Chapter 8 — Sudah Kubilang, Tersipunya Cowok (Dihilangkan)
“~~♪”
Setelah selesai berdiskusi di
ruang kelas, daftar lagu untuk pertunjukan konser festival sekolah sudah diputuskan,
dan latihan band pun berjalan lancar. Hari ini juga, mereka menyewa ruang musik
dan melakukan sesi latihan dengan mereka berlima.
(Seperti
yang diharapkan dari Alya. Dia sudah bisa menyanyikannya selancar ini.)
Sambil mendengarkan penampilan
mereka berlima, Masachika sekali lagi terkesan dengan kerja keras Alisa.
Padahal lagu itu baru diputuskan
tiga hari lalu. Hingga tiga hari yang lalu, Alisa belum pernah mendengar lagu
itu. Sudah seberapa banyak lagu yang dia dengarkan dan nyanyikan supaya bisa selancar itu? Suara
nyanyian Alisa jarang meleset, dan sebaliknya, itu mencapai ranah pengaturan
aransemen emosional. Masachika sedikit kewalahan dengan suara Alisa yang jernih
dan indah serta terkadang terdengar sangat bagus. Tapi di sisi lain...
“Oh, maaf! Aku melakukan
kesalahan!”
Ada anggota yang belum bisa
mengimbangi kesempurnaan Alisa. Takeshi melakukan kesalahan di tempat yang sama
berturut-turut dan pertunjukannya pun terpaksa terhenti.
“Aku benar-benar minta maaf ...
bisa kita mengulanginya sekali lagi?”
“Kalau begitu, mari kita mulai
dari lirik 'sampai sekarang~'.”
Atas saran Sayaka, pertunjukan
mereka kembali dilanjutkan. Namun …
“Ah, sial! Maaf banget,
serius!”
Sekali lagi Takeshi melakukan
kesalahan dan pertunjukan kembali berhenti.
Mungkin saja Takeshi kurang
latihan. Tapi, mengingat ini adalah pertama kalinya Takeshi memainkan lagu ini,
akan sangat kejam untuk menyalahkannya atas hal itu. Ditambah lagi, bukan itu
saja yang menjadi satu-satunya alasan.
Ia melakukan pertunjukan dengan
anggota yang belum begitu akrab satu sama lain. Apalagi Alisa dan Nonoa adalah
dua gadis tercantik di sekolah, dan Sayaka agak sulit didekati. Itu saja sudah
cukup untuk membuatnya merasa terintimidasi, selain itu……
(Ah~…
Alya mulai kelihatan kesal…)
Alisa yang memimpin band,
memancarkan tekanan tanpa suara. Bukannya Ia tidak mengerti perasaan Alisa. Meskipun
Alisa yang merupakan pemula dalam band telah sampai sejauh ini, tapi Takeshi yang
merupakan anggota band berpengalaman dan orang yang meminta bantuan, berada
dalam kondisi seperti itu. Bahkan jika kamu bukan Alisa yang perfeksionis,
wajar-wajar saja jika kamu merasa kesal.
(Tapi
kalau begitu, Takeshi akan semakin berhenti berkembang ... yah, lebih baik jika
aku tidak mengatakannya keras-keras. Apa boleh buat, deh.)
Pada saat itulah Masachika
berpikir, “Kurasa aku harus turun tangan
sebagai manajer mereka.”
“Maruyama-kun, bukannya lebih
baik melewatinya sekali tanpa khawatir membuat beberapa kesalahan? Karena ini
adalah pertama kalinya kita perlu menyamai satu sama lain. Mari kita coba
mencari tahu di mana kita cenderung membuat kesalahan hari ini.”
Mata Masachika membelalak ketika
mendengar kata-kata tak terduga yang keluar dari mulut Alisa. Takeshi juga
mengedipkan mata sejenak seolah-olah tidak memahami apa yang dia katakan, Ia lalu
buru-buru meninggikan suaranya.
“Ma-Makasih. Tidak, aku
benar-benar minta maaf. Aku harusnya
latihan lebih giat lagi.”
“Ya, kalau begitu tolong
selesaikan dengan sempurna lain kali, oke?”
“I-Iya, aku akan mencoba
lakukan yang terbaik...”
“Aku hanya bercanda, kok.”
Setelah mengatakan itu, Alisa
tertawa kecil. Setelah membuka mulutnya seolah-olah merasa tercengang oleh
senyuman itu, Takeshi menampar pipinya untuk mendapatkan kembali semangatnya.
“Yosh! Tolong ulangi lagi dari
awal!”
“... kalau begitu, ayo kita
mulai lagi dari awal.”
Sayaka kemudian menatap Hikaru,
dan Hikaru yang memukul stik drumnya.
Lalu latihan pertunjukan mereka
kembali dilanjutkan. Masih ada beberapa kesalahan kecil, tapi Masachika bisa
melihat bahwa bahu Takeshi ... dan Hikaru terlihat lebih santai dari
sebelumnya. Bahkan bagian yang sering membuat Takeshi membuat kesalahan, kali
ini Ia dengan mudah menyelesaikannya dan memainkannya sampai akhir. Saat lagu
diakhiri dengan nada panjang Alisa dan gitar Takeshi yang meninggalkan dengung
pamungkas, tepuk tangan Masachika menggema dalam kesunyian.
“Oh~~ itu bagus sekali. Tanpa
sadar aku hampir ingin bersorak.”
Pujian tulus Masachika dibalas
dengan senyum oleh Alisa.
“Ya ... Meski masih ada ruang untuk improvisasi, tapi
yang tadi itu terasa bagus.”
Kata-katanya membuat Takeshi
dan Hikaru tersenyum pada saat yang bersamaan.
“Oh! Aku juga sependapat! Tapi
tetap saja, akulah yang paling sering membuat kesalahan! Aku benar-benar minta
maaf!”
“Haha, aku juga tidak bisa
mengkritik orang lain… terlebih lagi, permainan Taniyama-san dan Miyamae-san sangat
stabil, bukan? Kalian berdua jauh lebih baik daripada kami yang dari anggota
klub musik ringan.”
“Yah, karena aku pernah memainkan
lagu ini sebelumnya ...”
“Ah~ Sejujurnya, lagu ini tidak
terlalu sulit untuk dimainkan dengan keyboard. Bahkan tidak ada solo.”
Setelah berbicara singkat tentang
penampilan masing-masing, Takeshi mengalihkan perhatiannya ke Alisa.
“Meski begitu, Kujou-san
benar-benar luar biasa. Kamu bernyanyi dengan sangat baik! Maafkan aku karena
sudah menjadi pemain gitar yang payah!”
“... Yah, karena aku tidak
memainkan alat musik, jadi aku tidak tahu kesulitan yang dialami Maruyama-kun
dan yang lainnya ... tapi aku masih bisa mengerti betapa sulitnya itu. Jangan
terlalu mengkhawatirkan itu, oke?”
Usai mendengar pujian Alisa,
Takeshi menggaruk kepalanya dengan ekspresi malu yang benar-benar meredakan
ketegangannya. Kemudian, mereka terus berlatih dengan lebih semangat.
Masachika benar-benar terkesan
saat melihat adegan itu.
(Alya...
kamu memang menakjubkan. Kamu bahkan tidak membutuhkanku sama sekali)
Masachika tidak pernah
menyangka kalau Alisa tidak hanya menyemangati Takeshi atas inisiatifnya
sendiri, tapi dia bahkan membuat candaan untuk mencairkan suasana. Perubahan hati
seperti apa yang di alami? Hal tersebut sangat sulit dibayangkan mengingat dulunya
Alisa sangat buruk dalam hal bekerja sama.
(Melalui
kegiatan OSIS… kurasa itu berarti Alya juga telah tumbuh, ya.)
Masachika bermaksud supaya
Alisa membiasakan diri dalam bekerja sama dalam tim melalui aktivitas band ini
sebelum pekerjaan panitia pelaksanaan festival sekolah dimulai sepenuhnya. Dan
jika memungkinkan, Masachika berharap kalau Alisa bisa mempelajari beberapa keterampilan
kepemimpinan, tapi... ini adalah kesalahan perhitungan yang membahagiakan.
(Jika
begini terus, kurasa dia bisa melakukannya dengan baik saat kepanitiaan
festival sekolah nanti)
Takeshi memetik gitarnya dengan
cara sembrononya seperti biasa, dan Hikaru menyuruhnya untuk tenang dengan
senyum masam. Nonoa yang sedikit lebih bersemangat dari biasanya, dan Sayaka
yang diam-diam merasa gembira. Dan kemudian, Alisa bernyanyi dengan ekspresi
tenangnya sekaligus ceria.
Itu adalah adegan yang jauh
lebih mirip band daripada yang dibayangkan Masachika. Tapi, ada sesuatu yang
sedikit mengganggunya...
(Alya
... bukankah dia bersikap lebih baik kepada Takeshi daripada aku?)
Itulah yang dirasakannya.
(Loh~?
Kok rasanya aneh, ya~? Aku merasa ekspresinya terlihat lebih tenang daripada
saat bersamaku~?)
Itu mungkin bukan imajinasinya
saja. Tapi, kalau dipikir-pikir kenapa ekspresinya begitu suram saat bersama
Masachika...
(...
Yup, ini salahku)
Masachika menutup erat bibirnya
saat menyadari bahwa ini adalah satu-satunya penyebab dari kata-kata dan
tindakannya sendiri.
(Aku
perlu … bersikap lebih baik pada Alya.)
Sambil menonton penampilan
mereka berlima, Masachika diam-diam merenungkan hal tersebut.
◇◇◇◇
“Pengujian rasa?”
“Ya, boleh aku meminta tolong
hal itu padamu?”
Sepulang sekolah minggu
berikutnya. Di tengah kesibukannya sebagai panitia pelaksana festival sekolah,
Masachika datang untuk melihat bagaimana keadaan kelasnya di waktu senggangnya.
Lalu di sana, ketua kelas dan anggota panitia kelas memintanya untuk mencicipi
minuman yang akan disajikan di festival sekolah.
Di dalam kelas Masachika, ada
banyak siswa yang tidak dapat berpartisipasi dalam proyek pertunjukan kelas
karena kegiatan OSIS dan klub, jadi setelah berdiskusi, mereka memutuskan untuk
menampilkan pertunjukan yang tidak terlalu rumit.
Namanya adalah “Kafe Isekai”. Penggagasnya adalah
Masachika sendiri. Proyek ini terinspirasi dari kafe kolaborasi yang Ia kunjungi
baru-baru ini bersama Sayaka. Konsepnya adalah teman sekelasnya berdandan dengan
pakaian yang mirip seperti fantasi isekai dan menyajikan minuman standar
fantasi isekai seperti eliksir dan ramuan. Tapi yang disajikan hanya minuman
seperti itu.
Tidak ada makanan yang
membutuhkan waktu maupun tenaga, dan minumannya hanyalah kombinasi dari
beberapa jenis minuman siap saji. Di akademi ini, bahkan satu minuman di
festival sekolah biasanya berupa teh atau kopi lengkap, tetapi dengan ide ini, sangat
mudah untuk menyiapkan campuran dalam jumlah besar terlebih dahulu dan kemudian
menuangkannya ke dalam cangkir kertas. Sedangkan untuk cosplay, jika mereka
mengenakan jubah seperti penyihir dan topi segitiga di atas seragam dan
mengklaim bahwa mereka adalah “siswa di
akademi sihir yang suka mencampur ramuan ajaib”, pasti akan diterima secara
umum. Mereka yang ingin melakukan cosplay lebih serius bebas melakukannya. Yah
dan begitulah, sepertinya mereka sedang membuat minuman penting hari ini...
“Semua orang sudah kenyang
sampai-sampai merasa kembung … Bahkan jika kita mencoba membuatnya dalam jumlah
kecil, selama kita mencampurkan beberapa bahan, jumlahnya secara alami akan
meningkat.”
“Yah, itu memang benar sih ...”
Di atas meja, ada sejumlah
cangkir kertas berjejer yang hanya bisa dianggap dibuat karena terlalu terbawa
suasana.
(Tidak,
yang itu sih benar-benar bukan kategori minuman lagi)
Mulut Masachika berkedut saat
dia melihat partikel merah misterius yang mengambang di minuman yang tampak
seperti lumpur. Meski terserah orang yang membuatnya, tapi Ia ingin mengatakan
kalau produsennya harus bertanggung jawab dan mencernanya dengan benar.
“...Atau lebih tepatnya,
bukannya kita cuma berencana mengkombinasikan beberapa minuman saja? Jelas-jelas
ada beberapa benda asing yang tercampur di dalamnya ...”
“O-Ohh~ itu, ya. Tidak, kupikir
akan kurang inovatif kalau hanya menyajikan minuman saja, jadi aku mencoba
menggunakan sedikit bumbu supaya lebih unik?”
“… Misalnya?”
“Umm ... gochujang atau
harissa?” (TN:
Gochujang adalah pasta cabai merah korea, sedangkan harissa adalah cabai pedas
Tunisia)
Ketua kelas berkata dengan
terbata-bata sambil memalingkan muka. Teman sekelas di sekitarnya juga
mengalihkan pandangan mereka dengan cara yang sama, terlihat sedikit rasa
bersalah.
“...Yah, kupikir tidak apa-apa
selama kamu melakukannya sesuai anggaran.”
Sambil mengatakan demikian,
Masachika mencari minuman yang relatif aman dan mengambil satu cangkir kertas.
“Kalau gitu yah, biarkan aku
mencoba ini sebentar.”
Warnanya sedikit coklat
keabu-abuan, tapi tidak ada benda asing yang mengambang. Baunya juga tidak
terlalu ameh, jadi mungkin tidak akan terasa merusak. Atau itulah yang
Masachika pikirkan.
“Ah…”
Masachika mengangkat kepalanya
pada suara yang tidak sengaja dikeluarkan oleh ketua kelas. Kemudian teman sekelas
lainnya memiliki ekspresi “ah......” yang sama di wajah mereka dan mulut mereka
setengah terbuka.
“… Apa?”
“Ti-Tidak, bukan apa-apa...”
“Kalau gitu...”
“Ah……”
“Dibilangin ada apaan sih?”
Saat Ia mencoba meminumnya, ketua
kelas kembali terlihat seolah ingin mengatakan “Ah, minuman itu…” Masachika mengernyit sekali lagi. Tapi tetap
saja tidak ada yang mengatakan apa-apa. Masachika menatap cairan di tangannya sekali
lagi, lalu meneguknya.
(Uh,
hmm...? Mi-Minuman macam apa ini?)
Basis dasarnya terlihat seperti
jus sayuran... tapi Masachika bisa merasakan rasa daun teh di suatu tempat, dan
baunya juga seperti kakao. Ia merasa masih banyak hal yang tercampur di dalam
minuman tersebut, tapi Ia sedikit bingung dengan detailnya. Dan asam karbonat
yang samar-samar menegaskan keberadaannya di kejauhan menghasilkan gangguan
yang tak terlukiskan.
(Rasanya
tidak seburuk itu... Rasanya mirip seperti obat, atau memang mungkin minuman obat?)
Ia meneguk lagi dan memiringkan
kepalanya dengan ekspresi aneh. Masachika bahkan tidak bisa mengatakan rasanya
enak, tapi tidak cukup buruk untuk membuat orang berkata, “Uwaaaa enggak enak banget!”. Ini adalah jenis minuman yang paling
sulit dinilai.
(Yah,
mendingan diminum saja dulu)
Karena tidak ingin menyisakan sisa
makanan setelah Ia menghabiskannya, Masachika menghabiskan sisa minumannya
dalam sekali teguk. Sambil mengerutkan kening pada ketidaknyamanan halus yang
menyebar di mulutnya, Masachika menuangkan sedikit teh oolong ke dalam cangkir kertas
dan meneguknya untuk menyegarkan langit-langit mulutnya.
“Yah, rasanya tidak terlalu
buruk, tapi ...dibilang enak juga tidak.”
“Be-Begitu ya...”
“Ngomong-ngomong, isinya ada
apa aja?”
“Itu sih ... rahasia
perusahaan?”
“Aku ini jelas-jelas teman
sekelasmu dan seseorang yang sangat terlibat, ‘kan?!”
Tapi ketua kelas masih
memalingkan muka. Teman-teman sekelas lainnya semua membuang muka sekaligus.
“Seriusan, apa sih yang sudah
kalian masukkan, ...”
Jika reaksi mereka sampai
sejauh itu, bahkan Masachika mulai menjadi gelisah. Ketua dengan malu-malu
membuka mulutnya sambil menatap Masachika dengan nada ragu.
“Hei, Kuze-kun ... apa tubuhmu
baik-baik saja?”
“Apa maksudmu!?”
“Ah, enggak, kok. Syukurlah
kalau kamu baik-baik saja. Syukurlah….”
“Tunggu, seriusan apa isinya!?
Aku jadi takut, tau!?”
“Tidak, bukan apa-apa. Kami
tidak memasukkan sesuatu yang berbahaya, kok?”
“Kamu harusnya menegaskan itu
dengan benar!?”
“Tapi jika ada sesuatu yang terjadi...kamu
harus pergi ke rumah sakit secepat mungkin.”
“Aku tidak ingin kamu
menegaskan itu!”
“Mungkin, jika tidak ada gejala
yang muncul dalam dua jam ... kamu akan baik-baik saja, mungkin.”
“Gejala apa yang dimaksud!?”
Setelah itu, Ia terus berusaha
bertanya untuk sementara waktu, tapi pada akhirnya, Ia tidak bisa menanyakan
detailnya lebih lanjut … Masachika meninggalkan ruang kelas seraya diliputi
kecemasan. Kemudian, setelah tiga puluh menit bekerja kembali di ruang OSIS. Masachika
merasakan kalau tubuhnya mengalami perubahan yang paling ditakutinya.
(Entah
kenapa aku jadi merasa sangat terangsang!)
… ternyata isinya terlalu tak
terduga.
(Ehh?
Hah? Apa-apaan ini... tidak, bukannya yang seperti ini biasanya diberikan kepada
gadis? Rasanya sangat menyenangkan bisa melihat gadis yang biasanya bersikap
tenang diombang-ambingkan oleh emosi yang tidak biasa... Siapa yang diuntungkan
dari cowok yang lagi terangsang!!)
Bahkan jika Ia membuat tsukkomi
panjang di kepalanya, situasinya tetap tidak berubah. Ya, bahkan sekarang...
Masachika sedang berada dalam situasi di mana bagian selangkangannya menjadi
keras secara tidak sengaja!
(Keparat,
seriusan, apa-apaan ini...! Jangan bilang orang-orang kampret itu memakai obat
perangsang cuma untuk melakukan candaan ini?!?)
Bahkan saat mengerjakan
dokumen, Masachika tidak bisa berhenti menggerutu tentang teman-teman
sekelasnya. Tidak, tentu saja karena Ia sendiri yang meminumnya, jadi Ia tahu
itu.
“Masachika-sama, boleh minta
waktunya sebentar?”
“O-Oh, ada apa?”
Masachka terpaksa menunduk dan
memusatkan semua perhatiannya pada dokumen di tangannya ketika ada seseorang
yang memanggilnya dari samping dan memaksanya untuk mengangkat wajah. Lalu di
sana ada wajah Ayano yang terlihat 30% lebih menarik dari biasanya.
(Ugh!
Rasa bersalah ini……!)
Masachika diam-diam menggertakkan
gigi gerahamnya saat merasakan perutnya menegang. Ia membenci dirinya sendiri
karena memiliki hasrat kotor sekecil apa pun kepada teman masa kecilnya yang
lugu dan baik ini. Meski begitu, Masachika berusaha melakukan yang terbaik
untuk menjaga pandangan matanya tetap di wajah Ayano sehingga Ia tidak melihat
pay*daranya atau bok*ngnya secara tidak sengaja. Tapi kemudian, Ia mendapati
dirinya menatap bibir Ayano yang berwarna ceri itu, dan perutnya mengerang
karena rasa bersalah.
“Jadi begitulah
masalahnya——”
“O-Ohh kalau tidak cukup, kamu
selalu bisa meminjamnya dari divisi sekolah SMP, tau?”
“Tapi bukannya sulit untuk
membawanya?”
“Kurasa kamu bisa meminta petugas
kebersihan untuk dipinjamkan gerobak ringan untuk itu. Yah, meski merasa tidak
enakan karena sudah berkali-kali memintanya untuk mengeluarkannya, dan aku
mendengar kalau gerobak akan lebih stabil jika semakin banyak muatannya, jadi
kita memintanya, pasti akan dilakukan semuanya bersama-sama.”
“Ara~, apa itu beneran~?”
Ketika Maria mendekatinya dari
sisi lain, Masachika menggigit bibirnya sejenak.
“…Ya, saat aku masih SMP, aku pernah meminjam peralatan dari divisi sekolah SMA.”
“Hee jadi begitu ya~. Apa itu berarti,
aku bisa meminta tolong untuk membawa barang bawaan untuk pertunjukan?”
“Itu sih ... aku sendiri kurang
begitu tahu. Bukannya itu perlu berkonsultasi dulu?”
Terlepas dari pembicaraannya
yang serius, setengah dari kesadaran Masachika terperangkap di tempat lain.
(Ughh, Masha-san… seragam musim panasnya yang
baru memiliki dampak yang lebih besar…!)
Bahkan ketika Masachika mencoba
untuk mengarahkan pandangannya ke wajahnya, insting laki-lakinya yang diperkuat
memaksanya untuk fokus pada sosok bayangan yang ada di ujung penglihatannya.
Walaupun saat Maria mengenakan
blazer dan rok jumper, keberadaan itu masih memiliki kehadiran yang kuat di
bawahnya …. tapi sekarang setelah hal itu hilang, sepertinya Ia bisa melihat
ukuran aslinya dengan lebih baik.
“Hee~! Sudah kuduga, memiliki
seseorang yang berpengalaman itu sangat meyakinkan!”
aria tersenyum polos dan menepuk kedua tangannya. Terperangkap di antara lengan itu, ada simbol Onee-san yang sepertinya bisa merusak kancing kapan saja.
(Oghh)
Ketika darah akan berkumpul di bagian
bawah tubuhnya, Masachika dengan cepat berbalik ke kursi sofa di belakangnya.
“Ka-Kalau Alya ... apa ada
sesuatu yang mengganggumu?”
“Sesuatu yang menggangguku?”
Alisa mendongak dari dokumen
akuntansi di atas meja dan menoleh dengan tatapan curiga.
(Ah,
percuma saja. Wajahnya terlalu cantik.)
Begitu Masachika melihat
kecantikannya yang luar biasa, sensasi panas membuncah di dadanya, dan Ia
buru-buru memalingkan pandangannya.
“Tidak, syukurlah jika tidak
ada apa-apa ...”
“Begitu?”
(Kuhh!
Sialan, kenapa OSIS ini mempunyai anggota gadis yang wajahnya cantik-cantik
semua sih!!) ※Sekarang sudah terlambat menyesalinya
Ketua dan wakil ketua sedang
tidak ada di ruangan OSIS, jadi sekarang hanya ada gerombolan gadis cantik di kedua
sisi dan di belakangnya. Situasi impian bagi setiap pria mana pun, tapi hal ini
justru menjadi mimpi buruk bagi Masachika, yang kemungkinan besar bisa menjadi
penjahat pelecehan seksual kapan saja.
(Kalau
sudah begini, satu-satunya orang yang aman untuk dilihat hanya Yuki doang...!)
“Hmm? Masachika-kun? Kenapa
kamu memelototiku?”
Saat Masachika melihat ke arah
Yuki yang duduk di depannya dengan tatapan kosong, Yuki membuat wajah kebingungan.
Karena kakaknya tiba-tiba menatapnya dengan penampilan mirip seperti binatang
buas yang terpojok. Wajar saja dia bereaksi begitu.
(Ah,
yup. Syukurlah. Aku bisa merasa tenang lagi~)
Jika
melihat adikku bisa membuatku terangsang, lebih baik aku memilih mati saja …. Atau
itulah yang Masachika pikirkan, ini, tapi untungnya hal tersebut sama sekali
tidak terjadi. Dalam hal pesona wajah saja, dia sebanding dengan Alisa dan
Mariya, tapi tidak ada yang salah dengan itu, karena Masachika tidak merasakan
sedikit pun daya tarik seks darinya. Sebaliknya, bahkan ada perasaan
bahwa nafsu birahinya itu ditundukkan oleh rasa aman yang misterius saat
berhubungan dengan sanak saudara.
(Oke,sekarang sudah baik-baik saja ... aku tinggal lihat
saja dokumen dasarnya, dan jika keadaannya terlihat semakin berbahaya, aku cuma
perlu melihat ke arah Yuki saja untuk melewatinya.)
Masachika merasa lega karena
sudah menemukan cara untuk keluar dari kekacauan yang diciptakan oleh jus
misterius itu, tetapi kelegaannya hanya berlangsung sesaat.
“Ayano, aku ingin menemukan
beberapa dokumen dari masa lalu, jadi bisakah kamu ikut pergi menemaniku?”
“Dimengerti, Yuki-sama.”
Tak disangka, tali harapan
tersebut dengan mudah terputus.
(Ehhh~~~)
Sambil tertegun, Ia melihat
kepergian Yuki dan Ayano dari ruang OSIS. Orang yang tersisa di dalam ruangan
tersebut hanyalah Masachika dan dua Kujou bersaudari. Cuma ada mereka bertiga
di ruang OSIS. Hal ini secara alami membuat Masachika mengenang kejadian itu.
(!
Ga-Gawat...!)
Surga dia yang Ia saksikan saat
itu dihidupkan kembali dalam pikirannya, dan Masachika dilanda perasaan krisis
yang hebat. Pokoknya, dirinya harus pergi dari tempat ini dulu sekarang, jadi
Masachika cepat-cepat berdiri.
“Ups ... aku mau membeli
minuman dulu.”
Ia dengan cepat membuat alasan,
tapi kemudian kata-kata tak terduga muncul dari arah belakangnya.
"Kalau begitu, biar aku saja
yang akan membelikannya untukmu. Kebetulan aku baru saja menemukan dokumen
dengan kuitansi yang tidak lengkap.”
“Ehh, ah ……”
“Teh barley saja tidak masalah,
‘kan?”
“Ah, iya.”
Setelah mengangguk tanpa sadar,
Masachika berpikir kalau riwayatnya bakalan tamat di sini.
“Kalau begitu, aku akan pergi
bersamamu ...”
“Enggak usah. Lagian aku sudah
bukan anak kecil lagi.”
Meski Masachika menawarkan diri untuk
menemaninya, Alisa dengan tegas menolak dan segera pergi. Tangan Masachika yang
setengah terulur, hanya bisa meraih udara kosong.
“Ehh~...”
Tanpa disadari, Ia menemukan
dirinya sudah berduaan dengan Maria. Masachika merasa kalau situasinya telah
membaik dibandingkan sebelumnya, tapi Ia juga merasa ada yang salah kalau
ditinggal berduaan dengannya.
“Akhir-akhir ini Alya-chan
terlihat bekerja sangat keras, ya~”
Di sisi lain, terlepas dari
perasaan batin Masachika, Maria masih bersikap riang seperti biasanya. Dia
meletakkan satu tangan di pipinya dan memiringkan kepalanya saat dia melihat
pintu tempat Alisa keluar.
“Ah iya, benar juga … Dalam
latihan band juga dia melakukan yang terbaik. Dia terlihat bersemangat dari
biasanya.”
Pada kenyataannya, Alisa sudah beberapa
kali menolak untuk dibantu, sama seperti kejadian tadi. Bagi Masachika, Ia
justru khawatir kalau Alisa mungkin sedikit terlalu antusias.
“Benarkah? Ah, tapi Alya-chan,
dia berusaha keras untuk berlatih menyanyi di rumah, tau~?”
Maria mengangguk setuju, terlepas
dari kekhawatiran Masachika. Setelah benar-benar kehilangan alasan untuk pergi,
Masachika duduk kembali di kursinya. Melihat wajah kakunya yang aneh itu, Maria
sedikit menurunkan alisnya.
“Kuze-kun … apa jangan-jangan
ada yang salah dengan tubuhmu sejak beberapa waktu yang lalu?”
“Enggak? Itu sama sekali tidak
benar, kok?”
“Kenapa kamu tidak melihat ke
arahku?”
Karena
aku tidak bisa melihatmu. Karena jika aku melihat wajahmu sekarang, aku akan
teringat dengan ingatanku yang vulgar.
Mana mungkin Ia bisa dengan
jujur mengatakan
hal semacam itu, dan Masachika memalingkan wajahnya ke arah tangannya. Maria lalu
meraih kedua sisi pipinya dengan kedua
tangan.
“Duhh Saa-kun! Ayo lihat
kemari!”
Kemudian, Ia terpaksa menoleh ke
arah Maria. Saat menghadapnya, wajah Maria dipenuhi dengan kekhawatiran murni
dan sedikit kemarahan.
“Ayo, lihat wajahku dan beri tahu
aku? Kamu yakin kamu tidak apa-apa?”
“Ah, enggak ....”
Masachika segera terdiam pada
posisi itu, karena merasa seolah-olah dirinya akan dicium. Sentuhan tangan di
pipinya dan pandangan dekat wajah Maria memacu otaknya yang kebingungan. Lalu tiba-tiba,
Maria menurunkan alisnya karena khawatir.
“Begini, Kuze-kun. Setelah
menyadari bahwa aku adalah Maa-chan dan mendengar pengakuanku ... aku bisa
mengerti perasaanmu yang tidak tahu harus berbuat apa. Aku juga merasa menyesal
karena sudah merepotkan Kuze-kun. Tapi asal kamu tahu, aku tidak ingin kamu
menghindariku karena perkara itu.”
“.....”
“Aku ingin kamu mengandalkanku
saat mengalami masa sulit, dan aku ingin kamu boleh bermanja padaku saat
mengalami hal yang menyakitkan. Aku ingin kamu menunjukkan sisi lemah Kuze-kun
yang tidak ingin kamu perlihatkan kepada Alya-chan. Kamu tidak perlu berpikir, 'Hal aneh macam apa yang kamu harapkan
dariku~~' atau semacamnya, oke? Terlepas dari kenyataan bahwa aku menyukai
Kuze-kun, aku adalah teman masa kecil ... sekaligus Senpai-mu.”
“.....”
Entah bagaimana, Ia merasa
seperti sedang diberitahu sesuatu yang luar biasa. Tapi, sungguh sangat
disayangkan... hal tersebut tidak pernah masuk ke dalam kepalanya. Di ruang
OSIS di mana hanya ada mereka berdua, otak Masachika benar-benar kepanasan saat
Ia berhadapan langsung dengan Maria.
(Dimanjakan...
apa aku boleh dimanjakan? Apakah aku diperbolehkan untuk memeluknya dengan sepenuh
hati?)
Otaknya yang pusing karena
panas aneh, mulai mengarahkan pikirannya ke arah yang berbahaya. Ia menghancurkan
setiap alasan yang ada dan hampir melompat ke arah dada Maria.
“Aku kembali~”
Kemudian pintu ruang OSIS
terbuka, dan Masachika melarikan diri dari genggaman tangan Maria. Dan ketika
Ia berbalik dengan momentumnya, Ia melihat Chisaki baru saja masuk. Dengan
tangan yang masih memegang gagang pintu, Chisaki mengangkat alisnya dan melihat
sekeliling ruangan dengan ekspresi muram.
“... Apa? Entah bagaimana,
baunya seperti laki-laki cabul.”
Chisaki mengaktifkan sensor
pembenci pria untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Masachika diam-diam
berdiri dari kursinya dan berjalan mendekatinya seraya memanggil Chisaki dengan
ekspresi yang jelas.
“Sarashina-senpai.”
“Hmm?”
“Satu pukulan, tolong lakukan reset padaku.”
“Oke, baiklah,
bersiap-siaplah.”
Dengan cara begitu,
rasionalitas dan nafsu birahi Masachika
benar-benar diatur ulang dengan mulus.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya