Roshi-dere Jilid 5 Bab 2

Chapter 2 — Hanya Karena Itu Mimpi, Jangan Dilakukan Di Dunia Nyata Juga Kali.

 

Dalam perjalanan pulang dari taman, Masachika berjalan susah payah dengan rasa kehilangan yang tak terlukiskan.

Pada awalnya, Ia mengunjungi taman untuk menyelesaikan cinta masa lalunya, tapi begitu sudah diselesaikan ..... secara tak terduga, dirinya diliputi oleh kesepian, dan Masachika sendiri tidak mampu memilah perasaannya. Meskipun Ia memutuskan ingin menyingkirkan masa lalu, tapi Ia justru mendapati dirinya hanya memikirkan masa lalu. Padahal masih ada banyak hal yang harus dipikirkan mengenai Alisa maupun tentang Maria.

“Haahhhh...”

Jalan yang dilaluinya sekarang juga merupakan jalan yang sering ditempuh oleh Suou Masachika. Setelah Maa-chan memberinya ciuman perpisahan di pipi, Ia akan berlari pulang seolah didorong oleh kebahagiaan dan rasa malunya. Kemudian Ia akan menyelinap kembali ke dalam kamarnya dari beranda agar kakek dan neneknya tidak melihat wajah senangnya.

Sambil mengenang masa-masa itu, Masachika membuka gerbang dan berjalan memutar menuju beranda. Lalu, di sana ada sosok Yuki di dalam kolam plastik anak-anak dengan baju renang sekolahnya.

“… apa yang sedang kamu lakukan?”

Masachika bertanya tanpa daya pada pemandangan yang membuatnya lesu tidak peduli apa yang dia lakukan.

Lagipula, kenapa dia bisa ada di sini? Aku tidak diberitahu kalau Yuki akan mampir ke rumah ini hari ini.

Atau mungkin ini juga ilusi yang diciptakan oleh otak... saat Masachika meletakkan tangannya di dahinya dan memejamkan matanya, wajahnya benar-benar diguyuri air dingin.

Brhbrbuhs!?

Ketika Masachika membuka matanya setelah secara refleks menyeka wajahnya dengan tangan, Ia melihat Yuki sedang berbaring telentang di atas kolam plastik sambil mengarahkan pistol air ke arahnya.

“... Hei, seriusan, kamu lagi ngapain, sih?”

Pipi Masachika berkedut saat bertanya lagi pada adiknya, yang diam-diam menyeringai padanya. Kemudian, Yuki tersenyum dan menatap langit musim panas, bermain-main dengan pistol airnya dan bertingkah sok keren.

“Jangan khawatir tentang itu... itu cuma sedikit kepolosanku saja yang keluar.”

“Kepolosan, ya.”

“Ya, adkenalinku.” (TN: Di sini ada sedikit pemainan kata-kata atau plesetan, awalnya Yuki bilang あどけなさ (adokenasa) yang artinya bisa kepolosan atau naïf, terus dia bilang アドケナリン(adokenarin) yang mana itu kedengarannya sekilas seperti adrenalin.)

“Jangan mengatakannya seperti adrenalin.”

Sembari melontarkan tsukkomi dan menatapnya, Masachika berjalan mendekati Yuki dan mengelus kepalanya.

“Nih, serotonin.”

“Fuaaahh, hormon bahagia sedang dilepaskan~… Huh, apa yang sedang aku lakukan di sini?”

“Jangan mendadak pasang muka serius begitu. Justru akulah yang ingin bertanya apa yang sedang kamu lakukan di sini.”

“Apa...yang sedang kulakukan? Ugh, kepalaku...!?”

“Memangnya kamu habis dicuci otak. Ayo cepat ingat-ingat lagi.”

Gununu... Haa! ... Pada saat ini, aku mulai mengingatnya... bahwa dunia ini adalah dunia game otome yang kumainkan sebelum kematianku.”

“Tidak ada yang menyuruhmu untuk mengingat kehidupanmu sebelumnya?!”

“Suou, Yuki…? Ugh!! Mustahil! Aku bereinkarnasi sebagai gadis ningrat* yang jahat!?”  (TN: Sekali lagi, Yuki memakai kata plesetan di sini)

“Aku khawatir kalau kamu benar-benar kerasukan setan yang jahat.”

“Aku baru mengingatnya...bahwa aku dan kakakku adalah karakter jahat yang selalu menjahili si Heroine.”

“Jangan bilang kalau heroine utamanya adalah Ayano.”

“Benar sekali, Kimishima Ayano adalah heroine dunia ini. Dia adalah karakter utama dalam dunia “The Drowning Crazy Love of the Dark Lady: Obsessed with the Beautiful Yandere Boys”!”

“Ya, bisakah kamu memberitahuku nama target penaklukannya sekarang? Aku akan melenyapkan mereka semua.”

“Kiyomiya Hikaru.”

“Hmm~~, aku sangat terkejut sampai-sampai kesulitan untuk menanggapinya~”

“Kiryuuin Yuusho.”

“Orang itu sih cuma keparat berhati jahat.”

“Hachiouji Ouji.”

“Bukannya orang itu seharusnya menjadi ketua OSIS dari kota sebelah? Lagian, siapa nama depannya tadi?”

“Dan kemudian…  karakter tersembunyi, Sarashina Sakuya.”

“Aku tidak tahu siapa itu, tapi kemungkinan besar orang tersebut adalah bos terakhir, ‘kan?! Sama seperti pada pola-pola sebelumnya, di mana setelah kamu selesai menaklukkan semua target, kamu nanti bisa menaklukkan bos terakhir juga, iya ‘kan?”

“Oleh karena itu, pertama-tama, Onii-chan harus melenyapkan karakter tersembunyi ini.”

“Maaf, mustahil. Karakter semacam itu mendingan terus saja tersembunyi selama sisa hidupnya.”

“Ehh... tapi jika seseorang tidak mengalahkan karakter tersembunyi itu, dunia akan hancur tau ...”

“Skalanya langsung jadi membahas kehancuran dunia.”

“Ah, tapi jika masih sama seperti alur cerita aslinya, Onii-chan akan mati kehabisan darah hari ini karena mengalami kejadian si cabul beruntung, jadi itu sama sekali tidak masalah...”

“Jangan seenaknya mengarang penyebab kematianku. Terlebih lagi, hari ini?”

“Ya. Lah, cepat usap wajahmu sana. Mau sampai kapan kamu basah-basahan terus?”

“Memangnya salah siapa coba? Salah siapa, hah?”

Setelah memukul ringan kepala adiknya, Masachika melepas sepatunya dan melangkah ke teras. Kemudian bahunya merosot lunglai saat berjalan melewati ruangan bergaya Jepang.

(Haa……entah kenapa aku jadi kehilangan semua tenagaku)

Sambil menahan air yang menetes dari rambutnya dengan sapu tangan, Masachika buru-buru berjalan menuju kamar mandi. Ketika berjalan melewati ruangan bergaya Jepang yang menghadap teras dan keluar ke koridor, suasananya begitu sunyi dan tidak ada tanda-tanda siapa pun. Tidak hanya kakeknya yang tidak ada karena mengajak aningnnya jalan-jalan, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan neneknya juga.

(Apa nenek juga sedang keluar...?)

Sambil memiringkan kepalanya, Masachika membuka pintu kamar mandi. Dan kemudian, Ia berjumpa dengan Ayano yang sedang telanjang bulat.

“Maaf.”

Kemudian, Ia segera menutup pintu. Semua itu hanya terjadi dalam waktu 1,7 detik. Sambil memamerkan kecepatan reaksinya yang luar biasa, Masachika menjerit tanpa suara di dalam hatinya.

(Dikasih suara sedikit, kekkkkk!!)

Dari pemandangan sekilas, Ayano sedang menyeka tubuhnya dengan handuk mandi, tapi kenapa dia bahkan tidak menimbulkan suara ketika menggosok badannya? Masachika menggertakkan giginya seraya sadar diri kalau dirinya menyalahkan maid yang tetap tak bersuara bahkan di tempat seperti itu.

(Jadi ini yang dia maksud dengan kejadian si cabul beruntung!?)

Dia mengetahui bahwa Ayano ada di kamar mandi dan sengaja menghasut Masachika untuk segera pergi ke kamar mandi. Jelas sekali tidak niat lain selain kenakalan dan kejahilan. Kisah tentang mimisan yang sepertinya tidak lebih dari sekedar candaan, mungkin merupakan pertanda untuk ini.

Jika demikian, meninggikan suaranya di sini merupakan reaksi yang diinginkan Yuki. ‘Aku harus pergi ke toilet saja dengan tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa di sini’..... ketika Masachika berpikir begitu, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka tanpa suara.

“Maaf sudah mengganggu anda, Masachika-sama. Silakan masuk, tolong jangan pedulikan saya.”

“Mana mungkin aku bisa mengabaikanmu begitu saja!”

Ayano mencoba mengundang Masachika dengan normal sambil menyembunyikan bagian depannya dengan handuk mandi. Perilaku yang terlalu tidak terduga ini bahkan membuat Masachika berteriak.

“Justru sebaliknya, kamu lah yang harus mengkhawatirkan itu!”

“! Anda benar. Permisi, maafkan saya.”

Setelah mengatakan itu, Ayano mulai menyeka dagu dan rambut Masachika yang basah dengan handuk mandi yang menutupi tubuhnya. Secara alami, tubuh mulus Ayano segera terlihat jelas oleh Masachika.

“Bukan yang ini juga kaliiii! Apa sih yang kamu khawatirkan!”

Sambil melompat menjauh, Masachika memalingkan wajahnya dan berteriak lagi.

“Memangnya kamu ini bodoh! Apa kamu tidak memiliki urat malu, hah!”

“Masachika-sama, saya bahkan berusaha mati-matian untuk mengatasi rasa malu saya.”

“Kalau begitu, kamu mendingan mengalah saja dalam pertandingan itu!?”

Dengan teriakan yang tak bisa digambarkan sebagai tsukkomi atau permohonan, Masachika kembali ke dalam ruangan bergaya Jepang seperti kelinci yang melarikan diri. Ia lalu menjatuhkan dirinya di atas tikar tatami dan mengerang, memegangi kepalanya yang lembab dan basah. Ketika Ia mendengar suara tawa, Masachika mengangkat kepalanya sedikit sambil berbaring telungkup di atas tikar tatami.

“Oya~ oya~, sepertinya kamu berhasil menghindari pertanda kematian. Ternyata Onii-chan hebat juga, ya~”

“.....”

Yuki duduk bersila di dalam kolam plastik dan menatapnya sambil menyeringai. Masachika diam-diam berpaling dari sosok yang siap menggodanya tidak peduli bagaimana reaksinya.

“Oi, oi, ada apa Onii-chan-sama? Apa kamu berhasil mengukir jelas penampilan Ayano dalam balutan baju lahirnya di otakmu?”

“...”

“Halo~ halo~ apa ada orang di sana~, tolong jangan abaikan aku dong~.”

“.....”

“Ahhh, arara, tiba-tiba baju renangku merosot sedikit~”

“.....”

Sebaliknya, menurutmu mengapa aku harus berbalik? Memangnya kamu pikir kakakmu ini apaan coba? Meski Ia tergoda untuk melontarkan tsukkomi semacam itu, Masachika menahan diri dan memutuskan untuk berbaring dalam keadaan cuek.

“… Cih, kurasa kamu takkan bereaksi terhadap baju renang yang sedikit merosot, ya~? Sekarang setelah melihat Oppai putih tanpa bra Alya-san di kamp pelatihan, kamu jadi tidak tertarik dengan baju renang sekolahku yang setengah telanjang begini, apa begitu maksudmu ya!”

“.....”

“Sialan, dasar Alya-san. Alya-san si paling imut dan lucu. Kalau bukan E-cup Alya-san, Onii-chan enggak bakal...”

“!?”

“Oya? Bahumu kelihatan sedikit bergetar, loh?”

Di momen ketika Masachika berpikir “Oh sial” di dalam hatinya dan Yuki menyeringai jahat padanya, melalui pintu geser yang terbuka, Ayano yang berpakaian polos sambil memegang handuk di lengannya, muncul dan melangkah ke beranda.

“Maaf sudah membuat anda menunggu, Yuki-sama. Silakan lewat sini.”

“Hmm? ... Oke~”

Setelah diminta oleh Ayano, Yuki meninggalkan kolam dengan sandal sambil mengeluarkan suara yang sedikit menyesal. Ayano kemudian dengan ringan menyeka tubuh dan telapak kaki Yuki sebelum membungkusnya dengan handuk dan menuju kamar mandi. Tapi, sebelum dia melangkah masuk menuju lorong, Yuki berbalik dan bertanya dengan nada santai pada Ayano.

“Ngomong-ngomong, Ayano, seberapa jauh Onii-chan melihatmu?”

“Cepat pergi mandi saja sana, dasar bego. Ayano, kamu tidak perlu menjawabnya.”

Masachika langsung menutup pintu geser tersebut (secara paksa). Ia kemudian menunggu cekikikan dan langkah kaki adiknya pergi sebelum berbalik menghadap Ayano lagi.

“Maaf. Aku secara tak sengaja mengintipmu...”

“Ah, tidak, seharusnya sayalah yang perlu meminta maaf karena sudah menunjukkan sesuatu yang tidak sedap dipandang ...”

“Itu bukan pemandangan yang tidak sedap dipandang, loh?”

Justru sbaliknya, pemandangan rambut hitamnya yang lebat dan berkilau, menempel pada anggota tubuhnya yang cantik, langsing, namun feminin, merupakan pemandangan yang mempesona dan memanjakan mata. Namun, itu akan menjadi pelecehan seksual jika dirinya menjawab seperti itu dengan jujur, tapi disi lain, bila Masachika tidak mengatakan apa-apa, Ayano pasti salah dan menganggap kalau dirinya memang tidak sedap dipandang.

“... Kamu itu cantik dan sangat manis... jadi jangan terlalu merendahkan dirimu sendiri seperti itu.”

“Te-Terima kasih banyak…… Masachika-sama juga sangat menarik dan luar biasa.”

“... kalau itu sih makasih.”

Setelah dengan ringan mengabaikan evaluasi Ayano, Masachika berbaring lagi untuk melarikan diri dari suasana yang aneh. Ketika Masachika mulai membalikkan punggungnya, Ayano sepertinya membaca situasi dan menutup rapat mulutnya. Maid yang selalu membaur dengan udara memang hebat. Dia sangat berbeda dengan masternya yang suka bermain-main dan memperkeruh suasana.

(Haa... Serius, sungguh hari yang melelahkan... Semoga saja besok aku tidak mendapat karmanya, iya ‘kan?)

Masachika berpikir kalau dirinya sudah menerima pengakuan cinta dari lawan jenis untuk pertama kali dalam hidupnya di taman, dan tepat setelah itu, Ia malah mengalami kejadian si cabul beruntung. Dari sudut pandang objektif, jika keberuntungan semacam itu terus berlanjut, Ia khawatir jika kesialan akan menimpanya sebagai balasannya.

(Tidak... kurasa ini bukan pertama kalinya dalam hidupku, ya?)

Setelah berhasil mengenangnya lagi, gadis itu...... Maa-chan juga menyatakan perasaannya pada Masachika. Sebagai tanggapan, Masachika pada saat itu juga, meski dengan malu-malu, menyampaikan rasa sukanya, dan mereka berdua akhirnya saling mencintai... dirinya masih mengingat kejadian itu. Ia pikir kalau itu hanyalah kedua bocah yang mian cinta-cintaan, dan setelah dipikir-pikir lagi sekarang pun, Ia masih beranggapan begitu.

(Tapi... Masha-san selalu serius tentang itu selama ini ...)

Sangat mudah untuk menyingkirka hal tersebut sebagai candaan anak-anak, tapi setidaknya Maria menjaga perasaan itu selama ini. Kalau berpikiran seperti itu, Masachika tidak tega memasang label murahan seperti itu.

(Haha, rasanya seperti janji dalam komedi romantis bahwa mereka berjanji untuk menikah ketika mereka masih kecil, tapi aku belum pernah mendengar bahwa ada yang sampai beneran berpacaran.)

Masachika menyadari sesuatu di dalam kepalanya saat sedang tertawa hampa begitu.

(Hmm, tunggu dulu sebentar...? Eh, apa jangan-jangan yang dimaksud pacar Masha-san itu...)

Di kamp pelatihan, Maria memberitahunya kalau pacar yang dimaksud itu merujuk boneka binatang...  tapi, apa itu jangan-jangan...

(Merujuk padaku...?)

Segera setelah spekulasi itu muncul di benaknya, sensasi samar-samar mengalir dari dalam dadanya ... tapi sensasi tersebut segera mereda.

(Tidak, lebih tepatnya, bukanlah aku... tapi Suou Masachika—— orang yang dimaksud adalah Saa-kun, ya?)

Pada saat yang sama, rasa kehilangan kembali muncul menyelimuti hatinya. Pada saat yang sama, Masachika tiba-tiba merasakan penurunan suasana hatinya.

(Ah, sialan... perasaanku jadi semakin negatif saja)

Masachika pun menyadari kalau itu kebiasaan buruknya. Meski demikia, dirinya tidak bisa menghentikan pikirannya agar tidak jatuh ke dalam spiral negatif.

(Ya ampun, baik Masha-san maupun Alya, kenapa sih mereka berdua bisa jatuh cinta dengan pria semacam ini?)

Dirinya bisa merasakan perasaan untuk kakak beradik yang begitu menawan. Biasanya, hatinya akan dipenuhi dengan kegembiraan... tapi sayangnya, hanya ada permintaan maaf saja yang memenuhi hati Masachika. Dirinya hanya bisa meminta maaf karena menjadi seperti ini. Ia hanya bisa meminta maaf karena sudah mengganggu hati mereka.

(Hal tersebut sangat mustahil untukku ...yang begituan sama sekali tidak cocok bagiku)

Mungkin lebih baik kalau melarikan diri saja. Memutuskan semua ikatan dan mengurung diri di rumah sendiri. Sama seperti saat diirinya kabur dari rumah keluarga Suou. Dengan begitu, Ia tidak perlu mengkhawatirkan hati orang lain lagi—— saat Masachika sedang memikirkan itu, pintu geser kamarnya terbuka lebar.

“Ah~ Menyegarkan sekali~! Happ!”

Segera setelah itu, Masachika merasakan adanya sesuatu yang terbang dan berguling di atas tatami untuk menghindarinya...──

“Masih naif~!”

Guhaa!”

……Masachika tersedak karena tekanan tubuh Yuki di perutnya meskipun Ia sudah mengantisipasi kedatangannya. Menatap wajah kakaknya yang terus terbatuk-batuk, Yuki sedikit menggerakkan alisnya dan tersenyum.

“Apa kamu menderita kelelahan musim panas? Apa kamu sedang kelelahan?”

Dengan dagunya bersandar di dada Masachika, adik perempuannya itu terus memukul-mukul keningnya.

“Jangan mukul-mukul terus napa.”

Ketika Masachika menepis tangannya dengan sembarangan, Yuki mengangkat kepalanya dan mengangkangi Masachika.

“Fumu, kamu bahkan tidak Tsukkomi sama sekali... sepertinya keadaan ini cukup serius.”

Setelah mengatakan itu dengan ekspresi sok serius, Yuki mengangkat kedua tangannya dengan jari tengah dan telunjuk di depan dadanya──

“Buat Onii-chan yang seperti itu, aku akan mempersembahkan  beam yang menghiburmuuuuuu! Zupipipipipipipi——!” 

Sambil meneriakkan kata-kata ini dengan cepat, Yuki menusuk-nusukkan jarinya ke area perut dan dada Masachika.

“Awawawawaw, hentikan itu, memangnya kamu ini bocah SD apa! Lagian, sebelah mananya yang beam coba!”

“Perasaan adalah beam!”

“Sinar beam macam apa itu!”

Ketika mendengar seruan Masachika, tangan Yuki sedikit tersentak dan dia menatap lurus ke wajah Masachika.

“Penasaran?”

“... Dengan senang hati aku ingin mendengarnya darimu.”

“Hou~? …. Baiklah, kalau gitu, biarkan aku memberitahumu.”

Yuki menganggukkan kepalanya dengan sikap sombong dan menatap Masachika dengan wajah serius saat menyisir poninya dengan tangan kanannya. Kemudian, dengan suara dingin, dia memberitahunya dengan serius.

“Ini adalah beam Onii-chan chuki-chuki*.” (TN: Plesetan dari Onii-chan suki suki)

“Ohh~, beam Onii-chan chuki-chuki, ya?”

“U-Umu.....”

“…………”

“…………”

“... Coba jelaskan secara terperinci”

“Dasar brengsek, kamu pasti sengaja ingin membuatku mati malu, iya ‘kan!?”

“Bilang saja dengan normal kalau kamu merasa malu sampai-sampai ingin mati.”

“Itu kata yang diciptakan untuk mati karena malu, baka.

Setelah mengatakan itu, Yuki membenamkan wajahnya di bahu Masachika untuk menyembunyikan ekspresinya. Dan kemudian…..

“... aroma dari gadis lain?”

“Uwahh, menakutkan.”

“Hohou~? Aniue-dono memang tidak bisa diremehkan, ya. Kupikir kamu terlihat sedikit murung~, tapi tak disangka-sangka masalahmu terkait dengan gadis lain, ya?”

“...”

“Oh? Kok diam? Apa itu berarti tebakanku tadi benar, ya? Hmmm~?”

“.....”

Masachika diam-diam menutup matanya pada adik perempuannya yang memalingkan wajahnya yang gelisah ke arahnya dalam posisi menunggang kuda lagi. Yuki menggembungkan pipinya dengan cemberu saat kakaknya memutuskan untuk tetap diam dengan sikap yang gampang sekali dimengerti.

“Kalau gitu, aku akan memberikan chuu buat Onii-chan yang sedang galau!”

Sambil mengatakan “Chuu!”, Yuki membuka lebar mulutnya dan mendekatkan wajahnya menuju muka Masachika.

“Hentikan itu.”

Masachika, yang langsung membuka matanya, meraih dahinya dan menghentikannya. Bila dilihat dari samping, pemandangan itu tampak seperti  seorang kakak yang sedang diserang oleh adik perempuannya yang menjadi zombie. Masachika lalu bertanya pada Yuki dengan suara jengkel saat adiknya masih terus berusaha menggigit lehernya bahkan setelah Ia meraih dahinya.

“Lagian, kenapa sih kamu ngotot sekali untuk mencoba menggigitku akhir-akhir ini?”

“Eh, kamu beneran mau menanyakan itu?”

Pertanyaan santai yang dilontarkan oleh Masachika disambut dengan respon serius yang tak terduga. Ekspresi wajahnya seram dan tanpa ekspresi, berbeda dengan tingkah konyol yang baru saja dia tampilkan. Masachika tersentak sedikit saat dia menatapnya tanpa berkedip.

“… Memangnya tentang apaan?”

Mungkin itu memiliki arti khusus? Jika iya, itu mengenai apa? Di hadapan Masachika yang sedang merenung dengan sedikit serius, Yuki diam-diam membuka mulutnya dengan ekspresi kosong di wajahnya.

“Aku menunggu untuk [Jika kamu berani menggigit, kamu harus mengeritkan gigimu].”

“Ugh…”

“Padahal~~ aku selalu menunggu itu, tau~~?”

Sambil menatap Masachika dalam-dalam yang sedang menahan nafas, Yuki mencungkil luka lama kakaknya dengan nada sinis. Kemudian, segera setelah Masachika melihat ke arahnya dengan tatapan mata kesal, dia meniru nada suara Masachika dengan nada jahat yang terlalu berlebihan dan seringai licik di wajahnya.

[Jika kamu berani menggigit, kamu harus mengeritkan gigimu, oke?]”

“Dasar kampretttt...!”

“Kyaaaaahhaha! Iyyyaaa! Onii-chan keren bangetttt deh hahahaha———!!”

Yuki jatuh dari atas Masachika dan berguling-guling sambil tertawa terbahak-bahak, mendepak-depak kakinya di atas tikar tatami. Lalu tiba-tiba, dia mengangkat bagian atas tubuhnya dengan wajah lurus dan mengangkat jari telunjuknya.

“Ah, ngomong-ngomong, kalimat [Jika kamu berani menggigit, kamu harus mengeritkan gigimu] memiliki dua arti: Arti yang pertama [Setelah kamu menunjukkan taringmu, kamu harus menyelesaikannya dengan tuntas], dan arti kedua [Aku akan melawan balik, jadi bersiap-siaplah], dua-duanya memiliki arti yang sangat keren—”

“Hentikan itu, hentikan, jangan dijelaskan juga kali!!”

Saat Ia menanggapinya dengan tatapan gemetar, Masachika menghela nafas dan ikut berbaring. Lalu sehabis itu, Yuki langsung menunjukkan wajahnya.

“Oho, suasana hatimu kelihatannya tidak terlalu buruk ya, Nii-chan. Sekarang kamu mau ikutan berguling-guling bersamaku, ‘kan.”

“Aku tak bisa membayangkan anak SMA masih melakukan itu.”

“Anak S-M-A juga masih dianggap anak-anak, tau~?”

Yuki mengguncang pinggul Masachika seolah-olah dia sedang merengek. Ketika merasa sedikit kesal dengan tingkahnya itu... Masachika tiba-tiba berpikir.

(Apa jangan-jangan... dia benar-benar hanya ingin memanjakanku?)

Pada saat yang sama Masachika sampai pada kesimpulan itu, dirinya mengingat kasih sayang yang Ia rasakan untuk Yuki di taman, dan kata-kata yang diucapkan Maria kepadanya selama di kamp pelatihan.

(Skinship juga sama pentingnya, ya...)

Seraya merenungkan kata-kata Maria di dalam pikirannya, Masachika menoleh ke arahnya dan diam-diam menarik Yuki, yang duduk di sampingnya.

“O-Ohh?”

Yuki ambruk di atas dirinya dengan ekspresi sedikit bingung. Sambil memegang punggung kecil Yuki dengan tangan kirinya, Masachika mulai mengelus kepala Yuki dengan tangan kanannya.

“O-Oh? Eh, hah?”

Ekspresi Yuki sedikit tercengang saat kakaknya tiba-tiba memeluknya dengan lembut dan mengelus-ngelus kepalanya. Namun, mungkin dia merasakan sesuatu dari kakaknya yang terus mengelus kepalanya dalam diam, Yuki tersenyum dan menundukkan wajahnya.

“Kamu kenapa sih~~ Aku ‘kan jadi malu~~...Uriurii~

Yuki terdengar malu-malu saat menekankan dahinya ke dada kakaknya. Yuki menggosok kepalanya ke arahnya seperti binatang kecil yang ingin bersikap manja. Karena bisa merasakan kasih sayang dan kerinduan tertentu di sana... Masachika merasakan kehangatan jauh di dalam lubuk hatinya. Kebencian pada diri sendiri dan keinginan untuk melarikan diri yang bersarang di dadanya perlahan-lahan mulai sirna.

(Ah... ini pasti lebih baik dari yang kukira)

Sekarang Ia mulai memahami apa yang dimaksud Mary. Pentingnya kontak fisik dan memastikan kasih sayang.

(Aku memang, gampangan sekali ...)

Merasakan secara langsung kasih sayang yang diarahkan padanya oleh Yuki, Masachika tiba-tiba bertanya-tanya mengapa dirinya menutup mata terhadap pengakuan Maria. Tidak ada yang lain selain kelembutan dalam pelukan Maria. Kata-katanya dipenuhi dengan perhatian yang tulus.

“….Onii-chan tuh …..”

“Hmm?”

Kemudian, Yuki tiba-tiba mulai berbicara, dan Masachika menurunkan pandangannya ke arah Yuki yang bersandar di dadanya. Namun, Yuki tidak mendongak dan terus melanjutkan dengan wajahnya yang masih terkubur di dada Masachika.

“Kamu tidak perlu merasa bersalah padaku selamanya, tau? Sampai sekarang, aku tetap merasa bahagia … dan aku sama sekali tidak pernah menyimpan dendam kepada Onii-chan.”

“!!!”

“Bahkan jika aku bilang begini, Onii-chan pasti akan memikirkan dan mengkhawatirkan tentang banyak hal ….. tapi bagiku, Onii-chan masih menjadi Onii-chan yang selalu kusayangi … jadi, kamu tidak perlu khawatir mengenai keluarga Suou, Onii-chan bisa bahagia dengan cara yang bermartabat, oke?”

Masachika tahu bahwa kata-kata tersebut berasal dari lubuk hati Yuki. Sama seperti pada hari itu, ucapan adik perempuannya yang sangat dewasa dan penuh kasih sayang, langsung menyentuh hati Masachika.

(Itu benar sekali …... setidaknya Yuki dan Masha-san memberitahuku bahwa mereka menyukaiku yang sekarang...)

Saat Masachika perlahan-lahan menelaah kata-kata adiknya, Yuki mendongak dari dadanya dan tersenyum.

“Bukannya aku yang tadi, sudah mirip banget dengan heroine utama, iya ‘kan?”

“Haha... cerewet.”

Setelah menggaruk-garuk kepala adiknya sambil tertawa kecil dan cekikikan, Yuki kembali membenamkan wajahnya di dada Masachika sambil berseru “Uwaaa~”.

(Terima kasih, Yuki)

Di dalam hatinya, Masachika berterima kasih kepada adiknya yang selalu baik dan penyayang.

(Ya ampun, sungguh kakak yang menyedihkan sampai perlu mendapat dorongan dari adik perempuannya)

Masachika terus mengejek dirinya sendiri, tapi tidak ada lagi kebencian diri yang kelam di dalamnya.

Dirinya bertekad untuk tidak melihat ke belakang dalam siksaan yang membenci diri sendiri lagi. Ia masih belum bisa menyukai dirinya sendiri, dan masih berpikir kalau dirinya tidak berharga. .... meski demikian, masih ada orang yang menyayanginya, walaupun dirinya yang begitu. Membenci diri sendiri hanyalah alasan untuk kenyamanan diri sendiri. Daripada itu, lebih baik memikirkan orang yang selalu mengawasinya sampai sekarang. Karena melakukan hal itu juga akan membantunya menghadapi perasaan cinta Alisa.

Seiring dengan tekad bulat Masachika, suasana tenang mengalir melalui kamar bergaya Jepang keluarga Kuze. Kesunyian yang nyaman tersebut terus berlanjut untuk beberapa saat... tapi tepat ketika lonceng angin di teras mengeluarkan bunyi dentingan, Yuki tiba-tiba mengerutkan keningnya dan mendongak.

“...Hmm~? Heroine utama? ...Hahhh!”

Pada saat berikutnya, dia melompat dengan ekspresi tercengang di wajahnya. Yuki menatap Masachika, yang memiliki ekspresi ragu, dan mengangkat suara yang dipenuhi kengerian.

“Apa jangan-jangan, ini adalah event paksaan untuk memasuki rute adik kandung!?”

“Haa?”

“Oi, oi, yang benar saja, brother… Apa kamu mencoba terjun ke dalam rute incest, yang bahkan cukup kontroversial di dunia otaku!?”

“Tidak ada yang namanya rute seperti itu.”

“Hmph, baiklah... Jika Ani-ja sudah siap untuk melakukan itu, aku juga akan berusaha yang terbaik untuk menanggapinya!”

“Yuki-san?”

“Sialan, tapi kalau begitu, apa yang harus kita lakukan dengan penerus keluarga Suo…!?”

“Halo~ Yuki-san~?”

“Apa?!! Kamu ingin Ayano saja yang melahirkan anakmu? Su-Sungguh ide yang jahat sekali...!!”

“Hak Asasi Manusia Ayano.”

“Yuki-sama... itu usulan yang sangat bagus sekali!”

““Ups, Ayano-san?””

Pernyataan mengejutkan Ayano, yang sedari tadi membaur jadi udara, menyebabkan mereka berdua berbalik dengan wajah serius. Kemudian, Ayano duduk tegak di atas tikar tatami tanpa ekspresi, tapi tatapan matanya berbinar-binar seraya mengepalkan kedua tangannya erat-erat.

“Dengan kata lain, itu berarti ... Saya bisa menggunakan semua yang saya miliki demi kalian berdua, bukan!?”

“Oke tenang dulu, Ayano. Apa kamu sadar kalau kamu sudah mengatakan sesuatu yang gila?”

Menanggapi pertanyaan Yuki, Ayano meletakkan tangannya di dadanya dan berbicara seolah-olah penganut yang taat.

“Salah satu kebahagiaan saya adalah kalian berdua selalu bisa bersama ...... Jika saya bisa membantu anda, saya takkan menyesalinya!”

“Dia bahkan tidak menyadari apa yang sudah dia katakan.”

Setelah mengatakan itu dengan nada pasrah, Yuki menoleh ke Masachika dan memberinya acungan jempol dengan setengah tersenyum.

“Kamu berhasil, Onii-chan. Rute paksa adik kandung sudah berubah menjadi rute harem paksaan!”

“Enggak bakal terjadi lah! Bukannya itu abnormal ganda!”

“Apa sih yang membuatmu tidak puas? Harem. Bukannya itu impian semua pria?”

“Jika itu dua dimensi sih, iya. Kalau Harem sungguhan masih terlalu berat untukku.”

“Inilah sebabnya kenapa kamu perjaka sialan yang tak punya nyali sama sekali.”

“Gadis perawan yang sok-sokan menjadi gadis lacur memangnya sedang mengatakan sesuatu?”

Yuki yang dengan lihainya mengabaikan serangan balik Masachika dan menggelengkan kepalanya seraya mengatakan “Ya ampun~ Yare Yare”, tiba-tiba meletakkan tangannya di dagunya dengan ekspresi terkejut.

“Tunggu dulu sebentar...? Bukankah itu solusi yang sempurna jika kita berdua, yang sebagai kakak beradik memasuki rute harem Ayano, di mana kita saling bersaing untuk mendapatkan Ayano?”

“Kalau yang begitu sih, jika salah langkah sedikit saja, aku akan menjadi [Pria yang terjebak di antara pasangan Yuri]. Aku bakalan dibunuh oleh kehendak Agung. Aku bahkan sudah merasa kalau tengkuk leherku jadi merinding begini.”

Begitu Ia mengucapkan kata-kata [Pria yang terjebak di antara pasangan Yuri], Masachika menggosok bagian belakang lehernya, merasakan dorongan niat membunuh ganas yang datang dari suatu tempat. Kemudian, dia menoleh ke Ayano dan dengan cepat mengganti topik pembicaraan.

“Ayano, kamu juga harus sedikit tenang. Walaupun itu cuma candaan, jangan mengatakan apapun yang menyia-nyiakan hidupmu.”

“? Bercanda?”

“Haha, sungguh tatapan mata yang polos sekali.”

Masachika sendiri sudah tahu. Ia tahu kalau Ayano bukanlah tipe orang yang suka bercanda. Meskipun sudah mengetahuinya, tapi ketika melihat tatapan mata Ayano yang begitu lurus dan memiringkan kepalanya dengan lugu, membuat Masachika memalingkan muka darinya. Sebagai tanggapan, Ayano meletakkan tangannya di dadanya sendiri, terlihat terkejut karena dicurigai sedang bercanda.

“Saya adalah pelayan anda berdua. Sudah menjadi kebahagiaan terbesar saya untuk melayani anda berdua.”

“Apa kamu tidak salah mengucapkan, ‘Sudah menjadi ‘kenikmatan’ terbesar saya untuk 'digunakan' oleh anda berdua’ ? Dasar gadis M.”

Ketika mendengar balasan pengoreksian Yuki, Ayano mengedipkan mata beberapa kali dan kemudian berbalik menghadap Yuki.

“Ngomong-ngomong, Yuki-sama. Beberapa saat yang lalu, saya sudah mengetahui arti dari kata “M” menurut masyarakat umum...”

“Oh, apa kamu akhirnya sudah menyadarinya? Benar, kata ‘M’ yang kumaksud bukan ‘Maid’, loh?”

“Seperti dugaan saya, anda sedang bercanda, ya… Mengenai hal itu, ada satu hal yang ingin saya perbaiki.”

“… Apa?”

Ayano menatap lurus ke arah Yuki, yang mengangkat alisnya dengan curiga, dan menyatakan dengan tegas.

“Saya bukan seorang masokis.”

“…Ohh.”

“Hee~”

Penegasan Ayano membuat tidak hanya Yuki, tapi juga Masachika menatapnya dengan tatapan dingin. Namun, Ayano terus melanjutkan dengan sikap yang benar-benar tulus, terlepas dari tatapan ragu dari kedua tuannya, yang sama sekali tidak mempercayainya.

“Saya takkan merasa terangsang secara seksual dengan disiksa secara mental maupun fisik.”

“… Terlepas dari itu, bukannya kamu ingin aku menginjak kepalamu sebelum liburan musim panas tempo hari?”

“Itu karena insting saya sebagai seorang maid.”

“Begitu ya, karena itu insting, jadi apa boleh buat, ya …..”

Setelah melihat kakaknya yang tidak becus menanyakan pertanyaan dengan benar, kali ini giliran Yuki yang bertanya pada Ayano.

“Karena itu insting, itu berarti tidak ada kepentingan pribadi di dalamnya?”

“Tentu saja”

“Hohou~, kalau begitu mari kita dengarkan penjelasanmu. Alasan rasional bagi seorang pelayan untuk menyerahkan kepalanya kepada tuannya.”

Menanggapi permintaan Yuki, Ayano meluruskan postur tubuhnya dan berbicara fasih seolah-olah dia adalah penganut ajaran tertentu yang mengajarkan doktrin yang mulia.

“Kami para pelayan selalu berusaha untuk memperbaiki diri kami sendiri demi tuan kami.”

“.....Fumu, lanjutkan.”

“Tapi Anda berdua selalu bersikap sangat baik… Saya tidak bermaksud mengeluh, tetapi terkadang saya hampir lupa bahwa saya hanyalah sekadar pembantu.”

“…Ya.”

“Kesombongan adalah musuh besar pertumbuhan, dan kemalasan adalah awal dari kebobrokan. Itu sebabnya saya harus selalu mendisiplinkan diri.”

“…...”

“Oleh karena itu ... saya ingin anda berdua selalu membimbing saya supaya tidak melupakan kalau saya masih kurang berpengalaman.”

Kata-kata Ayano membuat Yuki dan Masachika tanpa sadar sedikit berpikir.

Ada beberapa orang senang dengan bos yang tidak menghukum mereka karena kesalahan dan memuji mereka bahkan untuk hal-hal terkecil, sementara ada juga orang yang merasa tidak puas dengan bos yang tidak memberikan tanggapan dan kurang motivasi. Bagi mereka berdua, Ayano lebih mirip seperti adik perempuan yang imut daripada seorang pembantu. Itu sebabnya, mereka selalu berterima kasih atas dedikasinya dan tidak pernah menyalahkannya atas kesalahannya. Tapi... tapi bukannya itu sama saja dengan tidak mengakui Ayano sebagai pelayan? Dengan tidak bertingkah seperti majikan dan memanjakannya, mereka mungkin tanpa sengaja sudah membuat Ayano gelisah...

(Begitu ya, Ayano... dia benar-benar ingin kita memberinya kedisiplinan yang jelas, ya)

(Tanpa disadari, aku pasti sudah melukai harga diri Ayano sebagai pelayan, ya …... aku harus merenungkan ini.)

Ayano dengan percaya diri memberi tahu saat mereka berdua diyakini dan pada saat yang sama, terlihat sedikit merenung. Sebagai maid mereka berdua, Ayano dengan bangga menyatakan,

“Dibandingkan dengan anda berdua, saya hanyalah eksistensi yang tidak berarti. Saya ingin anda berdua benar-benar memahami dan mengajari saya bahwa tubuh ini tidak lebih dari alat yang bahkan tidak layak menjadi anjing pelayan! Melalui beberapa kata kasar dan tindakan hukuman!”

““Bukannya itu sama saja dengan super masokis!!””

Kesimpulannya, Ayano benar-benar gadis yang super M.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama