Eiyuu to Majo Jilid 1 Bab 4 Bagian 3

Bab 4 Bagian 3

 

Terlebih lagi, jika kamu menjadi temanku ... aku bisa menjadi satu-satunya pahlawanmu.”

 

Bahu Shiina tersentak setelah mendengar kata-kata tersebut. Ketika dia sedikit merilekskan tubuhnya….

“Kamu itu benar-benar idiot sekali…”

Dia tersenyum lembut padaku.

“Aku tidak menyangka kamu mengatakan semua itu cuma demi diriku…”

Butiran air mata menetes dan mengalir melalui pipinya..

“…Serius … Kenapa ….?”

Dia menghela nafas. Sepertinya dia akhirnya memutuskan untuk menyerah.

Aku melepaskannya dari pelukanku dan tubuhnya merosot ke dinding tempat dia bersandar tadi dan terduduk di lantai.

“Sekarang setelah kamu pasrah pada takdirmu, aku takkan pernah melepaskanmu.”

“Aku menyerah. Lagipula aku tidak bisa mengalahkan penguntit sepertimu.”

“Siapa yang kamu sebut penguntit, dasar gadis menhera.”

“A-Apa?! Ak-Aku bukan menhera! Aku orang yang stabil secara mental, oke!” (TN: Buat yang tidak tahu arti menhera, itu adalah sebutan atau mungkin bahasa gaul di internet jepang (?) buat gadis yang mempunyai mental labil, CMIIW)

“Coba renungkan kembali apa yang sudah kamu lakukan dan ucapkan kata-kata itu lagi. Kali ini, pelan-pelan.”

Aku mengangkat bahu sebagai tanggapan atas tatapannya.

Dia mencoba mengintimidasi tetapi air mata di matanya malah membuatnya tampak menyedihkan.

“… Apa kamu yakin menginginkanku sebagai temanmu? Bukannya aku ini gadis yang sangat menyebalkan untukmu?”

“Memang. Aku tahu apa yang aku hadapi, jadi kamu tidak perlu khawatir.”

“Jika kita akan menjadi teman maka kita akan menjadi teman selamanya, apa itu yang kamu inginkan?”

“Ya.”

Saat aku membalas dengan mengangguk, dia terkekeh.

“Baiklah kalau begitu. Kurasa ada alasan bagiku untuk mengomelimu lagi, mari berteman. Aku akan mengandalkanmu terus, jadi bersiaplah, oke?”

“Kurasa bukan begitu caranya teman bekerja…”

“Tapi bukannya kamu sendiri yang baru saja menawarkan dirimu dengan semangat seperti itu?”

“Aku harus melakukannya, karena kalau tidak begitu, gadis yang berkepala batu tidak mau repot-repot mendengarkan kata-kataku.”

“… Kuali mengatakan belanga hitam.”

“Setidaknya aku lebih baik darimu.”

“Oke, oke, kuakui kalau aku adalah orang yang paling merepotkan di ruangan ini.”

Dia memasang ekspresi cemberut sebelum mengulurkan tangannya ke arahku.

“Apa?”

“Kakiku lemas, tolong bantu aku berdiri.”

“Hah?”

“Ayolah, kita ini teman, ‘kan? Maukah kamu membantuku?”

Aku menarik tangannya dan membantunya.

Dia terhuyung-huyung sebelum jatuh ke dadaku.

“Oi.”

“… Bahumu, tolong…”

“Apa tubuhmu sakit lagi?”

“…Badanku selalu sakit… Hari ini terasa… Lebih parah dari biasanya…”

“Kamu seharusnya bilang dari tadi!”

Aku memegang pinggangnya dan mengangkatnya. Kurasa inilah yang disebut gendongan ala putri legendaris itu?

“Ge-Grey?!”

“Jangan memanggilku dengan nama seperti itu. Namaku yang sekarang adalah Shiraishi Godou.”

“… Godou… Turunkan aku…”

“Enggak. Lebih cepat dengan cara begini.”

“Ta-Tapi…”

“Tapi apa?”

“…Sudahlah, lupakan saja.”

"Astaga, kamu ini...”

Shiina memiliki ekspresi aneh di wajahnya.

Bagaimanapun, aku memutuskan untuk membawanya ke kamar tidurnya.

Aku menemukan pintu kamar ketika melihat sekeliling ruang tamu yang luas.

“Apa itu kamarmu?”

“Eh? Iya… Kenapa kamu bertanya? … Tidak, tunggu dulu, memangnya kita tidak bisa melakukannya di sofa saja?!”

“Rasanya jauh lebih nyaman di tempat tidur.”

“Tapi, bukannya aku... Bberat?”

“Kamu emang berat.”

“A-Apa?! Aku tidak seberat itu!”

“Oi, berhenti memukulku! Aduduh, leherku!”

Seriussan, tadi itu berbahaya.

Aku membuka pintu kamarnya sambil menggerakkan leherku yang sakit. Di dalam, ada tempat tidur besar yang didekorasi dengan mewah. Kasurnya dikelilingi oleh gerombolan boneka.

“…”

Aku secara bergantian melihat wajah penyihir dan tempat tidurnya.

“……Jadi ini kamarmu, ya.”

“Jangan diabaikan begitu saja!”

Dia menanggapi sambil tersipu.

“Maksudku, aku takkan meledekmu. Setiap orang memiliki hobinya masing-masing.”

“… Bunuh saja aku.”

Segera setelah aku membaringkannya di tempat tidurnya, dia segera merangkak di bawah selimutnya.

Kemudian, dia mengambil boneka terdekat dan memeluknya.

“…”

Aku duduk di atas tempat tidurnya. Punggungnya menempel di pinggangku.

Sekeliling ruangan diselimuti keheningan untuk beberapa saat.

“Godou…”

“Hm?”

“Kamu bilang kamu akan menyelamatkanku, ‘kan… tapi bagaimana caranya?”

Dia bertanya dengan nada suara yang hampir berbisik.

“Tidak ada cara mudah untuk menghilangkan kutukan itu, tau?”

“Kurasa begitu, ya?”

“Yah, lagipula itu tentang kamu. Palingan juga kamu mungkin akan mengatakan sesuatu seperti 'Aku akan memikirkan sesuatu nanti'…”

Sebenarnya, aku sudah lama mencari solusinya.

Tapi tidak ada satupun yang terlintas di pikiranku.

Bagaimanapun juga, bahkan Shiina tidak berhasil menemukannya meskipun dia sangat jenius di bidang sihir.

Hal terbaik yang bisa kulakukan adalah meringankan bebannya.

Kutukanmu… aku akan menanggung setengahnya.”

“Apa?!”

 Ekspresi wajahnya langsung berubah  ngeri.

“Jika kamu melakukan itu, hidupmu akan dalam bahaya!”

“Sebenarnya, aku tidak berpikir demikian. Aku adalah seorang eksorsis, ingat? Aku memiliki ketahanan yang lebih kuat terhadap kutukan dibandingkan dengan orang normal. Selama aku menggunakan kemampuan eksorsisku, aku seharusnya bisa mencegah pengikisan kutukan di jiwaku. Sejujurnya, lebih mudah untuk mentransfer kutukanmu secara keseluruhan kepadaku. Aku bisa menghilangkannya sedikit demi sedikit jika itu masalahnya, tapi kamu tidak akan mengizinkannya, ‘kan?”

“Tentu saja! Jika kamu melakukan itu, siapa yang tahu beban seperti apa yang akan kamu—”

“Itu sebabnya aku akan menerima setengahnya. Jika cuma setengahnya, aku pasti bisa melakukan sesuatu tentang itu. Ketahanan kutukanku lebih tinggi darimu, jadi seharusnya tidak masalah.”

Aku tidak berencana mengorbankan diriku sendiri.

Aku sampai pada kesimpulan ini berdasarkan pengalamanku menangani eksorsismeku. Jika aku menggunakan eksorsismeku sepanjang waktu saat menerima kutukan, kutukan itu seharusnya tidak dapat menyakitiku. Jika aku ingin menyelamatkannya, hanya cara ini saja yang bisa melakukannya.

Pandangan mata Shiina mulai goyah karena mungkin memahami maksudku.

“Jangan mencoba menangani semuanya sendiri, Shiina Mai. Kita berdua sudah berteman, bukan? Kita harus berbagi kebahagiaan dan rasa sakit kita. Itulah gunanya teman.”

Dia terdiam beberapa saat.

Aku memegang tanganku padanya dan dia meraihnya dengan malu-malu.

“… Meski begitu, itu sebatas hubungan timbal balik, ‘kan? Kamu tidak bisa hanya mengharapkan temanmu untuk membantumu terus tanpa memberi mereka imbalan…”

“Ya. Oleh karena itu, aku akan menantikan bantuanmu setiap kali aku mendapat masalah.”

“Memangnya itu mungkin?”

“Yah, tentu saja. Aku tidak secanggung dirimu, tetapi ada beberapa masalah yang bahkan tidak dapat aku tangani sendiri. Aku akan meminta uluran tanganmu setiap kali aku menemuinya di masa depan nanti.”

Setelah itu, ada keheningan di antara kami berdua. Hanya ada suara jangkrik dari luar gedung yang terdengar.

Kemuidan kami menatap mata satu sama lain.

“Kalau begitu…”

Shiina kemudian mengucapkan kata-kata yang dipenuhi dengan tekad.

“Tolong selamatkan aku.”

Seketika itu juga aku tersenyum ketika mendengar permintaannya.

Lagipula…

Gadis ini yang dibenci oleh seluruh dunia…

Gadis ini yang terus-menerus terjebak dalam perasaan menyalahkan dirinya sendiri…

Gadis ini yang selalu meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia tidak berhak untuk diselamatkan…

Akhirnya meminta bantuanku, teman pertamanya.

“… Baiklah, jangan mengomel setelah ini, oke? Bersiaplah.”

Aku segera menempelkan bibirku ke bibirnya.

“Mmph?!”

Pada awalnya dia tampak terkejut, tapi dia tidak melawanku. Dia mungkin mengetahui bahwa ini merupakan bagian dari prosedur untuk memindahkan kutukannya kepadaku. Demi membangun jembatan menuju jiwanya, kami perlu melakukan kontak fisik. Untuk perawatan, berpegangan tangan saja sudah cukup, tapi untuk memindahkan kutukan, kami membutuhkan sesuatu yang lebih dari itu.

“Mm… Ahhh…”

Sejujurnya, aku tidak terlalu ingin melakukannya seperti ini, tapi jika aku ingin melakukannya dengan cepat, maka harus beginilah caranya. Sebenarnya, aku harus lebih mempercepat prosesnya. Aku memasukkan lidahku ke dalam mulutnya. Selama melakukan proses tersebut, gigi kami berbenturan dan itu sedikit menyakitiku. Sejujurnya, ini adalah ciuman pertamaku, jadi aku tidak begitu tahu detail tentang bagaimana melakukannya, jadi aku berharap kalau dia bisa memaafkanku tentang kecelakaan itu nanti. Aku berusaha menaikkan konsentrasiku.

Cara untuk memindahkan kutukannya kepadaku ialah dengan dia membimbingku ke jiwanya dengan sihirnya. Kemudian, aku akan memutuskan hubungan antara jiwanya dan kutukan tersebut. Setelah itu, dia bisa mendorong kutukan ke dalam jiwaku menggunakan mana. Ciuman itu untuk menjaga koneksi selama proses tersebut berlangsung.

Satu-satunya masalahku dengan metode ini adalah aku harus terus menciumnya sepanjang waktu. Rasanya sedikit canggung, tapi masa bodo dengan itu, anggap saja ini sebagai CPR atau semacamnya.

Selain itu, aku melakukan ini demi membantunya, jadi aku berharap dia bisa memaafkanku karena mencuri bibirnya seperti itu.

“… Fiuh…”

“Nhphah…”

Ketika semuanya selesai, aku melepaskan bibirnya. Shiina tampak sedikit linglung. Tugas itu membutuhkan konsentrasi, jadi tidak heran jika dia kelelahan.

“… Apa kamu baik-baik saja, Shiina?”

Ketika aku memanggilnya, dia menjadi terkejut. Tubuhnya mulai gemetaran.

Wajahnya mulai memerah hingga ke telinganya. Muka merahnya terlihat seperti apel, tapi aku mungkin berada dalam kondisi yang sama dengannya. Wajahku terasa panas, seperti sedang terbakar. Ini adalah pertama kalinya aku melakukan ini, jadi ini seharusnya normal, bukan?

“Padahal itu ciuman pertamaku…”

Dia menatapku dengan marah. Hei, itu juga ciuman pertamaku, tau!

“Siapa yang peduli tentang itu sekarang. Bagaimana dengan keadaanmu?”

Ekspresinya lebih ringan dari biasanya. Dia tidak lagi terlihat seperti sedang menahan sakit.

“Jangan diabaikan begitu saja! …Yah, kurasa tubuhku sedikit lebih baik dari sebelumnya… Bagaimana denganmu?”

Ketika dia bertanya balik, aku meletakkan tanganku di dadaku.

Ada sensasi berat datang dari dalam dadaku. Namun, berkat kemampuan eksorsismeku, aku tidak merasakan sakit apapun. Tubuhku terasa sedikit lebih lamban dari biasanya, tapi seharusnya aku baik-baik saja.

“… Hm, ya, aku baik-baik saja.”

“Kamu yakin?”

“Ya. Kupikir aku masih sanggup mengambil lebih banyak kutukanmu jika kamu menginginkannya.”

Wajahnya langsung memerah lagi saat mengalihkan pandangannya dan mengepalkan tinjunya.

“… Aku tidak ingin menciummu lagi.”

“Maksudku, selama kita melakukan kontak fisik, semuanya baik-baik saja. Tidak terbatas cuma ciuman saja.”

Oh sialan, seharusnya aku tidak mengatakan itu. Wajahnya langsung berubah lebih jelek karena mulai semakin memerah.

“Ka-Ka-Ka-Kamu?! Yang benar saja, apa kamu bercanda?! Aku akan benar-benar membunuhmu sekarang!”

“Tu-Tunggu, biarkan aku menjelaskan diriku dulu!”

Aku mencoba menjelaskan diriku sendiri, tetapi tangannya sudah mendarat di wajahku terlebih dahulu. Dasar gadis yang tidak sabaran.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama