Bab 6 — Perubahan Sejak Berpacaran
“Ngomong-ngomong Fujimiya, kamu
dan Shiina mulai berpacaran selama Festival Olahraga, ‘kan? Jadi, apa sejak
saat itu ada perubahan dalam hidupmu?”
Karena area lapangan tidak bisa
digunakan di saat hujan, jadi para gadis pergi ke gedung olahraga untuk
pelajaran olahraga, sedangkan golongan cowok mempelajari materi kesehatan.
Begitu guru keluar dari ruangan kelas, teman-teman sekelas lainnya mengambil
kesempatan tersebut untuk menanyai Amane.
Karena pertanyaan itu, keingintahuan
semua orang mengubah suasana di ruangan itu, dan Amane memutuskan untuk
melangkah hati-hati. Memikirkan pertanyaan itu, Amane merasa pikirannya tidak
banyak berubah.
Pertanyaan itu membuat beberapa
anak cowok lainnya menatapnya dengan penuh ketertarikan, membuat Amane merasa
tidak nyaman.
“Yah, kadang-kadang ketika di
sekolah, aku akan dikelilingi seperti ini …”
“Oke, baiklah, aku paham.
Selain itu, seberapa jauh hubungan kalian?”
“…Tidak sejauh itu, kok? Paling
banetr, kami hanya pulang bersama sepulang sekolah.”
Dua minggu telah berlalu sejak
kejadian lamaran itu, dan tidak ada
perubahan yang jelas dalam hidup Amane. Lagi pula, mereka sudah sering
melakukan sentuhan fisik bahkan
sebelum mereka berpacaran, dan Mahiru sering datang ke unit kamar apartemennya.
Satu-satunya perubahan yang
dapat disebutkan hanyalah mereka kadang-kadang secara fisik lebih dekat dari
sebelumnya, tapi kesehariannya tidak berbeda dari sebelumnya.
“Dasar bohong.”
“Sebelah mananya yang bohong?”
“Yah, habisnya, kamu bisa lihat
sendiri, ‘kan.”
“Melihat apa?”
“Shiina menyukaimu sampai titik
di mana dia tidak bisa hidup tanpamu. Bukannya hubungan kalian sudah sejauh
itu?”
“Tu-Tunggu sebentar, ka-kami
belum sampai melakukan itu—”
“Amane, mendingan kamu tutup
aja, deh. Standarmu itu sudah lama abnormal, tau. Dilihat dari standar orang
normal, kalian berdua sudah sangat dekat.”
Itsuki yang jelas-jelas
tercengang karena Amane terus menyangkalnya, tidak bisa tinggal diam terus
untuk melihatnya. Amane hanya bisa memelototi Itsuki, tapi Ia terus tersenyum
serampangan.
“…Bahkan jika kamu mengatakan
itu, kami tidak melakukan banyak hal. Kami hanya menjalani hidup normal seperti
biasa.”
“Kamu menyebut itu sebagai normal
???”
“Itsuki…”
“Menurutku Yamazaki benar.
Walaupun kalian berdua berpikir kalau kalian belum sampai sejauh itu, tapi dari
sudut pandang kami justru kalian itu sudah berlebihan. Aku yakin kalau kalian
pasti melakukannya lebih berlebihan juga saat di rumah.”
Bila dilihat dari kesehariannya
saja, perilaku mereka menunjukkan betapa baiknya hubungan mereka. Amane ingin
membantah kalau semua perilakunya itu tidak disengaja, meski Ia mengatakan
begitu tapi orang-orang di sini takkan mempercayainya.
Amane langsung dibuat terdiam,
dan para anak cowok di sekitarnya bereaksi terhadap kata “rumah” satu demi satu. Baru saat itulah Amane menyadari kalau
Itsuki sudah membocorkan beberapa informasi tambahan.
“Masalahnya, Shiina selalu berada
di rumah Amane, dan suasana di antara mereka berdua pasti sangat manis.
Alih-alih disebut pasangan anak SMA, mereka lebih pantas disebut sebagai
pasangan muda yang sudah menikah.”
“Oi, Itsuki!”
“Kamu tidak bisa menyembunyikan
hal semacam ini lama-lama, jadi lebih baik mengatakannya secara blak-blakan.
Selain itu, seseorang pernah melihat kalian berdua berjalan ke kompleks apartemen
yang sama ketika kamu pulang. Sebelum ada orang yang memiliki kesalahpahaman
aneh, lebih baik membeberkan kebenaran secepat mungkin, ‘kan?”
(Bagaimanapun
juga, membiarkan orang lain memiliki kesalahpahaman liar hanya akan menyebabkan
masalah bagi Shiina)
Tatapan mata Itsuki menyampaikan
hal itu dan sekali lagi Ia berhasil membuat Amane terdiam.
Jika Ia membuat orang lain
berpikir kalau dirinya menghabiskan malam bersama tak lama setelah jadian, itu
sama sekali bukan hal yang baik. Amane tidak ingin melihat Mahiru dihina oleh orang
lain karena hal semacam itu.
Memang ada kalanya Mahiru menginap
di rumahnya, tapi Amane meminjamkan tempat tidurnya ke Mahiru, dan mereka tidak
tidur di ranjang yang sama. Memang benar kalau Mahiru pernah meminta Amane
untuk tidur dengannya secara tidak sadar, tapi mereka berdua tidak benar-benar
tidur bersama saat itu, jadi peristiwa itu tidak masuk hitungan.
“Omong-omong, jadi kamu dan
Shiina tinggal berdekatan, ya … apa tempat tinggal kalian sangat dekat?”
“…Yah, dia berada di apartemen
yang sama denganku, makanya dia sering datang.”
“Dengan kata lain, selama kita
mengunjungi rumah Fujimiya, kamu juga bisa mampir ke kamar apartemannya Shiina…”
“Pertama-tama, aku takkan
memintamu untuk ikut dengan kami dan kedua, bahkan jika kamu pergi sendiri,
kamu cuma bisa mencapai aula depan apartemen. Jika kamu mencoba melakukan
kejahatan dan menyelinap masuk, kamu akan langsung didepak oleh satpam
apartemen.”
Walaupun apartemen yang mereka
tinggali tidak semewah itu, tapi tempat tersebut selalu memiliki penjaga keamanan
yang ditempatkan di meja depan, fasilitas keamanan yang dimilikinya juga cukup
memadai. Apartemen ini ditujukan untuk golongan menengah ke atas. Selain memiliki
halaman sendiri, apartemen tersebut juga memiliki beberapa satpam yang berjaga
selama 24 jam. Jika ada yang berperilaku mencurigakan, mereka akan dibawa pergi
oleh satpam di sana.
“Aku cuma bercanda doang, kok …
Jadi Shiina selalu tinggal di rumah Fujimiya?”
“Yah, tidak sampai ‘selalu…’ sih tapi kami memang sering
bersama.”
Deskripsi, 'selalu' bisa dianggap tidak senonoh. Karena Mahiru tinggal di unit
kamar apartemen Amane kecuali untuk mandi dan tidur, hal itu saja sudah hampir
sama dengan tinggal bersama. Namun, jika Ia menyebutkan ini, dirinya takut itu
akan menyebabkan banyak masalah jadi Amane memilih untuk tetap diam.
Akan tetapi, informasi itu saja
sudah menyebabkan para anak cowok di sekitarnya menanggapi dengan mata terbuka
lebar. Dilihat dari reaksinya, mereka cukup terkejut tentang hal itu.
"Hei, hei, ini terlalu
memalukan, tau!”
“Plot semacam ini cuma bisa
terjadi di dalam LN! Kupikir ini sama sekali tidak bagus!”
“Tapi tak dapat dipungkiri jika
hubungan kalian berdua terlihat lengket seperti lem. Sebagai seorang pengamat, aku
ingin berteriak kerasa kalau kalian berdua harus melangkah lebih jauh dan cepat
menikah sana.”
“Apa yang ingin kamu coba
katakan...”
Setelah dua minggu berpacaran,
masih terlalu dini bagi mereka untuk menyelidiki keintiman semacam itu.
Terlebih Amane masih mengkhawatirkan sesuatu di lubuk hatinya — Bila dirinya
sangat menyentuh Mahiru sampai-sampai merindukannya, apa itu akan membuat
Mahiru berpikir kalau dirinya hanya menyukainya karena tubuhnya? Bagaimana
dengan Mahiru sendiri?
Amane bukanlah binatang buas
semacam itu, dan tidak ingin memaksakan kehendaknya sendiri pada Mahiru hanya
untuk membebaninya. Terlebih lagi, mereka bahkan belum pernah berciuman,
bagaimana bisa mereka melewatkan beberapa tahapan dan melakukan hal 'itu' secepat mungkin?
“Bila kami melakukannya perlahan-lahan
selangkah demi selangkah, maka ketika saatnya tiba itu dapat dianggap sebagai
kesepakatan bersama, tapi aku tidak mau terburu-buru sekarang dengan memaksakan
keinginanku padanya.”
Topik semacam ini selalu
membuatnya merasa malu ketika membicarakannya. Suara Amane menjadi semakin
kecil, Itsuki lalu melihat ke sekelilingnya dan dengan sengaja mengangkat
bahunya.
“Kalian bisa lihat sendiri,
‘kan? Bagi Shiina, sifat inilah yang menjadi faktor utama mengapa dia menyukai
Amane. Orang ini sangat pejantan tangguh. Ia selalu berhati-hati dan
mempertimbangkan perasaan Shiina sampai-sampai mendekati jadi seorang pengecut.”
“Fujimiya, kamu seriusan belum
melakukan ‘itu’? Apa punyamu tidak bisa berdiri? Atau
sebenarnya kamu ini adalah seorang perempuan? ”
“Ya enggaklah?! Memangnya aku
tidak terlihat seperti laki-laki lagi di mata kalian?” Amane tidak bisa menahan
diri untuk tidak mengerutkan kening, tetapi orang-orang di sekitarnya mulai
mengobrol di antara mereka sendiri lagi, “Padahal
ada gadis secantik tenshi-sama di sampingmu, tapi kamu tidak berani
mendorongnya ke bawah?” Atau “Dasar
si pengecut ini” dan lain sebagainya. Amane hanya menanggapi dengan
mengerutkan keningnya lebih dalam.
“Jangan bilang apa-apa lagi,
aku tidak peduli dengan apa yang kalian semua katakan. Kami hanya perlu
berinteraksi bersama dengan tempo kami sendiri, tanpa ada orang lain yang
mengganggu hubungan kami.”
“Tapi kelihatannya justru Shiina
sedang berkonsultasi kepada Chi untuk meminta beberapa saran.”
“Kalau begitu tolong ingatkan
Chitose supaya jangan mengajarkan hal yang aneh-aneh pada Mahiru, kalau tidak,
kepalaku akan dibuat pusing.”
Walaupun Mahiru memiliki akal
sehat dan penilaian, tapi dia tidak memiliki pengalaman dalam berpacaran. Oleh
kkarena itu, Amane khawatir apakah dia bisa menyaring sedikit wawasan aneh yang
akan diberitahukan kepadanya.
“Apa kamu menyiratkan, 'Cuma aku satu-satunya yang bisa melatih
Shiina yang polos' atau semacamnya?”
“Bisa tutup mulutmu sebentar
kagak? Dari mana kamu mendapatkan ide itu?” Amane menatap Itsuki dengan tatapan
tajam, tapi Itsuki pura-pura bersikap acuh.
“Oke, oke, aku nyerah. Lagian
juga, jika kamu menghentikan Chi, masid ada gadis lain yang akan mengatakan berbagai
hal kepada Shiina. Menurut mereka, mereka akan melakukannya karena 'Shiina-san yang sedang jatuh cinta terlalu
manis, aku harus memberinya beberapa saran.'”
“Bagaimana jika Mahiru menyimpan
beberapa pengetahuan aneh itu?”
“Itu disebut 'usaha menggemaskan Shiina-san dalam
kehidupan percintaannya.'”
“Aku takkan menyangkalnya, tapi
aku berharap kalau kamu juga bisa memahami bagaimana perasaanku ketika digoda
olehnya.”
“Pacarku bakalan habis-habisan
demi kalian berdua, bukankah itu hebat?"
Setelah itu diberitahu begitu,
Amane tidak dapat menyangkalnya sehingga Ia mengerutkan kening, tapi Ia tidak
memprotes lebih lanjut kali ini. Itsuki kemungkinan meramalkan bahwa Amane akan
bereaksi sedemikian rupa, dan tersenyum lebar.
“Ngomong-ngomong, motif dari
semua itu ialah demi bisa membuatmu lebih menyukainya, jadi kamu pasti takkan
menolaknya, kan?”
“Hal buruknya di sini adalah
Chitose tidak bisa membedakan pentingnya hal mana yang perlu diajarkan kepada
orang lain.”
“Aku tidak berpikir kalau Chi
akan mengajarinya sesuatu yang terlalu parah. Dia juga bisa menjadi orang yang
masuk akal.”
“Benarkah…?”
“Tapi sekitar dua hari yang
lalu, aku melihat Shirakawa berbicara dengan Shiina tentang apa yang harus dia
lakukan ketika memeluk seseorang, dia juga sampai berkata, 'Minggu ini akan menjadi minggu yang sangat membahagiakan.'”
“Itsuki, sebagai pengawasnya,
kamu terlalu lalai.”
“Kamu malah menyalahkanku!?”
“Sudah kuduga, Mahiru pasti
diajari hal-hal aneh!” Amane menatap Itsuki dengan tatapan mencela. Mudah
sekali untuk membayangkan bahwa Chitose akan menanamkan segala macam
pengetahuan (dalam artian baik maupun
buruk) tentang interaksi antara pria dan wanita. Satu-satunya orang yang
bisa mengerem Chitose adalah Itsuki. Jadi tentu saja, Itsuki harus
menghentikannya sebelum dia bertindak terlalu jauh.
“Ya ampun…” Amane menghela
nafas. Orang-orang di sekitarnya tidak tahu harus berkata apa lagi, jadi mereka
semua diam-diam melihat ke arah Amane.
“Jadi, apa kamu sudah melakukan
begituan?”
Seorang cowok jomblo pemberani
bertanya kepada Amane untuk mewakili semua orang. Walaupun Amane menjawab
dengan, “...Kami masih belum ke tahap begituan,”
tapi mereka tidak ada yang mempercayai jawabannya.
◇◇◇◇
“Ngomong-ngomong, anak-anak
cowok kelihatannya cukup bersemangat
selama jam pelajaran olahraga hari ini, memangnya ada hal menarik yang
terjadi?”
Setelah pulang dari sekolah,
Amane tiba-tiba ditanyai pertanyaan seperti itu. Karena kaget, ponsel yang dipegangnya
jatuh di atas pangkuannya.
Ponsel Amane lumayan berat
karena memiliki casing tipe flip, dan terasa sakit saat mengenai
kakinya. Sambil mengelus-ngelus kakinya, Amane mengalihkan pandangannya ke arah
Mahiru dan melihat kalau dia memasang ekrpesi kebingungan.
Sepertinya Mahiru mengetahui
pembicaraan anak cowok selama jam olahraga. Pada saat itu, semua orang
berbicara sampai jam pelajaran sesali. Jadi ketika Mahiru kembali ke ruang kelas,
dia pasti tidak sengaja mendengar suara mereka.
“Uh, bagaimana cara
menyampaikannya ya. Yah pokoknya, tolong jangan terlalu dipikirkan.”
(Aku
tidak bisa memberitahunya kalau teman-teman sekelas kita banyak yang bertanya,
“Sudah seberapa jauh hubungan kalian?”)
Perilaku Amane yang membuang
muka dengan mencurigakan membuat Mahiru semakin bingung.
“Hah…? Tapi ketika Amane-kun
mengatakan begitu, sepertinya hal itu merujuk pada sesuatu yang berkaitan
denganku.”
“Pokoknya, itu cuma pembicaraan
khas anak cowok ketika sedang ngumpul-ngumpul bareng.”
“Apa … ini ... sesuatu yang tidak ingin kamu bicarakan
denganku, atau tidak bisa membicarakannya?”
“Bisa dibilang kalau aku tidak
bisa mengatakannya, atau lebih tepatnya sulit untuk mengatakannya ...”
Sepertinya akan ada beberapa
kesalahpahaman jika dibiarkan begini terus, tapi Amane terlalu malu untuk
menjelaskannya sendiri. Ia akhirnya memberinya jawaban yang sangat ambigu.
Akibatnya, Mahiru menatap Amane dan terdiam.
Entah karena tidak tahu harus
berkata apa, atau mungkin tidak puas dengan jawabannya... Amane mau tak mau
menjadi sedikit tidak nyaman, tapi kemudian Mahiru tersenyum seolah-olah dia
bisa memakluminya.
“Ah, jika Amane-kun tidak mau
membicarakannya, tidak masalah, kok. Tidak ada bagusnya untuk saling berbagi
segalanya, dan Amane-kun juga memiliki privasinya sendiri. Memang ada beberapa
topik yang cuma bisa dibicarakan sesama cowok, dan sulit memberitahukannya
kepada cewek.”
“Sejujurnya, aku merasa sedikit
rumit ketika kamu menjadi sangat pengertian seperti ini… Tapi initinya ini
bukan sesuatu yang perlu kamu pikirkan diam-diam, Mahiru. Kamu seriusan tidak
ingin menanyakannya?”
“Amane-kun sendiri pasti takkan
sembarangan bertanya padaku tentang hal-hal yang hanya bisa dibicarakan oleh
gadis, ‘kan?”
“Tentu saja. Karena perasaan
orang lain mudah sekali tersinggung, jadi aku takkan bertanya yang tidak ingin
ditanyakan orang lain. Biarpun Mahiru adalah pacarku, bukan berarti aku bisa
membatasi hidupmu atau bahkan pikiranmu.”
Gadis-gadis akan mengatakan
segala macam hal di dalam geng pertemanan mereka, dan Amane tahu betul hal itu.
Meski dirinya juga khawatir tentang apa yang akan dikatakan Mahiru kepada
mereka, topik diskusi mereka selalu membuatnya sedikit takut, jadi Amane tidak
ingin menanyakannya dengan jelas. Meski demikian, ada beberapa orang lain yang
berada dalam situasi yang sama, dan mereka malah ingin menyelesaikannya.
Amane merasa bahwa Mahiru
memiliki kehidupannya sendiri, jadi walaupun Mahiru adalah pacarnya, Ia harus
menghormati privasinya.
“Ada batasan yang harus
dipisahkan dengan jelas.” I menatap lurus ke mata Mahiru saat mengatakan ini,
dan melihatnya terkikik dengan senyum lembut.
“Aku merasakan hal yang sama
dengan Amane-kun. Aku pikir itu salah untuk mengetahui segalanya bahkan jika aku
menyukaimu. Bahkan jika aku tidak mengerti beberapa hal, perasaanku terhadap Amane-kun
masih takkan berubah.”
“…Kupikir ini juga bagian dari
pesonamu, Mahiru.”
“Hal yang sama berlaku juga
untukmu, Amane-kun.”
Suara Mahiru terdengar lembut
tertawa. Dia menyandarkan dirinya di bahu Amane, menunjukkan kepercayaannya
yang dalam padanya. Perasaan ini membuat hati Amane sedikit gelisah. Sambil dengan
lembut membelai belakang tangan Mahiru dengan jari-jemarinya, Amane lalu
bertanya dengan lembut, “Kamu seriusan takkan mau bertanya?”
Meskipun kata-kata itu tidak
diucapkan di depan semua orang, topik obrolannya sendiri tidak bisa dianggap
sebagai rahasia yang harus disimpan untuk Amane. Jika Mahiru merasa tidak
nyaman karena tidak tahu, lebih baik memberitahunya apa yang terjadi. Amane
berpikir seperti itu, tapi Mahiru masih bersandar padanya sambil tersenyum.
“Jika Amane-kun ingin aku bertanya
maka aku memang ingin bertanya, tapi bila kamu tidak ingin mengatakannya, tidak
masalah juga.”
Mahiru memberikan keputusan
akhir di tangannya. Amane ragu-ragu selama sekitar sepuluh detik sebelum
berbicara perlahan.
“…Yah, sebenarnya, bagaimana
bilangnya ya, mereka bertanya mengenai apa ada perubahan sejak aku mulai
berpacaran denganmu, dan sudah sejauh mana hubunganku berkembang. Intinya,
mereka cuma ingin bergosip.”
Mungkin orang-orang itu
memiliki fantasi tersendiri di kepala mereka, tapi karena mereka tidak mengatakannya
dengan keras, Amane tidak menanggapinya. Namun, geng anak cowok memang
penasaran tentang perubahan dalam dirinya, jadi Amane menjawab Mahiru dengan
topik utama.
Mahiru tersenyum getir dan
berkata, “Semuanya benar-benar tertarik tentang itu.” Dia sepertinya sedikit
memahami keragu-raguan Amane.
“Tapi, perubahan yang terjadi
setelah hubungan kita, mungkin ... kupikir hanya mentalitas kita saja yang
berubah, dan kita secara sadar kalau kita ingin lebih saling menyentuh.”
“Sejak awal, jarak di antara
kita sudah sangat dekat. Bukan karena ada banyak yang berubah, tapi mungkin
lingkungan di sekitar kita saja yang banyak berubah.”
Amane mengingat kembali
pengalaman sebelumnya dengan Mahiru dan menyadari kalau mereka sudah sering
melakukan kontak fisik sebelum berpacaran, tapi ada juga beberapa aspek yang
tidak dilakukan antara sepasang kekasih, seperti bertindak sebagai tameng
pelindung Mahiru. Tangan Amane memegang erat tangan mungil Mahiru untuk
kenyamanan, dan Ia bahkan mencium pipi Mahiru sebagai cara untuk melawan.
Sekarang dirinya menyadari
kalau Ia ingin berada di sisi Mahiru, dan itu membuatnya sangat malu. Namun hal
itu juga membuat Amane bertanya-tanya mengapa dirinya tidak menanggapi niat
Mahiru lebih cepat. Faktanya, justru karena sifat waspadanya - atau lebih
tepatnya, Amane terlalu berhati-hati sehingga Ia tidak bisa segera mengambil
keputusan.
Kembali pada waktu itu, Amane
tidak bertindak sangat perhatian tapi dirinya bertekad untuk bekerja keras
mulai sekarang sehingga bisa memimpin Mahiru dan berperilaku baik.
“Seriusan, deh. Sejak kamu
mulai merubah penampilanmu, kamu terlihat sangat berbeda dari sebelumnya,
Amane-kun. Sekarang para gadis merasa lebih mudah untuk berbicara denganmu.”
“Mereka hanya berbicara padaku
untuk menghiburku…”
“Tapi ada beberapa gadis
mengatakan kalau Amane-kun yang sekarang sangat tampan dan terlihat manis saat
tersenyum.”
“Itu mungkin senyuman yang
kuberikan padamu, Mahiru… aku tidak peduli dengan orang lain.”
Amane merasa bahwa pacarnya
tampak sedikit cemburu barusan, dan mencoba menenangkannya dengan suara
menghibur. Mahiru tampak sangat senang dan mengusap bahu Amane dengan dahinya.
Ekspresi wajahnya yang sekarang
terlihat sangat imut dan menggemaskan, tapi jika Amane mengatakannya dengan
keras, Mahiru akan membalas dengan “Apa
kamu memperlakukanku seperti anak kecil?” Jadi Amane tersenyum pelan dan
menyimpannya di dalam hatinya.
Ia menatap Mahiru yang bahagia
dengan senyuman dan mengingat kembali adegan ketika dia dikelilingi oleh teman-teman
sekelasnya. Mengenai masalah itu, masih ada satu hal lagi yang harus Amane
tanyakan padanya.
“Ngomong-ngomong, aku juga
mendengar informasi yang tidak bisa aku abaikan.”
“Hmmm?”
“Mahiru, sepertinya kamu
meminta saran kepada Chitose dan gadis-gadis lain. Mereka tidak memberitahumu
hal yang aneh-aneh, ‘kan? Kamu tidak membicarakan hubungan kita terlalu detail,
kan?” Amane menatap Mahiru dan bertanya dengan nada meyakinkan. Akibatnya,
Mahiru menatap Amane dengan kaku, dan kemudian tiba-tiba membuang muka.
“…Cuma sedikit.”
“Jadi ada beberapa yang kamu
ceritakan kepada mereka, ya … Aku bukannya melarang, tetapi jika kita membuat
hubungan kami benar-benar publik, lebih baik kalau kamu tidak melakukan
konsultasi semacam ini. Kalau tidak, semua yang kita lakukan akan diekspos
kepada mereka, dan aku akan malu setengah mati. ”
“Ak-Aku akan lebih
berhati-hati.”
Berkonsultasi saja sih takkan
menimbulkan masalah, tapi Amane harus mencegah mereka berdua terekspos
sepenuhnya. Meskipun Ia percaya bahwa Mahiru memiliki kemampuan untuk menilai
sesuatu sendiri, tapi dia juga mempunyai sisi yang polos, jadi tidak ada
salahnya meminta nasihat.
Mahiru mungkin menyadari bahwa
dia bercerita terlalu banyak kepada teman-temannya, dan tubuhnya meringkuk.
Amane sendiri tidak sepenuhnya
tidak setuju dengan apa yang dikatakan Itsuki atau Yuuta, tapi Ia akan
menyaring isinya supaya Mahiru takkan mendapat informasi yang aneh-aneh. Amane kemudian
menyadari sesuatu, apa jangan-jangan Mahiru merasakan semacam ketidakpuasan
atau kecemasan?
“…Atau apa kamu merasa tidak
nyaman tentang sesuatu ketika kamu bersamaku?”
“Tidak, aku bukannya tidak
merasa nyaman atau semacamnya… Yah, aku…, aku hanya bertanya kepada mereka
tentang apa yang harus kulakukan untuk membuat Amane-kun lebih bahagia.”
"Selama kamu bisa tinggal
bersamaku, aku sudah merasa sangat senang ...”
“Mm… Amane-kun selalu saja berkata
begitu. Kamu juga tidak terlalu materialistis, dan tidak banyak menuntut orang
lain.”
“Aku pikir evaluasi ini juga
berlaku untuk Mahiru.”
Dan sebenarnya hal tersebut
berlaku sam dengan Mahiru, tapi iris mata karamel Mahiru berkedip, dan kemudian
tersenyum menggoda.
“…Padahal aku ini sangat
serakah, loh? Karena aku ingin memonopoli Amane-kun, aku ingin memanjakanmu
seperti bayi, dan aku juga sangat ingin dimanjakan olehmu.”
“Aku masih berpikir kalimatmu
bisa dikatakan tentangmu juga.”
“Jadi Amane-kun ingin bersikap
manja padaku juga?”
“...Te-Tenju saja aku mau karena
aku menyukaimu, dan aku juga ingin lebih mengenalmu. Tapi bertingkah seperti
itu masih terbatas saat kita di rumah, dan aku akan bersabar saat di luar.”
Mahiru mungkin tidak memiliki
perasaan yang jelas tentang hal itu, tetapi Amane sendiri berpikir kalau
dirinya merupakan orang yang sangat posesif.
Akal sehat dan alasan
mengatakan kepadanya bahwa Mahiru memiliki perasaan dan hidupnya sendiri, dia
harus diberi kebebasan. Amane sendiri bermaksud untuk menghormati ini… Namun,
Ia juga merasa bahwa pacarnya tidak boleh terlihat begitu sok akrab dengan
orang lain.
Aane tahu bahwa Mahiru sangat
populer di kalangan teman seangkatannya, dan Ia mengakui itu. Namun, Amane juga
ingin memeluknya dan menyatakan bahwa gadis imut ini hanya miliknya. Ia
berharap ekspresi manis Mahiru hanya ditunjukkan kepadanya, dan hanya dirinya yang
bisa bertindak manja padanya sebagai balasannya.
Ketertarikan Amane dengan
Mahiru telah mencapai titik sedemikian rupa sehingga Ia ingin Mahiru menjadi
miliknya sepenuhnya.
“Tanpa kusangka, persepsiku
tentang cinta begitu berat…” Amane menertawakan dirinya sendiri dalam
pikirannya, tapi Mahiru tampak sangat bahagia dan malu.
“…Aku menyadari satu hal yang
berubah dalam dirimu setelah kita mulai berpacaran, Amane-kun.”
“Apa itu?”
“Amane-kun bisa dengan jujur mengungkapkan
perasaan dan cintanya padaku.”
Mahiru menatap Amane dengan
malu-malu. Bukan hanya dia tidak terganggu oleh perasaan berat yang Amane
rasakan, tapi juga merangkulnya dengan harapan menerima semua perasaan ini.
Amane merasakan kalau dirinya
memang menjadi lebih jujur daripada sebelumnya.
Emosi yang telah lama terpendam
di dalam hatinya akhirnya mencuat. Amane ingin menghargai pacarnya dan tidak
membingungkannya dengan kata-kata dan perbuatannya. Oleh karena itu, Ia secara
alami akan berbicara dengan nada yang lebih lembut, dan mengungkapkan dengan
jelas perasaan cintanya kepada Mahiru, agar tidak membuatnya merasa diabaikan.
“Masalahnya, hanya berbicara
atau mengandalkan sikapmu sendiri saja tidak cukup. Aku mendengar kalau
seseorang tidak dapat mengungkapkan perasaannya dengan baik, kehidupan cintanya
takkan berjalan mulus.”
“Itu sangat cocok dengan apa
yang kamu lakukan, Amane-kun.”
“Bukannya menurutmu itu hal
yang baik?”
“Menurutku itu hal yang bagus
sih, tapi… um, kadang-kadang itu tidak baik untuk jantung aku. Kamu itu terlalu
licik, Amane-kun.” balas Mahiru dengan sedikit cemberut.
(Ekspresinya
itu terlihat sangat menggemaskan)
Pikir Amane sambil menepuk
kepalanya.
“Bagaimana kamu bisa mengatakan
itu? Kamu juga kadang-kadang mempermainkan hatiku dengan sangat buruk ”
“Memangnya apa saja yang sudah
kulakukan?”
“Terkadang kamu terlalu menggemaskan
dan melakukan sesuatu yang berbahaya tanpa menyadarinya. Itu membuatku
gelisah.”
“...Kamu juga tidak baik untuk
hatiku tau, Amane-kun.”
Setelah mengatakan itu, Mahiru mulai
memukul-mukul ringan dada Amane. Amane tidak bisa melawan dengan cara yang
sama, jadi Ia hanya membalas dengan mencolek pipinya.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya