Roshi-dere Jilid 5 Bab 7

Chapter 7 — Maaf, Ini sih Sudah Bersalah

 

“Baiklah, kalau begitu mari kita mulai!”

Sepulang sekolah, ketua panitia persiapan festival mengumumkan rapat pertama panitia persiapan festival sekolah.

Para anggotanya terdiri dari anggota OSIS tahun ini, mantan ketua dan wakil ketua OSIS, dua perwakilan dari masing-masing kelas, dan ketua masing-masing kegiatan klub. Selain mereka, ada ketua dari komite kedisiplinan publik, komite kebersihan lingkungan, dan komite kesehatan, yang hadir di dalam rapat. Komite kedisiplinan publik bertanggung jawab untuk berpatroli sekitar sekolah pada hari festival dan selama masa persiapan, komite kebersihan lingkungan bertanggung jawab untuk mendekorasi seluruh sekolah, dan komite kesehatan bertanggung jawab untuk menangani cedera dan keadaan darurat pada hari pelaksanaan acara festival. Untuk bisa saling bekerja sama dengan baik, masing-masing dari ketua komite tersebut berpartisipasi dalam rapat. Atau lebih tepatnya, karena setiap kelas memiliki programnya masing-masing, jadi anggota inti yang bekerja sebagai panitia festival sekolah pada hari festival adalah ketiga komite tersebut dan OSIS. Panitia pelaksana setiap kelas memiliki satu perwakilan yang mengelola program kelas dan satunya lagi membantu panitia pelaksana. Tentu saja, semua panitia akan mendapat jam istirahat pada hari acara, bahkan dengan semua orang ini, tenaga kerja yang dibutuhkan masih kurang.

“Festival sekolah akan diadakan selama dua hari lagi tahun ini. Acara hari pertama akan diadakan hanya untuk anggota keluarga dan kerabat saja, dan hari kedua akan terbuka secara umum untuk mengundang pengunjung luar. Setiap tahun, begitu hari kedua tiba, ada saja beberapa orang yang menjadi terlalu bersemangat, jadi semuanya harap berhati-hati.”

Seperti yang diharapkan dari mantan ketua OSIS, ketua panitia pelaksanaan membawakan acara dengan lancara, dan dan para peserta rapat yang berkumpul mendengarkan penjelasannya dengan kepercayaan penuh.

“Mengesampingkan fakta bahwa hadiahnya lebih mewah di hari kedua, tapi dulu sepertinya ada proyek kafe di mana keterbukaan para gadis tiba-tiba meningkat sebesar 20% di hari kedua…. Jadi kalian perlu menindak tegas bagian itu.”

“Ketua! Apa itu berarti yang laki-laki diperbolehkan untuk lebih terbuka!?”

“Hmm~ asalkan tidak sedap dipandang sih, boleh.”

“Jadi boleh, ya!?”

“Tentu, kalau laki-laki itu sama gilanya dengan Touya.”

“Sama kayak aku!?”

“Umu. Habisnya, lihat tuh... Otot yang kekar, iya ‘kan?”

Ocehan mantan ketua OSIS terhadap Touya menimbulkan gelak tawa dari para anggota rapat. Masachika dan anggota OSIS lainnya tertawa melihat pemandangan yang tidak biasa dari Touya yang bertingkah seperti seorang junior. ... kecuali satu orang.

“Tunggu dulu sebentar! Aku tidak menyetujui penggunaan otot Touya yang telah kubesarkan sebagai objek pertunjukan!”

“O-Ohh, tenanglah dulu, Sarashina.”

“Jika kamu benar-benar ingin melakukannya... kamu harus mengalahkanku dulu!”

“Mustahil, mustahil, mustahil.”

“Kamu itu dicintai banget, ya~ Touya”

“Tolong jangan meledekku seperti itu,... wakil ketua.”

Dengan demikian, rapat pelaksanaan festival berjalan damai dari awal sampai akhir. Mereka melakukan pengenalan singkat anggota panitia, menjalin berbagai komunikasi, dan penentuan peran sebagai anggota panitia pelaksana. Adapun mengenai peran ini, anggota OSIS secara otomatis ditentukan sesuai dengan posisinya, jadi untuk Masachika dan yang lainnya tidak ada bedanya dengan jabatan mereka yang biasa.

“Untuk tahun ini juga, kita berencana membagikan dua tiket masuk, satu untuk orang tua atau kerabat dan satu laginya untuk undangan. Apa ada yang mempunyai pendapat lain?”

“Aku tahu kalau ini bukanlah hal yang baru, tapi masih memakai tiket kertas sebagai tiket masuk di zaman sekarang ini ….. Kenapa tidak memakai tiket elektronik atau semacamnya?”

“Aku tidak mampu menyiapkan sesuatu seperti itu!”

“Haha, yah, itu benar, sih... tapi jika kamu ingin melakukan hal seperti ini, kamu dapat dengan mudah menyalinnya...”

“Kurasa tidak ada siswa yang repot-repot sampai melakukan itu segala untuk mengajak banyak teman. Lagipula, orang yang kekukarangan tiket undangan bisa mendapatkannya dari mereka yang memiliki sisa undangan.”

“Ada benarnya juga, sih.”

Saat Masachika mendengarkan pertukaran pendapat panitia lain dengan ketua panitia pelaksana, contoh tiket masuk dibagikan dari Maria yang ada di sebelahnya.

“(Ini, Kuze-kun)”

“(Ah, makasih)”

Masachika membisikkan terima kasih sambil menatap wajah Maria, tapi ekspresinya masih sama seperti biasanya, dan dia sepertinya tidak terlalu peduli dengan peristiwa yang terjadi pada istirahat makan siang tadi. Dan kejadian ... selama liburan musim panas.

(Dia seriusan sama sekali tidak berubah.)

Setelah reuni mereka di taman selama liburan musim panas, Maria mempertahankan sikap yang sama seperti yang dia nyatakan. Itulah yang diinginkan Masachika juga... tapi jika tidak ada yang berubah sejauh ini, Ia sedikit khawatir apakah pengakuan perasaannya itu asli atau tidak.

“(? apa ada yang salah?)”

“(Ah tidak, bukan apa-apa...)”

“(Oh, apa jangan-jangan...)”

Dengan ekspresi yang tiba-tiba kepikiran sesuatu, Maria meletakkan tangannya di samping mulutnya dan mendekatkan wajahnya ke telinga Masachika.

“(Kamu barusan mengingat kejadian saat istirahat makan siang tadi?)”

“!!?”

“(Moou~, kamu nakal, ih.)”

Tawa cekikikan yang terdengar malu-malu di telinganya, mengirimkan sensasi menggigil ke tulang belakang Masachika.

(Loh? Apa Masha-san tuh setan kecil? Apa dia itu sebenarnya setan kecil!?)

Masachika menjadi bingung karena malaikan mini Masha berubah menjadi setan kecil Masha di kepalanya.

“(Mulai sekarang, saat kamu merasa lelah, kamu bisa mengandalkan aku, oke? Aku akan mengurusmu.)”

(Hah? Dia memang masih malaikat? Bukan, ini adalah ajakan setan yang mengundang manusia untuk jatuh? Hah! Ini adalah setan yang berkedok malaikat!?)

Dengan otaknya yang lumpuh sementara karena bisikan manis Maria, pikiran Masachika mengembara dengan pemikiran bodohnya. Kemudian sodokan di samping dari sisi berlawanan, membawa Masachika kembali ke akal sehatnya.

Ia mendapati Alisa sedang menatap tajam ke arahnya dengan pandangan menyamping. Dengan sedikit senyum di wajahnya, Maria cepat-cepat menjauh dari Masachika.

(Ahh~ rasanya sudah lama sekali aku mendapatkan tatapan sedingin es ini)

Tatapan dingin yang menusuknya dari samping, membuat pandangan Masachika menjadi sedikit jauh.

Alasan kenapa Alisa menatapnya dengan tatapan dingin karena Masachika dekat dengan Maria, atau mungkin dia masih mempunyai dendam dengan kejadian istirahan makan siang tadi. Mungkin bisa jadi, karena kedua-duanya.

Ngomong-ngomong, setelah itu, Masachika terbangun di ruang UKS pada akhir jam pelajaran kelima. Sulit untuk menentukan apakah alasan dia pingsan di tempat tidur adalah karena pukulan misterius Alisa atau hanya karena kurang tidur.

(Tiket masuk, ya~… Jangankan lebih, aku bahkan tidak menggunakannya sama sekali. Aku juga tidak berencana menggunakannya untuk waliku …. kurasa aku akan memberikan tiket masuknya kepada Takeshi lagi tahun ini)

Masachika lalu memberikan contoh tiket masuk kepada Alisa sambil memikirkan hal seperti itu dengan cara melarikan diri agar tidak memandangnya. Lalu tiba-tiba sebuah wangsit menghantam otak Masachika.

(Tunggu dulu? Jika aku menggunakan tiket ini... bukannya aku bisa memanggilnya?)

Setelah berhasil menemukan solusi dari masalah yang sudah mengganggunya selama beberapa hari terakhir, Masachika tenggelam dalam pikirannya sendiri.

“??”

Alisa memiringkan kepalanya kepada rekannya yang tiba-tiba mulai memikirkan sesuatu dengan wajah yang sulit. Namun, Masachika sepertinya tidak menyadarinya, seolah-olah hatinya tidak ada di sini. Sementara itu, kegiatan rapat sudah mendekati akhir.

“Oh iya. Seperti biasa, pada siang hari di hari kedua,  para petinggi dari Raikokai akan datang ... Touya dan Sarashina, lakukan yang terbaik untuk menjamu mereka.”

“Ya”

“Ah, siap.”

“Kurasa hanya segini saja dulu? Apa ada yang masih ingin mengatakan sesuatu … tidak ada, ya? Kalau begitu~ ajukan proposal dan buat tema untuk festival sekolah sebelum rapat berikutnya! Itu saja, sekian! Terima kasih atas kerja keras kalian!”

Setelah mengembalikan salam dari ketua panitia, rapat pertama akhirnya berakhir.

(Suasananya lebih bersahabat dan menyenangkan dari yang kuduga.)

Sejujurnya, Alisa mengharapkan kalau rapatnya menjadi sedikit lebih tegang, tetapi dia mengendurkan bahunya saat melihat punggung perwakilan dari masing-masing kelas dan masing-masing klub saat mereka keluar.

“Hai Kuze-kun, Suou-san. Sudah lama tak berjumpa.”

“Ah, Ka ... Kaji-senpai. Lama tidak bertemu ... ya?”

“Fufu, kita sering bertemu satu sama lain sesekali, tapi mungkin sudah lama sejak kita berbicara seperti ini, ya.”

Tepat di sebelahnya, Masachika dan Yuki sedang mengobrol ramah dengan laki-laki berkacamata yang bersuara lembut. Sebagai mantan ketua dan wakil ketua OSIS divisi SMP menengah, mereka berdua sepertinya mengenal banyak orang dalam situasi seperti ini.

“Ah, izinkan aku memperkenalkannya padamu. Dia adalah partner baruku, Kimishima.”

“Ah, kalau begitu sekalian aku juga ... dia juga adalah partner baruku, Kujou.”

“Saya merasa tersanjung bisa bertemu dengan Anda.”

“Senang bisa bertemu denganmu…”

“Namaku Kaji, ketua dari komite kedisiplinan publik. Senang bisa bertemu kalian juga. …. Meski aku sudah mengetahuinya, tapi rasanya masih sedikit aneh ketika benar-benar diperkenalkan seperti ini. Ah, jangan salah sangka dulu, aku tidak bermaksud buruk.”

"Hahaha, benar juga sih~”

Tatapan ketua komite disiplin beralih ke arah Alisa sejenak. Segera, minatnya kembali ke Masachika dan Yuki, dan mereka bertiga mulai berbicara lagi. Alisa yang tidak memiliki keterampilan komunikasi yang cukup untuk menyela, tidak punya pilihan lain selain menonton pemandangan itu dalam diam.

Dia sudah seperti ini sejak sebelum pertemuan dimulai. Alisa hanya bisa melihat Masachika berbicara santai dengan orang yang tidak dikenalnya. Saat dalam keadaan seperti itu, emosi yang gelap dan panas perlahan-lahan mulai berputar di dalam hati Alisa.

(Ah, aku tidak menyukai … ini)

Alisa sedikit mengernyit pada perasaan samar yang berputar-putar di dadanya. Alisa juga samar-samar menyadari apa perasaan asing tersebut.

Itu adalah perasaan posesif. Alisa tidak ingin melihat Masachika bertingkah ramah dengan orang lain seperti itu. Dia ingin Masachika memedulikan dirinya lebih dari orang lain. Alisa sudah mengutamakannya, jadi dia menginginkan kalau Masachika juga mengutamakan dirinya.

Perasaan yang mementingkan diri sendiri dan egois. Dia sendiri tahu kalau itu perasaan yang aneh juga. Faktanya, Masachika dan Arisa hanyalah sebatas teman. Hanya saja perasaan Alisa lebih berat, dan dia yakin kalau perasaan Masachika terhadap teman-temannya mungkin lebih normal...

(Tapi! Bukannya Ia bisa memperlakukanku sedikit lebih istimewa!? Kami bahkan sudah ber-berkencan, dan aku bahkan memberinya ci-ciuman!! Di tambah lagi, Ia sudah melihat penampilanku ketika hanya memakai pakaian dalam saja!! Itu sih harusnya sudah di tingkat menikah, menikah!!)

Meski Alisa berpikir begitu, dirinya harus menghadapi kenyataan pahit walaupun dia tidak menyukainya. Bagi Masachika, dia hanyalah salah satu dari banyaknya teman yang dimilikinya. Meski mereka berdua adalah partner dalam kampanye pemilihan, mungkin bagi Masachika, keberadaan Alisa tidak terlalu istimewa. Kemudian ...bagi kebanyakan orang, hubungan Masachika dan Yuki masih terlihat spesial.

“Ugh!”

Alisa menggigit bibir bawahnya saat pemikiran semacam itu terlintas di benaknya. Sejauh ini, kebanyakan orang sangat menyayangkan kenapa Masachika dan Yuki tidak kembali berpasangan. Hal tersebut menunjukkan seberapa istimewanya mereka berdua, dan ada banyak yang mengakui kalau mereka adalah pasangan yang ideal. Sama seperti yang pernah Sayaka seruka sembari menangis tersedu-sedu.

(Aku…)

Hingga saat ini, ketika ada yang mendengar bahwa Alisa dan Masachika berpasangan, mereka akan berkata, “Kenapa Kuze?” atau “Ia tidak cocok dengan Kujou-san”. Tapi Alisa sebenarnya tahu. Dan dia pikir kalau semua orang di sini juga mengetahuinya.

Sebenarnya, bukan Masachika yang tidak cocok dengan Alisa, melainkan Alisa lah yang tidak cocok dengan Masachika.

(Aku …)

Rasa tak berdaya dan frustrasi menyelimuti seluruh tubuh Alisa. Pada saat yang sama, rasa kekalahan yang kuat muncul di kepalanya.

(Sudah kuputuskan)

Dia tidak mau membiarkan ini terus berlanjut. Harga dirinya tidak membiarkannya tetap menjadi beban yang dibawa oleh Masachika.

(Aku akan membuat mereka mengakuinya...!)

Dia ingin memberi tahu semua orang yang hadir bahwa dialah pasangan yang tepat untuk Masachika.

Dengan demikian, Alisa diam-diam membuat sumpah baru.

 

◇◇◇◇

 

“Ara?”

Dua hari kemudian, setelah menyelesaikan beberapa urusan di ruang guru, Alisa kembali ke ruang OSIS dan bertemu dengan seorang siswi di depan ruang OSIS.

“Kujou Alisa, bukan? Apa ini pertama kalinya kita berbicara?”

Ketika seorang Senpai berbicara dengannya sembari mengayunkan rambut gulungan vertikal berwarna madunya, Alisa mengingat rapat kemarin lusa.

“Senang bertemu denganmu...kalau tidak salah, kamu adalah ketua klub kendo wanita...”

“Ara ya ampun, aku sungguh tidak sopan. Aku lupa memperkenalkan diri ... senang bertemu denganmu, namaku Kiryuin Sumire.”

“!!”

Alisa merasa kalau nama itu terdengar familiar. Beberapa bulan yang lalu, dia pernah mendengarnya langsung dari mulut Masachika...

“Salah satu calon wakil ketua dalam pemilihan OSIS SMP …?”

“Ara, kamu sudah mendengarnya dari Kuze-san?”

“Iya”

“Kalau begitu, pembicaraan kita bisa lebih cepat. Ya, aku memang pernah bertarung dengan Suou-san dan Kuze-san di kampanye pemilihan ketua OSIS.”

Sumire dengan bangga membusungkan dadanya sambil mengayunkan rambut roll-nya. Sedikit kewalahan dengan pemandangan itu, Alisa teringat kata-kata Masachika.

Pasangan Kiryuin. Sumire dan Yushou, sepasang kakak perempuan dan adik laki-laki yang unik dengan perbedaan satu tahun. Mungkin karena dipengaruhi oleh fakta bahwa Yushou adalah putra dari ketua Grup Kiryuin, sedangkan Sumire adalah putri dari wakil ketua, orang yang menjadi calon ketua pada waktu itu adalah Yushou. Walaupun Sumire setahun lebih tua darinya, dia berpartisipasi dalam kampanye pemilihan sebagai wakil pasangannya. Mereka berdua dulu pernah menjadi kandidat yang paling populer di kalangan perempuan di sekolah. Akan tetapi ….

“Lebih tepatnya, aku mendengar kalau kamu kalah debat dengan Taniyama-san dan mengundurkan diri dari pemilihan.”

“Ya, itu memang benar. Tapi karena itulah aku sangat tertarik denganmu yang berhasil mengalahkan Taniyama-san dalam debat.”

Sumire menatap Alisa dengan senyum tipis seolah ingin menilainya. Alisa juga melihat kembali ke matanya dengan cara bermartabat.

Beberapa detik berlalu seperti itu, Sumire perlahan tersenyum dan mengalihkan pandangannya.

“Tapi yah, karena kita berdua sama-sama sibuk. Mari kita selesaikan dulu tugas masing-masing?”

Setelah mengatakan itu, Sumire menunjuk proposal yang ada di tangannya, lalu mengetuk pintu ruang OSIS, dan masuk ke dalam.

“Permisi.”

Lalu, Masachika yang kebetulan satu-satunya yang tersisa, mendongak dan memasang wajah terkejut.

“Ternyata Violet-senpai, toh?”

“Namaku itu Sumire!” (TN: ‘Sumire desuwa!’ itu dari raw aslinya, cara bicaranya mirip gaya Ojou-sama, mungkin kalau yang tau v-tuber Hyakkumantenbara Salome bakalan famililar dengan gaya bicara ala Ojou-sama begini)

Penyangkalan tajam tanpa jeda. Alisa mengerjap kaget melihat perubahan sikap yang benar-benar berbeda dari sikap tenang yang baru saja dia miliki.

“Ya ampun, dasar kamu ini ... apa itu hal pertama yang kamu katakan saat bertemu denganku...?”

Alisa kemudian berjalan melewati Sumire yang sedang mengeluh sambil menghembuskan nafas dengan marah, dan berbisik pada Masachika.

“(Umm, kenapa kamu memanggilnya Violet…?)”

"Hmm? Ah, nama aslinya orang itu adalah Violet, tau. Meski namanya ditulis Sumire, tapi aslinya dibaca Violet.” (TN: Namanya ditulis dengan kanji “” bisa dibaca Sumire, tapi kalau diterjemahkan ke dalam bahasa inggris artinya menjadi Violet)

“... Itu sih, lumayan unik….”

Itu penamaan yang cukup mengerikan. Sama seperti Alisa, katanya salah satu orang tuanya adalah orang yang kembali dari negara asing, tapi meski begitu, namanya cukup unik dari yang lain. Alisa juga berpikir begitu. Tapi...

“(Menurutku bukan ide bagus untuk main-main dengan nama yang tidak disukai orangnya sendiri.)”

“Ah~... mengenai itu sih….”

Begitu mendengar bisikan Alisa yang kebingungan, Masachika membalas seraya mengalihkan pandangannya ke arah Sumire. Oleh karena itu, Alisa juga menatap ke arah Sumire ……

“Memanggil dengan sok akarab semacam itu... rasanya seperti teman dekat saja...”

Di sana ada sosok Sumire-senpai yang sambil mengeluh, tapi terlihat malu-malu karena suatu alasan. Alisa sedikit membuka mulutnya karena reaksi yang tak terduga itu.

“Sebenarnya, orangnya sendiri benar-benar menyukai nama itu, tau?”

“Be-Begitu ya.”

“Ya begitulah, jadi Alya tidak perlu khawatir dan coba panggil dia begitu juga? Aku yakin dia akan senang.”

“Siapa juga yang akan senang!”

Ketika dia dengan tegas menyangkalnya, Sumire menepis rambut gulungan vertikal itu dengan ekspresi tajam.

“Dengarkan ini baik-baik, oke? Nama tersebut hanya bisa dipanggil oleh seseorang yang benar-benar aku pedulikan. Itu bukanlah nama yang bisa kamu panggil dengan mudah!”

“Begitukah? Maafkan aku, Vio-senpai.”

“Jangan memanggilku dengan nama yang seolah-olah aku ini pra-evolusi!”

“Jadi vio bisa berevolusi menjadi violet, ya...”

Sumire memelototi Masachika dengan protes yang seidkit aneh, tapi itu tidak cukup kuat.

“Asataga kamu ini, masih saja sama seperti itu ...”

Sumire menghela nafas pasrah pada Masachika yang sepertinya tidak menyesali sama sekali, dan mengajukan proposal  di depan Masachika.

“Ini adalah rencana klub kendo wanita.”

“Aku terima dengan senang hati .... ini...”

Melihat Masachika yang tampak kehilangan kata-kata, Alisa juga mengalihkan perhatiannya pada usulan proposal itu.

“Pentas drama…? Hee~”

Alisa mengangkat alisnya pada proyek yang tidak biasa untuk klub kendo. Namun, setelah membaca detailnya, dia juga tak bisa berkata apa-apa, sama seperti Masachika.

Pentas dramanya sendiri disebut lakon pedang. Kelihatannya semua anggota klub kendo wanita akan berpakaian dengan kostum mirip seperti pria seraya menyanggul rambut dengan cara yang mencolok. Yah, hanya sebatas itu saja tidak apa-apa. Ada beberapa masalah keamanan dan hal lain yang perlu dipertimbangkan, tapi yang itu oke-oke saja. Masalahnya …

“Ada banyak anggota komite kedisiplinan publik di klub kendo wanita kami. Bukannya itu proyek yang sempurna bagi kami?”

“Yah ... memang benar, sih.”

Sumire dengan bangga membusungkan dadanya. Usulan yang tertulis di sana adalah mereka akan berkeliling sebagai anggota komite kedisiplinan publik sambil mengenakan kostum panggung, sekaligus untuk mempromosikan proyeknya.

“... Sepertinya itu akan menjadi pemandangan yang menakjubkan.”

“Ya... yah, pada hari festival nanti memang ada beberapa orang yang melakukan cosplay, jadi mungkin ini sudah terlalu terlambat sekarang, tapi ... aku akan menerimanya dulu untuk saat ini. Kami akan melihat apakah proyek tersebut bisa disetujui atau tidak pada rapat berikutnya.”

“Ya, tolong lakukan. Kalau begitu, aku permisi dulu.”

Sumire dengan anggun membungkuk di depan pintu dan melirik sekilas ke arah Alisa, lalu meninggalkan ruang OSIS. Setelah melihat kepergiannya, Masachika mendesah kecil.

Yare yare~... lagi-lagi serangkaian proyek yang sangat aneh.”

“Lagi-lagi? Memangnya apa yang terjadi?”

“Ya, ini adalah proyek yang harus kutanyakan padamu juga...”

Alisa mengerutkan alisnya setelah membaca proposal yang disodorkan Masachika.

“...? Pertarungan kuis?”

Itu merupakan usulan rencana dari klub riset kuis, dan isinya adalah pertarungan kuis antara Alisa dan Yuki di atas panggung.

“Menurut ketua klub kuisnya sendiri, ini merupakan proyek terobosan yang menambahkan elemen kampanye pemilihan ke acara kuis lama yang bagus .... Aku bahkan juga tidak tahu mengenai detailnya.”

“Kenapa? Proposal yang tidak jelas semacam ini tidak akan diterima, ‘kan?”

“Sebenarnya ... dia sengaja tidak membocorkan rinciannya supaya tidak menjadi spoiler. Untuk melawan adanya tindakan pencegahan, rincian acara tersebut hanya diberitahu kepada ketua OSIS, ketua dan wakil ketua panitia pelaksanaan festival saja.”

“... Jadi, bagaimana dengan tanggapan ketua?”

“Untuk saat ini, tidak ada masalah dengan perencanaannya, dan sepertinya secara pribadi, Ketua menanggapnya sebagai usulan yang cukup menarik.”

Setelah mengatakan itu dan mengangkat bahunya, Masachika menatap Alisa.

“Tapi bagaimanapun juga, kalau orang-orang yang terlibat dalam proyek tersebut tidak setuju, semuanya akan batal. Jadi, kamu sendiri bagaimana, Alya?”

“Aku sama sekali tidak keberatan.”

Mata Masachika membelalak kaget atas jawaban langsung Alisa.

“... Kamu yakin? Secara pribadi, aku merasa sedikit enggan menilai kalian berdua dengan cara yang terlalu tidak biasa begini...”

“Ahh, memangnya menurutmu aku akan kalah?”

“Tidak, bukan begitu maksudku, tapi ...”

Dengan sedikit keraguan, Masachika menunduk dan mengumpulkan pikirannya sebelum berbicara perlahan.

“...Hal semacam ini pernah terjadi sebelumnya dalam kampanye pemilihan. Seseorang atau organisasi yang mendukung kandidat tertentu menyiapkan semacam arena permainan dengan maksud untuk menjatuhkan kandidat lawan.”

Misalnya saja, klub sepak bola akan bermain kasar selama jam pelajaran olahraga dan membongkar perilaku tercela mereka di depan teman sekelasnya. Klub merangkai bunga akan membuat para pemula merangkai bunga dengan kedok untuk menambah-nambah pengalaman merangkai bunga, dan kemudian memajangnya di tempat yang menonjol untuk mempermalukan mereka.

“Dasar licik ...”

“Tidak, ini cuma contoh yang sangat mencolok dan ganas saja, oke? Tapi … tidak ada jaminan kalau proposal ini bukan salah satu dari itu, tau?”

Masachika kemudian melambaikan proposal klub kuis dengan sikap sembrono.

“Mungkin saja klub kuis adalah pendukung Yuki, dan mereka mungkin sudah memberi Yuki jawaban atas pertanyaan kuis yang akan ditanyakan nanti.”

“Mana mungkin ...”

“Ini bukan cerita yang mustahil. Atau mungkin ini merupakan proyek yang disiapkan oleh calon kandidat lain untuk menyingkirkan Yuki dan Alya sekaligus, dan ketika pertarungan kuis dimulai, mereka sengaja menyiapkan kuis yang sulit sehingga itu akan menjadi pertarungan  yang ;penuh ketegangan.”

“...”

Setelah mendengar kecurigaan Masachika, Alisa memikirkannya sejenak... setelah mempertimbangkan kemungkinan itu, dia tetap menghadapinya.

“Tapi ketua yang sudah meninjau detailnya memutuskan bahwa tidak ada masalah, ‘kan?”

“Yah, itu benar sih, tapi ...”

“Kalau begitu tidak apa-apa. Bahkan jika ada niat tersembunyi, selama aku bisa memenangkan pertarungan kuis itu, hal itu bisa sekaligus menghancurkan rencana mereka.”

Masachika berkedip pada sikap Alisa yang semakin memaksa. Meski tampak aneh bagi Masachika, tapi proyek ini merupakan kesempatan emas bagi Alisa.

Apapun bentuknya, ini adalah kesempatan untuk berhadapan langsung dengan Yuki, sesuatu yang tidak pernah dia harapkan. Terlebih lagi, itu merupakan pertarungan di panggung festival sekolah yang akan dilihat banyak siswa.

(Jika aku bisa menang tanpa bantuan Masachika-kun... Aku yakin semua orang akan mengakuiku.)

Jika tidak, itu pasti akan memberinya kepercayaan diri. Selama dia memilikinya, dia akan baik-baik saja. Selama dirinya mempunyai itu──

(Aku bisa berdiri dengan bangga di samping Masachika-kun.)

Semangat juang Alisa mendidih dengan sumpahnya di dalam hatinya. Melihat pemandangan tersebut, Masachika menurunkan alisnya dan menatap usulan proposal yang ada di tangannya.

 

◇◇◇◇

 

“Jadi, apa yang sedang kamu rencanakan?”

“Sungguh salam yang begitu mendadak, Onui-chan.”

Saat Ia bertanya pada adik perempuannya yang sedang bersantai di ruang tamu setelah pulang ke rumah, Yuki tersenyum kecut dan menatap Masachika.

“Justru sebaliknya, kupikir Onii-chan lah yang sedang merencanakan sesuatu, loh~?”

“...”

Mereka saling menatap satu sama lain dalam diam, tetapi tidak peduli seberapa banyak mereka memahami satu sama lain, bahkan antar saudara kandung saja sulit untuk melihat niat yang sebenarnya ketika mereka membuat wajah poker yang serius. Tak lama kemudian, Yuki menghela nafas, dia kemudian mengaduk-aduk isi tasnya, dan mengeluarkan sesuatu.

“Oke, oke, baiklah. Aku juga tidak bilang kalau itu gratis.”

Usai mengatakan itu, Yuki lalu meletakkan memori USB ke atas meja.

“… apa ini?”

“Ini? Hmm~, aku menyebutnya sebagai X-Files...”

“Aku tidak tahu apa itu, tapi lebih baik hancurkan saja benda semacam it sekarang juga.”

“Menghancurkannya ...? Kamu yakin? Data yang ada di sini adalah data penting mengenai Alya-san, loh?”

Mata Yuki melebar dan mulutnya terbuka dalam bentuk bulan sabit, senyum yang benar-benar jahat menghiasi wajahnya. Menanggapi provokasi adiknya, Masachika merespon dengan tenang.

“Palingan juga itu mungkin foto baju renangnya.”

“Bagaimana kamu bisa tahu?!”

“Jadi beneran itu, ya! Palingan juga yang begitu, ‘kan!? Kamu pasti berkata 'Aku memang memberitahu kalau aku akan memberikan foto itu kepada orang yang bersangkutan, tapi aku tidak mengatakan kalau aku akan memberikan data fotonya.'

“Kuhh, sungguh wawasan yang mendalam sekali ... aku mengaku kalah, deh. Selamat, USB ini sekarang menjadi milikmu.”

“Enggak butuh, enggak butuh.”

“Apa?! Kamu pikir ini masih kurang?! Hah, dasar orang yang rakus ... apa boleh buat deh, mari tambahkan bagian Masha-san juga.”

“Jangan seenaknya menambahkannya sendiri. Emangnya kamu ini pedagang yang membalas 'Sudah kuduga, ini terlalu murah, ya...' kepada karakter utama yang tercengang saat ingin membeli barang dagangannya!?”

“Tsukkomi-mu kepanjangan. Yah, aku paham maksudnya, sih.”

Setelah membalas begitu, Yuki kembali tersenyum seperti penjahat lagi.

“Jadi, apa yang akan kamu lakukan? Sejujurnya, aku akan memberikanmu dua USB ini.”

“Seriusan, jangan seenaknya memasukkan data semacam itu di memori USB-mu.”

“Jangan khawatir, aku sudah menguncinya dengan kata sandi untuk berjaga-jaga. Petunjuknya adalah hari ulang tahunku.”

“Petunjuk macam apa itu?”

“Hei, hei, ayo ngaku, kamu tinggal perlu sedikit jujur saja. Kalau kamu sedikit jujur saja, kamu bisa memperoleh foto mereka berdua dalam balutan baju renang seksi dengan gunung kembar yang boing boing, loh?”

“Onomatopoeia-nya sudah sangat tua”

“Kalau begitu yang muchi muchi, lalu yussa yussa, dan barun barun.”

“Nah yang itu namanya efek suara baru!”

Bakkibaki?”

“Itu takkan pernah terjadi!”

Masachika segera balas berteriak pada Yuki, yang menatap tubuh bagian bawah kakaknya dengan wajah serius. Ia kemudian menghela nafas dan mengarahkan dua USB ke arah Yuki.

“Lagian. Kesampingkan Alya, jangan pakai foto baju renang Masha-san yang sudah punya pacar sebagai bahan jual beli.”

“... punya pacar, ya~”

Yuki membalas dengan kalimat penuh arti pada kata-kata Masachika.

“… Apaan sih?”

“Bukan apa-apa ... Aku hanya penasaran, apa Masha-san benar-benar punya pacar?”

Jantung Masachika berdetak kencang, tapi entah bagaimana Ia sudah menduga akan diberitahu begitu, jadi Ia mengangkat satu alisnya dengan sikap acuh tak acuh.

“? Kenapa kamu sampai berpikir begitu?”

“Yah, kamu tahu sendiri kalau lingkar pertemananku cukup luas, iya ‘kan? Aku juga pernah mengobrol dengan sejumlah temannya Masha-san … tapi, tidak ada satupun dari mereka yang tahu seperti pacar Masha-san, tau~ jangankan ketemu langsung, mereka bahkan belum pernah melihat foto dirinya.”

“Hmm~”

“Aku dengar satu-satunya alasan kenapa banyak yang menganggap kalau pacarnya tuh orang Rusia karena namanya terdengar seperti orang rusia banget, tau? Rasanya dia tidak pernah mengatakan dengan tegas … oleh karena itu aku merasa tidak takin kalau pacarnya benar-benar ada atau tidak.”

"Begitu ya? Yah, mungkin saja dia sengaja mengatakan kalau dia sudah punya pacar untuk menjauhkan laki-laki. Tapi yah, itu tidak ada hubungannya denganku … tetap saja, meski seandainya Masha-san tidak punya pacar, jangan seenaknya memberiku foto baju renangnya. Tidak, hal itu berlaku untuk Alya juga!”

“Cih, enggak gampang dikibuli, ya.”

Ketika Yuki dengan enggan memasukkan perangkat USB ke dalam sakunya, Masachika mendesah karena takkan membiarkan hal itu.

“...Yah, terserahlah. Bahkan jika kamu sedang merencanakan sesuatu, yang harus kami lakukan hanyalah mencari tahu dan menggunakannya untuk melawanmu.”

“Seharusnya aku yang perlu bilang begitu ... jadi untuk saat ini, bisa dikatakan kalau Onii-chan tidak melakukan trik apa-apa terkait usulan program ini?”

“Ya. Terserah kamu mau percaya padaku atau tidak.”

“Hmm~… Yah, biar kuberitahu satu hal, kali ini aku memainkan trik apapun, oke? Mengesampingkan ujian prestasi akademik, aku merasa kalau aku takkan kalah dari Alya-san jika itu berkaitan dengan kuis. Kami akan bertarung secara normal dan menang secara normal.”

"Kuharap itu yang kamu maksud sebenarnya … karena sepertinya Alya akan menghajarmu langsung dengan segenap kemampuannya.”

Memikirkan kembali rekannya, yang tampak lebih antusias dari biasanya, Masachika mengangkat bahunya dengan ringan.

“Ada apa My brother?”

“Tidak…”

Setelah sedikit melontarkan kata-katanya, Masachika mempertimbangkan kembali untuk tidak menyembunyikannya dan mengungkapkan sedikit kekhawatirannya.

“Entah kenapa Alya tampaknya sedang terburu-buru belakangan ini... Padahal kurasa akan lebih baik jika dia bisa melakukannya dengan sedikit lebih santai.”

Memang Masachika sendiri yang mendorongnya untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan. Namun, Ia merasa seperti Alisa terlalu berkutat pada masalah tersebut. Dan ... entah kenapa, jarak di antara mereka menjadi sedikit jauh.

(Entah bagaimana, rasanya seperti ada pembatas yang memisahkan kami ...)

Masachika menggaruk kepalanya sambil menambahkan, “Dia orangnya sangat serius, sih” tanpa menjelaskan lebih lanjut. Yuki perlahan mengelus dagunya ketika menatapnya.

“Ani-ja ... bukannya ini tentang itu? Kesombongan mereka yang memilikinya.”

“Hah? Apanya?”

Masachika mengernyitkan alisnya ketika Yuki tiba-tiba mengangkat topik yang tidak begitu Ia pahami. Sebagai tanggapan, ekspresi Yuki tiba-tiba menjadi rileks dan dia berkata dengan nada lembut sambil melihat agak jauh.

“Onii-chan… ketika Marsha-san membasuh tubuhnya di kamar mandi, dia mengangkat oppainya, loh?”

“Hah?”

Mulut Masachika menganga kaget mendengar cerita tak terduga ini. Namun, Yuki tampaknya tidak terlalu peduli, dan melanjutkan dengan ekspresi melankolis.

“Karena oppainya yang besar, bagian bawah oppainya menaiki atas dadanya… lalu garis di dasar oppainya menjadi pengap, dan membuatnya berkeringat.”

Dia berbicara sejauh itu dengan nada penuh kesedihan... Yuki lalu tiba-tiba memejamkan matanya dan menggebrak meja dengan keras. Dan kemudian, sambil menundukkan wajahnya seolah menahan sesuatu, dia berteriak dengan sekuat tenaga.

“Mana mungkin itu bisa terjadiii!! Oppai di atas dada? Eh, apa-apaan itu? Apa itu semacam lawakan? Apa aku harus membalas 'Kalau begitu aku akan mengangkatnya, tapi pertama-tama kamu harus mempunyai payudara besar dulu' ? Walaupun kamu meletakkan puding di atas piring, tapi itu takkan membentuk bayangan, tau!! Kamu bisa membentuk bayangan jika kamu meletakkan daifuku, sih!!”

Setelah berteriak sekuat tenaga, Yuki mendongak dengan ekspresi puas di wajahnya.

“Oleh karena itu, mereka yang memilikinya secara tidak sadar menyakiti dan menyudutkan mereka yang tidak memilikinya...”

“Memangnya cerita omong kosong itu perlu? Lagian, bukannya belakangan ini kamu sering melakukan candaan jorok?”

“Apa salahnya melakukan candaan jorok, namanya juga lagi pubertas.”

“Jangan mencemari kata-kata bijak. Selain itu, kamu itu lebih mirip jeli daripada puding.”

“Siapa yang kamu panggil bilang jeli!?”

“Yuki-sama, saya juga menyukai jeli.”

“Cerewet, kamu pudding mendingan diam saja. Mau aku grepe-grepe, hah?”

“!? … Silahkan.”

“Uhhyo~i”

Yuki segera melompat ke dada Ayano dan menikmati perasaan lembut itu dengan kedua tangan dan wajahnya. Masachika berpikir dalam hatinya saat melihat pemandangan ala yuri itu

(Jadi kamu ada di sana ya, Ayano?)

Walaupun ada sepatunya di pintu masuk, tapi sampai sekarang Masachika belum mengyadari keberadaannya sampai sekarang. Ketika Ia diam-diam menggigil ketakutan pada kemampuan penyembunyian Ayano yang meningkat, Yuki, yang wajahnya terkubur di dadanya, melirik ke arahnya.

“Yah, jadi begitulah ... Onii-chan mungkin menyudutkan Alya-san tanpa disadari?”

“Hah...?”

Menanggapi perkataan Yuki, Masachika menjawab dengan kata-kata yang tidak jelas dan berpikir sejenak.

(Aku menyudutkan Alya...? Apakah masalah band terlalu membebaninya? Tidak, kurasa bukan begitu)

Bukan smasalah itu, mungkin ada sesuatu tentang Masachika yang membuat Alisa tidak sabar. Namun, bahkan jika Ia berpikir demikian, Masachika tidak bisa menemukan alasan yang jelas. Pertama-tama, Ia tidak bisa memikirkan apa pun yang dimiliki dirinya, tapi tidak dimiliki Alisa.

(Yah, aku memang memiliki bakat yang tidak berguna, tapi... dan keterampilan komunikasi? Tapi itu sama dengan Yuki... Sebaliknya, bukankah Yuki yang menunjukkan lebih banyak kemampuan komunikasi di sekolah daripada aku?)

Masachika bisa sedikit memahami kalau Alisa merasa disudutkan oleh Yuki, yang merupakan lawannya, tapi Ia masih tidak mengerti kenapa Alisa merasa disudutkan oleh partnernya sendiri. Bahkan setelah Yuki dan Ayano pergi, Masachika terus memikirkannya, tapi Ia tidak bisa menemukan jawabannya.

“Hmm?”

Saat Ia hendak mandi dan dengan santainya memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Masachikka menyadari ada sesuatu di sana dan mengeluarkannya. Kemudian…..

“Dasar tuh anak…”

Masachik mengerutkan keningnya ketika menyadari bahwa itu adalah memori USB yang sepertinya berisi gambar baju renang Alisa.

“Bukannya aku sudah menyuruhnya untuk membawa pulang ini juga...”

Sejak kapan dia memasukkannya ke dalam kantongku…. Saat berpikir begitu, Ia bisa memikirkan berbagai kemungkinan. Setelah mendesah, Masachika mengambilnya di tangannya dan menuju ke kamarnya. Ia lalu meletakkan memori USB di atas mejanya.

“Ya ampun ... lah, kenapa aku secara alami menyalakan laptopku?”

Seolah-olah itu hal yang sudah sewajarnya, Masachika duduk di kursi dan tsukkomi sendiri dengan wajah serius sambil menyalakan laptopnya. Tapi Ia masih tidak menghentikan tangannya.

“Oi, oi, oi, seriusan, nih? Kenapa kamu mencoba memasukkan USB dengan cara yang alami, My hand.”

Masachika menghentikan tangan kanannya dari meraih memori USB dengan tangan kirinya saat mencoba memasukkannya dengan lancar ke dalam port laptop. Namun, terbukti dengan sendirinya bahwa tangan yang dominan lebih kuat. Secara bertahap, secara bertahap, USB tersebut mendekati port.

(Tunggu! Ayo tenang dulu! Data yang ada di sini adalah data foto yang menurut Alya tidak ingin dilihat orang lain! Itu adalah bentuk terendah dari perilaku manusia untuk melihatnya tanpa izin!!?)

Pada saat itu, rasionalitas di dalam diri Masachika meninggikan suaranya, dan mengerahkan tenaga pada tangan kirinya.

Nu, gugugu.”

Masachika mencoba mendorong kembali tangan kanannya yang memegang USB sambil mengertakkan gigi. Jadi, kali ini giliran nafsu bejat Masachika meninggikan suaranya.

(Tidak, pertama-tama, aku juga ada di sana ketika foto ini diambil. Apa salahnya melihat kembali pemandangan yang sudah kusaksikan?)

Suara nafsi dalam batinnya membuat tangan kirinya kehilangan sedikit tenaga.

(Meski begitu! Jika orangnya sendiri mengatakan dia tidak ingin terlihat, maka kita harus menghormati keinginannya!)

(Bukannya itu untuk ketua? Belum tentu dia tidak ingin aku melihatnya, kan? Lagpula, bukannya aku sudah melihatnya dalam balutan pakaian dalam beberapa hari yang lalu. Bukannya itu sudah terlambat sekarang?)

(Enggak, enggak)

(Tidak tidak tidak)

Nafsu dan rasionalitas Masachika saling bertentangan satu sama lain. Pada akhirnya, mereka akhirnya menemukan titik kompromi.

((Untuk saat ini, mari kita pikirkan itu nanti setelah memasukkan USB-nya))

Yuki mengatakan bahwa isinya dikunci dengan kata sandi. Seseorang tidak bisa langsung melihat gambar baju renang saat memasukkannya. Kalau begitu, mari pikirkan itu nanti setelah memasukkannya, tangannya juga sudah lelah. Itulah yang dipikirkan Masachika.

Masachika kemudian mencolokkan USB ke dalam lubang port laptopnya. dan──

“Apa!?”

Saat laptopnya mengenali memori USB, layar input kata sandi yang diharapkan tidak terbuka, dan konten di dalam USB segera ditampilkan. File gambar berjejer dalam satu folder. Tiba-tiba, Masachika tidak bisa mengalihkan pandangannya—

“.... Hahh?”

Ia mengeluarkan suara yang meragukan. Hal itu dikarenakan semua file gambar yang ditampilkan berturut-turut semuanya berwarna putih.

“Apa-apaan ini? Apa datanya rusak?”

Konflik yang Masachika rasakan sebelumnya tersapu bersih, dirinya lalu menelusuri folder dengan penuh keraguan. Di akhir kumpulan file gambar serba putih, Ia menemukan file teks. Judulnya adalah [Untuk Onii-chan keparat dan brengsek yang kalah dari nafsunya sendiri~ ]

“...”

Masachika diam-diam membuka file teks. Lalu di sana ada...

[Ini semua adalah gambar Alya-san yang terlalu pucat dan telah diputihkan]

“Mana ada, dasar bego!!”

Masachika tsukkomi dengan kasar dan menutup laptopnya. Kemudian, Masachika menuju tempat tidur dengan liar dan terjun ke atas kasurnya.

“Aaaaahhhhhhh~~~~~!!”

Rasa penghinaan karena dipermainkan seperti orang dungu. Dan untuk beberapa alasan, Masachika merasa bersalah karena menyerah pada nafsunya. Campuran dari semua hal ini membuat Masachika menggeliat dengan keras.

Setelah itu, Ia berhasil mendinginkan kepalanya selama kurang lebih 40 menit …. tapi saat itu, bak mandi yang disiapkannya sudah mendingin.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama