Epilog — Shiraishi Godou dan Shiina Mai
Pada hari terakhir ujian.
Kali ini, aku merasa ragu
apakah aku bakalan berhasil dalam mata pelajaran hari itu atau tidak.
Aku tahu kalau takkan
mendapatkan nilai di bawah KKM, tapi pada saat yang sama, sangat diragukan
sekali kalau aku akan mendapatkan nilai di atas rata-rata.
“Bagaimana ujianmu?”
Saat aku memegangi kepalaku
dengan tanganku, Shiina memanggilku.
“Jika bukan karena kemarin, aku
mungkin bisa berbuat lebih banyak ...”
“Lagipula, belajar kebut
semalam takkan banyak membantumu.”
“Kurasa begitu … kamu sendiri
gimana? Apa semuanya lancar? Karena ini ujian pertamamu, jadi ruang lingkup
ujiannya pasti berbeda dari sekolahmu yang dulu, ‘kan. Apa kamu mengalami
kesulitan?”
“Apa kamu sedang mengejekku?
Yang aku lakukan di rumah hanyalah membaca dan belajar, oke?”
“Jangan mengatakannya dengan
muka songong begitu.”
Sulit untuk bereaksi terhadap
leluconnya yang mencela diri sendiri. Sebenarnya, bila dilihat dari sifatnya, dia
mungkin tidak bermaksud bercanda. Memang begitulah kehidupan sehari-harinya,
jadi dia hanya mengatakannya seolah-olah itu bukan apa-apa.
“…Yah, jika kamu harus
mengikuti ujian ulang, aku akan membantumu belajar. Sebagian dari itu menjadi
tanggung jawabku jika kamu mengalami kesulitan hari ini dan selain itu… Ki-Kita
berdua adalah teman…”
Dia langsung memalingkan
wajahnya setelah mengatakan itu.
Sekarang, aku jadi ikutan
merasa malu berkat dirinya. Serius, jika mengatakan sesuatu yang klise
membuatnya malu, dia seharusnya tidak perlu mengatakannya juga kali.
“Ku-Kurasa begitu… K-Kita
berdua tuh berteman, iya ‘kan?…”
“Y-Ya… B-Bahkan jika kita tidak
menginginkannya terjadi, ki-kita tetap menjadi teman…”
“…”
“…”
Kami berdua langsung terdiam.
Apa-apaan dengan suasana canggung ini? Apa aku boleh pergi sekarang?
Aku mengatakan terlalu banyak
kalimat cringe kemarin, jadi aku
tidak ingin mengingatnya lagi. Aku harap aku bisa menghapus ingatanku tentang
itu. Pagi hari ini saja aku berguling-guling di kamarku saat terbangun. Sumpah,
kemarin itu aku kerasukan apa sih?!
Apanya yang ‘satu-satunya pahlawanmu’? Memangnya aku ini apaan, orang idiot?
Bagaimana bisa aku mengatakan sesuatu yang memalukan seperti itu ?!
Apalagi, bagaimana mungkin
gadis itu mendengarkan perkataanku dengan begitu tulus? Memangnya dia itu idiot
?!
“Y-Yah, jangan khawatir, ak-aku
ragu kalau aku harus mengikuti ujian remedial.”
“Be-Begitu? Se-Senang
mendengarnya. Ka-Kamu memang tidak sebodoh itu, ‘kan.”
“Berhenti memanggilku idiot
terus!”
Ketika aku berteriak padanya
untuk membantah ucapannya, Shiina justru memasang muka cemberut.
“Bu-Bukannya begini caramu
biasa berbicara dengan temanmu? U-um…”
Dia bertanya dengan nada yang
terdengar tidak yakin.
“Tidak, kamu benar…”
Orang-orang bilang itu karena
hubunganmu sudah sangat dekat sehingga kamu bebas saling menghina.
“?”
Shiina memiringkan kepalanya
dengan bingung.
Yah, sejak awal dia benar-benar
tidak tahu bagaimana caranya persahabatan bekerja, jadi kurasa sudah pasti dia
akan bingung tentang hal itu.
Karena semua orang yang dia
temui di kehidupan sebelumnya selalu memusuhinya, dia menjadi terbiasa
mengeluarkan kata-kata dingin. Itulah sebabnya dia mengembangkan kepribadian
murid teladannya, jadi dia tidak akan secara sepihak memuntahkan racun pada
orang sembarangan. Dia kadang-kadang bertingkah mencurigakan karena tidak tahu
harus berkata apa selain kata-kata kasar tersebut.
"…Aku tidak paham. Teman…
Bagaimana aku harus bersikap di sekitar mereka?”
Secara pribadi, aku tidak
peduli jika dia bertindak normal di sekitarku.
Teman hanyalah orang yang
membuatmu merasa nyaman.
Tapi gadis kikuk yang satu ini
pasti tidak mau mendengarkanku jika aku bilang begitu padanya.
Itulah sebabnya …
“Baiklah, karena ujian sudah selesai,
sekarang saatnya untuk bersenang-senang.”
“Be-Bersenang-senang?”
“Ya. Aku akan mengajarimu cara
bersenang-senang dengan teman-temanmu.”
“Apa sebenarnya yang harus kulakukan?”
“Bebas, kamu bisa melakukan apa
saja. Entah itu berbelanja, karaokean, bermain bowling… Astaga, jalan-jalan
bersama saja berarti. Apa pun hal yang menyenangkan sehingga kita bisa
melupakan hasil ujian nanti.”
“…Kita tidak perlu melakukan
hal semacam itu bersama-sama, ‘kan?”
“Oi.”
Justru intinya di situ, kami
akan melakukannya bersama.
“Semakin banyak semakin meriah.
Jika bersama seseorang yang tidak kamu kenal, wajar saja kalau kamu akan merasa
canggung, tapi bila bersama teman, Kamu tidak boleh demikian. Lagipula, teman
adalah orang yang membuatmu nyaman.”
…Tunggu, aku baru saja
mengatakan kalimat memalukan itu dengan wajah datar…
Baru saja, aku bersumpah pada
diriku sendiri untuk tidak melakukannya lagi, tapi sekarang aku melakukannya
lagi. Kurasa sudah juga terlambat untuk menyesalinya.
Sejarah hitamku terus menumpuk.
“…Ayo pergi … bersama…"
Yah, kami masihlah anak SMA. Aku
harus mengabaikan sejarah hitamku sebagai kebodohan masa muda dan melanjutkan.
“O-Oke…”
Shiina tersenyum lebar, senyum
yang belum pernah dia tunjukkan sebelumnya.
“Aku akan menyerahkan semuanya
padamu.”
◇◇◇◇
Jadi begitulah, kami memutuskan
untuk melakukan karaoke.
“U-Um... Godou?”
“Ya? …Yah, kamu tidak perlu mengatakannya,
aku sudah tahu apa yang akan kamu katakan.”
Tubuh Shiina membeku kaku.
Alasannya karena…
“Yahoooooo ! Sudah lama sejak aku
terakhir datang ke sini!’
“Kamu selalu datang ke sini
setiap kali ujian selesai…”
“Maksudku, tempat ini menjadi
pengalih perhatian yang bagus. Sekarang, ayo bernyanyi sepuasnya!”
Hina, Shinji, dan Yuuka
semuanya ada di sini.
Setelah percakapan kami, Shiina
dan aku memutuskan untuk berkaraoke, tapi di sepanjang jalan kami bertemu
dengan Shinji dan Yuuka. Setelah itu, Yuuka mengajak Hina untuk bergabung
bersama kami.
“… Apa kamu merasa tidak
nyaman?”
“T-Tidak, bukannya begitu, hanya
saja…”
Yah, aku tahu dia akan
bertingkah seperti ini, itu sebabnya aku merasa ragu ketika mereka bertiga
memutuskan untuk bergabung.
“…Kamu tahu, mereka bertiga
juga mengkhawatirkanmu. Mereka menyadari kalau keadaanmu sedang tidak sehat.”
Ketika aku mengatakan ini
padanya, dia terkejut.
“…Benarkah?”
“Mhm. Itu sebabnya kamu harus
menunjukkan kepada mereka kalau kamu sudah baik-baik saja. Kamu mungkin
menganggap mereka sebagai orang asing, tetapi mereka menganggapmu sebagai teman
mereka.”
“E-Eh? Me-Memangnya berteman
bisa semudah itu?”
“Cuma kamu satu-satunya di
ruangan ini yang berpikir itu sulit…”
Aku menjentikkan dahinya.
Ketika Shinji melihatku
berbicara dengan Shiina, Ia menyodok-nyodok bahuku.
“Kalian berdua kelihatan dekat
sekali.”
“Lebih tepatnya sih kita jadi
semakin lebih dekat ...”
“Hmm~?”
Ketika aku mengatakan itu
padanya, Shinji menyeringai sebelum tertawa lebar.
Aku merasa seperti akan
dibombardir oleh rentetan pertanyaan, jadi aku segera mengambil mikrofon. Tidak
ada yang akan bertanya apa pun jika aku bernyanyi sekarang, tindakan balasan
yang sempurna. Aku tidak terlalu percaya diri dengan suara nyanyianku, tapi
setidaknya aku tahu kalau suaraku tidak terlalu buruk.
“Apa kamu mengerjakan ujian
dengan baik, Mai-chan?”
“Ah… A-Aku seharusnya baik-baik
saja… kurasa…”
Sementara itu, Shiina berurusan
dengan gadis itu.
Apa dia sadar bahwa dia
memotong pembicaraan mereka dengan jawaban seperti itu? Yah, sejak awal, itu
bukan percakapan yang harus diperpanjang. Tidak ada yang suka berbicara terlalu
banyak tentang perkara ujian.
Bagaimanapun juga, kelihatannya
dia tidak bisa memperbaiki sifat pemalunya dalam semalam. Dia harus terus
menyembuhkan rasa takutnya pada orang dan mindernya dengan terus berbicara
bersama orang lain seperti ini.
Ketika aku memikirkan hal itu, aku
selesai menyanyikan laguku. Seketika itu juga, Hina mengangkat mikrofon dengan
semangat tinggi. Layar menampilkan lagu idola yang agak populer.
“Ayo bernyanyi bersama, Yuuka!”
"Tentu! Tapi aku hanya
bisa menyanyikan bagian refreinnya, sih.”
Aku pergi ke bar minuman untuk
mengambil minumanku sendiri.
Aku kembali ke ruang karaoke
sembari membawa soda melon di tanganku.
"Oi, apa yang kamu
lakukan?"
Shiina membeku kaku sambil
memegang tablet.
Saat aku memanggilnya, dia
menjawabku dengan berbisik.
“A-Apa yang harus aku lakukan?”
"Apa maksudmu? Kamu ‘kan
sedang berada di karaoke, tinggal nyanyi saja apa susahnya sih.”
“Aku tidak bisa bernyanyi…”
“Lalu kenapa kamu memilih
karaoke?”
Dari sekian banyak pilihan yang
kutawarkan, dia sendiri yang memilih karaoke.
“Karena itu lebih baik daripada
bowling atau aktivitas lain yang mengharuskan untuk menggerakan badanku!”
“…Begitu rupanya. Aku bisa
berasumsi kalau kamu biasanya tidak mendengarkan lagu-lagu populer, iya ‘kan?”
“Aku cuma mendengarkan musik klasik…”
“Kurasa kamu tidak bisa menyanyikan
lagu-lagu itu di sini.”
“Dan… aku tidak tahu cara
menggunakan mesin ini…”
“Wow… Kamu tahu cara menggunakan
smarphone-mu, ‘kan? Mesin ini mirip dengan itu, jadi sehasrunya kamu bisa
menguasainya dengan cepat.”
Aku mengajarinya cara
menggunakan tablet.
Sejak awal dia mempunyai otak
yang cerdas, jadi dia bisa menguasainya lebih cepat dari yang aku kira.
“… Jadi, apa yang ingin kamu
nyanyikan?”
“…Um… Apa saja yang biasa
kudengar di TV, mungkin?”
Dia berkata sambil menunjuk ke
daftar lagu-lagu jadul.
“Baiklah, kamu bisa bernyanyi
dengan lagu ini. Lagunya cukup jadul, tapi semua orang pasti pernah
mendengarnya.”
“… Apa kamu yakin aku harus
menyanyikan lagu ini? Kamu tidak sedang mengolok-olokku, ‘kan?”
“Ya enggaklah. Karaoke adalah
tentang menyanyikan lagu yang ingin kamu nyanyikan, tidak peduli seberapa jadul
atau buruknya lagu itu.”
Ya, meski ada beberapa grup
yang akan memaksamu untuk menyanyikan lagu-lagu yang diketahui semua orang, tapi
tidak demikian halnya dengan grup kami. Semua orang tahu bahwa Shiina buruk
dalam bersosialisasi dan mereka takkan memaksanya melakukan apapun.
“Oi, kamu yang disana!
Dengarkan nyanyianku dengan baik!”
“Aku mendengarnya, jadi tinggal
bernyanyi saja sebebasmu, ya ampun.”
“Y-Ya, A-Aku juga! Kamu
penyanyi yang luar biasa, Kirishima-san…”
“Hah, benarkah? Terima kasih!”
Hina tersenyum berseri-seri
bahagia. Aku mengangkat bahu setelah melihatnya seperti itu.
“Shiina, sanjungan bisa melukai
perasaan orang, tahu?”
“Jangan mengatakan hal yang
tidak perlu!”
“E-Eh? Ak-Aku tidak bermaksud
begitu…”
Shina tampak bingung dan
melakukan kontak mata dengan Hina, yang sedang cekikikan padanya. Aku
menyerahkan tablet itu kepada Hina.
“Oi Hina, aku sudah memilihkannya
lagu, kamu pergi bernyanyi dengannya.”
“Eh? Oke oke! Aku tidak
menyangka kamu mendengarkan lagu semacam ini, Shiina-san.”
“Ahaha… A-aku tidak ingat
liriknya dengan baik, sih…”
“Jangan khawatir, aku juga sama
karena itu lagu yang sangat lama.”
Percakapan yang begitu kikuk,
tetapi Shiina berhasil berbicara dengan lebih nyaman sekarang.
Saat aku merasa nyaman setelah
melihat pertumbuhannya, Shinji, yang baru saja kembali dari minum, duduk di
sampingku.
“Syukurlah untuknya.”
Aku tahu apa yang Shinji maksud.
“Aku tidak tahu apa yang
terjadi, tapi sepertinya keadaannya menjadi lebih baik.”
Matanya tertuju pada Shiina,
yang memegang mic dengan kedua tangannya sambil terlihat bingung.
Jelas sekali kalau dia tidak
terbiasa berada dalam situasi seperti ini dan aku tidak bisa menahan tawa padanya.
Nada tangganya saat bernyanyi sedikit meleset, tapi setidaknya dia terlihat
seperti sedang bersenang-senang.
“Jadi, mengapa kamu mencoba berbicara
denganku?”
“Eh, aku cuma merasa seperti
itu.”
Ia mengangkat bahu dengan
enteng. Tatapannya tampak seolah-olah bisa menembus batinku .
Aku mungkin pernah menjadi pahlawan
di kehidupanku sebelumnya, tapi aku yang sekarang hanyalah seorang pelajar SMA
biasa. Aku bukanlah sosok mahakuasa yang bisa membaca pikiran semua orang.
“Liburan musim panas hampir
tiba.”
Yuuka yang duduk di sebelah
Shinji, mengatakan itu dengan nada ceria.
“Jika kamu mau, kita bisa pergi
keluar dan jalan-jalan bersama. Bisakah kamu mengajak Shiina-san
bersamamu?"
“Lebih baik kalau kamu
menanyakannya langsung pada orangnya sendiri.”
Saat aku menunjuk ke arah
Shiina yang sedang asyik bernyanyi, Yuuka mengedipkan matanya dan tertawa.
Maksudku, aku bukan walinya Shiina atau semacamnya, dia tidak perlu meminta
izinku untuk setiap hal yang melibatkannya.
Setelah itu, hanya suara
nyanyian Shiina dan Hina yang bergema di seluruh ruangan.
Sulit untuk mengatakan bahwa
mereka berhasil menyanyikan lagu itu, tapi Hina tampak menikmatinya sementara
Shiina melakukan yang terbaik untuk bernyanyi.
Dan dia sendiri yang berkata
bahwa seorang penyihir tidak diperbolehkan untuk bahagia.
Sungguh omong kosong. Aku ingin
dia mengatakan itu lagi setelah melihat wajahnya saat ini di cermin.
Dia terlihat bersenang-senang dengan semua orang.
“… Kamu ingin pergi ke suatu
tempat?”
“Ya! Ayo pergi ke pantai
nanti!”
Nah, kurasa itu saran yang
buruk. Shiina tidak bisa berenang, jadi aku bisa membayangkan dia bakalan tenggelam di
laut.
Aku mempunyai firasat kalau masalah
akan datang dalam waktu dekat.
“Ba-Bagaimana menurutmu? A-Aku
tidak mengacau, ‘kan?”
“Hm? Yah, jika kamu menginginkan
pendapat jujur ku, nyanyianmu payah.”
“Be-Benarkah?! Aku benar-benar
seharusnya tidak diizinkan untuk bernyanyi…”
“Ya ampun…”
Aku menghela nafas pada Shiina,
yang bertingkah tertekan setelah mendengar kata-kataku.
Serius, gadis ini benar-benar
tidak bisa diajak bercanda.
Berbicara dengannya selalu membuatku
sakit kepala. Walau begitu, dia adalah temanku.
Sayangnya, aku aku terus
bersama dengannya karena aku sudah berjanji untuk membuatnya bahagia.
Jadi, terlepas dari apa yang
dia katakan, aku harus melindungi senyumnya mulai sekarang.
Aku bisa merasakan masalah
dalam waktu dekat. Namun, itu masalah yang menyenangkan.
◇◇◇◇
Dahulu kala, di negeri nan jauh
di sana, si penyihir bertanya,
“Seandainya saja kita bertemu
dalam situasi yang berbeda, apakah kita bisa menjadi teman?”
Dahulu kala, di negeri nan jauh
di sana, sang pahlawan pun menjawab,
“Tidak ada yang berubah di
antara kita. Kecuali kita terlahir kembali di dunia lain.”
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya