Bab 18 — Akhirnya Terlena Juga
“Fufu, gimana? Apa rasanya enak?”
“Ya. rasanya enak sekali.”
“Syukurlah~ ♪”
Sushi terasa enak jika disantap
di ruang tatami yang menghadap Madoka-san. Yah, tentu saja karena itu adalah
restoran, tapi aku senang bisa menghabiskan momen ini bersamanya.
“…Ann… Ya, ini enak.”
“……”
Aku hanya menatap Madoka-san
yang sedang makan sushi. Dia baru saja makan, tapi bahkan cara dia memasukkan
sushi ke mulutnya pun terlihat sangat seksi… Aku sempat berpikir begitu dan
mengalihkan perhatianku kembali ke makan.
“Jangan terlalu gugup, oke?
Buat dirimu nyaman, sama seperti biasa.”
“…Ya.”
Rupanya, dia menyadarinya.
Tapi, sebaliknya, ketegangan itu berkurang berkat dia yang menunjukkannya.
Sejak saat itu, aku mengobrol dengan Madoka-san seperti biasa dan memakan sushi.
“… Fiuh.”
Setelah sekitar sepuluh piring,
aku menghela napas panjang.
Kupikir aku bisa makan lebih
banyak, tapi perutku cukup kenyang. Yah, mungkin karena kami memesan tidak
hanya sushi tapi juga kentang dan ayam goreng… rasanya begitu lezat sehingga aku
makan banyak.
“Apa segini saja sudah cukup?”
“Ya. Aku sudah makan banyak…
Selain itu…”
“?”
“…Aku sedang bersama
Madoka-san, jadi aku merasa sangat bahagia…”
Ya, aku menyadari kalau aku
mengatakan kalimat yang memalukan. Aku membiarkan teh dari cangkir tehku turun
ke tenggorokanku untuk menghilangkan rasa maluku. Sementara itu, aku melirik
Madoka-san dan dia membeku dalam keadaan linglung.
“…Aku juga.”
Madoka-san lalu meletakkan
tangannya di kedua pipinya dan berkata dengan malu-malu.
“Aku juga sanga senang … pasti
menggelikan, bukan? Aku selalu memelukmu, dan kita mandi bersama terakhir kali,
tapi aku tidak tahu kenapa aku begitu… Ahh♪”
Madoka-san menatapku. Aku tidak
bisa berpaling darinya dan kami saling memandang. Aku terlihat seperti orang
bodoh dengan mulut di cangkir tehku, tapi aku masih tidak bisa mengalihkan pandanganku
darinya.
“… Kita harus pergi.”
“Ya.”
Aku merasa tidak tahan degan
suasana canggung ini. Bukannya aku tidak tahan bersama Madoka-san… Tapi aku
malu dengan suasana manisnya, atau lebih tepatnya, fakta bahwa rasanya lebih
manis dari biasanya.
“Terima kasih banyak!”
Sebuah suara nyaring mengantar
kepergian kami, lalu Madoka-san dan aku meninggalkan restoran.
Mulai sekarang, yang harus kita
lakukan hanyalah pulang… Entah bagaimana itu membuatku merasa kesepian.
“Chinatsu-kun, aku akan
meminjam lenganmu.”
“Hah?”
Madoka-san merangkul lenganku sambil
berkata begitu. Dia mengenakan jaket di atas bajunya, tapi tentu saja, aku
masih sadar akan kelembutan yang bisa kurasakan.
“Ayo kita lakukan ini sampai
tiba di apartemen, oke?”
“…Ya.”
Secara alami, aku mengangguk.
Berjalan bergandengan tangan
seperti ini membuatku merasa seperti kita berda adalah sepasang kekasih. Tapi
Madoka-san dan aku tidak berpacaran, jadi kami tidak memiliki hubungan seperti
itu. wajar-wajar saja jika aku menginginkan hubungan yang lebih maju daripada
yang kita miliki sekarang… Yah, siapa juga yang tidak mau!?
“U-Umm …”
“Chinatsu-kun.”
Madoka-san memanggil namaku
seolah dia mendengar suaraku. Aku berhenti berbicara seolah-olah momentumku
telah dilemahkan, tapi Madoka-san menatapku dengan saksama.
“Kita bisa melakukan semuanya
bersama mulai sekarang. Aku akan memasak untukmu, kita bisa pergi makan bersama
seperti ini. Jika kamu mau, kita bisa pergi keluar untuk bersenang-senang,
apapun itu, aku akan senang jika bersama Chinatsu-kun.”
“…Madoka-san.”
“Kemarilah, Chinatsu-kun.”
Madoka-san menjauh dariku dan
membuka lebar-lebar lengannya. Aku memeluknya tanpa ragu seperti yang selalu
kulakukan saat dia memelukku.
“Kita akan selalu bersama…
Bersama selamanya.”
“Bersama selamanya…”
“Ya. Aku bersedia melakukan apa
saja untukmu… Itulah sebabnya kamu boleh memanjakan diri padaku. Kamu bisa tenggelam.
Anggukkan kepalamu, Chinatsu-kun, katakan kalau kamu mengerti.”
“Ya…”
Aku mendongak saat dia
meletakkan tangannya di pipiku.
Aku merasa seperti akan
tersedot ke dalam tatapan mata Madoka-san saat dia menatapku. Wajah Madoka-san
mendekat dan … pada saat itulah terjadi…
“Hmm? Bukannya kamu Madoka?”
“?”
Aku mendengar suara laki-laki
memanggil nama Madoka-san.
Madoka-san dan aku sama-sama
melihat ke arah suara itu. Ada seorang pria di sana, mengenakan pakaian mewah,
tetapi aku mengenalinya.
Kalau tidak salah, pria itu
adalah orang yang mungkin berdebat dengan pacarnya di jalan… Terlebih lagi, dia
adalah pria yang mengotori pinggir jalan dengan punting rokok.
“… Kamu…”
“Chinatsu-kun? …Apa yang kamu
inginkan?”
Madoka-san melangkah maju
seolah-olah ingin melindungiku dengan membelakangiku, pria itu menatapku dan Madoka-san
secara bergantian dan tersenyum jijik.
“Apa? Cowok baru? Kamu baru
saja putus denganku dan gampang sekali move-on,
kayaknya kamu sudah berubah jadi wanita gampangan banget, ya?”
“…Mustahil.”
…Begitu ya, jadi pria ini
mantan pacar Madoka-san.
Aku tidak tahu orang macam apa
pria tersebut, tapi aku tidak mempercayai bahwa Madoka-san berpacaran dengan
orang seperti ini. Nah, menurut penuturannya, pria itu awalnya sangat baik,
tetapi ketika aku memikirkan tentang apa yang dia lakukan pada Madoka-san, aku
tidak bisa memaafkannya.
“Hanya itu saja yang ingin kamu
katakan? Aku dan kamu sudah tidak ada hubungannya lagi, jadi tidak ada lagi
yang perlu kita bicarakan. Chinatsu-kun, ayo pergi.”
Madoka-san menarik tanganku dan
mencoba pergi, tapi tentu saja pria itu takkan membiarkan kami pergi begitu
saja.
“Oi, oi, tunggu, Madoka, kenapa
kita tidak balikan saja?”
“…Hah?”
Aku melebarkan mataku mendengar
perkataan pria itu, tapi lebih dari itu, mood Madoka-san langsung anjlok.
Tatapan Madoka-san pada pria itu begitu tajam bahkan aku, yang tidak terpantul
di matanya, merasa takut.
“Aku juga baru putus dengan
pacar baruku, dan sekarang aku bosan. Kamu lebih baik bersamaku daripada dengan
bocah ingusan itu, bukan? Kembalilah padaku, Madoka.”
“Apa yang kamu bicarakan—”
Madoka-san mencoba mengatakan
sesuatu lagi, tapi aku mendapati diriku mengubah posisi kami. Aku berdiri di
depannya seolah-olah akan melindunginya, menyembunyikannya di belakang
punggungku.
“Chinatsu-kun!?”
“Loe lagi ngapain bocah tengik
... Mendingan loe mundur saja sana.”
“……”
Sejujurnya… Saat ini, aku sangat
marah.
Di hdapanku ada keberadaan yang
pernah menyiksa batin Madoka-san, dan Ia bahakan mengatakan hal-hal yang tidak
bertanggung jawab seperti ingin berpacaran kembali tanpa mengetahui bahwa
Madoka-san akan bunuh diri! Ketika Madoka-san memiliki ekspresi muram di
wajahnya, pria ini, yang tidak tahu apa-apa tentang itu, malah seenaknya
menghabiskan waktunya untuk mendapatkan pacar baru!
“… Aku takkan memberimu
Madoka-san.”
“Hah?”
“Kamu tuli ya? Kubilang aku
takkan menyerahkan Madoka-san padamu!”
Suara keras bergema di seluruh
kota di malam hari.
Aku marah… Benar, aku marah.
Tapi yang lebih dari segalanya… Aku tidak ingin memberikan Madoka-san kepada
siapa pun. Dia adalah milikku... Aku punya perasaan posesif yang aneh bahwa dia
harus tetap di sisiku, dan aku tidak bisa menghentikannya.
Aku tidak bisa menghentikan
perasaan gelap bahwa akulah satu-satunya yang boleh mendengar suaranya,
senyumnya, tubuhnya, pikirannya, segalanya untuknya.
“Orang ini sangat penting bagiku.
Mulai sekarang, apapun yang terjadi, aku ingin Madoka-san berada di sisiku. Aku
juga ingin berada di sisi Madoka-san… Aku ingin tinggal bersamanya selamanya!
Itu sebabnya aku takkan menyerahkan Madoka-san kepada orang sepertimu!
“…Ah…”
“Oi oi, ngomong ngaco apaan sih
loe?”
Pria itu tampak sangat kecewa
sehingga Ia hampir mencibir tantanganku. Perawakannya lebih besar dan lebih tua
dariku, dan kurasa dia benar-benar menganggapku tidak lebih dari anak kecil.
Tapi aku tidak peduli, aku masih bisa melindungi Madoka-san.
“Jangan berpura-pura menjadi seorang
pahlawan.”
“Diam, aku tidak peduli dengan
apa yang kamu katakan.”
Kami masih saling menatap, dan pada
saat itulah hal tersebut terjadi. Madoka-san tiba-tiba berdiri di depanku
dengan wajah menunduk dan meletakkan tangannya di pipiku seperti sebelumnya.
Lalu…
“Nn…”
“!?”
Wajah Madoka-san mendekati
wajahku dan kami berciuman.
Aku terkejut dengan ciumannya
yang begitu mendadak, tapi aku tidak menjadi liar dan membiarkan Madoka-san
melakukan apa yang dia inginkan. Ciuman itu awalnya hanya sentuhan bibir saja,
tapi lidahnya segera memasuki mulutku dan merangkak masuk.
“…Puha~♥”
“Ma-Madoka ... san?”
Madoka-san menarik wajahnya
menjauh dan tersenyum padaku. Aku berharap kalau itu hanya imajinasiku saja
bahwa aku merasa sedikit kebengisan dalam senyum itu. Madoka-san kemudian
berbalik menghadap pria itu.
“Seperti yang kamu lihat, aku
sudah jatuh cinta padanya. Aku ingin memberikan segalanya untuknya, dan aku
menginginkan segalanya untuknya, itu menunjukkan seberapa kuat perasaanku
padanya. Tidak ada tempat untukmu di sana … Jadi aku akan mengatakannya
lagi–Cepat pergi menyingkir.”
Pria itu mendecakkan lidahnya
dan pergi setelah dicerca Madoka-san dan pandangan yang berkumpul di sekitar
kami untuk melihat apa yang sedang terjadi.
“…Madoka-san?”
…Um, apa ciuman tadi hanya
mimpi?
Kepalaku terasa linglung dan
aku tidak bisa menelaah apa yang sedang terjadi. Madoka-san menarik lenganku
yang kebingungan dan kami mulai berjalan pergi… Saat itulah dia berbisik…
“Chinatsu-kun, mari kita bicara
setelah kita kembali…”
◇◇◇◇
–Akhirnya,
Chinatsu-kun jatuh ke dalam pelukanku~♪♪♪
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya