Otonari no Tenshi-sama Jilid 5.5 Bab 15 Bahasa Indonesia

Chapter 15 — Penyesalan Masa Lalu  dan Harapan Masa Depan

 

(Apa segini saja sudah cukup?)

Karena Itsuki terus mendekam diri di rumah selama liburan, jadi ayahnya mengocehinya dengan hal ini dan itu karena ia tidak memiliki pekerjaan paruh waktu. Jadi Itsuki keluar dengan kedok mengembalikan manga yang dipinjamnya dari Amane untuk menghindari stres.

Setelah membeli kue krim sebagai oleh-oleh dari toko kue favorit Chitose, ia menyusuri jalan yang tidak asing lagi menuju apartemen tempat Amane tinggal.

Itsuki sudah menelepon di pagi hari untuk memberitahunya kalau dirinya akan datang, jadi ia berasumsi bahwa Amane bakalan ada di rumah.

Ia masuk melalui pintu masuk gedung apartemen dan memanggil unit kamar apartemen Amane dengan gerakan terbiasa sambil berpikir santai mengenai manga apa lagi yang ingin ia pinjam selanjutnya. Ketika dirinya sedang berpikiran begitu, ia mendengar suara yang tidak terduga, “Akazawa-san?” dan mengoreksi postur tubuhnya secara alami.

(… Ini waktu liburan dan masih siang, iya ‘kan?)

Itsuki tahu kalau Mahiru memasak makanan untuk Amane di malam hari, jadi tidak mengherankan jika dia ada di sana, tetapi ini masih waktu makan siang pada hari libur.

Walaupun Itsuki sudah mendengarnya langsung dari Amane kalau mereka berdua kadang -kadang menghabiskan liburan mereka bersama, tapi bayangan tentang Mahiru yang benar -benar berada di rumah Amane seperti ini membuatnya masih sedikit tidak nyaman.

“Ah, Shina-san, selamat siang. Di mana Amane?”

“Selamat siang juga, jika kamu mencari Amane, ia sedang keluar karena ada beberapa urusan, jadi ia tidak akan kembali selama satu jam. Katanya ada sesuatu yang harus ia lakukan  memiliki di ATM dan toko alat tulis setelah berbelanja di mal.”

“Begitu ya, apa yang harus aku lakukan sampai ia tiba…. dasar cowok serampangan.”

“Aku benar-benar sependapat. Aku mendengar dari Amane-kun bahwa Akazawa-san akan datang dan dia memberimu izin jadi silakan masuk dulu.”

Amane tampaknya sadar bahwa Itsuki akan mengunjunginya, tapi urusan tersebut pasti sesuatu yang benar-benar ingin ia selesaikan terlebih dahulu.  Pada akhirnya, Itsuki menerima tawaran Mahiru dan menuju ke dalam unit kamar apartemen Amane.

 

♢♢♢♢♢

 

“Selamat datang.”

Ketika Itsuki memasuki rumah Amane, dirinyaa disambut oleh Mahiru dengan suara sejuk yang baru saja ia dengar sebelumnya.

Keberadaannya di sini begitu alami seakan-akan dia adalah pacar atau istri yang tinggal serumah, dan Itsuki lalu menggumamkan sesuatu dengan suara kecil yang tidak akan di dengar Mahiru, “Bagaimana mungkin tuh anak bisa berpikir kalau ia tidak punya kesempatan?”

Ketika Mahiru melihat raut wajahnya, Itsuki sedikit membeku dan tersenyum samar-samar untuk menutupi raut wajahnya. Ia kemudian menunjukkan kepada Mahiru kotak puff krim yang dibawa di tangannya dengan manga saat mengenakan sandal dalam ruangan.

“Maaf sudah mengganggumu. Oh, dan ini kue krim yang aku bawa sebagai oleh-oleh. Ada satu untuk Shiina-san juga. Jadi kalian berdua bisa memakannya bersama.”

Itsuki membelikan bagian untuk Mahiru karena berpikir kalau Amane makan malam dengan Mahiru setiap hari, maka ia akan punya waktu untuk memakannya bersamanya di malam hari, tapi Itsuki tidak pernah menyangka melihat dia berada di sini di siang hari.

Mahiru menerima kotak kue krim dan berkata, “Aku yakin Amane-kun pasti akan senang.” dia tersenyum ringan dan membungkukkan kepalanya sedikit ke arah Itsuki.

“Terima kasih banyak karena sudah repot-repot memberi kue segala. Tolong tunggu di sini, dan aku akan menyajikan teh sekarang. Apa kamu ingin minum teh?”

“Aku bisa minum apa pun. Terima kasih atas perhatianmu.”

“Tidak, karena Akazawa-san adalah tamu yang penting. Harap tunggu sebentar.”

Setelah membimbing Itsuki menuju sofa ruang tamu, Mahiru memasuki dapur dengan senyum tenang di wajahnya.

Perilakunya begitu alami dan akrab sehingga membuat Itsuki kebingungan apakah dirinya harus terkesan atau kecewa. Ia sering menyindir Amane yang hampir tidak pernah membuat kemajuan meskipun Mahiru bersamanya sepanjang waktu.

Setelah menunggu sebentar, Mahiru kembali dengan dua cangkir teh dan sepiring kue krim di atas nampan.

Kue krim ditempatkan di dekat Itsuki sehingga mungkin Mahiru akan memakan miliknya ketika Amane hadir.

Setelah menyajikan teh kepada Itsuki dengan gerakan anggun, Mahiru tampaknya kebingungan di mana dia harus duduk, dan setelah beberapa kali melirik ke sana ke mari, dia pun duduk di samping Itsuki dengan jarak yang cukup jauh.

Itsuki sendiri merasa sedikit lega karena ia merasa tidak enakan membiarkan seorang gadis duduk di lantai, bahkan jika itu di atas karpet, sementara dirinya duduk di sofa. Tapi Itsuki juga tersenyum masam karena sepertinya Mahiru tidak terbiasa dengan kehadirannya karena dia duduk persis di tepi sofa.

(Yah, kurasa wajar saja. Aku tidak begitu dekat dengan Shiina-san sehingga aku tidak bisa mengatakan bahwa kami memiliki hubungan yang buruk atau baik.)

Selain itu, Itsuki dan Mahiru tidak begitu dekat. Dari sudut pandang Itsuki, dia adalah teman pacarnya dan gadis yang disukai sahabatnya. Meskipun mereka mungkin lebih dekat dari yang lain, mana mungkin Itsuki bisa memperlakukan Mahiru dengan cara yang sama seperti Chitose dan Amane memperlakukannya.

Karena mereka jarang sendirian bersama seperti ini, jadi Itsuki merasakan kecanggungan yang tak terlukiskan. Ia melirik ke sampingnya dan melihat Mahiru menyesap teh dengan ekspresi yang jernih di wajahnya. Dia mungkin merasa canggung juga, tapi dia tidak menunjukkannya di wajahnya.

“Maaf ya, aku mendadak datang berkunjung tanpa ada pemberitahuan apa-apa.”

“Kamu tidak perlu meminta maaf begitu, Akazawa-san, ini semua karena kesalahan Amane-kun yang tiba-tiba mengingat ada urusan mendadak. Aku yakin ia akan segera kembali. Aku menyesal harus membuatmu menunggu.”

Itsuki tidak bisa menahan diri untuk tidak menertawakan Mahiru yang sedang menundukkan kepalanya.

Mahiru mungkin tidak menyadarinya dan tidak berniat melakukannya, tetapi dia bertindak seperti seorang istri yang meminta maaf atas ketidakhadiran suaminya. Dia pasti menghabiskan banyak waktu di sisi Amane sehingga dia menganggapnya hal yang wajar.

“Jangan khawatir tentang itu, aku sendiri memberitahunya pada hari kunjungan. Ngomong-ngomong, ... kamu benar-benar ada di sekitar rumah Amane, ya?”

Ketika Itsuki menggumamkan hal itu kepada Mahiru, pipinya sedikit merah meroan dan bahunya membungkuk.

“Uu ... umm, kamu berpikir aku seorang pemaksa atau semacamnya, bukan?”

“Aku tidak bermaksud menyalahkanmu. Hanya saja, rasanya sungguh menggelikan ketika kalian berdua menerimanya begitu saja sebagai hal yang wajar.”

Baik Amane maupun Mahiru merasa bahwa kebersamaan mereka adalah bagian yang normal dalam kehidupan mereka, dan sebagai pengamat kehidupan cinta mereka, Itsuki merasa bahwa hal itu membuatnya tersenyum, lucu, dan menawan.

Fakta bahwa tidak ada kemajuan signifikan yang dibuat dalam beberapa bulan dalam situasi di mana seorang cowok dan cewek SMA yang sering berduaan terasa lebih lucu karena mengungkapkan betapa berhati-hatilah dan rasa malu keduanya. Itsuki pikir kurangnya kemajuan hubungan mereka terutama karena Amane tidak mendorongnya.

“Aku pikir itu berkat Shiina-san bahwa wajah Amane telah berubah menjadi lebih lembut sejak dia mulai menghabiskan waktu bersamamu.”

“Be-Be-Begitu ya. Syukurlah kalau begitu.”

“Ketika aku pertama kali bertemu Amane, ia terlihat judes, murung, tidak ramah, atau lebih tepatnya, sangat menggambarkan orang suram. Jadi menurutku, mampu mengekspresikan emosinya dan menunjukkan senyuman yang lembut merupakan suatu kemajuan.”

Ketika Itsuki berpikir seberapa banyak temannya sudah berubah, Mahiru yang sedari tadi diam-diam mendengarkan, meliriknya dengan ekspresi yang agak serius di wajahnya.

“Bolehkah aku menanyakan sesuatu yang membuatku penasaran, Akazawa-san ...?”

“Iya, silakan saja.”

“Aku penasaran, apa yang membuat Amane-kun dan Akazawa-san bisa berteman?”

Setelah banyak pertimbangan, Mahiru ragu-ragu mengajukan pertanyaan, yang membawa senyum lembut ke wajah Itsuki.

“Kamu penasaran?”

“... Umm, ya. kupikir Amane-kun adalah tipe orang yang sangat berhati-hati, jadi aku penasaran apakah ada semacam kesempatan baginya untuk mengenal Akazawa-san.”

“Kamu merasa seperti ingin mengetahui segalanya tentang orang yang kamu sukai?”

“... Aku takkan memaksamu  jika itu membuatmu tidak nyaman, hanya saja ... Aku penasaran karena ketika aku bertanya kepada Amane-kun mengenai hal itu sebelumnya, ia mengatakan kalau kalian menjadi teman tanpa ia sadari. Amane-kun sendiri mengatakan bahwa ia tidak tahu mengapa kalian bisa berteman, jadi....”

“Oh, Amane tidak mengingatnya, ya. Yah, kurasa ia tidak akan menyadarinya.”

Itsuki tidak berpikir Amane takkan pernah tahu mengapa dirinya mencoba berteman dengan Amane, karena dia tampaknya telah melupakan semua tentang masa lalu ketika dirinya berbicara dengan Amane pada awal masuk sekolah SMA.

Jadi Itsuki sendiri tidak tahu bagaimana mereka menjadi teman. Dia bertanya -tanya sejenak bagaimana ia bisa menjelaskan hal ini kepada Mahiru, yang memberinya pandangan berharap, dan kemudian menanyakan sesuatu kepadanya.

“Hei Shiina-san, jika aku mengenakan kacamata dan memiliki ekspresi yang murung, apa kamu bisa mengenali kalau itu aku? Bagaimana jika kamu bertemu denganku beberapa bulan kemudian, setelah berbicara denganku hanya sekali, untuk waktu yang singkat?”

“… itu tergantung situasinya.”

“Haha, Shiina-san tampaknya menjadi pengamat yang jauh lebih baik. Amane tidak menyadariku, karena aku terlihat jauh lebih dewasa daripada sekarang, dengan rambutku dan semacamnya.”

Dikatakan orang-orang mudah dinilai dengan penampilan mereka dan Itsuki juga berpikir begitu.

Saat mengingat wajah seseorang, paras wajah mungkin menjadi faktor, tetapi rambut dan suasana yang dikeluarkan juga memiliki pengaruh yang kuat.

Sama seperti sulitnya mengenali seorang gadis yang sudah memotong rambut panjangnya, meskipun kamu sudah mengenalnya dengan baik, dibutuhkan waktu bagi otakmu untuk mencocokkannya dengan orang tersebut, ketika kesanmu terhadapnya berubah seketika.

Kemudian, jika seseorang yang baru kamu temui hanya sekali dalam waktu yang singkat, telah berubah. Kamu pasti akan mengenalinya sebagai orang asing.

“Apa kamu ingat ada kunjungan sekolah dulu sebelum kamu masuk sekolah SMA? Di situlah aku dan Amane pertama kali bertemu.”

Alasan mengapa dirinya merasa nostalgia sekaligus merasa tidak nyaman pada saat yang sama ketika mengingatnya, mungkin karena mental sedang goncang pada saat itu dan memiliki banyak masalah, jadi dirinya harus mengeluarkan kenangan dari laci ingatan. Terlebih lagi, perselisihan tersebut masih belum terselesaikan.

“Pada wakti itu, aku sedang tidak enak badan. Aku sedang berselisih paham dengan ayahku tentang Chii pada saat itu, dan ia mengatakan segala macam hal tentang rumah dan jalur karierku, jadi aku benar-benar merasa stres. Aku disuruh untuk memasuki sekolah yang lebih disiplin daripada yang sekolah sekarang.”

Bukan berarti Itsuki tidak memahami perasaan ayahnya.

Dirinya sadar bahwa ia sudah menyebabkan satu masalah dalam proses berpacaran dengan Chitose, jadi ia tidak ingin menyebabkan masalah yang tidak perlu lagi dan ingin Chitose tetap berada dalam jangkauannya.

Itsuki mungkin cukup dihargai oleh ayahnya, tetapi itu karena dirinya berusaha untuk tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ayahnya.

Mereka mencoba menjadi orang tua yang baik, jadi mereka bersikap tegas dengannya dan berharap dia berperilaku baik demi keluarga.

Itsuki memang dapat mengerti perasaan Ayahnya, namun jika ia terus dituntut untuk menjadi anak yang ideal bagi orangtuanya, wajar saja jika ia merasa tertekan dan frustasi.

(Ibu sedang berada di studionya atau mempersiapkan pamerannya, jadi dia terlalu sibuk untuk terlibat)

Dirinya sadar bahwa ayahnya merawatnya dan membesarkannya sementara ibunya memprioritaskan pekerjaannya sendiri. Itsuki merasa bersyukur atas fakta bahwa ayahnya sudah mendidiknya dengan baik, meskipun dia harus bekerja di rumah.

Baru setelah dirinya menginjak sekolah SMP,  kemarahannya yang terpendam pun meledak dan Itsuki memberitahu ayahnya dengan lantang bahwa dirinya bukan orang bisa yang dikendalikan seperti robot.

“Aku merasa sakit kepala sepanjang waktu dan cukup pusing. Pada saat keadaan seperti itu, Chii dan Yuuta memiliki jadwal kunjungan yang berbeda jadi aku sendirian.”

Dirinya sudah mendaftar kunjungan sekolah jauh-jauh hari, bertujuan ketika orang tuanya tidak ada, dan sebagai hasilnya, jadwal teman-temannya, Chitose dan Yuuta, tidak saling cocok satu sama lain, jadi dirinya harus menghadiri sendirian. Hal itu justru terbukti sebagai sebuah kesalahan.

“Aku berhasil mencegahnya terlihat di wajahku, dan mengikuti kunjungan dengan lancar, tetapi di tengah-tengah kunjungan tersebut aku mengalami kesulitan, jadi aku harus pergi ke toilet dan berjongkok, kemudian Amane datang mengejarku dan merawatku.”

Amane pasti orang yang sangat suka ikut campur karen ia mengejar siswa SMP yang tidak dikenalnya, Itsuki,  yang telah keluar dari ruangan untuk pergi ke kamar mandi sendirian, padahal ia tidak tahu namanya atau apapun mengenai Itsuki.

[… apa kamu sedang tidak enak badan?]

[Sepertinya kamu tidak demam….. Tunggu sebentar di sini ya. Aku akan memberimu minuman. Aku melihat ada mesin penjual otomatis saat berjalan ke sini]

[Ini. Apa kamu tak keberatan kalau pakai air putih saja? Apa kamu membawa obat?]

[Jika kamu merasa tidak enak badan, kurasa lebih baik kalau kamu berhenti lebih awal dan pulang atau memberi tahu guru SMA dan beristirahat di ruang UKS. Jika kamu terus berusaha mengikuti tur dengan keadaan seperti itu, kamu bakalan pingsan, loh]

[Aku akan memanggil gurunya, kamu tunggu dulu di sana]

Itsuki tahu kalau dirinya akan dimarahi karena berkeliaran tanpa izin, dan ia berterima kasih kepada Amane karena mengejarnya dan merawatnya. Itsuki juga merasa kasihan kepada Amane yang mungkin nantinya akan ikut dimarahi karena terlibat dengannya.

Ia terus menunggunya kembali, berpikir ia akan meminta maaf ketika Amane kembali, akan tetapi orang yang datang adalah guru penanggung jawab dan mengatakan kepadanya bahwa ia sudah menyuruh Amane kembali untuk melakukan pengarahan.

Setelah itu, Itsuki diizinkan untuk beristirahat di ruang UKS, dan pada akhirnya mereka tidak bertemu lagi dan ia tidak sempat mengucapkan terima kasih.

“Yah, begitulah awal mula kejadiannya. Tapi sepertinya Amane tidak menganggapnya sebagai masalah besar, dan ia bahkan tidak ingat apa-apa tentang itu. Tapi tetap saja, aku merasa berterima kasih padanya.”

Itsuki tak menyangka kalau ada orang yang akan memperhatikan karena dia mencoba menjauhkan wajahnya sebanyak mungkin dan pergi secara acuh tak acuh. Orang-orang biasanya takkan kepikiran untuk mengejar Itsuki yang begitu, karena mereka hanyalah masih orang asing.

“Ketika aku memasuki sekolah SMA, aku mengubah penampilanku, tetapi ia sama sekali tidak berubah, dan kebetulan kami berada di kelas yang sama dan pergi untuk berbicara dengannya, tapi Amane justru tidak ingat sama sekali. Aku hanya bisa menertawakannya.”

Dirinya tidak bisa menyalahkan Amane untuk hal tersebut.

Itsuki sudah banyak mengubah penampilannya sejak memasuki sekolah SMA.

Perilakunya yang sembrono juga merupakan hasil dari keinginannya untuk melanggar citra ayahnya tentang seperti apa arti dari murid teladan. Tidak mengherankan jika Amane tidak menyadarinya

Rasanya mencekik dan menyakitkan baginya untuk bertingkah menjadi murid teladan ketika dirinya merasa ia tidak menjadi dirinya sendiri dengan cara begtu. Itsuki bersyukur bahwa Chitose bisa keluar dari kandang bersamanya sebelum dia mati lemas. Dirinya menyesal karena sudah membelenggu burung yang bebas.

“Yah, initnya, cuma Amane saja satu-satunya yang mengkhawatirkanku, dan aku tahu kalau ia merupakan pria yang baik, jadi aku pergi menemuinya, dan entah bagaimana kami bisa menjadi teman ...”

“... Amane-kun adalah pria yang baik dan punya kepedulian yang tinggi.”

“Aku setuju ... itu sebabnya aku juga sedikit waspada terhadap Shiina-san.”

“... Karena aku akan menipu, memengaruhi dengan buruk atau melukai Amane-kun, yang merupakan orang yang baik?”

Mahiru tampaknya segera menebak apa yang ingin dikatakan Itsuki dan menatapnya dengan ekspresi yang tenang. Itsuki hanya bisa tersenyum tanpa berani menjawab, berpikir bahwa itu sangat membantu kalau dia bisa memahaminya dengan begitu cepat, dan sedikit mengangkat bahunya.

"Yah, biasanya kamu akan berpikir orang yang akan kamu khawatirkan adalah sebaliknya. Bagiku, aku lebih suka mengkhawatirkan teman yang kukenal daripada orang asing yang disukai oleh semua orang.”

Sampai pada hari Natal, Shiina Mahiru adalah keberadaan super yang sempurna dan seorang gadis cantik dengan karakter yang sempurna. Tidak lebih maupunkurang.

Dengan kata lain, bagi Itsuki yang tidak pernah terlibat dengannya, Mahiru adalah orang asing yang kepribadiannya tidak dikenal dan mempunyai pengaruh yang penting.

---- Bagaimana jika dia merencanakan sesuatu di balik senyuman cantik itu?

Bagi Itsuki yang pernah merasa terganggu oleh rumor dan kedengkian orang lain, dirinya setengah skeptis terhadap desas-desus yang beredar di antara para siswa.  

Dirinya bahkan masih mencurigai Mahiru yang dikatakan sebagai sosok yang 'baik hati' dan disebut-sebut sebagai Tenshi-sama.

Mahiru masih tetap bersikap tenang bahkan setelah menyadari bahwa dia tidak dipercayai.

“... Kupikir itu adalah keputusan yang bijak. Sejujurnya, jika aku berada di posisi Amane-kun, aku mungkin akan berpikir bahwa ini sedikit mencurigakan, atau mungkin ada semacam tujuan tertentu.”

“Habisnya aku tidak bisa melihat keuntungan dalam dirimu yang terlibat dengan Amane ketika aku memikirkan tentang keuntungan dan sebagainya. Bahkan, yang bisa kupikirnya justru lebih banyak ruginya. Jadi aku tidak punya pilihan selain memastikan apa kamu benar -benar terlibat tanpa mempertimbangkan untung maupun rugi.”

“Kamu benar sekali.”

“Yah, aku segera mengetahui bahwa kamu sangat mencintainya, jadi aku tidak perlu mengkhawatirkan tentang apa pun sekarang, dan aku justru lebih suka memberitahumu untuk segera jadian.”

Sekarang Itsuki mengetahui kalau Mahiru hanyalah seorang gadis biasa yang mengerti dan jatuh cinta dengan kepribadian Amane, jadi dirinya tidak lagi perlu khawatir.

Sebaliknya, sekarang dia khawatir tentang Mahiru bahwa dia semakin tidak sabar karena sikap mindernya Amane.

Mahiru menjadi malu mendengar kalimat, 'Gadis yang sangat mencintai Amane,' dia menutup erat bibirnya dan memeluk bantal. Itsuki diam-diam tertawa seraya berpikir kalau dirinya terlalu menggodanya dan memutuskan untuk mengatakan sesuatu saat Amane tidak ada.

“Itu dia, Amane tuh lemah terhadap dorongan Shiina-San, jadi sebaiknya kamu harus terus-menerus menyerangnya.”

“Ba-Bahkan jika kamu bilang begitu ... aku selalu berusaha melakukan yang terbaik, kok.”

“Iya, itulah yang kupikirkan ketika melihatnya sebagai orang luar. Tapi Amane tuh ... tipe orang yang payah dan selalu meragukan apakah kamu benar-benar menyukainya atau tidak.”

“... Hmm, benar sih.”

Mahiru dalam hati menyatukan kedua tangannya bersama karena dia memiliki ekspresi jauh di wajahnya.

“Kamu sepertinya mengalami kesulitan, ya.”

“Fufu. Tapi bukannya kesulitan semacan ini juga salah satu bagian terbaik dari cinta?”

“Kurasa itu ada benarnya juga. Aku mengalami masa-masa kesulitan saat dulu juga. Tapi sekarang ... aku bisa mengingatnya dengan senyuman, dan itu rasanya tidak terlalu mengerikan.”

Senyumannya itu lebih mirip seperti tawa getir ketimbang senyuman biasa, tapi tetap saja, hari-hari penuh kesulitan itu merupakan sesuatu yang berhasil diatasi Itsuki dan Chitose dan itu bukan sesuatu yang harus diabaikan. Semua kejadian itu berada di dalam ingatannya sebagai kenangan nostalgia.

Itsuki tertawa dan menunggunya melemparkan guyonan kalau dirinya masih muda. Tapi, Mahiru hanya tersenyum samar-samar di wajahnya, seolah-olah dia merasa kesulitan untuk menanggapinya.

Reaksinya yang tidak kentara itu menunjukkan bahwa dia mungkin sudah mendengar sesuatu dari Chitose.

“Apa kamu sudah mendengarnya dari Chii?”

Itsuki berhenti tertawa dan bertanya dengan pelan, Mahiru pun mengangguk dengan tenang juga.

“... Hanya sedikit saja. Kisah mengenai bagaimana Chitose-san keluar dari klub lari dan bagaimana kalian berdua mulai berpacaran.”

“Begitu ya, lalu bagaimana pendapatmu tentang aku?”

Fakta bahwa Chitose dibenci oleh anggota senior klubnya sebagai akibat dari pengakuan perasaannya terhadap Chitose secara langsung, tanpa mempedulikan pengaruhnya sendiri.

Dengan kata lain, rasa iri hati yang awalnya ditujukan kepada Chitose telah dikobarkan oleh pengakuan Itsuki. Jadi, dirinyalah yang menuangkan minyak ke dalam api.

Jika dia berperilaku sedikit lebih baik, mungkin Chitose dapat melanjutkan kegiatan klub tanpa terluka oleh para seniornya saat berpacaran dengan Itsuki. Dalam hal ini, dia akan menerima rekomendasi untuk atletik dan masuk ke sekolah yang lebih unggul, jadi dia mungkin telah dipisahkan dari jalan hidupnya saat ini.

“… Walaupun ini bukan hakku untuk mengatakannya. Tapi jika aku melakukan kesalahan, aku mungkin akan merasa menyesal sepertimu.”

“Shiina-san jauh lebih perhatian dan lebih baik dalam bergaul daripada aku, jadi aku yakin kamu tidak perlu mencemaskan hal itu.”

Mahiru tampaknya lebih baik daripada Itsuki dalam memahami sesuatu dan cepat dalam bertindak. Dia perlahan-lahan menutup jaraknya di sekolah, sedikit demi sedikit, agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan.

Kalau saja Itsuki menunjukkan perhatian seperti ini di masa lalu, Chitose mungkin takkan terluka, dan Yuuta mungkin tidak akan begitu waspada terhadap wanita setelah menyaksikan prosesnya hubungan mereka berdua. Itu semua sudah menjadi masa lalu dan tidak bisa diubah.

“Namun, jika sampai pada situasi di mana kamu menyakiti Amane secara mendalam, aku mungkin akan membenci Shiina-san. Aku tahu ini tidak benar bagiku untuk mengatakan ini setelah menyakiti Chii, tapi...…”

“Kalau begitu, wajar saja jika kamu membenciku. Karena mana ada orang yang suka melihat teman berharga mereka terluka... Aku juga akan membenci Akazawa-san jika kamu menyakiti Amane-kun atau Chitose-san.”

“Haha, aku senang mendengarnya ... wajar saja jika kamu akan membenciku.”

Itsuki merasa lega ketika diberitahu bahwa dia akan membencinya, mungkin karena dia memiliki begitu banyak teman yang menegaskan segala sesuatu tentangnya.

Orang-orang di sekitarnya mengatakan kepadanya bahwa kecelakaan yang Itsuki sebabkan bukanlah kesalahannya, tetapi dirinya selalu menyesalinya. Ia selalu menyesalinya untuk waktu yang lama. Itsuki selalu bertanya-tanya di dalam hati, apa dirinya benar-benar tidak bersalah, dan apa Chitose benar-benar tidak menyimpan dendam kepadanya?

Oleh karena itu, Itsuki merasa senang bahwa ada seseorang yang bersedia menyangkalnya secara langsung, bahkan jika itu mungkin secara hipotesis. Dan dirinya senang karena ada seseorang yang memikirkan Chitose dan Amane, lalu marah demi mereka.

“Aku berbicara dari sudut pandang egoisku sendiri, tapi kurasa Chitose-san tidak menyesal memilih untuk bersama Akazawa-san. Dia selalu berbicara tentang Akazawa-san dengan ekspresi gembira ... dan kupikir akan lebih baik jika kamu harus membicarakannya bersama, bukan?”

Mahiru tersenyum lembut pada Itsuki yang telah tersenyum pahit dan berbisik. “Kalian berdua terkadang tertutup satu sama lain, bukan?”

Itsuki merasa aneh dan pipinya, yang terasa geli dan tadinya melekat pada senyuman yang kencang dan kaku, mulai mengendur.

“Syukurlah, aku merasa senang bahwa Shiina-san adalah teman mereka berdua.”

Amane memiliki penilaian yang baik terhadap orang lain. Itsuki bergumam sekaligus mengangguk dengan bijak, tapi Mahiru berkedip berulang kali saat dia menerima perkataan Itsuki.

“Maaf, maaf. Kamu ingin menjadi pacar Amane di masa depan, jadi kamu sedikit tidak puas hanya dengan status teman saja, iya ‘kan.”

“Bu-Bukan itu yang kumaksud.”

Itsuki menatap wajahnya yang merah cerah, matanya sedikit berkaca-kaca karena malu, seolah-olah ingin mengatakan, “Ka-Kamu ini bilang apaan sih?” Jadi Itsuki tidak bisa menahan diri untuk tidak mengatakannya.

Jika sudah begitu jelas, mengapa Amane tidak mencoba untuk mendorong lebih banyak? Karena orang-orang di sekitarnya sadar bahwa dia menyukai Amane, seharusnya Amane bisa mendorongnya sedikit lagi,… tapi mungkin lebih baik bagi mereka berdua untuk tetap seperti sekarang ini.

Ketika Itsuki merasa yakin bahwa kehidupan cinta temannya masih memiliki jalan panjang, dirinya mendengar kunci terbuka dari pintu depan. Sepertinya orang yang digosipkan telah kembali.

Mahiru mungkin merasa tidak sabaran saat dia segera bangkit dan bergegas menuju pintu depan untuk menjauh dari Itsuki.

“Aku pulang, apa Itsuki ada di sini?”

“Selamat datang kembali. Akazawa-san sudah datang ke sini dari tadi.”

Sebuah suara mendekat dari sisi pintu masuk, dan Amane yang sambil memegang kantong kertas dari toko alat tulis yang tampaknya ia singgahi dalam perjalanan, muncul dalam sekejap dan menurunkan alisnya dengan penuh permintaan maaf saat melihat Itsuki.

“Ah gawat... maafkan aku Itsuki.”

“Jangan khawatir~ jangan khawatir~. Berkat itu aku bisa mengobrol santai dengan Shiina-san. Iya ‘kan, Shiina-san?

“Fufu, itu benar.”

Jika Amane ada di sini, mereka takkan bisa melakukan percakapan ini. Dalam hal itu, kepergian Amane yang tiba-tiba bukanlah hal yang buruk.

“... apa yang kalian berdua bicarakan?”

“Oh, kelihatannya ada yang cemburu nih ye~!”

“Siapa juga yang cemburu, bodoh!”

Ketika Amane menanggapi dengan sedikit kesal, hanya Itsuki saja yang satu-satunya menyadari bahwa Mahiru sedikit mengernyitkan keningnya.

(Aku yakin Shiina-san akan jauh lebih senang jika Amane jujur ​​mengatakan padaku kalau dirinya cemburu)

Itsuki mengerti bahwa Amane sangat pemalu dan tidak terlalu jujur, jadi dirinya paham betul kalau itu tugas yang mustahil, tetapi Itsuki masih membuat frustrasi melihatnya tidak dapat mengambil langkah pertama.

“… Jadi, apa yang sebenarnya kamu bicarakan?”

“Hmm, apa ya~? Itu sih rahasia.”

Entah itu karena reaksi Amane atau karena dia tidak berniat memberitahukannya sejak awal, Mahiru memohon kepadanya sebagai rahasia dengan mengangkat jari telunjuk ke mulutnya dengan nada suara yang sedikit nakal dan melenting.

 Amane menjadi lebih curiga saat dia menatap Mahiru dengan wajah penasaran.

“Fufu, tolong jangan ngambek begitu.... kami hanya membicarakan tentang episode Amane-kun yang menarik, kok?”

“Aku yakin itu pasti bukan sesuatu yang menarik, dan pastinya sesuatu yang memalukan, bukan!?”

“Entahlah~? Oh iya, Akazawa-san membawakan kue krim sebagai hadiah.”

“.... Aku takkan dikibuli dengan itu.”

“Kamu tidak menginginkannya?”

“Tentu saja mau!?”

Amane yang sepertinya ingin memakan kue krim, memelototi Mahiru. Tapi Mahiru masih mempertahankan senyum indahnya, dan mengarahkan Amane ke kamar kecil.

“Jika kamu ingin memakannya, silakan cuci tangan dulu.”

“… Awas saja, aku akan mencaritahunya nanti.”

“Jika kamu bisa, silakan saja. Kamu mau minum apa, kopi atau teh?”

“Kopi.”

“Baiklah kalau begitu, jangan lupa untuk cuci tangan dulu ya.”

Tatapan mata Itsuki bertemu dengan mata Mahiru, yang masih tersenyum berseri-seri dan bimbingannya yang cemerlang mendorong Amane ke kamar kecil.

“… Kalian berdua terlihat serasi, sungguh.”

Setelah memutar matanya seolah-olah dia baru saja mengingat kalau Itsuki juga ada di sana, Mahiru mengangkat dan memohon padanya dengan berbisik. “Tolong lupakan pembicaraan yang tadi.” Itsuki mengangkat bahunya dan memberinya senyum terbesarnya hari itu.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama