamit menjauhkan diri dari Ibunya Luna.

Kemudian, aku menuju ke gedung sekolah.

 

◇◇◇◇

 

Kurose-san tidak ada di ruang kelas.

Kira-kira dia pergi ke mana ya ... dan hal pertama yang terlintas dalam pikiranku adalah tangga menuju atap.

Di sanalah dia melarikan diri setelah bertengkar denganku di kelas, yang sebelumnya menyebarkan desas-desus buruk tentang Luna.

Dia juga tidak ada di sana, tapi pintu menuju atap terbuka. Biasanya pintu itu terkunci, tapi hari ini mungkin terbuka karena fotografer sekolah perlu mendokumentasikan kegiatan festival olahraga dari atas.

Seperti yang sudah kuduga, Kurose-san sedang berada di atap.

Aku mendekati Kurose-san yang berdiri membelakangiku, dan sedang berpegangan pada pagar yang tingginya dua kali lipat dari tingginya.

“... Apa kamu tidak memberi tahu ibumu? Kalau kamu tidak memberi tahu semua orang tentang hubunganmu dengan Shirakawa-san.”

Begitu mendengar kata-kataku, Kurose-san berbalik dengan terkejut. Tatapan matanya terlihat merah dan basah.

“...Mana mungkin aku bisa memberitahunya. Berkat perbuatan konyolku sendiri, aku tidak bisa mengungkapkan kalau kami berdua itu saudara kandung, itu sangat memalukan.”

Dia lalu bergumam dengan wajah cemberut.

“... Meskipun dia itu ibuku.”

Suaranya bergetar tak berdaya.

“Aku memberinya lembar pemberitahuan dan bertanya apakah dia bisa datang ... padahal dia adalah ibuku yang  harusnya datang untuk mendukungku.”

Ketika mendengar cerita sebelumnya, aku berpikir kalau Kurose-san memiliki dendam terhadap ibunya yang memutuskan untuk menceraikan ayah tercintanya.

Tapi ternyata dia sangat menyayangi Ibunya, ya. Sedemikian rupa sehingga berakhir seperti ini.

“... Ibu kalian berdua. Baik Kurose-san dan Shirakawa-san.... jika ditambah kakak perempuanmu yang lain, maka Ibu kalian bertiga.”

Namun, dia sepertinya tidak mendengarkan kata-kataku, dan menundukkan kepalanya.

“Padahal Luna sudah memiliki segalanya. Ayah, teman-teman, dan bahkan pacar ... tapi, dia masih tetap merebut ibu dariku.”

“Hal seperti itu……”

“Kenapa kamu datang ke sini, Kashima-kun?”

Buliran air mata tumpah dari mata merah Kurose-san saat mendongak ke arahku.

“Ah, eh, umm... karena aku melihat Kurose-san pergi ke gedung sekolah...”

Wajah Kurose-san berubah muram dan terguncang karena merasakan air mata mengalir di wajahnya.

“Tinggalkan aku sendiri. Aku sudah pernah bilang sebelumnya kalau aku tidak membutuhkan kata-kata menghibur dari pacar Luna.”

“Tapi ...”

“Cepat menyingkir dari hadapanku. Lagipula, kamu tidak terlalu peduli padaku, ‘kan?”

Tatapan Kurose-san tampak lurus memandang mataku.

“Mana mungkin aku tidak peduli.”

Saat mendengar ucapanku, tatapan mata Kurose-san sedikit goyah.

“... Karena aku adik perempuannya Luna?”

“... Ada juga yang itu... tapi karena kita adalah rekan.”

“Di panitia pamflet?”

“I-Iya.”

Entah kenapa aku jadi tidak sabaran.

“Selain itu, sebagai teman sekelas...”

“Aku masih suka.”

Aku terdiam mendengar suara Kurose-san, yang terdengar seperti tamparan keras di wajahku.

“Aku masih menyukaimu, Kashima-kun. Jadi jangan biarkan aku menyukaimu lagi.”

Kurose-san menangis dengan ekspresi sedih sekaligus marah di wajahnya.

“...Kamu akan merasa bermasalah, ‘kan? Karena itu, tolong pergilah dari sini sekarang.”

Melihatku tidak bisa berkata apa-apa, Kurose-san tersenyum mengejek padaku.

Tetap saja, aku tidak bisa memaksa diriku untuk pergi. Aku tidak tega meninggalkannya dalam keadaan tersakiti seperti ini….

Karena aku merasa seperti mengenal jati diri Kurose-san yang sebenarnya meskipun dia bersikap sok kuat.

Sebenarnya, dia adalah seorang gadis yang pantas disukai oleh semua orang. Sama seperti Luna.

Aku merasa kasihan padanya yang diasingkan sendirian karena kesalahan kecil.

Seberapa besar rasa kesepian yang akan dia rasakan jika aku pergi dari tempat ini sekarang? Sebagai teman sekelasnya dan secara pribadi ... Aku merasa tidak bisa melakukan itu.

Melihatku tidak mau beranjak dari tempatku berdiri, air mata kembali mengalir di sudut mata Kurose-san.

“Jika kamu tidak segera pergi, aku ... takkan menyerah pada Kashima-kun.”

Dia lalu mengatakannya dengan nada marah.

“Apa kamu tidak keberatan dengan itu!?”

“…………”

Aku tidak bisa menjawabnya.

Aku tidak berniat ingin mencoba menarik perhatinnya.

Aku tidak berniat begitu, tapi... Aku bahkan tidak bisa meninggalkannya.

“Kumohon tinggalkan aku sendiri ...”

Ekspresi Kurose-san tak bisa membendung lagi emosinya. Aku berlari mendekatinya saat dia menangis di tempat.

“Kurose-san...!”

Karena aku memakai baju seragam olahraga, jadi aku tidak membawa sapu tangan atau tisu.

Sesuatu yang bisa menyeka air matanya ... Mana mungkin aku membuka baju olahragaku dan memberikan itu padanya sekarang, iya ‘kan? Pikirku sambil meraba-raba seluruh badanku.

“... Fufuu.”

Ketika aku memalingkan wajah ke arah suara tawa yang kudengar dan melihat Kurose-san sedang tertawa di depanku.

Sejumlah helai rambut hitamnya menempel di wajahnya yang berlinang air mata. Meski demikian, dia tetap gadis yang sangat cantik.

“... Kashima-kun, kamu terlalu baik.”

Pipinya tampak merah merona dan dia tersenyum lembut.

Aku terperangah melihat ekspresinya seperti itu.

“Umm, Kurose-san, aku...!”

— Jika kamu tidak segera pergi, aku ... takkan menyerah pada Kashima-kun. Apa kamu tidak keberatan dengan itu!?

Padahal sudah diberitahu sampai sejauh itu, tapi aku tetap masih di sini.

Aku minta maaf jika aku memberimu harapan palsu.

Aku tidak punya niatan untuk putus dengan Luna.

Tapi, ketika aku kebingungan harus berkata apa, Kurose-san menunjukkan senyum mencela dirinya sendiri lagi.

“... Aku tahu bagaimana perasaan Kashima-kun. Jangan menolakku lagi dan lagi.”

Ada sedikit nuansa melankolis dalam ekspresinya.

Saat aku berpikiran begitu, ekspresi Kurose-san tiba-tiba berubah serius.

“Ini cuma masalah perasaanku saja.”

Seolah-olah menyatakan sesuatu, dia mengatakannya dengan jelas.

“Siapa yang aku cintai dan orang yang kucintai ... semuanya itu adalah keputusanku sendiri. Hatiku bebas untuk memilihnya, ‘kan?”

Dia kemudian tersenyum padaku saat mengatakan itu.

“Aku hanya secara sepihak menyukaimu.”

Itu adalah senyum yang terasa mulia layaknya bunga yang bermartabat.

“... Hanya itu saja.”

Mata Kurose-san tidak lagi basah saat dia memegang lututnya dan bergumam.

Dia menatap langit biru dengan rambut hitamnya yang masih menempel di wajahnya, penampilannya yang sekarang terlihat jauh lebih cantik daripada ketika aku pernah jatuh cinta padanya.

 

◇◇◇◇

 

Setelah festival olahraga selesai, suasana sekolah langsung jadi bersemangat untuk menyambut festival budaya.

Katika persiapan lain mendekati tahap akhir, sudah saatnya bagi kami untuk membuat keputusan akhir.

“Adapun sampul yang diusulkan, kami telah membuat dua pola berdasarkan masukan kalian berdua.”

Pada pertemuan antar staf pamflet di ruang rapat, wanita dari perusahaan percetakan mengeluarkan dua lembar kertas.

Karena kami amatiran di bidang produksi buku, jadi kami menyerahkan sepenuhnya kepada orang-orang di percetakan untuk desain dan aspek lain dari produksi pamflet. Dua sampel dari dua desain yang diusulkan, “pink dan berkilauan” dan “monoton dan beradab,” yang telah disarankan Luna dan Kurose-san sebelumnya, sudah disiapkan di depan mereka.

“Wahhh, lucunya! Ayo pakai desain yang ini saja!”

Sampel yang diambil Luna adalah kertas pink indah dengan tulisan karakter tipografi ramping yang dicetak pada kertas perak. Ada desain kupu-kupu yang digambar di tepinya, membuatnya sangat tidak nyaman bagi pria untuk mengambilnya.

“Bukannya itu karena sesuai dengan selera pribadimu saja? Desain yang ini pasti disukai semua orang. Ditambah lagi, ini kelihatan modis juga.”

Sampel yang diambil Kurose-san dicetak dengan kertas berwarna emas pada latar belakang monoton dengan pola putih seperti marmer yang mewah. Jenis hurufnya juga bergaya Gothic tipis, dan memberikan kesan desain yang canggih.

“Dua-duanya memiliki desain yang sama-sama menakjubkan, tapi sekarang kalian tidak punya banyak waktu untuk merasa bimbang lagi. Kalian harus memutuskan hari ini.”

Sensei yang bertanggung jawab atas pamflet melihat mereka berdua secara bergantian dan berkata begitu.

“Hmmm, kalau aku masih SMA, desain yang ini jauh lebih imut dan bikin festival lebih seru, ya ‘kan~”

Wanita dari perusahaan percetakan menunjuk pada sampel yang dipilih Luna.

“Tapi ini bukan sekolah khusus perempuan. Jika memikirkan bagaimana pamflet ini akan diterima oleh anak laki-laki dan para orang tua, sudah pasti desain ini yang lebih bagus.”

Sensei memegangi bahu Kurose-san.

Sejauh ini dua lawan dua.

Gawat, ini benar-benar gawat …….

Ketika aku buru-buru memikirkan itu, tatapan mata Sensei bertemu dengan mataku.

“Bagaimana menurutmu, Kashima-kun? Karena kamu mewakili murid laki-laki, jadi kamu harus mengatakannya dengan jelas.”

Aku benar-benar terpojok...

“... Be-Benar juga...”

Luna dan Kurose-san  menatap ke arahku. Mereka berdua terlihat cemas dan cenderung cemberut.

Betul sekali. Mungkin pendapatku ini akan menentukan halaman sampul.

“Ummm ...”

Sejujurnya, aku ingin mendukung desain yang dipilih Kurose.

Tapi, apa aku berani untuk mengatakan itu?

Bahkan beberapa hari yang lalu, aku bertemu dengan Luna di depan rumah Kurose-san dalam perjalanan pulang dari perpustakaan, dan keadaannya menjadi canggung.

“…………”

Sudah kuduga ini percuma saja. Mana mungkin aku bisa memilih Kurose-san di sini, walaupun ini cuma tentang masalah sampul.

“... Ka-Karena tema festival budaya untuk tahun ini adalah [For the future]... maka, demi masa depan yang terasa cerah ...”

Ra-Rasanya sungguh menyakitkan.

Namun, entah bagaimana aku harus mengarahkannya untuk memilih sampel halaman yang berwarna pink berkilauan.

Dengan mengingat hal itu, aku melanjutkan alasanku yang meyakinkan.

“... Sudah cukup, Ryuuto.”

Ujar Luna dengan suara pelan, dia menatapku dengan ekspresi muram.

“Tolong katakan dengan jujur …... aku tidak ingin membuat Ryuuto berbohong.”

Aku terkejut ketika mendengar perkataannya.

——Seingatku, jika seorang pembohong memasukkan tangannya ke dalam mulut ini, benda ini akan menggigit tangannya

——Kalau begitu, Ryuuto bisa aman. Karena Ryuuto adalah 'The Last Man'

Karena aku teringat apa yang dia katakan padaku di Venus Fort.

“... Jadi, bagaimana pendapatmu, Kashima-kun?”

Sensei bertanya padaku dengan wajah curiga. Beliau bukan guru wali kelas kami, jadi mungkin Ia tidak tahu mengenai hubungan antara aku dan Luna.

“…………”

Suaraku tidak mau keluar dari tenggorokan.

Hal semacam itu seharusnya tidak boleh terjadi.

Mana mungkin aku tega memilih Kurose-san daripada Luna.

Namun…….

Luna menatapku dengan tatapan penuh harap.

—— Aku tidak ingin membuat Ryuuto berbohong.

Suaranya masih terngiang-ngiang di dalam telingaku.

“……Aku……”

Kurose-san memalingkan wajahnya dan menurunkan bahunya.

Aku berusaha untuk tidak memandangnya sebanyak mungkin dan berkata.

“... Jika aku harus membawanya di tanganku, aku lebih suka desain yang monoton itu ....”

Untuk sementara, aku tidak berani melihat wajah siapa pun di tempat itu.

Aku lalu mendengar Luna menghembuskan napas dengan gusar.

 

◇◇◇◇

 

Dalam perjalanan pulang pada hari itu, aku dan Luna berjalan dari stasiun A menuju kediaman Shirakawa dalam diam.

Cuaca mendung sejak pagi akhirnya mulai mengguyur pada sore hari. Luna dan aku berjalan dengan payung masing-masing di tengah hujan lebat layaknya di  musim penghujan.

Aku merasa menyesal, kenapa aku membawa payung segala. Aku merasa seolah-olah jarak di antara aku dan dia, yang hanya dipisahkan oleh payung, secara langsung mewakili jarak di antara hati kami.

Sampul pamflet diputuskan berdasarkan usulan Kurose-san.

Aku tidak berani menatap Luna secara langsung.

Aku hanya berjalan dalam diam seraya menatap ujung sepatuku yang memercikkan tetesan air setiap kali aku menginjak tanah.

“... Belakangan ini, aku sering memikirkannya.”

Luna mulai mengatakan sesuatu, jadi aku menoleh ke arahnya, tapi dia justru melihat kakinya, dan bukan ke arahku.

“Ryuuto tuh ... lebih cocok bersama Maria ketimbang denganku, ‘kan?”

“Kamu ini bicara apa.....”

Luna akhirnya melihat ke arahku saat aku hendak mengatakan sesuatu.

“Habisnya memang begitu kenyataannya, ‘kan. Kamu mempunyai selera yang sama di sampul tadi, dan streaming game? Kamu mempunyai banyak kesamaan dengan Maria ketimbang denganku, bukan?”

“Aku benar-benar minta maaf mengenai pemilihan sampul pamflet tadi. Aku juga ingin memilih pilihanmu, tapi...”

“Sudah kubilang, itu tidak apa-apa. Aku takkan senang jika kamu berbohong dan lebih memihakku.”

Raut wajah dan nada suara Luna tidak menunjukkan kemarahan sama sekali. Dia justru terlihat sangat sedih.

“... Pada awalnya, aku berpikir kalau Ryuuto itu orang yang sangat menarik karena kamu sangat berbeda denganku.”

Dia kemudian menunduk ke bawah.

“Semakin aku menyukaimu, aku semakin diingatkan kalau kamu adalah tipe orang yang sama sekali berbeda dariku, dan hal itu membuatku sangat gelisah.”

“Itu ...”

“Aku penasaran apa kamu tidak masalah berpacaran denganku. Kira-kira apa kita bisa bersama selamanya ...... Aku bertanya-tanya apa kamu akan selalu mencintaiku.”

“Hal seperti itu……”

Bukannya itu sudah jelas.

Sejak awal aku sudah tahu kalau kami berdua itu berbeda. Meski begitu, aku tetap ingin bersamanya.

Namun, tanpa menunggu kata-kataku, Luna berbicara satu demi satu dengan ekspresi yang rumit.

“Bahkan Ryuuto mungkin mulai merasa muak. Karena aku adalah gadis gyaru, jadi aku ingin melakukan semua yang akan dilakukan seorang gadis gyaru. Semua tempat yang ingin aku kunjungi dan hal yang ingin kulakukan, semua itu tidak menarik buat Ryuuto, bukan?”

“Hal seperti itu ... aku juga suka minuman tapioca, kok...”

“Cuma sebatas tapioca doang!”

Luna berteriak dengan frustasi. Kemudian, dia bergumam sambil menghela nafas.

“….. aku yakin.....kalau Maria juga menyukai tapioca…”

“…………”

Kemudian aku berpikir, ahh begitu ya.

—— Soalnya, selera makanan kita sama, iya ‘kan? Jadi kupikir Maria mungkin akan menyukainya juga....

Ketika aku mengantar Kurose-san ke rumahnya dan bertemu dengannya, aku ingat dengan apa yang dikatakan Luna sambil membawa croffle di tangannya.

Luna mengangguk dan bergumam padaku yang terdiam.

“... Mungkin Ryuuto jauh lebih bahagia jika berpacaran dengan Maria.”

“Sudah kubilang, kamu ini bicara apaan ...”

“Karena kamu dulu pernah menyukainya, ‘kan? Jika tidak ada aku, kamu mungkin sudah berpacaran dengan Maria sekarang.”

“Tapi, tidak ada perumpamaan ‘jika’ yang seperti itu.”

Aku membalas perkataan Luna yang mengangkat alisnya dan memohon padaku.

“Ketimbang membicarakan kemungkinan semacam itu …… kenyataan yang ada di depan kita jauh lebih penting.”

“Tapi kenyataannya, Maria selalu bertemu dengan kita! Setiap hari!”

Pada saat itu, Luna membuat pernyataan yang begitu tegas, tapi dia segera berubah pikiran dan menurunkan bahunya.

“... Aku bukanlah gadis yang begitu naif untuk berpura-pura tidak menyadari kalau kalian berdua masih tertarik satu sama lain dan terus berpacaran dengan Ryuuto......”

Usai mengatakan itu, Luna menatap ke arahku lagi.

“Pada saat upacara penutupan festival olahraga, kamu sedang bersama Maria, ‘kan?”

“…………”

Sejenak, aku terkesiap ketika mendengar ucapannya.

Aku tidak memberitahu Luna mengenai peristiwa yang terjadi di atap itu. Kurose-san merasa terasing saat melihat Luna bersikap manja dengan ibunya di depan semua orang. Itulah sebabnya aku berusaha menghiburnya sebagai tindakan penebusan atas perilaku Luna.

Kupikir tidak ada orang lain di atap, tapi kira-kira apa ada yang melihat kami berdua berbicara ... dan ketika berpikir begitu, napasku tercekat ketika wajah Luna berubah muram.

“... Sudah kuduga, jadi itu yang terjadi.”

Aku terkejut.

Ternyata dia tidak mendengarnya dari orang lain, dia hanya berpikir begitu karena kami berdua tidak ada di sana.

“Tidak, itu karena ..... aku melihat Kurose-san menangis.”

Kalau sudah begini, aku tidak punya pilihan lain selain menjelaskannya.

“Sepertinya dia merasa kesepian karena Ibu yang dia panggil, diperlakukan oleh semua orang sebagai ibu Luna ...”

“Aku tahu kok. Karena Ryuuto memang cowok yang sangat baik.”

Satu-satunya senyum semakin memudar dari wajah Luna saat dia tersenyum sedikit sedih.

“Sebenarnya aku merasa kasihan pada Maria, tapi aku juga selalu merasa kesepian, tau. Memangnya salah untuk dimanjakan oleh ibu yang bisa kutemui sesekali?”

“…………”

Aku tidak bisa menjawabnya.

Ini bukan salah Luna. Tentu saja itu juga bukan salah ibunya.

Itu semua kesalahan Kurose-san sendiri karena menyebarkan gosip jelek mengenai Luna dan tidak bisa mengungkapkan kalau mereka berdua adalah kakak beradik.

Tapi... saat itu, aku tidak tega membiarkannya menangis sendirian.

Karena aku sudah menyadari rasa kesepiannya.

“Karena Ryuuto memahami perasaan orang, jadi kamu tidak tega meninggalkan Maria sendirian, ‘kan.”

Setelah mengatakan ini untuk menunjukkan pengertian, Luna lalu mengerutkan alisnya.

“Tapi karena sedang berurusan dengan Maria ... aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja.”

Sosoknya yang bergumam begitu terlihat sangat cantik sampai-sampai aku dibuat terpesona walaupun di saat-saat seperti ini.

“Karena Ryuuto terlalu baik... jadi kupikir kalau aku duluan yang harus mengatakannya.”

“Luna, aku ...”

Aku tidak tahu harus berkata apa atau bagaimana mengatakannya. Karena Luna sama sekali tidak menyalahkanku.

“... Aku takkan menghubungimu untuk sementara waktu.”

Kata-kata Tsukiai membuatku tergelitik dengan kesemutan besar di dadaku.

“Aku ingin Ryuuto memikirkannya ... apa kamu masih ingin terus berpacaran denganku atau tidak”

“Tidak, itu sebabnya aku ...!”

Aku tidak perlu memikirkannya. Luna jauh lebih penting. Padahal aku berpikiran begitu dan hendak mengatakannya.

Tapi Luna sudah berlari di tengah hujan tanpa mendengar sedikitpun penjelasan dariku.

“... Luna!”

Aku berusaha mencoba mengejarnya, tetapi kakiku tidak bergerak. Mungkin karena aku tahu kalau aku tidak bisa mengejarnya.

Aku tidak bisa mengejar Luna yang berlari dengan serius. Rumahnya juga sudah lumayan dekat.

Di tengah guyuran hujan, aku cuma bisa terdiam dan menatap punggung kecilnya yang semakin menjauh.

Ketika mendengarkan suara pintu depan kediaman Shirakawa ditutup, aku mulai teringat kalau hari ini adalah hari jadian kami yang ketiga bulan.

 

 

Sebelumnya |   | Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama