Bab 1 Bagian 3
Setelah mengkonfirmasi kalau
aku tidak salah dengar, aku mengajukan pertanyaan kepadanya.
“Apa sih yang kamu bicarakan?”
“Dengar, aku juga tidak
mengatakan ini karena aku mau, oke? Karena memang begitulah adanya!”
Dia memalingkan muka, wajahnya terlihat
semerah tomat matang.
Melihat reaksinya yang begini, aku
menyadari sesuatu.
“Apa kamu jatuh cinta padaku?
Apa itu pengakuan perasaan?! ”
“Bu-Bukan, kamu salah!”
“Maaf, aku tidak menyadari
perasaanmu lebih cepat ... tapi tetap saja, maaf, aku tidak bisa menerima
perasaan itu.”
Aku dengan tenang menolaknya
sambil menggaruk-garuk rambutku.
Jika dia hanya sekedar salah
satu teman sekelasku yang normal, aku akan merasa senang ketika mendengar
pengakuannya, tapi dia adalah Si Penyihir,
jadi ya, mana mungkin aku akan merasa senang.
"Hentikan! Ak-Aku tidak
bermaksud seperti itu, oke!”
“Kalau bukan begitu, lantas apa
yang kamu bicarakan?”
Yah sudah kuduga. Mana mungkin
dia akan memendam perasaan romantis semacam itu kepadaku.
Lagipula, hubungan kami tidak
sesederhana itu.
Baik Penyihir dan aku merupakan
musuh bebuyutan dalam kehidupan kami sebelumnya. Kami sudah mencoba membunuh
satu sama lain berkali -kali.
Kami mungkin memiliki perasaan
terhadap satu sama lain, tapi itu bukanlah cinta, melainkan kebencian.
Itulah sebabnya 'pengakuan cinta' -nya terdengar konyol
untukku saat pertama kali aku mendengarnya.
Aku mendekatkan wajahku ke
arahnya, tapi dia justru dengan cepat melangkah mundur dengan wajah memerah.
“Ka-Kamu terlalu dekat, tau!”
“Masa?…”
Jarak di antara wajah kami
tidak sedekat itu sampai membuat wajahnya memerah seperti itu.
Sama seperti dalam kehidupan
sebelumnya, dia masih tidak pandai dalam bersosialisasi, ya?
Penyihir lalu berdehem dan
menarik napas dalam -dalam.
“... Seperti yang sudah kamu
ketahui, jiwaku dikutuk.”
“Itulah harga yang harus kamu
bayar untuk mengutuk dunia, kan?”
“Tepat sekali. Seperti kata
pepatah, setiap perbuatan selalu ada ganjarannya. Selalu ada harga yang harus
dibayar setiap kali aku menggunakan ilmu ghaib. Sebagai imbalan untuk mengutuk
dunia dan mengalami bencana besar, kutukan yang setara dengan kutukan dalam
kekuatan terikat pada jiwaku. ” (TN: Penulis menggunakan kanji 呪術 (jujutsu) di sini, yang memiliki
arti yang sama dengan é”法 (Mahou)/sihir, tetapi karena kanji untuk jujutsu secara harfiah berarti
'teknik kutukan', mimin akan menerjemahkannya menjadi “ilmu ghaib”. Karena
masalah kutuk mengutuk mirip seperti ilmu dalam dunia perdukunan, jadi mimin
nerjemahinnya ilmu ghaib aja biar sesuai konteks.)
Sementara mereka menggunakan Mana
yang sama untuk merapalkan mantra, tapi ilmu ghaib sangat berbeda dari sihir
normal.
Ilmu ghaib merupakan cabang
sihir langka yang dilahirkan dengan cara menanamkan Mana bersamaan emosi gelap.
Kekuatan penghancurnya jauh lebih besar ketimbang sihir yang normal, tapi
pengguna ilmu ghaib harus membayar bayaran yang setimpal untuk bisa
menggunakannya.
Karena efek negatif itulah,
cabang sihir ini ditinggalkan ratusan tahun sebelum aku dilahirkan. Sihir
normal jauh lebih nyaman karena kamu tidak perlu mengorbankan dirimu sendiri
untuk menimbulkan kerusakan lebih pada musuhmu.
Tidak sampai dia berhasil menghidupkannya kembali.
Berkat itu, dengan kekuatannya
sendiri, dia mampu membawa malapetaka ke dalam dunia.
“Jika aku mati, jiwaku akan
lenyap dan kutukan yang terikat pada jiwaku akan kehilangan wadahnya dan
menyebar ke seluruh dunia. Tidak ada orang di dunia ini yang dapat menekan
kutukan tersebut selain aku, itu sebabnya...”
“Ah, begitu rupanya ...”
Aku mendengar hal yang sama
keluar dari mulutnya di dunia sebelumnya.
Tapi tetap saja, apa yang dia
katakan pada waktu itu tidak benar-benar terjadi di dunia sebelumnya.
Sebaliknya, dia justru bereinkarnasi ke dunia ini.
Tunggu, apa itu berarti kutukan
yang sama takkan menimpa dunia itu?
Seolah-olah dia bisa mengetahui
apa yang kupikirkan, penyihir terus berbicara.
“Saat aku hendak meregang nyawa,
aku menggunakan sihir reinkarnasi. Itu takkan mengubah apa pun karena jiwaku
masih terikat oleh kutukan, tapi setidaknya aku bisa mengulur waktu dengan
itu.”
“Aku bisa memaham kenapa kamu
melakukan itu, tapi mengapa kamu malah memilih untuk bereinkarnasi ke dunia ini?”
“Itu karena ... Aku tidak ingin
membahayakan dunia itu lagi ... karena itu adalah dunia yang baru saja kamu
selamatkan ... jika aku mengirim jiwaku ke dunia lain, dunia itu akan aman ...”
jawab si penyihir, seolah-olah dia ingin meyakinkanku.
Kira-kira apa yang akan terjadi
jika bencana lain menghantam dunia itu sekali lagi.
Di dunia itu tidak ada lagi
pahlawan, apakah orang-orang di sana mampu bertahan?
Bagaimanapun juga, sekarang
semuanya menjadi tidak penting. Penyihir itu mengatakan sesuatu yang menggangguku.
“Jika itu masalahnya, bukannya
giliran dunia ini yang berada dalam bahaya?”
“Tepat sekali. Yah, aku tidak
peduli tentang apa yang akan terjadi pada dunia yang tidak kuketahui.” Kata
penyihir dengan nada meremehkan.
Jelas sekali kalau dia
berbohong, jadi aku bertanya,
“Jadi, apa rencanamu? Karena
kamu sudah menceritakannya sebanyak ini, itu berarti kamu sudah mempunyai
semacam rencana untuk menyelamatkan dunia ini, kan?”
Dia takkan berada di sini hanya
untuk berbicara kepadaku jika dia benar-benar tidak peduli tentang apa yang
terjadi pada dunia ini. Lagipula, dia berusaha keras untuk memastikan bahwa
kutukan itu takkan menyebar di dunia lain meskipun dia membencinya. Mana
mungkin dia berpura-pura tidak peduli terhadap dunia yang tidak dia ketahui.
“Aku tidak suka caramu
berbicara seolah-olah bisa menebakku ... tapi ya, Kamu benar ...”
Dia menunjuk wajahku.
“Kamu. Kamulah rencananya.”
Jadi begitu rupanya.
Jadi itu sebabnya dia menyeretku
ke dunia ini bersama dengannya.
“Jadi kamu memerlukan kemampuan
penyucianku, ya?”
Penyucian. Persis seperti
namanya, itu adalah teknik untuk mengusir setan dan menyucikan kutukan.
Dengan cara mengganggu dan
menyebarkan aliran Mana, itu bisa membatalkan setiap fenomena yang disebabkan
oleh sihir. Ilmu ghaib pun tidak terkecuali untuk teknik ini. Meskipun itu
berbeda dari sihir normal, seseorang masih membutuhkan mana untuk melakukan
ilmu ghaib.
Pengguna Penyucian juga lumayan
langka, itu karena hanya mereka yang tidak dapat memanipulasi mana yang bisa
melakukannya. Dengan kata lain, hanya orang
'tanpa bakat' saja yang bisa
melakukannya.
Kebanyakan orang di dunia itu
bisa menggunakan Mana. Kamu bisa menjelajahi seluruh benua dan paling banter, kamu
hanya akan menemukan kurang lebih seratus orang dari jenis orang semacam itu.
“Ya. Lagipula cuma kamu satu-satunya
yang bisa melenyapkan kutukanku.”
Aku adalah salah satu dari
orang-orang itu.
Mampu menggunakan teknik
penyucian merupakan persyaratan awal untuk membunuh penyihir.
Eksorsis macam diriku adalah
musuh alami bagi penyihir karena dia berkembang dengan memanipulasi mana.
Orang lain masih bisa
membunuhnya, tapi jika mereka melakukan itu, kutukan yang ada di dalam tubuh
penyihir akan lepas kendali dan membawa bencana yang lebih besar bagi dunia.
Itulah sebabnya hanya Eksorsis saja yang diizinkan membunuhnya.
Dan itulah alasan mengapa aku
terpilih sebagai pahlawan.
Lagipula, selain dari statusku
sebagai pendekar pedang terkuat di dunia, aku juga Eksorsis terkuat di dunia.
Misiku adalah membunuh penyihir
malapetaka dan menyelamatkan dunia.
“Jadi, apa kamu bersedia
membantuku?”
Penyihir itu tertawa dan
memelototiku.
Ada sedikit perasaan kebencian
di kedalaman matanya.
“Seandainya saja kamu melakukan
pekerjaanmu dengan benar pada saat itu, semuanya takkan jadi begini ...”
Semua perkataannya memang
benar.
Aku hanya bisa menganggukkan
kepalaku dengan lemah.
“Baiklah, aku mengerti, aku
akan melakukan segalanya untuk membantumu ... tapi bagaimana caranya?”
“Gunakan teknik penyucianmu
untuk secara bertahap menghilangkan kutukan dari jiwaku, hany itulah satu-satunya
cara untuk melakukannya tanpa membunuhku. Mungkin membutuhkan waktu beberapa dekade
untuk bisa melenyapkan semua kutukanku.”
“... jadi itulah yang kamu
maksud dengan 'Aku tidak bisa hidup
tanpamu', ya?”
“Ya. Maaf sebelumnya, tapi sepertinya
kamu akan terjebak denganku selama periode waktu itu.”
Cara termudah untuk
menghilangkan kutukan ialah dengan membunuh sang penyihir. Ada periode waktu di
mana kutukan akan tetap tidak aktif dan itu akan menjadi waktu untuk
menghilangkan kutukan sepenuhnya. Hanya saja, jika kamu gagal melenyapkan
kutukan selama waktu itu, kutukan itu akan menimpa jiwa pembunuh penyihir
sebagai gantinya dan kami harus kembali ke titik awal jika itu yang terjadi.
“Tentu saja, cara termudah
untuk menghilangkannya adalah membunuhku sekarang juga.”
Periode waktu ketika kutukan
tetap tidak aktif adalah saat ketika kutukan itu sendiri paling lemah sehingga
mudah untuk menghilangkannya.
Sebagai seorang pahlawan, itulah
bagian dari deskripsi pekerjaanku. Untuk membunuh penyihir dan menghilangkan
kutukan yang terikat pada jiwanya.
Akan tetapi…
“Aku tidak ingin membunuhmu.”
“Sudah kuduga kalau kamu akan
bilang begitu. Serius, kamu memang orang yang merepotkan.”
Penyihir menghela nafas dalam-dalam.
Bagian dirinya yang begitu sama
sekali tidak berubah. Bahkan setelah reinkarnasinya, dia masih memperlakukan
hidupnya dengan ringan seperti ini.
“Biarkan kuingatkan tentang
satu hal. Tidak ada pengguna sihir di dunia ini. Itu berarti tidak ada
penyihir, eksorsis atau pahlawan seperti dirimu. Kita cuma memiliki satu
kesempatan dalam hal ini dan jika gagal, dunia ini akan hancur. Mana mungkin
penduduk dunia ini dapat melawan Iblis.”
Iblis. (TN: Penulis menggunakan kanji é”物 (mamono/monster) di sini.
Alternatif terjemahan lainnya adalah iblis dan roh jahat. Untuk serkaran, aku akan
menerjemahkannya sebagai iblis karena lebih sesuai dengan tema penyucian)
Perwujudan kutukan dalam bentuk
monster.
Mereka memakan emosi gelap dan
hanya bisa bertindak berdasarkan naluri untuk membunuh manusia.
Sebagian besar dari mereka
memiliki kekuatan dan kelincahan yang melampaui manusia normal.
Berkat kutukan penyihir, iblis
menyebar ke seluruh penjuru dunia itu dalam jumlah besar.
Jika bukan karena pengguna
sihir yang mempertaruhkan hidup mereka untuk bertarung melawannya, umat manusia
akan punah.
Dengan kata lain, jika
keberadaan iblis muncul juga di dunia ini, maka ...
“Meski begitu, aku tetap tidak
ingin membunuhmu.”
“Kamu sungguh orang yang
merepotkan. Sudah berapa kali kubilang kalau ini adalah cara yang tercepat?”
“Ngaca sendiri dong. Jika
semuanya segampang itu, Kamu takkan bersusah payah untuk pindah ke sekolah ini.
Kamu bisa saja mendekatiku dan memintaku untuk membunuhmu. Mengapa kamu melakukan
sesuatu yang merepotkan segala?”
Dia mengerutkan alisnya dan
menghela nafas dalam-dalam. Sepertinya aku mengoleskan garam di tempat yang
sakit.
“…Baik, baik. Dalam hal ini, kamu
harus menghabiskan sisa hidupmu denganku. Itulah ganjaran yang harus kamu bayar
untuk membuatku tetap hidup.”
“Sekarang, itu jauh lebih
mengejutkan Siapa sangka kamu akan menyerah secepat itu. Dulu saat masih di
dunia itu, kamu tidak henti-hentinya membuatku untuk membunuhmu. Ampun dah,
jangan lagi-lagi meletakkan belati di tanganku saat aku tidur. Itu bukan jenis
event menyelinap yang ingin aku alami.”
“Aku bukan orang yang ingin
bunuh diri, berhentilah memperlakukanku seperti itu!”
"Setelah semua yangsudah kamu
lakukan, kamu mungkin bakalan menjadi begitu!”
Ketika aku menggosok kerutan di
dahiku, Si penyihir cemberut dan memalingkan wajahnya.
“... Di kehidupanku sebelumnya,
aku selalu sendirian.”
“Cuma setengah dari bagian hidupmu.
Aku selalu berada di sisimu untuk sisanya.”
“Bisa dengan santai mengatakan
sesuatu seperti itu ... bagian dari dirimu yang begitu sama sekali tidak
berubah …..”
Untuk beberapa alasan, dia menatapku
dengan jijik.
Kemudian, dia membuka mulutnya
untuk berbicara.
“Tidak ada satu orang pun yang
bersedih ketika aku akhirnya mati kecuali dirimu ... seriusan, apa sih yang
kamu pikirkan? Aku ini musuhmu tau, ya ampun ...”
Persis seperti yang dia
katakan.
Tak peduli dunia mana yang kami
datangi, kami akan selalu menjadi musuh.
“Tapi tetap saja, kamu benar
... Aku punya keluarga sekarang ... aku tidak peduli dengan hidupku sendiri, tapi
jika aku mati ... keluargaku akan merasa sedih ...”
Dia menggumamkan kata-kata
tersebut sambil memerah dengan marah. Melihatnya dalam keadaan ini, serangkaian
tawa keluar dari mulutku.
“Ke-Kenapa kamu malah ketawa?!”
“Jangan pedulikan aku...
syukurlah, itu baik untukmu, penyihir.”
Aku tulus saat mengatakan itu. Dia
tidak lagi sendirian di dunia ini.
“Senyummu yang sok itu
membuatku kesal ... Hmph.”
Si Penyihir mendengus, lalu menyilangkan
tangan di depan dadanya dan bersandar di dinding.
Itu adalah postur yang familiar,
tapi rasanya berbeda ...
“... Entah kenapa postur itu
terlihat aneh padamu.”
“Apa?”
“Hmmm … apa itu karena kamu
terlihat berbeda sekarang?”
Karena perbedaan dalam
penampilannya, postur tubuhnya terasa terlalu janggal.
“Cerewet! Seakan-akan kamu
sendiri tidak terlihat berbeda dari kehidupanmu sebelumnya!”
“Apa kamu menyiratkan kalau aku
terlihat lebih jelek sekarang?!”
“Ak-Aku tidak mengatakan hal
seperti itu! Se-Selain itu, penampilanmu yang sekarang tidak terlihat buruk ...”
Seperti yang diharapkan
darinya, dia berhasil menyodok di mana itu menyakitkan tanpa menyadarinya.
Aku tidak berhasil menangkap
paruh kedua bergumamnya, tapi terserahlah, aku akan memaafkannya untuk saat
ini.
“Dalam kasusmu, di dunia itu kamu
terlihat sangat cantik, tetapi sekarang kamu terlihat lebih imut daripada
cantik."
“I-Imut– a-a-ahemmm ... Aku
tidak merasak senang meski mendengar pujian Kamu, oke?”
Aku melihat penampilannya
sekali lagi.
Karena dia pindah di kelas yang
sama, itu berarti dia sudah berusia enam belas tahun.
Dia berada di usia yang sama
seperti dalam kehidupan sebelumnya, tapi selain dari paras wajahnya, proporsi
tubuhnya juga berbeda.
Dibandingkan dengan saat itu,
ada dua hal yang hilang dari penampilannya. Kedua hal itu adalah sesuatu yang
dia banggakan. Dua gunung kembarnya
itu.
“Ka-Kamu lihat-lihat kemana, hah?!”
Si Penyihir menyembunyikan dadanya
dengan kedua tangan, seolah-olah berusaha melindunginya dari tatapanku.
“Yah, jangan terlalu khawatir
tentang itu, oke?”
“Jangan menatapku dengan
tatapan kasihan begitu! Aku masih bisa tumbuh, oke?! Mereka pasti akan tumbuh!”
Jarang-jarang bisa melihatnya gelagapan
seperti ini. Karena sudah begini, mungkin seharusnya baik-baik saja bila aku
terbawa suasana sedikit.
“Di dunia itu kamu mempunyai
badan yang menakjubkan…”
“Aku akan menuntutmu karena
sudah melakukan pelecehan seksual!”
“Yah, aku tahu bahwa
satu-satunya bagian bagis tentangmu diambil darimu, tapi jangan seperti ini.
Masih ada harapan untukmu ... mungkin ...”
“... begitu, jadi begitulah
rupanya. Kamu pikir aku takkan berani main tangan? Mari kita lihat bagaimana kamu
akan menyukai tangan ini——”
Dia memancarkan niat pembunuhan
yang tebal saat mengatakan itu. Aku harus mengambil beberapa langkah mundur
karena tekanan yang dipancarkannya.
“Ke-Kekerasan bukanlah jawaban
untuk segalanya, oke? Te-Tenanglah dulu!”
“... haa ... terserahlah. Ayo
cepat kembali ke ruang kelas. Akan buruk jika aku melewatkan seluruh jadwal
pelajaran di pagi hari pada hari pertamaku. Dan sejujurnya, aku benar-benar
tidak ingin membolos pada jam pelajaran pertama ...” Ujar si penyihir setelah
melihat jam tangannya.
Aku mengikuti dengan mengeluarkan
ponselku. Benar saja, waktu untuk jam pelajaran pertama sudah berakhir.
Si Penyihir berbalik dan mulai
berjalan pergi. Aku hendak mengikutinya ketika aku menyadari sesuatu.
“Ngomong -ngomong, apa-apaan dengan
tingkahmu pada jam wali kelas tadi?”
“Apa? Itu adalah akting murid
teladanku, memangnya kamu ada masalah dengan itu?”
“Yah, mana ada yang namanya
murid teladan yang membolos pada hari pertama dia pindah.”
“Ja-Jangan mengungkitnya lagi! Kamu
sendiri tahu kalau aku tidak punya pilihan selain melakukannya!”
“Jadi, kenapa kamu melakukan
itu? Berpura-pura menjadi murid teladan, maksudku. Itu hanya akan membuatmu terlihat
seperti anak pendiam dengan gangguan komunikasi.”
“…Iya ,’kan? Sudah kuduga, kamu
juga berpikiran begitu.”
Dia merosot bahunya dengan
menyedihkan saat mengatakan itu.
Entah bagaimana, atmosfer saat
ini lebih menyedihkan daripada ketika kita berbicara tentang dunia lain.
“Ngomong-ngomong, apa kamu
masih kesulitan berbicara dengan orang lain?”
“Ya, memangnya kenapa?! Kamulah
satu-satunya orang yang bisa kuajak bicara dengan baik di dunia lain, jadi apa
boleh buat kalau aku juga menjadi seperti ini sekarang!”
“Kehidupan dulu ya kehidupan
dulu, sekarang ya sekarang. Kamu bukan penyihir lagi sehingga orang takkan
membencimu tanpa alasan, ‘kan? Selain itu, kamu juga punya keluarga dan teman
sekarang, ‘kan?”
“Ak-Aku bisa berbicara lancar
dengan keluargaku! Kalau teman … nama apa itu? Apa kamu bisa memakannya?”
“Jadi kamu tidak punya teman,
ya?”
“Ce-Cerewet! Manusia tidak
mudah berubah, oke?!”
“Jika kamu berbicara seperti
biasanya berbicara denganku, kamu bisa dengan mudah menemukan beberapa teman. Bertingkah
seperti murid teladan hanya akan membuat orang-orang menghindarimu, tau?”
Ketika dia mendengar nasihat
itu dariku, penyihir itu mengerutkan alisnya.
“Kamu ini bicara apa?”
Dia memiringkan kepalanya sembari memasang ekspresi bingung di wajahnya.
“Jika mereka melihat jati diriku
yang sebenarnya, mereka jelas-jelas akan membenciku.”
Dia mengatakan itu seolah-olah
itu adalah kebenaran yang jelas, meninggalkanku tanpa kesempatan untuk membalas
perkataannya.
Melihatku yang menatapnya dalam
keheningan, Si Penyihir berbalik dan berlari ke dalam ruang kelas. Rambut
hitamnya menari di udara mengikuti gerakan tubuhnya.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya