Chapter 7 — Merasa Dirubah Menjadi Orang Tidak Berguna
(TN: Chapter ini mengambil sudut pandang orang pertama.)
“……!?”
“Ara, kamu sudah bangun?”
Suara yang nyaring datang dari
benda bulat di depanku. Aku bisa merasakan sentuhan lembut di kepalaku, dan
pertanyaan “Aku di mana?” langsung
terlintas di benakku.
Setelah beberapa ingatan yang
masih kabur, aku meletakkan tanganku pada benda bulat yang ada di depanku.
“Iyaangh~…♪”
“???”
Eh, suara desahan apa tadi?
…Maksudku, perasaan dari benda yang lembut ini sangatlah indah. Kekenyalan luar
biasa yang menutupi kain bertekstur, hanya menyentuhnya saja sudah membuatku
mulai mengingat semuanya.
“… Jangan-jangan—”
Pada saat itu aku merasakan
aliran darah.
Aku segera bangkit dari sana
dan menundukkan kepalaku untuk berlutut.
“Maafkan aku!”
…Aku menyalahkan diriku sendiri
karena sudah melakukan itu walaupun aku sedang dalam keadaan linglung. Benda
bulat yang aku sentuh dalam keadaan mengigau tadi ternyata senjata kebanggan Madoka-san, dengan kata lain, dua gunung
kembarnya.
“……”
Bagaimanapun juga, aku sudah
menyiapkan diri untuk diomeli Madoka-san. Aku bakalan merasa hampa jika dia
memberitahuku untuk tidak datang lagi ... Namun, ternyata ketakutanku sama
sekali tidak berdasar.
“Tolong angkat kepalamu,
Chinatsu-kun, aku sama sekali tidak marah tentang itu, kok.”
“…Iyakah?”
“Iya, aku tidak marah, kok.”
Saat aku mengangkat kepalaku,
Madoka sedang menatapku sambil tersenyum.
Aku merasa lega karena dia
tidak terlihat marah sama sekali, tapi aku masih sadar bahwa aku telah
melakukan sesuatu yang tak termaafkan. Mungkin merasakan apa yang kupikirkan
dari ekspresiku, Madoka-san terkikik dan merentangkan tangannya lebar-lebar...
Hah?
“…Madoka-san?”
“Ayo kemarilah, Chinatsu-kun.”
“Um~…?”
“Ayo ke sini~♪”
“…Ya.”
Jika dia menyuruhku untuk datang,
aku tidak punya pilihan selain menurutinya… Aku menjawab panggilan Madoka-san
seolah aku sudah memutuskannya. Aku perlahan mendekatinya dan duduk di
sebelahnya, tapi setelah itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku tidak
punya nyali.
Tapi Madoka-san langsung memelukku
begitu erat.
“Kamu ingin melakukan ini, iya
‘kan?”
“……”
... Kupikir aku bakalan segera
mati, aku sudah banyak memikirkannya beberapa hari terakhir ini.
Aku benar-benar ingin mati di
pelukan wanita yang kusukai… Ya, aku tahu kalau ini kedengarannya aneh, tapi
perasaan ini benar-benar membuatku merasa seperti berada di atas khayangan.
“…Madoka-san…”
“Kyaaa~!”
“Madoka-san!?”
“Rasanya geli saat kamu
berbicara di dadaku. Napas Chinatsu-kun langsung ditularkan ke badanku.”
“…Aku minta maaf.”
“Fufu~ ♥”
Aku merasa seperti tidak bisa
bicara lagi, jadi aku tetap diam untuk sementara waktu.
Tapi… Setelah duduk sambil
dipeluk begini membuatku merasa ingin tidur lagi. Rasanya seolah-olah aku
sedang berbaring di atas bantal yang tidak bisa digambarkan sebagai mewah,
tetapi aromanya sangat wangi sehingga membuatku terlena.
“…Madoka-san, kurasa sudah
waktunya aku pulang.”
“Begitu ya… Kalau begitu kenapa
kamu tidak menginap saja?”
“Menginap!?”
Hal pertama yang terlintas di
pikiranku ialah waktu sudah cukup larut malam dan aku akan pulang ketika
Madoka-san mengajukan usulan yang sulit dipercaya kepadaku. Kupikir itu
hanyalah candaan, tapi ekspresi Madoka-san sangat serius... Lebih dari
segalanya, kupikir matanya bergetar karena sedih.
“…Ara. Mari kita kesampingkan
keegoisanku untuk saat ini. Aku makan malam dengan Chinatsu-kun hari ini dan aku
sudah merasa puas.”
“Ya… aku juga senang.
Makanannya sangat enak dan cukup menyenangkan.”
“Yah, syukurlah kalau begitu.”
Sukiyaki yang kunikmati bersama
Madoka-san benar-benar enak, dan yang terpenting aku bisa menikmati waktu yang aku
habiskan bersamanya. Satu-satunya pertanyaan yang aku miliki ialah mengapa aku isa
tertidur di pangkuan Madoka-san… Mungkin aku tidak perlu terlalu khawatir
tentang itu.
“Nee, Chinatsu-kun.”
“Iya?”
“Apa kamu mau makan malam
bersama lagi? Kupikir itu akan lebih baik daripada makan sendiri, karena kita takkan
kesepian.”
Aku hampir menganggukkan kepalaku
saat mendengar usulan itu, tapi aku juga penasaran apakah aku harus bersikap
manja padanya. Kemudian, Madoka-san berbisik lembut padaku saat aku merasa bimbang
untuk menjawabnya.
“Aku benar-benar ingin
memanjakanmu, Chinatsu-kun. Karena aku tiga tahun lebih tua darimu… Yah, itulah
satu-satunya perbedaan di antara kita, jadi aku tidak memiliki pesona aura
orang dewasa, tapi aku masih ingin melakukan banyak hal untuk Chinatsu-kun, termasuk
berterima kasih padamu.”
“Melakukan banyak hal…”
“Master~♥ ♪, apa
kamu tidak membutuhkan layanan Madoka?”
Ketika dia mendadak memanggilku
dengan panggilan “master” , tubuhku
langsung membeku.
Madoka-san memiliki ekspresi
yang jelas di wajahnya layaknya pelayan yang menunggu perintah majikannya, tapi
dia juga cekikikan, seolah-olah merasa terhibur dengan reaksiku. Aku
menggelengkan kepalaku untuk memaksa tubuhku yang beku untuk bergerak dan mengusir
perasaan jahatku.
Pipiku terasa panas seperti
biasanya, tapi Madoka-san memegang tanganku.
“Unit kamar apartemenku dan
kamar Chinatsu-kun bersebelahan, jadi kamu selalu bisa mengandalkanku, oke?
Jika ada sesuatu yang menyedihkan, aku akan mendengarkan curhatmu. Jikakamu
merasa senang, aku ingin bersukacita denganmu, dan jika kamu menginginkan
tenaga, aku akan menyuntikkannya ke dalam dirimu… Persis seperti ini~♪”
Kemudian Madoka-san memelukku
lagi.
Secara alami, rasa malu datang
lebih dulu, tetapi segera perasaan aman menghampiriku yang menghilangkannya.
Perasaan yang kontradiksi ini membawa perasaan nyaman, tetapi itulah yang
sebenarnya kurasakan.
“…Madoka-san orang yang sangat
baik, ya.”
“Kamu pikir begitu? Aku senang
mendengarnya.”
Ada sesuatu yang menyihir
tentang itu yang membuatku ingin membuang semuanya ke dalam kehangatan dan
membiarkannya mengambil alih. Sungguh menakutkan... Tapi anehnya aku juga tidak
membencinya.
Kami tetap dalam keadaan itu
untuk sementara waktu,aku berhasil lolos dari Madoka-san karena aku harus
pulang. Aku takut jika Madoka-san terus memelukku lebih lama lagi, dia akan
benar-benar menghancurkanku... Begitu rupanya, mungkin dia tipe wanita yang
menghancurkan pria.
“Oh iya!”
“Apa ada yang salah?”
Setelah aku mengganti sepatuku,
Madoka menanyakan ini padaku.
“Chinatsu-kun, apa kamu
memiliki gadis yang dekat denganmu di sekolah?”
“Gadis yang dekat denganku…?”
Orang pertama yang muncul di
pikiranku adalah Shirayuki…
“Aku bisa mencium baunya.
Kalian berdua sangat dekat, bukan?"
“Mencium baunya?”
Apa yang dia maksud dengan bisa
mencium baunya … Madoka-san tertawa dan berkata untuk tidak terlalu
mengkhawatirkannya, tapi itu cukup menggangguku.
Setelah pertanyaan itu, topik
pembicaraan di sekolah berakhir, dan aku meninggalkan kamar Madoka-san. Aku
kembali ke kamarku dan membenamkan wajahku di kasur untuk menekan perasaan tak
berdayaku.
“…Hah! Hari yang sangat
menyenangkan!!!”
Aku tidak menyangka kalau tidak
hanya makan malam dengan Madoka-san, tapi aku juga diberi bantal pangkuan.
Ditambah lagi dengan pelukan erat darinya… Sensasi lembut yang kurasakan begitu
terukir dalam ingatanku sehingga aku bisa segera mengingat sensasinya.
Namun, terlepas dari kenangan
indah ini, aku masih marah karena Madoka-san ditampar.
“... Apa sih yang mereka
pikirkan sampai menyebabkan masalah bagi orang baik seperti Madoka-san?”
Aku paham kalau ada banyak
orang di dunia yang berpikir secara berbeda. Tetap saja, aku tidak bisa
memahami perasaan mantan pacarnya dan gadis selingkuhannya itu. Jika dia bersamaku, aku akan melindunginya...
Aku membayangkannya dengan songong, tetapi jika Madoka-san benar-benar ada di
sisiku, aku ingin melindunginya.
“… Apa-apaan dengan mantannya
itu?”
Alasan Madoka-san begitu baik
padaku adalah karena apa yang sudah terjadi. Tampaknya benar bahwa aku bisa
menyelamatkan hati Madoka sampai batas tertentu, tetapi ada juga fakta bahwa aku
hanya seorang anak SMA.
“…Kuharap aku bisa berpacaran
dengan seseorang seperti dirinya.”
Jika gadis sebaik dirinya
adalah pacarku, aku pasti akan dipenuhi dengan kebahagiaan setiap hari… Jadi aku
berpikir begitu kepada Madoka-san, wanita impian aku, dalam pikiranku. Hanya
saja… Aku sedikit takut dengan apa yang kupikirkan setelahnya.
“…Aku ingin menyandarkan
segalanya padanya…–Hah!?”
Ya, aku berpikir ingin
menenggelamkan diriku di dalam dekapan Madoka-san. Kupikir aku hanya ingin
bersama Madoka-san dan dimanjakan olehnya tanpa harus memikirkan hal lain…
“…Enggak, enggak, enggak!”
Aku menghentikan pemikiran yang
membuatku ingin menjadi orang tidak berguna.
Di satu sisi, firasatku yang menyampaikan kalau aku akan hancur jika tetap berada di sisi Madoka-san mungkin
benar adanya.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya