Roshi-dere Jilid 5 Bab 9 Bahasa Indonesia

Chapter 9 — Bukannya Latihan Band Orang-Orang Ini Terlalu Kuat?

 

“Akhirnya~ kita bisa selaras satu sama lain~! Awalnya aku benar-benar khawatir apa kita bisa melakukannya tepat waktu...”

“Betul, terutama lagu Mu—— Phantom ini, kita harus mulai dari awal membuat partitur nada untuk setiap bagian.”

“Benar sekali. Tapi ketika kita semua mencoba menggabungkannya, lagu phan …. tom ini sekali lagi, adalah lagu yang bagus.

“Duhh, dibilangin pakai kata 'Mugen' juga tidak apa-apa, kok...”

“Aku tertawa ngakak karena pembuatnya mulai merengek.”

“Maafkan aku Taniyama-san, bukannya aku tidak puas dengan judul lagunya...”

Mereka berlima tampaknya benar-benar terbuka satu sama lain dan berbicara dengan santai. Masachika menyaksikan ini dari kejauhan sambil sedikit memiringkan kepalanya.

(Hmmm~ ....  ini, apa keberadaanku diperlukan di sini?)

Itulah yang dipikirkan Masachika sekarang. Ia pikir mereka bisa melakukan lebih baik dari yang diharapkan, tapi ternyata mereka melakukannya dengan sangat baik, dan tidak ada ruang bagi Masachika untuk campur tangan.

(Kupikir bakalan sulit untuk menyatukan sekelompok anggota yang mempunyai kepribadian unik masing-masing...)

Setidaknya untuk saat ini, mereka semua berinteraksi satu sama lain dengan santai. Dan orang yang menjadi pusat dari semua itu pastilah Alisa. Sayaka yang memimpin latihan band, tapi Alisa lah yang menyatukan hati para anggota band.

Sedari dulu, Sayaka terampil dalam memotivasi orang, tetapi dia tidak menganggap dirinya dekat dengan hati anggota timnya. Bisa dibilang, dia adalah tipe orang  dengan wajah datar yang akan mengatakan sesuatu seperti, “Dengan kemampuanmu, aku yakin kamu bisa melakukannya. Masalah mental? Itu bukan urusanku, jadi silahkan curhat dengan teman dekatmu atau merengek kepada pacarmu untuk mengembalikan dirimu ke jalur yang benar. Jika kamu tidak bisa melakukan itu, aku akan menyerahkan tugasmu kepada orang lain”. Bagi Sayaka, semua manusia, termasuk dirinya, adalah pion. Dirinya hanyalah pion komandan yang menggerakkan pion lainnya, dan bukan tanggung jawab komandan untuk mengurus masalah pribadi pion lainnya. Dia sangat berkepala dingin dan menarik batas dengan yang lain.

(Taniyama sangat unggul sebagai komandan, tapi jika ditanya apa dia seorang pemimpin, dia sama sekali tidak begitu .... Kali ini, Alya secara tidak sengaja mengambil peran sebagai pengurus. Tidak, mungkin saja semuanya …. sesuai seperti perhitungan Taniyama?)

Bagaimanapun juga, pada tingkat ini, Alisa mungkin bisa memenangkan posisi pemimpin band dengan upayanya sendiri tanpa dukungan Masachika. Itu sendiri adalah hal yang membahagiakan …. Tapi jika begitu, pentingnya keberadaannya sendiri sebagai seorang manajer akan dipertanyakan. Kesampingkan mengenai  Alisa, sekarang dirinya tidak melakukan bantuan atau tindak lanjut kepada Takeshi atau Hikaru, apa yang sebenarnya harus dirinya lakukan ….

(...Aku yakin mereka akan segera istirahat, jadi kurasa lebih baik membelikan mereka minuman yang bisa melegakan tenggorokan.)

Dalam hati mencemooh dirinya sendiri karena terdengar seperti manajer klub atletik, Masachika diam-diam meninggalkan ruang musik.

“Entah kenapa~...”

Begitu Masachika melangkah keluar ke lorong meninggalkan lima anggota band di belakangnya, anehnya Ia merasa terasing dan tanpa sadar mengeluarkan keluhan. Dan kemudian Masachika tersenyum kecut pada dirinya sendiri.

(Aku gagal menjadi manajer jika merasa tidak puas saat melihat mereka melakukannya dengan sangat baik...)

Jika mereka melakukannya dengan sangat baik sampai-sampai tidak membutuhkan seorang manajer, itu merupakan sebuah kabar yang baik. Pertama-tama, Masachika menjadi manajer bukan karena ada yang memintanya, tapi karena keinginannya sendiri. Dirinya tidak berhak untuk mengeluh karena kehilangan pekerjaan. Jika tidak mau, Ia seharusnya bergabung saja dengan mereka sebagai keyboardis daripada mengundang Nonoa dari awal.

(Cuma bercanda~)

Ia tahu betul bahwa dirinya tidak bisa melakukan itu. Masachika tidak berniat bermain piano lagi. Itu sebagian karena sikap keras kepalanya kepada ibunya. Tapi lebih dari itu ...

(Musikku …. tidak memiliki kekuatan untuk membuat orang tersenyum.)

Dari dulu selalu saja seperti itu. Setiap kali Masachika memainkan piano, semua orang menjadi tanpa ekspresi. Anak-anak yang bersorak keras untuk penampilan temannya dan orang tua yang tersenyum dan bertepuk tangan untuk penampilan anak-anak mereka semua menjadi tanpa ekspresi ketika Masachika mulai bermain. Dan mereka memandang Masachika seolah sedang melihat sesuatu yang asing.

(Setelah kupikir-pikir lagi sekarang, mereka benar-benar dibuat terpukau~... Yah, kurasa aku sendiri tidak bertingkah seperti anak kecil, dan aku juga tidak terlalu menyukai piano. Cuma Yuki satu-satunya merasa bahagia dengan polosnya ... Tidak, kalau tidak salah ada satu cowok yang memelototiku dengan rasa persaingan?)

Pada intinya, Masachika tidak memiliki kenangan yang baik tentang piano. Menambahkan seseorang seperti itu ke dalam sebuah hanya akan menimbulkan kekacauan.

(Lagian, aku sendiri tidak tahu kalau aku masih bisa bermain piano atau tidak ...)

Sambil memikirkan hal-hal seperti itu, Ia membeli minuman untuk semua orang dan kembali ke ruang musik, kebetulan saja mereka berlima sedang istirahat.

“Kerja bagus semuanya~ Aku membawakan minuman──”

Di permukaan, Masachika mengangkat kaleng itu sambil tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, senyum itu dengan cepat berubah menjadi kaku.

“Seriusan deh, meski begitu, nyanyian Alya-san semakin lama semakin bagus. Tidak, dari awal kamu memang jago bernyanyi.”

Julukan nama Alisa keluar dari mulut Takeshi dengan santai. Sampai saat itu, hanya Masachika saja satu-satunya cowok di sekolah yang diperbolehkan memanggil nama tersebut. Masachika merasakan api hitam membakar isi perutnya sekaligus karena Takeshi memanggilnya seperti itu.

“Hmm~? Kuzecchi, apa itu untuk kami~?”

“A-Ah... yah begitulah.”

Masachika melanjutkan langkahnya dengan canggung ketika mendengar panggilan Nonoa dan meletakkan kaleng jus di meja terdekat. Bahkan saat melakukan itu, Ia bisa mendengar percakapan anggota lain.

“Apa Alya-san memiliki pengalaman menyanyi?”

“Tidak ada sih ... Tapi ketika aku masih kecil, aku pernah menjadi anggota paduan suara gereja untuk sementara waktu?”

“Ehh, apa itu berarti Alya-san orang Kristen?”

“Bukannya seperti itu. Atau lebih tepatnya, menurutku kebanyakan anak muda di Rusia saat ini tidak beragama, sama seperti orang Jepang, lho?” (TN: Faktanya Rusia memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa dan menjadikannya sebagai kelompok agama terbesar kedua di negara ini setelah Kristen Ortodoks. Tapi ada juga yang bukan penganut agama tertentu tetapi percaya)

Julukan nama Alisa tidak hanya keluar dari mulut Takeshi, tapi juga keluar dari mulut Hikaru. Masachika pusing karena kegelisahan dan kecemburuan.

“Kamu kenapa, Kuzecchi? Eh salah ding, Masacchi.”

“Masacch...? Ah, bukan apa-apa...”

Sambil tersenyum kikuk pada pertanyaan Nonoa, Masachika dengan putus asa bertanya sambil berpura-pura santai.

“Apa kalian memutuskan untuk memanggil satu sama lain dengan nama asli kalian?”

"Hmm? Ahh~ itu karena saran dari Alissa~”

“Oh begitu ya....”

Saran dari Alisa. Dengan kata lain, Alisa sendiri yang meminta mereka agar dia dipanggil dengan nama panggilannya ...

“Ahh iya~... aku mau lihat keadaan kelasku dulu.”

Merasa tidak yakin bahwa Ia bisa berpura-pura tenang lagi, Masachika berkata begitu dan meninggalkan ruang musik lagi.

“Sialan!”

Kemudian, ketika sudah mendekati tangga, Masachika menggaruk kepalanya dan mengumpat, lalu menuju ruang kelas dengan langkah kasar. Untuk beberapa alasan, dirinya tidak menyukai semuanya sekarang.

Alisa yang dengan mudah membiarkan orang lain selain dirinya memanggilnya dengan nama panggilannya, dua sahabatnya yang akrab dengan nama panggilannya, dan …. dirinya sendiri yang menunjukkan sikap posesifnya terhadap hal semacam itu.

“Cih.”

Masachika menuruni tangga dengan hati yang sangat berat. Ketika dirinya mencapai pijakan, sebuah suara yang akrab memanggilnya dari belakang.

 

◇◇◇◇

 

“? Masachika-kun?”

Alisa terlihat ragu saat Masachika pergi lagi begitu dirinya kembali. Sayaka memanggilnya dengan tegas sambil menghela nafas ringan.

“Bukannya lebih baik kalau kamu mengejarnya?”

“Ehh?”

“Sudah menjadi tugas Alisa-san untuk menghiburnya. Tolong bicara dengannya dengan benar sebelum semuanya menjadi rumit.”

“Iya ... aku mengerti, kok?”

Alisa mengejar Masachika, meskipun dia masih belum yakin dengan situasinya. Sayaka menghela nafas lagi saat melihatnya pergi.

“Kamu memang baik banget, ya~ Sayacchi~”

“Hah?”

Sayaka mengangkat alisnya ketika Nonoa memanggilnya dengan seringai di wajahnya. Kemudian, sambil memalingkan wajahnya, Sayaka mendorong kacamatanya.

“Aku hanya mendorong orang untuk memastikan kalau semua orang di tim dalam kondisi yang baik.”

“Hmm~?”

“... apa-apaan dengan tatapan mata itu?”

Sayaka terlihat tidak nyaman saat Nonoa tersenyum penuh arti padanya. Lalu, Hikaru juga memanggilnya dengan sedikit senyum masam di wajahnya.

“Kami juga mengucapkan terima kasih. Meski aku juga sedikit khawatir …. Tapi kupikir sebaiknya memang harus Alya-san yang mengejarnya.”

“Hah? Apanya? Apa maksudnya?”

Sayaka yang merasa tidak nyaman dan menuju tasnya sambil mengabaikan Takeshi, yang tidak mengerti apa-apa. Dia kemudian mengeluarkan lap kacamata dari kotak kacamatanya dan mulai menyeka lensa dengan itu.

“? Apa ada sesuatu?”

“Ah, enggak …Sayaka-san tuh suasananya jadi sedikit berubah saat kamu melepas kacamatamu, ya.”

“... Ah, aku sadar diri kalau mataku kelihatan galak.”

“Tidak, maksudku bukan seperti itu... entah kenapa rasanya seperti, terlihat keren? Kupikir itu bagus, kok.”

“?”

Entah kenapa Ia terlihat gelisah, tapi dia tidak bisa melihat dengan baik karena dia melepas kacamatanya. Dengan perasaan bahwa tidak baik untuk mengkhawatirkannya, Sayaka memalingkan muka dari Takeshi dan dengan cepat mengenakan kembali kacamatanya dan meletakkan gitar bassnya.

“Aku akan pergi dulu sebentar.”

“Ah, mau ke toilet? Aku juga ikut dong~”

Dia mencela Nonoa yang mengucapkan kata “toilet” tanpa rasa malu, dan Sayaka menjawab sambil menghela nafas.

“... Aku hanya ingin mencari udara segar dulu.”

“Eh? Kalau gitu aku tetap mau ikut.”

“...”

Sayaka yakin kalau dia akan tetap ikut tak peduli apa yang dikatakannya. Setelah menatapnya seakan ingin menebak niatnya, Sayaka menyerah begitu saja dan meninggalkan ruang musik bersama Nonoa. Segera setelah itu, Nonoa memanggilnya sambil menyeringai.

“Hiyaa~, meski begitu, aku tak menyangka kalau Sayacchi sangat memedulikan hubungan mereka berdua, ya~?”

“Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, ini semua demi band. Tidak ada hubungannya dengan perasaan pribadiku.”

“Tapi, aku merasa kalau kamu menaruh banyak perhatian pada Alissa, bukan? Jika Sayacchi mau melakukan itu, kamu bisa mengatur kita berlima dengan lebih baik lagi.”

“... Aku hanya tidak ingin menggunakan otakku untuk hal-hal yang tidak perlu ketika aku bermain di sebuah band. Jika ada orang lain yang bisa memimpin, akan lebih mudah membiarkan orang itu memimpin, bukan?”

“Dengan kata lain, kamu akan menyerahkan posisi pemimpin band kepada Alissa?”

“...”

Sayaka sedikit enggan untuk mengatakan apa-apa karena dia merasa sedang digoda. Kemudian, dia melirik Nonoa dan melakukan serangan balik sedikit.

“Meski kamu bilang begitu, tapi sepertinya Nono-chan lebih bersenang-senang dari biasanya, tuh? Apa bandnya semenyenangkan itu?”

“Hmmm~ gimana ya~...”

Bahkan Sayaka menyadari bahwa perasaan yang biasanya ditunjukkan teman masa kecilnya ini tidak benar-benar dari hati. Nonoa selalu mendengarkan reaksi orang-orang di sekitarnya dan langsung memberikan tanggapan terbaik saat itu juga.

Sayaka menyadarinya hal itu, tapi dia tidak punya niat untuk mengorek terlalu jauh ke dalamnya. Karena dia tahu kalau dirinya bisa bergaul lebih baik dengan teman masa kecilnya ini jika dia melakukan itu.

Namun akhir-akhir ini, Nonoa memancarkan aura kesenangan sejati bahkan dari sudut pandang Sayaka. Hal itu cukup mengejutkan Sayaka... tapi pada saat yang sama, itu juga hal yang membahagiakan.

“... Yah, mungkin rasanya lebih menyenangkan dari yang kukira, band.”

“Begitu ya.”

Setelah sedikit merilekskan ekspresinya, Sayaka dengan tenang berjalan menyusuri koridor. Kemudian, wajah yang dikenalnya muncul dari belokan di depannya dan berhenti.

“Loh, ada Yuusho toh~.”

“Oh, sudah lama kita tidak berbicara ya. Miyamae, Taniyama.”

Orang itu adalah Kiryuin Yuusho, ketua klub piano saat ini dan mantan anggota OSIS SMP. Bagi mereka berdua, Ia juga merupakan lawan yang memiliki sejarah, setelah mengalahkannya dalam debat selama kampanye pemilihan dan mengeluarkannya dari posisinya sebagai calon ketua OSIS. Entah dia menyadarinya atau tidak, tapi Nonoa masih bertingkah seperti biasanya, tapi... seperti yang diharapkan, Sayaka tidak bisa melakukan itu, dan menghadapi Yuusho dengan sedikit kewaspadaan.

“Sudah lama tidak ketemu, Kiryuin-san. Apa kamu ada urusan dengan kami?”

“Tidak, aku bukannya ada urusan apa-apa, kok. Hanya kebetulan saja kita bertemu di sini.”

Setelah mengatakan itu dan mengangkat pundaknya, Yuusho menunjukkan senyum penuh arti.

“Hanya saja, benar juga... Aku mendengar kabar angin kalau kalian bermain di sebuah band dengan Kujou Alisa yang itu di festival sekolah mendatang. Apa itu benar?”

“Ya, lantas ada apa dengan itu?”

“Bukan apa-apa kok, aku cuma berpikir itu mengejutkan. Aku tak pernah menyangka kamu akan begitu mendukung murid pindahan itu.”

Cara bicara Yuusho yang bahkan tidak berusaha menyembunyikan maksudnya, membuat Sayaka perlahan menaikkan kacamatanya dengan ekspresi dingin.

“Apa maksudmu dengan murid pindahan itu? Sejauh yang aku tahu, kamu dan Kujou-san seharusnya tidak pernah berhubungan sama sekali.”

“Tanpa bertemu langsung pun aku sudah tahu. Kamu memahami apa yang ingin kukatakan, bukan?”

Yuusho lalu dengan sinis mengangkat sudut mulutnya.

“Ketua OSIS harus seseorang yang dapat berkontribusi pada Raikoukai di masa depan. Seseorang yang dapat menggerakkan Jepang dengan kekuatan finansial, pengaruh, dan segala macam kekuatan adalah orang yang tepat untuk menjadi ketua OSIS …. Tapi bagaimana dengan murid pindahan itu? Tidak ada uang, status, maupun koneksi pribadi, dia sama sekali tidak mempunyai apa-apa. Selain itu, sangat diragukan seberapa banyak pemahamannya mengenai Jepang. Mana mungkin orang semacam itu pantas menjabat posisi ketua OSIS. …. Kukira kamu setuju denganku mengenai hal ini juga?”

Itu adalah ekspresi penuh kesadaran diri dan ambisi yang tidak dapat dibayangkan dari tingkah laku bangsawannya yang biasa. Namun, Sayaka menghela nafas ringan tanpa merasa kesal.

“Aku memahami maksudmu, tapi aku tidak pernah ingat setuju denganmu.”

“Kenapa? Sebagai putri presiden dari Industri Berat Taniyama, kamu juga bertujuan untuk bergabung dengan Raikokai sebagai pemimpin masa depan Jepang, bukan?? Bukannya Miyamae juga mencalonkan diri supaya bisa bergabung dengan Raikokai dan mengembangkan bisnis keluargamu lebih jauh?”

“Aku? Enggak juga, kok? Aku hanya bekerja sama dengan Sayacchi karena dia ingin mencalonkan diri.”

Yuusho terang-terangan mencemooh tanggapan Nonoa. Ia kemudian mengangkat bahunya untuk menunjukkan penghinaan.

“Aku benar-benar terkejut. Aku tidak pernah menyangka kalau kalian tidak menyadari situasinya. .... Pantas saja kursi ketua OSIS diremehkan akhir-akhir ini.”

Sayaka menyipitkan matanya karena penghinaan yang diarahkan padanya dari depan. Tapi, sebelum Sayaka mengatakan apapun, Nonoa lebih cepat membalas dengan ekspresi mengejek.

“Junyuusho-chan, kamu mengatakan sesuatu yang sombong, ya.”

Sayaka tidak mengerti arti dari nama sebutan itu. Tapi efeknya cukup drastis.

Dalam sekejap, Yuusho mengernyitkan alisnya, dan giginya bisa terlihat dari celah senyum bibirnya yang berkedut. Namun, ekspresi itu langsung disembunyikan oleh senyuman kering. (TN: Tebakan mimin, Nonoa memberi julukan Junyuusho-chan buat mengejek Yuusho karena kalah terus sama Masachika selama kompetisi piano pas masih kecil, karena arti dari Junyuusho adalah posisi kedua atau runner-up)

“Kamu ini benar-benar ... aku benar-benar tidak mengerti kenapa orang sepertimu bisa begitu populer.”

“Kenapa, ya~? Aku sendiri tidak tahu~.”

Nonoa menanggapi kemarahan Yuusho yang mendidih dengan melihat kukunya seolah-olah dia tidak peduli. Melihatnya dari samping, Sayaka menghela nafas ringan dan menatap Yuusho dengan tatapan tajam.

“Yah, ada banyak hal yang ingin kukatakan, tapi...  intinya, kamu hanya ingin menjadi ketua OSIS saja, iya ‘kan?”

“Aku tidak tertarik pada jabatan ketua OSIS itu sendiri. Tetapi saat ini, jika seseorang tidak menjadi ketua OSIS, dia tidak akan dapat bergabung dengan Raikoukai, jadi aku hanya mencoba untuk sampai ke sana.:

“Begitu rupanya. Meski begitu, aku belum pernah mendengarmu melakukan kegiatan kampanye.”

Mulut Yuusho berubah menjadi sinis pada serangan balik acuh tak acuh Sayaka.

“Bukannya kegiatan kampanye hanya tentang menjadi populer secara terbuka?”

Sayaka mengerutkan kening pada cara bicaranya yang mengandung maksud tersembunyi.

“… apa maksudmu?”

“Entahlah. Tapi jika kalian berpikir kalau Suou atau Kujo akan menjadi ketua OSIS, maka aku cuma bisa bilang kalau kalian terlalu cepat menyimpulkannya. Orang-orang yang tampaknya baik-baik saja adalah orang-orang yang kecolongan di tempat yang paling tidak terduga .... yah, kurasa itu tidak ada hubungannya dengan kalian.”

Sambil mengangkat bahunya, Yuusho memelototi Sayaka dan Nonoa dengan senyum mengejek di sudut mulutnya.

“Aku merasa lega setelah berbicara dengan kalian... kurasa aku tidak perlu waspada terhadap apa pun dengan kalian yang sekarang.”

Setelah mengatakan itu, Yuusho mulai berjalan menjauh dari mereka.

“Baiklah, sampai ketemu lagi. Tolong jangan berbuat aneh-aneh sekarang, dan nikmati aktivitas band kalian sebanyak mungkin.”

Yuusho meninggalkan kata-kata itu saat mereka berpapasan. Melihat dari balik bahunya, Sayaka menaikkan kacamatanya dan berkata,

“Aku sih sama sekali tidak peduli dengan apa yang kamu katakan, tapi mengambil kesempatan dalam kesempitan bisa menjadi senjata makan tuan, loh*? Sebelum mengkhawatirkan Alisa-san, kenapa kamu tidak mempertanyakan kemampuan bahasa Jepangmu sendiri?” (TN: Peribahasa aslinya bukan begitu, tapi mimin lokalisasi dengan peribahasa Indonesia yang paling mendekati artinya)

“Sayacchi benar-benar kehasut. Bikin ngakak deh~”

Itu adalah balasan karena Ia mengoceh seenak jidatnya, tapi Yuusho tidak bereaksi sama sekali. Sayaka juga mendengus pelan dan berbalik menghadap ke depan, lalu melanjutkan langkahnya.

“Yare~ yare, intinya apa sih yang ingin orang itu katakan?”

“Bukannya Ia cuma ingin menunjukkan bahwa dirinya melakukan sesuatu di belakang layar?  Karena Yuusho orang yang lumayan caper, iya ‘kan?”

“Apa memang hanya begitu...”

“Jadi, apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu mau memberi peringatan pada Yukki dan Alissa?”

Begitu mendengar pertanyaan Nonoa, Sayaka mengangkat alisnya sejenak lalu menggerakkan bahunya naik turun.

“Kurasa itu tidak perlu. Tidak peduli apa yang Ia rencanakan, jika Suou-san dan Alisa-san dikalahkan oleh rencananya, maka apa boleh buat... itu tidak ada hubungannya dengan kita.”

“Begitu ya. Lalu~ mendingan jadi penonton saja dari jauh, ya~”

Suaranya terdengar santai, tetapi wajah Nonoa memancarkan aroma yang berbahaya, dan senyum yang menyenangkan muncul di bibirnya. Meski Sayaka menyadari hal itu, dia tidak menyebutkannya.

“Yah, mau tak mau mereka harus menghadapinya.”

Sayaka berkata begitu seraya mengangkat bahunya.

 

◇◇◇◇

 

“Masachika-kun!”

Masachika mengerutkan keningnya sesaat ketika mendengar suara yang memanggilnya dari belakang. Hanya sekarang, Ia tidak ingin menghadapinya.

Meski begitu, Masachika dengan cepat memperbaiki ekspresinya dan berbalik seolah tidak terjadi apa-apa.

“... Alya? Ada apa?”

“... yah, ada sesuatu….”

Melihat ekspresi Masachika yang tampaknya meragukan, tatapan Alisa mengembara dan kata-katanya menjadi terbata-bata. Ketika turun ke landasan tangga, dia terlihat bermasalah selama beberapa detik, lalu membuka mulutnya dengan ragu.

“Aku sedikit khawatir dengan …. keadaan Masachika-kun.”

“!!”

Masachika tak bisa berkata apa-apa, karena tak menyangka kalau Alisa akan menyadari keadaan batinnya. Namun, Arisa, yang mengalihkan pandangannya, sepertinya tidak menyadarinya dan melanjutkan dengan tergagap.

“Entah kenapa, kamu sepertinya sedang menjaga jarak … apa aku melakukan sesuatu yang salah?”

Setelah mendengar kata-kata itu ... Masachika merasa sedikit jengkel.

“Itu sih, bukannya kamu juga sama?”

“Ehh...?”

“Ah...”

Ia secara tidak sengaja membuat pernyataan menuduh, yang segera disesali Masachika. Memang benar Ia merasa kalau Alisa sedikit jauh darinya belakangan ini. Masachika tidak bisa mengatakan bahwa dirinya sedang dihindari... tapi Ia merasa kalau Alisa sedang menahan diri karena suatu alasan. Tapi tidak pantas juga untuk menyalahkannya di sini, dan dia hanya mencemaskan keadaannya saja.

“Umm~~”

Masachika menggaruk kepalanya untuk menyingkirkan rasa frustrasinya dan membungkuk pada Alisa dengan ekspresi canggung.

“Maaf, tadi itu cuma pelampiasan kekesalanku saja padamu.”

“Eh, ya...”

“Haa... Yah, gimana, ya. Um, saat melihatmu bertingkah akrab dengan mereka... bagaimana bilangnya, ya?”

Aku merasa cemburu. Masachika tidak bisa menyingkirkan perasaan malunya untuk bisa mengatakan kalimat itu dengan jujur.

“Umm ... aku jadi sedikit kesepian!”

Sebaliknya, kalimat yang muncul adalah kata-kata yang bukan kebohongan, tapi juga bukan kebenaran. Meski begitu, dirinya masih merasa malu. Masachika menundukkan wajahnya dan menggertakkan giginya untuk menahan rasa malu.

“... Hmm~, gitu ya”

Setelah itu, Masachika bisa mendengar suara Alisa dengan senyum yang jelas. Ketika mendongak, Masachika melihat bahwa ekspresi yang sedikit cemas di wajahnya telah hilang. Alisa menatapnya sambil menyeringai, mirip seperti kucing yang menemukan mangsanya.

“Karena melihatku bergaul dengan Takeshi-kun dan yang lainnya... jadi membuatmu merasa kesepian?”

“Takeshi-kun”. Masachika mendapati dirinya dengan jelas mengernyitkan alisnya karena cara panggil Alisa. Secara alami, pesan tersirat itu juga disampaikan kepada Alisa yang ada di depannya.

“Hmm~?”

Layaknya kucing yang perlahan memburu mangsanya, mata Alisa menyipit dengan seringai beringas, dan mendekatkan wajahnya. Dia kemudian berbisik ke Masachika dari jarak dimana dia hampir bisa merasakan nafasnya.

“Apa jangan-jangan ... kamu cemburu?”

“!! Iya, aku ngaku! Aku cemburu! Aku memang cemburu~! Aku sangat muak dengan diriku sendiri sehingga aku melarikan diri karena merasa jijik~! Apa kamu sudah puas sekarang!?”

Dalam keputusasaan, Masachika mencurahkan segalanya. Alisa tertawa dengan senyum yang paling menyenangkan dan dengan cepat menjauhkan tubuhnya.

“Fufufu~, ya, aku merasa sangat puas, kok?”

Dengan langkah ringan, Alisa berbalik ke sisi kanan Masachika seolah-olah akan mulai menari kapan saja. Dia kemudian meletakkan tangannya di bahu Masachika yang gemetaran karena malu, dan menciumnya dengan menyentuh lembut pipinya.

“!?”

Masachika berbalik seolah-olah sedang dipermainkan setelah Ia menegang sejenak saat menyentuh pipinya. Sambil menatap wajahnya, Alisa tersenyum nakal.

“Jangan khawatir, oke?”

Lalu dia berbisik pelan dalam bahasa Rusia.

Karena kamu orang yang istimewa di hatiku

Jantung Masachika melonjak ketika mendengar kata-kata itu.

“Ap-Apa?”

Saat Masachika bertanya balik dengan canggung, Alisa mengangkat dagunya sedikit dan tertawa “Fufun~”, lalu berjalan menaiki tangga dengan ringan. Dan saat berada di tengah tangga, dia berbalik dan dengan nakal meletakkan jarinya di depan bibirnya.

"Kalau begitu, aku akan memberimu sedikit waktuku untuk Masachika-kun yang sangat cemburuan dan gampang kesepian.”

"Ehh?”

“Aku akan bersamamu selama waktu senggang di festival sekolah. Jadi tolong lakukan yang terbaik untuk menghiburku, oke?”

Setelah mengatakan itu, Alisa kembali memunggunginya dan berjalan menaiki tangga, lalu menghilang ke koridor. Masachika menatap punggungnya dengan tercengang selama beberapa detik, lalu berdiri terhuyung-huyung dan bersandar pada dinding di belakangnya. Kemudian, Ia duduk diam di lantai tangga.

“Uwaaaaa~~… apa-apaan sih tadi itu.”

Masachika menggaruk poninya dan mengangkat suaranya yang terdengar seperti rintihan. Kemudian, seolah mencoba mengeluarkan beberapa kata, dia menggumamkan beberapa kata.

“... itu sih mainnya curang, pakai cara begitu.”

Bahkan Masachika sendiri bisa merasakan dengan jelas kalau pipinya terasa panas, dan hatinya melayang-layang seperti orang idiot. Jantungnya berdetak kencang sampai-sampai bisa terdengar di telinganya. Ia mengalami kecemburuan yang hanya membuatnya merasa jijik. Ditambah lagi, Alisa sampai...

“~~~~!!! Ugyiiii~~!”

Masachika memegangi pipinya dan menggeliat tidak karuan saat mengingat sensasi waktu itu. Ia menggeliat dan menghantam-hantam dahinya ke dinding. Kemudian, Masachika tiba-tiba disadarkan dengan banyak suara yang datang dari lantai bawah.

“Hup .. ..”

Ia bergegas berdiri dan menyeka celananya dengan tangan untuk menghilangkan debu. Seolah-olah ingin melarikan diri, Masachika memasuki kamar kecil terdekat, dan memutuskan untuk menenangkan diri sejenak di sana. Kemudian, setelah merasa sedikit tenang, Ia kembali ke ruang musik dengan langkah canggung.

“Ah, orangnya sudah kembali, tuh.”

Kemudian, Masachika memiringkan kepalanya kepada Takeshi yang terlihat sedang menunggunya.

“... ada apa? Memangnya terjadi sesuatu?”

“Tidak, aku tidak tahu harus berkata apa... kami baru saja membicarakannya. Aku ingin kita tahu kira-kira apa kita semua bisa saling memanggil dengan nama depan?”

“Ah ... Bukannya itu bagus?”

Masachika mengangguk, berusaha untuk tidak menunjukkannya, meskipun dia merasakan jantungnya berdebar lagi. Sebagai tanggapan, Takeshi menunjukkan seringai puas.

“Oh!! Sudah pasti itu ide yang bagus ‘kan!! Rasanya seperti melambangkan masa muda banget!”

Saat Masachika membalas dengan tertawa kecut pada senyum polosnya, pada saat itulah Hikaru memanggilnya.

“Asal kamu tahu saja, itu termasuk Masachika juga, tau?”

“Eh?”

“Eh? Tunggu... Bukannya Masachika anggota 'Fortitude' juga?”

Masachika terkejut sejenak dengan perkataan Hikaru... Setelah menelaah kata-kata itu, Ia tersenyum kecut.

“Ahh … itu benar.”

Ketika Ia dengan santai melihat Alisa sambil mengatakan itu, Alisa mengangkat bahunya sehingga hanya Masachika saja yang bisa melihatnya. Melihat sosok itu dan kata-kata yang Ia terima sebelumnya .... membuat dada Masachika tiba-tiba terasa lebih ringan.

(Ah, benar juga...  ya ampun, apa sih yang membuatku cemburu?)

Rasanya begitu memalukan bahwa dirinya memiliki perasaan yang begitu gelap terhadap teman-teman dekatnya yang baik ini. Seolah-olah ingin perasaan malunya, Masachika menoleh ke arah Sayaka dan Nonoa.

“Umm, kalau begitu...Sayaka, dan, Nonoa... apa begitu baik-baik saja?”

“Yah …”

“Bukannya itu bagus?”

Entah bagaimana, Masachika tersenyum masam lagi karena tidak menyangka akan didekatkan melalui peristiwa ini dengan dua orang yang pernah bekerja sama dengannya di OSIS. Sebelum Ia menyadarinya, api gelap yang membara di dadanya telah menghilang.

“Hmm, kalau begitu ...Masachika-san.”

“Ah, iya”

“... entah kenapa, rasanya jadi sedikit aneh, ya.”

“Haha, emang. Kita sering bersama selama di SMP, tapi sekarang...”

Dan kemudian, Masachika tiba-tiba merasakan panas terik di sana.

(Loh? Percikan panas?)

Ketika Ia memalingkan matanya ke arah itu sambil bercucuran keringat dingin, Ia melihat Alisa menatapnya dengan mata dingin. Namun...

(Tunggu dulu sebentar? Bukannya ini kesempatan yang pas untuk melakukan serangan balik?)

Kenangan karena dibuat ombang-ambing beberapa waktu lalu membuat Masachika merasa ingin melakukan kejahilan. Masachika lalu diam-diam mendekati Alisa dan berbisik pelan supaya orang lain tidak bisa mendengarnya.

“Apa jangan-jangan ... kamu cemburu?”

Jika Ia mengatakan ini, Alisa pasti akan merasa malu dan memalingkan wajahnya──

“Nyebelin.”

… ternyata tidak sesuai harapannya. Malahan dirinya justru dipelototi secara tajam.

“Ah, nyelekit banget.”

Masachika merasa tertekan setelah menerima respon yang sepuluh kali lebih kuat dari yang Ia duga.

 

◇◇◇◇

 

“Begitu, aku senang mendengarnya kalau semuanya berjalan dengan lancar.”

Di salah satu kamar di gedung apartemen bertingkat tinggi tertentu, ada sosok Yuusho yang menelepon dengan smartphone-nya.

“Yah, mungkin ada beberapa yang terluka, tapi … tidak ada artinya jika tidak melakukan itu, ‘kan?”

Pernyataan berbahaya yang dibuat begitu santai menimbulkan teriakan protes dari sisi lain telepon. Namun, Yuusho tampaknya tidak peduli sama sekali, dan menyunggingkan sudut mulutnya.

“Jangan bilang kalau kamu ingin berhenti sekarang? Jika kamu berhenti sekarang, wakil ketua akan … hahaha, kamu paham, ‘kan?”

Tawa di wajahnya yang cantik berubah menjadi jahat. Seolah-olah mengejek kebodohan lawan bicaranya. Meski begitu, Yuusho masih berbisik manis dengan suaranya yang tetap lembut, layaknya iblis yang memikat orang ke jalan kejahatan.

“Kalau begitu, silakan lanjutkan seperti yang sudah direncanakan ... Ketua.”

Seiring berjalannya waktu dan festival sekolah semakin dekat ...., di tengah jalinan beberapa agenda beberapa pihak, akhirnya tirai acara festival sekolah pun terbuka.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama