Tonari no Onee-san Bab 22 Bahasa Indonesia


Bab 22 — Menjadi Lebih Agresif

 

Akhirnya, jam wali kelas terakhir pun selesai dan aku segera mengemasi barang-barang ke dalam tasku.

“Nacchan, kamu kok kelihatan buru-buru banget.”

“Yah, apa boleh buat.  Ketika aku mulai berpacaran dengan Shirayuki juga sama-sama begitu, ‘kan?”

“Memang. Fufu, Ryoma sangat imut saat itu ♪”

Dasar para normies … Ah, aku sudah termasuk normies juga. Perasaan yang sangat emosional ketika aku menyadarinya. Tapi  bermesraan dengan terang-terangan seperti ini... Nah, secara objektif, bukannya Madoka-san dan aku lebih hebat dari mereka? Aku penasaran…

“Kalau begitu, Shirayuki, Ryoma, sampai jumpa nanti.”

“Ya.

“Sampai jumpa!”

Mereka melihat kepergianku dan mulai meninggalkan ruang kelas.

Aku khawatir jika ada sesuatu yang terjadi pada Madoka-san di pagi hari, tapi untungnya dia baru saja mengirimiku pesan dan memberitahuku bahwa tidak ada hal khusus yang terjadi padanya.

“… syukurlah kalau begitu.”

Kabar itu saja sudah melegakan.

Ketika aku sedang mengganti sepatu di loker sepatu, aku mendengar suara teman sekelas laki-laki yang sering kutemui sedang berbicara.

“Kita sudah berada di penghujung kelas 2 dan kita masih belum punya pacar saja...”

“Jangan dibilang begitu juga kali…”

“Memangnya di kelasmu ada gadis yang kamu taksir?”

Tiba-tiba, suara mereka condong ke arah telingaku.

Baru kemarin, aku akan mengatakan hal yang sama mengenai keseharianku seperti mereka… Tapi sekarang aku punya pacar yang sangat berarti bagiku. Seorang Onee-san yang sangat manis, cantik, dan memanjakanku tanpa akhir… Baiklah, mendingan segera pulang.

“Yah… Aku sih lebih menyukai gadis yang lebih tua. Aku ingin pacar cantik yang benar-benar baik dan punya opp*i besar!”

“Bagaimana mungkin ada wanita yang senyaman itu?”

“Ya benar…”

Tidak, jangan salah, gadis yang begitu beneran ada.

“Ah, sampai jumpa lagi, Honda!”

“Ya. Sampai ketemu lagi.”

Walaupun kami bukan teman dekat, kami tetap menyapa satu sama lain karena kami masih teman sekelas. Itu jauh lebih baik daripada hanya berpura-pura tidak mengenal satu sama lain. Dalam hal itu, aku pikir kelasku banyak orang yang begitu baik.

Aku meninggalkan mereka dan sedang dalam perjalanan kembali menuju apartemenku. Aku tiba-tiba mendapat telepon dari Ibu. Dia seharusnya sedang bekerja… Tapi aku tetap menjawab.

“Iya, halo?”

[Halo, Chinatsu? Ibu minta maaf karena mendadak meneleponmu.]

“Ah, tidak masalah, tapi ada apa?”

Apa yang masalah? Aku sedikit menguatkan hatiku, tetapi kata-kata yang dikatakan Ibuku membuatku sedikit terkejut.

[Aku mendengar dari Saiki-san kalau kamu berpacaran dengannya sekarang?]

“… Oh iya. Maaf aku lupa memberitahu Ibu.”

Memangnya aku perlu melaporkan hal semacam ini kepada orang tuaku? Yah, ini bukan laporan pernikahan atau apapun, jadi kupikir tidak ada salahnya kalau tidak memberitahunya… Tapi begitu ya, sepertinya Madoka-san sendiri yang memberi tahu Ibu.

[Fufu, Ibu memang penasaran dengan kehidupan cinta putraku yang penuh warna, tapi kamu tidak wajib melaporkannya. Tapi aku terkejut bahwa gadis kampus itu… Ah, Ibu tidak bermaksud buruk, oke? Aku hanya berpikir bahwa Chinatsu juga perlu diberitahu juga.]

“… Yah, memalukan untuk diberitahu lagi.”

[Ini adalah pacar pertamamu, bukan? Nikmati kehidupan cintamu, termasuk rasa malu seperti itu♪]’

“Ya. Terima kasih, bu.”

Kamu benar-benar mengatakan hal-hal baik kepada aku, Bu.

Ya, tapi aku sangat penasaran dengan apa yang Ibuku dan Madoka-san bicarakan. Aku tidak berpikir dia menebak apa yang kupikirkan, tapi Ibu secara singkat memberitahuku mengenai apa yang mereka berdua bicarakan.

[Saiki-san adalah orang yang sangat baik. Dia begitu sopan dan ramah dalam bahasanya, dan yang terpenting, aku tahu bahwa dia sangat peduli dengan Chinatsu. Jika aku punya waktu, aku ingin sekali bertemu dengannya.]

“Ya… kalau begitu, kenapa Ibu tidak datang kemari saja?”

[Hmm, kurasa kamu benar. Ibu nanti akan datang ke apartemenmu untuk menyapanya segera.]

Wah, Ibu beneran akan segera datang.

[Aku harus pergi. Ah iya, buat dia sih ini kedua kalianya, tapi buat Chinatsu ini baru pertama kalinya kamu punya pacar, ‘kan? Jadi jangan terlalu terikat, oke? Luangkan waktumu dan sesuaikan kecepatan Saiki-san dengan kecepatanmu, oke?]

“… Ya, mengerti.”

[? Baiklah, sampai jumpa lagi, Chinatsu.]

“Ya.”

Panggilan telepon terputus dengan dengungan.

Aku sedikit kesal pada kata-kata yang Ibu katakan padaku… Yah begitulah. Aku sudah melakukan apa yang harus kulakukan pada malam itu ketika memutuskan untuk berpacaran dengan Madoka-san, dan pengalaman itu cukup bombastis pada saat itu.

“Yah, tapi terima kasih, Bu.”

Aku meletakkan ponselku dan mulai berlari.

Biasanya, aku akan meninggalkan tasku di kamar dulu sebelum keluar, tapi hari ini aku langsung pergi ke kamar Madoka-san.

“Aku pulang”

“Selamat datang kembali, Chinatsu-kun~♪”

Ah, wajahku langsung ditutupi dengan sesuatu yang sangat lembut.

Jika ditanya apa tidak sedikit menakutkan ketika kamu menemukan dirimu dalam situasi ini? Sama sekali tidak, aroma manis yang menggelitik lubang hidungku justru menenangkan perasaanku.

“Madoka-san… aku merindukanmu.”

“Aku juga. Aku terus memikirkan Chinatsu-kun sepanjang hari, bahkan selama kuliah. Sampai-sampai temanku harus memperingatiku.”

Itu sih… Yah, aku juga sama begitu.

Ketika aku mengatakan itu padanya, Madoka-san tertawa dan berkata bahwa kami berdua sangat mirip. Dia menggandeng tanganku dan membawaku ke dalam ruang tamu, tempat kami duduk di sofa dan kembali bersenang-senang lagi.

“…Ah~”

“Fufu, kamu benar-benar imut. Kamu terlihat seperti bayi jika seperti ini.”

“Seorang bayi… ya?”

“Kuharap kamu tidak keberatan. Itu menunjukkan seberapa imut dan manjanya aku menginginkanmu.”

“Lalu aku akan bersikap begitu.”

“Selamat datang."

Aku melompat ke dada Madoka-san.

Aku mendorongnya ke bawah ketika aku melompatinya, tapi Madoka-san mendorongku, lalu mengulurkan tangannya ke belakang punggungku dan memelukku. Dengan begini... aku tidak bisa meninggalkannya bahkan jika aku mau. Meskipun aku tidak ada niat untuk melakukannya.

“Ah, ya, Madoka-san. Ibuku sudah memberitahuku tentang itu.”

“Ah, dia sudah menelponmu, ya. Yah, aku pikir aku harus memberitahunya. Aku memastikan untuk memberi kabar supaya dia tidak khawatir. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku akan bertanggung jawab untuk menjaga Chinatsu-kun, dan aku akan melakukannya terus di masa depan juga~♪”

“… Kamu mengatakan sebanyak itu?”

Aku tidak mendengar banyak dari Ibu, tapi… Dengan kata lain, perkataan Madoka-san sama dengan pernyataan bahwa kita akan bersama selamanya. Aku ingin tahu apakah aku dapat menikmati kehangatan ini dari sekarang sampai ajal menjelang.

“Aku tahu persis apa yang kamu pikirkan, Chinatsu-kun.”

“Hah?”

“Kamu berpikir apa kamu bisa menikmati kehangatanku selama sisa hidupmu… atau sesuatu seperti itu, kan?”

“… Kamu luar biasa sekali, Madoka-san.”

Aku tidak bisa menyembunyikan apa pun dari Madoka-san… Yah, itu tidak masalah. Madoka-san mencium dahiku terlebih dahulu, lalu menciumku di pangkal hidung, pipi, dan akhirnya mencium bibirku.

“Diwarnai olehku. Aku senang, kamu senang, itulah yang terpenting.”

“…Ya.”

Aku hanya ingin mendengarkan suara ini, aku ingin menghabiskan waktuku hanya untuknya… Aku hanya bisa memikirkan Madoka-san sehingga aku benar-benar merasa seperti itu.

“Fufu, yah itulah yang aku harapkan dan inginkan. Sementara itu, aku ingin merawat Chinatsu-kun, aku ingin melakukan banyak hal untukmu… aku ingin menghabiskan seluruh waktuku bersamamu.”

“……”

Kalimat-kalimat manis yang berbisik di telingaku membuat otakku mati rasa, seolah-olah mereka mencoba memaksa masuk. Aku memikirkannya di pagi hari, tapi aku takut tenggelam dalam kata-kata ini… Tapi aku menginginkan lebih.

“… Tapi bahkan aku tidak yakin Madoka-san akan— ”

“Chinatsu-kun, apa yang kamu inginkan dariku? Katakan apa saja, dan aku akan melakukan apapun yang kamu inginkan, Chinatsu-kun.”

“……”

Ini gawat.

Jika aku mencoba mengatakan beberapa kata dengan antusias, Madoka-san akan menyegelku. Aku akan dimasukkan ke dalam penjara yang dibangun dengan cinta yang sangat besar dan kebaikan yang tak ada bandingannya… Tidak, aku sudah masuk di dalamnya.

“…Madoka-san tuh tidak adil. Yah… Tapi itu tidak terlalu meyakinkan dalam keadaan ini.”

“Ya.”

Saat Madoka memelukku, aku melakukan yang terbaik untuk terus berbicara.

“Aku juga ingin melakukan sesuatu untuk Madoka-san. Jadi tolong, tanyakan juga apa pun padaku, Madoka-san.”

“… Ya aku tahu. Kalau begitu, mari kita mulai—”

Meskipun menurutku begitu, itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan, karena berendam dalam kehangatan ini terasa benar dan Madoka-san akan selalu berada di sisiku.

“……”

Tapi masalahnya…

Setelah kejadian kemarin… dan bahkan setelah melakukan hubungan fisik satu sama lain, keagresifan Madoka-san justru semakin menjadi-jadi. Saat ini, dia masih belum puas, dan aku merasa seperti diseret secara paksa untuk terikat padanya lagi dan lagi.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama