Chapter 6 — Gudang dan Ruang Terkunci
“Ya ampun, kamu itu malu-maluin
banget.”
“Apa boleh buat ‘kan, aku ingin
mencobanya sesekali ...”
Setelah menyelesaikan tugas di
atap, Masachika dan Alisa menuju ke halaman sekolah. Tujuan mereka berdua adalah
gudang peralatan olahraga.
Dari lima misteri yang tersisa,
“Kucing tak berwujud” dan “Suara isak tangis dari gedung klub”bisa
diselidiki pada waktu siang hari. Mereka lalu memutuskan untuk menyelidiki
kedua tempat ini secara terpisah.
Pada dasarnya, mereka dibagi
berdasarkan pasangan untuk kampanye pemilihan, Maria diminta untuk pergi ke
gedung klub, mengingat cakupan penyelidikan yang cukup luas.
“Berteriak secara impulsif atau
semacamnya, itu bukan sekedar membahayakan orang saja, tau.”
“... Tapi yah, aku sudah
menyesuaikannya supaya yang di bawah tidak bisa mendengarnya, oke?”
Sambil berdebat hal semacam itu,
mereka akhirnya tiba di gudang peralatan olahraga. Ketika pintu logam berat dibuka,
udara yang berdebu mengalir keluar, dan mereka berdua secara refleks mengerutkan
kening. Cahaya yang masuk melalui pintu masuk dengan jelas menyinari debu yang
beterbangan di udara, dan hal itu sangat buruk bagi kesehatan seseorang.
“Uwaahh ... apa kita harus
memeriksa ke dalam ruangan ini?”
“... Mengeluh juga tidak ada
gunanya. Ayo cepat kita mulai penyelidikannya.”
Begitu masuk ke dalam, hal
pertama yang perlu mereka lakukan ialah mendengarkan baik-baik apakah mereka
bisa mendengar suara mengeong atau tidak.
“...”
“...”
────Nyaa
“Tadi, aku barusan mendengar
sesuatu!”
“Eh, dari arah mana?”
“Tolong diam dulu!”
Masachika mendekati di bawah
Alisa dan berusaha mendengarkan bersama ...
“Yosh~ tinggal sedikit lagi!”
“Ayo keluarkan semangat
kalian!”
“““Ohh!”””
“Duhh, di luar berisik banget!
Masachika-kun, tolong tutup pintunya!”
“O-Oke.”
Masachika menutup pintu geser
yang berat atas perintah Alisa yang sedang jengkel. Segera, bagian dalam gudang
mulai tidak berangin, dan sepertinya menjadi lebih panas lagi. Tapi mereka
berusaha bertahan sebentar dan mendengarkan dengan seksama.
“...”
“...”
Namun, meskipun sudah
memusatkan semua perhatian pada pendengaran mereka selama sekitar 20 detik, Masahika
dan Alisa cuma bisa mendengar suara dari klub atletik saja. Pada akhirnya,
Alisa berseru dengan tidak puas.
“Sekarang aku tidak bisa
mendengarnya lagi... duhh, padahal aku yakin kalau aku mendengarnya tadi ….”
“Sudah, sudah, mendingan buka
pintunya saja dulu ... lihat, di sini tuh panas dan gelap, iya ‘kan?”
Sambil menenangkan dan membujuk
Alisa, Masachika berusaha membuka pintu geser...
Brukk!
“Hmm?”
Pintunya sama sekali tidak
bergerak. Pintu tersebut berhenti ketika ada sedikit celah di antara pintu.
“? Apa ada yang salah?”
“Yah, sebenarnya ...”
Seraya berpikir kalau itu
mustahil, Masachika meraih pegangan dengan kedua tangan dan menariknya dengan
sekuat tenaga, tapi pintu itu tetap tidak mau terbuka.
“Eh, ya-yang benar saja ...”
“... Sayangnya, begitulah
kenyataannya.”
Masachika menyerahkan tempatnya
kepada Alisa, yang mendekatinya dengan tatapan tidak sabar dan setengah curiga.
Namun, pintu itu tetap tidak
mau terbuka walaupun orangnya diganti.
Pada saat itu, smartphone
Masachika bergetar ringan. Ketika mengeluarkannya dari saku dan melihatnya, Ia
segera melihat pesan dari Yuki.
[Halo~
kembali lagi bersama Yuki-chan, seorang adik perempuan yang sangat pengertian.]
Masachika secara spontan ingin melempar
smartphone-nya. Tapi Ia menahan keinginannya dan menunggu pesan berikutnya
masuk. Segera setelah itu, pesan berikutnya datang.
[Demi
Onii-chan pengecut yang tidak berani berbuat apa-apa terhadap Alya-san meskipun
sudah sering membawanya ke rumah, aku sudah menyiapkan acara istimewa yang luar
biasa untukmu.]
...... Tidak, mereka sudah
melakukan sesuatu yang mirip seperti kencan tempo hari.
Meski ingatannya hilang di
tengah jalan. Namun, Yuki seharusnya tidak mengetahui hal itu, jadi Masachika
tidak berkomentar apa-apa.
[Betul,
ini adalah perpaduan adegan klise komedi romantis kuno yang bagus dan acara yang
baru-baru ini populer di beberapa kalangan, namanya adalah “Kamu tidak bisa keluar
dari gudang gedung olahraga sebelum ngewe———]
“Persetan dengan itu!”
Setelah membaca sejauh itu, Masachika
tanpa ampun melempar smartphone-nya. Smartphone Masachika terkubur di dalam
matras biru besar yang digunakan untuk pendaratan lompat tinggi. Pada saat yang
sama, Alisa berbalik dan bahunya tersentak kaget karena tiba-tiba mendengar suara
aneh.
“Ap-Apa? Kamu kenapa?”
“... Tidak, bukan apa-apa. Aku
cuma sedikit kesal karena tidak bisa menghubungi Yuki.”
Sebenarnya, Masachika bisa menghubunginya.
Namun, menghubungi pelakunya sama sekali tidak membantu. Sekarang setelah
dipikir-pikir lagi, suara kucing yang didengar Alisa juga cukup mencurigakan.
Akan lebih masuk akal untuk berasumsi kalau suara kucing itu hanyalah akal
bulus Yuki yang dimainkan melalui smartphone-nya.
Semuanya itu demi membuat
Masachika dan Alisa menutup pintu gudang olahraga. Kemudian, dia tinggal
mengunci mereka berdua dari luar.
(Imouto yooooooooooooooooooo!!!)
Masachika menggertakkan giginya
untuk menahan suaranya dan berteriak hanya di dalam hatinya. Di depannya, ada
sebuah pesan yang masuk ke smartphone-nya.
[Jangan
khawatir. Aku akan melepaskan kalian pada waktu yang tepat supaya kamu tidak
terkena sengatan panas]
(Itu sih enggak banyak membantu!)
[Jadi,
sementara itu, cobalah untuk mengelus atau menggrepe-grepe salah satu oppainya.
Kalau mau, kamu boleh keblablasan buat ngewe, loh?]
(Mana mungkin aku akan melakukannya!!)
Menghembuskan napas kasar dan
tak beraturan di antara gigi yang terkatup, Masachika mengambil kembali
smartphone-nya. Kemudian Alisa mengangkat suaranya sambil menggelengkan
lehernya ke kiri dan ke kanan.
“... Percuma saja, aku tidak
bisa menghubungi Masha.”
“……Begitu ya.”
Itu sesuai dugaan Masachika.
Mana mungkin Yuki takkan menangani
hal itu juga. Ada kemungkinan kalau dia juga memberitahu klub atletik yang ada
di luar dengan mengatakan, “Mungkin akan
ada sedikit keributan di gudang, tapi tolong jangan terlalu dipikirkan, ya~”
Jadi, tindakan yang dipilih
Masachika ialah …
“... Yah, aku sudah mengirim
pesan ke dalam grup OSIS. Bagaimanapun juga, seseorang pasti akan datang ke sini
setelah penyelidikan di tempat lain selesai, dan kita hanya perlu menunggu
sampai saat itu tiba.”
Mau tak mau Ia hanya bisa mengatakan
itu.
“Menunggu ... Bukannya kita
bisa berteriak untuk meminta bantuan dari luar?”
“Mendingan jangan lakukan itu.
Ada kemungkinan kalau mereka tidak bisa mendengarnya, dan itu akan membuatmu
cepat haus dan kepanasan.”
“Hmmp……”
Fakta bahwa tidak ada cara
untuk mengisi ulang kehausannya membuat Alisa menutup mulutnya. Setelah itu,
dia diam-diam merenungkan selama sekitar sepuluh detik apa dia bisa melarikan
diri, tapi dia mengangkat bahunya dengan pasrah karena tidak bisa memikirkan
apa pun.
“... Kalau gitu, ayo kita cari
kucingnya sampai bantuan datang.”
“Tidak, kamu ini rajin banget,
ya.”
“Apaan sih? Bukannya sejak awal
itulah tujuan kita kemari, dan aku benar-benar mendengar suara kucingnya tadi.”
“Ummmm, yah ... itu sih,
karena…”
Menurut pendapat Masachika, ada
kemungkinan kalau suara kucing tadi adalah ulah Yuki. Karena Ia tidak bisa memberikan
bukti maupun dasar tebakannya, jadi Masachika hanya bisa menganggukkan
kepalanya dengan ambigu.
Mungkin menganggap ini sebagai
afirmasi, Alisa memencet sakelar di sebelah pintu dan mencoba menyalakan lampu
neon, tapi …
“… Ara?”
“Oh iya, kalau tidak salah
penerangan di sini dipadamkan, ya ...”
Salah satu dari dua lampu neon
yang terpasang di langit-langit benar-benar padam, dan yang lainnya hanya
memancarkan cahaya redup berwarna oranye terang, yang hampir tidak berfungsi
sebagai penerangan.
Sekarang setelah pintu ditutup,
satu-satunya sumber cahaya yang layak adalah jendela kecil yang ditempatkan
tinggi di dinding. Penerangan itu juga sebagian besar terhalang oleh tumpukan
berbagai peralatan yang menumpuk di depannya.
Berkat hal itu, mereka
setidaknya masih bisa melihat satu sama lain, tapi area di dekat dinding gudang
melebur dalam kegelapan.
“ …. Lihat, ruangan ini terlalu
gelap untuk mencari kucing. Jadi mendingan kita diam saja, oke?”
“Kata siapa tidak bisa? Kita
‘kan masih bisa menggunakan lampu melalui smartphone. Ayo cepat cari
kucingnya.”
“Ehhh~ ...”
Alisa mulai mencari kucing
layaknya murid teladan, meskipun Masachika sudah berusaha membujuknya.
Kalau sudah begini, Masachika tidak
bisa berdiam diri terus dan terpaksa memulai pencarian. Entah bagaimana mereka
berpencar mencari bagian kiri dan kanan, mencari jejak kucing sekitar lima
menit.
“Gerah banget!”
Masachika tidak tahan untuk melepas
blazernya karena udara panas di dalam gudang, di mana Ia tidak bisa menemukan
maupun mendengar meongan kucing.
Ia juga melepas dasinya,
mengaitkannya di keranjang terdekat untuk bola, dan meraih bagian dada
kemejanya untuk mengipas-ngipasi badannya yang gerah.
“Haaa ... walaupun Ketua sedang
mengusahakannya, tapi kita masih harus menunggu supaya seragam musim panasnya
bisa diganti, ya ...”
“... benar juga, seragam yang
sekarang jelas-jelas bikin gerah.”
Masachika melirik ke arahnya
saat Alisa menjawab dengan menyetujui ocehannya, yang mana Ia sendiri tidak
terlalu menyangka tanggapan darinya. Kemudian, Alisa juga hendak melepas
blazernya seperti Masachika.
Dia juga melepas dasi pitanya,
membuka kancing tali bahu rok jumpernya, dan hanya melepas setengah dari tubuh
bagian atasnya, lalu menghembuskan napas ringan dan mengipasi wajahnya dengan
tangan.
(Uuuhh……)
Melihat sosok yang
menggairahkan itu …. membuat Masachika mau tak mau jadi teringat … dengan
insiden hipnosis yang terjadi di ruang OSIS sekitar sebulan yang lalu, dan Ia
merasa canggung.
Entah karena dia bisa merasakan
tatapan Masachika atau penyebab lainnya, pada saat tatapan mata mereka bertemu,
Alisa mengerutkan alisnya dan dia dengan cepat membalikkan tubuh bagian atasnya
seolah-olah untuk melindungi tubuhnya sendiri.
“Hei ... jangan lihat-lihat ke
sini.”
“O-Ohh, maaf ...”
Tidak, dia bukannya memakai
pakaian yang aneh-aneh. Jika dilihari dari pakaiannya saja, seragam itu tidak
berbeda jauh dengan seragam musim panas sekolah pada umumnya. Tapi entah kenapa
dia anehnya terlihat sangat erotis meski cuma melepas blazernya saja.
(Ya ampunn~ kalau sudah begini, mendingan
berkonsentrasi untuk menemukan kucing saja lah)
Memutuskan itu di dalam
hatinya, Masachika memulai pencariannya lagi ... akan tetapi …
“... Masih tidak bisa menemukan
apa pun, huh.”
Masachika sudah mencarinya ke
sana-sini, membuka dan menutup berbagai peralatan olahraga yang ada di dalam
gudang, tapi Ia masih belum bisa menemukan kucingnya. Namun, karena nama dari
tujuh misterinya adalah “kucing tak
berwujud”, wajar saja Ia tidak bisa menemukannya dengan mudah.
“Sisanya tinggal, bagian atas,
ya ...?”
Masachika mendongak ke rak,
yang tingginya kira-kira setinggi kepalanya sendiri, dan mengerutkan kening.
Di sana ada peralatan berbentuk
kerucut kecil, roda dengan jeruji yang bengkok, dan kotak kardus dengan isi
yang tidak diketahui ... ... dengan kata lain, di sana ada banyak hal yang
biasanya tidak sering digunakan, dan cuma membongkar salah satu dari mereka
tampaknya menjadi tugas yang sangat merepotkan.
(... Lagipula, karena kami juga akan
melakukan penyelidikan di malam hari, bukannya kami bisa melakukannya dengan
tiga orang pada waktu itu?)
Aku
tidak perlu repot-repot melakukannya dalam suasana yang gerah seperti ini ...
ketika berpikir begitu, Masachika berbalik melihat Alisa untuk meminta
pendapatnya juga.
“Hei, Al—….”
Kemudian, Ia menelan kembali
ucapannya saat melihat Alisa yang merangkak di bawah palang rintangan yang
ditempatkan secara kolektif di dinding, menjelajahi kedalaman sesuatu.
Pantat Alisa bergetar dan
bergoyang dengan suara mistar yang saling berbenturan. Pantatnya bergoyang ke
kanan dan kiri ... hingga menyibakkan ujung
roknya. Mungkin karena tubuh bagian atasnya membungkuk supaya punggungnya tidak
mengenai mistar …. Biasanya itu tidak bisa terlihat karena berditi, tapi jika
Alisa berjongkok, Masachika jadi bisa melihat celana dalamnya.
(... Seriusan, nih.)
Mulut Masachika berkedut pada
kesempatan tak terduga untuk melihat sekilas celana dalam Alisa.
Di dalam ruangan yang dipenuhi
udara pengap, Ia merasakan kalau pantat Alisa yang sedikit bergetar dan
bergoyang, seolah-olah ingin mengajaknya untuk bergabung.
Betapa menariknya melihat keringat
menetes di paha putih mulusnya yang montok, yang muncul samar-samar di dalam
kegelapan. Ahh, Ia harus melihat dengan mata kepalanya sendiri dari mana
keringat itu berasal——
“... Uhukksph!”
Sambil mengeluarkan suara yang
terdengar seperti batuk keras, Masachika meninju keras dahinya dan menyingkirkan
pikiran jahatnya yang mesum. Kemudian, sambil menghembuskan napas, Ia mencoba
mendinginkan otaknya yang mendidih karena panas.
(Te-Tenang ... melihat sekilas kancut
gadis hanyalah peristiwa keberuntungan cabul yang tidak disengaja. Saat kamu
berusaha melihatnya langsung, itu bukan lagi dinamakan melihat sekilas! Itu sih
sudah termasuk kategori mengintip!)
Masachika menegur dirinya
sendiri dengan argumen yang mungkin membuat seseorang penasaran apa memang itu
masalahnya. Sambil menekan tinjunya ke dahinya, Masachika memelototi rok Alisa.
(Tidak peduli seberapa besar celahnya, memanfaatkan
itu untuk mengintipnya adalah tindakan yang keterlaluan! Perbuatan tersebut
bisa menghancurkan kepercayaan yang kumiliki dengan Alya ... jadi aku takkan pernah melakukan itu!
Takkan pernah ... tapi tetap saja, kakinya itu mulus bener)
Paha yang dikencangkan oleh
kaus kaki lututnya, dan cara mereka bergesekan satu sama lain anehnya terlihat
seksi. Mau tidak mau pandangan Masachika berusaha mengikuti bagaimana paha
montok tersebut saling bertabrakan dan berubah bentuk.
(... yup, ini namanya bukan mengintip.
Dengan kata lain ….. ini masih dibilang aman, ‘kan?)
Masachika melihat kaki Alisa
seolah-olah dalam keadaan linglung dan tergesa-gesa menepak dahinya lagi dengan
tinjunya. Pada saat itu, smartphone di tangannya kembali gemetar, dan membuat
Masachika tersentak kaget. Reaksinya itu seolah-olah Ia dicolek dan dibangunkan
ketika ketahuan tertidur di kelas.
Masachika mengeluarkan
smartphone-nya seraya pandangan matanya berkeliaran ke sana-sini tanpa alasan, dan
menyadari kalau dirinya menerima pesan lain dari Yuki.
[Saat
Alya-san merangkak, lekukan pantatnya terlihat jelas sampai-sampai membuat bagian tengah selangkanganmu jadi terangsa—— ]
Saat membacanya sejauh itu,
Masachika diam-diam mematikan layar smartphone-nya. Kemudian, karena merasa
sangat canggung dan malu, Ia melihat sekeliling apakah adik tengilnya itu
sedang mengawasinya dari suatu tempat....
“... Hy-Hyaa!”
Masachika secara refleks
berbalik pada teriakan yang tiba-tiba terdengar.
Ketika berbalik, Ia melihat Alisa
yang mencoba merangkak mundur dari mistar dan menyebabkan dentangan keras
karena menabrak mistar itu.
Rok Alisa berkibar mencolok
saat dia mundur dengan tergesa-gesa
“!!!?”
Hampir saja mendapatkan kembali
peristiwa melihat sekilas kancut gadis, Masachika dengan cepat mendongakkan
wajahnya ke atas. Namun, Alisa tampaknya tidak memedulikan semua itu, dan
bergegas berlari ke arahnya dengan ekspresi bergidik, lalu merangkul lengan
Masachika dengan kedua tangannya.
“Ap-Apa? Ada apa!?”
“Ti-Tikus, di sana ada tikus
...!”
“Hah? Tikus ...?”
Masachika mengangkat alisnya
dan menatap Alisa, yang mendongak dan menatap matanya.
Di sana, Alisa sepertinya
menyadari kalau dia sekarang berpegangan pada Masachika, dan setelah melihat
tangannya sendiri dengan terkejut sejenak, dia buru-buru melepaskannya.
Kemudian, saat dia memeluk
dirinya sendiri dengan tangannya untuk menahan perasaan merinding, dia menunjuk
belakang rintangan dengan ekspresi ketakutan dan jijik.
“Umm, di belakang sana ... sepertinya
ada bangkai tikus ...”
“... Ueehh, serius?”
Masachika mengerutkan kening
pada kata yang memberikan rasa jijik fisiologis yang disebut bangkai hewan
kecil. Namun, Alisa meliriknya dengan tatapan “Kamu harus memeriksanya juga” dan dengan enggan …. Ia mengangkat
smartphone-nya dan berjalan menuju peralatan halang rintang.
“Upss ...”
Ia lalumerangkak, menyelipkan
tubuhnya di bawah mistar halang rintang, dan pelan-pelan menyinari dinding.
Kemudian .....
“Ughh ... !!”
Di sisi kanan, Masachika
melihatnya di balik tali besar yang digunakan untuk tarik tambang dan
berteriak. Ia buru-buru menarik dirinya keluar dari bawah mistar halang rintang
dan kembali di dekat kaki Alisa.
“... ada di sana, iya ‘kan.”
“Iya. Maksudku, memang ada.
Ughh~ menjijikan banget.”
Masachika sendiri belum pernah
melihat hewan tikus. Karena Ia belum pernah melihatnya, Ia mempunyai kesan
samar-samar kalau tikus merupakan makhluk kotor ... tapi ketika melihatnya yang
sudah berubah menjadi bangkai, mau tak mau Ia mulai merasa jijik.
“Ughh~~ ... tapi bukannya ini
bisa menjadi bukti kalau kucing itu beneran ada? Aku merasa kalau bangkai tikus
tadi ada bekas gigitannya …”
“Be-Benar juga ... tapi kita
tidak bisa mengambil foto itu dan memperlakukannya sebagai bukti, ‘kan?”
“Tentu sajalah. Bahkan dengan
mosaik, foto itu akan menyebabkan kegemparan. ...... dan aku yakin kalau tidak
ada yang mau dekat-dekat dengan gudang perlatan olahraga.”
Mereka berdua sama-sama
bergidik sambil menggosok lengan mereka. Itu sudah menjadi pengalaman
menakutkan yang sama sekali berbeda dari tujuh misteri.
Karena sensasi merinding yang
menjalar di tulang punggungnya dan keringat yang tidak menyenangkan keluar dari
seluruh tubuhnya, membuat Masachika berjalan cepat menuju tempat blazernya
tergantung. Ia lalu membuka kancing kemejanya dan melepasnya.
“Ughhh ~~ menjijikan sekali!
Keringatku jadi bercucuran terus!”
Kemudian, saat Masachika cuma
mengenakan kaos dalamnya saja, Ia mengeluarkan saputangan dari saku celananya
dan menyeka keringat dari leher hingga dadanya.
“He-Hei ...! Jangan mendadak
lepas baju gitu, dong!”
“Hahh?”
Alisa lalu mengeluarkan suara
panik, dan Masachika berbalik sembari menyeka keringat di wajahnya. Kemudian,
tatapan gelisah Alisa mengarah ke mana-mana dalam kegelapan.
“Tidak, bukannya aku akan
melepas lebih dari ini, oke? Lagipula, itu takkan terlalu kelihatan, ‘kan.”
“Meski aku tidak bisa
melihatnya, …. tapi bukan itu masalahnya, tau!”
“Tidak, tidak, pada kamp
pelatihan nanti kita akan mengenakan baju renang, ‘kan? Dengan kata lain, tubuh
bagian atasku akan telanjang ...”
“Ta-Tahu enggak, jika kamu
tiba-tiba melepas bajumu di ruangan tertutup seperti ini, gadis mana pun pasti
akan merasa waspada!”
Masachika langsung terdiam saat
mendengar perkataan Alisa.
Memang benar, jika seorang
cowok tiba-tiba mulai melepas pakaiannya saat mereka berduaan di ruangan
tertutup, gadis mana pun akan merasa terancam. Bahkan jika itu bersama
seseorang yang mereka kenal.
“... kurasa itu ada benarnya. Maaf,
aku sama sekali tidak peka.”
“Eh, i-iya ... yah, tidak
apa-apa sih ...”
Alisa dengan canggung menjawab
Masachika, yang dengan jujur menundukkan kepalanya. Kemudian dia melanjutkan
dengan bergumam dalam bahasa Rusia.
【Hatiku jadinya deg-degan, tau ...? 】
(Dalam artian waspada, iya ‘kan?)
Otaknya segera membuat
penafsiran yang praktis dan Masachika dengan cemerlang mengabaikan gumaman
tersebut. Selama beberapa detik, suasana aneh dan tak terlukiskan memenuhi
gudang peralatan olahraga. Namun, Masachika tiba-tiba menyeringai dan
mengatakan sesuatu demi mengubah suasana.
“Yah, jika kalimat itu
diucapkan oleh seorang gadis lemah sih tidak masalah, tapi kalau Alya yang
mengatakannya, rasanya agak aneh gimana gitu~”
“Hahh? Apa maksudnya itu!”
“Habisnya, kamu mempunyai
catatan kriminal memukul pingsan seorang cowok di ruang tertutup...”
“Ah, itu sih, karena ...”
Alisa tergagap ketika mengingat
apa yang terjadi di kamar Masachika beberapa hari yang lalu. Setelah beberapa
detik tatapannya berkeliaran dengan gelisah, Alisa memelototi Masachika.
“Itu sih karena kamu melakukan
sesuatu yang merusak suasana!”
“Hmm? Apa iya?”
“Iyalah!”
Dengan sentakan tajam, dia
berbalik seolah-olah menyiratkan kalau pembicaraan ini sudah selesai. Masachika
tersenyum masam seraya berkata “Yah, akan
kuanggap begitu saja kali ini” pada cara Alisa mengakhiri percakapan dengan
paksa, tapi….
【Seandainya saja, jika suasananya jadi lebih bagus
... Aku juga akan…】
Gumaman bahasa Rusia yang
begitu mendadak, membuat senyumannya mengeras.
(Upss? Kira-kira itu maksudnya apa, ya?)
Aku
juga akan … apa maksudnya itu? Seandainya Masachika tidak berbuat
sesuatu yang merusak suasana, apa yang akan terjadi selanjutnya?
Di dalam kegelapan, ekspresi
Alisa tidak bisa dilihat dengan jelas. Meski tidak bisa melihatnya, bila
dilihat dari kebiasaannya yang suka memainkan ujung rambutnya, Maschika
meyakini kalau Alisa pasti sedang ...
“Nyaa”
““!?””
Pada saat itu, mereka berbalik
seolah-olah dipermainkan oleh suara meong kucing yang tiba-tiba datang dari
area kanan atas. Kemudian, pada tumpukan kardus yang dimuat di rak. Mereka
melihat kucing hitam di sana.
““ ... ””
“...”
Tiba-tiba dihadapkan dengan
kucing itu, Masachika dan Arisa menatap kucing tersebut tanpa suara. Sepertinya
ini juga pertemuan yang tidak disengaja bagi si kucing, dan menatap mereka
berdua seolah berkata, “Ada sesuatu di
sini!” . Mereka lalu terus saling menatap selama beberapa detik.
Masachika yang sadar lebih
dulu, hendak mengangkat smartphone-nya untuk memotret kucing tersebut, tapi
kucing itu tiba-tiba membungkuk di depannya. Kemudian, setengah detik ketika
Masachika dihentikan oleh seekor kucing yang tampaknya siap untuk bertempur,
kucing itu berbalik menjauh dan menghilang ke dalam belakang kardus.
“Ah……”
Setelah mengeluarkan suara
kecewa, Masachika bergegas menuju ke tempat kucing itu menghilang. Kemudian,
ketika Ia memindahkan kardus yang dijadikan tempat persembunyian kucing itu, ….
cahaya yang menyilaukan memasuki bidang pengliahatannya dan secara refleks
menyipitkan mata.
“ … apa ini?”
Di sana, di balik lubang
persegi di dinding…. Ada sesuatu yang terlihat seperti penutup pelindung hujan
dengan bukaan ke bawah. Ketika melompat dengan ringan, seseorang bisa melihat
tanah di luar melalui lubang itu.
“Hmm~? Dengan kata lain, apa
ini lubang bekas kipas ventilasi ...?”
Entah bagaimana, itulah yang
Masachika rasakan. Jika diperhatikan lebih dekat, ada bekas sesuatu yang
menempel di tepi lubang.
“Apa itu berarti dia keluar
masuk dari sini?”
“Iya, sepertinya begitu ...”
Ketika Ia dengan santai menoleh
ke arah Alisa, yang datang di sebelahnya... Masachika dibuat tertegun selama
beberapa detik, dan kemudian diam-diam menatap ke depan kembali. Alasan kenapa
Ia bertingkah begitu karena ……
(Uwaaaahhhhhhhhhh seragamnya benar-benar
sangat transparan)
Dengan kata lain, itulah
masalahnya. Tubuh bagian atas Alisa diterangi oleh cahaya yang masuk melalui
lubang. Renda kuning bisa terlihat jelas melalui bajunya yang basah kuyup
karena keringat panas dan dingin karena ketakutan. Selain itu, kemejanya itu
benar-benar menempel pada kulitnya dan menampilkan …. lekukan yang luar biasa. Lekukan
tubuhnya itu terlalu merangsang bagi anak remaja yang masih pubertas.
(Setelah berusaha menghindari peristiwa
melihat sekilas kancutnya, tak disangka aku justru mengalami peristiwa bra
transparan)
Sementara Masachika melakukan
semacam monolog omong kosong tentang situasi yang tidak terduga, Alisa
tampaknya tidak menyadari kegelisahan Masachika dan menghela nafas lega ketika
angin sepoi-sepoi bertiup melalui lubang.
“Ahh, rasanya jadi sedikit
sejuk.”
Masachika justru merasa kalau
badannya jadi semakin panas. Kepalanya hampir serasa mendidih lagi pada
persitwa keberuntungan yang tak terduga, tetapi untuk saat ini, Ia diam-diam
meletakkan kembali kardus itu untuk menghindari pemandangan beracun di matanya.
Kemudian, seraya berpura-pura tidak menyadari tatapan Alisa yang seolah berkata
“Padahal udaranya udah semakin sejuk,
kenapa kamu tiba-tiba menutupnya, sih?”, Masachika memalingkan wajahnya dan
mulai meletakkan berbagai benda yang telah dia pindahkan kembali ke tempatnya.
“... yah, karena kita sudah
menemukan pelaku dari suara meongan kucing ... jika kita menutup lubang di
sana, kucing itu pasti tidak bisa keluar masuk seenaknya lagi.”
“? Betul juga.”
Alisa mulai ikutan beres-beres
juga sambil memiringkan kepalanya pada Masachika, yang nada suaranya tiba -tiba
turun. Lalu, ketika mereka hampir selesai membersihkan sebagian besar kekacauan
selama beberapa menit berikutnya, mereka bisa mendengar suara Yuki dari luar.
“Masachika-kun,
Alya--san? Ara? Kenapa kuncinya ...”
Setelah mendengar suara itu,
yang hanya bisa digambarkan sebagai hambar dari sudut pandang Masachika, ada
suara pintu dibuka dengan dentingan. Masachika mengangkat bahunya seraya
bergumam “Yare~, yare~, akhirnya bisa
keluar juga” … tapi langsung menyadari kalau itu ide yang buruk.
(Tunggu sebentar ... bukannya ini bakalan
gawat kalau membiarkan Alya keluar dalam keadaan seperti ini!)
Walaupun kemungkinan terjadinya
sangatlah kecil, tapi jika ada murid cowok yang berada di dekat mereka saat dia
keluar, itu benar -benar akan menjadi kecelakaan, dan meskupun tidak begitu,
Yuki pasti akan meledek Masachika jika dia melihatnya. Dia pasti akan
mengatakan sesuatu seperti, “Hmm? Jadi
giaman? Bagaimana rasanya bersama Alya-san yang bajunya hampir transparan?” Masachika
meyakini kalau Yuki akan menggodanya tentang itu!
(Ap-Ap-Apa yang harus kulakukan!? Aku
harus melakukan sesuatu untuk menyembunyikan Alya ... tapi bagaimana caranya? Pertama-tama,
bagaimana caraku untuk memberitahunya, tapi jika tidak memberitahunya,
percakapannya tidak bisa berlanjut dengan damai… ahhh waktunya hampir habis!!)
Setelah dua detik memeras
otaknya, ...... Masachika meraih blazernya sendiri dari dekat dan dengan lembut
menempatkannya pada Alisa dari belakang.
“? Apa?”
Ia kemudian tersenyum lembut
dan menoleh ke arah Alisa, yang menatapnya dengan ekspresi ragu. Tatapan mata
Alisa melebar sementara bahunya tersentak ringan kepada pandangan mata penuh
kasih yang tiba-tiba tertuju padanya.
Mereka berdua saling bertukar
pandang dari jarak dekat. Jaraknya begitu dekat sampai-sampai mereka bisa
merasakan napas satu sama lain. Pemandangan itu terlihat seperti adegan yang
sangat romanttis di mana seorang cowok meletakkan jaketnya pada seorang gadis
yang basah saat dia berteduh dari hujan. Lengan yang ada di pundaknya memberi Alisa
ilusi bahwa dirinya sedang dipeluk dari belakang.
Dalam keadaan normal, dia
mungin merasa kalau dirinya dalam bahaya. Akan tetapi, Alisa tidak bergerak
sama sekali. Dia hanya membuka matanya dan meraih blazer Masachika dengan erat.
Sambil menyipitkan matanya dengan lembut pada Alisa, Masachika berbicara
padanya dengan nada yang tenang.
“Ojou-san ... bra-mu bisa kelihatan loh—— guhhhaa!?”
Kemudian Ia terpental oleh tamparan
keras di wajahnya
“Ke-Ke-Ke-Ke-Kenapa kamu tidak
bilang dari tadi, dasar bodoh!!”
Yuki kebetulan membuka pintu
saat Alisa berteriak yang bercampur dengan jeritan. Dia lalu melihat keberadaan
Masachika terkubur di matras lompat tinggi dan mengedipkan matanya.
“Ummm, ini——”
“Hmmph!”
Meski Yuki mengangkat suaranya
untuk menghilangkan keraguannya, tapi Alisa cuma mendengus sambil terus mendekatinya
dengan langkah kasar, dan dia bergegas minggir untuk memberinya jalan. Kemudian,
setelah beberapa detik mengawasi punggungnya yang semakin menjauh ke gedung
sekolah, Yuki tiba-tiba mengangkat suaranya dengan yakin.
“Ahh, bra-nya jadi tembus
pandang, ya?”
“Seriusan, apa-apaan dengan
insting tajammu itu?”
“Fufu, aku bisa mendeteksi gelombang
komedi romantis, karena mempunyai penalaran komedi romantis ...”
“Seriusan, lu? ... di mana kamu
menggunakannya?”
Masachika berkomentar dengan suara
tercengang, dan kemudian mengangkat dirinya dari matras. Kemudian, sebelumnya
adiknya yang menyeringai mengatakan sesuatu, Masachika mengambil inisiatif dan
membuka mulutnya.
“Kami berhasil menemukan identitas
asli dari “Kucing tak berwujud”. Dan
kami telah mengidentifikasi titik masuknya, tau.”
“... Seriusan? Di mana?”
Ditemani Yuki yang tampaknya
tertarik, Masachika keluar dari gudang dan berkeliling ke sisi belakang gedung
olahraga.
“Lihat, di sebelah sana. Sekilas
terlihat seperti lubang ventilasi biasa, tapi sebenarnya itu adalah lubang
bekas kipas ventilasi yang memungkinkan akses untuk masuk ke dalam.”
“Hmm~~ ...”
Ketika Masachika mengatakan itu
sembari menunjuk penutup hujan yang menempel pada dinding, Yuki melihat
sekeliling dan berpikir dalam-dalam ... tapi dia tiba-tiba menyadari sesuatu
dan berhenti bergerak.
“Hmm? Ada apa?”
“... Hei, apa kamu beneran
melihat langsung kalau kucingnya keluar masuk dari sana?”
“Hmm? Yah ... sebenarnya aku
tidak melihatnya secara langsung, tapi berdasarkan jejaknya, aku pikir kucing
itu pasti keluar masuk lewat sana ... selain itu, tidak ada tempat lain yang bisa
kucing itu masuki.”
Setelah Masachika mengatakan
itu, Yuki perlahan-lahan mengangkat wajahnya dan … bertanya dengan ekspresi
serius.
“Caranya?”
“Ehh?”
“Bagaimana caranya si kucing
bisa masuk lewat sana?”
Usai diberitahu begitu, Masachika
melihat-lihat lagi bagian belakang gedung olahraga dan menyadari kalau dinding
di sana benar-benar datar serta tidak ada yang bisa digunakan sebagai pijakan.
Jarak dari tanah menuju lubang ventilasinya juga kira-kira lebih dari satu
setengah meter.
“Benar, juga……”
Masachika langsung merasakan
hawa dingin menjalari tulang punggungnya saat menyadari fakta ini. Pada saat Ia
berpikir, “Apa jangan-jangan, ini adalah
kisah yang menakutkan jika seseorang memahami maksudnya”, Masachika dan
Yuki mendengar suara samar datang dari lereng di sebelah kiri mereka, dan
berbalik pada saat yang bersamaan.
“Ah……”
Lalu ada kucing hitam yang
Masachika saksikan sebelumnya. Kucing itu menatap mereka dari rerumputan di lereng
dengan pandangan mata yang seolah berkata, “Apa-apaan
dengan kalian?”
Mereka saling berpandangan
selama beberapa detik. Masachika dengan cepat mengarahkan kamera smartphone-nya
untuk mengabadikannya kali ini. Tepat setelah Ia memulai merekam video, kucing
tadi mengalihkan perhatiannya ke arah gedung olahraga, dan mulai berlari dengan
kecepatan tinggi.
Kucing itu berlari seperti seekor
cheetah yang mengejar serigala, dan melompat di dekat area gudang peralatan
olahraga. Kucing itu lalu menempelkan dirinya ke permukaan dinding dan berlari
kencang ke dinding secara normal, layaknya seorang ninja.
““... Kucing itu hebat
banget, woi!””
Ngomong-ngomong, video yang
direkam pada saat itu langsung menjadi viral di media sosial di kemudian hari.