Roshi-dere Vol 4.5 Chapter 07 Bahasa Indonesia

Chapter 7 — Rasi Bintang dan Duduk Bersimpuh

 

“... Umm, kalau begitu, ayo kita mulai penyelidikannya?”

Sekitar pukul 7 malam, ketika kegiatan klub di sekolah sudah berakhir. Di dalam ruang OSIS, Masachika dengan enggan melihat ke sebelah kiri dan kanannya. setelah selesai makan malam lebih awal dengan makanan yang dibeli di minimarket

“O-Ohh~~….”

“Mari kita selesaikan ini secepat mungkin.”

Dengan pinggang yang jelas-jelas gemetaran, Maria mengangkat tinjunya dengan suara tergagap. Sedangkan Alisa, dengan tangan yang disilangkan sembari memasang ekspresi acuh tak acuh, mengetuk-ngetuk jarinya dengan gelisah. ...... Sebelum keberangkatan, Masachika sudah diliputi banyak kecemasan.

“Umm Masha-san, apa kamu baik-baik saja? Atau lebih tepatnya, kamu kelihatan tidak baik-baik saja ….”

“E-Ehh~~? Itu tidak benar, kok? Aku akan melakukan yang terbaik!”

Dengan kedutan halus di matanya, Maria mengerutkan bibirnya dan mengepal erat kedua tangannya. Penampilannya yang penuh antusias, terlihat sedikit menggemaskan, tapi  ...

“Saat kamu mencoba bilang yang terbaik saja sudah menjelaskan kalau kamu sedang tidak baik-baik saja ...”

Pernyataan itu saja sudah menjadi pengakuan kalau dia ketakutan. Menanggapi sikap tersebut, Masachika hanya bisa mengatakan, “Tolong jangan terlalu memaksakan diri,” dan mengalihkan perhatianya kepada Alisa di sisi lain.

“Jadi, apa Alya sendiri merasa baik-baik saja?”

“? Aku baik-baik saja, kok? Tidak seperti Masha, aku ini bukan orang yang penakut.”

Alisa mengangkat satu alisnya dengan ragu dan menatap Maria dengan wajah agak tercengang …. Tapi apa itu imajinasi Masachika saja kalau dia cuma berpura-pura tenang. Namun, tidak ada gunanya mengungkit hal itu sekarang, jadi Masachika menghela nafas dan membuka pintu ruang OSIS.

Kemudian sensor gerak bereaksi dan lampu di lorong mulai menyala. Sambil mengangkat bahunya, Masachika menoleh untuk melihat ke belakang.

“Lihat, Masha-san. Lampunya mulai menyala. Lagian di luar masih belum terlalu gelap, kok. Jadi kamu tidak terlalu takut, ‘kan?”

“Ya……”

Mengangguk pada perkataan Masachika, Maria dengan takut-takut keluar ke lorong. Dengan ekspresi sedikit tercengang di wajahnya, Alisa juga pergi ke lorong dan menutup pintu ruang OSIS.

“Lalu, ayo pergi ke ruang seni dulu dan kemudian ke belakang gedung sekolah ... Setelah itu, kita bisa berkeliling gedung sekolah untuk mencari keberadaan “Sosok siswi merah” .”

“Ba-Baiklah…”

“Ya, ayo lakukan itu.”

Setelah memastikan bahwa mereka mengangguk, Masachika melanjutkan dan....

“Ah, tunggu sebentar!”

...... Tapi tiba-tiba, tangan kanannya ada yang meraihnya dari belakang. Ketika berbalik, Masachika melihat Maria yang melirik-lirik ke arah jendela dengan wajah yang sudah terlihat seperti akan menangis.

“Jangan pergi duluan, aku jadinya takut, tau~~”

“... tidak, itu sebabnya Masha-san bisa menunggu kami di ruang OSIS saja tadi.”

“Jika aku sendirian, aku pasti akan diserang!”

“Apa!? Kisah hantu sekolah bukanlah cerita horor jumpscare, tau!?”

Maria berteriak dengan suara cepat yang tidak seperti biasanya, dan Masachika memberitahunya kalau dia pasti salah mengira itu sebagai cerita horor tentang dikejar oleh seorang pembunuh berantai. Tapi Maria sama sekali tidak mempercayainya dan berulang kali melirik ke arah jendela. Tangan ramping yang memegang tangan Masachika juga terlihat gemetar ketakutan.

“Aku tahu yang begini ...... hal semacam ini biasanya ada yang muncul tiba-tiba dengan bunyi bang dari luar, ‘kan?”

“Tidak, ini cuma cerita hantu biasa, bukan tipe cerita yang mendadak menyerang dari luar …. haaa, apa begini cukup?”

Sambil menghela nafas, Masachika pindah ke posisi di sebelah Maria, menjaganya dari area jendela. Kemudian Alisa juga bergerak ke sisi berlawanan dari Maria sambil menghela nafas.

“ ... Nih. Sekarang kamu tidak perlu khawatir tentang sesuatu yang keluar dari dalam ruang kelas, ‘kan? Walaupun tidak ada apapun yang keluar, sih.”

“I-Iya ... makasih ya, Alya-chan.”

Sambil mengangguk dengan canggung, Maria juga menggandeng tangan kiri Alisa. Meskipun dia mengangkat alisnya sejenak, tapi saat tatapan matanya bertemu dengan mata Masachika di atas kepala Maria, Alisa menyerah dan cuma mengangkat bahunya.

Tangan Maria dipegang oleh Masachika dan Alisa dari kedua sisi. Komposisinya benar-benar mirip seperti pemandangan orang tua dan anak, karena hanya bagian tengah yang lebih pendek daripada bagian kiri dan kanan. Tapi pada kenyataannya, orang yang ada di tengah adalah yang tertua.

“Yang begini-begini juga ... bisa termasuk dalam adegan klise film horor, ketika seseorang berpegangan tangan dengan kedua sisi, tanpa disadari orang yang dipegang sudah digantikan oleh sesuatu yang lain ... Ah, maaf.”

Segera setelah Masachika menggumamkan itu dengan suara rendah, Maria menatapnya dengan tatapan mata yang sulit dipercaya dan Ia segera meminta maaf padanya.

Namun, Maria tiba-tiba tampak terkejut dan menoleh ke Alisa dengan cepat. Kemudian, dia berbicara kepadanya dengan ekspresi ketakutan.

“Alya-chan ...? Kamu Alya-chan yang asli, ‘kan?”

“Iyalah. Jangan selalu menganggap serius candaan Masachika-kun.”

Maria tiba-tiba berbicara dalam bahasa Rusia kepada Alisa, yang tampak benar-benar tercengang.

Kalau gitu, di mana tahi lalat paling menonjol di tubuhmu?

... Apa-Apaan dengan pertanyaan itu?

Tidak masalah ‘kan, lagipula Kuze-kun tidak akan memahaminya

Tidak, Ia paham. Ia benar-benar memahami percakapan mereka berdua, tapi ….  Alisa melirik sekilas ke arah Masachika dan membuang muka sambil mendengus, dia kemudian berkata …

…… di kaki kanan bagian paha

(……Hou~)

Tidak, itu sebabnya, apa sih yang sedang mereka bicarakan. Paling banter, Masachika hanya bisa bergumam di dalam hatinya “ternyata Alya punya tahi lalat juga, ya …”. Akan tetapi ... mau tak mau pandangannya selalu tertuju pada paha yang tersembunyi di balik rok. Pada saat yang sama, Ia kembali mengingat sebuah adegan di gudang peralatan olahraga yang terjadi pada siang hari dan mencoba memverifikasi di otak, “Kira-kira, apa di sana beneran ada tahi lalat?”.

“Yup! Tidak salah lagi, kamu Alya-chan yang asli!”

Namun, saat Maria tiba-tiba menengok ke arahnya, Masachika buru-buru mengangkat mukanya. Sejujurnya, Ia tidak yakin apa dirinya berhasil memalingkan wajahnya tepat waktu, tapi ...... Maria tampaknya tidak terlalu peduli dan memiringkan kepalanya dengan erangan dan geraman.

“Kalau begitu, sekarang giliran Kuze-kun ... Kuze-kun ..............”

Setelah beberapa detik berpikir. Maria menutup mulutnya dengan kedua tangan dengan ekspresi terkejut di wajahnya.

“Ap-Apa yang harus kulakukan! Aku tidak bisa memikirkan pertanyaan yang bisa membedakan apa yang ini Kuze-kun asli atau palsu!”

“Ahh … iya.”

“Bagaimana dengan Alya-chan? Apa kamu bisa mengajukan pertanyaan bagus untuk membedakan asli atau palsunya!?”

“Ehh ...?”

Alisa mengernyitkan dahi dengan ekspresi jengkel, tetapi dia melihat sedikit pada penampilan Maria yang terlalu putus asa. Kemudian, dia menatap Masachika dengan senyum nakal di mulutnya seolah-olah dia baru kepikiran tentang sesuatu.

“Kalau begitu ... Apa kamu bisa memberitahuku apa yang sebenarnya kamu maksudkan saat menawarkan diri untuk menjadi partner-ku dalam kampanye pemilihan nanti?”

“Ha-Hah, apa-apaan dengan pertanyaan itu?”

“Ada apa? Kalau kamu Masachika-kun yang asli, kamu pasti mengingatnya, ‘kan?”

Pipi Masachika berkedut pada wajah Alisa yang menyeringai terang-terangan.

(Yeah, aku memang samar-samar mengingatnya  ... aku ingat kalau aku mengatakan sesuatu yang gila dan super memalukan! Dan kamu ingin aku mengucapkan kembali kalimatitu di sini!?)

Ketika Alisa menuntut permainan memalukan yang mengerikan dengan dalih identifikasi jati diri, Masachika mencoba menuntut perubahan dalam pertanyaan .... tapi setelah melihat tatapan mata Maria yang sudah berkaca-kaca, dan dengan lembut menjaga jarak dari dirinya sendiri, Ia langsung tutup mulut. Saat ditatap dengan tatapan seperti “Eh, itu tidak benar, ‘kan? Itu bohong, iya ‘kan?”, Ia secara naluriah ingin melakukan sesuatu tentang hal itu.

(Haaa ... cih, kurasa aku tidak punya pilihan lain)

Dalam kasus begini, jika kamu merasa malu mengenai itu, kamulah yang kalah. Sebaliknya, jika kamu mengatakannya secara terbuka, justru pihak lain yang akan merasa malu.

(Karena kamu sendiri yang memintanya ... jadi, jangan sampai menyesal, oke? Rasakan ini!)

Usai membulatkan tekadnya, BMasachika membuat wajah serius setelah berdehem dan menatap lurus ke arah Alisa seraya berkata.

“Kalau tidak salah, aku mengatakan, [Aku takkan meninggalkanmu sendirian lagi. Mulai sekarang, aku akan mendukungmu] ?”

“...Lebih tepatnya, kamu mengatakan [Aku takkan membuatmu sendirian lagi] [Mulai sekarang, aku akan berdiri di sampingmu dan mendukungmu]

“Eh, ah, iya betul.”

Ketika Alisa mengoreksinya dengan ekspresi tidak puas, wajah Masachika berubah serius. Segera setelah itu, Ia dengan cepat tersipu karena rasa malu yang menjalar di hatinya.

(Uehh? Seriusan? Eh, apa-apaan dia ini? Apa dia mengingat semua ucapanku dengan akurat? Ini sih bukan dalan level memalukan lagi!?)

Fakta bahwa dia bisa secara akurat mengingat ucapan dari sejarah hitamnya sendiri. Dan kenyataan kalau itu terukir di otak Alisa sebagai kenangan penting membuat Masachika jatuh berguling-guling di dalam batinnya.

“Ke-Kenapa wajahmu malah tiba-tiba tersipu....”

Alisa memelototinya, tetapi sepertinya rasa malunya datang terlambat dari Masachika, dan bahkan pipinya sendiri sedikit memerah. Mungkin menyadari hal ini, Alisa memalingkan pandangannya dari Masachika dan menoleh ke arah Maria dengan cara yang menipu.

“Lihat, aku tahu kalau Ia adalah Masachika-kun yang asli ... jadi ayo cepat pergi.”

Dia mengatakannya dengan ekspresi yang jelas dan nada yang santai, tapi ...... Maria memiringkan kepalanya dengan senyum yang sangat berbeda dari yang baru saja dia berikan.

“Alya-chan, imut banget~”

“H-Hah? Apanya yang imut, sih.”

“Iya, iya, masa muda banget~ ... oh iya, bagaimana kalau begini?”

Setelah mengatakan itu, Maria menarik tangan Masachika dan Alisa, yang tergenggam di kedua tangannya, dan setengah memaksa mereka untuk bergandengan tangan.

“Bagus. Sesama teman baik, harus saling bergandengan tangan, oke?”

“Kenapa!”

“Tidak, bukannya percakapannya jadi berbeda?”

Mereka berdua memberi komentar secara bersamaan dan dengan cepat melepaskan tangan mereka satu sama lain.

Kemudian Maria menurunkan alisnya sedikit sambil tertawa lembut.

“Duhh~ kalian berdua ini sama-sama pemalu, ih ...”

“Tidak, aku tidak memahami maksudmu.”

“Lagian sejak awal, bukannya Masha-san sendiri yang meminta untuk berpegangan tangan karena kamu merasa takut, ‘kan?”

“Itu benar, kok~ ? Oleh karena itu, kalian berdua ayo pegangan tangan?”

“Maaf. Aku tidak memahami maksud dari ‘Oleh karena itu’. ”

“Gunakan konjungsinya dengan benar.”

Mereka berdua mengungkit itu pada Maria, yang dengan lihai melewatkan bagian penting dari alasannya. Namun sebaliknya, Maria tampak tidak puas dan berjalan ke sisi lain Masachika, lalu memegang tangan kirinya.

“Kalau kamu bilang begitu terus, biar aku saja yang berpegangan tangan dengan Kuze-kun, ya?”

“Sudah dibilang, kenapa malah jadi begitu!?”

“Ob-Obrolannya sama sekali tidak nyambung ...”

Masachika yang berteriak dengan suara nyaring, dan Alisa meletakkan tangannya di dahinya seolah-olah kepalanya terasa sakit. Namun, setelah melihat Maria memegang tangan kiri Masachika dan entah bagaimana terlihat senang dengan dirinya sendiri, mereka berdua meninggalkan pemahaman mereka pada saat yang sama. Setelah saling bertukar pandang dengan lelah, mereka kemudian saling bergandengan tangan kembali.

“Baiklah, kalau begitu, ayo berangkat~~!”

Setelah melihat itu, Maria menganggukkan kepalanya dengan puas, dan menunjuk ke depan dengan suasana hati yang gembira, ... sembari masih memegang tangan Masachika di tangan kanannya.

“...”

Untuk sesaat, Alisa menatap Maria dengan satu mata lebar layaknya seorang preman dan seakan menyiratkan, “Kupikir kamu akan melepaskan tangannya saat aku menggandengnya!”. Namun, dia segera menyadari kalau itu sia-sia saja, lalu menghela nafas, dan melihat ke depan.

“Kalau begitu, ayo kita mulai ... dan selesaikan dengan cepat.”

“... Ohh~~”

Dengan ekspresi pasrah, Masachika mulai berjalan dengan tatapan jauh di matanya. Di sebelah kanannya ada tangan Alisa yang ramping dan sedikit dingin, sedangkan di sebelah kirinya terdapat tangan Maria yang hangat dan lembut.

(Hmm? Apa-apaan dengan situasi ini? Harem? Horee~~ aku menggandeng dua kembang cantik di kedua tanganku~ akhirnya, musim semi tiba juga di kehidupanku~)

Terlepas dari hal-hal bodoh yang Ia katakan di otaknya, tapi di dalam batinnya, Masachika merasa cukup gugup. Meskipun Ia pernah bergandengan tangan dengan Alisa beberapa kali, tapi jumlahnya masih bisa dihitung, dan ini pertama kalinya Masachika bergandengan tangan dengan Maria. Lalu pada saat yang sama, Masachika tidak tahu harus berbuat apa. ‘Apa aku harus mengayunkan lenganku, apa tanganku berkeringat, apa kecepatan berjalanku sudah pas, atau apa cara bergandengan seperti ini sudah benar?’ . Ia mengkhawatirkan hal-hal semacam itu sehingga Ia tidak bisa merasa tenang.

(In-Ini sih tentang itu ... Ahh, sebaiknya aku harus menyelesaikannya dengan cepat)

Terjepit di antara Maria, yang anehnya dalam suasana hati yang senang, dan di sisi lainnya, Alisa tampak sedikit cemberut, Masachika memutuskan untuk mengakhiri penyelidikan lebih awal. Alhasil…

“Ruang seni! Tidak ada kelainan! Tempat selanjutnya!”

“Bunga sakura di belakang gedung sekolah! Masih belum mekar! Selanjutnya!”

“Bukannya itu terlalu asal-asalan!?”

Ketika Masachika menarik kesimpulan dalam waktu kurang dari sepuluh detik setelah melihat sekilas, Alisa pun mau tak mau mengkritiknya. Namun, Masachika tampaknya tidak terlalu peduli dan mengangkat di bahunya dengan wajah santai.

“Sejak awal, penyelidikan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada kelainan, jadi tidak masalah, ‘kan? Jangan khawatir, aku juga tidak lupa mengambil foto untuk buktinya.”

“Itu memang benar sih ...”

Karena sifat seriusnya, Alisa bergumam frustadi dan tampak kurang yakin. Namun, ketika dia melirik Maria, yang berada di sisi lain Masachika, dia menghela nafas.

“Masha ... sudah cukup, jangan merasa takut melulu.”

“Eh, me-meski kamu bilang begitu~~”

Atas permintaan tidak masuk akal Alisa, Maria mengerutkan bahunya dengan suara menyedihkan. Dia kemudian melihat sekeliling dengan ketakutan pada lingkungan yang akhirnya sudah gelap dan diam-diam mendekatkan dirinya ke tubuh Masachika. Melihat pemandangan itu, Alisa mengernyitkan alisnya.

“Habisnya, penyelidikannya dimulai sekarang, ‘kan ... wajar saja aku merasa sangat takut. Mana mungkin untuk tidak merasa takut~.”

Mungkin takut untuk membicarakan rinciannya, Maria memotong kata-katanya dan …. bergerak semakin mendekati Masachika. Dengan tangan kanannya mencengkeram tangan kiri Masachika, dia merangkul erat lengan bawah Masachika dengan tangan kirinya. Secara alami, lengan mereka benar-benar melekat satu sama lain, dan payudara Maria menempel erat di siku Masachika. Wajah Masachika segera merah merona, sedangkan Alisa mengerutkan keningnya.

“... Ayo cepat pergi dan lanjutkan penyelidikannya.”

Alisa mengatakan ini dengan campuran nada kesal dan menarik tangan Masachika saat dia mulai berjalan dengan langkah besar. Namun, Maria masih menempel erat di lengan kanan Masachika dan tidak bergerak menjauh, dan Alisa semakin mengerutkan alisnya saat dia melihat dari balik bahunya untuk memastikan hal ini.. Dengan keadaan begitu, mereka berjalan kembali ke gedung sekolah dan mulai berjalan menyusuri koridor.

“O-Oi, jalannya pelan-pelan sedikit napa ...”

“Apa, sih? Kita akan mengelilingi gedung sekolah utama, ‘kan? Bukankah sebaiknya kita berkeliling secepat mungkin supaya tidak memakan waktu lama.”

“Yah, emang benar, sih...”

Masachika merasakan sedikit ketidaknyamanan saat Alisa bergegas dengan tatapan matanya tertuju pada jalan di depan, Ia lalu bertanya dengan takut-takut.

“... bukannya kamu terlalu memaksakan diri?”

“...”

Pada titik ini, tangan Alisa berkedut saat meraih tangan MasachikaNamun, ketika Alisa masih tidak mau berbalik, Maria berbisik padanya.

“Alya-chan tuh lagi sok kuat ...”

“Ehh, apa? Sudah kuduga, kamu beneran takut, ya?”

“... Enggak juga, kok?”

Dia mengatakannya dengan nada suara yang acuh, tetapi dia masih tidak mau berbalik. Dan tiba -tiba, kecepatan berjalannya mulai melambat. Ketika mereka berhasil menyusulnya, Alisa mendengus dan menoleh ke samping untuk menyembunyikan ekspresinya.

“... Kamu takut dengan yang berbau horor, ‘kan? Padahal saat tes uji nyali selama persiapan festival sekolah tahun lalu, kupikir kamu terlihat baik-baik saja ...”

“Dibilangin, aku tidak merasa takut sama sekali, kok...”

Alisa dengan keras kepala tetap menyangkalnya sembari memalingkan wajahnya, tapi kemudian Maria kembali memberikan penjelasan.

“Tau enggak, Alya-chan tuh~ kalau ditakut-takutin saja sih tidak apa-apa, tapi kalau mendengar cerita seram atau menakutkan, dia baru merasa ketakutan, tau~”

“Ahh ... begitu rupanya. Jadi kamu itu tipe orang yang merasa ketakutan dengan imajinasimu sendiri, ya.”

Ketika Masachika terdengar yakin, Alisa memelototi Maria, tapi dia segera memalingkan wajahnya lagi. Setelah melihat reaksi yang gampang dipahami itu, Masachika cuma bisa tersenyum masam seraya berkata “Jika memang begitu masalahnya, kurasa itu wajar-wajar saja”

Di antara tujuh misteri yang ada, cuma misteri [Sosok siswi merah] saja yang jelas lebih serius sebagai cerita hantu daripada yang lain. Sama seperti cerita hantu terkenal Kuchisake Onna dan Teke-Teke, ada banyak saksi yang sudah melihat penampakan sosok siswi merah tersebut.

Katanya, siswi itu sering kali muncul di dalam gedung sekolah utama setelah jam pulang sekolah. Sosok tersebut memakai seragam Seirei Gakuen, dan pitanya berwarna hijau. Dia memiliki rambut hitam sepanjang pinggang dan disebut “Siswi Merah” karena dia selalu berdarah dari suatu tempat di tubuhnya.

Jika kamu bertemu dengannya, jangan pernah memanggilnya atau sesekali membantunya karena kamu merasa khawatir. Jika kamu membantunya, siswi itu akan berkata “Terima kasih, aku sudah baik-baik saja.”, lalu pergi entah ke mana. Dan orang yang mendengar perkataan tersebut, dalam beberapa hari, akan terluka di tempat yang sama dengan siswi itu. Betul, seolah-olah luka dari “Sosok siswi merah” itu dipindahkan persis apa adanya ...

(Lagian, cuma karena kamu terluka bukan berarti kamu akan mati, hanya bagian itu saja yang anehnya terlalu realistis ... fakta kalau itu baru bisa terjadi dalam beberapa hari menambah ketidakpastian ...)

Selain itu, ada cara untuk menanggulanginya jika seseorang bertemu dengan sosok tersebut, terlepas itu benar atau tidaknya.

Pertama-tama, jangan pernah mendekatinya. Lalu, segera keluar dari gedung sekolah. Selain karakteristik yang disebutkan di atas, cara membedakannya dari siswi biasa adalah sensor gerak yang tidak merepons, jadi harap berhati-hati jika kamu melihat seorang siswi yang berdiri di lorong gelap…. begitulah cara penanggulangannya.

(Yah, sejujurnya, aku punya firasat kuat kalau itu bisa menjadi peringatan saja, tapi ... katanya, sudah ada yang menjadi korban sebenarnya dari sosok tersebut.)

Touya memberitahu mereka kalau Ia memiliki informasi tentang kedua korban. Kasus pertama terjadi pada bulan November lalu. Seorang siswa laki-laki dari klub lari bertemu dengan “Sososk siswi Merah” dengan cedera pada kaki kanannya, dan tiga hari kemudian, laki-laki itu mengalami cedera robek di bagian tumitnya.

Kasus kedua terjadi pada bulan Juni tahun ini. Wakil ketua klub drum band  dirawat di rumah sakit dengan operasi usus buntu setelah bertemu dengan “sosok sisiwi merah” dengan darah berlumuran di bagian tengah seragamnya.. Karena wakil ketua klub ini merupakan orang yang sangat populer dan banyak disukai, desas-desus pun dengan cepat menyebar, dan tampaknya dialah yang menjadi pemicu dari viralnya gosip tujuh misteri.

(Dengan kata lain ... Misteri dari “sososk sisiwi merah” ini adalah asal mula dan puncak dari tujuh misteri sekolah. Ahh, kalau dipikir-pikir, rasanya sedikit keren yang begitu)

Masachika tertawa ringan dengan ide yang mirip seperti khayalan chuunibyo. Berbeda dengan Kujou bersaudari, Masachika memiliki sikap yang cukup santai karena pada dasarnya Ia tidak percaya dengan yang namanya cerita hantu.

Bukan hal yang aneh untuk anggota klub lari mengalami cedera tumit, sedangkan masalah operasi usus buntu, Masachika pikir kalau itu hanyalah masalah komplikasi biasa saja. Pertama-tama, kedua kasus itu tidak ada disertai dengan pendarahan. Hal ini membuat mustahil untuk dibilang kalau cedera dari “Sosok siswi merah” itu dipindahkan.

(Padahal, jauh lebih kredibel kalau mereka mengalami luka tusukan atau sayatan~)

Setelah meringkas pandangannya mengenai rumor tujuh misteri, Masachika mengangkat bahunya dan menatap Maria.

“Dari awal, kebanyakan dari tujuh misteri hanyalah hoaks. Kamu tidak mendengar suara isak tangis seorang wanita di gedung klub, ‘kan?”

“I-Iya... yah, benar sih.”

Seperti yang Masachika katakan, Maria dan yang lainnya menyelidiki “Suara isak tangis di gedung klub” di siang hari, tapi setelah mencari-cari selama satu jam, mereka tidak mendengar suara semacam itu. Jadi, mereka tidak punya pilihan selain membuka jendela sedikit dan menyimpulkan bahwa suara angin bertiup “Huuuuuuuu” merupakan identitas asli dari misteri itu ….. atau lebih teparnya, itulah yang mereka paksakan. Terlepas dari semua itu, dari enam misteri yang ada, satu-satunya misteri yang teridentifikasi dengan jelas hanyalah kucing di gudang peralatan olahraga, dan sisanya adalah hoaks, begitulah hasil penyelidikan mereka selama ini. Oleh karena itu, kemungkinan besar cerita hantu terakhir ini juga merupakan ciptaan para siswa.

“Bagaimanapun juga, yang namanya Tujuh Misteri Sekolah kurang lebih pasti begitu. Aku yakin kalau itu hanyalah seorang siswa mengalami sesuatu yang aneh, dan kemudian menceritakannya dengan cara yang berlebihan.”

Melihat Masachika yang tampaknya tidak merasakan sedikit pun rasa takut, mereka berdua tampaknya telah kehilangan sebagian dari rasa takut mereka. Maria mengangguk perlahan seraya menjauhkan tubuhnya dari Masachika sedikit.

“Ya ... ketika kamu mengatakannya seperti itu, memang benar, sih...”

“Nah, iya ‘kan? Pertama-tama, bukannya siswi perempuan merupakan legenda yang paling umum. ​​Kenapa tipe urban legend semacam ini kebanyakan perempuan? Sebut saja legenda hantu Hanako-san, Kuchisake-onna, Teke Teke, Yashaku-sama... ...Sebaliknya, akan lebih baru dan dapat dipercaya jika seorang kakek tua botak yang berminyak akan muncul.”

“Yang begitu harus dilaporkan secara normal.”

“Betul sekali.”

Arisa meledek Masachika dengan ekspresi serius di wajahnya, menyebabkan mereka bertiga tertawa kecil. Maria berpura-pura sedikit berpikir sembari mengendurkan ekspresinya.

“Tapi ‘kan, tapi ‘kan, ada juga youkai yang kakek-kakek, ‘kan?... umm, kalau tidak salah namanya Konafuki-jiji?”

“Tidak, yang bener Konaki-jiji. Apa-apaan dengan youkai yang sepertinya cocok dengan youkai Akaname itu?”

“Yang itu mungkin lebih buruk daripada kakek kepala botak yang berminyak ...”

Ketegangan yang telah terbangun di antara mereka bertiga hampir sepenuhnya dilenyapkan oleh balasan jenaka Maria yang alami. Kemudian Masachika menyadari kalau pencarian yang dimulai di lantai satu, sudah mencapai bagian tengah lorong lantai tiga. Dalam suasana yang santai, mereka bertiga berjalan menyusuri lorong sambil sesekali melihat ke dalam ruang kelas….

“……Hmm?”

Saat mereka mendekati ruang kelas di ujung yang jauh, saku celana Masachika menjadi sedikit lebih hangat. Seolah-olah ada plester penghangat tubuh di dalamnya.

“Ada apa?”

“Tidak, bukan apa-apa……”

Masachika meletakkan tangannya di sakunya saat menjawab pertanyaan Alisa dengan balasan samar-samar, Masachika memasukkan tangannya ke dalam sakunya. Ia kemudian mengeluarkan sumber panas yang menyentuh jari-jarinya.

“Ara? Itu benda apaan?”

“Aku meminjamnya dari Sarashina-senpai. Tapi, entah kenapa...... benda ini, lama-kelamaan jadi sangat panas.....”

Itu adalah tasbih (Juzu) hitam dengan nama yang sangat menakutkan, yang Ia bawa untuk berjaga-jaga. Benda itu samar-samar terasa panas di tangannya. Seolah-olah berusaha memberitahu Masachika tentang sesuatu.

“Hei... cepat hentikan. Jangan coba-coba menakutiku terus, sih ...  bercandanya enggak lucu, tau.”

“Hah? Tidak, tidak, aku tidak bermaksud begitu ... yah, kalau di dalam film horor, pola yang begini biasanya menandakan kalau ada hantu pendendam sedang mendekat, sih ...”

Tepat setelah Masachika mengatakan itu dengan bercanda seraya membuat alasan pada Alisa, yang mengangkat alisnya dengan marah ..... ada sebuah tangan muncul dari sudut lorong beberapa meter jauhnya.

“Eh——” 

Sebuah tangan aneh berwarna putih terulur dari balik sudut dan mencengkeram dinding. Perhatian mereka bertiga langsung tertuju pada tangan itu.

“ “ “... ” ” ”

Mereka bertiga saling menatap dalam diam, jari-jemari tangan putih itu mencengkeram dinding dengan kuat. Pada saat itu, Masachika memiliki firasat bahwa ada sesuatu yang mengerikan akan muncul di balik tikungan itu. Nalurinya dengan keras memperingatkan untuk meninggalkan tempat ini sekarang juga. Tapi bertentangan dengan kehendaknya, kakinya sama sekali tidak mau bergerak.

Hal yang sama berlaku untuk Alisa dan Maria, baik secara sadar maupun tidak, mereka berdua berpegangan erat pada lengan Masachika dan tidak bergerak selangkah pun dari tempat itu.

Dan pada akhirnya, sosok itu muncul dari balik tangan yang mencengkeram dinding. Sambil mengenakan seragam Seirei Gakuen dengan pita hijau. Rambut hitamnya tergerai panjang sampai ke pinggang. Dan mengintip melalui rambut hitamnya ... Wajah seorang gadis berlumuran darah.

“Kyaaaaaaa.

“Ti-Tidaakkkk.”

Di sebelah kanan dan kirinya, Maria dan Alisa mengeluarkan jeritan yang melengking. Sejujurnya, Masachika juga ingin berteriak. Namun, kehangatan tubuh dan getaran lembut mereka terasa di kedua lengannya, menjauhkan sementara ketakutan Masachika. Dengan kepala dingin yang bahkan dirinya sendiri merasa terkejut, Masachika berpikir cepat tentang bagaimana caranya keluar dari situasi ini.

(Apa lebih baik kalau kita bertiga kabur saja? Tidak, jangankan Alya, kurasa Masha-san bahkan tidak sanggup untuk berlari. Sebaliknya, kakinya sudah lemas sampai-sampai sekarang saja membuatnya kesulitan untuk berdiri. Lagian, ini mungkin akan menjadi pengalaman traumatis bagi Masha-san—— kalau gitu, kurasa aku harus …..hup!!)

Setelah membuat keputusan cepat, Masachika melepaskan tangan mereka dan berjalan seraya menyunggingkan ujung bibirnya. Ia mendekati siswi yang muncul dengan berlumuran darah. Kemudian, melalui tenggorokannya yang gemetar, Masachika mengeluarkan suara yang terkaget-kaget.

“O-O-Oi, oi, oi, oi! Ini terlalu menakutkan, tau! Siapa sih yang menyuruhmu melakukannya sampai sejauh itu!?”

Suaranya itu terdengar santai dan ceria, berbanding terbalik dengan ketegangan tempat itu. Ia merasa kalau tindakannya ini bisa membebaskan dua orang di belakangnya dari rasa takut untuk sementara waktu.

Keputusan Masachika ialah...... membuat “Sosok siswi merah” ini dianggap sebagai kejutan yang sudah Ia persiapkan. Sembari berjalan dengan sikap seperti “Kurasa aku sudah sedikit berlebihan dalam memberikan kejutan,” Masachika mencengkeram juzu hitam yang dipinjamnya dari Chisaki. Dengan cara begini, Ia bisa mempertahankan sikap santainya di permukaan, tetapi mempertajam pemikirannya dengan berkepala dingin. Yang dibutuhkan adalah kesiapan untuk terluka dan tidak ragu untuk menggunakan kekerasan. Secara sadar, Masachika menyingkirkan semua emosi lainnya.

(Ahh~ aku mungkin bakalan mati)

Intsing semacam itu terbesit di benaknya seolah-olah itu urusan orang lain. Walaupun dirinya takkan mati, Ia merasa kalau dirinya takkan aman begitu saja. Masachika secara naluriah tahu kalau itu sosok hantu yang asli. Di sisi lain, Ia hanya memiliki seutas juzu di tangannya, yang bahkan Ia sendiri tidak tahu apakah itu bakalan mempan atau tidak. Kemungkinannya terlalu rendah. Namun, mana mungkin dirinya mundur begitu saja tanpa melakukan perlawanan.

Bagaimanapun juga, “sosok siswi merah” yang muncul itu terluka di bagian wajahnya. Jika cerita hantu itu benar, maka Alisa dan Maria mungkin akan mengalami luka di bagian wajah. Ia takkan membiarkan wajah kedua orang itu mengalami luka ... Sebagai teman mereka, dan harga dirinya sebagai seorang pria, Ia takkan memaafkan hal itu.

(Untuk sementara ini, aku akan mendorongnya melewati tikungan dan memukulnya dengan juzu ini ... Bahkan jika itu tidak mempan, satu-satunya orang yang terluka oleh “Sosok siswi merah” ialah orang yang mendekatinya. Dan efeknya baru akan terlihat setelah beberapa hari. Seandainya aku benar-benar terluka, aku bisa menyembunyikannya selama liburan musim panas.)

Ada kemungkinan kalau dirinya tidak dapat berpartisipasi dalam kamp pelatihan. Namun, jika Ia bisa melindungi pikiran dan tubuh mereka berdua, Masachika merasa kalau semua upayanya itu sepadan.

(Itu sebabnya ... biar aku yang menjadi lawannya!)

Kemudian, saat Ia bersiap-siap untuk menghadapi “Sosok siswi merah” itu, Masachika mengalihkan perhatiannya ke tubuh siswi perempuan itu untuk mencari-cari di mana Ia harus menyerang....... tapi tiba-tiba, Ia menyadari sesuatu yang aneh.

(Hmm? Kok ada darah di pinggangnya... Hmm? Kalau dilihat-lihat lagi dari dekat, kaki dan lengan kanannya juga terluka...)

Bukankah lukanya terlalu banyak?

Sesaat kemudian, pertanyaan semacam itu terlintas di benaknya. Lalu sebuah tangan baru yang terulur dari sisi lain tikungan, mencengkram leher “Sosok siswi merah”  itu dari belakang dengan erat. Dan pemilik dari tangan itu muncul dengan ekspresi getir di wajahnya.

“Akhirnya berhasil kutangkap juga, .... Hmm? Kuze-kun?”

“Eh? Hah?”

Orang yang muncul adalah wakil ketua OSIS mereka, yang seharusnya tidak ada di sini. Kemunculan tak terduga orang ini membuat Masachika berhenti mendadak dan tertegun.

“Ah, ada Masha dan Alya-chan juga, ya. Kerja bagus buat kalian~”

“Ahh, eh, iya?”

“Te-Terima kasih atas kerja kerasnya juga?”

Kujou bersaudari juga menanggapi dengan canggung, seolah-olah mereka tidak tahu bagaimana harus bereaksi terhadap situasi tak terduga yang terjadi secara beruntun. Namun, Chisaki tampaknya tidak terlalu peduli tentang hal itu, dan melanjutkan dengan nada normalnya yang biasa.

“Karena aku merasa khawatir~, jadi aku mampir sebentar karena rapatnya berakhir lebih cepat ... Yah, untuk sekarang, apa kalian bisa menyerahkannya padaku? Aku takkan membiarkannya kabur lagi kali ini.”

Ketika Chisaki mengalihkan perhatiannya kepada “Sosok siswi merah”  itu, tubuhnya langsung meronta-ronta. Matanya yang berlumuran darah menoleh ke arah Masachika, dan tangannya terulur seraya bersuara serak.

“T0-Tolong aku…..”

Namun, Chisaki segera menyeretnya pergi dan siswi itu menghilang di balik tikungan.

“Ja-Jangan terlalu berlebihan, ya~”

Masachika mengatannya dengan nada yang agak ragu dan..... memiringkan kepalanya.

(Ummm... jadi, apa maksudnya ini? Ehh? Mungkin dia bukan hantu yang asli ... melainkan hanya siswa yang menerobos masuk tanpa izin, dan kena babak belur oleh Sarashina-senpai? Tidak, mau dilihat dari mana pun, yang itu jauh lebih realistis... ...Mengesampingkan pertanyaan apakah Sarashina-senpai akan menggunakan tinjunya kepada seorang siswi.)

Atau mungkin itu kejutan buruk yang tidak melibatkan Masachika. Kemungkinan ada seseorang yang berpura-pura menjadi “Sosok siswi merah” dan mencoba menakut-nakuti seseorang ...  bila berpikir seperti itu, dapat disimpulkan bahwa alasan mengapa ada darah dioleskan di wajahnya karena ingin menyembunyikan identitas aslinya.

(Yup, aku merasa kalau memang begitu kejadiannya. Owalahh~~ aku cuma terburu-buru mengambil keputusan, yaa~. Aku jadi merasa malu karena maju dengan sok berani dan melakukannya dengan serius.~~ hahaha….)

Masachika menyimpulkan ini sambil berusaha melakukan yang terbaik untuk memalingkan perhatiannya dari fakta bahwa ada jimat yang melilit di tangan kiri Chisaki seperti sarung tangan. Kemudian, saat Ia menggaruk kepalanya untuk menutupi rasa malunya ... ada dua tangan yang mencengkeram kuat bahu Masachika dari belakang.

“Masachika-kun ... Apa maksudnya ini?”

“Kuze-kun~? Kira-kira, apa kamu bisa menjelaskannya padaku, hmm~?”

Suara dingin terdengar dari arah belakangnya. Ketika berbalik untuk menoleh ke belakang dengan kaku, Masachika melihat wajah Alisayang tersenyum tipis dengan pandangan mata yang tidak tersenyum sama sekali, dan Maria dengan senyuman yang tidak wajar. Ekspresi mereka berdua jauh lebih menakutkan daripada “Sosok sisiwi merah” yang baru saja dilihatnya tadi.

“Ah, eh, umm… De-Demi mengejutkan kalian berdua, aku sudah menyiapkan kejutan khusus saja, kok? Mungkin~ itu terlalu berlebihan, dan justru mendapat pelajaran dari Sarashina-senpai…. ?”

Masachika, yang tidak bisa menelan ludahnya sendiri, terpaksa menjelaskan situasinya. Seketika, tatapan mata Alisa semakin menyipit dan senyum Maria semakin dalam. Di tambah lagi, jari-jemari mereka berdua mencengkeram erat bahunya.

“Umm, kalau begitu, aku perlu menyusul Sarashina-senpai dulu untuk memastikan kalau dia tidak terlalu berlebihan ...”

Usai memberitahu itu, cengkeraman mereka berdua sama sekali tidak mengendur. Setelah itu, mereka berdua menceramahinya habis-habisan. Meskipun itu semua hanyalah fitnah.

(Hah, yah, tidak apa-apa lah... Tindakan jantan merupakan sesuatu yang tidak meminta imbalan ...)

Sambil duduk bersimpuh di hadapan mereka berdua, Masachika melihat ke luar jendela dengan pandangan mata yang jauh. Betapa menyenangkannya bisa melihat indahnya rasi bintang bersama dua saudari yang cantik jelita, sambil duduk bersimpuh, hari ini …...

“Masachika-kun! Apa kamu mendengar perkataanku!?”

“Kuze-kun, kamu harus merenungi ini dengan benar!”

“…Ya.”

...... . tampaknya menjadi hari yang buruk. Tidak baik juga buat terus-menerus melarikan diri dari kenyataan.

Beberapa hari kemudian,  topik mengenai Tujuh Misteri di sekolah turun dalam waktu kurang dari seminggu, karena hasil investigasi Tujuh Misteri disebarluaskan melalui kontak OSIS.

Adapun mengenai cerita hantu “Sosok siswi Merah” yang paling banyak dibicarakan, mereka mengumumkannya dengan kalimat setengah bercanda seperti “Wakil Ketua Sarashina sudah memusnahkannya”, dan anehnya ... para siswa menerimanya dengan cukup normal.

“Bukannya yang ini lebih cocok jadi Tujuh misteri, ‘kan?”

“Betul banget.”

Setelah menyaksikan keseluruhan cerita, dua kakak beradik bergumam apakah itu beneran ada atau tidak.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Sebelumnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama