Chapter 8 — Hal yang Bisa Dilakukan untuk Mencegahnya Melarikan Diri
(TN: Masih dalam sudut pandang orang pertama.)
“Ah, selamat pagi, Chinatsu-kun~♪”
“Uwaaaa!?”
Ketika aku membuka pintu depan
untuk berangkat ke sekolah, aku dibuat terkejut saat melihat kemunculan
Madoka-san. Aku tidak menyangka dia akan ada di sana ketika aku membuka pintu.
Berbanding terbalik dengan diriku yang kaget, Madoka-san hanya memiringkan kepalanya.
“…Ya, um, selamat pagi.”
“Ya, selamat pagi~♪”
Ah, senyumnya hari ini sangat
cantik sekali… Tidak, aku seharusnya tidak fokus pada itu!
Berbeda dengan diriku yang
memakai seragam sekolah, Madoka-san adalah seorang mahasiswa, jadi dia memakai
pakaian santai, tapi di tangannya ada kotak makan seperti yang pernah dia
berikan padaku kemarin.
“Ini, bekal makan siangmu.”
“…Ah, hari ini juga.”
“Ya, tentu saja~♪ Dimakan untuk
makan siang, oke?”
“…Ya!”
Aku sempat berimajinasi apa aku
bisa memiliki bento lain yang dibuat untukku setelah kemarin, tapi tak kusangka
dia juga membuatkanku bekal unutk hari ini, jadi aku gemetar karena kegembiraan
ketika menerima bekal dari Madoka-san.
“… Ahh~♥♪”
“Madoka-san?”
Saat aku menerima bekal makan
siangku, aku mendengar suara yang sangat manis dari Madoka-san. Saat aku
mengalihkan pandanganku untuk melihat apa ada yang salah, dia meletakkan
tangannya di pipinya dan menatapku dengan ... sesuatu yang bisa kugambarkan
dengan tatapan mata yang sangat seksi.
Madoka-san tersenyum padaku
saat dia melihatku memiringkan kepalaku.
“Aku minta maaf. Kamu terlihat
sangat senang ketika menerima makan siang itu.”
“Itu karena bekal buatan Madoka-san
terasa sangat enak. Aku tidak berpikir kalau ibuku bisa membuat bento selezat
ini.”
“Ibumu akan merasa sedih jika mendengarnya.
Tapi katakan padaku apa yang kamu pikirkan lagi setelah kemarin, oke? Aku perlu
tahu apa yang disukai Chinatsu-kun.”
Apa yang aku suka… Hentikan,
jangan membayangkan hal-hal aneh, wahai diriku.
Setelah itu, kami memutuskan
untuk pergi setengah jalan bersama. Sebagai pelajar SMA dan mahasiswa, kami
secara alami pergi ke sekolah yang berbeda, jadi kami hanya bisa tetap bersama
sampai titik perempatan. Meski begitu, aku senang bisa menghabiskan pemandangan
pagi bersama Madoka-san.
“Yah, kurasa sampai di sini
saja aku bisa berangkat bersamamu.”
“…Ya.”
“Fufu, kenapa kamu terlihat
kesepian begitu?”
“Apa wajahku terlihat seperti
itu?”
Aku tak menyangka kalau
perasaanku bakalan terlihat di wajahku. Aku ingin tahu apakah Madoka-san hanya
menganggapku seperti adik laki-lakinya. Yah, mungkin aku agak lancang untuk
berpikir sebanyak itu.
“Ah iya. Kamu melupakan sesuatu
yang penting.”
“Hah?”
Usai mengatakan itu, Madoka
mengeluarkan ponselnya.
“Kita belum bertukar nomer, ‘kan?
Maksudku, kenapa aku bisa tahu nomer ibumu sebelum punyamu?”
“Ah… Ahaha, kamu benar.”
Aku tidak tahu mengapa aku tidak
memberi tahu nomer ponselku dulu. Kami saling tertawa dan bertukar kontak
infomasi. Nama baru [Saiki Madoka] memenuhi hatiku dengan kebahagiaan yang tak
tertahankan.
“…! …Imut… Imut, imut, imut,
imut, imutnya~♥…..”
“Madoka-san? Kamu yakin kamu
baik-baik saja …?”
Ketika aku bertanya padanya,
dia bilang kalau dirinya baik-baik saja dan menyimpan kembali ponselnya.
“Kalau begitu, terakhir, ayo
kita buat janji.”
“Janji?”
Janji
apa?
Sebelum aku sempat bertanya, sepasang gunung kembar segera memenuhi wajahku.
Badanku jauh lebih tinggi
darinya, tapi Madoka-san meletakkan tangannya di belakang kepalaku dan
memelukku ke dadanya, jadi wajahku pasti terkubur di sana.
“Ayo lakukan yang terbaik untuk
sisa hari ini, Chinatsu-kun~♪”
“…Hnn…”
“Ahn~ ♥♪,
sudah kubilang jangan bicara di dadaku, kamu akan membuatku geli, tau~.”
Dengan semua keberuntungan yang
kumiliki akhir-akhir ini, aku berani bersumpah bahwa aku menggunakan semuanya
demi momen ini.
◇◇◇◇
[TN: Kembali ke sudut pandang orang ketiga]
“Kalau begitu, sampai jumpa di
sore hari.”
“Ya! Aku pergi berangkat dulu.”
“Sampai jumpa lagi~♪”
Madoka memperhatikan punggung
Chinatsu saat Ia berjalan dengan antusias menuju sekolah SMA-nya. Ketika
punggungnya tidak terlihat, Madoka mengambil napas kecil dan menghembuskan
napas bermasalah.
“…Hah♪ Kenapa sih Ia bisa seimut
itu~? Aku ingin dia menunjukkanku lebih dan lebih banyak ekspresinya, aku ingin
memanjakanmu lebih dan lebih, Chinatsu-kun.”
Madoka tahu dari senyum di
wajah Chinatsu ketika dia memberinya kotak makan siang, senyum di wajahnya
ketika mereka bertukar informasi kontak, dan reaksinya ketika Madoka memeluknya
bahwa Chinatsu menyukai dirinya. Dia tidak bermaksud mengolok-oloknya atau
melakukan sesuatu yang jahat, tetapi Madoka mampu membuat rencana untuk membuat
Chinatsu jatuh cinta padanya.
“Karena aku berjanji pada ibu
Chinatsu-kun, aku benar-benar harus membuat ini berhasil♪ Fufu~, aku tidak
pernah menyangka bahwa aku akan sangat mencintai seseorang. Hei, Chinatsu-kun,
jangan sungkan meminta apapun, oke? Aku akan menyanggupi semuanya.”
Madoka juga melangkah maju
menuju kampusnya karena punggung Chinatsu sudah tidak terlihat.
Saat melewati jalan yang sama
seperti biasanya, isi kepala Madoka sudah dipenuhi dengan Chinatsu. Dia sangat
berhati-hati untuk tidak mencemaskan Chinatsu, tetapi pikirannya adalah fantasi
yang tidak pernah bisa dia katakan dengan lantang.
“Madoka-san… aku…!”
Dia menyukai bagaimana Chinatsu
terlihat sangat pemalu di depannya.
“Madoka! Dengan aku—”
Dia juga suka melihatnya
mencarinya dengan percaya diri seolah-olah mereka seumuran. Madoka ingin dipuja
olehnya karena dia lebih muda, dia ingin melelehkannya, dia bahkan ingin dia
diwarnai dengan warnanya sendiri, dan sebaliknya.
“Chinatsu-kun~ ♥♪”
Menyebut nama Chinatsu saja sudah
membuat jantungnya berdetak kencang, dan sengatan manis mengalir di sekujur
tubuhnya saat memikirkannya. Wanita yang tadinya tertekan karena hatinya telah
lelah kini mengamuk di dalam Madoka, mencoba untuk muncul ke permukaan.
Tidak diragukan lagi Chinatsu
yang membangunkannya, dan pertemuannya dengan Chinatsu lah yang benar-benar
membangunkan Madoka.
“…Maafkan aku, Chinatsu-kun,
karena berpikir tentang mati sendirian saat kamu ada di dekatku. Tapi sekarang
sudah tidak apa-apa, oke? Kamu ada di dunia ini… Dan ada alasan bagiku untuk
hidup.”
Chinatsu tidak ingin Madoka,
wanita yang dicintainya, mati, jadi dia ingin menghentikannya bahkan jika dia
harus masuk ke kamarnya. Hasil dari tindakannya tersebut menyebabkan Madoka menjadi
seperti ini.
Perasaan Chinatsu terhadap
Madoka membangkitkan jati diri Madoka yang sebenarnya.
Hati Madoka yang sangat setia
pada seseorang, membuatnya semakin cantik dan menjelma menjadi wanita yang
penuh pesona. Walaupun dia sendiri tidak menyadarinya, tapi perubahannya yang
signifikan membuat orang-orang di sekitarnya memperhatikannya secara tidak
sadar.
“Oh, Madoka!”
Saat memasuki halaman kampus,
dia bertemu dengan seorang teman yang datang pada waktu yang sama.
Dia adalah teman berharga
Madoka, orang kepercayaan yang menyemangatinya dalam setiap situasi. Ketika
mereka berjalan bersama, mereka melihat beberapa orang yang tidak ingin mereka
lihat, tetapi Madoka tetap tidak mengubah ekspresinya sama sekali.
“Hee Madoka, kamu sepertinya memang
tidak peduli, ya?”
“Ya. Aku benar-benar sudah tidak
peduli dengan mereka.”
Dia tidak tertarik pada orang
yang hanya menatapnya dari kejauhan. Bahkan jika mereka berbicara dengannya ...
Yah, dia takkan bisa mengabaikan mereka, tapi dia sudah cukup acuh tak acuh untuk
memperlakukan mereka seolah-olah mereka tidak ada di sana.
“Hehe jadi begitu rupanya. Apa
jangan-jangan kamu sudah menemukan gebetan baru?”
“Kamu bisa tahu?”
“Ternyata beneran, toh! Ayo,
ceritakan semua detailnya!”
Madoka mengangguk, dan berpikir
bahwa dia ingin menyimpan Chinatsu untuk dirinya sendiri, tapi tidak ada
salahnya untuk berbicara sedikit dengannya karena dia adalah teman dekat yang
penting.
Tapi tentu saja, bahkan ketika
dia berbicara dengan sahabatnya seperti ini, dia hanya bisa memikirkan Chinatsu.
Dia sudah tidak bisa menjauh dari Chinatsu, dan takkan membiarkannya menjauh
darinya. Tentu saja, bukan karena dia akan menahannya, hanya saja dia akan
membuat Chinatsu hanya memikirkannya… Senyum Madoka semakin menawan saat
menyadari betapa indahnya jika itu beneran terjadi.
“…Kamu tahu, Madoka, senyummu
itu terlihat sedikit nakal, tau?”
“Apa maksudmu dengan senyum
nakal?”
Fantasinya dengan Chinatsu
selalu eksplisit secara seksual, tapi tentu saja dia tidak pernah
membicarakannya.
Sama seperti itu, saat dia
sedang berjalan dengan sahabatnya, ponsel Madoka bergetar.
“… Ahh~♪”
Saat melihat layar, Madoka
tersenyum lebar layaknya bunga yang mekar.
Ternyata itu pesan dari Chinatsu, dan
itu hanyalan pesan standar [Semoga berhasil di kampusnya].
“Aku tidak menyangka kamu akan mengirimiku
pesan ketika aku sedang memikirkanmu, Chinatsu-kun… Fufu, sudah kuduga, jiwa
kita benar-benar terhubung, ya~♪”
Madoka bergumam dengan
keyakinan seperti itu.
Kebetulan, sahabatnya itu
sangat terkejut melihat wajah Madoka yang seperti itu. Hal itu dikarenakan
Madoka terlihat lebih bahagia daripada yang pernah dia lihat sebelumnya, dan
pada saat yang sama, dia terlihat sangat seksi.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya