Bab 4 — Sejujurnya, Hatiku Cukup Terguncang
Ketika Masachika sampai di
rumahnya, ada teman masa kecilnya yang merupakan sosok gadis cantik berambut
hitam, berpenampilan rapi dan bersih, menyapanya dengan tiga jari. Seorang pembantu
imut menyambutnya ketika dirinya pulang ke rumah tempat dimana ia tinggal
sendirian. Kedua situasi tersebut akan terasa menarik bagi cowok otaku yang
sehat. Masachika sendiri merasa tidak keberatan dengan hal ini.
“Selamat datang kembali di
rumah, Masachika-sama.”
“O-Ohh....”
Itulah sebabnya, sekilas, ini
juga tampak seperti situasi mimpi bagi para otaku. Tepat di depan pintu masuk,
seorang gadis pembantu cantik yang merupakan teman masa kecilnya, menundukkan
kepalanya dengan gerakan yang indah. Rambutnya yang hitam dan tampak mengkilap
ketika tergerai di atas pakaian pembantunya, sosoknya yang terlihat elegan
tersebut benar-benar mirip seperti Yamato Nadeshiko. Tapi... lain lagi
ceritanya jika postur tubuhnya itu bukanlah membungkuk, melainkan sujud penuh dengan
kepala yang menyentuh tanah.
“… Kamu lagi ngapain, sih?”
Bukan hanya tiga jarinya saja, Ayano
justru menempelkan seluruh telapak tangannya ke lantai, dan menempelkan keningnya
di antara kedua tangannya. Sudah berapa lama dia menunggu dalam posisi itu?
Bahkan Masachika sendiri merasa terkejut dengan ini.
“Walaupun itu hanya sekedar
pertandingan, kali ini saya sudah bersikap lancang karena melawan
Masachika-sama—”
“Oi, oi, jangan hanya
menjelaskannya secara alami begitu saja. Pertama-tama, angkat kepalamu dulu.”
“Tidak, pertama-tama saya perlu
meminta maaf—”
“Jika kamu terus menundukkan
kepalamu di sana, aku tidak bisa melepas sepatuku, tau? Bukankah perilaku yang
tepat bagi seorang pembantu untuk menyambut majikannya terlebih dahulu?”
Ketika Ayano dengan keras
kepala menolak untuk mengangkat kepalanya, Masachika menghadapkan fakta
mengenai sikap sopan santun seorang pembantu. Dengan melakukan itu, Masachika
berharap hal itu bisa memaksanya untuk mengangkat kepalanya, tapi......teman
masa kecilnya ini sungguh berada di luar nalar.
“Silakan, anda bisa maju dan
melangkahi tubuh saya.”
“Oi, jangan memamerkan fetismu
dengan santainya. Satu-satunya karakter yang boleh mengatakan 'langkahi dulu tubuhku' hanyalah
karakter sampingan yang siap dibuang saja.”
“Dengan kata lain, saya harus
memulainya dari menjadi orang yang siap dibuang...?”
“Ya enggaklah.”
Setelah menyangkalnya dengan
wajah lurus, Masachika berjongkok sambil menghela napas. Dan setelah secara sadar
membuat ekspresi dingin, ia memanggil dengan suara serius.
“Ayano.”
“!!!”
Mungkin karena merasakan
sesuatu dari suara Masachika, Ayano dengan ragu-ragu mengangkat kepalanya.
Masachika bertanya pelan sambil menatap wajahnya.
“Kenapa aku yang majikan, harus
diberitahu tentang apa yang harus kulakukan oleh kamu, yang pembantu?”
“!!”
“Cepat berdiri.”
“Ya!”
Menanggapi instruksi Masachika,
Ayano segera berdiri dari posisi sujudnya. Setelah melihat hal itu, Masachika
akhirnya melepas sepatunya dan berkata sambil berjalan menuju pintu depan.
“Jika kamu mau meminta maaf
karena apa yang terjadi dalam pertandingan kuis, kamu tidak perlu meminta maaf
segala. Itu adalah sebuah kompetisi dan kita berdua sama-sama melakukannya
dengan jujur dan adil. Sebaliknya, aku mungkin akan lebih marah jika kamu
mengatakan kalau kamu menahan diri.”
“H-Hal semacam itu...”
“Benar, ‘kan? Oleh karena itu,
kamu tidak perlu meminta maaf segala.”
Setelah Masachika mengatakan
itu dan menepuk pundaknya, Ayano menerima tasnya dan berkata,
“Umm, mengenai jurus rahasia di
kelas—”
“Kalau itu sih jangan
diungkit-ungkit lagi.”
Dia mencoba mencungkil lukanya
dengan santainya, jadi Masachika mencegatnya dengan wajah lurus. Masachika
kemudian dengan cepat menuju ke kamar kecil untuk mencegahnya berbicara lebih
banyak lagi. Saat dirinya hendak kembali ke kamar setelah mencuci tangan dan
berkumur, Ayano menyodorkan baskom berisi handuk basah kepadanya.
“Silakan bersihkan keringat
anda di sini.”
“Oh terima kasih.”
Setelah dengan tulus berterima
kasih padanya, Masachika melepas seragamnya di kamarnya dan menyeka dirinya
dengan handuk basah. Tepat ketika dirinya sedang berganti pakaian santai,
terdengar ketukan di pintu, jadi ia mengizinkannya masuk.
“Permisi.”
Ayano yang masuk sambil menundukkan
kepalanya, dengan cepat dengan cepat mengambil baskom berisi handuk basah dan
seragam yang telah dilepas Masachika.
“Ah, sudah kubilang kamu tidak
perlu melakukannya...”
“Tidak, karena saya akan
sekalian membawanya ke kamar kecil.”
“Begitu ya, terima kasih.”
“Tidak, anda tidak perlu
berterima kasih segala.”
Sambil menjawab seperti itu, Ayano
dengan santai memeriksa saku dada kemeja yang diambilnya untuk memastikan bahwa
dirinya secara tidak sengaja mencuci sesuatu yang aneh. Gerakannya berhenti sejenak
dan tangan kanan Ayano menarik selembar kertas dari saku bajunya. Tidak, itu
bukan selembar kertas... itu adalah kupon foto bersama Nonoa, yang diambil dari
kafe pelayan yang dikelola oleh Sayaka dan Nonoa.
“Oh itu—”
Masachika yang segera menyadari
fakta tersebut, secara refleks meninggikan suaranya. Anehnya, pada saat yang
sama, Ayano membalikkan kupon di tangannya dan melihat permukaannya.
Seketika itu juga, pupil mata
Ayano melebar.
“Ngeri oi.”
Ayano menatap kupon tersebut
dengan mata tanpa ekspresi dan tidak fokus...., Ia ragu apakah bisa disebut
demikian, namun Ayano tetap menatap kupon tersebut hingga matanya terbuka
lebar-lebar. Perasaan bahaya merayap di tulang belakang Masachika saat melihat
pemandangan aneh itu.
(Lah?
Apa ini jangan-jangan... gambaran dari pekerja kantoran yang istrinya menemukan
kartu nama klub kabaret?)
Mengingatkan pada situasi yang
mungkin pernah dilihatnya dalam sinetron siang hari, Masachika berpura-pura tenang
dan menjelaskan situasinya.
“Ahh~ itu adalah kupon yang kudapat
saat melihat-lihat stan kelas 1-D dan 1-F. Awalnya aku hanya berniat untuk
makan saja, tapi aku malah menggunakan keberuntunganku untuk mendapatkan kupon
tersebut.”
Entah mengapa, meski dirinya
hanya berbicara tentang fakta, tapi rasanya ia hanya membuat alasan. Masachika
segera menutup mulutnya karena dirinya merasa bahwa semakin banyak dirinya
berbicara, hal itu akan terdengar seperti alasan saja.
Lalu, Ayano yang tidak
menunjukkan reaksi tertentu apakah dia mendengar penjelasan Masachika atau tidak...
bergumam pada dirinya sendiri dengan matanya yang hitam pekat.
“… Saya mengerti.”
“Tidak, maaf, tolong hentikan
itu, oke? Rasanya bahkan lebih menakutkan ketika mendengar kalimay 'Aku mengerti' dari seseorang dengan
pupil yang membesar daripada orang yang terus berteriak 'Kenapa'. Kamu sama sekali tidak mengerti, iya ‘kan?”
Bahkan tanpa melihat Masachika
yang mengatakannya dengan sedikit keengganan, Ayano menjawab acuh tak acuh
dengan suara tanpa emosi.
“Tidak ... ini hanya
menunjukkan bahwa anda tidak puas dengan pelayanan saya.”
“Sudah kubilang, dengerin dulu.
Ini bukan berarti aku tidak puas dengan hasil kerjamu dan berselingkuh dengan
pembantu lain atau semacamnya....”
Saat Masachika melakukan
pembelaannya, Ayano perlahan-lahan berbalik menghadapnya. Paling tidak,
Masachika merasa lega bahwa dia tampaknya cukup tenang untuk mendengarkan apa
yang ia katakan, dan Masachika membuat pembelaan yang berapi-api seraya
menegaskan bahwa menyamakan pelayan dari kafe pelayan dengan pembantu
profesional yang melakukan pekerjaan sehari-hari adalah salah.
“... jadi begitulah adanya. Apa
sekarang kamu sudah mengerti?”
“Ya, saya sudah mengerti.”
“Begitu ya, syukurlah kalau
begitu.”
Ayano mengangguk perlahan, dan
Masachika mengelus dadanya dengan lega... tapi sepertinya masih terlalu dini
untuk merasa lega.
“Saya gagal menjadi pembantu
karena sudah membuat anda peduli pada saya...!”
“Kamu sama sekali tidak
mendengar perkataanku, iya ‘kan!?”
Kepada Masachika yang berteriak
dengan jeritan, Ayano membungkukkan badannya yang memukau dengan matanya yang
hitam pekat, dan berkata dengan suara lirih.
“Malam ini…. saya akan
melakukan yang terbaik untuk melayani anda. Goshujin-sama.”
Deklarasi layanan oleh pembantu
imut. Hal ini merupakan situasi yang akan membuat setiap otaku bersemangat….
tetapi ketika Masachika mendengarnya, ia merasakan kalau sensasi merinding
menjalar di punggungnya.
◇◇◇◇
“...”
“...”
“... Oh, ada video baru yang
diunggah.”
“...”
(Aku
tidak bisa berkonsentrasi sama sekali!!)
Bahkan saat menjelajahi internet
di komputernya, Masachika tetap khawatir dengan apa yang ada di belakangnya.
Pada awalnya, ungkapan, “Saya akan melakukan terbaik untuk melayani”
membuatnya was-was, tapi untungnya, sejauh ini kelihatannya Ayano tidak
bertindak berlebihan. Hanya saja... dia berada di sudut ruangan sepanjang
waktu. Dia hanya berdiri diam di sana tanpa mengeluarkan suara apapun.
Namun, seperti yang diduga,
jangankan tatapannya, Masachika bahkan tidak bisa merasakan kehadirannya. Meski
tidak bisa merasakannya, tapi karena Masachika tahu kalau dia ada di sana, jadi
dirinya tidak bisa tenang. Terlebih lagi, ketika dirinya berbalik, ada mata
hitam yang menatapnya dengan intens. Memangnya ini genre horor?
(Se-Seriusan,
aku tidak bisa tenang...! Apa Yuki selalu menghabiskan waktunya dalam keadaan
seperti ini? Hebat juga dia bisa merasa tenang...)
Masachika merasa ngeri dengan keberanian
adik perempuannya, tapi dirinya segera berubah pikiran.
(Kalau
dipikir-pikir lagi, dulu aku juga merasa baik-baik saja. Kurasa karena aku sudah
terbiasa…. Kami berdua juga sama-sama sudah tumbuh dewasa)
Sejak meninggalkan keluarga Suou,
Masachika menjadi terbiasa sendirian di rumah. Selain itu, tak peduli seberapa
dekat mereka sebagai teman masa kecil, Masachika dan Ayano adalah pria dan
wanita yang sebaya. Masachika biasanya tidak menyadari hal-hal seperti itu,
tetapi tetap saja itu tidak sama ketika berurusan dengan Yuki.
(Jika
itu dia, aku sih tidak keberatan jika dia tetap di kamar... atau lebih
tepatnya, meskipun Ayano berusaha untuk bekerja keras, mana mungkin aku bisa
bermain secara terbuka...)
Seperti yang diduga, Masachika
tidak memiliki keberanian untuk membiarkan teman masa kecilnya berdiri terus
untuk menunggunya dan dengan tenang membaca manga di tempat tidur. Kemudian,
ketika Masachika berpikir kalau dirinya harus memberi Ayano istirahat,
“Ah~ Ayano?”
“Ya, goshujin-sama.”
“Terus berdiri seperti itu
pasti rasanya membosankan, bukan? Aku hanya menghabiskan waktu seperti biasa...
seperti yang sudah kubilang sebelumnya, kamu bebas melakukan apapun yang kamu
mau, oke?”
“Inilah kegiatan yang saya
inginkan.”
“Ah, begitu ya....”
Karena sudah seperti ini sejak
beberapa waktu yang lalu, jadi Masachika tidak bisa berbuat apa-apa.
“Atau lebih tepatnya, maksud
dari panggilan 'Goshujin-sama' itu
...”
“... memangnya ada masalah
dengan itu?”
“Tidak, hanya saja aku merasa
tidak bisa tenang...”
Ketika Masachika mengatakan hal
itu dengan cara yang ambigu, Ayano menatapnnya dengan mata terbelalak.
“Tapi ... Anda dipanggil begitu,
‘kan? Oleh wanita selain saya dengan panggilan goshujin-sama.”
“Eh, bagian itu yang membuatmu
merasa jengkel?!”
Masachika bertanya balik dengan
wajah datar, tetapi Ayano tidak memberikan jawaban. Tidak, jika ia mendengarkan
dengan seksama, Ayano sepertinya menggumamkan sesuatu di mulutnya. Masachika
tidak bisa mendengarnya karena jaraknya yang jauh, tapi... pemandangan seorang
gadis cantik dengan wajah tanpa ekspresi yang mirip seperti boneka dan pupil
mata yang membesar seraya menggumamkan sesuatu di mulutnya merupakan pemandangan
yang mengerikan. Tidak peduli bagaimana Masachika melihatnya, dia sepertinya
sedang melantunkan kutukan, jadi Masachika diam-diam menghadap ke depan.
(Ah~
aku tidak bisa istirahat dengan tenang)
Dan sambil mengatakan hal ini
di dalam hatinya, Masachika dengan santai mengangkat bahunya. Seketika itu
juga, sebuah kehadiran berguncang di belakangnya, dan rasa bahaya menjalar di
tulang belakang Masachika. Seketika itu juga,
“Goshujin-sama.”
“O-Ohh, ada apa?”
Ada suara terdengar di
belakangnya, dan Masachika dengan kikuk mendongak dengan bahu kanannya masih
terangkat. Kemudian, Ayano yang masih dengan sorot matanya yang hitam pekat,
berkata pelan dengan kekuatan misterius.
“Jika anda tidak keberatan,
izinkan saya untuk memijat anda.”
“…Memijatku?”
“Ya, sepertinya bahu
goshujin-sama mulai terasa kaku. Mungkin karena anda sedang sibuk akhir-akhir
ini, jadi jika anda tidak keberatan, izinkan saya melakukannya.”
“Ah, ahhh~... begitu rupanya.”
Dia menawarkan diri untuk
memijat bahu majikannya yang kelelahan. Hal ini sungguh memuaskan dan tampaknya
merupakan ide yang bagus untuk dilakukan. Akan tetapi……
(Yup,
aku mempunyai firasat buruk tentang hal ini)
Mempertimbangkan pernyataan sebelumnya
tentang “Melayani dengan sekuat tenaga”,
sebagai seorang otaku, ia tidak punya pilihan lain selain harus berhati-hati.
Masachika merasa bahwa itu takkan selesai hanya dengan pijatan saja.
“Yah, itu ada benarnya juga
sih... hmmm~”
“Saya sudah sering melakukan hal
ini kepada Yuki-sama secara teratur, dan hal tersebut mendapat sambutan yang
sangat baik.”
“Bahkan Yuki juga? Ah, kalau
memang begitu…. bisakah aku memintamu untuk melakukannya?”
Masachika mempertimbangkan
kembali apakah ia harus menerima tawarannya di sini untuk menghilangkan
keinginan Ayano untuk melayani. Jika itu adalah pijatan yang dia berikan kepada
Yuki, itu pasti bukan sesuatu yang aneh-aneh…..
“Kalau begitu, silakan
berbaring di tempat tidur.”
(Aku
benar-benar memiliki firasat buruk tentang hal ini)
Masachika hampir saja
menceploskan hal itu secara tak sengaja.
“Tidak, jika kamu ingin memijat
bahuku, bukannya cuma duduk di kursi saja masih bisa ...?”
“Mumpung ada kesempatan, mari
meredakan kekakuan di sekujur tubuh Anda.”
“Ohhoo, sekujur tubuh, ya?”
“Ya, badan anda akan merasa
enteng, loh?”
“Apa kamu mengincar itu dengan
sengaja?”
“Maaf, apa yang anda maksud?”
Masachika menatap Ayano yang
memiliki tanda tanya di atas kepalanya. Namun, ia tidak bisa membaca pikiran
batinnya karena ekspresinya yang tanpa ekspresi, dan matanya, yang seharusnya
menjadi satu-satunya cara untuk menunjukkan emosinya, kini gelap gulita dan
Masachika tidak bisa membaca apapun.
(Sudah
kuduga, rasanya masih ngeri, oi. Hei, kenapa warna matanya bisa jadi hitam
pekat begitu? Perasaan macam apa yang dia rasakan?)
Untuk beberapa alasan, Masachika
merasa takut akan terjadi sesuatu jika ia menolaknya, jadi dirinya jatuh
tertelungkup di atas tempat tidur dengan cemas. Kemudian Ayano mengangkangi
punggungnya, sambil berkata 'permisi',
dan punggung Masachika langsung menegang.
(Se-Semuanya
akan baik-baik saja. Bahkan jika dia menekan tubuhnya di atas tubuhku dengan cara
yang aneh atau menyentuhku di tempat berbahaya, aku pasti tidak peduli sama
sekali! Aku benar-benar tidak peduli sama sekali!!)
Masachika sudah membulatkan
tekad untuk menerima tantangan dari pijatan Ayano.... tapi kesimpulannya, itu
hanyalah pijatan yang sangat menyehatkan. Apalagi tanpa ada kontak fisik yang
berlebihan.
“Ahh... rasanya sungguh nikmat
sekali.”
“Saya turut senang
mendengarnya.”
“Ah terima kasih. Dan juga
maaf, karena sudah menjadi otaku berotak busuk.”
“Hmm?”
Masachika bisa merasakan bahwa
Ayano memiliki tanda tanya di seluruh wajahnya, tetapi ia tidak mengatakan
apapun secara detail karena dirinya hanya memendam rasa bersalah. Mana mungkin
Masachika bisa mengatakan bahwa dirinya berharap ada perkembangan di mana Ayano
dapat memijat tubuh bagian bawahnya
yang mengeras setelah selesai memijat sekujur badannya.
“Kalau begitu, saya akan
menyiapkan makan malam dulu, ya?”
“Oh terima kasih...”
“Lalu, saya permisi dulu.”
Sambil memastikan dari ujung
penglihatannya bahwa Ayano sudah pergi tanpa suara, Masachika dengan lesu
mengistirahatkan tubuhnya di tempat tidur.
Bahu dan pinggul yang dipijat Ayano
berangsur-angsur menimbulkan panas yang menyenangkan, dan entah bagaimana Masachika
tidak bisa memaksakan tubuhnya untuk bergerak. Ketika dirinya merasa sangat
nyaman seraya ingin membenamkan diri dalam keadaan nikmat tersebut, panas yang
menyenangkan itu menyebar ke seluruh tubuhnya dan kelopak matanya menjadi
berat……
“—sama, goshujin-sama.”
“Fhuaa?”
Ketika ada seseorang yang dengan
ringan mengguncang bahunya, Masachika perlahan-lahan membuka matanya dan mulai
sedikit panik ketika melihat Ayano mengintip ke arahnya dengan sorot matanya
yang hitam pekat.
“... Ayano?”
“Ya, saya Ayano milik
goshujin-sama.”
“... Maaf, sepertinya aku
ketiduran ya?”
“Anda pasti sangat kelelahan.
Karena makan malamnya sudah siap, anda mau melakukan apa dulu? Apa anda ingin
mandi dulu? Atau mungkin—”
“Aku akan makan malam dulu.”
“... Begitukah?”
Masachika dengan cepat bangkit
karena merasa kalau Ayano akan membuat beberapa komentar yang mengganggu.
Ketika beranjak ke dalam ruang tamu, semua makanan sudah tersaji rapi di atas
meja.
“Karena anda terlihat kelelahan,
jadi saya menyajikan shabu-shabu dingin.”
“Oh, kayaknya enak tuh. Karena
hari ini cukup panas untuk bulan Oktober... aku bahkan melakukan cosplay
segala.”
Hanya saja, ada satu hal yang
Masachika khawatirkan.
“... kenapa cuma ada bagianku
saja?”
Ketika Ia bertanya sambil
melihat ke arah makanan di atas meja yang hanya disiapkan untuk satu orang,
Ayano menjawab seolah-olah itu hal yang wajar.
“Seorang pembantu tidak boleh
makan di meja yang sama dengan majikannya.”
“Tidak, lakukan saja. Bukannya kamu
biasa melakukannya.”
“Malam ini saya berbeda dari
biasanya.”
“Kedengarannya agak keren kalau
kamu mengatakannya seperti itu.”
“... Karena merebus dagingnya
lagi membutuhkan waktu yang lama, jadi tolong jangan terlalu khawatir.”
Saat dia mengatakan ini, dia
dengan cepat menarik sebuah kursi, sehingga Masachika tidak punya pilihan lain
selain duduk. Ayano kemudian pergi ke penanak nasi yang ada di dapur.
“Kira-kira mau berapa banyak
nasi yang anda inginkan?”
“Ah, yah, yang seperti biasa
saja.”
“Dimengerti.”
Kemudian, dia buru-buru membawa
nasi dengan cara yang elegan dan indah. Setelah menuangkan lebih banyak air ke
dalam cangkir, dia secara alami berdiri secara diagonal di belakang Masachika.
“...Itadakimasu.”
“Ini, silakan”
Daging babi shabu dan banyak
sayuran mentah yang ditaburi saus ponzu dibawa ke dalam mulutnya. Renyahnya
sayuran dan lembutnya daging babi dipadukan dengan saus ponzu, dan setelah
ditambah nasi putih yang hangat, hal itu menciptakan cita rasa yang sempurna di
mulutnya.
“…Rasanya lezat sekali”
“Terima kasih banyak.”
Yap, tidak salah lagi kalau
rasanya enak. Namun, Masachika masih khawatir dengan bagian belakangnya. Kain
lap dan bumbu-bumbu diletakkan di tangan pada saat yang tepat, air dan nasi
ditambahkan, dan piring-piring disimpan dengan rapi setelah makanan siap
disajikan. Hal tersebut seharusnya menjadi pelayanan yang paling sempurna,
tapi... Masachika tidak bisa berkonsentrasi pada makanannya.
(Hmm~,
hal ini seharusnya menjadi hal yang lumrah saat aku berada di keluarga Suou,
tapi... sudah kuduga, inderaku telah berubah menjadi lidah rakyat jelata)
Saat ia sedang memikirkan
hal-hal seperti itu, suara Ayano memanggilnya dari arah belakang.
“Goshujin-sama, jika Anda tidak
keberatan, bagaimana kalau saya membersihkan telinga Anda?”
“Me-Membersihkan telinga?”
“Ya”
Walaupun mulutnya bertanya, “Bagaimana menurut anda?”, tapi Ayano sudah
duduk di kursi di sebelah Masachika dan menepuk-nepuk pahanya sambil berkata, “Silakan.”
(Uhm...
bukannya ini sudah termasuk pemaksaan?)
Masachika tidak memiliki
pilihan lain untuk menolaknya jika dia masih menatapnya dengan sorot mata hitam
pekatnya.
“Kalau begitu... tolong, ya.”
Sambil mengatakan itu,
Masachika dengan malu-malu meletakkan kepalanya di paha Ayano, dan sensasi
lembut serta aroma lembut merangsang rongga hidungnya.
(Ughhh...
membersihkan telinga dengan seragam pelayan, lagi-lagi suasanya mirip seperti
suasana toko yang mencurigakan...)
Ketika tubuhnya menegang
sembari memikirkan hal semacam itu, pembersihan telinga pun dimulai sambil
diiringi suara yang berkata, “Permisi.”
(Ah...
tapi ini juga terasa nikmat...)
Masachika tidak tahu sudah
berapa lama sejak seseorang membersihkan telinganya, tapi ternyata rasanya
lebih baik dari yang ia harapkan. Jari-jemari ramping Ayano dengan lembut
membelai kepala dan pipinya, rangsangan yang indah menyerang telinganya dengan
sensasi sedikit menggelitik. Pada awalnya, punggungnya terasa seperti akan
bergidik, tapi lambat laun rangsangan itu terasa sangat menyenangkan sehingga
membuatnya ingin terus melakukannya.
(Ah~
rasanya sangat enak sekali... entah kenapa rasanya bikin hati lega...)
Sentuhan hangat Ayano di
pipinya dan kenyamanan dalam membersihkan telinganya membuat Masachika
berangsur-angsur terpesona... dan pada saat itu juga tangan Ayano menjauh dari
telingannya.
“Ya sudah selesai, lalu bisakah
anda menghadap ke arah lain?”
“Eh? Ahh...”
Sambil merasa sedikit kecewa,
Masachika dengan santai membalikkan badannya. Lalu, setelah pandanganya
tertutupi oleh pakaian pembantu Ayano, Masachika akhirnya baru menyadarinya.
(Loh?
Ini... bukannya ini posisi yang cukup canggung?)
Mungkin sulit untuk mengenalinya
karena dia mengenakan pakaian pelayan, tetapi jika dipikir-pikir dengan tenang,
ujung hidung Masachika kemungkinan terkubur di perut bagian bawah Ayano. ‘Ini sih... tidak peduli bagaimana kamu melihatnya,
bukannya ini sedikit buruk?’ Tepat ketika ia memikirkan hal itu, suara
pembersihan telinga dimulai kembali, dan Masachika sekali lagi dilemahkan oleh sensasi
yang sangat membuatnya nyaman.
(Fwaaaah...
haa, yah, masa bodo lah...)
Seraya terlena dalam sensasi
kenikmatan, Masachika memutuskan, “Kalau
itu sesuatu yang menggangguku, kurasa aku bisa memejamkan mataku,” dan
menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Ayano. Kehangatan dan sensasi yang terasa
di pipinya dan ujung hidungnya membuatnya merasa seolah-olah kepalanya dipeluk dengan
lembut oleh Ayano... Masachika menghabiskan waktu yang membahagiakan.
“... rasanya sungguh nikmat
sekali.”
Setelah kembali ke kamarnya,
Masachika tanpa sadar bergumam demikian. Memanfaatkan fakta bahwa Ayano sedang
makan dan tidak berada di kamarnya, ia pun menikmati sensasi menyenangkan yang
tersisa di telinganya. Sama seperti itu, Masachika ingin menghabiskan waktu
bermalas-malasan….tapi tiba-tiba dirinya teringat dan segera berdiri.
(Oh
iya, lebih baik aku harus mandi sekarang selagi masih ada kesempatan)
Dari segi waktu, Ayano mungkin
sedang mencuci piring sekarang. Bagian yang paling mengkhawatirkan dari Waktu
Pelayanan Super Ayano (dinamai oleh
Masachika) adalah masalah mandinya. Masachika memahami hal tersebut. Jika
dirinya mandi saat Ayano sedang senggang, dalam sembilan dari sepuluh kasus,
dia akan berkata, “Saya akan membasuh
punggung anda.”
(Air
mandinya akan segera mendidih, jadi mendingan cepat masuk sementara Ayano
mengerjakan pekerjaan rumah.)
Setela memutuskan begitu,
Masachika meninggalkan kamarnya dengan membawa pakaian ganti. Ia menyembunyikan
pakaian ganti di balik punggungnya dan berpura-pura pergi menuju kamar kecil.
Ia kemudian meletakkan pakaian gantinya di keranjang pakaian dan menutup pintu
untuk berjaga-jaga, tapi…. ternyata Ayano sudah ada di sana.
“Uwaahh!?”
“Saya akan membasuh punggung
anda.”
“Sudah kuduga, pasti bakalan
begini!?”
Masachika secara refleks melontarkan
tsukkomi pada perkembangan yang sangat mudah ditebak tersebut.
“Tidak, itu sih enggak boleh!
Kalau dipikir-pikir secara normal,itu tetap enggak boleh!”
“Anda tidak perlu cemas. Karena
persiapan saya sudah sempurna.”
Ayano tidak menggerakkan
alisnya pada penolakan tegas Masachika dan mulai melepas pakaian pembantunya di
tempat.
“Oi, tunggu, apa yang kamu
lakukan—”
Sementara Masachika mengatakan
itu, pakaian pembantu Ayano jatuh ke lantai dengan suara gedebuk—— dan yang muncul
adalah baju renang yang pernah ia lihat di pantai. Oh, dan senjata juga.
Sepasang kaus kaki setinggi lutut, pakaian renang, hiasan kepala, dan senjata.
(Hmm~,
dasar maniak)
Semantara Masachika memikirkan
kesan bodoh semacam itu, Ayano melepaskan senjata dan juga kaus kakinya, lalu
pergi ke kamar mandi terlebih dahulu.
“Eh, tunggu—”
Tanpa berhenti sedikit pun,
pintu kamar mandi sudah tertutup dan Masachika membeku.
“... Eh, apa maksudnya aku bisa
masuk tanpa terlalu khawatir?”
Jika dilihat berdasarkan apa
yang Masachika alami sejauh ini, Ayano takkan menyerah meskipun dipaksa. Jika
Masachika tidak masuk, dia pasti akan menunggunya di kamar mandi untuk waktu
yang lama.
(Uh-Uhm~~,
tidak tapi, hmmm... karena dia memakai baju renang, kurasa oke-oke saja? Lagian,
kenapa baju renang itu bisa ada di sini? Apa dia meninggalkannya di kamar
Yuki?)
Bagian itu masih menjadi sebuah
misteri, tetapi fakta bahwa Ayano mengenakan baju renang, itu berarti dia
memahami norma kesopanan. Nyatanya, sampai sekarang, Masachika hanya
berhati-hati atas kecerugiaannya sendiri, dan sama sekali tidak ada yang
mencurigakan. Ada satu insiden selama liburan musim panas, ketika dia
memperlihatkan dirinya dalam keadaan telanjang di hadapan Masachika, tetapi
tampaknya dia sudah menyesali kejadian waktu itu. Jika memang begitu masalahnya...
Masachika merasa mungkin ia harus mempercayai Ayano dan tetap meladeninya
sampai dia puas...
(Tidak,
yah, ya. Sejujurnya, pijatan dan pembersihan telinga tadi terasa sangat bagus
sampai-sampai aku bahkan mulai tertarik dengan punggungku yang dibasuhnya)
Seingat Masachika, punggungnya
tidak pernah dibasuh oleh seseorang. Apa yang akan terjadi jika Ayano, yang sudah
menunjukkan keahliannya dalam memijat dan membersihkan telinga, kini berusaha
membasuh punggungnya? Masachika merasa sedikit bersalah, tapi ia tidak bisa
menghentikan rasa penasarannya. Alhasil, Masachika menanggalkan pakaiannya
setelah beberapa saat merasa ragu dan melilitkan handuk di pinggangnya sebelum
masuk ke kamar mandi.
Ia kemudian dengan tenang
memberi tahu Ayano, yang sudah menunggunya sambil berjongkok di belakang kursi
mandi.
“Kamu hanya membasuh punggungku
saja oke. Setelah itu selesai, kamu harus keluar, paham?”
“Iya, saya mengerti..... tapi
jika anda tidak keberatan, bagaimana kalau saya mengeramasi rambut anda dengan
sampo?”
“Hmm? Ah, yah tidak apa-apa...
kalau begitu, tolong.”
Masachika duduk di kursi kamar
mandi, berusaha sebisa mungkin untuk tidak melihat ke arahnya. Ayano kemudian
dengan cepat menyalakan pancuran air dan mulai membasuh kepala Masachika setelah
suhu air naik. Begitu dia mengawalinya dengan keramas.....
(Uwaahh,
seriusan, nih. Gosokannya juga terasa mantep banget...)
Sampo diberikan setelah
membilas rambut dengan kucuran air. Sensasi yang dirasakan tidak kalah
nikmatnya dengan pijatannya. Jari-jemari ramping Ayano menggosok dan
memijit-mijit rambutnya dengan kekuatan yang luar biasa, merangsang kulit
kepalanya dan membuatnya merasa sangat nyaman.
“Apa tenaga yang saya kerahkan segini
sudah cukup?”
“Oh, ini sudah sempurna.”
Setelah menanggapi sambil memejamkan
matanya, Masachika berkonsentrasi pada sensasi sentuhan di kepalanya.
(Apa
jangan-jangan Yuki melakukan ini setiap hari...? Kalau memang begitu, aku
benar-benar iri padanya. Tidak, tapi dengan rambutnya yang sepanjang itu, Ayano
pasti bakal kesusahan...)
Sembari memikirkan hal semacam
itu, waktu yang membahagiakan berlalu begitu saja. Dan lagi-lagi, kali ini
juga, sesuatu yang tak senonoh tidak terjadi sama sekali.
Seperti yang dijanjikan, Ayano
hanya mengeramasi rambut Masachika dan membasuh punggungnya, setelah itu dia
segera meninggalkan kamar mandi. Dan yang pasti, tidak ada perkembangan
seperti, “kalau begitu selanjutnya saya akan
membasuh bagian depan juga.”
(...Yup,
sepertinya aku terlalu banyak mengkhayal)
Usai mandi, Masachika merasa canggung
dan malu di kamarnya. Dibuat cenat-cenut oleh kata-kata Ayano, “Melayani dengan sekuat tenaga,” dan pengetahuan
otakunya sendiri, Masachika jadi terlalu banyak berkhayal sesuatu yang tidak
senonoh. Fakta bahwa dia memanggilnya “Goshujin-sama”
dengan sorot matanya yang hitam masih mengganggu Masachika, tetapi Ayano
mungkin hanya melakukan apa yang biasa dia lakukan pada Yuki melintasi batas
gender.
Selain itu, dia juga sudah mempersiapkan
diri dengan baik termasuk baju renang, mengingat mereka berdua merupakan lawan
jenis. Ayano hanya merawatnya sebaik mungkin dengan segala harga dirinya
sebagai pembantu, tetapi otak wibunya yang busuk itu justru harap-harap cemas
dan memiliki fantasi-fantasi yang aneh....
“Ya, aku mulai merasa seperti
mau mati saja ☆”
Di dalam belaknya, Yuki dalam
bentuk setan kecil berkata, “Sebenarnya
kamu mengharapkan perkembangan yang mesum, ‘kan? Iya ‘kan? Dasar si otak
cabul~” dan meledeknya sambil cekikikan, tapi Maria dalam wujud malaikat
chibi membelanya “Karena kamu laki-laki,
wajar saja jadi mengharapkannya iya ‘kan~” Masachika merenungi keadaannya
secara mendalam. Lalu,
“Goshujin-sama,
apa saya boleh masuk?”
“Ah, iya.”
Terdengar suara ketukan di
pintu dan Masachika menegakkan postur tubuhnya yang lesu.
“Permisi. Saya membawakan susu
panas untuk anda.”
“Oh, terima kasih... kamu sangat
perhatian sekali.”
Ketika Masachika membawa
cangkir yang diterimanya ke mulutnya, manisnya madu dan susu menyebar di
mulutnya, dan ia tidak bisa menahan senyumnya. Entah bagaimana hal itu
menghangatkan hatinya, dan Masachika secara alami berterima kasih padanya.
“Makasih banyak ya, Ayano.”
“Tidak, ini bukan perkara
besar.”
“Bukan hanya ini saja... tapi
juga karena kamu selalu menjaga Yuki.”
“??”
Masachika terus melanjutkan seraya
menatap permukaan susu sambil merasakan Ayano memiringkan kepalanya.
“Hari ini, kamu sudah merawatku
dengan sekuat tenaga... Rasanya aku bisa tahu seberapa banyak kamu selalu
memikirkan Yuki. Ketika aku berpikir bahwa kamu pasti bekerja sangat keras untuk
merawat Yuki,…. aku benar-benar ingin mengucapkan terima kasih.”
Di sana, senyum Masachika
berubah menjadi sedikit getir.
“Sebenarnya, itu seharusnya
menjadi peranku untuk merawat dan melindungi Yuki... Aku benar-benar tidak
layak sebagai seorang kakak.”
“Hal seperti itu—”
“Itulah kenyataannya. Apa pun
alasannya, hal itu tetap tidak mengubah fakta kalau aku membebankan semuanya
kepada Yuki dan meninggalkan keluarga Suou. Dan bahkan sekarang, aku berusaha
menjadikan Alya sebagai ketua OSIS, bukan dia, karena aku terdorong oleh
perasaan yang tidak kumengerti... jadi
kurasa aku bahkan tidak memenuhi syarat untuk berterima kasih.”
Sambil mengatakan itu,
Masachika menatap Ayano dengan senyum lembut yang mengandung sedikit kepahitan.
Selagi menatap langsung kea rah matanya, Masachika kemudian berbicara dari
lubuk hatinya yang paling dalam.
“Meski begitu, terima kasih
banyak. Kamu terus mendukungnya dan memikirkannya lebih dari siapapun. Aku
sangat senang tentang itu. Mulai sekarang... aku berharap kamu akan terus
menjadi sekutu terbaiknya.”
Mata Ayano membelelak setelah
mendengar perkataan Masachika. Cahaya kehidupan kembali ke dalam sorot matanya
dan kemudian... Ayano tersenyum tipis.
“Perkataan anda terlalu
berlebihan untuk saya. Masachika-sama.”
Masachika balas tersenyum
menanggapi jawaban yang penuh emosi tersebut. Suasana tenang menyelimuti mereka
dan Masachika meneguk susu ke dalam mulutnya.
“Susu ini rasanya enak. Apa
Yuki juga menyukainya?”
“Ya. Dia sangat menyukainya.”
“Begitu ya... Kalau
dipikir-pikir, aku belum banyak mendengar tentang Yuki darimu, ya.”
“Jika anda berkenan, saya bisa
menceritakannya sebanyak yang anda inginkan.”
“Ahh, kalau kamu tidak masalah,
aku ingin mendengarnya.”
Mereka berdua saling tersenyum,
lalu mereka mulai mengobrol tentang Yuki untuk sementara waktu. Lalu, ketika
Masachika kehabisan susu panas, Ayano melihat jam tangannya dan bangkit dari
tempat tidur.
“Saya rasa sekarang mungkin
sudah waktunya bagi anda istirahat.”
“Ah, benar juga... mulai besok aku
juga akan sibuk. Susu panasnya cukup menghangatkanku dengan baik, jadi kupikir
aku akan istirahat lebih awal hari ini.”
“Begitukah? .... Lalu, apa anda
ingin menambah lagi?”
“Tidak, terima kasih. Hanya
segelas ini saja sudah cukup.”
Begitu menerima cangkir kosong
dari Masachika, Ayano mengedipkan matanya seolah-olah dia tiba-tiba baru
kepikiran sesuatu.
“Oh iya, Masachika-sama.”
“Hmm?”
“Apa anda ingin mencoba bantal
oppai?”
“Kamu malah menghancurkan
suasana, dasar bego!!”
“Padahal Yuki-sama sangat
menyukainya.”
“Dasar adik bego itu!!”
Raungan Masachika bergema di
udara yang tenang. Kemudian ponsel Masachika berdengung dan sebuah pesan dari
Yuki yang mengatakan 'Entah kenapa, aku
jadi ingin meminta maaf padamu' muncul di layar.
……Ngomong-ngomong, Masachika
menolak tawaran bantal oppai Ayano. Meskipun ia sangat tertarik dengan hal itu,
tetapi dirinya berhasil menolak dengan tekad baja.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya