Eiyuu to Majo Jilid 2 Bab 1 Bagian 2

Bab 1 Bagian 2 

 

 

Ketika aku hampir menghabiskan minuman es tehku, Shiina akhirnya tiba.

Gadis itu mempunyai rambut panjang dan wajah yang cukup manis sampai-sampai membuat semua orang yang lewat di jalanan akan secara tidak sengaja menatapnya. Tapi, sifatnya yang pemalu benar-benar menghancurkan penampilannya.

Dia mengenakan gaun one-piece berwarna putih.

Model pakaian yang takkan pernah sesuai dengan kehidupan sebelumnya sebagai penyihir, tapi baju tersebut benar-benar cocok dengan penampilannya yang sekarang.

“Ha-Halo…”

Shiina yang bertingkah malu-malu seperti kucing karena Hina ada di sini, menyapa kami dengan suara rendah.

“Wuaah! Kamu juga terlihat manis hari ini, Mai-chan! Aku mencintaimu!”

Setelah mengatakan itu, Hina segera memeluk Shiina.

Gadis itu dipeluk mengaitkan tangannya dan mengalihkan pandangannya ke arahku.

“Mmm! Sudah kuduga, baunya wangi~”

“Hentikan. Kamu itu mengganggunya tau.”

“Hehe, apa, kamu cemburu ya? Cuma sesama gadis yang diizinkan untuk menempel-nempel pada seorang gadis cantik seperti Mai-chan, loh?”

“Yang namanya kejahatan masih merupakan kejahatan, tau?”

Aku bangkit dari kursiku karena jika aku terus membiarkannya, mereka tidak akan berhenti dalam waktu dekat.

“Oi, mari kita selesaikan dengan cepat urusan kita di sini.”

“Baiklah~”

Hina dengan enggan menjauh dari Shiina.

Sementara itu, aku membayar minuman kami. Melihatku melakukan itu, Hina melebarkan matanya dengan terkejut.

“Kamu juga membayar minumanku? Tumben-tumbennya kamu perhatian sekali.”

“Tumben? Kamu sendiri yang tidak pernah memintaku. Aku punya banyak uang dari pekerjaan sambilanku, tau?”

“Kalau gitu, terima kasih~”

Hina memberi hormat kepada aku sebelum keluar dari toko, meninggalkanku dan Shiina.

Ketika aku akan mengatakan kepadanya untuk jangan pergi sendirian, Shiina tiba-tiba mulai berbicara.

“Bukannya aku hanya menghalangi kalian?…”

Aku mengerutkan alisku sejenak, tidak memahami apa yang dia bicarakan.

Memangnya dia berpikir kalau aku dan Hina sedang berkencan atau apa?

“Jangan risau. Hina dan aku hanyalah teman masa kecil, tidak lebih.”

Selain itu, kami lah yang menyeretnya kemari. Jadi dia tidak perlu merasa tidak enakan tentang apa pun.

“Be-Begitu ya ... syukurlah, itu melegakan ...”

Untuk beberapa alasan, dia terlihat bahagia.

Apanya yang membuatnya lega? Fakta bahwa dia tidak menghalangi kami? Mungkin itu, ‘kan?

“Kita akan ketinggalan, jadi kita harus mengejarnya dengan cepat.”

Shiina meraih ujung kemejaku dan menyeretku sembari tersenyum lembut.

Belakangan ini, gadis ini terlihat sering tersenyum.

Senyumnya juga sangat manis ... tunggu, tenanglah dulu, aku seharusnya tidak membiarkan pikiranku mengembara seperti itu!

Maksudku, aku tidak menganggapnya dalam artian seperti itu. Hanya saja, wajahnya yang biasanya cari gara-gara denganku, tersenyum bahagia seperti ini membuatku lengah. Tidak ada perasaan lain selain itu.

“Apa ada yang salah?”

Shiina memiringkan kepalanya. Untuk beberapa alasan, suaraku sedikit melengking saat membalasnya

“Bu-Bukan apa-apa. A-Ayo pergi.”

Aku berusaha mencoba menjaga diriku tetap tenang, tetapi ada sesuatu yang menggangguku.

Dia terlalu dekat!

Aku ingin memperingatinya tentang hal itu, tapi melihat dia bersenandung dengan gembira di sebelahku membuatku menutup mulut dengan tidak sengaja. Hal ini juga bukan masalah baru. Sejak kami menjadi teman, dia selalu menjaga jarak yang sangat dekat dariku.

Rasanya sedikit menggangguku, karena sampai baru -baru ini, kami adalah musuh.

Dalam kehidupan kami sebelumnya, kami adalah pahlawan dan penyihir. Kami selalu berusaha membunuh satu sama lain setiap kali kami bertemu.

Aku selalu berpikir, meskipun kami bisa menjadi teman, mana mungkin hubungan kami menjadi langsung dekat dalam waktu singkat.

Tapi Shiina tampaknya berpikir secara berbeda.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, dia tidak pernah punya teman sebelumnya, jadi tidak bisa dihindari bahwa dia tidak tahu bahwa yang namanya teman tidak seharusnya sedekat ini.

Oleh karena itu, dia sepertinya benar-benar mempercayaiku, teman pertamanya.

Itulah sebabnya dia menjaga jarak yang sangat dekat denganku. Begitu dekat sampai-sampai membuatku merasa sangat gugup.

“Mengapa di sini ada begitu banyak orang?”

“Karena sedang liburan musim panas. Mana ada yang mau tinggal di luar dalam cuaca panas seperti ini mungkin.”

Kadang-kadang lengan kita saling bersentuhan.

Aroma harum dan lembut menggelitik lubang hidungku.

Seperti yang dikatakan Hina, Shiina memancarkan bau harum.

Hal tersebut membuatku penasaran, memangnya gadis ini tidak menyadari kalau aku adalah seorang pria?

Aku tidak menyuarakannya, karena perkataan itu membuatku terdengar jadi gede rasa padanya.

“Um… menurutmu ... apa aku terlihat aneh?”

Aku sedikit bingung dengan apa yang dia bicarakan ketika menanyakan pertanyaan itu, lalu aku menyadari kalau dia sedang membicarakan penampilannya.

Yah, baju tersebut merupakan model baju yang tidak pernah dia gunakan dalam kehidupan sebelumnya.

Padahal baju tersebut terlihat bagus untuknya.

“Jangan khawatir, kamu tidak terlihat aneh sama sekali, kok.”

“Benarkah? Shindou-san yang memilihkannya untukku tempo hari dan kupikir itu terlihat lucu. Aku khawatir kalau ini tidak cocok untukku, tapi karena kamu mengatakan demikian, kurasa aku tidak perlu khawatir.”

Logika masam apa itu? Jika aku mengatakan kalau baju itu tidak terlihat aneh maka itu tidak terlihat aneh? Apa?

Dia mengelus dadanya dengan lega.

Bagaimanapun juga, sepertinya dia lumayan akrab dengan Yuuka dan Hina.

“Oi! Kalian berdua lama banget!”

Hina yang tadinya berjalan duluan, berbalik dan memanggil kami. Aku berjalan ke arahnya lebih cepat sebagai tanggapan.

Beberapa menit kemudian, kami tiba di toko yang menjual baju renang. Ada banyak orang di sini, mungkin karena sekarang sudah memasuki musim panas. Area di dalam tokonya lumayan luas, jadi keramaian pengunjung tidak membuatnya sempit.

Lalu, aku menyadari keadaanku sendiri. Bagaimana bisa aku berakhir dalam situasi ini, harus memilihkan baju renang untuk kedua gadis ini?

Aku sendiri tidak keberatan kalau hanya memilihkan baju renang untuk Hina, karena kami adalah teman masa kecil, tapi masalahnya jadi berbeda jika itu mengenai Shiina.

Hal pertama yang kulihat di toko adalah boneka manekin yang mengenakan bikini terbuka.

Kira-kira, apakah Shiina atau gadis-gadis lain akan memakai bikini semacam ini? ... A-Ahem.

“Asal kamu tahu saja, aku takkan memakai sesuatu yang seperti itu.”

Ketika aku berpura-pura terbatuk, aku bisa mendengar suara dingin Hina di samping telingaku.

Aku menoleh ke arahnya dan melihat Hina serta Shiina menatapku dengan tatapan jijik.

Wajah Shiina terlihat memerah seperti tomat matang.

Memangnya dia tidak menyadari kalau inilah model baju yang biasa dia kenakan dalam kehidupan sebelumnya?

“Aku tidak tahu apa yang sedang kamu bicarakan. Aku akan membeli baju renangku dulu, jadi sampai jumpa lagi.”

Aku melarikan diri ke bagian baju renang pria dan mengambil baju renang yang tampak sederhana. Celana renang tersebut berwarna abu-abu dengan pola baris tunggal di atasnya. Yah, mendingan pilih ini saja.

Sejujurnya, semua baju renang pria terlihat sama. Harusnya aku akan baik-baik saja memilih yang tampak aman.

Satu-satunya hal yang perlu kuperhatikan adalah ukurannya, tapi sepertinya itu bakalan cocok tanpa perlu mencobanya.

“Kamu akan memilih yang itu? Kelihatannya lumayan bagus, kok.” ujar Hina saat mendekatiku.

Dia memegang tiga atau empat pakaian renang di tangannya.

“Bagaimana denganmu? Kamu akan memilih salah satu dari itu?”

“Hmmm~. Aku akan mencobanya terlebih dahulu, jadi bantu aku memilihnya, oke.”

Dia berkata sambil tersenyum lebar. Terlepas dari nada cerianya, memilih baju renang untuknya masih terasa terlalu merangsang untuk anak SMA puber sepertiku.

Terlepas dari apa yang kurasakan, aku mengangguk dengan wajah tenang. Tenangkan lah dirimu, nafsu bejatku!

Di sisi lain, Shiina masih kesulitan untuk memilih baju renang sendiri.

“Ya-Yang ini terlalu mencolok untuk gayaku ...”

“Kamu ini bicara apa? Bukannya model begini sama persis dengan yang biasa kamu kenakakan di kehidupanmu yang dulu.”

“Du-Dunia itu dan dunia ini berbeda! Se-Selain itu, baju renang ini lebih terbuka daripada pakaian yang bisa aku kenakan saat itu!”

Shiina memprotes dengan wajah memerah. Setidaknya, dia sadar diri kalau pakaiannya di kehidupan sebelumnya lumayan terbuka ...

“Berbeda dari kehidupanku sebelumnya ... Aku tidak merasa yakin tentang penampilanku ...”

“Jadi itu karena kamu yakin tentang penampilanmu sehingga kamu memamerkan tubuhmu seperti itu?”

“Aku tidak bermaksud begitu!”

Dia langsung membantah, tapi kedengarannya tidak meyakinkan.

Ketika aku hendak berpikir kalau aku akan memperlakukannya seperti orang cabul mulai sekarang, Hina muncul dari balik tirai ruang ganti.

Hal pertama yang menarik perhatianku adalah dadanya yang besar ditutupi oleh kain putih. Setelah dari sana, aku mengalihkan pandangan ke bawah ke pinggangnya yang ramping dan baju renang dengan model yang mirip seperti rok mini. Ups, aku terlalu lama menatapnya.

“Cukup bagus, iya ‘kan? Bagaimana menurutmu?”

Hina bertanya mengenai pendapatku, aku lalu membalasnya.

"Tidak buruk."

Pahanya terlihat mulus dan montok, mungkin itu karena dia sering berolahraga sebagai anggota klub lari.

“… Sepertinya masih ada sesuatu yang ingin kamu katakan, Godou.”

“Ak-Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan.”

Sudah lama sejak aku mendengar nada dingin Shiina. Hal tersebut membuatku takut sekaligus lega.

“Bagaimana menurutmu, Shiina?”

“Aku pikir dia terlihat cantik.”

“Benarkah? Aku senang kalian berdua berpikir begitu! Nah, karena aku sudah membawa pakaian renang lainnya, mungkin aku harus mencobanya juga.”

Setelah mengatakan itu, Hina menutup tirai ruang ganti lagi.

Seketika itu juga, Shiina menjatuhkan semua kepura-puraan dan memelototiku dengan tajam.

“Tatapanmu terlihat menjijikkan.”

“Kamu salah paham! Yah, mau salah paham atau tidak, apa boleh buat, oke? Aku juga masih remaja yang puber, oke!”

“Hah ... yah, itu berarti setidaknya kamu memiliki emosi seperti itu. Aku merasa lega…..”

“Emangnya menurutmu aku ini boneka tanpa emosi atau sejenisnya?”

Saat kami bertengkar dengan suara bisik-bisik seperti itu, tirai ruang ganti kembali terbuka.

Kali ini, Hina muncul dengan baju renang berwarna pink.

“Apa menurutmu ini terlihat sedikit kekanak-kanakan?”

“Tapi kamu masih terlihat cocok.”

Shiina berkata begitu, tapi memang benar dia terlihat sedikit kekanak-kanakan.

Biasanya, pakaian yang dia kenakan akan menonjolkan kecantikannya daripada sisi imutnya seperti ini. Padahal, kesenjangan antara Hina yang cantik dan imut justru lebih menonjolkan sisi imutnya.

“Bukannya baju renang ini terlihat seperti yang pernah aku pakai dulu?” Hina bertanya padaku.

“Ah, benar, saat di SD dulu, ya?”

“Mhmph! Saat kita masih kecil, setiap kali kita pergi ke kolam bersama, aku dulu memakai sesuatu seperti ini, kan?”

“Jujur saja, aku hampir tidak ingat apa yang kamu kenakan pada saat itu.”

“Hahaha, aku tahu kamu takkan mengingatnya. Yah, itu kejadian yang sudah lama sekali sih ...” ujar Hina dengan tertawa.

Sejujurnya, aku cenderung melupakan kenangan masa kecilku berkat kenangan kehidupanku sebelumnya.

“… Kalian berdua benar-benar teman masa kecil, ya?”

“Aku benci mengakuinya, tapi ya. Kami sudah saling kenal sejak TK, ‘kan?”

“Ya.”

Aku sudah tinggal di daerah Gunma sepanjang hidupku, jadi tidak jarang aku  memiliki teman yang kukenal untuk waktu yang lama, tapi cuma Hina satu-satunya teman yang kumiliki sejak TK. Pada titik ini, aku tidak bisa membayangkan hidup tanpanya.

"Harus berurusan dengan orang semacam ini sejak TK... aku turut berbelasungkawa ...”

“Akhirnya, ada seseorang yang mengerti penderitaanku! Orang ini sangat nyebelin! Cowok berkepala batu dan satu-satunya hal yang dikuasainya cuma  menggerakkan tubuhnya!”

“Belum lagi sifatnya yang suka benar sendiri, suka memerintah dan tukang ngayal.”

“Uhh ... aku masih di sini, tau? … lagian, apa kalian berdua benar-benar berpikir seperti itu mengenai aku, hah?”

Setelah aku mengatakan itu, mereka berdua menatapku dan tertawa bersama.

Oh yah tidak apa-apa lah, selama mereka merasa senang.

Rutinitas Hina yang mencoba pakaian renang dan aku yang dicemooh oleh kedua gadis itu terus berlanjut.

Pada akhirnya, Hina memilih baju renangnya dengan nada yang sedikit frustasi.

“Hmmmmm ... kurasa aku akan mengambil yang pertama saja deh. Rasanya sangat disayangkan buat yang lainnya ... tapi yah, gapapa lah.”

Dia kemudian menutup tirai setelah mengeluh bahwa akan sedikit merepotkan untuk bergantilagi.

Pilihan yang pertama memang paling cocok untuknya.

“Kamu sendiri gimana? Apa kamu sudah memutuskan baju renang yang kamu inginkan?”

Ketika aku bertanya kepada Shiina pertanyaan itu, dia mengangguk dan menunjukkan pakaian renangnya.

Baju renang yang dia tunjukkan adalah bikini merah dengan embel-embel di atasnya dan terlihat cukup mencolok. Aku membayangkan dia mengenakan baju renang ini ... yup, terlihat cantik untuknya.

“Ba-Bagaimana menurutmu?”

“Kurasa itu tidak terlalu buruk. Walaupun aku perlu melihatmu memakainya dulu untuk bisa memastikannya sih.”

“Kamu ingin melihatnya… ?”

Tanya Shiina dengan muka songong. Aku dengan cepat menggelengkan kepalaku untuk menyangkal.

“Tidak juga…”

“Begitu ya?”

Dia bergumam dengan ekspresi yang sedikit sedih. Aku tidak paham, mana jawaban yang tepat di sini?!

"Tidak apa-apa. Aku paham kalau kamu tidak ingin melihat tubuhku yang tidak menarik ...”

Shiina menunjukkan senyum gelap padaku.

Keminderannya tentang penampilannya saat ini lebih dalam dari yang aku kira.

Kamu hanya menyadari betapa pentingnya sesuatu setelah kehilangannya’, apa mirip pepatah yang seperti itu?

Shiina menghela nafas sebelum berkata,

“Kurasa aku seharusnya tidak pergi saja... lagipula, aku tidak bisa berenang ...”

“Kamu tidak bisa berenang?”

Ketika aku bertanya begitu, dia mengangguk sambil cemberut. Yah, aku sudah sedikit menduganya, sih.

“Ak-Aku tidak perlu berenang saat di kehidupan yang dulu, oke?!”

“Ya, tapi ada hal yang disebut pelajaran renang di dunia ini, tau?”

“... Aku membolos karena aku takut.”

Penyihir Malapetaka yang terkenal takut pada kolam renang?

“Ja-Jangan menertawakanku!”

“Aku bahkan belum mulai tertawa.”

“Kamu pasti akan tertawa!”

Setidaknya marahi aku setelah aku selesai melakukannya, oke.

“Aku tidak peduli apa aku tidak bisa berenang atau tidak! Selain itu, aku hanya seorang gadis SMA yang normal sekarang!”

'Gadis SMA normal' biasanya harus tahu cara berenang, loh?”

Ketika aku mengatakan itu, dia menampar keras punggungku.

Yah, aku tahu kalau dia tidak punya kemampuan atletis.

“Jika kamu tidak bisa berenang, terus kenapa kamu malah setuju untuk ikut?”

Jika aku jadi dia, aku bahkan takkan mempertimbangkan untuk pergi ke sekitar kolam renang.

“... Habisnya, semua orang  sudah repot-repot untuk mengajakku. Aku tidak ingin menolaknya.”

“Tapi kamu selalu bisa menolaknya kok, tidak ada yang mengeluh juga.”

“Aku tidak mau!”

“Kamu tidak mau?!”

Sungguh gadis yang kekanak-kanakan.

Kenapa dia tidak bisa jujur ​​dan memberitahu kalau dia tidak bisa berenang daripada memaksakan dirinya seperti ini?

“... Aku tidak ingin ditinggalkan sendiri, oke? Aku ingin bermain dengan semua orang juga!”

...Begitu rupanya.

Aku tidak menyangka kalau dia akan memberikan jawaban itu. Sekarang, aku tidak tahu harus berkata apa padanya.

Aku tidak bisa melihat ekspresinya karena dia menyembunyikan wajahnya, tapi aku bisa melihat telinganya yang memerah.

“Be-Begitu ya ...”

Jangan mendadak bertingkah lemah lembut seperti ini, aku tidak tahu bagaimana harus menanggapinya!

Suasana di sekitar kami berubah menjadi canggung dan keheningan yang tidak nyaman yang terasa seperti akan bertahan selamanya.

Tepat ketika aku berpikir tentang bagaimana cara keluar dari situasi ini, Hina keluar dari ruang ganti.

“Kalian berdua sedang apa?”

“Bu-Bukan apa-apa.”

Aku mendorong Shiina yang masih menyembunyikan wajahnya dan membalas Hina yang kebingungan.

“Ayo, kamu juga mau mencoba pakaian renang itu, kan? Lakukan dengan cepat.”

Shiina mengangkat wajahnya, mengangguk, dan melangkah masuk ke dalam ruang ganti dengan ekspresi tegas di wajahnya.

... Pertukaran semacam ini tidak terlalu buruk. Tapi, tanggapannya yang baru saja membuatku agak merindukan Shiina yang dulu. Aku merindukan hari-hari dimana dia memperlakukanku dengan dingin.

“... kalian berdua kelihatannya sangat dekat belakangan ini.”

Hina berbisik dengan suara yang terdengar agak tegang.

“Apa terlihat seperti itu dari sudut pandangmu?”

Sebenarnya, aku tidak begitu yakin tentang pernyataannya. Sejak Shiina dan aku menjadi teman, aku mengalami banyak kesulitan menyesuaikan diri dengan kedekatannya.

Aku justru merasa lebih mudah berkomunikasi dengannya ketika kami masih menjadi musuh.

“Mai-chan terlihat sangat menempel lengket padamu, tau?”

“Menempel….?”

Aku ingin mencoba menyangkal kata-katanya, tapi setelah kupikir-pikir lagi, perkataannya masih ada benarnya juga.

Shiina mungkin telah memaafkanku atas perbuatan yang sudah kulakukan padanya. Hanya aku saja yang masih kebingungan tentang semua ini.

“Beberapa waktu yang lalu, kalian berdua terus berdebat, tapi meskipun begitu, kalian berdua sudah terlihat sangat dekat. Saat ini, dia bertingkah lemah lembut di sekitarmu dan kalian berdua tampaknya semakin dekat. Jadi, apa yang sudah kamu lakukan padanya? ”

“Pertanyaanmu membuatnya terdengar seperti aku sudah melakukan sesuatu yang salah padanya ...”

“Hehe, bercanda doang kok~”

“... Yah, jika kamu penasaran mengenai apa yang terjadi, hanya saja kami akhirnya menjadi teman sekarang.”

Hanya itu saja yang terjadi.

Aku menyeretnya keluar dari zona nyamannya.

Aku menjadi temannya dan berjanji kepadanya kalau aku akan meringankan penderitaannya dan membuatnya bahagia.

Setelah itu, sikapnya terhadapku semakin hari semakin melunak.

“… Apa benar-benar hanya itu saja?”

“Apa maksudmu?”

Ketika aku menanyakan itu kepadanya, dia hanya menggelengkan kepalanya. Apa sih yang sebenarnya dia pikirkan?

“... jangan terlalu dipikirkan. Aku akan merahasiakannya darimu, Godou.”

Apa-apaan? Kenapa kamu tidak mau memberitahuku?

Aku hampir melontarkan kata-kata tersebut, tetapi aku memutuskan untuk menahannya.

Karena saat ini, Hina memiliki tatapan kosong dan nada bicaranya sangat serius.

“U-Um ... aku sudah selesai berganti ...”

Shiina mengintip melalui celah di belakang tirai ruang ganti.

Pada saat itu, tatapan mata Hina segera bersinar.

“Mana! Mana! Biar kulihat!”

“Ja-Jangan! Ma-Maksudku... tu-tunggu! Ku-Kumohon tunggu dulu! ”

Hina dengan paksa membuka tirai meskipun ada permohonan Shiina.

... Hina mengalahkannya dengan telak di area dada, tapi dia masih memiliki payudara yang cukup montok. Tubuhnya melengkung di tempat yang tepat juga. Sementara itu, kakinya tampak ramping dan mulus.

Bikini merah tua yang menutupi bagian-bagian penting dari tubuhnya tampak sedikit menggoda.

Dia menyembunyikan bagian-bagian penting itu dengan tangannya dari tatapanku.

Gerakannya terlihat sangat lucu, tapi hal itu membuatku secara tidak sengaja mengalihkan pandanganku.

Hati nuraniku yang bersalah tidak tahan melihatnya.

“Ja-Jangan lihat aku!”

Telat, aku sudah membalikkan badanku.

Namun, jika dia tidak ingin aku melihatnya, kenapa dia bahkan melakukan ini?

“Jangan malu, Mai-chan! Kamu itu imut kok!”

Hina mencibir layaknya om-om paruh baya.

Aku tidak bisa melihat apa yang dia lakukan, tapi dari suara mereka, aku mulai memahami apa yang sebenarnya terjadi.

“Umu~ umu~ biar kutebak, titik lemahmu ada di sini!~”

“Kyaa! Ja-Jangan menyentuhku di tempat-tempat aneh!”

Tunggu, apa yang sedang mereka lakukan?

Kami masih berada di tempat umum tau!

Sementara aku measa dilema untuk memutuskan apakah aku harus  menghentikan kebodohan mereka atau tidak, Hina sudah berhenti.

Bagaimanapun juga, sepertinya baju renang itu sangat cocok untuk Shiina.

“Kamu yakin tidak ingin melihatnya, Godou?”

“Dia bilang aku tidak boleh melihatnya

“Dia cuma malu-malu! Ayo, lihat gadis imut ini~”

Hina meraih bahuku dan dengan paksa membalikkan tubuhku.

Tatapan mataku kemudian bertemu dengan Shiina. Dia membeku di tempat sebelum panik sebentar, tetapi dia akhirnya mulai tenang dan meletakkan kedua tangannya di punggungnya.

Wajahnya semerah tomat dan berusaha memalingkannya seolah-olah tidak berani bertemu dengan tatapanku. Walau begitu, dia tetap menunjukkan baju renangnya kepadaku.

Penampilannya yang tidak biasa ini membuatku sulit untuk mengalihkan pandanganku darinya.

“…Bilang sesuatu napa.”

“... Ak-Aku pikir kamu kelihatan imut.”

“… Be-Begitu ya. Ak-Aku akan berganti lagi nanti.”

Dia segera menutup tirai ruang ganti lagi. Jantungku masih berdegup kencang. Apa sih yang sedang terjadi?

Aku merasakan keinginan untuk melarikan diri dan kembali ke rumah tetapi, pada saat yang sama, aku ingin tetap tinggal di sini.

… Aku harus menenangkan diri.

Aku menghela nafas dalam-dalam dan segera mendapatkan kembali ketenanganku.

Di medan perang, menjaga emosimu tetap stabil merupakan sebuah keharusan.

Berkat pelatihanku, aku bisa mendapatkan kembali ketenanganku setelah mengambil nafas dalam-dalam sekali.

Detak jantungku yang tadinya berdetak kencang, sekarang sudah mulai melambat juga.

... Sekarang hormone adrenalin telah mereda, dan gelombang rasa malu melanda diriku.

Apa sih yang sedang kami lakukan di tempat semacam ini?

Untung saja tidak ada orang lain di sekitar kami. Jika beneran ada, rasanya akan sangat memalukan. Memuji Shiina dengan sebutan ‘imut’ saja sudah cukup buruk, aku tidak membutuhkan serangan mental yang merusah martabatku ...

Aku menghela nafas dan mengalihkan pandanganku ke samping ... lalu baru menyadari kalau Hina sedang menatapku.

“Ap-Apa?”

“Bukan apa-apa~”

Ucap Hina saat dia berbalik.

Setelah itu, dia mulai berjalan menjauh dariku. Karena dia membawa pakaian renangnya, dia mungkin pergi untuk membayarnya di meja kasir.

Tak berselang lama kemudian, Shiina keluar dari ruang ganti dan mengatakan bahwa dia akan membeli baju renang yang merah tadi.

Aku tidak bisa memaksa diriku untuk menatapnya, jadi aku hanya mengangguk.

“Kamu sendiri bagaimana? Kamu tidak mau mencobanya?”

“Tidak, seharusnya sih tidak masalah kalau buat cowok.”

Berbeda dengan baju renang perempuan di mana mereka perlu mempertimbangkan ukuran dada dan pinggang, baju renang cowok cuma sekedar celana pendek saja.

“Enggak adil, padahal aku ingin melihat punyamu juga ...”

Shiina bergumam begitu.

“Lagipula, kamu akan melihatku memakainya besok ...”

“Benar juga ... sekarang setelah kupikir-pikir lagi, pasti ada banyak orang yang akan melihatku mengenakan baju renang itu ...”

“... jika kamu beneran tidak mau, kamu tidak perlu pergi, tau?”

Sejujurnya, aku tidak ingin orang-orang lain menatapnya sebanyak itu.

“Tidak apa-apa. Selain itu, aku sudah membiarkanmu melihatnya dulu sebelum orang lain...”

Kami melakukan percakapan seperti itu saat berdiri dalam antrean dan menuju meja kasir.

... Aku ingin bertanya apa yang dia maksud dengan mengatakan itu, tapi aku terlalu takut.

Akhir-akhir ini, aku merasa kesulitan untuk mengatakan apa yang kupikirkan.

Berbicara dengan teman seharusnya tidak sesulit ini, iya ‘kan?

Sementara aku memikirkan hal itu, kasir toko telah selesai menghitung segalanya.

“Hei ~ sebelah sini~”

Hina yang sudah mendahului kami, melambaikan tangannya kepada kami.

“Lihat deh apa yang kudapatkan dari sana ~”

Walaupun kami sudah menyelesaikan urusan kami di sini, tapi sepertinya kami masih akan tinggal sebentar.

Setelah itu, Shiina digunakan sebagai boneka dandan oleh Hina sepanjang sisa hari itu. Kami baru membubarkan diri setelah Shiina merasa kelelahan.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama