Bab 10 — Ditujukan Kepada Siapa Perasaan Yang Meluap Ini?
(TN: Sudut pandang orang pertama; sudut pandang Chinatsu.)
“……”
“…Madoka-san?”
Madoka-san yang sedang mencuci
piring di sebelahku, sedang menatapku.
Setelah menikmati bantal
pangkuan Madoka-san sepuasku, dia menyarankan supaya kami makan malam bersama
lagi hari ini, dan mana mungkin aku menolak ajakan menggiurkan itu.
Berbeda dengan suguhan sukiyaki
tempo hari, tapi kami menikmati hamburger dan tumis yang dimasak Madoka-san…
Ya, semua makanan yang dia buat tampak sangat mewah.
Jadi setelah aku selesai makan,
aku berdiri di samping Madoka-san untuk setidaknya membantunya mencuci piring,
itulah yang aku lakukan sekarang.
“…Fufu, maaf, aku hanya berpikir
hal semacam ini ada bagusnya juga.”
Akhirnya Madoka-san mengalihkan
pandangannya dariku.
Dia mengembalikan tatapannya ke
tangannya sendiri, tetapi segera melirikku lagi. Secara alami tatapan mata kami
bertemu, dan setiap kali begitu, Madoka-san akan tersenyum dan aku dibuat
tersipu karenanya.
“…Nee Chinatsu-kun, bisakah aku
memberitahumu sesuatu yang sedikit tidak enak didengar?”
“Tentu.”
“…Kamu benar-benar baik. Terima
kasih.”
Aku belum melakukan apa pun
yang layak mendapatkan ucapan terima kasih, dan aku benar-benar ingin tahu
lebih banyak tentang Madoka-san. Aku tidak peduli apakah itu cerita yang kelam
maupun yang menggembirakan.
“Apa kamu masih ingat saat aku
mengatakan kalau aku… sangat kesepian?”
"Ya."
“…Sejujurnya, aku benar-benar
tidak tahu mengapa aku tetap berada di sisi pria itu karena aku kesepian.”
Jika dia sendirian dan
kesepian, sangat gampang dipahami mengapa dia ingin menaruh kepercayaannya pada
seseorang. Aku bukan Madoka-san, jadi aku tidak bisa mengerti bagaimana
perasaannya saat itu, tapi tidak peduli seberapa baik pada awalnya cowok
tersebut kepada Madoka-san ... aku takkan pernah bisa memaafkannya.
“Jika aku merasa tidak aman,
pasti ada banyak orang yang dapat kuhubungi, atau mungkin aku tidak tahu apa
yang harus kulakukan dengan diriku sendiri setelah menerima kata-kata kasar. Aku
tidak bermaksud mengatakan kalau aku dibesarkan di lingkungan yang nyaman, tapi
aku tidak pernah dimaki-maki kasar seperti aku ini kotor atau aku harus mati
maupun semacamnya, jadi mungkin itu sebabnya perkataanya jauh lebih menusuk...
Yah, walaupun aku tidak tahu sudah seberapa banyak Ia berbicara jelek di
belakangku … ”
Madoka-san berhenti mencuci
piring dan terus berbicara, seraya menatap ke kejauhan.
“Kupikir perasaan aku jauh pada
saat itu, tapi aku masih belum memahami diriku sendiri, dan aku mungkin tidak
peduli dengan perselingkuhannya. Hanya saja, kata-katanya terlalu kasar, dan
aku merasa muak dengan mereka.”
“……”
Memang tidak semua orang
terbiasa dengan kata-kata makian atau fitnah. Banyak orang akan tersinggung
ketika diberitahu untuk mati, bahkan jika itu hanya sekedar gurauan atau
candaan. Siapa pun akan merasa tertekan jika seseorang mengatakan kata-kata
kasar seperti itu kepada mereka pada saat keadaan mereka sedang rentan.
“Hari ini, aku sudah memikirkannya.
Apa yang mengejutkanku, apa yang membuatku sedih. Sejujurnya, semuanya itu
sudah menjadi masa lalu yang tidak penting lagi, tapi ketika aku memikirkannya
lagi, aku menyadari sekali lagi betapa baiknya Chinatsu-kun kepadaku.”
“…Aku…”
“Fufu, aku tahu. Kamu ingin mengatakan
bahwa kamu tidak bermaksud seperti itu, bukan? ”
Ya, aku tidak menyelamatkan
Madoka-san dengan begitu putus asa karena ada maksud tersembunyi. Aku hanya
ingin dia hidup, dan aku tidak ingin ada kemungkinan yang mengarahkan kejadian
yang sama terulang kembali.
“Tetap saja, Chinatsu-kun lah
yang menyelamatkanku. Aku tidak pernah bisa mengungkapkan rasa terima kasihku,
tapi terima kasih banyak, Chinatsu-kun. Aku sangat senang kamu berada di
sisiku.”
“……”
... gawat, aku sangat senang
sekali sampai-sampai hatiku akan mengamuk.
Aku sangat senang bahwa aku
merasakan kegelisahan dan memutuskan untuk mengambil tindakan pada saat itu.
Hanya saja aku sempat berpikir kalau tatapan mata Madoka-san yang menatapku
sedikit menakutkan… Eh, aku ini bicara apaan sih? Madoka-san? Menakutkan?
“Jadi, Chinatsu-kun, izinkan
aku terus berterima kasih mulai sekarang, oke?”
“Ah iya.”
Ketika dia menatap mataku dan mengucapkan
kata-kata tersebut, aku merasa pusing seperti sedang demam. Aku tidak
menginginkan imbalan apa pun, tapi aku hanya bisa mengangguk pada kata-katanya.
“Chinatsu-kun, apa kamu akan
pulang setelah ini?”
Ucapannya membuatku berpikir.
Waktu sekarang sudah hampir jam
8 malam dan aku tidak yakin tentang Madoka-san, tapi jika aku boleh lebih
egois… aku ingin tinggal bersamanya lebih lama lagi.
“Apa tatapan mata itu berarti
kamu ingin tinggal bersamaku sedikit lebih lama?”
“Hah!?”
“Jadi, kamu ingin tinggal di
sini lebih lama lagi, ‘kan? Sekarang kamu tidak bisa pergi, loh~♪”
Aku merasa seolah-olah
didominasi oleh Madoka-san yang menghentikanku ketika memintaku untuk tinggal
di sini dan menyuruh aku untuk tidak pulang. Madoka-san yang tersenyum bahagia,
mulai menggandeng tanganku dan aku duduk di sofa lagi.
“Apa kamu ingin aku memberimu
bantal pangkuan lagi? Atau ada hal lain yang kamu ingin aku lakukan?”
“…Yah… Um…”
“Perlahan, katakan saja
perlahan. Aku akan melakukan apapun yang kamu mau, Chinatsu-kun. Ayo, jangan
ragu untuk mengatakan apapun yang kamu inginkan ...”
“……”
Serius, aku benar-benar
dimanjakan olehnya.
Aku berhasil berdiri melawan
suara lembut dan manis yang sepertinya menyeretku ke rawa hidup yang sangat
dalam.
“A-Aku akan pulang karena aku
ada PR yang harus kukerjakan!”
“Ah… Mouuu~~”
Ah, wajah cemberutnya ijuga sangat
imut… Tidak! Aku menggelengkan kepalaku dan menuju pintu masuk. Yah, sepertinya
Madoka-san mengerti dan tidak mencoba menahanku. Aku memakai sepatuku dan
hendak membuka pintu depan ketika tangan Madoka-san terulur di kedua sisi
kepalaku dan..... dia menyilangkannya dan melingkarkan tangannya di perutku.
“Terima kasih untuk hari ini,
Chinatsu-kun. Aku sangat menikmati waktu makan malam kita dan juga kuenya.”
“Aku juga sama… masakanmu
selalu terasa lezat, Madoka-san.”
“Stukurlah … Hei Chinatsu-kun,
apa kamu benar-benar ingin pergi?”
“Ah… Ughh…”
…Aku tidak tahu apa itu… Tapi
itu bukan hanya suara dan lengannya, aku merasakan sensasi asing seperti
terjerat dalam sesuatu yang lain. Layaknya benang tipis yang menjeratku ke dalam
banyak lapisan... Dan akhirnya, Madoka-san melepaskan tangannya.
“Aku mengerti. Aku minta maaf karena
sudah mengganggumu.”
Dia meminta maaf, dan aku
buru-buru mengatakan bahwa aku sama sekali tak keberatan, dan bergegas kembali
unit apartemenku. Aku juga merasa menyesal telah kehilangan kehangatan dari
tubuhku, tapi… Aku menyapa Madoka-san dan berjalan keluar ruangan.
…Whooosh
Angin dingin membelai pipiku
saat aku melangkah keluar.
Sebelum aku kembali ke kamarku,
aku melihat sekilas ke arah pintu Madoka-san untuk terakhir kalinya.
◇◇◇◇
[Sudut Pandang Madoka]
“…Hah~♥ Aku merasa
sangat bahagia sekali.”
Setelah Chinatsu pergi, Madoka
menatap ke arah pintu yang ditinggalkan Chinatsu dan bergumam.
Pipinya merah merona dan dia
tidak berusaha menyembunyikan ekspresi ekstasinya. Setiap kali mengingat
kembali kehangatan dan sensasi yang dia rasakan beberapa saat yang lalu, Madoka
merasakan kalau tubuhnya menggigil kenikmatan.
“…Ah… Aku ingin merasakan lebih…
merasakan lebih tubuh Chinatsu-kun…”
Dia menempatkan kekuatannya ke
dalam tubuhnya seolah-olah sedang memeluk dirinya sendiri dengan kedua
tangannya. Seolah-olah ingin menunjukkan kekuatannya, payudaranya yang besar terbentuk
dengan jelas karena terjepit oleh pakaiannya. Madoka merasa sedikit tercekik
oleh ini, tapi dia masih berfantasi tentang itu.
Bahwa orang yang memeluknya
begitu kuat dan menyakitkan adalah Chinatsu.
“… Ahn~♥…”
Madoka segera duduk di tempat
dengan gemetar sambil menghela napas kasar. Matanya yang basah menatap ke arah
kamar Chinatsu, seolah-olah dia akan terus menatap Chinatsu jika tidak ada
dinding yang menghalanginya.
“Di balik tembok ini, ada Chinatsu-kun…
Hei, Chinatsu-kun, memikirkanmu saja sudah sangat menghancurkanku. Aku tidak
berbohong dengan kalimat yang aku katakan padamu, tapi… Aku tidak merasa sedih
lagi, hanya saja aku merasa kesakitan saat Chinatsu-kun tidak ada di sisiku…
Sakit, rasanya sangat menyakitkan…”
Madoka menundukkan wajahnya,
dan ketika dia mengangkatnya lagi... Dia berteriak keras.
“Perasaanku meluap dan
sepertinya aku tidak bisa menghentikannya~~!!”
Terkadang perasaan yang kuat
dapat mengubah seseorang dan mengubahnya menjadi sesuatu yang sama sekali
berbeda.
Tak terkecuali Madoka. Namun,
itu tidak berarti bahwa fundamentalnya telah berubah. Temperamennya yang lembut
dibentuk oleh sifat manusianya, tapi... Memang benar kalau perasaannya terhadap
Chinatsu menjadi lebih tidak stabil setelah kejadian itu.
Aku
merindukanmu… Aku merindukanmu… Aku ingin menyentuhmu… Di mana saja boleh! aku
hanya ingin menyentuhmu…
Satu-satunya orang di luar
imajinasi Madoka adalah Chinatsu, anak laki-laki yang lebih muda tapi dapat diandalkan
dan lemah lembut. Sambil memikirkan laki-laki pujaan hatinya yang selalu ingin
dimanjakan dan tidak bisa meninggalkannya, Madoka tidur sendirian dan kesepian
lagi hari ini.
“…Fufu… Ahahahahahahaha! Rasa kesepian
ini juga tidak terlalu buruk… Kesepian ini pasti akan membakar perasaanku saat
kita bersama, iya ‘kan, Chinatsu-kun?”
Entah bagaimana… Madoka
memiliki firasat bahwa malam yang penuh kesepian dan tidak menyenangkan ini akan
segera berakhir…
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya