Eiyuu to Majo Jilid 1 Bab 1 Bagian 2

Bab 1 Bagian 2

 

Aku, Shiraishi Godou, memiliki ingatan tentang kehidupanku yang sebelumnya.

Di kehidupan itu, aku dikenal sebagai Gray Handlet.

Aku lahir, tumbuh dan mati di dunia yang berbeda dari dunia yang sekarang.

Kenangan itu adalah kenanganku sendiri, aku yakin akan hal itu.

Dulu saat aku masih kecil, aku hanya memimpikan kenangan itu sesekali, tapi seiring bertambahnya usia, frekuensi mimpi tersebut mulai meningkat. Pada awalnya, aku hanya menganggap ingatan itu sebagai serangkaian mimpi yang realistis, tapi kesinambungan dan konsistensi mimipi itu meyakinkanku bahwa masalahnya bukan sesederhana itu. Selain itu, mimpi-mimpi itu bukanlah sesuatu yang dapat dibuat oleh imajinasi anak yang terbatas.

Bahkan pada suatu waktu dalam hidupku, aku sempat mencurigiai kalau aku menderita penyakit mental.

Ada kalanya ketika aku berkonsultasi dengan orang tuaku tentang hal itu. Aku berhasil meyakinkan mereka bahwa aku terus mengalami mimpi buruk.

Aku bisa menjelaskan lebih banyak dengan memberi tahu mereka rincian mimpiku. Seperti, bagaimana di dalam mimpi-mimpi itu, aku adalah seorang pria muda yang hidup di dunia pedang dan sihir serta sebagainya. Tetapi aku tidak ingin orang tuaku memperlakukanku seperti orang gila, jadi aku memutuskan untuk tidak melakukannya.

Pada akhirnya, orang tua aku membawaku ke rumah sakit, tetapi mereka tidak menemukan kelainan apa-apa di dalam otakku. Mereka menyimpulkan kalau aku memiliki kasus Chuunibyou yang parah, yang jelas-jelas tidak begitu, tapi aku tidak ingin memulai keonaran, jadi aku hanya menyembunyikan ketidakpuasanku jauh di dalam hatiku.

Tepat ketika menginjak kelas satu SMA pada musim panas, aku akhirnya berhasil mengingat segalanya tentang kehidupanku sebelumnya. Aku menyadari kalau laki-laki yang bernama Gray Handlet adalah identitasku sebelumnya.

... Tapi, aku tidak pernah memberi tahu siapapun tentang perihal ini.

Tidak ada yang akan mempercayaiku bahkan jika aku memberitahunya. Orang-orang di dunia ini takkan percaya pada keberadaan dunia lain. Bagi mereka, reinkarnasi dan transmigrasi hanyalah sesuatu yang terjadi di dalam fiksi.

Selain itu, aku bahkan tidak tahu kenapa aku bisa bereinkarnasi sejak awal.

Di tambah lagi, aku bereinkarnasi di dunia lain bersama ingatanku yang masih  tetap utuh.

Situasi yang menyelimuti sekitar reinkarnasiku masih menjadi misteri. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan aku tidak punya cara untuk mengetahuinya.

Jadi unutk sementara waktu, aku memutuskan untuk hidup sebagai siswa SMA biasa.

Aku tidak tahu mengapa aku bereinkarnasi, tetapi ini adalah kesempatan bagiku untuk menjalani kehidupan kedua.

Kali ini, aku menjalani hidupku dengan bebas tanpa terikat pada sesuatu seperti tugas heroik atau yang lainnya. Atau begitulah yang aku pikir.

Tanpa peringatan apa-apa, keseharian yang damai telah hancur pada saat ini.

“Kamu masih tidak mempercayai kata-kataku, ‘kan?”

Si Penyihir, Shiina, tersenyum ketika mengatakan itu.

Segera setelah itu, tongkat berwarna perak tiba-tiba muncul di tangannya.

Dia tidak membawa sesuatu yang menyerupai tongkat, benda itu benar-benar muncul entah dari mana. Benda tersebut setinggi tubuhnya dan mana mungkin dia bisa menyembunyikannya di dalam seragam sekolahnya.

Ini adalah fenomena yang menentang hukum fisika.

Teknik yang memanipulasi yang tidak diketahui.

Sihir.

“Dengan begini seharusnya sudah cukup untuk dijadikan bukti. Lagi pula, di dunia ini tidak ada yang namanya penyihir.”

Dunia ini diperintah oleh sesuatu yang disebut sains daripada sihir. Itulah alasan mengapa aku belum pernah melihat sihir atau sesuatu yang serupa di dunia ini. Kalaupun mereka ada, mereka takkan memunculkan sihir mereka karena mereka akan sibuk bersembunyi. Selain itu, keberadaan mereka akan menjadi sesuatu yang sangat langka. Apalagi, rata-rata orang di dunia ini menganggap sihir sebagai sesuatu yang hanya ada dalam fiksi.

“Kamu bisa menggunakan sihir di dunia ini?”

“Hanya sihir sederhana seperti apa yang kulakukan tadi. Alasan mengapa dunia ini tidak menyadari keberadaan sihir adalah karena Mana yang menjadi fondasi dari energi sihir itu cukup sendiri langka di sini. Hanya mengumpulkan cukup dari mereka untuk menggunakan tingkat sihir terendah membutuhkan banyak upaya. Bahkan aku, penyihir terkuat, harus mengumpulkan mereka selama bertahun-tahun untuk menggunakan sihir tingkat yang lebih tinggi, jadi tidak mengherankan kalau penduduk dunia ini tidak menyadari adanya Mana. Rasanya benar-benar tidak nyaman. Jika di dunia litu, aku bisa mengumpulkan Mana sebanyak ini dalam waktu semalam. ”

Si Penyihir itu berkata dengan nada yang tidak senang.

Jadi itulah sebabnya dia menggunakan sihir sederhana seperti ini ketimbang mengubah seluruh bangunan sekolah menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda.

“Begitu ya…”

Berbeda dengan penyihir, aku tidak bisa menggunakan sihir apa pun. Baik saat berada di dunia itu maupun di dunia yang sekarang.

Aku tidak memiliki bakat untuk sihir. Selain itu, aku tidak membutuhkan sihir untuk memenuhi kewajibanku.

“Shiina Mai. Sulit dipercaya, tetapi setelah melihat sihirmu, kurasa aku tidak punya pilihan lain selain harus menerimanya  ... ternyata kamu adalah reinkarnasi dari penyihir malapetaka, Cerys ... kesampingkan itu...”

Lalu, aku bertanya padanya.

“Apa yang sebenarnya terjadi?!”

Aku sadar kalau pertanyaanku kurang jelas.

Tapi apa boleh buat. Aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana.

“Kita berdua sama-sama bertransmigrasi, bereinkarnasi dan bertemu satu sama lain lagi di dunia ini? Mana mungkin ini cuma kebetulan semata. Apa ini bagian dari rencanamu? Apakah reinkarnasi ini adalah ulahmu? Cepat katakan padaku!”

“… Yah, dari mana aku harus memulainya?”

Si Penyihir meletakkan tangannya di atas mulutnya dan merenungkan.

Dia tampaknya kesulitan mengenai bagaimana dia harus memulai penjelasannya karena dia tampaknya tidak menunjukkan keengganan.

Tapi tiba-tiba, bel untuk jam pelajaran pertama berdering.

“Ah…”

“Ah ... jam pelajaran seharusnya sudah dimulai, yah, biarlah, apa boleh buat ketika mempertimbangkan keadaan.”

Aku jarang sekali membolos kelas dan rasanya memalukan bahwa aku harus melakukannya hari ini, tapi mau bagaimana lagi. Bagaimanapun juga, masalah ini jauh lebih penting.

"Penyihir? Apa ada yang salah?”

Untuk beberapa alasan, wajahnya terlihat pucat.

“Bu-Bukan apa-apa ... y-yeah, kamu benar, apa boleh buat ketika mempertimbangkan keadaan ...”

Penyihir lalu berdehem beberapa kali.

Apa jangan-jangan, dia terganggu dengan ini? Apa ini pertama kalinya dia membolos atau semacamnya?

Benarkah? Apa ini orang yang sama dengan orang yang menjerumuskan dunia ke dalam bencana? Si Penyihir Malapetaka, Cerys Flores?

Mana mungkin dia terganggu dengan ini, iya ‘kan? Yup, mana mungkin itu bisa terjadi. Itu mungkin cuma imajinasiku saja.

“Seseorang mungkin akan mendengar pembicaraan kita jika terus berbicara di sini. Ayo pindah ke tempat lain.”

Lingkungan di sekitar kami sangatlah sunyi, mungkin karena jam pelajaran sudah dimulai. Satu-satunya suara yang bisa didengar adalah suara para guru yang terdengar dari ruang kelas terdekat. Dari itu saja sudah menunjukkan kalau kami terus berbicara di sini, semua orang di dalam kelas juga bisa mendengar suara kami. Jika kami tidak pindah ke tempat lain, mereka akan mengetahui bahwa kami membolos pelajaran.

“Area istirahat di depan gedung klub harusnya sepi, ayo pergi ke sana ...”

Setelah memikirkan tempat yang sempurna untuk berbicara, aku membalikkan badanku, tetapi tiba-tiba aku merasakan niat membunuh tajam dari arahnya.

Aku segera berbalik dalam refleks.

Penyihir itu membungkuk lututnya dan menendang lantai lorong untuk melompat tubuhnya ke arahku. Dia muncul tepat di depanku. Hampir seketika, dia mendorong tenggorokannya tepat di depan tenggorokanku.

Gerakannya begitu tamgkas. Yang bisa kulakukan hanyalah mengikuti gerakannya dengan mataku dan tidak bisa mengantisipasinya.

Aku bisa merasakan tulang belakangku menjadi dingin saat dia menyipitkan matanya setelah melihat keadaan menyedihkanku.

“... Sudah kuduga, kamu kehilangan kekuatan dari kehidupanmu sebelumnya. Dirimu yang dulu pasti dengan mudah menghindari ini bahkan ketika aku sepenuhnya memperkuat seluruh tubuhku dengan sihir.”

Semua perkataannya memang benar.

Aku jauh lebih lemah daripada diriku di kehidupanku sebelumnya. Yah, itu bahkan tidak layak dibandingkan.

“... Tubuh manusia di dunia ini buruk. Sulit untuk bergerak seperti yang aku lakukan di dunia sebelumnya.”

Aku menanggapi perkataan sarkasnya dengan mengangkat bahu.

Orang-orang di dunia itu jauh lebih kuat daripada di dunia ini.

Justru sebaliknya, orang-orang di dunia lain mempunyai dasar yang berbeda.

Kemampuan dasar mereka hampir sama, tapi Pejuang dari dunia itu mampu melakukan prestasi manusia super setelah melakukan sedikit pelatihan. Mereka bisa berlari ratusan meter dalam waktu kurang dari lima detik, melompat sepuluh meter atau lebih tanpa perlu ancang-ancang, menghancurkan batu dengan pedang mereka dan menghancurkan potongan besi dengan kepalan tangan mereka.

Prestasiku khususnya jauh luar biasa bahkan di antara manusia super itu. Lagi pula, aku adalah pahlawan terkuat di dunia. Aku adalah manusia super di antara manusia super itu.

Tapi, semua itu hanyalah cerita dari masa lalu. Saat ini, badanku hanya sedikit lebih kuat dari murid sekolahan biasa.

“... Kurasa memang begitu masalahnya, ya? Aku hanya ingin mencoba mengkonfirmasi tebakanku, jadi kamu tidak perlu takut padaku.”

“Kamu yakin tidak benar-benar ingin mencoba membunuhku?”

Aku mengeluh kepada penyihir yang menarik tongkat sihirnya dari tenggorokan aku. Aku merasa lega dengan aksinya, tetapi aku masih merasa getir juga.

“Kita harus pindah ke tempat yang sepi.”

Dia menyilangkan tangannya, seolah-olah ingin mengatakan 'pimpin jalannya'. Aku tidak punya pilihan lain selain mengikuti penawarannya, aku bisa mencoba untuk tidak menurutinya, tetapi dia mungkin akan membunuhku jika aku melakukan itu.

“...”

Sembari berjalan, aku mulai berpikir tentang perbedaan antara kemampuan fisik antara manusia dunia ini dan dunia sana.

Aku juga sempat mencoba apakah aku bisa mendapatkan kembali kekuatan yang pernah kumiliki dalam kehidupanku sebelumnya, tapi nyatanya itu tidak berhasil. Tidak peduli seberapa keras aku berlatih, aku tidak bisa mendapatkan kembali sepersen pun kekuatan dari kehidupanku yang dulu.

“Itu karena pengaruh sihir.”

Si Penyihir mengatakan itu seakan-akan itu hal yang wajar. Sepertinya dia menyadari apa yang sedang kupikirkan.

“Para pejuang dari dunia lain menyerap Mana di sekitar tubuh mereka ketika mereka berlatih. Bahkan jika mereka tidak memiliki bakat yang diperlukan untuk melakukan sihir, Mana yang mereka serap takkan menghilang. Semakin sering mereka melatih tubuh mereka, semakin banyak Mana yang akan mengasimilasi tubuh mereka dan memperkuat tubuh mereka.”

Baru pertama kalinya aku mendengar hal itu.

Itu bukanlah teori yang sudah sering diketahui di dunia lain.

“Dengan kata lain, dalam artian tertentu, para pejuang dari dunia lain juga bisa disebut pengguna sihir.”

Konflik antara pejuang dan penyihir tidak jarang di dunia itu. Jika teori semacam ini menyebar, dunia itu akan semakin dibuat gempar.

“Aku tidak pernah tahu tentang itu ...”

Balasku sambil mengangguk, berusaha menyembunyikan kejutanku.

Mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal tanpa mengedipkan mata seperti itu, dia tidak berubah sama sekali.

“Tapi, ada terlalu sedikit mana di dunia ini untuk memungkinkan fenomena itu. Apalagi membiarkan mana yang berasimilasi dengan tubuhmu, membangkitkannya saja sudah cukup sulit. Itu sebabnya, aku berpikir kamu takkan bisa mendapatkan kembali kekuatanmu.”

 Perkataannya memang sulit dipercaya, tetapi logikanya cukup masuk akal.

Dia adalah seorang ahli sihir dan tahu seluk beluk Mana ketimbang diriku.

Selain itu, teorinya masih dalam batasan logika, aku tidak bisa membantah kata-katanya bahkan jika aku mau.

“Tempat ini seharusnya tempat yang pas.”

Kami berdua lalu tiba di area istirahat di depan gedung klub. Ada bangku dan mesin penjual otomatis di sini.

Tempat ini berada di dekat pintu masuk gedung olahraga dan sering digunakan oleh anggota klub olahraga. Biasanya, tempat ini akan ramai, tapi ada jam-jam tertentu ketika tempat ini terlihat sepi seperti sekarang.

Aku berbalik untuk menghadapi Si Penyihir.

Aku menyipitkan mata, dan mengawasi setiap gerak-gerik penyihir.

“Hehe, ada apa? Apa kamu masih dendam mengenai aksiku yang tadi?”

“Tentu saja. Aku takkan membiarkanmu menyergapku lebih dari sekali.”

“Kamu tidak bisa menang melawanku tidak peduli seberapa keras kamu mencobanya, oke? Berbeda denganmu, aku masih memiliki kekuatanku. Ya, kekuatanku memang sedikit sulit digunakan, tapi masih lebih baik ketimbang dirimu.” ucap Si Penyihir sambil tersenyum misterius.

Sebenarnya, aku juga penasaran tentang itu.

Ya, aku memang kehilangan kekuatanku, tapi aku masih memiliki banyak pengalaman bertarung dari kehidupan masa laluku. Walaupun kekuatanku hanyalah sebatas anak SMA biasa, aku harusnya tidak terkalahkan dalam bertarung jika lawanku hanyalah manusia normal.

Bahkan jika penyihir itu meningkatkan tubuhnya dengan sihir, selama dia tidak melakukan serangan kejutan seperti terakhir kali, aku masih bisa membalas. Selain itu, dia sudah mengatakannya sendiri, dia tidak bisa menggunakan sihir tingkat yang lebih tinggi bahkan jika dia mau.

“Jangan khawatir, aku tidak akan membunuhmu. Maksudku, apa gunanya?”

“…Kurasa ada benarnya.”

Si Penyihir itu lalu membelakangiku. Melihat hal itu, aku membiarkan penjagaanku turun.

Dia benar, apa gunanya? Jika aku memaksakan diriku sendiri, aku bisa menang dan membunuhnya jika aku mau, tapi tidak ada gunanya melakukan itu. Satu-satunya hasil dari tindakan itu hanyalah membuatku menjadi penjahat karena sudah menyerang seorang gadis SMA.

“Mau minum sesuatu?”

Aku bertanya kepada penyihir yang melihat mesin penjual otomatis.

Aku mengeluarkan dompetku dan memasukkan koin seratus yen ke dalam mesin, lalu aku memilih kopi kalengan secara acak. Ngomong-ngomong, sebagian besar minuman di mesin masing-masing berharga seratus yen, sehingga harganya lumayan terjangkau bagi kalangan pelajar. (TN: 100 yen tuh kira-kira 13 ribuan kalau dirupiahkan)

“Tidak, aku …”

Dia mencari-cari di sakunya lalu berbalik dengan canggung.

“Kamu tidak membawa dompetmu?”

“Aku menyimpannya di dalam tasku ...”

“Baiklah, kalau begitu aku akan membelikanmu jus. Kurasa ini bisa kita anggap sebagai perayaan reuni kita.”

Aku mengambil kopi kalengan kemudian membukanya.

Suara yang menyenangkan bergema saat aku melakukannya.

“Kalau tidak salah kamu dulu suka jus apel, ‘kan?”

Entah bagaimana, aku berhasil mengingat hal sepele yang dia katakan dari kehidupan kami sebelumnya.

Dia tidak mengatakan apa-apa pada pertanyaan aku, jadi aku menganggapnya keheningannya sebagai 'ya' dan membeli jus apel dari mesin penjual otomatis.

“…Terima kasih.”

Ucap penyihir itu ketika dia mengerutkan alisnya dan memalingkan wajahnya dariku.

Sekarang, perkataannya itu cukup mengejutkan. Aku tidak menyangka dia akan mengucapkan terima kasih padaku. Kurasa orang tuanya di dunia ini mengajarinya sedikit tentang sopan santun, ya?

Atau bisa juga dunia ini memengaruhinya.

Mungkin memperhatikan apa yang kupikirkan, dia merengut padaku.

“Apa? Itu untukku, ‘kan? Cepat dan berikan padaku.”

“Ya, ya, ini, ambillah.”

“Ah, tu-tunggu!”

Karena aku tiba-tiba melemparkan kaleng jus itu, dia mengulurkan tangannya, berusaha menangkapnya di udara.

Dia berhasil melakukannya, tapi di antara gerakan songong yang sebelumnya  dan penampilannya saat ini ... kesenjangan itu pasti sangat jauh, ya?

“Tenang, kamu tidak perlu menggunakan gerakan besar untuk menangkap sesuatu seperti ini.”

“Bagaimana kalau tinggal menyerahkannya kepadaku dengan benar daripada melemparnya seperti itu?!”

“Refleksmu masih sama mengerikannya seperti biasa. Kamu masih tidak dapat bereaksi terhadap gerakan mendadak seperti ini.”

“Enak saja! Aku bisa! Aku hanya perlu menggunakan sihirku! ”

“Jangan menggunakannya untuk sesuatu yang sepele seperti ini. Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kamu sulit mengumpulkan Mana?”

“Ugh ...”

Si Penyihir lalu memalingkan wajahnya dengan 'Hmph'.

Reaksinya yang begitu sebenarnya terlihat agak lucu.

Berbeda saat di dunia lain ketika dia memiliki penampilan yang menyihir, penampilannya saat ini membuat gerakan arogan yang biasanya benar -benar terlihat lucu.

“Baiklah, sudah waktunya untuk membicarakan topik utama ...”

“Benar… tapi pertama-tama, bisakah aku menanyakan sesuatu dulu?”

“Mau tanya apa?”

“Kapan kamu sepenuhnya mengingat semuanya dari kehidupanamu sebelumnya?”

“Tahun lalu, selama musim panas. Sebelum waktu itu, aku hanya memimpikannya.”

“Begitu ya … sekitar waktu yang sama denganku saat itu…”

“Jadi, apa pertanyaanmu itu ada kaitannya dengan alasan kamu mendekatiku?”

Tidak peduli bagaimana aku melihatnya, mana mungkin dia cuma kebetulan pindah ke sekolah ini.

Di tambah lagi, dia sudah menyadari identitasku sebagai Grey bahkan sebelum kami mulai berbicara satu sama lain.

Dia pasti memiliki semacam tujuan, aku yakin itu.

“Apa jangan-jangan ... Kamu sengaja mendekatiku untuk membalas dendam?”

“Tentu saja tidak. Bukannya aku sudah bilang kalau melakukan hal seperti itu tidak ada gunanya?”

“Lalu, mengapa kamu pindah ke sekolah ini?”

Aku tidak dapat menemukan alasan lain baginya untuk pindah ke sini selain untuk menemuiku.

“Bagaimana cara menjelaskan ini ... Aku di sini untuk mengonfirmasi kehadiranmu di sini ... dan juga untuk mengamatimu ...”

“Mengonfirmasi? Aku tahu itu, seluruh kejadian reinkarnasi ini adalah ulahmu, bukan?”

“Benar. Aku memerlukanmu untuk berada di sini, itu sebabnya aku mengirimmu ke dunia ini.”

Dia menjawab pertanyaanku, tetapi dia terus memoles hal-hal penting sambil bertingkah sombong. Seolah-olah dia berusaha menyembunyikan sesuatu.

“Kamu membutuhkanku untuk berada di sini? Coba jelaskan.”

Dia mengerutkan kening padaku ketika aku bertanya itu.

Sepertinya dia tidak menyukai pertanyaan itu, tapi mau bagaimana lagi? Aku harus tahu jawabannya, yang peduli dengan perasaannya pada subjek tersebut.

“Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya ...”

“Aku sudah tahu kalau kamu tidak pandai dalam menjelaskan sesuatu, jadi jangan khawatir, luangkan waktumu dengan santai.”

“Berisik.”

Penyihir mengutak-atik jus apel yang dipegangnya. Dengan tatapannya tertuju ke bawah, dia membuka mulutnya untuk berbicara,

“…Maksudku.”

“Ya?”

“Kamu tahu ... aku ... hidup ... dan ...”

“…Dan?”

Aku hampir tidak bisa mendengar perkataannya.

Saat aku mengerutkan alisku untuk menunjukkan ekspresiku yang tidak terasa, dia kemudian….

“Ak-Aku!”

... memejamkan mata dan berteriak.

“Aku tidak bisa hidup tanpamu, paham?!”

…Hah?

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama