Tanpa kusadari, aku mulai
mengingat kenangan dari masa lalu.
Mungkin karena aku sedang makan
siang. Kotak makan siang dua tingkatku sendiri dipenuhi dengan lauk
berwarna-warni. Karena aku memasak untuk Sayaka dan ayahku, aku tidak
menggunakan terlalu banyak makanan beku, dan kebanyakan dibuat oleh tanganku
sendiri. Sekitar setengah dari lauk yang kubawa merupakan sisa dari makan malam,
tetapi setengahnya lagi dibuat di pagi hari.
Kalau boleh pamer sih, keterampilanku
menjadi jauh lebih baik dalam memasak. Tidak ada satu hari pun yang aku
lewatkan untuk tidak memasak. Keterampilanku yang sekarang benar-benar berbeda
dibandingkan dengan empat tahun lalu.
Misalnya saja, tamagoyaki yang
ada di kotak makan siangku. Pertama kali aku mencoba untuk membuatnya,
bentuknya hilang saat aku coba menggulungnya dan menyerupai telur dadar. Bumbu
dan bentuknya telah berkembang hingga bisa dijual.
Burdock
rebus
di sebelahnya. Aku dulu tidak bisa menggunakan pisau dengan baik, jadi semua
potongannya memiliki ukuran yang berbeda, tapi sekarang ukurannya sama.
Aku suka makan siangku. Aku
percaya diri dengan masakanku dan aku menyesuaikan bumbu sesuai dengan seleraku,
jadi rasanya sangat enak untuk dimakan. Ketika aku mencoba hidangan baru, aku
bersemangat untuk melihat apa rasanya masih enak ketika sudah dingin.
“……”
Suasananya begitu hening. Aku
dan dua orang yang ada di depanku diam-diam menyantap makan siang kami.
Aku tidak sedang memakan siang
bersama duo Saito dan Shindo yang biasa, akan tetapi dengan Enami-san dan
Nishikawa untuk beberapa alasan. Suasana di antara kami menjadi canggung. Aku
bertanya-tanya mengapa aku berada dalam situasi ini sejak awal.
Aku mencoba mengingat masa lalu
untuk melarikan diri dari kenyataan, tapi tetap saja, aku tidak bisa
menghilangkan fakta yang terjadi di hadapanku. Kami sedang makan di sudut
kantin. Secara alami, aku menarik banyak perhatian. Keberadaan Nishikawa dan
Enami-san saja sudah sangat menonjol, tapi ada orang ketiga misterius yang
duduk di sana. Sudah ada gosip yang beredar kalau aku berpacaran dari salah
satu dari mereka, jadi sekarang pasti ada lebih banyak gosip dengan cerita yang
lebih panjang di baliknya.
Nishikawa, yang tampaknya sudah
tidak tahan lagi dengan suasana keheningan ini, membuka mulutnya.
“Pelajaran sastra modern tadi benar-benar
bikin ngantuk, iya ‘kan? Aku mencoba mendengarkan dengan serius, tapi kelopak
mataku menutup dengan sendirinya. Sensei bahkan tidak terlalu memperhatikan
kita. ”
“Betul sekali.”
“Saat aku terlelap sebentar,
bulu mata palsuku lepas lho. Bahkan orang-orang di sekitarku, yang bisa aku
dengar hanyalah suara orang lain yang sedang tidur.”
“Aku juga sempat tertidur
sebentar.”
Itu hanyalah percakapan yang
sepele. Faktanya, mata Nishikawa terlihat sedikit merah.
“Tetapi kemudian aku menyadari
kalau sekarang sudah hampir bulan Desember. …Dan kemudian ujian akhir semester!
Ahh, waktu terasa berlalu begitu cepat. ”
“Lebih buruk lagi, ujian masuk
akan berjalan lancar dalam setahun.”
“Aku tidak ingin memikirkannya!”
Saat kami berbicara, Enami-san
tidak mengikuti pembicaraan kami. Dia diam-diam memakan roti yang dia beli. Dia
sepertinya tidak makan banyak, hanya roti lapis dan roti salad.
Dia sepertinya tidak dalam
suasana hati yang buruk. Dia hanya tidak ingin berbicara saja.
“Nishikawa, apa kamu sudah memutuskan
perguruan tinggi mana yang ingin kamu masuki?”
Aku tidak tahu apa yang dia
rencanakan, tapi sampai Enami-san siap untuk berbicara, aku memutuskan untuk
mengobrol dengan Nishikawa.
“Masih belum sama sekali~. Aku
cuma berpikir untuk menikmati masa-masa sekarang! Kalau Naocchi?”
“Aku akan pergi ke Universitas
Tohashi…”
“Oh itu benar. Kamu harus
bekerja keras kalau begitu.”
Untuk sementara, percakapan
berlanjut antara Nishikawa dan aku. Akhirnya, Enami-san menghabiskan rotinya
dan berbicara denganku.
“Hei.”
Nishikawa dan aku menoleh ke arah
Enami-san yang menyela pembicaraan.
“Aku ingin menanyakan sesuatu
padamu.”
…Awalnya, situasi ini terjadi
atas permintaan Enami-san.
Segera setelah waktu makan
siang tiba, Nishikawa datang mendekatiku untuk berbicara denganku. Enami-san
ingin menanyakan sesuatu padaku. Itu sebabnya kami bertiga pindah ke area
kantin dan makan bersama.
Dia terdiam cukup lama, mungkin
karena sedang berpikir dan menyusun kata-kata yang tepat.
“Apa?”
“...Apa kamu membicarakan
sesuatu dengan Ibu?”
Jadi itulah yang ingin dia
tanyakan. Aku penasaran apakah membicarakannya saat Nishikawa dan Enami-san
pergi telah menyebabkan perubahan pada Ibu Enami. Aku tidak berpikir kalau dia
akan mengetahuinya.
“Kenapa kamu bertanya begitu?”
“Ibuku berbicara padaku
tentangmu. Dia bilang kamu anak yang baik.”
“Cuma itu saja?”
“Ya, cuma itu saja.”
“Eh?”
“Itulah hal paling aneh yang
pernah kudengar selama bertahun-tahun. Aku tidak tahu sudah berapa lama sejak
kami berbicara tentang orang lain. ”
Hal-hal yang ibu Enami tidak
pedulikan. Kurasa hal tersebut telah diterapkan ke semua orang lain sampai
sekarang.
“Jadi pada akhirnya, apa yang
kamu lakukan?”
Aku tidak yakin bagaimana harus
menjawabnya. Kalau bisa, aku tidak ingin Enami-san mengetahuinya. Karena aku
tahu kalau dia tidak suka kalau aku menyelidiki situasinya seperti ini.
Tapi itu bukan sesuatu yang
bisa aku sembunyikan terus. Jadi, aku memutuskan untuk menyerah.
Aku menceritakan semuanya
padanya. Bahwa aku pikir masalahnya takkan terpecahkan jika aku tidak
berbicara. Aku lalu menceritakan kalau aku hanya bertanya mengapa dia tidur di
sana.
Ekspresi Enami-san tidak banyak
berubah.
“Hmm. Apa kamu mendengar
sesuatu dari ibu?”
“Tidak juga …”
“Jadi begitu”
“Jika kamu penasaran, aku tidak
mencoba untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi ... Maaf karena aku tidak memberitahumu dulu,
tapi itu bukan karena niat jahat atau apa ...”
“Aku tahu.”
Aku tidak tahu mengapa dia
begitu mempercayaiku.
“Kecuali kamu menanyakan
sesuatu padanya secara mendalam, tidak apa-apa. Apa Ibu memberimu masalah?”
“Tidak, tidak ada yang seperti itu.
Kami hanya melakukan percakapan yang normal dan tenang.”
Ada kalanya dia berhenti
seakan-akan sakelar dalam batinnya menyala, tapi pada akhirnya, semuanya
berjalan lancar.
Aku dapat memahami kalau Ibu
Enami pasti memiliki beban yang dipikul di dalam hatinya.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya