Bab 2 — Cara Bersosialisasi dan Festival Kembang Api
Bagian 1
Hari ini aku ada jadwal kerja
sambilan lagi. Aku mulai menyesal karena mengambil terlalu banyak shift selama
liburan musim panas yang menyenangkan ini.
“Haah…”
“Sampai Senpai menghela nafas seperti
itu, sungguh pemandangan yang langka sekali.”
Kawasaki yang sedang mencuci
piring di sebelahku, menatapku dengan tatapan serius.
“Kupikir kamu itu mirip seperti
mesin yang dibuat untuk bekerja.”
“Sembarangan, aku ini manusia
biasa. Kadang-kadang aku juga bisa masuk ke dalam suasana hati seperti ini.”
“… Aku baru mendengar hal itu.”
“Kenapa mukamu terlihat sangat
terkejut ?!”
Aku akan memaklumi jika ada seseorang
yang bereaksi seperti ini terhadap diriku dari kehidupan sebelumnya, tapi sekarang
aku tidak seperti itu lagi!
Lagipula, pada waktu itu, aku
adalah subjek eksperimen manusia, jadi sangat diragukan kalau sejak awal aku
adalah manusia.
Yah, orang-orang bisa menyebutku
manusia, tergantung pendapat mereka tentang definisi manusia. Tunggu, kenapa aku
mendadak jadi filosofis begini?
Saat aku memikirkan omong
kosong tersebut, Kawasaki memanggilku. Sepertinya dia memperhatikan sesuatu.
“Apa jangan-jangan … Senpai
habis ditolak, ya?”
“Bagaimana bisa kamu sampai
pada kesimpulan itu?”
Aku bersumpah demi tuhan, aku
cuma merasa sedikit lesu saja.
“Maksudku, sekarang ‘kan musim
panas. Musim panas adalah musimnya cinta mulai bermekaran!”
“Begitu ya, jadi kamu sudah
menonton film yang lagi viral itu, ya.”
“Ya! Aku gampang terharu dengan
film emosional semacam itu—”
Kemudian, dia melanjutkan
berbicara tentang film yang ditayangkan dalam bioskop dengan tatapan mata yang
berbinar-binar. Aku mendengarkannya saat melakukan pekerjaanku. Karena tidak
ada pelanggan yang berkunjung, jadi kami punya waktu luang untuk mengobrol
santai seperti ini.
“Ya ampun, dengarin aku dong,
Senpai!”
“Iya, iya, aku dengar kok. Jadi
pria itu dicampakkan oleh seorang gadis karena suatu alasan, lalu?”
“Jangan mengabaikan detailnya!
Detailnya juga sangat penting, tau!”
Kawasaki mulai mengeluh sambil
menggembungkan pipinya. Gerakannya terlihat sempurna, tapi aku tahu bahwa dia
melakukannya dengan sadar. Karena aku terbiasa Shiina melakukan hal yang sama,
meskipun gadis itu melakukannya tanpa sadar, gerakan Kawasaki tidak berpengaruh
padaku.
Aku memasang tampang sombong,
tapi Kawasaki mengabaikannya dan mengatakan sesuatu yang lain kepadaku,
“Oh iya, aku ingat kalau Senpai
pernah bilang tidak terlalu tertarik dengan film romantis, kan?”
“…Ya.”
Daripada tidak tertarik, aku
hanya tidak bisa memahaminya ketika aku menontonnya.
Pada waktu itu, aku tidak tahu
seperti apa rasanya jatuh cinta, jadi aku sama sekali tidak bisa memahami
film-film itu.
… Tapi, kurasa aku akan
menganggap kalau film-film itu sedikit menarik sekarang. Maksudku, aku mengerti
sedikit mengenai cinta.
Setidaknya, aku tahu kalau aku
mencintai Shiina.
Walaupun aku tidak seratus
persen yakin kalau aku benar-benar mencintainya. Aku tidak pernah jatuh cinta
dengan siapa pun, jadi aku masih belum tahu pasti.
Itu sebabnya aku ingin memastikan
bahwa aku benar-benar mencintainya sebelum menembaknya. Apalagi jika aku
menembaknya sekarang, aku ragu apa aku bisa mengucapkan kata-kata itu dengan
benar padanya.
“Apa kamu pernah jatuh cinta,
Kawasaki?”
Ketika aku menanyakan itu, dia
berhenti bergerak dan menatapku.
Aku menatap wajahnya dengan
saksama. Dia memiliki wajah yang begitu menawan. Dengan wajah seperti itu, dia
pasti termasuk gadis yang populer. Jika demikian, dia pasti punya banyak pengalaman
dengan cinta.
“Yah begitulah. Ketika aku SD, aku
menyukai teman sekelasku yang sangat jago bermain sepak bola. Kemudian, selama
masa SMP, ada seorang anak laki-laki pendiam yang kusukai.”
“Keduanya adalah tipe orang
yang berbanding terbalik.”
“Orang yang aku cintai menjadi
tipe orang yang aku sukai.”
Kalimat yang diucapkannya
terdengar dangkal, tapi pada saat yang sama, terasa mendalam juga.
“Jadi, apa yang terjadi pada
mereka?”
“Aku dibuat kecewa dan perasaan
cintaku hilang begitu saja. Takahashi-kun, anak laki-laki yang sangat pandai
bermain sepak bola, tapi Ia ternyata orang yang tidak beretika. Hoshino-kun yang
sekilas terrliaht seperti cowok pendiam, ternyata cuma seorang chuunibyou yang
hanya berusaha terlihat keren.”
“Eh...”
“Yah, begitulah adanya. Aku
jatuh cinta dan patah hati dengan sendirinya. Memang begitulah yang namanya cinta~”
Apa benar begitu cara kerja
cinta?
Yah, Kawasaki sendiri yang
mengatakannya, jadi itu pasti benar.
Saat aku menganggukkan
kepalaku, dia tiba-tiba berbicara dengan suara yang lebih pelan.
“… Cintaku selalu redup.
Perasaan tersebut tidak pernah tumbuh terlalu besar, dan selalu mendingin
dengan cepat. Kupikir aku bukan orang yang tepat untuk ditanya tentang hal
seperti itu. Maksudku, aku sendiri masih mencari seseorang yang spesial untuk
diriku sendiri.”
Dia berbicara kepadaku dengan
cara yang serius, ekspresi yang jarang terlihat di wajahnya.
“Itu hanya pertanyaan iseng,
tahu? Bu-Bukannya berarti aku sedang mencari nasihat atau semacamnya…”
“Senpai, memangnya kamu tidak
sadar kalau kamu tuh tipe orang yang gampang sekali dibaca?”
Sepertinya semua orang tahu apa
yang kupikirkan belakangan ini.
Dia sama pekanya dengan Shinji.
“Seseorang yang spesial, ya…”
Tiba-tiba, wajah Shiina muncul
di benakku.
…Hah? Mengapa wajahnya muncul
dalam situasi ini?
Aku mulai dibuat tersipu dengan
pemikiranku sendiri. Tiba-tiba, Kawasaki tersenyum sedih padaku.
“Padahal kuharap itu akan
berhasil kali ini ...”
… Apa dia kepikiran tentang
seseorang?
Ketika aku mencoba bertanya apa
yang dia maksud dengan itu, dia menggelengkan kepalanya.
“Jangan pedulikan aku.
Perasaanku hanya sekedar naksir belaka. Aku tidak bisa menang tidak peduli
seberapa keras aku mencobanya.”
Dia melanjutkan dan mengubah
topik,
“Jadi, dengan siapa kamu jatuh
cinta, senpai?”
“…Bagaimana kamu bisa tahu?”
“Karena ini bukan sesuatu yang
biasanya kamu tanyakan.”
Kemudian, dia bertanya dengan
mata berbinar.
“Ayo kasih tahu, kasih tahu.
Siapa yang berhasil menggaet hati Senpai? Apa dia masuk ke sekolah yang sama
dengan kita? Apa dia cantik? Siapa Namanya? Aku penasaran! Karena kamu jatuh
cinta padanya, apa dia sama-sama orang aneh sepertimu, senpai?”
“Ta-Tanya satu-satu kek! Y-Yah,
memang benar dia orang aneh, sih…”
Ketika aku mencoba menjawabnya,
aku malah dibuat bimbang. Reaksiku memicu sesuatu di Kawasaki saat dia menyeringai
sambil berkata, “Woah, kamu benar-benar
jatuh cinta dengan seseorang ~". Serius, apa-apaan sih dia itu?!
“Tidak banyak orang yang
sepolos dirimu saat ini, senpai.”
“…Ce-Cerewet. Dia itu cinta
pertamaku, oke?!”
“Hah, begitu rupanya. Tidak
heran kamu jadi bertingkah seperti ini. Ayo, jangan ngambek terus~”
Dia tertawa gembira saat mencoba
menghiburku. Hal tersebut membuatku penasaran siapa yang lebih tua di antara
kami. Jika aku menghitung kehidupanku sebelumnya, aku sudah pasti jauh lebih
tua darinya …
“… Namanya Shiina Mai.”
Ketika aku membeberkan itu,
Kawasaki sgera mengangguk mengerti.
“Ah, murid pindahan itu. Anak-anak
cowok di angkatanku berbicara tentang betapa imutnya dia.”
“Apakah begitu?”
Memang benar kalau Shiina itu
imut. Setiap kali dia berjalan di jalanan, semua orang akan mencuri-curi
pandang ke arahnya.
Itu sebabnya aku tidak terlalu
terkejut mendengar bahwa anak-anak kelas 1 membicarakan dirinya.
Bahkan jika aku
membandingkannya dengan 'gadis idola',
penampilannya lebih baik dari artis di layar kaca.
… Aku yakin pasti ada banyak
cowok yang memperebutkannya.
Tentu saja, aku tidak ingin ada
yang mengambilnya dariku. Kira-kira apa ini yang mereka sebut sebagai posesif.
Awalnya, aku berpikir kalau aku
tidak perlu terburu-buru, tetapi saat melihat situasinya, aku menyadari bahwa aku
tidak bisa tinggal diam terus.
“Kawasaki, boleh aku menanyakan
sesuatu?”
“Apa?”
“Aku ingin tahu apakah aku
benar-benar mencintainya. Hanya untuk memastikan saja, oke? Karena kamu tahu
banyak tentang masalah cinta.”
“Ba-Bagaimana kamu bisa
mengatakan kalimat memalukan itu dengan santainya!?”
Dia tampak sangat tersipu malu.
“La-Lagipula, aku tidak pernah punya pacar sejak awal, jadi sepertinya aku juga tidak tahu banyak tentang masalah ini. Tapi tentu saja, jika kamu benar-benar membutuhkan bantuan Onee-san ini, aku akan dengan senang hati membantumu~ Ayo kemarilah~”
Dia lalu membusungkan dadanya
dengan penuh pecaya diri. Sungguh gadis yang bisa diandalkan.
Aku tidak yakin menyebut
dirinya sebagai 'Onee-san', tapi aku
tahu dia lebih berpengalaman dariku dalam hal ini.
Karena aku masih pendatang baru
dalam pertempuran ini, aku tidak tahu banyak mengenai percintaan. Aku tidak
memiliki teknik atau kepercayaan diri untuk menginjaknya. Itu sebabnya aku akan
menerima bantuan apa pun.
Jadi, aku memberitahunya
tentang perasaanku terhadap Shiina dan apa yang sudah kulalui sampai aku
menyadari perasaanku terhadapnya. Tentu saja, aku menghilangkan bagian mengenai
kehidupan kami sebelumnya.
“Nah, itulah intinya— Hah, kamu
kenapa?”
Saat aku melihat ke arah
Kawasaki, dia menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya. Untuk beberapa alasan
telinganya sampai terlihat memerah.
“K-Kenapa kamu tidak mencoba
menempatkan dirimu pada posisiku?”
Dia mengipasi wajahnya karena
suatu alasan.
“Kamu sangat menyukainya
sampai-sampai kamu hanya bisa memikirkannya terus? Apa-apaan itu?! Jika itu
bukan cinta lalu apaan?! Apa yang membuatmu sangat bingung ?! ”
“Jelas sekali kalau kamu sedang
jatuh cinta.” gumam Kawasaki.
Begitu ya… Sejujurnya, aku
tidak tahu perbedaan antara menyukai dan mencintai seseorang. Yah, kalau
Kawasaki mengatakan bahwa perasaanku adalah cinta, maka sudah pasti begitu.
“Jadi, apa yang harus kulakukan
sekarang?”
“Ajak saja dia berpacaran.”
Ujarnya dengan tegas, tetapi aku
bahkan tidak tahu harus mulai dari mana. Pertama-tama, aku bahkan tidak
mengerti konsep 'pacaran'. Aku tahu
kalau itu merupakan proses untuk membuatku dan Shiina menjadi lebih dekat, tapi
hanya sebatas itu saja.
“Tapi, aku tidak tahu harus
mulai dari mana…”
“Yah, dari yang sudah kupahami,
hubungan kalian berdua sudah lumayan dekat, jadi seharusnya lumayan mudah. Yang
perlu Senpai lakukan adalah membuatnya sadar tentang Senpai. Demi melakukan
itu… Coba saja ajak dia berkencan.”
“Cu-Cuma kita berdua? Rasanya
terlalu memalukan!”
“Kenapa kamu bahkan merasa
malu-malu dengan ini ?!”
Ketika aku mencoba membayangkan
adegan di mana aku mengajak Shiina berkencan, tiba-tiba aku langsung merasa
gugup. Ya, kami memang berhubungan cukup dekat, tapi dia masih bisa menolakku.
Bagaimana jika aku mengacaukannya
dan masih memperlakukanku sebagai teman setelah semuanya berakhir? Hanya
membayangkannya saja sudah membuatku merasa malu sampai-sampai aku hampir ingin
berguling-guling di lantai. Untungnya aku masih bisa mempertahankan
kewarasanku.
“Se-Selain itu… aku tidak tahu apa
yang harus dilakukan selama kencan…”
Bisakah aku melakukan hal yang
sama seperti ketika aku bermain-main dengan teman-temanku?
Jika itu diizinkan, maka
segalanya akan menjadi lebih mudah, tapi aku ragu hubungan kami bisa berkembang
lebih jauh.
Tiba-tiba, Kawasaki tampak seperti
mendapat kilasan inspirasi saat dia mengetuk telapak tangannya dengan tinjunya.
“Oh iya! Kalau tidak salah ada
festival kembang api akhir pekan ini! Coba ajak dia ke sana.”
Kalau dipikir-pikir, ada
benarnya juga. Akan ada festival kembang api pada hari Sabtu ini.
Aku berencana untuk pergi
bersama Hina seperti biasa tahun ini, tapi sepertinya lebih baik kalau aku
melakukan apa yang disarankan Kawasaki.
Karena Shiina menyukai hal-hal
yang cantik, dia pasti akan menyukai kembang api juga.
… Walaupun, dia membenci
keramaian, sih. Kurasa aku perlu waktu untuk meyakinkannya terlebih dahulu.
“Baiklah. Aku akan mencoba
melakukan itu.”
Saat aku mengangguk, Kawasaki
dengan cepat berbicara,
“Nanti, kalau mood-nya sedang
bagus, pastikan untuk memegang tangannya erat-erat. Jika dia tidak keberatan, kamu
bisa menyeretnya ke tempat yang sepi dan saling berpelukan di sana. Setelah
itu, bawa dia ke hotel dan–”
Kawasaki tertawa menyeramkan
saat dia melanjutkan fantasinya. Aku melihat manajer mendekati kami, jadi aku
diam-diam kembali bekerja.
“Apa yang kamu bicarakan di
tempat kerja?”
“Aduh!”
“Jika tidak ada pelanggan yang
harus dilayani, ikuti apa yang dilakukan Shiraishi dan bersihkan tempat itu!”
“Ya…”
Kawasaki menatapku dengan
tatapan kesal saat dia menanggapinya.
Aku memang tidak tahu apa-apa tentang
cinta, tapi bahkan aku pun tahu kalau fantasimu terlalu dibuat-buat, Kawasaki.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya