Chapter 1 Part 3
Pertunjukan lumba-lumba
diadakan beberapa kali sehari di area terbuka besar dengan tangga yang menembus
lantai pertama dan kedua. Meskipun masih ada lebih dari dua puluh menit sebelum
waktu pertunjukkan berikutnya dimulai, tribun penonton sudah dipenuhi oleh
beberapa orang.
“Uwaahh, sepertinya kita
terlambat! Tak disangka kalau pertunjukkan ini sangat populer!?"
“Ah, tapi sepertinya kursi yang
di depan masih kosong tuh~!”
“Betul banget~!”
“Eh, bukannya dari tadi ada
aroma yang mirip seperti popcorn karamel?”
“Oh, ada orang yang sedang
memakannya sih ~ Lihat! Enaknya ~”
“Kelihatannya lezat!”
Luna dan Yamana-san
berjalan menuju kursi depan sambil mengobrol tentang apa pun yang mereka
inginkan. Saat aku mengikuti mereka, aku mulai menyadari sesuatu.
“... Apa jangan-jangan kursi
bagian depan akan menjadi sangat basah?”
Jika dicermati dengan baik, kursi
hingga baris keempat di depan sudah basah kuyup hingga ke lantai, mungkin jejak
dari pertunjukan sebelumnya. Pelanggan lain tampaknya menyadari hal ini, dan
mereka yang duduk di depan sudah siap mengenakan sesuatu seperti jas hujan
transparan.
“Tapi yah, kursi bagian
belakang enggak ada yang kosong ... Aku
akan membeli sebanyak jumlah orang yan akan dipakai nanti.”
Ujar Sekiya-san dan pergi ke
kios atas sendirian. Kami bertiga lalu memilih tempat duduk dan mencoba duduk.
“Eh, mumpung ada di sini,
bagaimana kalau duduk di kursi paling depan?”
“Hah, seriusan!? Menakutkan
tau!”
Luna meninggikan suaranya
dengan penuh kegirangan saat Yamana-san mengajaknya.
“Mungkin saja kita mendapat
satu kesempatan untuk menyentuh lumba-lumba, loh?”
“Eh, itu pasti mustahil,
‘kan!?”
“Enggak juga, pasti bisalah.”
Gadis-gadis itu tampak
kegirangan dan langsung duduk di kursi baris pertama, dan basah kuyupku sudah
dipastikan.
“Uwahh, mereka seriusan mau
duduk di baris pertama!?”
Lalu, Sekiya-san yang kembali
setelah membeli empat jas hujan untuk kami, memberikan suara terkejut.
“Ah Senpai, apa itu popcorn!?”
Sekiya-san membawa dua popcorn
di tangannya selain jas hujan.
“Bukannya kamu tadi bilang
kepengen juga. Ini.”
“Eh, apa aku sampai dibelikan
juga?”
Setelah menerima popcorn
bersama Yamana-san, Luna tampak enggan dan kebingungan.
“Ah, aku sudah mendapatkan
uangnya dari Ryuuto. Jadi kamu bisa berterima kasih pada pacarmu.”
“Hah?”
Saat aku melihat ke arah
Sekiya-san setelah diberi tahu sesuatu yang tidak kuingat, Ia mengedipkan
matanya dan aku pun berpikir, “Jadi
begitu maksudnya.”
Aku
akan membayar popcornnya nanti supaya tidak kelupaan.
“Jadi begitu rupanya!? Terima
kasih ya, Ryuuto! Ayo kita makan sama-sama!”
Luna terlihat sangat senang dan
kami kemudian duduk lagi.
“Senpai, makasih ya~!”
Yamana-san juga dengan senang
hati membawa popcorn ke dalam mulutnya.
“Syukurlah kita punya pacar
yang sama-sama baik, ya.”
“Ufufu, bener~!”
Luna menjawabnya sambil tertawa
malu-malu.
“…………”
Entah bagaimana, hal semacam ini
benar-benar terasa seperti kencan ganda.
Rasanya masih tidak terasa
nyata bagi seseorang sepertiku, seorang cowok pemalu yang hanya menikmati
menonton live-streaming video game, bisa mengalami “kencan ganda" bersama orang-orang sekeren mereka ..... ada sensasi
aneh yang menggelitik dan menghangatkan hatiku sedikit.
Kami berempat duduk
berdampingan untuk menonton pertunjukan lumba-lumba.
Cipratan air yang sudah aku
antisipasi sampai batasan tertentu, ternyata melebihi harapanku.
“Kyaaaaaaa!”
“Gawat, gawat, gawatt!”
Gadis-gadis menjerit saat
lumba-lumba datang di depan mereka dan melompat tinggi dengan sirip ekornya.
Aku tidak bisa mengeluh karena aku duduk di baris pertama, tapi wajahku menjadi
sangat basah karena cipratan air. Seandainya aku tidak memakai jas hujan,
badanku pasti akan basah kuyup.
Seperti yang diharapkan dari
akuarium terkenal, pertunjukan ini penuh dengan sorotan, di mana lompatan lumba-lumba
yang menakjubkan dipadukan dengan musik dan efek air, membuat penonton tetap
terhibur sampai akhir.
“Cipratannya lumayan banyak
juga, ya. Apa kamu baik-baik saja?”
“Ya! Aku senang sudah
menghabiskan sisa popcorn tadi.”
Aku hendak berdiri dari tempat
dudukku sambil berbicara dengan Luna.
“Ahhh~ aku jadi basah kuyup
begini.”
Yamana-san yang duduk di sebelah
Luna, mengeluarkan suara centil sambil melepas jas hujannya.”
“Ehh, awas, Nikoru!”
Luna memandang Yamana-san
dengan wajah terkejut. Aku juga tidak bisa mempercayai pemandangan yang terjadi
di depan mataku.
Yamana-san basah kuyup di bagian
atas tubuhnya. Blusnya yang basah menempel di tubuhnya, memperlihatkan
kulitnya, dan lekukan tubuhnya terlihat jelas. Pakaian basah yang menempel
padanya terlihat lebih erotis daripada pakaian renangnya, meski dia mengenakan
busana seksi dengan bahu dan belahan dada yang terbuka sepenuhnya.
“Tungg—, kenapa kamu bisa basah
kuyup begitu!? Padahal kamu sudah memakai jas hujan, ‘kan!?”
Sekiya-san juga tampak terkejut.
“Habisnya gerah sih, jadi aku
membuka bagian depannya ...”
Yamana membelai blusnya yang basah
dan mengangkat bahu dengan bergidik kedinginan.
“Duhh sampai basah kuyup
gini~... kira-kira apa aku bisa mengeringkannya di suatu tempat ...?”
Yamana-san yang pipinya merah
merona dan menengadah ke arah Sekiya-san, terlihat sangat imun nan seksi dari sudut
pandangku. Jika Luna memberitahuku sesuatu seperti ini... Jika itu aku, bagian
bawahku bakalan menegang keras.
“Ahh, ternyata sudah jam
segini! Kurasa sudah waktunya untuk bubar!”
Luna kemudian melihat ponselnya
seolah-olah baru mengingat sesuatu dan memberikan usulan. Dia mungkin berpikir
ingin membantu sahabatnya.
Kami berempat meninggalkan
akuarium dan berjalan menuju stasiun.
“Nee~ nee~ Ryuuto. Menurutmu
apa yang akan dilakukan Nikoru dan yang lainnya setelah ini?”
“Eh, hmmm ...”
Sejujurnya, jika aku yang jadi Sekiya-san,
aku akan pergi ke tempat di mana kami bisa berduaan. Jika dia memberi kode
sampai terang-terangan begitu, cowok tidak sekalipun takkan bisa menolaknya.
Tapi Sekiya-san adalah seorang
ronin. Saat ini merupakan waktu yang paling penting baginya, dan Ia sendiri
yang bilang kalau dirinya akan pergi ke ruang belajar mandiri setelah kencan
... saat berpikiran begitu, aku ternyata sudah mencapai stasiun.
“Ryuuto”
Sekiya-san yang sedari tadi berjalan
di belakangku, mendadak mmanggilku dan aku berbalik menghadapnya.
“Ya?”
Sekiya mendekatiku sedikit dan
berkata kepadaku ketika aku berhenti.
“Kami akan berpisah di sini.”
“Eh? Ah ...”
Aku sudah bisa menebaknya.
Dari tatapan serius Sekiya-san
yang tampak sedikit marah, menunjukkan bahwa dirinya sudah tidak bisa
menahannya.
Yamana-san yang ada di
sebelahnya mengenakan jaket seperti blus yang dia kenakan beberapa saat yang
lalu, dan menunduk dengan wajah memerah.
“... Ba-Baiklah, aku
mengerti...”
Niatnya begitu jelas
sampai-sampai membuatku ikutan tersipu.
Begitu rupanya. Mereka berdua
akan melakukan begituan mulai
sekarang ya ...
...... Ahh, bikin iri saja.
“Sampai jumpa besok, Nikoru.”
“Ya.”
Luna dan Yamana-san mengucapkan
selamat tinggal sebentar dan kami lalu berpisah dengan mereka.
“... Dia berhasil ya, Nikoru.”
Ketika kami berdua mulai berjalan
menuju ke stasiun lagi, Luna meraih lenganku dengan kedua tangannya dan
bergumam dengan gembira.
“Mereka tuh mau begituan, ‘kan?”
“Yah, mungkin ...”
Bahkan cowok perjaka seperti
diriku bisa memahaminya. Dilihat dari suasanya, mungkin seperti itulah yang
dimaksud.
“Kira-kira mereka akan kemana,
ya? Rumahnya Nikoru... pasti rasanya sulit karena mereka harus naik kereta dulu
dengan pakaian basah, atau mungkin lebih aman ke Shibuya? Memangnya di dekat
sini ada, ya?”
Apanya? Atau
begitulah yang kupikirkan, tapi aku segera menyadari kalau yang dimaksud Luna
adalah hotel cinta.
“…………”
Pada saat-saat seperti ini, aku
merasa sedikit tertekan ketika mengingat kalau Luna adalah gadis yang “berpengalaman”.
Lebih aman ke Shibuya ……. Lebih
aman... Dengan kata lain, Luna mungkin pernah ke hotel yang ada di Shibuya.
Sejak saat itu, kata-kata “Lebih aman di Shibuya” terus berputar
di kepalaku, dan aku mencoba yang terbaik untuk tidak memikirkan hal lain,
menghancurkan fantasiku yang mengembara tentang masa lalunya satu demi satu
seperti memukuli tikus tanah.
Sudah lima bulan sejak aku
mulai berpacaran dengan Luna, dan aku terus menjadi pemegang rekor terlama saat
ini di antara mantan-mantannya. Seiring dengan itu, aku mendapatkan banyak kepercayaan
sebagai pacar Luna. Aku tidak lagi terjebak dengan perasaan minder seperti dulu.
Tapi jika ada satu hal yang
membuatku minder dengan para mantan pacarnya, ialah karena …. aku “belum melakukannya” dengan Luna.
“Ryuuto~♡ ”
Luna menempelkan wajahnya di
bahuku saat dia berjalan. Kehangatan tangannya yang menggenggam tanganku
memberi sensasi menyenangkan dan menenangkan pikiran.
Luna sering sekali melakukan
skinship. Meski begitu, aku terkadang masih merasa gelisah karena dia masih
belum mengatakan “mau” melakukan begituan.
Tapi mungkin saja waktunya
tidak lama lagi, ‘kan? Sebulan lagi akan ada perayaan Natal, dan waktu itu
merupakan kesempatan besar untuk mengalami pengalaman pertama.
“... Nee, Ryuuto?”
“Hmm? Ada apa?”
Dia berbicara padaku saat di
dalam kereta dan aku menoleh ke arah Luna.
Luna memasang wajah yang
sedikit tidak puas.
“Ryuuto tuh selalu saja
memikirkan sesuatu saat sedang bersamaku, bukan?”
“Ah maaf ...
“Enggak apa-apa, kok. Kupikir
itulah sisi baik dari Ryuuto. Tapi jika yang kamu pikirkan adalah mengenaiku,
aku ingin kamu memberitahuku pada saat itu juga ... itulah yang kupikirkan.”
Wajah Luna menunjukkan ekspresi
kesepian saat dia mengatakan itu, yang mana membuat hatiku sedikit nyeri.
“Kita berdua tuh benar-benar
berbeda, iya ‘kan? Itu sebabnya kita terkadang jadi salah paham satu sama lain
seperti tempo hari ... Kupikir lebih
baik kalau kita harus saling mengatakan apa yang kita pikirkan supaya kejadian
sama tidak terulang kembali.”
Ketika Luna memberitahuku
begitu, aku jadi teringat mengenai apa yang terjadi selama festival budaya
baru-baru ini.
“Kurasa itu benar juga……”
“Memilliki hubungan yang dapat
dipahami tanpa perlu mengatakan apa-apa merupakan hal yang ideal, tapi kupikir
kalau orang-orang yang semacam itu juga
tidak begitu pada awalnya. Karena tidak ada yang namanya dua orang yang
persis sama.”
Luna terus berbicara seraya
melihat ke bawah.
“Setelah menghabiskan waktu bersama
untuk waktu yang lama, kedua belah pihak secara bertahap bisa memahami satu
sama lain ... ternyata hubungan bisa berkembang seperti itu ya, itulah yang
kupikirkan.”
“Ya……”
Kemudian Luna mengangkat
wajahnya.
“Aku ingin menjadi seperti itu
dengan Ryuuto secepat mungkin. Jadi... ayo mengobrol sebanyak mungkin?”
Dia menatapku dengan mata besar
yang berkilauan, dan aku balas mengangguk.
“Baiklah, aku mengerti.”
Namun, mana mungkin aku bisa memberitahu
Luna kalau aku ingin menidurinya sesegera mungkin.
“... Aku sedang memikirkan ...
enaknya ngapain untuk Natal nanti...”
Ketika aku mengatakannya dengan
cara yang bertele-tele, Luna tampak terkejut.
“Ah, Natal! Benar juga,
waktunya sudah bulan depan, ya~.”
Dan kemudian dia tersenyum
malu-malu
“Aku juga memikirkannya ...
Ryuuto, apa kamu mau datang ke rumahku?”
“Eh!?”
Karena saking terkejutnya, aku
sampai tidak sengaja berterak keras sehingga membuat orang-orang di dekat kami
berbalik.
Aku belum pernah mengunjungi
rumah Luna lagi sejak hari aku menembaknya dan mulai berpacaran... saat di mana
dia tiba-tiba mengatakan “Apa kamu mau
mandi dulu?”. Selama aku hanya bisa menunggunya mengatakan dia mau
melakukan begituan, mana mungkin aku
bisa memberitahunya kalau aku ingin pergi ke kamarnya setelah semua yang
terjadi, untungnya Luna cukup menyukai keluargaku dan rumahku (Ngomong-ngomong, Ibuku juga menyukai Luna),
jadi dia sudah biasa datang ke rumahku saat kami mengadakan sesi belajar
bersama.
“Ap-Apa boleh?”
Luna tersenyum dan mengangguk
padaku yang bertanya dengan takut-takut.
“Ya. Aku akan melakukan yang
terbaik untuk membuat suguhan Natal, jadi ayo memakannya bersama! Kupikir sudah
waktunya untuk memperkenalkan Ryuuto kepada ayahku.”
“Ah ... Be-Begitu ya.”
Jantungku berdebar-debar karena
berasumsi sendiri kalau keluarganya tidak ada di rumah, tapi begitu maksudnya,
ya. Meski merasa sedikit kecewa, tapi jika aku pergi berkunjung ke rumahnya,
aku mungkin akan memiliki kesempatan untuk berduaan di kamar Luna …. mungkin tidak
sampai berhubungan badan sih, tapi kami mungkin setidaknya bisa
bermesra-mesraan jika suasananya mendukung.
Pemikiran semacam itu membuatku
mendengus lagi.
Ketika aku sedang begitu, Luna
menatap ke arah kejauhan dengan senyum lembut di wajahnya.
“... Jika aku bisa menghabiskan
waktu bersama Ryuuto, aku mungkin takkan merasa kesepian pada Natal kali ini.”
“Ehh ...?”
“Karena aku dulu selalu
menghabiskan Natal bersama keluargaku... jadi mau tak mau aku akan mengingatnya
saat musim ini tiba.”
Aku merasa kebingungan, tapi
Luna memberitahuku dengan senyum di wajahnya.
“Ada Santa-san yang datang ke
rumah kami dan memberi kami hadiah. Aku sangat senang mengenai itu.”
“He-Hehh, luar biasa ...”
Apa mereka meminta layanan
semacam itu? Saat aku terkesan dengan keluarga Shirakawa yang sangat mendetail ….
Luna tiba-tiba terkekeh.
“Walaupun yang jadi Santa-san
tuh Ayah, sih. Saat kecil dulu, aku setengah mempercayainya. Ibuku lalu berkata,
'Santa-san yang datang terlihat persis
seperti ayah di rumah, loh.'”
“Jadi begitu rupanya....”
“Tapi suatu hari aku mulai
menyadari sesuatu. Pola kaus kaki yang dipakai Santa sama dengan kaus kaki yang
dipakai ayah. Ketika aku pergi ke kebun binatang bersama ibu, aku memilih kaus
kaki bermotif panda itu sebagai suvenir untuk aku sendiri dan Maria. Itu bahkan
memiliki tempat luntur yang sama di mana warnanya memudar dari cucian.”
“Itu sih …. udah jelas-jelas
ketahuan.”
“Iya ‘kan~. Tapi aku sedikit
senang saat mengetahui kalau yang jadi Santa adalah ayah.”
Luna berkata sambil tertawa,
kemudian tatapannya beralih menatap ke kejauhan lagi.
Kereta pada Minggu sore cukup
ramai dengan orang-orang yang pulang dari liburan mereka, dan suasana cerianya
sangat kontras dengan pemandangan luar yang selalu gelap.
“Pada waktu itu, aku masih menyayangi
ayahku... bahkan sekarang, aku tidak membencinya, sih.”
Emosi yang campur aduk itu bisa
ditebak mengingat keadaannya.
Ayah yang sangat dia sayangi,
justru mengkhianati ibunya dan berselingkuh dengan wanita lain. Itulah yang
membuat keluarganya tercerai-berai. Mana mungkin dia tidak memendam perasaan
yang campur aduk.
“Aku benar-benar ingin
berbaikan dengan Maria sebelum Natal, tapi kupikir itu akan sulit …. Lagipula,
festival sekolah sudah selesai.”
“Kamu masih ingin …. melanjutkan
rencana pertemanan?”
Saat aku ragu-ragu bertanya,
Luna mengangguk dalam-dalam.
“Ya. Aku ingin hubunganku
dengan Maria kembali normal secepat mungkin.”
“Gitu ya…”
Meskipun aku memiliki perasaan yang
campur aduk terhadap Kurose-san, aku hanya bisa mengatakan itu dan menunduk ke
bawah.
Kurose-san... adik kembar Luna
dan gadis yang menjadi cinta pertamaku.
Gadis yang dulu pernah menolakku, tapi sekarang ... dia memiliki
perasaan padaku.
Jika “rencana pertemanan” Luna akan terus berlanjut ... itu berarti aku
harus membantunya, tapi jika aku melakukan itu, aku akan memiliki banyak kesempatan
untuk berinteraksi dengan Kurose-san di masa depan.
“Tapi, fufufu...”
Ketika aku mendengar suara
tawanya dan melihat Luna, dia memasang senyum puas di wajahnya.
“Aku merasa sangat senang pada
Nikoru. Aku yakin kalau saat ini dia sedang ...
begituan, ‘kan!?”
“Ah ... Ahh~, benar juga.”
Saat membayangkan Yamana-san
dan Sekiya-san, imajinasiku menjadi liar dan pada saat yang sama, aku merasa
sangat iri.
“……Oh iya!”
Aku baru mengingatnya sekarang.
“Ada apa, Ryuuto?”
“Tidak, bukan apa-apa, kok.”
Aku lupa memberinya uang
popcorn bagian Luna.
...... Yah, mungkin aku bisa
menyerahkannya nanti saat ketemu lagi. Mungkin aku akan menemuinya besok.
Karena Ia sedang berada di
puncak kebahagiaannya, Sekiya-san juga mungkin lupa kalau aku belum mengganti
uang popcorn-nya.
Dengan pemikiran itu, aku tidak
menghubunginya sama sekali.
Sebelumnya
|| || Selanjutnya