Roshi-dere Jilid 5 Bab 5

Chapter 5 — Dere Bahasa Rusia, atau disingkat Paparan Bahasa Cinta

 

“Begitu ya, pada akhirnya tetap enggak bisa, ya …”

“Begitulah ... yah, kurasa itu wajar saja, sih.”

Keesokan harinya setelah Alisa sepakat untuk menjadi vokalis pengganti, Masachika sedang berada di kamarnya dan berbicara dengan Takeshi melalui telepon. Topik pembicaraan mereka berkaitan dengan Ryuichi, pemain bass band Luminous, dan Riho, pemain keyboard.

“Katanya mereka berdua ingin istirahat sejenak dulu dari aktivitas band… Entah sampai berapa lama, tapi mungkin mereka takkan bisa sempat untuk festival sekolah nanti.”

Dari suaranya yang tidak selalu lesu dan kurang bersemangat, hal tersebut menunjukkan bahwa Takeshi cukup kelelahan untuk membujuk kembali kedua orang itu.

“Begitu ya... Yah, kurasa kita takkan bisa menjalankan latihan band dengan benar jika mereka berdua dalam keadaan emosi yang kacau.”

“Bener banget dah~……Meski begitu, aku tidak pernah menyangka kalau Riho juga menyukai Hikaru……”

“… Hmm?”

Gumaman Takeshi menimbulkan tanda tanya di benak Masachika.

"... Memangnya ada cerita yang seperti itu?”

“Ehh? Karena sebelum pergi meninggalkan ruangan, Riho sempat berkata, “Padahal aku juga...”. Itu berarti Riho juga menyukai Hikaru, ‘kan? Itu sebabnya Hikaru dalam kondisi seperti itu.”

“... Hmm~?”

Memang, jika dilihat dari alur sebelum dan sesudahnya, kedengarannya seperti itu. Tapi tetap saja, Masachika merasa masih ada sesuatu yang aneh. …. tidak, jika ingin menyebutnya aneh, sebelum kejadian itu saja sudah terasa aneh.

Masachika memiliki sejumlah interaksi dengan mereka bertiga dalam bentuk teman dari teman melalui Takeshi dan Hikaru. Itu sebabnya dirinya tahu kepribadian mereka bertiga sampai batasan tertentu. Dari sudut pandang Masachika, cerita yang disampaikan Takeshi kali ini terasa janggal. Sebagai pihak yang terlibat, Takeshi dan Hikaru sepertinya tidak menyadarinya karena menerima syok yang terlalu besar. Tidak, perasaan kali ini sudah melebihi ketidaknyamanan──

“Haaah… Tapi, kalau begitu, apa yang harus kami lakukan dengan pemain bass dan keyboard… padahal kami sudah susah payah mengajak Putri Alya bekerja sama dengan band…”

Dengan nada suara yang sangat tertekan, Takeshi menghela nafas dan menggerutu. Bersamaan dengan ucapan tersebut, Masachika menghentikan jalan pemikirannya. Pada saat yang sama, Ia merasakan bahwa Takeshi tidak mau memilih pilihan untuk “berhenti”, walau begitu, Masachika memeriksanya lagi.

“Sekarang, karena lebih dari separuh anggota band telah pergi… apa kamu masih ingin tampil dalam pertunjukkan konser di festival sekolah nanti?”

“Hmm? Yah, gimana ya .... aku sendiri sudah ada janji dengan Kanau, terlebih lagi...”

“Terlebih lagi?”

“Kalau kami berhenti sekarang. Hikaru ... aku khawatir kalau masalah ini akan terus menghantuinya untuk selamanya, bukan?”

Takeshi benar-benar mengungkapkan kepeduliannya terhadap sahabatnya. Kemudian, Ia segera meninggikan suaranya seolah-olah ingin mengganti topik pembicaraan.

“Ditambah lagi ada itu! Aku takkan melewatkan kesempatan ini karena bisa berkolaborasi dengan Putri Alya!”

“... Haha, benar juga.”

Meski mulutnya bilang begitu, jelas-jelas itu bukan tujuan utamanya. Untuk beberapa alasan, Ia lebih memprioritaskan persahabatan antar pria ketimbang motif tersembunyinya. Karena memang begitulah cowok yang bernama Maruyama Takeshi.

“Oke, kalau begitu, aku akan mengurus masalah pemain bass dan keyboardnya.”

“Eh, memangnya kamu masih punya kenalan yang bisa memainkan kedua alat musik itu? Kesampingkan alat musik keyboard, kurasa tidak banyak orang dari luar klub musik ringan yang bisa memainkan bass...”

“Yah, ada deh... jika sudah buntu, aku akan memainkannya.”

“Eh, serius? Kamu bisa memainkan bass?”

“Aku belum pernah memainkannya sih, tapi aku bisa bermain biola. Karena sama-sama alat musik petik, pasti tidak jauh berbeda, iya ‘kan?”

“Beda bangetlah!? Dan juga, aku tidak pernah mendengar kalau kamu bisa bermain biola!?”

“Begitukah? Yah, karena aku tidak pernah repot-repot membual tentang bagaimana aku bisa memainkannya... Paling-paling, aku bisa memainkan 'Czardas' dengan kecepatan dua kali lipat.”

“Bukannya itu sudah di tingkat monster!!”

Setelah itu, mereka mengobrol untuk sementara waktu melalui telepon dan mengakhiri panggilan sekitar waktu ketegangan Takeshi kembali normal. Masachika kemudian meluncurkan aplikasi pesan dan mengirim pesan kepada “kenalan” yang Ia ceritakan kepada Takeshi.

 

◇◇◇◇

 

“...Aku sudah memahami apa yang kamu bicarakan.”

Keesokan harinya, orang yang dipanggil Masachika ialah …. Taniyama Sayaka yang merupakan sesama anggota OSIS selama masa SMP, di sebuah kafe tertentu. Sambil menunggu pesanan mereka datang, Sayaka diam-diam mendengarkan cerita Masachika, dan ketika Masachika menjelaskan situasinya secara singkat, dia mulai membuka mulutnya.

“Lantas? Setelah mendengar hal itu, apa yang kamu ingin aku lakukan?”

Suara dan tatapan berkepala dingin yang sepertinya tidak memiliki niat untuk mendekat. Sayaka pada dasarnya dianggap gadis keren bagi semua kalangan kecuali untuk sebagian orang, tapi karena dia pernah melakukan pertarungan pemilihan yang sengit dengan Masachika, dia tampaknya sangat judes dalam menanggapinya.

Tingkah lakunya mirip seperti bos wanita galak yang mempertanyakan bawahannya. Tatapan matanya seolah memancarkan cahaya yang takkan membiarkan penipuan apa pun. Itu sebabnya Masachika menjawab dengan jujur ​​tanpa menipu maupun mengelabuhinya.

“Aku akan langsung pada intinya, apa kamu bersedia bergabung dengan Takeshi dan band-nya sebagai pemain bass baru?”

“Kenapa? Aku bahkan tidak pernah menyentuh bass...”

“Tapi kamu bisa memainkannya, ‘kan?”

Masachika menatap mata Sayaka, seakan tidak ingin membiarkannya mencari-cari alasan. Sayaka juga balas menatap Masachika seolah ingin melihat niat sebenarnya.

Dan ketika pandangan Masachika beralih ke tangan Sayaka yang berada di atas meja, Sayaka mendengus dan duduk lebih santai di kursinya.

“Jika seandainya memang begitu, apa untungnya usulan itu untukku?”

Sayaka mengatakan itu tanpa basa-basi seraya kacamatanya berkilat dan senyum tipis muncul di bibirnya.

“Jangan bilang kalau kamu ingin aku bekerja sama tanpa syarat demi bisa mendapatkan popularitas Kujou-san——” 

“Terima kasih sudah menunggu~. Ini adalah ‘Naksha's Healing Sandwich’ dan ‘MP Potion' pesanan anda~.”

“W-Wah, luar biasa!”

“Coba kasih pujian yang lebih wah, kek.”

Saat pegawai kafe membawakan makanan di depannya, sikap serius Sayaka langsung menghilang dalam sekejap, dan Masachika mendecak padanya dengan tatapan meledek. Ya, sebenarnya kafe ini merupakan kafe kolaborasi.

Interior kafenya didesain supaya terlihat mirip seperti bar tempat para prajurit tentara bayaran dan petualang berkumpul, dan menunya juga mencakup hidangan yang muncul di anime dan minuman yang terinspirasi dari masing-masing karakter.

“Dan ini adalah 'Dragon Hamburger of Gelgar' dan 'Fire Wine of Dwarf'.”

“Oh makasih.”

Setelah Sayaka, hidangan juga diletakkan di depan Masachika. Ngomong-ngomong, tentu saja, istilah ‘Dragon Hamburger’ sebenarnya mengacu pada daging sapi dan babi cincang, dan istilah 'Fire Wine’ tidak mengandung alcohol sama sekali. Itu hanyalah reproduksi dari penampilan yang muncul dalam anime.

(Tapi hidangan ini dibuat dengan sangat baik... Yuki pasti akan menikmatinya jika dia bisa datang juga.)

Sebenarnya, Masachika awalnya memesan kafe kolaborasi ini untuk datang bersama Yuki. Namun, Yuki kebetulan tidak bisa datang karena ada urusan, jadi Ia mengajak Sayaka bergabung dengannya untuk menggantikan Yuki.

Masachika mengangkat smartphonenya untuk setidaknya mengirim foto ke Yuki. Di depannya, Sayaka juga sedang berfoto dengan smartphone miliknya. Oleh karena itu, keheningan menyelimuti mereka karena sedang melakukan sesi pengambilan foto. Mereka berdua juga tidak lupa untuk berpindah tempat duduk dan memotret makanan orang lain.

Setelah mengambil serangkaian foto dan melihat tatakan gelas yang menempel pada minumannya, ekspresi Sayaka tiba-tiba berubah.

“Jadi? Menurutmu aku akan bekerja sama tanpa syarat dengan Kujou-san?”

“Enggak, enggak, memangnya kamu yang sekarang bisa membicarakan topik serius?”

Setelah membalas dengan acuh tak acuh, Masachika mengambil garpu.

“Karena ada batas waktunya juga, jadi ayo makan dulu sekarang.”

Saat Masachika mendesaknya untuk menikmati makanan dulu, Sayaka mengangkat alisnya dan meraih sandwich pesanannya. Setelah selesai makan sekitar dua puluh menit, Masachika kembali membahas topik pembicaraan.

“Jadi, mengenai band ini ...  kurasa ini merupakan cerita yang menarik bagimu juga, tau? Lihat, band yang kekurangan anggota dan sekarang bertujuan untuk bisa tampil dalam pertunjukkan konser festival sekolah, bukannya itu mirip sekali seperti Keifuyu?”

Alis Sayaka berkedut ketika mendengar kata-kata Masachika. Keifuyu (nama resmi: Kei-on bu ni Fuyu wa Konai {Musim Dingin Takkan Pernah Datang di Klub Musik Ringan}) adalah anime tentang klub musik ringan yang terancam dibubarkan karena kekurangan anggota karena ada anggotanya yang pindah sekolah, dan demi menghindari hal tersebut, klub itu bertujuan untuk pertunjukan langsung yang sukses di festival sekolah. Judul “Fuyu wa Konai” memiliki dua arti: rasa krisis bahwa “Kami takkan bisa menghadapi musim dingin jika terus begini” dan tekad untuk “Kami takkan menerima pembubaran klub di musim dingin”. Sebuah anime yang sangat terkenal pada tiga tahun lalu dan titik pemicu yang mendorong banyak otaku ke jalur musik ringan.

Dan menurut pengamatan Masachika, Sayaka mungkin salah satu dari orang-orang tersebut. Reaksi berlebihan terhadap kaus Yuki di taman hiburan dan bekas kapalan samar di jarinya adalah bukti yang tidak bisa dibantah.

“... Yah, bukannya aku tidak paham. Kanami yang jadi pemain bass, adalah anggota yang bergabung paling belakangan.”

Sayaka mendorong ujung kacamatanya dan menyembunyikan matanya di baliknya sembari mengangguk perlahan.

“Bukannya aku tidak mengerti, oke? Luna yang menjadi sang vokalis juga berambut perak, dan motivasinya mirip seperti kasih sayang Hikari kepada adiknya, dia ingin menunjukkan upaya kerasnya kepada adik laki-lakinya, lagipula nama Hikari kedengarannya sangat mirip dengan nama Kiyomiya-san——” 

“Ya, syukurlah kamu tampaknya lebih kegirangan daripada yang kukira.”

Masachika memberikan tatapan hangat pada Sayaka, yang berbicara dengan cepat sambil mendentingkan kacamatanya. Selama tiga menit, obrolan semangat Sayaka mengenai Keifuyu terus berlanjut. Dan kemudian, Sayaka yang tiba-tiba tersadar, dengan ringan berdeham dan memasang ekspresi dingin.

“Yah, jadi begitulah... tapi bukannya berarti aku mau bekerja sama dengan Kujou-san.”

“Sudah kubilang jangan memaksakan diri. Kamu yang sekarang tidak bisa melakukan mode serius hari ini.”

Masachika lalu mengulurkan tangannya di bawah kursi seraya berpikir dalam hati, “Hebat juga hobi otakumu tidak pernah terbongkar selama ini” dengan kesan yang tidak bisa digambarkan sebagai kekecewaan atau kekaguman. 

“Yah, aku tidak pernah mengatakan kalau kamu tidak diuntungkan, tau?”

Dan saat dia melihat benda yang Masachika taruh di atas meja ... pandangan mata Sayaka langsung berubah drastis.

“A-Apa, bu-bukannya itu...!?”

Dia segera berdiri dengan momentum yang hampir menjatuhkan kursi, dan menatap benda itu dengan ekspresi terkejut di wajahnya. Kemudian, begitu dia menyadari bahwa dirinya tidak salah lihat, Sayaka berkata dengan suara serak yang sedikit bergetar.

“Kartu QUO asli yang ditandatangani oleh pengisi suara, yang diberikan hanya kepada mereka yang suratnya dipilih untuk pojok surat di radio anime resmi ... dan terlebih lagi, episode terakhir?!!”

“Hebat betul kamu bisa mengetahuinya. Kartu ini sungguh menakjubkan karena desainnya selalu berbeda setiap saat~ Terutama ilustrasi terakhir dari seluruh grup ini adalah gambar khusus yang benar-benar baru. Hanya ada lima salinan di dunia, dan belum pernah dijual kembali, jadi ini merupakan produk premium yang belum pernah ada sebelumnya.”

Tenggorokan Sayaka menelan ludah kecut ketika mendengar promosi Masachika. Sambil menyeringai lebar ketika melihat reaksinya, Masachika meletakkannya di atas meja, seraya masih tersegel di antara dua lempengan akrilik.

“Jika kamu mau menerima tawaranku, aku akan memberikan ini untukmu.”

Mata Sayaka menyipit pada tindakan penyuapan yang begitu terang-terangan. Sayaka segera merubah kembali ekspresi dinginnya sambil duduk dengan tenang di kursinya, dan menghembuskan napas dengan sarkastik.

“Sampai berusaha menyogokku dengan benda langka begini ... sepertinya aku benar-benar diremehkan, ya.”

“Coba katakan itu padaku lagi setelah kamu melepaskannya.”

Namun, tangan Sayaka masih menggenggam kartu QUO di atas meja dengan kuat. Saat Masachika mengangkat kartu tersebut, tangan Sayaka juga ikut tertangkap. Pemain bass berhasil diamankan.

 

◇◇◇◇

 

Keesokan harinya, Masachika bertemu dengan seseorang yang bisa dijadikan pemain keyboard.

“Jadi? Kamu ingin aku memainkan keyboard?”

Itulah yang ditanyakan Miyamae Nonoa dengan rambut pirangnya yang menyilaukan dan dikuncir dengan gaya kuncir kuda. Masachika menertawakan pertanyaan itu dengan tenang.

“Menurutmu sendiri gimana?”

“Hah?”

Menanggapi pertanyaan balasan Masachika, Nonoa membuka mulutnya sedikit dengan mata setengah terbuka. Dengan senyum yang dalam di wajahnya, Masachika membuat usulan dengan ekspresi santai.

“Jika Miyamae mau melakukannya, aku akan dengan senang hati menyambutmu sebagai pemain keyboard, kok?”

Ya, Masachika hanya menyarankan usulan, bukan permintaan. Jika Ia ingin membuat permintaan, dirinya harus memberi imbalan. Sulit menawarkan sesuatu yang akan memuaskan Nonoa, dan terlalu menakutkan untuk berutang budi padanya.

Itu sebabnya Masachika tidak meminta bantuan padanya. Dengan fakta bahwa Ia sudah berhasil merekrut Sayaka, Masachika hanya menyarankan usulan. Jika dia ingin melakukannya bersama Sayaka, Masachika akan membiarkannya ikut bergabung.

“...Hee~ begitu rupanya~. Alasan kenapa kamu sengaja mengajakku di hari yang berbeda dengan Sayacchi karena alasan ini, ya~”

Dengan kecerdasan alaminya, Nonoa langsung seketika memahami niat Masachika dan menyandarkan dirinya di sandaran kursi.

“Ngomong-ngomong, apa yang akan kamu lakukan jika aku menolak?”

“Jika itu yang terjadi, akulah yang akan melakukannya. Meski secara visual takkan semenarik penampilanmu, sih.”

“Hmm~?”

Nonoa mengalihkan pandangan penuh arti ke arah Masachika, yang mengangkat bahunya dengan ekspresi acuh tak acuh. Tapi dia segera kehilangan minat, lalu memejamkan matanya dan melambaikan tangannya.

“Yah, boleh aja deh~. Aku asal ngikut aja. Entah kenapa rasanya agak mengecewakan sih~”

“Gitu ya, makasih banyak, aku sangat terbantu.”

Dan begitulah, kelima anggota band akhirnya bisa dikumpulkan dengan lengkap.

 

◇◇◇◇

 

“Oleh karena itu, aku berhasil mengumpulkan anggota lainnya.”

“Tu-Tunggu dulu sebentar”

“Cewek ... lagi-lagi cewek….”

“Yup, apa kamu bisa menunggu sebentar, Yamiru?”

Itulah reaksi yang Masachika dapatkan ketika memberitahu Takeshi dan Hikaru mengenai anggota yang berhasil Ia rekrut melalui panggilan grup.

“Tak peduli seberapa banyak relasi yang kamu miliki dengan anak-anak OSIS... kamu sampai bisa berhasil merekrut mereka berdua ...”

“Kamu harusnya bisa memprediksi kalau orang yang kumaksud adalah Miyamae ketika membicarakan seseorang yang kukenal. Lagipula, dia terkenal jago bermain piano.”

Divisi sekolah SMP Akademi Seirei selalu mengadakan kompetisi paduan suara setiap tahun. Setiap kali itu terjadi, sudah menjadi sebuah tradisi bagi pianis terbaik di seluruh angkatan bertanggung jawab sebagai pengiring lagu. Di sekolah yang banyak dihadiri oleh keturunan konglomerat ini, banyak siswa yang sudah belajar bermain piano sejak kecil, dan siswa yang dipilih sebagai pengiring memiliki keterampilan bermain piano yang cukup mumpuni. Dan Nonoa telah menjabat sebagai pengiring paduan suara selama tiga tahun berturut-turut, dan dikatakan sebagai pianis terbaik kedua di sekolah setelah Yuusho, yang juga dikenal sebagai Pangeran Piano. Takeshi sendiri sangat menyadari hal itu sepenuhnya. Akan tetapi…

“Tidak, dia sangat terkenal sampai-sampai aku tidak pernah kepikiran kalau yang dimaksud itu dia …”

Walaupun Nonoa dikenal sebagai pianis yang hebat, dia juga dikenal sebagai orang yang tidak terlalu tertarik  pada aktivitas klub yang berhubungan dengan musik (atau lebih tepatnya, dia sama sekali tidak tertarik pada semua aktivitas klub). Kenyataan bahwa Masachika berhasil dengan mudah merekrut Nonoa pasti membuat Takeshi ingin memegangi kepalanya.

“Lagian juga, piano dan keyboard sama sekali tidak mirip, tau …  Apa bagian itu tidak ada masalah?”

“Eh, emangnya beda jauh ya? …. Yah, karena orangnya sendiri yang bilang dia bisa memainkannya, kurasa akan baik-baik saja?”

“Harusnya ditegaskan dengan jelas, kek … selain itu, Taniyama-san? Ternyata orang itu bisa memainkan bass, ya...  jujur saja, aku bahkan tidak bisa membayangkannya sama sekali.”

“Ya, sejujurnya, aku juga sama sekali tidak bisa membayangkannya.”

“Hah? Lalu, bagaimana caranya kamu bisa tahu kalau dia bisa bermain bass?”

“... Yah, ada banyak hal yang terjadi.”

Setelah mengaburkan kata-katanya, Masachika segera mengganti topik pembicaraan.

“Jadi, apa kamu memiliki ketidakpuasan dengan anggota ini?”

“Eh, aku sih enggak ... tapi, aku sedikit kewalahan dengan jumlah anggota yang luar biasa, atau lebih tepatnya, aku khawatir kalau akan dimakan habis...”

“Jangan khawatir, mereka bukan pemakan yang seburuk itu.”

“Maksudku bukan begitu! Justru sebaliknya, aku lebih suka dimakan jika itu pengertian yang dimaksud!”

“Jangan khawatir, kesempatan seperti itu takkan pernah terjadi.”

Kenapa! Kesampingkan tentang Taniyama-san, jika itu Miyamae-san, dia mungkin akan menikmatinya.”

“Bahkan jika memang itu yang terjadi, jangan pernah meladeninya, seriusan deh.”

Setelah menasihatinya dengan nada serius, Masachika memanggil Hikarru.

“Itu sebabnya, kamu tidak perlu khawatir, Hikaru. Sejauh menyangkut mereka bertiga, mereka takkan pernah jatuh cinta padamu.”

“… Benarkah?”

“Ya. Jika seandainya ada masalah yang berkaitan dengan masalah percintaan, aku akan menanganinya sebagai manajer kalian.”

“Eh, manajer?”

Takeshi menanggapi komentar kasual Masachika dengan berseru kahet. Masachika lalu meresponnya dengan nada yang tenang

“...Sejak awal aku sudah berniat melakukan itu, kok? Karena akulah yang merekrut anggota baru, sudah sepantasnya aku yang mengurus mereka, ‘kan?”

“Yah, mungkin ... benar begitu?”

“Yai iyalah. Selain itu, kamu takkan bisa akrab satu sama lain dengan mereka bertiga jika aku tidak ikut campur.”

“Ah, itu sih ... memang ada benarnya juga.”

Setelah mendapat persetujuan Takeshi, Masachika kembali mencoba membujuk Hikaru.

“Oleh karena itu ... bagimana kalau kamu mempercayaiku dulu di sini dan mencoba melakukan yang terbaik bersama denganku, Hikaru?”

“...”

Keheningan terus berlalu untuk beberapa saat, dan pada akhirnya, terdengar hembusan nafas kecil Hikaru.

“… Baiklah, aku mengerti. Mereka adalah orang-orang yang dipilih Masachika untuk bergabung. Aku tidak ingin bersikap egois disini. Pertama-tama, akulah yang menjadi penyebab kenapa anggota sebelumnya bisa berpisah….”

“Tidak, kamu tidak perlu mencemaskan itu terus.”

“Bener banget, kamu sama sekali tidak salah, Hikaru. Jadi kamu tidak perlu merasa bertanggung jawab segala.”

"……Terima kasih”

Dengan tanggapan langsung Masachika dan Takeshi membuatnya tersenyum kecil, dan Hikaru akhirnya menyetujui untuk melanjutkan aktivitas band dengan mereka bertiga. Dua hari kemudian, kelima anggota band saling bertemu untuk pertama kalinya di ruang musik 1. Namun….

“““““……..”””””

Yah~ suasananya terasa berat dan canggung. Tidak, mungkin cuma golongan anak cowok saja yang merasakan hal begitu...

Nonoa yang datang lebih awal, masihterus memain-mainkan smartphone-nya. Sayaka diam-diam menyesuaikan nada bass. Takeshi sedang menunjukkan kemurniannya di depan sekelompok gadis yang berkilauan. Hikaru sedari tadi sudah mengenakan aura yang sedikit suram. Alisa hanya mengalami sedikit gangguan komunikasi saja. Tak satu pun dari mereka mau mengangkat suara. Dua menit telah berlalu sejak semua orang mulai berkumpul, tetapi tidak ada tanda-tanda percakapan akan dimulai meski itu adalah pertemuan pertama mereka.

(Ah~, ini lebih kaku dari yang kukira... Kurasa aku tidak punya pilihan selain meringankan suasana tempat ini, ya?)

Dengan pemikiran seperti itu, Masachika hendak membiarkan mereka memperkenalkan diri untuk saat ini. Akan tetapi, Sayaka yang diam-diam menyesuaikan gitar bass dari tadi, tiba-tiba meninggikan suaranya, “Baiklah.”

“Sepertinya semua orang sudah berkumpul di sini, jadi mari kita mulai saja. Lagipula, sepertinya kita tidak punya banyak waktu.”

“Siap~”

“Eh, iya...”

Menanggapi perkataan Sayaka, Nonoa mulai memasang peralatan keyboard-nya, dan Takeshi serta Hikaru juga mulai bersiap dengan tergesa-gesa. Masachika dengan cepat memanggil Sayaka, yang akan memulai sesi latihan tanpa melakukan percakapan yang tepat dengan anggota band lainnya.

“Tunggu dulu sebentar, Taniyama. Bukankah setidaknya kita harus memperkenalkan diri secara singkat dulu?”

“Kita bukannya tidak saling mengenal satu sama lain, dan sudah berbagi informasi juga. Mungkin sudah terlalu terlambat untuk melakukannya. Selain itu …”

Setelah mengatakan itu dengan tenang, Sayaka dengan lembut menggerakkan jari-jarinyanya di sepanjang leher bass dan tertawa ringan.

“Kamu dapat mengenal seseorang jauh lebih baik dengan menyelaraskan satu suara daripada bertukar seratus kata.”

“Kamu mendadak mengatakan sesuatu yang keren, oi. Ehh, apa karaktermu memang seperti itu, ya?”

Masachika langsung tsukkomi tanpa sengaja dengan wajah lurus, tapi Sayaka kelihatannya merasa berpuas diri.

(Lagian, bass itu...)

Gitar bass itu terlihat familiar di matanya. Untuk lebih spesifiknya, Masachika merasa kalau Ia pernah melihatnya di anime sekitar tiga tahun lalu...

(... ternyata dia cuma gachiota, toh?)

Berpaling dari Sayaka, yang sedang membelai bass dengan mata terpesona, Masachika mengalihkan perhatiannya ke arah Nonoa.

“Ternyata kamu membawa keyboardmu sendiri ya, Miyamae?”

Ketika Ia dengan santai mengatakan itu kepada Nonoa yang sedang memasang keyboardnya sendiri, Nonoa pun mendongak dan menjawab.

“Hmm~? Aku baru saja membelinya kok?”

“Ehh, kamu sampai repot-repot membeli baru segala!? Hanya untuk ini!?”

“Ya”

“Ah~… Yah, aku merasa sangat berterima kasih dan merasa tidak enakan, tapi … bukannya masih ada keyboard di ruang klub musik ringan yang bisa kamu pakai?”

“Aku lebih suka menggunakan barang milikku sendiri. Lagian~ harganya enggak semahal piano kok, jadi ini bukan masalah besar.”

“Ahh, begitu ya…”

Masachika mengangguk dengan setengah hati pada Nonoa yang mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh. Takeshi lalu mendekatinya dengan gitar tergantung di lehernya dan diam-diam berbisik ke telinga Masachika.

“(Meskipun dia mengatakannya dengan enteng. Tau enggak, keyboardnya saja harganya hampir mendekati 100.000*, loh? Jika ditambah dengan peralatan lengkapnya, mungkin harganya sekitar 130.000 atau lebih!)” (TN: Kurang lebih 15 jutaan)

“(Seriusan lu!?)”

Jika harga segitu dianggap sebagai bukan masalah besar berarti dia mempunnyai pola pikir yang berbeda mengenai uang. Seperti yang diharapkan dari gadis SMA yang sukses menjadi model.

Masachika yang diam-diam menggigil, mendadak mendengar Alisa menyenandungkan sesuatu. Ia dengan santai mendengarkannya, merasa sedikit penasaran apa dia ingin berbicara—

Kasih aku~ perhatian~, kasih aku perhatian juga~

“!? Ugh!”

“Ap-Apa? Kamu kenapa?”

“Tidak … bukan apa-apa.”

Masachika bergidik karena alasan yang berbeda, sambil cepat-cepat mengelabui Takeshi.

(Bu-Bukannya ini …  lagu caper yang pernah kudengar beberapa waktu lalu!?)

Judul resminya adalah “Perasaan yang tak Tersampaikan (Lirik: Kujou Alisa)”. Melihat Alisa bersenandung bahasa Rusia dengan wajah datar, Masachika bergumam dalam hatinya, “Mentalitas seperti apa sih yang dia miliki?”. Kemudian, setelah menarik napas kecil, Ia berjalan mendekati Alisa.

“Bagaimana perasaanmu? Si perasaan yang tidak tersampaikan.”

“Siapa yang kamu panggil perasaan yang tidak tersampaikan!?”

“Melihatmu bisa membalas dengan judes begitu, kurasa kamu akan baik-baik saja~”

Setelah memelototi Masachika yang memberikan jawaban singkat, Alisa mengembalikan perhatiannya ke smartphone di tangannya.

“Untuk saat ini, aku sudah mendengarkan contoh lagu yang kuterima dan mencoba bernyanyi tanpa lirik …. Tapi, karena ini pertama kalinya aku melakukan pertunjukkan konser band, jadi aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti sampai aku mencobanya.”

“Begitu ya. Yah, ada benarnya juga sih.”

“Hei … kamu yang jadi manajernya, ‘kan? Apa kamu punya saran atau semacamnya, gitu?”

“Eh, itu sih mustahil. Aku belum pernah nge-band sebelumnya.”

“Dasar tidak bisa diandalkan sama sekali…”

Masachika mengangkat bahunya pada Alisa yang mengerutkan kening dan mendecakkan lidahnya.

“Yah, jika ada satu hal yang bisa kukatakan sih … kamu tidak perlu merasa segan atau mencoba menyesuaikan diri dengan orang-orang di sekitarmu, kamu hanya perlu menaikkan suaramu.”

“Apa-apaan itu, memangnya yang begitu tidak masalah?”

“Asal kamu tahu saja, jarang-jarang ada orang yang bisa melakukan itu, tau?”

“Oi~ apa kalian berdua sudah siap~?”

Lalu pada saat itu, Takeshi memanggilnya, dan Masachika mendesak Alisa dengan tangannya.

“Kalau begitu pergilah.”

“Ya”

Semua orang mengambil posisi masing-masing, dan Alisa berdiri di hadapan mereka. Maka, dimulailah sesi latihan pertama band mereka berlima.

“Ohh …!”

Pada awalnya, pertunjukkan ea r mereka terlihat sedikit canggug. Tapi, suasananya segera berubah saat Alisa mulai bernyanyi.

Suaranya yang indah terdengar merdu dan jernih, tapi juga memberi kesan tegas dan bertenaga. Seolah-olah terpengaruhi oleh suara tersebut, penampilan keempat orang lainnya berangsur-angsur menyatu. Kemudian, saat Alisa meninggikan suaranya menuju bagian refrain, penampilan keempat anggota lainnya semakin memanas. Kemudian, saat lagu memasuki bagian akhir, ketegangan langsung meledak. Sambil mempertahankan momentumnya hingga akhir, dan penampilan band diakhiri dengan nada gitar yang berdengung di bagian akhir.

“Ohh~!”

Setelah hening sejenak, Masachika memberikan tepuk tangan yang begitu meriah. Meski masih ada beberapa bagian yang buruk, tak bisa dipungkiri kalau itu penampilan yang masih memberikan nuansa potensi anggota band ini. Sepertinya bukan Masachika saja satu-satunya yang merasakan begitu, karena Takeshi meninggikan suaranya dengan penuh semangat.

“Tadi itu benar-benar luar biasa sekali! Nyanyian Kujou-san merdu banget! Taniyama-san dan Miyamae-san juga sama-sama hebat!”

“Bener banget, tidak kusangka kalian bisa bermain dengan nyaman meski ini pengalaman pertama kalian.”

Sementara anak-anak cowok mengomentari  penampilan mereka dengan bersemangat tinggi, tapi golongan gadis bersikap santai seperti biasa.

“Hmm~ sudah kuduga, rasanya sangat berbeda ketika memainkannya sendirian, ya~”

“Awalannya cukup membingungkan, sih. Aku sangat terbantu karena Kujou-san.”

“… Yah, kurasa penampilan pertama ini cukup memuaskan?”

Takeshi dan Hikaru hanya bisa tersenyum kecut saat melihat reaksi tenang mereka. Yah, dari sudut pandang Masachika sih, mungkin ada beberapa perasaan malu yang sengaja disembunyikan Alisa.

“Kalau begitu, mari kita ulangi beberapa kali lagi. Setelah itu, kita berlatih satu lagu secara penuh sekali lagi.”

“O-Ohh, benar juga.”

Bersamaan dengan ucapan Sayaka sebagai aba-aba, latihan mereka dimulai lagi. Kemudian, mereka berlatih selama sekitar empat puluh menit penuh.

“Kedengarannya nada ketiga dari bagian refrain terdengar sedikit lambat. Mari kita ulangi lagi bagian itu beberapa kali.”

“Ahh, bener.”

“Baiklah.”

“Okee~”

“Ya”

Tanpa disadari, latihan band itu secara alami dipimpin oleh Sayaka.

(Taniyama memang hebat … dia memiliki bidang pandang yang luas dan pandai mengamati orang.)

Dari sudut pandang Masachika, Sayaka adalah tipe komandan sejati. Dalam hal memotivasi kelompoknya, tidak banyak orang yag memiliki bakat sehebat dirinya.

Alisa adalah tipe yang berpikir kalau dirinya lebih baik melakukannya sendiri, tapi Sayaka justru sebaliknya. Masachika yakin bahwa itulah cara paling efisien dan sukses jika ingin menggerakkan orang-orang. Dan itu bekerja dengan sangat baik. Hasil dari upaya tersebut menjadi pencapaian, dan orang-orang di sekitarnya mulai berpikir, “Kita akan baik-baik saja selama mengikuti instruksi Taniyama”, lalu bagi siapa saja yang mengganggu harmoni itu akan dikucilkan.

Tanpa mengandalkan emosi atau karisma, dia menggerakkan orang-orang di sekitarnya dengan kepraktisan menyeluruh dari hasil yang dapat diandalkan. Itulah bakat alami yang dimiliki Sayaka, yang terlahir untuk memerintah.

(Yare~yare~,  mengajak dirinya bergabung sebagai sekutu memang bisa diandalkan, tapi juga menyusahkan… Apa kamu paham? Alya. Jika begini terus, meski kamu berhasil menjadi ketua OSIS, kamu mungkin kehilangan pengaruhmu karena Taniyama, tau?)

Nasihat sebelumnya untuk ‘Naikkan suaramu” memiliki arti lain seperti itu, tapi … Alisa sepertinya tidak menyadari hal tersebut.

(Yah, mana ada orang yang bisa melakukannya dengan baik dalam percobaan pertama kali. Kurasa mulai sekarang kita bisa memperbaikinya.)

Mengesampingkan pikiran Masachika, mereka berlima terus berlatih menyesuaikan nada mereka.

 

◇◇◇◇

 

“Oke~, karena waktunya sudah mulai mepet, ayo kita beres-beres dan memulai rapatnya~”

Dengan lima belas menit tersisa sebelum waktu penyewaan ruang music berakhir, Masachika memanggil mereka sambil bertepuk tangan.

“Awalnya kupikir ini hanya sesi saling bertemu dan menyapa saja, tapi pada akhirnya kalian malah sekalian latihan segala …. Tapi untuk saat ini, apa kamu keberatan untuk melakukan pertunjukan konser festival sekolah dengan anggota ini?”

“Oh! Aku sama sekali tidak keberatan, kok! Ini adalah anggota yang terbaik!”

“Sama aku juga, mohon kerja samanya ya, kalian bertiga.”

“Iya, mohon kerja samanya juga.”

“Yoi~”

“Mohon kerja samanya juga.”

Jadi secara resmi diputuskan bahwa mereka berlima akan membentuk band, dan latihan selanjutnya akan dilaksanakan pada semester baru. Mereka juga sepakat kalau setiap orang harus memikirkan nama band pada latihan selanjutnya. Dan mereka semua pun memutuskan untuk bubar dan pulang, tapi…

“Oh iya, Alya, kamu ada waktu sebentar?  Ada sesuatu yang ingin kutanyakan tentang upacara pembukaan lusa nanti…”

Sembari menggaruk kepalanya dengan tangan kirinya, Masachika melihat ea rah empat orang lainnya saat Ia berkata pada Alisa.

“Ohh, begitu ya. Kalau begitu aku pulang duluan, ya. Sampai jumpa lagi.”

“Sampai jumpa lagi, kalian berdua.”

“Mari kita bertemu lagi di semester baru.”

“Sampai jumpa, ya~”

“Ah, sampai jumpa lagi.”

“Ya, sampai bertemu lagi”

Setelah melihat mereka berempat meninggalkan ruang ea r, Alisa menoleh ke Masachika dengan ekspresi curiga di wajahnya.

“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan tentang upacara pembukaan? Kupikir anggota OSIS perlu bersiap-siap untuk itu besok?”

“Tentu saja itu Cuma alasan doang, kok? Lagian … memangnya kamu tidak menyadari kodeku?”

“Ehh?”

“Ingat? Saat aku menggaruk rambutku dengan tangan kiri …”

“Ahh……”

Kemudian Alisa rupanya mulai teringat perjanjian yang dia buat dengan Masachika tempo hari bahwa apa yang Ia katakan sambil menyentuh rambutnya dengan tangan kiri adalah gertakan. Sambil mengangkat bahunya dengan sedikit canggung, Alisa dengan cepat memalingkan muka.

“… Maaf. Aku melupakannya.”

“Ahh, yah, enggak apa-apa, sih … tapi untuk saat ini, ayo pergi ke halaman dulu.”

Akan merepotkan jika kelompok berikutnya sudah tidak sabar menunggu giliran mereka lagi, jadi Alisa dan Masachika berpindah ke area halaman dulu untuk sementara waktu. Biasanya, halaman selalu ramai dengan orang-orang berlalu di koridor yang bersebelahan, tapi hari ini, tidak ada seorang pun yang terlihat, terutama karena ini adalah liburan musim panas.

“Baiklah … jadi, bagaimana latihannya?”

Setelah duduk berdampingan di bangku di bawah naungan pohon, Masachika dengan cepat memulai pembicaraan. Alisa pun menjawab tanpa ragu-ragu.

“Yah… sejujurnya, rasanya jauh lebih menyenangkan daripada yang kukira. Aku tidak menyangka bermain ea r dengan orang lain bisa begitu semenyenangkan ini.”

“Begitu ya, syukurlah kalau begitu.”

Masachika dengan tulus membalas kesan jujur Alisa. Jika Alisa merasa senang bekerja sama dengan orang lain, Ia pikir hal tersebut merupakan salah satu bentuk kemajuan.

Mungkin rasanya akan lebih menyenangkan jika kamu bisa ikut bersamaku

(Jangan mendadak berbicara manis seperti itu)

Tepat ketika dirinya tenggelam dalam sentimentalitas, Masachika tiba-tiba dikejutkan oleh gumaman centil bahasa Rusia. Kemudian, setelah pura-pura terbatuk, Masachika langsung membahas topic pembicaraan.

“Jadi, setelah itu, … kita akan memutuskan untuk nama band pada latihan berikutnya, ‘kan?”

“? Iya, emang.”

“Biasanya, penentuan nama band akan ditentukan dengan memilih nama ketua band-nya.”

“Ehh?”

Alisa sedikit memiringkan kepalanya setelah membalas kaget, seolah dia tidak mengharapkan itu.

“… bukannya yang jadi ketua band-nya adalah Maruyama-kun?”

“Awalanya sih begitu, tapi lebih dari separuh anggota band sudah berganti. Kemungkinan besar kita akan mengulanginya lagi dari awal, loh?”

Setelah mengatakan itu, Masachika secara sadar menunjukkan sikap tegasnya dan langsung menoleh ea rah Alisa yang duduk di sebelahnya.

“Jadi, dalam kasus itu … menurutmu siapa yang akan menjadi ketuanya?”

Begitu mendengar pertanyaan Masachika, mata Alisa membelalak sesaat … dia kemudian ragu-ragu memutar kata-katanya.

“Kupikir… itu adalah Taniyama-san”

“Betul sekali. Selama latihan hari ini, Taniyama lah yang menunjukkan kepemimpinannya dengan jelas.”

Alisa menggigit bibirnya saat dia akhirnya mengerti maksud Masachika dalam pernyataannya yang tanpa henti. Tapi, Masachika terus menjelaskan lebih jauh.

“Dengan kata lain, latihan hari ini. Kamu mengakui bahwa kamu benar-benar dikalahkan oleh Taniyama dalam hal kualitas kepemimpinan. Aku yakin Takeshi dan Hikaru juga merasakan hal yang sama. Jika terus seperti ini, Taniyama akan menjadi ketua band.”

“… Benar, juga.”

Tidak dapat menyangkal satu hal pun, Alisa setuju dengan Masachika sambil terlihat frustrasi. Tapi Masachika menangkat pundaknya, lalu mengubah nadanya dan terdengar santai.

“Bercanda doang, kok~”

“Hah?”

“Yah, meskipun aku mengatakan semua itu, sebenarnya kita masih belum bisa memutuskan ketua band-nya pada latihan selanjutnya.”

“Apa maksudmu?”

Masachika menjawab dengan nada santai kepada Alisa yang balas menatapnya dengan tatapan ragu.

“Aku sudah bertanya kepada empat anggota lainnya sebelumnya. Keputusan ketua band baru bisa ditentukan pada hari pertunjukan … atau lebih tepatnya, pada saat latihan terakhir.”

“Ehh?”

Alisa mengangkat alisnya, masih kebingungan dengan apa yang dimaksudnya. Masachika kemudian mengubah ekspresinya lagi dan memberitahunya secara langsung.

“Alya, selama satu bulan ini hingga hari pertunjukan tiba, kamu harus membuat keempat orang itu menyadari bahwa kamu lah yang pantas menjadi ketua mereka. Jika kamu tidak bisa melakukan itu, jabatan Ketua OSIS hanyalah impian kosong belaka.”

“!!!”

“Taniyama jelas-jelas merupakan salah satu pemimpin terbaik di akademi ini. Pelajari apa yang bisa kamu pelajari darinya, dan lampaui dia dengan caramu sendiri.”

Setelah menerima kata-kata Masachika, Alisa menundukkan kepalanya selama beberapa detik sebelum mendongak ke atas langit. Kemudian, setelah keheningan singkat, dia segera menjawab dengan suara tegas.

“Baiklah, aku mengerti.”

“… Sip.”

Masachika menatap langit dan berbicara dengan gadis di sebelahnya dengan nada suaranya yang biasa, merasakan kekaguman dan kepuasan pada sosoknya yang tidak terpengaruh.

“Yah, aku masih akan mendukungmu seperti biasa.”

“Ya … aku akan mengandalkanmu.”

Dan kemudian, dari kedua sisi, mereka berdua dengan lembut bergandengan tangan. Seolah-olah ingin mengomunikasikan kepercayaan mereka satu sama lain.

Janji mereka berdua pada langit musim panas terukir kuat di hati masing-masing … dan semester baru pun dimulai.

 

 

Sebelumnya|| Daftar isi || Selanjutnya


close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama