Bab 2 Bagian 2
Kegiatan pendalaman materi
serupa masih terus berlanjut pada minggu berikutnya, dan Nisshi juga masih
berbaur di dalam kelas kami dengan cara yang sama.
Karena ini hampir seperti sesi
belajar mandiri, saat ini berubah menjadi waktu di mana segala sesuatu mungkin
terjadi, termasuk tertidur dan membolos. Icchi yang menerima tugas arsitektur
baru dari KEN, langsung tertidur begitu membereskan mejanya karena kurang tidur
setiap hari. Aku yang cenderung begadang di malam hari karena harus belajar
untuk ujian semester dan ujian sekolah bimbel, terpengaruhi oleh tindakannya
dan ikutan terlelap.
Pada saat aku terbangun, sudah
sekitar 30 menit sejak jam bebas dimulai. Luna sedang tidak berada di tempat
duduknya, dan tidak ada tanda-tanda keberadaan Kurose-san maupun Tanikita-san
juga. Aku yakin mereka pergi ke perpustakaan bersama.
Orang-orang tersisa yang duduk
di meja grup kami hanya ada Yamana-san, Nisshi, dan Icchi, yang sedang tertidur
pulas. Nisshi duduk di kursi Tanikita-san dan menghadap Yamana-san tanpa melakukan
apapun. Rasanya seperti topik pembicaraan mereka tiba-tiba terputus dan ada
keheningan yang canggung.
Mereka berdua belum menyadari
kalau aku sudah bangun. Aku merasa harus membiarkan itu entah bagaimana, jadi
aku memalingkan wajahku ke arah meja lagi dan mengalihkan pandanganku hanya ke arah
mereka.
“... Ngo-Ngomong-ngomong.”
Nisshi membuka mulutnya.
Nisshi ... Di antara kami
bertiga, Nisshi lah yang tampaknya memiliki sadar diri remaja, dan Ia tidak
pernah berbicara dengan gadis atas inisiatifnya sendiri. Aku diam-diam merasa terkesan
padanya.
“Kita berdua tuh sama-sama memiliki
kanji '名' di nama keluarga kita, iya ‘kan?”
Sekilas aku sempat berpikir, “Hah? Nih anak ngomong apaan sih?”, Tapi
Nishina dan Yamana... kalau dipikir-pikir memang ada benarnya juga. Aku tidak
pernah menyadarinya sama sekali. (TN: Akhiran Na di
belakang huruf mereka memakai kanji yang sama)
“Iya juga ya.”
Yamana-san menjawab dengan muka
judes dan acuh. Sifatnya yang begitu bukan karena dia sedang berada di depan
Nisshi, tapi dia selalu seperti ini di kelas.
“Memangnya kenapa dengan itu?”
Ketika ditanya kembali, Nisshi tampak
sedikit gelisah.
“Bu-Bukan apa-apa, sih ... tapi,
aku penasaran apa ada sesuatu yang tersirat.”
“Apanya?”
“Tidak, umm ... sesuatu seperti...”
Nisshi menjadi tergagap dan berusaha
keras untuk mengeluarkan suaranya.
“Se-Sesuatu yang mirip seperti,
takdir?”
Ia
mengatakannya…….
Kalau
sampai diberitahu begitu, bahkan Yamana-san mungkin sudah menyadari perasaan
Nisshi.
Ketika aku dibuat terkesiap
dengan pemikiran itu, Yamana-san membuka mulutnya ke arah Nisshi tanpa mengubah
sikapnya sama sekali.
“Jangan-jangan kamu ingin menggombaliku?
Kamu sih masih sepuluh tahun terlalu cepat buat ngelakuin begituan.”
Aku sih akan patah hati jika
mendengar jawaban semacam itu, tetapi Nisshi sama sekali tidak terpengaruh.
“Mungkin saja memang begitu”
Ia menatap Yamana-san dengan
penuh maksud.
“Jika aku tidak melakukan
sesuatu, aku takkan bisa membuat kemajuan.”
Di dalam khayalanku, duo
pelawak cowok berbaju polo mulai bernyanyi dan menari, “Tentu sajalah boss~”, tapi sepertinya ada sesuatu yang beresonansi
dengan Yamana-san, dan sedikit rona merah muncul di pipinya.
“... Aku tuh sudah punya pacar,
tau.”
“Aku tahu.”
Nisshi menanggapi perkataan
Yamana-san yang blak-blakan, dengan nada tegas.
“Tapi kamu tidak bisa menghubunginya,
‘kan? Sampai ujian masuknya selesai.”
Suasananya semakin menegang,
dan Yamana-san menatap Nisshi dengan tatapan serius.
“... Apa kamu berniat inign
menjadi pengganti Senpai?”
Nisshi dengan gugup mengangguk.
“Ak-Aku akan berusaha yang
terbaik.”
Yamana-san melihat Nisshi yang seperti
itu dengan tatapan mencurigai.
“Aku bisa menjaminnya. Itu sih
mustahil banget.”
“Kamu takkan tahu sebelum
mencobanya, ‘kan!”
Nisshi membalas seraya
meninggikan suaranya seolah-olah merasa kesal. Kemudian Ia melihat ke arah
pintu kelas dan bergegas kembali ke bawah meja.
Orang yang memasuki ruang kelas
ternyata adalah Luna, Kurose-san dan Tanikita-san. Aku yakin Nisshi secara
refleks bersembunyi karena mengira Sensei sudah kembali.
“Kami kembali~”
“Eh, Luna, orang-orang ini sama
sekali tidak mau bangun, tau. Mau aku bangunkan dengan memukul mereka? Mereka
berdua enggak ngapa-ngapain hari ini.”
Yamana-san mengeluh pada Luna. “Orang-orang ini” yang dimaksudnya adalah
aku dan Icchi.
Aku menutup kembali kelopak
mataku yang terbuka sedikit dan berpura-pura tidur lagi. Semua tindakan ini
demi mengelabui mereka kalau aku sudah bangun sejak beberapa waktu yang lalu
dan mendengarkan percakapan antara Nisshi dan Yamana-san.
“Enggak apa-apa. kok. Aku yakin
Ia pasti kelelahan.”
Dari suaranya, aku mebeak kalau
Luna sedang duduk sambil tertawa.
“Belakangan ini, Ryuuto sepertinya
sibuk dengan belajarnya. Kurasa Ia mungkin kekurangan tidur. Bagian Ryuuto,
biar aku saja yang mengerjakannya.”
Suara penuh kasih Luna membuat
hatiku merasa tersentuh.
“Kalau gitu, biar aku saja yang
mengerjakan bagiannya Ijichi-kun!”
Tanikita-san juga mengatakan
itu dengan heboh.
“Kyaa, wajah tidurnya juga mirip
banget kayak Lee Joon! Aku ingin memfotonya! Sensei masih belum datang, ‘kan?
Kira-kira boleh ngeluarin smartphone enggak?”
“Ahahaha, itu sih namanya
tindakan mengintip, Akari~”
“Lagian, kenapa kamu bisa tahu
wajah tidur member VTS?”
“Karena para anggotanya sering
mengunggah video ruang ganti mereka.”
Tanikita-san menjawab perkataan
Luna dan Yamana-san.
Aku
benar-benar sedang menikmati masa muda, pikirku.
Setiap
orang memiliki perasaannya terhadap seseorang.
Meskipun
itu hanya cinta bertepuk sebelah tangan.
Sambil memikirkan hal itu, aku
membuka kelopak mataku sedikit, dan menutupnya lagi karena terkejut pada orang
yang tatapan matanya bertemu denganku.
Sosok Kurose-san yang menatapku
dan tersenyum tenang, terbakar jelas di dalam ingatanku untuk sementara waktu.
Sebelumnya || || Selanjutnya