Roshi-dere Jilid 5 Bab 8 Bahasa Indonesia

Chapter 8 — Sudah Kubilang, Tersipunya Cowok (Dihilangkan)

 

“~~♪”

Setelah selesai berdiskusi di ruang kelas, daftar lagu untuk pertunjukan konser festival sekolah sudah diputuskan, dan latihan band pun berjalan lancar. Hari ini juga, mereka menyewa ruang musik dan melakukan sesi latihan dengan mereka berlima.

(Seperti yang diharapkan dari Alya. Dia sudah bisa menyanyikannya selancar ini.)

Sambil mendengarkan penampilan mereka berlima, Masachika sekali lagi terkesan dengan kerja keras Alisa.

Padahal lagu itu baru diputuskan tiga hari lalu. Hingga tiga hari yang lalu, Alisa belum pernah mendengar lagu itu. Sudah seberapa banyak lagu yang dia dengarkan dan nyanyikan supaya bisa selancar itu? Suara nyanyian Alisa jarang meleset, dan sebaliknya, itu mencapai ranah pengaturan aransemen emosional. Masachika sedikit kewalahan dengan suara Alisa yang jernih dan indah serta terkadang terdengar sangat bagus. Tapi di sisi lain...

“Oh, maaf! Aku melakukan kesalahan!”

Ada anggota yang belum bisa mengimbangi kesempurnaan Alisa. Takeshi melakukan kesalahan di tempat yang sama berturut-turut dan pertunjukannya pun terpaksa terhenti.

“Aku benar-benar minta maaf ... bisa kita mengulanginya sekali lagi?”

“Kalau begitu, mari kita mulai dari lirik 'sampai sekarang~'.”

Atas saran Sayaka, pertunjukan mereka kembali dilanjutkan. Namun …

“Ah, sial! Maaf banget, serius!”

Sekali lagi Takeshi melakukan kesalahan dan pertunjukan kembali berhenti.

Mungkin saja Takeshi kurang latihan. Tapi, mengingat ini adalah pertama kalinya Takeshi memainkan lagu ini, akan sangat kejam untuk menyalahkannya atas hal itu. Ditambah lagi, bukan itu saja yang menjadi satu-satunya alasan.

Ia melakukan pertunjukan dengan anggota yang belum begitu akrab satu sama lain. Apalagi Alisa dan Nonoa adalah dua gadis tercantik di sekolah, dan Sayaka agak sulit didekati. Itu saja sudah cukup untuk membuatnya merasa terintimidasi, selain itu……

(Ah~… Alya mulai kelihatan kesal…)

Alisa yang memimpin band, memancarkan tekanan tanpa suara. Bukannya Ia tidak mengerti perasaan Alisa. Meskipun Alisa yang merupakan pemula dalam band telah sampai sejauh ini, tapi Takeshi yang merupakan anggota band berpengalaman dan orang yang meminta bantuan, berada dalam kondisi seperti itu. Bahkan jika kamu bukan Alisa yang perfeksionis, wajar-wajar saja jika kamu merasa kesal.

(Tapi kalau begitu, Takeshi akan semakin berhenti berkembang ... yah, lebih baik jika aku tidak mengatakannya keras-keras. Apa boleh buat, deh.)

Pada saat itulah Masachika berpikir, “Kurasa aku harus turun tangan sebagai manajer mereka.”

“Maruyama-kun, bukannya lebih baik melewatinya sekali tanpa khawatir membuat beberapa kesalahan? Karena ini adalah pertama kalinya kita perlu menyamai satu sama lain. Mari kita coba mencari tahu di mana kita cenderung membuat kesalahan hari ini.”

Mata Masachika membelalak ketika mendengar kata-kata tak terduga yang keluar dari mulut Alisa. Takeshi juga mengedipkan mata sejenak seolah-olah tidak memahami apa yang dia katakan, Ia lalu buru-buru meninggikan suaranya.

“Ma-Makasih. Tidak, aku benar-benar minta maaf. Aku  harusnya latihan lebih giat lagi.”

“Ya, kalau begitu tolong selesaikan dengan sempurna lain kali, oke?”

“I-Iya, aku akan mencoba lakukan yang terbaik...”

“Aku hanya bercanda, kok.”

Setelah mengatakan itu, Alisa tertawa kecil. Setelah membuka mulutnya seolah-olah merasa tercengang oleh senyuman itu, Takeshi menampar pipinya untuk mendapatkan kembali semangatnya.

“Yosh! Tolong ulangi lagi dari awal!”

“... kalau begitu, ayo kita mulai lagi dari awal.”

Sayaka kemudian menatap Hikaru, dan Hikaru yang memukul stik drumnya.

Lalu latihan pertunjukan mereka kembali dilanjutkan. Masih ada beberapa kesalahan kecil, tapi Masachika bisa melihat bahwa bahu Takeshi ... dan Hikaru terlihat lebih santai dari sebelumnya. Bahkan bagian yang sering membuat Takeshi membuat kesalahan, kali ini Ia dengan mudah menyelesaikannya dan memainkannya sampai akhir. Saat lagu diakhiri dengan nada panjang Alisa dan gitar Takeshi yang meninggalkan dengung pamungkas, tepuk tangan Masachika menggema dalam kesunyian.

“Oh~~ itu bagus sekali. Tanpa sadar aku hampir ingin bersorak.”

Pujian tulus Masachika dibalas dengan senyum oleh Alisa.

“Ya ...  Meski masih ada ruang untuk improvisasi, tapi yang tadi itu terasa bagus.”

Kata-katanya membuat Takeshi dan Hikaru tersenyum pada saat yang bersamaan.

“Oh! Aku juga sependapat! Tapi tetap saja, akulah yang paling sering membuat kesalahan! Aku benar-benar minta maaf!”

“Haha, aku juga tidak bisa mengkritik orang lain… terlebih lagi, permainan Taniyama-san dan Miyamae-san sangat stabil, bukan? Kalian berdua jauh lebih baik daripada kami yang dari anggota klub musik ringan.”

“Yah, karena aku pernah memainkan lagu ini sebelumnya ...”

“Ah~ Sejujurnya, lagu ini tidak terlalu sulit untuk dimainkan dengan keyboard. Bahkan tidak ada solo.”

Setelah berbicara singkat tentang penampilan masing-masing, Takeshi mengalihkan perhatiannya ke Alisa.

“Meski begitu, Kujou-san benar-benar luar biasa. Kamu bernyanyi dengan sangat baik! Maafkan aku karena sudah menjadi pemain gitar yang payah!”

“... Yah, karena aku tidak memainkan alat musik, jadi aku tidak tahu kesulitan yang dialami Maruyama-kun dan yang lainnya ... tapi aku masih bisa mengerti betapa sulitnya itu. Jangan terlalu mengkhawatirkan itu, oke?”

Usai mendengar pujian Alisa, Takeshi menggaruk kepalanya dengan ekspresi malu yang benar-benar meredakan ketegangannya. Kemudian, mereka terus berlatih dengan lebih semangat.

Masachika benar-benar terkesan saat melihat adegan itu.

(Alya... kamu memang menakjubkan. Kamu bahkan tidak membutuhkanku sama sekali)

Masachika tidak pernah menyangka kalau Alisa tidak hanya menyemangati Takeshi atas inisiatifnya sendiri, tapi dia bahkan membuat candaan untuk mencairkan suasana. Perubahan hati seperti apa yang di alami? Hal tersebut sangat sulit dibayangkan mengingat dulunya Alisa sangat buruk dalam hal bekerja sama.

(Melalui kegiatan OSIS… kurasa itu berarti Alya juga telah tumbuh, ya.)

Masachika bermaksud supaya Alisa membiasakan diri dalam bekerja sama dalam tim melalui aktivitas band ini sebelum pekerjaan panitia pelaksanaan festival sekolah dimulai sepenuhnya. Dan jika memungkinkan, Masachika berharap kalau Alisa bisa mempelajari beberapa keterampilan kepemimpinan, tapi... ini adalah kesalahan perhitungan yang membahagiakan.

(Jika begini terus, kurasa dia bisa melakukannya dengan baik saat kepanitiaan festival sekolah nanti)

Takeshi memetik gitarnya dengan cara sembrononya seperti biasa, dan Hikaru menyuruhnya untuk tenang dengan senyum masam. Nonoa yang sedikit lebih bersemangat dari biasanya, dan Sayaka yang diam-diam merasa gembira. Dan kemudian, Alisa bernyanyi dengan ekspresi tenangnya sekaligus ceria.

Itu adalah adegan yang jauh lebih mirip band daripada yang dibayangkan Masachika. Tapi, ada sesuatu yang sedikit mengganggunya...

(Alya ... bukankah dia bersikap lebih baik kepada Takeshi daripada aku?)

Itulah yang dirasakannya.

(Loh~? Kok rasanya aneh, ya~? Aku merasa ekspresinya terlihat lebih tenang daripada saat bersamaku~?)

Itu mungkin bukan imajinasinya saja. Tapi, kalau dipikir-pikir kenapa ekspresinya begitu suram saat bersama Masachika...

(... Yup, ini salahku)

Masachika menutup erat bibirnya saat menyadari bahwa ini adalah satu-satunya penyebab dari kata-kata dan tindakannya sendiri.

(Aku perlu … bersikap lebih baik pada Alya.)

Sambil menonton penampilan mereka berlima, Masachika diam-diam merenungkan hal tersebut.

 

◇◇◇◇

 

“Pengujian rasa?”

“Ya, boleh aku meminta tolong hal itu padamu?”

Sepulang sekolah minggu berikutnya. Di tengah kesibukannya sebagai panitia pelaksana festival sekolah, Masachika datang untuk melihat bagaimana keadaan kelasnya di waktu senggangnya. Lalu di sana, ketua kelas dan anggota panitia kelas memintanya untuk mencicipi minuman yang akan disajikan di festival sekolah.

Di dalam kelas Masachika, ada banyak siswa yang tidak dapat berpartisipasi dalam proyek pertunjukan kelas karena kegiatan OSIS dan klub, jadi setelah berdiskusi, mereka memutuskan untuk menampilkan pertunjukan yang tidak terlalu rumit.

Namanya adalah “Kafe Isekai”. Penggagasnya adalah Masachika sendiri. Proyek ini terinspirasi dari kafe kolaborasi yang Ia kunjungi baru-baru ini bersama Sayaka. Konsepnya adalah teman sekelasnya berdandan dengan pakaian yang mirip seperti fantasi isekai dan menyajikan minuman standar fantasi isekai seperti eliksir dan ramuan. Tapi yang disajikan hanya minuman seperti itu.

Tidak ada makanan yang membutuhkan waktu maupun tenaga, dan minumannya hanyalah kombinasi dari beberapa jenis minuman siap saji. Di akademi ini, bahkan satu minuman di festival sekolah biasanya berupa teh atau kopi lengkap, tetapi dengan ide ini, sangat mudah untuk menyiapkan campuran dalam jumlah besar terlebih dahulu dan kemudian menuangkannya ke dalam cangkir kertas. Sedangkan untuk cosplay, jika mereka mengenakan jubah seperti penyihir dan topi segitiga di atas seragam dan mengklaim bahwa mereka adalah “siswa di akademi sihir yang suka mencampur ramuan ajaib”, pasti akan diterima secara umum. Mereka yang ingin melakukan cosplay lebih serius bebas melakukannya. Yah dan begitulah, sepertinya mereka sedang membuat minuman penting hari ini...

“Semua orang sudah kenyang sampai-sampai merasa kembung … Bahkan jika kita mencoba membuatnya dalam jumlah kecil, selama kita mencampurkan beberapa bahan, jumlahnya secara alami akan meningkat.”

“Yah, itu memang benar sih ...”

Di atas meja, ada sejumlah cangkir kertas berjejer yang hanya bisa dianggap dibuat karena terlalu terbawa suasana.

(Tidak, yang itu sih benar-benar bukan kategori minuman lagi)

Mulut Masachika berkedut saat dia melihat partikel merah misterius yang mengambang di minuman yang tampak seperti lumpur. Meski terserah orang yang membuatnya, tapi Ia ingin mengatakan kalau produsennya harus bertanggung jawab dan mencernanya dengan benar.

“...Atau lebih tepatnya, bukannya kita cuma berencana mengkombinasikan beberapa minuman saja? Jelas-jelas ada beberapa benda asing yang tercampur di dalamnya ...”

“O-Ohh~ itu, ya. Tidak, kupikir akan kurang inovatif kalau hanya menyajikan minuman saja, jadi aku mencoba menggunakan sedikit bumbu supaya lebih unik?”

“… Misalnya?”

“Umm ... gochujang atau harissa?” (TN: Gochujang adalah pasta cabai merah korea, sedangkan harissa adalah cabai pedas Tunisia)

Ketua kelas berkata dengan terbata-bata sambil memalingkan muka. Teman sekelas di sekitarnya juga mengalihkan pandangan mereka dengan cara yang sama, terlihat sedikit rasa bersalah.

“...Yah, kupikir tidak apa-apa selama kamu melakukannya sesuai anggaran.”

Sambil mengatakan demikian, Masachika mencari minuman yang relatif aman dan mengambil satu cangkir kertas.

“Kalau gitu yah, biarkan aku mencoba ini sebentar.”

Warnanya sedikit coklat keabu-abuan, tapi tidak ada benda asing yang mengambang. Baunya juga tidak terlalu ameh, jadi mungkin tidak akan terasa merusak. Atau itulah yang Masachika pikirkan.

“Ah…”

Masachika mengangkat kepalanya pada suara yang tidak sengaja dikeluarkan oleh ketua kelas. Kemudian teman sekelas lainnya memiliki ekspresi “ah......” yang sama di wajah mereka dan mulut mereka setengah terbuka.

“… Apa?”

“Ti-Tidak, bukan apa-apa...”

“Kalau gitu...”

“Ah……”

“Dibilangin ada apaan sih?”

Saat Ia mencoba meminumnya, ketua kelas kembali terlihat seolah ingin mengatakan “Ah, minuman itu…” Masachika mengernyit sekali lagi. Tapi tetap saja tidak ada yang mengatakan apa-apa. Masachika menatap cairan di tangannya sekali lagi, lalu meneguknya.

(Uh, hmm...? Mi-Minuman macam apa ini?)

Basis dasarnya terlihat seperti jus sayuran... tapi Masachika bisa merasakan rasa daun teh di suatu tempat, dan baunya juga seperti kakao. Ia merasa masih banyak hal yang tercampur di dalam minuman tersebut, tapi Ia sedikit bingung dengan detailnya. Dan asam karbonat yang samar-samar menegaskan keberadaannya di kejauhan menghasilkan gangguan yang tak terlukiskan.

(Rasanya tidak seburuk itu... Rasanya mirip seperti obat, atau memang mungkin minuman obat?)

Ia meneguk lagi dan memiringkan kepalanya dengan ekspresi aneh. Masachika bahkan tidak bisa mengatakan rasanya enak, tapi tidak cukup buruk untuk membuat orang berkata, “Uwaaaa enggak enak banget!”. Ini adalah jenis minuman yang paling sulit dinilai.

(Yah, mendingan diminum saja dulu)

Karena tidak ingin menyisakan sisa makanan setelah Ia menghabiskannya, Masachika menghabiskan sisa minumannya dalam sekali teguk. Sambil mengerutkan kening pada ketidaknyamanan halus yang menyebar di mulutnya, Masachika menuangkan sedikit teh oolong ke dalam cangkir kertas dan meneguknya untuk menyegarkan langit-langit mulutnya.

“Yah, rasanya tidak terlalu buruk, tapi ...dibilang enak juga tidak.”

“Be-Begitu ya...”

“Ngomong-ngomong, isinya ada apa aja?”

“Itu sih ... rahasia perusahaan?”

“Aku ini jelas-jelas teman sekelasmu dan seseorang yang sangat terlibat, ‘kan?!”

Tapi ketua kelas masih memalingkan muka. Teman-teman sekelas lainnya semua membuang muka sekaligus.

“Seriusan, apa sih yang sudah kalian masukkan, ...”

Jika reaksi mereka sampai sejauh itu, bahkan Masachika mulai menjadi gelisah. Ketua dengan malu-malu membuka mulutnya sambil menatap Masachika dengan nada ragu.

“Hei, Kuze-kun ... apa tubuhmu baik-baik saja?”

“Apa maksudmu!?”

“Ah, enggak, kok. Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Syukurlah….”

“Tunggu, seriusan apa isinya!? Aku jadi takut, tau!?”

“Tidak, bukan apa-apa. Kami tidak memasukkan sesuatu yang berbahaya, kok?”

“Kamu harusnya menegaskan itu dengan benar!?”

“Tapi jika ada sesuatu yang terjadi...kamu harus pergi ke rumah sakit secepat mungkin.”

“Aku tidak ingin kamu menegaskan itu!”

“Mungkin, jika tidak ada gejala yang muncul dalam dua jam ... kamu akan baik-baik saja, mungkin.”

“Gejala apa yang dimaksud!?”

Setelah itu, Ia terus berusaha bertanya untuk sementara waktu, tapi pada akhirnya, Ia tidak bisa menanyakan detailnya lebih lanjut … Masachika meninggalkan ruang kelas seraya diliputi kecemasan. Kemudian, setelah tiga puluh menit bekerja kembali di ruang OSIS. Masachika merasakan kalau tubuhnya mengalami perubahan yang paling ditakutinya.

(Entah kenapa aku jadi merasa sangat terangsang!)

… ternyata isinya terlalu tak terduga.

(Ehh? Hah? Apa-apaan ini... tidak, bukannya yang seperti ini biasanya diberikan kepada gadis? Rasanya sangat menyenangkan bisa melihat gadis yang biasanya bersikap tenang diombang-ambingkan oleh emosi yang tidak biasa... Siapa yang diuntungkan dari cowok yang lagi terangsang!!)

Bahkan jika Ia membuat tsukkomi panjang di kepalanya, situasinya tetap tidak berubah. Ya, bahkan sekarang... Masachika sedang berada dalam situasi di mana bagian selangkangannya menjadi keras secara tidak sengaja!

(Keparat, seriusan, apa-apaan ini...! Jangan bilang orang-orang kampret itu memakai obat perangsang cuma untuk melakukan candaan ini?!?)

Bahkan saat mengerjakan dokumen, Masachika tidak bisa berhenti menggerutu tentang teman-teman sekelasnya. Tidak, tentu saja karena Ia sendiri yang meminumnya, jadi Ia tahu itu.

“Masachika-sama, boleh minta waktunya sebentar?”

“O-Oh, ada apa?”

Masachka terpaksa menunduk dan memusatkan semua perhatiannya pada dokumen di tangannya ketika ada seseorang yang memanggilnya dari samping dan memaksanya untuk mengangkat wajah. Lalu di sana ada wajah Ayano yang terlihat 30% lebih menarik dari biasanya.

(Ugh! Rasa bersalah ini……!)

Masachika diam-diam menggertakkan gigi gerahamnya saat merasakan perutnya menegang. Ia membenci dirinya sendiri karena memiliki hasrat kotor sekecil apa pun kepada teman masa kecilnya yang lugu dan baik ini. Meski begitu, Masachika berusaha melakukan yang terbaik untuk menjaga pandangan matanya tetap di wajah Ayano sehingga Ia tidak melihat pay*daranya atau bok*ngnya secara tidak sengaja. Tapi kemudian, Ia mendapati dirinya menatap bibir Ayano yang berwarna ceri itu, dan perutnya mengerang karena rasa bersalah.

“Jadi begitulah masalahnya——” 

“O-Ohh kalau tidak cukup, kamu selalu bisa meminjamnya dari divisi sekolah SMP, tau?”

“Tapi bukannya sulit untuk membawanya?”

“Kurasa kamu bisa meminta petugas kebersihan untuk dipinjamkan gerobak ringan untuk itu. Yah, meski merasa tidak enakan karena sudah berkali-kali memintanya untuk mengeluarkannya, dan aku mendengar kalau gerobak akan lebih stabil jika semakin banyak muatannya, jadi kita memintanya, pasti akan dilakukan semuanya bersama-sama.”

“Ara~, apa itu beneran~?”

Ketika Maria mendekatinya dari sisi lain, Masachika menggigit bibirnya sejenak.

“…Ya, saat aku masih SMP, aku pernah meminjam peralatan dari divisi sekolah SMA.”

“Hee jadi begitu ya~. Apa itu berarti, aku bisa meminta tolong untuk membawa barang bawaan untuk pertunjukan?”

“Itu sih ... aku sendiri kurang begitu tahu. Bukannya itu perlu berkonsultasi dulu?”

Terlepas dari pembicaraannya yang serius, setengah dari kesadaran Masachika terperangkap di tempat lain.

 (Ughh, Masha-san… seragam musim panasnya yang baru memiliki dampak yang lebih besar…!)

Bahkan ketika Masachika mencoba untuk mengarahkan pandangannya ke wajahnya, insting laki-lakinya yang diperkuat memaksanya untuk fokus pada sosok bayangan yang ada di ujung penglihatannya.

Walaupun saat Maria mengenakan blazer dan rok jumper, keberadaan itu masih memiliki kehadiran yang kuat di bawahnya …. tapi sekarang setelah hal itu hilang, sepertinya Ia bisa melihat ukuran aslinya dengan lebih baik.

“Hee~! Sudah kuduga, memiliki seseorang yang berpengalaman itu sangat meyakinkan!”


aria tersenyum polos dan menepuk kedua tangannya. Terperangkap di antara lengan itu, ada simbol Onee-san yang sepertinya bisa merusak kancing kapan saja.

(Oghh)

Ketika darah akan berkumpul di bagian bawah tubuhnya, Masachika dengan cepat berbalik ke kursi sofa di belakangnya.

“Ka-Kalau Alya ... apa ada sesuatu yang mengganggumu?”

“Sesuatu yang menggangguku?”

Alisa mendongak dari dokumen akuntansi di atas meja dan menoleh dengan tatapan curiga.

(Ah, percuma saja. Wajahnya terlalu cantik.)

Begitu Masachika melihat kecantikannya yang luar biasa, sensasi panas membuncah di dadanya, dan Ia buru-buru memalingkan pandangannya.

“Tidak, syukurlah jika tidak ada apa-apa ...”

“Begitu?”

(Kuhh! Sialan, kenapa OSIS ini mempunyai anggota gadis yang wajahnya cantik-cantik semua sih!!) Sekarang sudah terlambat menyesalinya

Ketua dan wakil ketua sedang tidak ada di ruangan OSIS, jadi sekarang hanya ada gerombolan gadis cantik di kedua sisi dan di belakangnya. Situasi impian bagi setiap pria mana pun, tapi hal ini justru menjadi mimpi buruk bagi Masachika, yang kemungkinan besar bisa menjadi penjahat pelecehan seksual kapan saja.

(Kalau sudah begini, satu-satunya orang yang aman untuk dilihat hanya Yuki doang...!)

“Hmm? Masachika-kun? Kenapa kamu memelototiku?”

Saat Masachika melihat ke arah Yuki yang duduk di depannya dengan tatapan kosong, Yuki membuat wajah kebingungan. Karena kakaknya tiba-tiba menatapnya dengan penampilan mirip seperti binatang buas yang terpojok. Wajar saja dia bereaksi begitu.

(Ah, yup. Syukurlah. Aku bisa merasa tenang lagi~)

Jika melihat adikku bisa membuatku terangsang, lebih baik aku memilih mati saja …. Atau itulah yang Masachika pikirkan, ini, tapi untungnya hal tersebut sama sekali tidak terjadi. Dalam hal pesona wajah saja, dia sebanding dengan Alisa dan Mariya, tapi tidak ada yang salah dengan itu, karena Masachika tidak merasakan sedikit pun daya tarik seks darinya. Sebaliknya, bahkan ada perasaan bahwa nafsu birahinya itu ditundukkan oleh rasa aman yang misterius saat berhubungan dengan sanak saudara.

(Oke,sekarang  sudah baik-baik saja ... aku tinggal lihat saja dokumen dasarnya, dan jika keadaannya terlihat semakin berbahaya, aku cuma perlu melihat ke arah Yuki saja untuk melewatinya.)

Masachika merasa lega karena sudah menemukan cara untuk keluar dari kekacauan yang diciptakan oleh jus misterius itu, tetapi kelegaannya hanya berlangsung sesaat.

“Ayano, aku ingin menemukan beberapa dokumen dari masa lalu, jadi bisakah kamu ikut pergi menemaniku?”

“Dimengerti, Yuki-sama.”

Tak disangka, tali harapan tersebut dengan mudah terputus.

(Ehhh~~~)

Sambil tertegun, Ia melihat kepergian Yuki dan Ayano dari ruang OSIS. Orang yang tersisa di dalam ruangan tersebut hanyalah Masachika dan dua Kujou bersaudari. Cuma ada mereka bertiga di ruang OSIS. Hal ini secara alami membuat Masachika mengenang kejadian itu.

(! Ga-Gawat...!)

Surga dia yang Ia saksikan saat itu dihidupkan kembali dalam pikirannya, dan Masachika dilanda perasaan krisis yang hebat. Pokoknya, dirinya harus pergi dari tempat ini dulu sekarang, jadi Masachika cepat-cepat berdiri.

“Ups ... aku mau membeli minuman dulu.”

Ia dengan cepat membuat alasan, tapi kemudian kata-kata tak terduga muncul dari arah belakangnya.

"Kalau begitu, biar aku saja yang akan membelikannya untukmu. Kebetulan aku baru saja menemukan dokumen dengan kuitansi yang tidak lengkap.”

“Ehh, ah ……”

“Teh barley saja tidak masalah, ‘kan?”

“Ah, iya.”

Setelah mengangguk tanpa sadar, Masachika berpikir kalau riwayatnya bakalan tamat di sini.

“Kalau begitu, aku akan pergi bersamamu ...”

“Enggak usah. Lagian aku sudah bukan anak kecil lagi.”

Meski Masachika menawarkan diri untuk menemaninya, Alisa dengan tegas menolak dan segera pergi. Tangan Masachika yang setengah terulur, hanya bisa meraih udara kosong.

“Ehh~...”

Tanpa disadari, Ia menemukan dirinya sudah berduaan dengan Maria. Masachika merasa kalau situasinya telah membaik dibandingkan sebelumnya, tapi Ia juga merasa ada yang salah kalau ditinggal berduaan dengannya.

“Akhir-akhir ini Alya-chan terlihat bekerja sangat keras, ya~”

Di sisi lain, terlepas dari perasaan batin Masachika, Maria masih bersikap riang seperti biasanya. Dia meletakkan satu tangan di pipinya dan memiringkan kepalanya saat dia melihat pintu tempat Alisa keluar.

“Ah iya, benar juga … Dalam latihan band juga dia melakukan yang terbaik. Dia terlihat bersemangat dari biasanya.”

Pada kenyataannya, Alisa sudah beberapa kali menolak untuk dibantu, sama seperti kejadian tadi. Bagi Masachika, Ia justru khawatir kalau Alisa mungkin sedikit terlalu antusias.

“Benarkah? Ah, tapi Alya-chan, dia berusaha keras untuk berlatih menyanyi di rumah, tau~?”

Maria mengangguk setuju, terlepas dari kekhawatiran Masachika. Setelah benar-benar kehilangan alasan untuk pergi, Masachika duduk kembali di kursinya. Melihat wajah kakunya yang aneh itu, Maria sedikit menurunkan alisnya.

“Kuze-kun … apa jangan-jangan ada yang salah dengan tubuhmu sejak beberapa waktu yang lalu?”

“Enggak? Itu sama sekali tidak benar, kok?”

“Kenapa kamu tidak melihat ke arahku?”

Karena aku tidak bisa melihatmu. Karena jika aku melihat wajahmu sekarang, aku akan teringat dengan ingatanku yang vulgar.

Mana mungkin Ia bisa dengan jujur ​​mengatakan hal semacam itu, dan Masachika memalingkan wajahnya ke arah tangannya. Maria lalu meraih kedua sisi  pipinya dengan kedua tangan.

“Duhh Saa-kun! Ayo lihat kemari!”

Kemudian, Ia terpaksa menoleh ke arah Maria. Saat menghadapnya, wajah Maria dipenuhi dengan kekhawatiran murni dan sedikit kemarahan.

“Ayo, lihat wajahku dan beri tahu aku? Kamu yakin kamu tidak apa-apa?”

“Ah, enggak ....”

Masachika segera terdiam pada posisi itu, karena merasa seolah-olah dirinya akan dicium. Sentuhan tangan di pipinya dan pandangan dekat wajah Maria memacu otaknya yang kebingungan. Lalu tiba-tiba, Maria menurunkan alisnya karena khawatir.

“Begini, Kuze-kun. Setelah menyadari bahwa aku adalah Maa-chan dan mendengar pengakuanku ... aku bisa mengerti perasaanmu yang tidak tahu harus berbuat apa. Aku juga merasa menyesal karena sudah merepotkan Kuze-kun. Tapi asal kamu tahu, aku tidak ingin kamu menghindariku karena perkara itu.”

“.....”

“Aku ingin kamu mengandalkanku saat mengalami masa sulit, dan aku ingin kamu boleh bermanja padaku saat mengalami hal yang menyakitkan. Aku ingin kamu menunjukkan sisi lemah Kuze-kun yang tidak ingin kamu perlihatkan kepada Alya-chan. Kamu tidak perlu berpikir, 'Hal aneh macam apa yang kamu harapkan dariku~~' atau semacamnya, oke? Terlepas dari kenyataan bahwa aku menyukai Kuze-kun, aku adalah teman masa kecil ... sekaligus Senpai-mu.”

“.....”

Entah bagaimana, Ia merasa seperti sedang diberitahu sesuatu yang luar biasa. Tapi, sungguh sangat disayangkan... hal tersebut tidak pernah masuk ke dalam kepalanya. Di ruang OSIS di mana hanya ada mereka berdua, otak Masachika benar-benar kepanasan saat Ia berhadapan langsung dengan Maria.

(Dimanjakan... apa aku boleh dimanjakan? Apakah aku diperbolehkan untuk memeluknya dengan sepenuh hati?)

Otaknya yang pusing karena panas aneh, mulai mengarahkan pikirannya ke arah yang berbahaya. Ia menghancurkan setiap alasan yang ada dan hampir melompat ke arah dada Maria.

“Aku kembali~”

Kemudian pintu ruang OSIS terbuka, dan Masachika melarikan diri dari genggaman tangan Maria. Dan ketika Ia berbalik dengan momentumnya, Ia melihat Chisaki baru saja masuk. Dengan tangan yang masih memegang gagang pintu, Chisaki mengangkat alisnya dan melihat sekeliling ruangan dengan ekspresi muram.

“... Apa? Entah bagaimana, baunya seperti laki-laki cabul.”

Chisaki mengaktifkan sensor pembenci pria untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Masachika diam-diam berdiri dari kursinya dan berjalan mendekatinya seraya memanggil Chisaki dengan ekspresi yang jelas.

“Sarashina-senpai.”

“Hmm?”

“Satu pukulan, tolong lakukan reset padaku.”

“Oke, baiklah, bersiap-siaplah.”

Dengan cara begitu, rasionalitas dan nafsu birahi  Masachika benar-benar diatur ulang dengan mulus.

 


Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama