Roshidere Jilid 6 Chapter 3 Bahasa Indonesia

Bab 3 — Aku Lebih Serius Daripada Saat Acara Debat

 

“Dibilangin, aku minta maaf. Jangan cemberut begitu terus, sih.”

“Aku sama sekali tidak cemberut, kok.”

Masachika, yang meninggalkan ruang kelas sambil dicap sebagai pasien chuunibyou oleh semua siswa dari kelas 1-A, berjalan tanpa tujuan menyusuri lorong sembari berusaha memperbaiki suasana hati Alisa yang masih dalam keadaan merajuk.

Yah, kalau dipikir-pikir, Masachika bisa mengerti ketidakpuasan Alisa. Dilihat dari kehebohan dari para penonton yang terdengar, pertandingan balas dendam memancing yo-yo Alisa pasti sangat spektakuler. Meski begitu, setelah mencoba dan gagal berulang kali, dia akhirnya berhasil menangkap yo-yo tersebut, dan ketika dia berbalik dengan rasa pencapaian... kedua orang yang ikut berkeliling bersama tidak melihat keadaan pertempuran hebatnya sama sekali, dan justru asyik bermain bersama dengan gembira, meninggalkan Alisa sendirian. Jika Takeshi dan Hikaru melakukan hal yang sama, bahkan Masachika akan merasakan terasingkan dan sakit hati.

Padahal kamu adalah partnerku...

“... Tolong berhenti bergumam dalam bahasa Rusia, itu membuatku takut, tau.”

Karena hal itu membuat dadanya sesak dalam artian yang berbeda.

“Tidak, umm... mungkin kedengarannya ini hanya alasan saja, tapi…. Aku juga sebenarnya ingin menontonmu yang memancing yo-yo, tau? Tapi ada banyak orang yang mengerumunimu, iya ‘kan? Kamu juga sudah menjadi sangat populer, jadi...”

Ketika Masachika mengatakan itu dengan tergesa-gesa, Alisa melirik Masachika sambil memain-mainkan rambutnya.

“...Meski kamu bilang begitu, tapi kelihatannya kamu menjadi jauh lebih bisa diandalkan di kelas, ya.”

“Hah? Apanya?”

“Pada saat kamu bertugas di shift barusan... bukannya kamu secara alami bertanggung jawab atas proyek kelas?”

“....Ahh”

Setelah diberitahu begitu, memang ada benarnya juga. Belakangan ini, sebagai anggota panitia persiapan festival sekolah, Masachika sering memberikan instruksi kepada seseorang, jadi ia tidak terlalu menyadarinya.

Namun, jika dipikir-pikir dengan tenang, reputasi Masachika di kelas hingga semester pertama adalah “otaku bodoh dan tidak serius”. Meskipun dirinya tidak diejek secara langsung, Masachika jelas-jelas terlihat “lebih rendah” karena ia berasal dari kalangan keluarga kelas menengah.

Masachika sendiri tidak terlalu terganggu oleh hal tersebut. Sebaliknya, dirinya justru merasa lebih baik dipandang rendah sampai batas tertentu, demi membangun hubungan yang mulus dengan orang-orang di sekelilingnya. Sama seperti kata pepatah, “Paku yang menonjol akan dipalu,” atau “Elang yang bijak akan menyembunyikan cakarnya.” Jika dirinya menonjol dengan cara yang aneh, mereka akan mewaspadainya; sebaliknya, jika mereka meremehkannya, mereka akan mengendurkan kewaspadaan dan membuatnya lebih mudah masuk ke dalam hati mereka.

Dirinya hanya bisa menunjukkan kegunaannya setelah berhasil masuk ke dalam hati mereka. Orang yang mengerti akan mengubah tanggapannya, dan bagi orang yang tidak, dirinya bisa saja berinisiatif dengan menyanjung mereka... Selain karena alasan tersebut, ada juga fakta bahwa terlalu merepotkan kalau mereka memiliki harapan yang aneh-aneh.

“Setelah kamu bilang begitu ... kurasa ada benarnya juga.”

Masachika tidak ingat menunjukkan kegunaannya, tapi dirinya merasa evaluasi orang-orang terhadap dirinya telah berubah di kelas tanpa ia sadari. Ketika berpikir mengenai apa yang menjadi pemicunya…, tak perlu dikatakan lagi bahwa semuanya berawal ketika dirinya bergabung dengan OSIS.

“Sudah kuduga, bukankah sambutan pada upacara penutupan memberi dampak yang besar?”

“Ehh? Ahh~...mungkin saja begitu.”

Mendengar kata-kata Alisa, Masachika berpikir sejenak sebelum mengangguk.

Jika diingat-ingat kembali, saat itu Masachika membuat pernyataan di hadapan semua siswa, dan mengatakan sesuatu seperti, “Sebenarnya aku adalah wakil ketua OSIS bayangan di sekolah SMP.”

Faktanya, bahkan saat menjadi anggota OSIS di sekolah SMP, Masachika hanya melakukan sesuatu di balik layar. Yuki terlalu bisa diandalkan sebagai partner, jadi dirinya bergerak di belakang layar, tapi di bagian depannya ditutupi oleh Yuki yang kompeten, jadi semuanya berjalan dengan lancar tanpa ada yang menyadarinya. Itulah sebabnya sebagian besar siswa bahkan tidak ingat kalau dirinya adalah wakil ketua OSIS sampai ia sendiri yang mengungkapkan identitasnya dalam sambutan tersebut. Bahkan teman-teman sekelasnya tidak terkecuali.

“Hal itu membuat reputasiku menjadi sedikit naik… Dan begitu semester kedua, dimulai sambil melakukan berbagai hal sebagai anggota panitia persiapan festival sekolah, hal itu secara alami membuatku mendapat perhatian, ya? Meski rasanya aneh walaupun aku sendiri yang bilang, sih…”

“Bukannya memang begitu? Kamu terlihat lebih diandalkan daripada aku.”

“Tidak... Yah, ada juga cerita yang membuat orang lain kepikiran untuk gampang menyerahkan hal-hal yang merepotkan padaku, tau.”

Entah bagaimana, Masachika merasa bahwa itu akan menjadi percakapan yang membahas tentang menjadi cocok sebagai partner lagi, jadi Masachika membuat lelucon ringan.

“Tapi... begitu rupanya. Kompetensi adalah sesuatu yang tidak bisa kamu sembunyikan, ya.”

Saat Masachika menunjukkan senyum nihilistik sambil menggaruk-garuk kepalanya,

Padahal aku berharap kalau kamu bisa menyembunyikannya sedikit lebih lama lagi

Alisa berbisik dalam bahasa Rusia sambil memalingkan muka dengan wajah cemberut.

“...Sudah kuduga, kamu pasti sedang marah, ‘kan?”

“Enggak kok? Aku hanya berpikir kamu mungkin sudah melupakan janjimu kepadaku.”

“Janji?”

Masachika memiringkan kepadanya tanpa mengetahui apa yang sedang dia bicarakan... tapi Alisa memelototinya dan buru-buru mengingatnya. Kemudian, percakapannya dengan Alisa di tangga dekat ruang musik mulai terlintas di benaknya.

“Uh, a-aaah~, apa jangan-jangan mengenai itu? Berkeliling festival sekolah bersama-sama... eh, bukannya sekarang kita sedang begitu?”

“Yang begini sih... Tidak dihitung. Karena aku tidak diundang olehmu.”

“Eh, memangnya bagian itu penting?”

“Ya penting lah. Pertama-tama, aku tidak mengatakan kalau kita akan pergi bersama-sama. Aku hanya mengatakan, 'Buat aku bersenag-senang selama festival sekolah nanti.'

Dengan kata lain, itu berarti dia tidak merasa bersenang-senang saat ini…., mengingat situasi sebelumnya yang membuat Alisa merasa jengkel, Masachika tidak bisa berkata apa-apa.

Lagian, kita tidak sedang berdua

(Ah, ya... Seyana*) (TN: Dialek kansai yang artinya benar juga :v)

Jangan langsung berjalan-jalan... Ajak aku dengan benar dulu

(Maaf)

Dengan cara yang lebih romantis

(Jangan menaikkan rintangannya terlalu tinggi oi)

Rupanya, Alisa menginginkan Masachika mengajaknya dalam bentuk kencan formal. Dilihat dari sikap Alisa, sepertinya dia ingin mempertahankan posisi seperti seorang putri “Jika kamu mau mempermalukan dirimu sendiri malumu dan mengajakku kencan, aku tak keberatan untuk pergi bersamamu, kok?” Jika demikian, Masachika bisa memahami kalau jalan-jalan ini tidak dihitung.

“Maaf, akulah yang salah.... jadi, aku akan menebusnya besok.”

“…Begitu.”

Alisa menjawab singkat dan memalingkan wajahnya dengan ‘Hmph’. Tampaknya, upaya Masachika untuk memenuhi janjinya dengan “ini” telah membuatnya benar-benar merajuk.

(Hmm~ apa sih yang terjadi..... yah, ini sepenuhnya salahku sih)

Sebaliknya, aku merasa bersyukur kalau aku diberi kesempatan untuk menebusnya..... Sementara Masachika memikirkan itu, ia menatap punggung Alisa yang terhuyung-huyung di depannya, tiba-tiba ia melihat seorang siswa di seberang Alisa yang sedang berusaha memegang ponselnya. Begitu menyadarinya, Masachika dengan cepat menyusl di depan Alisa dan merentangkan jubahnya dengan tangan kanannya untuk menyembunyikan Alisa.

“Oi yang di sana. Aku sangat memahami keinginanmu untuk memotret elf cantik ini, tapi bisakah kamu meminta izin terlebih dahulu sebelum mengambil fotonya?”

Dan kemudian, setelah Masachika memberi peringatan yang sedikit bercanda, laki-laki itu menyelinap pergi dengan ekspresi canggung di wajahnya.

Rasanya sungguh melegakan karena ia siswa yang pengertian…. Namun kelegaan itu hanya berlangsung sebentar.

“Eh, itu berarti aku boleh memotretnya kalau aku mendapat izin?”

Masachika terdiam saat beberapa gadis di dekatnya, yang menanggapi serius kata-kata Masachika, langsung mendekatinya sambil memegang ponsel. Selain itu, bahkan para siswa lain yang sedang lewat dan melihat situasi tersebut, mulai berhenti, sambil berharap ada kesempatan.

“Tidak, tadi itu cuma kiasan kata saja—”

“Kujou-san, tolong lihat ke sini!”

“Elf-san! Boleh aku memotretmu sekali?”

“Anu, jika boleh, aku ingin mengambil foto dua kali...”

Mengabaikan kata-kata Masachika, para gadis ekstrovert itu terus menutup jarak di antara mereka.

(Uwahh, dorongan mereka kuat banget! Gimana nih? Jika berpikir tentang kampanye pemilihan, apa aku harus menerima permintaan mereka? Jika dengan sesama gadis, mereka mungkin tidak memiliki motif tersembunyi... Tidak, jika aku menerima permintaan satu orang di sini, situasinya pasti akan lepas kendali ...)

Untuk saat ini, aku harus mengkonfirmasi niat Alisa... ketika Masachika berbalik ke belakangnya, Alisa justru kembali menatap Masachika dengan reaksi bermasalah.

(Ah, ya... Keadaannya yang sekarang bukanlah keadaan yang bisa mengambil foto dengan senyuman di wajahnya. Kurasa aku harus menolak permintaan mereka...)

Ketika Masachika membuat keputusan itu, ia hendak berbalik untuk menolak mereka, tapi…

“Kalian semua? Memaksa seseorang bukanlah tindakan yang elegan, loh?”

Suara yang berwibawa menembus keriuhan, dan semua orang yang hadir, termasuk Masachika, seketika menoleh ke arah suara tersebut. Dan semua orang seketika terhenyak dari kesadaran mereka.

Di sana terdapat para wanita yang mengenakan seragam ksatria yang melambangkan wujud keberanian dan kebangsawanan. Orang yang memimpin gerombolan kstaria tersebut ialah gadis cantik dengan rambul gulungan vertikal berwarna madu yang mempesona. Dia adalah ketua klub kendo putri dan wakil ketua komite kedisiplinan publik, Kiryuuin Sumire.

“Sumire-senpai……!”

“Sungguh bermartabat sekali.....!”

Bahkan gadis-gadis yang ingin memotret Alisa dibuat terpesona oleh penampilannya yang begitu anggun dan cantik. Saat dia mendekati mereka dengan tenang, Sumire melirik ke arah Masachika yang melindungi Alisa dengan jubah, dan Masachika menurunkan tangan kanannya setelah memahami maksudnya. Sembari tersenyum puas, Sumire menatap para siswi dan berkata.

“Ketika ingin mendekati seorang wanita, kalian harus mendekatinya seperti orang yang jantan daripada mendekatinya secara paksa desuwa. Benar, misalnya saja dengan cara yang seperti ini.”

Usai mengatakan hal itu, Sumire dengan anggun menepis jubahnya dan berlutut dengan satu kaki, meletakkan tangan kanannya di dadanya dan mengulurkan tangan kirinya ke arah Alisa.

“Wahai nona elf yang cantik, bersedikah dirimu memberiku kehormatan untuk mengabadikan momenmu?”

“... Ah, iya.”

Alisa hanya bisa mengangguk setuju dengan perilaku seperti pangeran fiksi yang menjadi idaman semua para gadis. Kemudian,

““““““Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa””””””

Jeritan melengkik pun membludak, hampir mengguncang jendela yang berada di koridor. Atau lebih tepatnya, jendela itu benar-benar bergetar.

Sambil menerima teriakan dari para siswi di sekelilingnya, Sumire dengan santai berdiri untuk melindungi Alisa dan berbicara kepada para siswi yang ada di sekitarnya.

“Tolong diingat baik-baik, oke? Sebagai murid dari Akademi Seirei, kalian harus selalu menjaga tingkah laku dan sopan santun kalian.”

Setelah mengatakan itu dengan nada mencela, Sumire pun melanjutkan, “Yah...”

“Aku tidak mengharapkan kalian bisa mendadak melakukannya seperti diriku ... Jadi pertama-tama, aku akan memberi kesempatan latihan terlebih dahulu.”

Sumire melirik gadis yang paling dekat dengannya ketika mengatakan itu.

“Baiklah, jadi bagaimana caramu saat memintanya?”

“Y-Ya... eh, um, izinkan aku—”

“Tanpa perlu memaksakan diri, kamu bisa membuat permintaan yang tulus dengan kata-katamu sendiri.”

“U-Umm! Apa kamu tidak keberatan jika aku mengambil fotomu!?”

“Ya, boleh saja desuwa.”

Setelah tertawa dengan santai, Sumire mengubah pose dan ekspresinya dalam hitungan detik karena menjadi sadar akan jepretan kamera. Pada saat yang sama, dia melambaikan tangan di belakang punggungnya dan Masachika secara diam-diam meninggalkan lokasi bersama Alisa. Saat melakukan itu, ia juga tidak lupa mengungkapkan rasa terima kasihnya dengan berbisik.

“(Terima kasih banyak, Violet-senpai)”

“Namaku Sumire desuwa!”

Rupanya, dia masih tidak bisa mengabaikan hal tersebutbegitu saja.

Masachika tertawa kecil pada Sumire yang langsung membantahnya. Dan kemudian, ketika ia melihat Sumire mengatur jalannya lalu lintas sambil menanggapi pemotretan, Masachika bergumam kagum.

“Sungguh, dia benar-benar berbakat dalam hal itu. ...... Dia tahu bagaimana cara memikat dirinya sendiri. Yah, dalam hal menjadi aktor yang baik, sepupunya, Yuusho, juga sama demikian.”

Meski demikian, ia tidak menyukai perilaku Yuusho yang lagaknya seperti pangeran, mungkin karena Masachika sama-sama seorang pria.

“Upss, apa kamu baik-baik saja, Alya? Itulah sisi negatif dari menjadi sangat populer….”

“Ya, aku tidak apa-apa… Terima kasih sudah melindungiku.”

Masachika mengangkat bahunya pada Alisa yang mengalihkan pandangannya dan membisikkan terima kasih.

“Jangan khawatir tentang itu. Justru sebaliknya, aku merasa keributan itu menjadi lebih besar karena ocehanku... Maaf, aku sudah mengacaukannya.”

“Tidak, aku sendiri bahkan tidak bisa melakukan apa-apa. Aku tidak bisa menyalahkanmu begitu saja, Masachika-kun.”

“Hmm... Yah, hal semacam ini mungkin akan sering terjadi di masa depan, dan itu berarti kita harus rajin bekerja sama satu sama lain.”

“... benar juga”

Setelah itu, terjadi keheningan yang panjang. Entah bagaimana suasana hati Alisa sudah kembali membaik, tapi kali ini suasananya menjadi sedikit berat, dan Masachika menggaruk kepalanya bertanya-tanya apa yang harus dilakukan. Ia kemudian dengan santai melihat sekeliling dan melihat ruang kelas yang ada di dekatnya.

“Ah, kelas ini... bukannya ini bar sulap yang dijalankan oleh Masha-san dan Sarashina-senpai, ‘kan? Bagaimana kalau kita mampir sebentar?”

“Eh? ... Yah, aku tidak keberatan sh.”

“Oke. Ah, bisakah aku pesan tempat untuk dua orang?”

“Silakan~, silakan duduk di tempat yang kosong, ya~”

Ketika siswa yang berjaga di pintu masuk membimbingnya masuk, Masachika menyipitkan matanya karena ruangan tersebut lebih gelap dari yang ia duga. Musik jazz mengalun pelan di dalam ruangan dan suasana secara keseluruhan terasa tenang dan santai. Meja-meja panjang horizontal disusun dalam bentuk U yang terbuka ke arah pintu masuk, dan terdapat sulap yang dilakukan di setiap meja.

“Ah, Alya-chan, Kuze-kun, selamat datang~.”

Dipanggil oleh suara yang familiar, mereka berdua menoleh untuk melihat Maria yang memberi isyarat untuk datang mendekatinya.

“Ohhh~, Masha-san… entah kenapa, kamu terlihat sangat dewasa sekali dengan pakaian itu.”

“Ehh, benarkah~? Terima kasih~. Uwaahhh, Alya-chan juga kelihatan sangat imut!”

Maria menunjukkan senyuman yang sepertinya bisa membuat siapa saja ikut tersenyum seperti biasanya. Namun, suasana ruangan yang tenang dan seragam bartender dengan kemeja serta rompi memberikan pesona yang dewasa pada Maria. Walaupun sejak awal dia memang lebih tua darinya, tetapi penampilan Maria yang sekarang justru memiliki suasana yang kuat sebagai seorang Onee-san yang dewasa dan lembut, yang mana hal itu membuat jantung Masachika berdetak kencang.

(Uwaaah, bahaya banget nih... Jika wanita seperti dirinya menawariku alkohol, kupikir aku akan terus meminumnya tanpa henti.)

Sambil memikirkan hal-hal seperti itu secara tidak sengaja, Masachika dan Alisa tiba di meja tempat Maria berada. Meja panjang mendatar dengan kaki yang agak panjang, ditutupi dengan kain besar untuk menyembunyikan kaki meja. Kemungkinan besar, hal tersebut untuk memastikan bahwa penonton tidak dapat melihat pesulap dari area pinggang hingga ke bawah. Penataan mejanya juga dilakukan secara cermat untuk memastikan bahwa penonton tidak berada di belakang pesulap.

“Lah, aku malahan duduk dengan santainya, tapi apa Alya tidak keberatan untuk duduk di sini?”

“Yah, aku tidak keberatan, kok.... Aku sedikit khawatir apa aku bisa melihat sulap yang benar.”

“Ahh~ Kamu sedang mengejekku, iya ‘kan~. Bahkan Onee-chan juga bisa melakukan sulap, loh? Aku sudah banyak berlatih, tau~.”

Marija meletakkan tangannya di pinggul dan terlihat cemberut dan marah. Namun, dia segera tersenyum dan menyodorkan menu di depan mereka.

“Kalian mau pesan minuman apa? Tentu saja, semuanya itu non-alkohol, jadi jangan khawatir, oke?”

Sejalan dengan konsep bar sulap, menunya dipenuhi dengan nama-nama koktail non-alkohol. Masachika mengetahui beberapa nama minuman berdasarkan pengetahuannya, tetapi sepertinya Alisa tidak terbiasa dengan koktail dan membeku di depan daftar menut itu, yang sekilas rinciannya tidak sepenuhnya jelas. Namun, dia terus menatap menu tersebut dalam diam, seolah-olah harga dirinya tidak mengizinkannya untuk bertanya kepada kakak perempuannya mengenai minuman apa saja yang ada di menu tersebut.

“Kalau begitu, aku pesan Cinderella.”

“Ah, lalu aku pesan minuman yang sama ...”

“Oke~, dua Cinderella, ya~. Fufufu, sang pangerannya kelihatannya akan mendapatkan masalah, ya. Kalau gitu, tolong tunggu sebentar, oke?”

Bahkan Maria mungkin menyadari ketidakjujuran Alisa yang tampak jelas. Namun demikian, tanpa menunjukkan kepura-puraan, Maria mengambil menu dan berjongkok di kakinya. Kemudian, setelah mencari-cari selama beberapa saat, dia pun kembali berdiri dengan pengocok dan gelas di tangannya.

“Kalau begitu, aku akan membuat Cinderellanya sekarang, ya~? Meskipun aku bukan nenek penyihir, sih.”

Sambil mengatakan sesuatu yang misterius, Maria membagi pengocok menjadi dua dengan mengerutkan kocokannya dan mengisi separuh bagian bawahnya dengan air dari botol plastik.

“Ehh, tunggu sebentar?”

Mengesampingkan Alisa yang kebingungan, Maria kemudian menyatukan pengocok tersebut dan mengocoknya. Kemudian, saat tutup pengocok dibuka dan dimiringkan ke atas gelas—minuman berwarna kuning dituangkan ke dalam gelas.

“Eh? Ahh…”

Setelah mengeluarkan suara polos dan penasaran, Alisa menutup mulutnya seakan-akan mengatakan, 'Ah, aku keceplosan’. Namun, suara yang sudah keceplosan tidak bisa ditarik kembali, dan Maria meletakkan gelas di depan Alisa dengan senyuman sombong.

“Ini, silakan dinikmati.”

“Ohh~”

Saat Masachika bertepuk tangan, Alisa juga ikut bertepuk tangan sambil terlihat sedikit kesal. Tentu saja Masachika mengetahui trik sulap yang dilakukan Maria tadi. Hal ini karena Masachika, sebagai seorang otaku yang siap kapan saja untuk terlibat dalam permainan yang mempertaruhkan nyawanya, sehingga ia mempelajari  segala teknik curang yang ada.

Sebenarnya, trik sulap yang tadi benar-benar gampang. Bagian atas dan bawah pengocok adalah wadah yang terpisah, dan bagian atas cukup diisi dengan minuman Cinderella terlebih dahulu. Tentu saja, meskipun Masachika mengetahuinya, ia takkan melakukan tindakan kurang ajar seperti membongkar triknya langsung di depan matanya. Bahkan jika ia mengetahui triknya, menunjukkan keterkejutannya merupakan respon yang patut dilakukan.

“Kalau begitu, sekarang aku akan menunjukkan sulap kartu, oke?”

Setelah mengatakan hal itu, Maria mengeluarkan alas meja dan kartu remi. Dia lalu meletakkan alas di atas meja dan meletakkan kartu di atasnya. Tangannya terlatih dengan baik, mengindikasikan jumlah latihan yang sudah dilakukannya.

“Lalu, pertama-tama, aku akan membagi tumpukan kartu ini menjadi dua. Kuze-kun, bisakah kamu mengatakan 'Berhenti' dimanapun kamu suka?”

“Ya”

Dengan berpura-pura menjadi seorang amatir, Masachika mengikuti instruksi Maria.

(Seperti yang dikatakan Alya, aku memang sedikit khawatir... tapi sepertinya tidak ada masalah sama sekali. Yah, kurasa memang begitu. Masha-san selalu bertingkah lembut di depan Alya, tapi pada dasarnya dia orang yang tegas)

Masachika merasa lega seperti itu, tapi... Masachika sama sekali tidak pernah tahu. Sebenarnya, ada aturan yang cukup jelas bagi Maria untuk berubah dari Onee-san menjadi Onee-chan.

Walaupun kelihatannya gampang untuk dikatakan, tapi ketika Maria berpikir, “Aku harus tegas!” maka dirinya menjadi semakin tegas pula. Misalnya saja ketika berhadapan dengan orang yang perlu diwaspadai. Atau ketika orang yang bersamanya tidak dapat diandalkan. Sebaliknya, semakin banyak orang yang bisa dipercaya oleh Maria, dirinya akan semakin merasa rileks dan berpikir “Aku tidak perlu bersikap tegas, iya ‘kan?”, dan Maria akan berubah menjadi seorang Onee-chan yang bodoh.

Berdasarkan hal itu, siapa yang ada di depan Maria sekarang? Benar, Alisa dan Masachika. Mereka berdua adalah orang yang paling dipercaya dan dicintai Maria. Di hadapan mereka berdua, Maria berada di puncak kebahagiaan dan kegembiraannya. Aura di sekelilingnya juga terlihat lebih lembut. Dalam hal kecerdasan IQ, nilainya turun menjadi 50, dan dalam hal penyimpangan, turun sekitar 30. Alhasil,

(Hah? Tadi itu… bukannya dia baru saja melakukan double lift?)

Masachika merasa tidak nyaman dengan prosedur yang dilakukan Maria, tetapi Maria tampaknya tidak terganggu dan terus melanjutkan.

“Sekarang, aku memasukkan kartu yang dipilih Alya-chan ke dalam saku. Tapi jika kita membaca mantranya di sini, maka…. tiga, dua~, satu~….”

Sembari menghitung mundur, Maria menjentikkan jarinya pada tumpukan kartu, yang tidak terdengar seperti menjentikkan sama sekali. Dan ketika  kartu teratas dibalik... kartu itu menunjukkan sisi belakang yang sama.

Ara?”

““...””

Dia membalik kartu yang menghadap ke bawah, tapi ternyata sisi belakangnya masih tetap sama. … ternyata itu adalah salah satu kartu yang seharusnya tidak boleh dilihat.

“Permisi, Masha-san, boleh aku minta nambah lagi?”

“Ah, tentu~”

Karena tidak dapat memikirkan tindak lanjut yang baik, Masachika berpura-pura tidak melihat apa-apa. Alisa pun mengangkat gelasnya ke mulut dengan ekspresi yang tidak bisa dilukiskan. Tidak peduli seberapa ceroboh kakaknya, sepertinya Alisa tidak bisa mengomentari hal ini.

“Ka-Kalau begitu, untuk memeriahkan suasana lagi, aku akan  menunjukkan trik sulap dengan menggunakan cangkir dan bola ini!”

Setelah menerima perhatian mereka berdua, Maria menata ulang dengan alat yang berbeda... tapi sejak dari sana, semuanya menjadi kacau balau. Sementara semua trik sulapnya tidak berjalan sesuai rencana, mereka berdua justru melihat banyak hal yang seharusnya tidak boleh mereka lihat. Masachika dan Alisa membawa minuman ke mulut mereka lagi. Tanpa disadari, mereka sudah meminum minuman Cinderella yang keempat.

“Uuu~... maafkan aku, ya? Kelihatannya aku sedang tidak enak badan hari ini.”

“Bukannya itu hal yang terburuk jika kamu tidak enak badan hari ini ...”

“Tidak, yah, Segalanya berjalan dengan lancar sampai sebelumnya, bukan? Rasanya memang berbeda jika berurusan dengan kerabat sendiri, iya ‘kan?”

Alisa membuat kritikan pedas karena kegagalannya yang berulang kali. Di sisi lain, Masachika berhasil memberinya alasan yang jelas. Pada saat itu, pintu ruang kelas terbuka, dan wajah Maria segera berbinar-binar ketika menengok ke arah sana.

“Ah, Chisaki-chan. Sini~, sini~”

“Hmm? Ada apa Masha?”

Maria memanggil Chisaki yang hendak masuk, dia mengenakan pakaian bartender dan anting-anting dengan batu ungu di salah satu telinganya.

Penampilannya yang mengenakan celana sangat cocok untuk Chisaki yang bertubuh tinggi. Dipadukan dengan penampilannya yang rapi, dia terlihat sebagai wanita dewasa yang keren dan tenang..

“Uwaahh, Sarashina-senpai, kamu keren banget.”

“Haha makasih.”

Chisaki tersenyum dan membalas pujian yang tidak sengaja dilontarkan Masachika. Bahkan kesan yang dikeluarkan terasa seperti orang dewasa, dan Masachika tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela napas kekaguman. Suhu yang ada di sampingnya turun tiga derajat. Namun Masachika berpura-pura tidak menyadarinya.

“Maafkan aku ya~ Pertunjukkan sulapku sama sekali tidak berjalan dengan baik... Karena aku merasa tidak enakan membuat mereka kecewa, jadi bagaimana kalau Chisaki-chan saja yang menunjukkan satu trik sulap kepada mereka?”

“Ehh? Ah, yah, tidak masalah, sih...”

Setelah mengedipkan matanya, Chisaki menjelajahi saku rompinya dan menggantikan posisinya dengan Maria sambil berdehem ringan.

“Hmm, kalau begitu, aku menunjukkan satu trik sulap kepada kalian, oke? Dan di sini, aku sudah menyiapkan koin.”

Usai mengatakan itu, Chisaki mengeluarkan koin arcade dari saku rompinya dan dengan pelan mengetuk meja dengan koin itu.

“Seperti yang bisa kalian berdua lihat, ini hanya koin biasa. Kalian boleh memegang dan memeriksanya.”

Setelah menunjukkan bunyi dentingan yang keras, Chisaki menawarkan koin kepada Masachika. Masachika dengan ringan menggulung koin itu dengan tangannya dan segera menyerahkannya kepada Alisa. Dalam perbandingan sembilan dari sepuluh kasus, koin yang diberikan kepada penonton pada saat-saat seperti ini sama sekali tidak memiliki tipu muslihat. Sebaliknya, para pesulap biasanya akan mengatur sesuatu saat melakukan ini, atau menggantinya dengan koin khusus setelah membiarkan penonton memeriksanya. Mengetahui hal itu, Masachika mengalihkan perhatiannya ke tangan Chisaki ketimbang koin yang diberikan kepadanya.

(Yah, dari kelihatannya, sepertinya dia tidak mempunyai alat lain... Jika itu adalah sulap koin yang dilakukan dengan satu koin, apa itu berarti dia akan menggunakan teknik murni tanpa tipu muslihat?)

Sementara Masachika merenungkan hal seperti itu, pemeriksaan dari Alisa sudah berakhir, dan koin itu dikembalikan ke tangan Chisaki. Chisaki kemudian berkata dengan senyum santai.

“Sekarang, pertama-tama, aku akan membagi koin ini menjadi dua.”

“Kamu akan membaginya menjadi dua?”

“Eii”

“Uwaahh”

“Ehh— ...”

Chisaki merobek koin menjadi dua dengan tangan yang terlihat seperti sedang merobek kertas. Dalam sekejap, koin itu berubah menjadi setengah lingkaran, masing-masing melengkung ke arah yang berlawanan.

“Tolong perhatikan baik-baik, ya~. Sudah jelas kalau koin ini sudah terbelah, ‘kan?”

“Iya, aku sampai dibuat terkejut.”

“Eh, tidak, Ehh—?”

Benda yang tadinya berupa koin, sekarang berdenting di tangan Chisaki.

“Kalau begitu, aku akan menggenggam ini di tanganku.”

Sambil mengatakan itu, Chisaki menggenggam koin yang sudah terbelah menjadi dua di tangan kanannya dan mengangkatnya setinggi wajahnya. Dia kemudian mulai menghitung mundur dengan tangan kirinya.

“Aku mulai ya~? Tiga, dua, satu. Haa—!!”

Dengan suara yang terdengar lebih mirip ucapan jurus spesial daripada mantra, Chisaki mengepalkan tangan kanannya dengan erat. Dan ketika Chisaki perlahan-lahan membuka telapak tangan kanannya──

“Lihatlah ini! Koin yang tadinya terbelah sudah menghilang dan bola pachinko telah muncul!”

“Ohhh~”

“Bola, pachinko?”

Alisa memiringkan kepalanya sedikit sambil bertepuk tangan. Masachika sangat memahami apa yang dia rasakan. Karena pada bola pachinko, terdapat semacam pola seperti koin yang mengambang di permukaannya. Tapi Masachika tidak mengomentarinya. Merupakan sikap yang baik untuk tidak menunjukkannya saat ia menyadarinya. Bukan karena dirinya merasa takut atau semacamnya.

“Gimana? Apa itu menarik?”

“Daripada dibilang menarik, yang ada itu justru luar biasa. Kupikir Senpai mungkin bisa menaklukkan dunia dengan kekuatan itu.”

“Rasanya sudah seperti keajaiban daripada dibilang trik sulap...”

Masachika mengangguk dalam-dalam pada penilaian Alisa. Memang benar bahwa pertunjukkan tadi lebih mirip seperti keajaiban daripada trik sulap. Entah dia menyadari perasaan batin juniornya atau tidak, Chisaki merasa malu dan menggaruk-garuk pipinya.

“Benarkah? Hehe syukurlah~… aku senang master mangajariku cara melakukannya.”

“Dan siapa master yang senpai maksud??”

“Ettto, orang yang kumaksud adalah nenekku.”

“Tak disangka-sangka, ternyata lansia yang udah uzur ... Tidak, mungkin tepatnya lansia bertubuh baja?”

“Syukurlah kalau kalian menikmatinya. Kalau begitu, sepertinya Masha sudah gagal cukup banyak... jadi, kalian boleh membayar seikhlasnya saja, kok?”

“Yang begini sih sudah termasuk ancaman kalau disuruh [bayar seikhlasnya] setelah diperlihatkan pertunjukkan tadi.”

“Eh? Apanya?”

“Tidak, bukan apa-apa.”

Setelah membayar biaya yang sudah ditentukan kepada Senpai-nya yang masih tertegun, Masachika dan Alisa meninggalkan ruang kelas.

“... Pada akhirnya, aku tidak bisa melihat pertunjukkan sulap yang sebenarnya.”

“Ya... tak satu pun dari mereka layak disebut sulap dalam arti yang berbeda.”

Masachika justru merasa kalau dirinya sudah melihat sesuatu yang lebih menakjubkan daripada sulap.

“Aku penasaran mengenai apa yang terjadi dengan itu... Apa itu semacam logam lunak atau sejenisnya?”

“Entahlah? Yang jadi pertanyaan, apa itu memakai trik atau tidak ...”

“Seandainya saja itu mudah dipahami seperti Masha. Ya ampun, hari ini aku merasa kalau aku sudah mendapat banyak pembongkaran trik sulap……”

“Yah, begitulah.”

“Haa, Aku benar-benar heran kenapa dia masih melakukannya dengan keadaannya yang begitu…. padahal aku pernah mendengar kalau dia cukup diandalkan sebagai anggota OSIS…”

“...”

Masachika tersenyum samar-samar pada Alisa yang terlihat skeptis.

Pasti dari lubuk hatinya, Alisa benar-benar menganggap Maria sebagai kakak perempuan yang periang dan lembut. Faktanya, Maria bertingkah periang dan santai tanpa syarat di depan Alisa, jadi tidak mengherankan jika dia memberikan kesan seperti itu.

(Mungkin, dia tidak pernah melihat tingkah laku kakak perempuannya yang tegas)

Setelah berpikir demikian, Masachika merasa kalau rasanya sangat disayangkan, tapi ini juga merupakan keinginan Maria sendiri untuk dianggap oleh Alisa sebagai “Kakak perempuan yang tidak dapat diandalkan”, jadi Masachika tidak mengatakan apa-apa meski dirinya merasa sedikit menyesal.

“Kalau begitu, kurasa lebih baik jika kita harus segera kembali ke tugas panitia festival, jadi ayo berganti pakaian dulu?”

“Ah... ya, benar juga.”

“Atau lebih tepatnya, bukannya Alya harus pergi ke klub kerajinan tangan dulu?”

Saat Masachika menanyakan itu sambil melihat kostum elf Alisa yang jelas-jelas memiliki kualitas berbeda, dia mengangguk seraya menjawab “Ya”. Sebagai tanggapan, Masachika menuju ke ruang klub kerajinan tangan.

“Oh, Kuze-shi.”

“Ah, ossu!”

Masachika dengan ringan mengangkat tangannya ketika tatapan matanya bertemu dengan seorang kenalan dari anggota klub wanita yang baru saja menjaga stan klub. Dengan rambut hitam panjangnya yang diikat menjadi satu simpul di belakang lehernya, dia adalah gadis yang cukup cantik dengan suasana yang ramah.

Dia adalah teman sekelas Masachika yang merupakan ketua klub kerajinan tangan ketika Masachika menjadi wakil ketua OSIS SMP, dan berkat hubungan itu, mereka mempunyai hubungan di mana mereka saling mengandalkan satu sama lain dalam berbagai hal. Dia adalah 'gadis cantik yang ramah kepada otaku', dan kepribadiannya yang ramah membuatnya cukup populer di kalangan anak cowok, tetapi... Masachika memanggilnya dengan panggilan Slit-Paisen*, sesuai dengan kutipan yang pernah dilontarkannya. Sekali lagi, dia adalah teman sekelasnya. (TN: Kata Paisen adalah cara gaul dan plesetan dari kata Senpai, panggilan ini biasanya digunakan sama cewek-cewek gyaru atau golongan anak gaul yang dekat dengan seniornya)

“Apa kamu datang untuk melihat pameran hari ini... atau kelihatannya tidak begitu, ya.”

“Ya, masalah utamanya adalah untuk mengganti baju Alya.”

“Oke, dimengerti. Aku akan memanggil dulu gadis-gadis yang membuat kostum itu, oke? Ah, sembari menunggu, kamu bebas untuk melihat-lihat ke dalam, kok.”

Ketika diminta begitu, Masachika dan Alisa pun memasuki ruang klub, di mana ada pelbagai kostum yang dipajang pada manekin dan model torso. Dimulai dengan gaun pengantin kerajaan, ada kostum bergaya gothic-lolita, kostum bergaya penari, tuksedo, dan seragam militer— karya-karya itu dipenuhi dengan hobi dan minat penciptanya..

“Entah bagaimana... rasanya sungguh luar biasa sekali. Ini sih sudah mirip seperti toko cosplay.”

“Sebenarnya, pameran ini mungkin tidak beda jauh dengan begitu. Mereka semua benar-benar seenaknya membuat apapun yang mereka inginkan.”

“Uwaaah, renda ini tipis banget, mau bagaimanapun juga, semua kualitasnya terlihat sangat tinggi…”

“Misalnya saja gaun ini, ini benar-benar terlihat bisa dijual...”

Masachika dan Alisa melupakan tujuan awal mereka untuk sementara waktu ketika dibuat terkesan dengan kesempurnaan pelbagai kostum yang luar biasa. Dan ketika masing-masing dari mereka mengamati dengan bebas, Masachika tiba-tiba melihat ke arah Slit-paisen dan bertanya.

“Naa, karena Alya boleh mengenakan pakaian elf itu, apa itu berarti pameran ini juga bisa menyewakan kostum?”

“Ehh? Itu sih….Umm~~, pada dasarnya sih enggak boleh, tapi kalau orang yang membuatnya mengizinkan, mungkin bisa?”

“Dengan kata lain, orang tersebut harus bisa diakui untuk menjadi model pakaian itu, ya?”

“Yah, kurang lebih begitulah. Lalu, yah, gampangnya sih sebagian ukurannya mungkin kurang pas. Jika sedikit, aku bisa menyesuaikannya di tempat.”

“Begitu ya... kalau begitu, aku punya permintaan kecil...”

Saat mereka berdua sedang berbisik-bisik membicarakan sesuatu, Alisa mendekat dengan ekspresi curiga di wajahnya, dan Masachika mengakhiri pembicaraan.

“Apa ada yang salah?”

“Tidak ada apa-apa,kok? Aku hanya membicarakan kalau kualitas cosplaymu sangat tinggi, sampai-sampai aku ingin memotretnya.”

“Benar tuh, yah aku bisa memahami perasaan kenapa kamu ingin memotretnya sih~”

Masachika mengangguk mengiyakan sambil dalam hati berterima kasih kepada Slit-paisen atas tindak lanjutnya. Kemudian, Alisa tampaknya juga tidak terlalu curiga dan membuat wajah sedikit masam.

“Ini bukan hal yang pertama kalinya, tapi... aku masih merasa kesulitan untuk bereaksi ketika ada seseorang yang tidak aku kenal dengan baik meminta untuk berfoto.”

“Ah, kamu biasanya didekati oleh orang asing sih ya”

“Kadang-kadang sih, tapi... aku selalu menolaknya.”

“Itu sih…. menjadi gadis cantik punya masalahnya tersendiri, ya.”

Ketika Masachika menjawab dengan simpati, Alisa mengalihkan pandangannya ke bawah secara diagonal dan bergumam sambil memain-mainkan rambutnya.

Jika itu kamu... aku tidak keberatan jika kamu mengambil fotoku

Setelah mendengar hal itu, bahkan Masachika pun berpikir, “Seriusan?” dengan terkejut.

Jika ditanya apakah dirinya ingin memotret Alisa atau tidak, Masachika pasti mau. Dirinya pasti ingin mengabadikan momen bersama elf asli yang sangat berkualitas. Namun, Masachika merasa ragu-ragu untuk meminta fotonya karena dia sudah menolak ajakan berfoto dengan orang lain...

(Kuh, gimana nih? Apa yang harus aku lakukan...? Aku tahu jika aku bertanya, dia akan membiarkanku mengambil fotonya, tapi tetap saja, memintanya untuk berfoto masih memalukan...! Ta-Tapi, jika aku harus memilih antara rasa malu sementara atau foto Alya…..Hah!)

Setelah berpikir dalam-dalam selama beberapa detik, Masachika sampai pada suatu kesimpulan.

“Alya”

“Hmm?”

“Umm, mumpung kita sedang membicarakan hal ini… tapi sebelum kita berganti pakaian, bagaimana kalau kita mengambil foto sebagai kenang-kenangan? Lihat, mumpung ada kesempatan yang bagus.”

Masachika bertanya dengan cerdas, berpura-pura sesantai mungkin. Kemudian, setelah alis Alisa berkedut, dia menyipitkan matanya dengan pandangan geli.

Funn~? Emangnya kamu sangat ingin memotretku?”

“... yah, sebagai seorang otaku di hadapan elf sungguhan seperti ini, mana mungkin aku tidak mau melakukannya, ‘kan?”

“... Fummm~”

Sambil terlihat sedikit geli dengan kata-kata Masachika,  Alisa mengibaskan rambutnya dan berkata.

“Yah, boleh saja, kok?”

“Oh, begitu ya. Lalu—”

Di sana, bahu Masachika ditepuk dari belakang, dan ketika berbalik, dirinya melihat Slit-paisen menyeringai dan menunjuk ke dalam ruangan yang ada di sebelahnya.

“Jika begitu, kamu bisa menggunakan ruangan tempat aku biasanya menyimpan pakaian, loh? Mau aku pinjamkan?”

“O-Ohh, benarkah? aku sangat tertolong.”

“Oke.”

Slit-paisen memandu mereka berdua ke dalam ruangan di sebelahnya, yang merupakan sebuah ruangan penyimpanan dengan rak berjejer di kiri dan kanan. Secara keseluruhan, tempatnya sedikit berdebu, tapi ada ruang kosong di dekat jendela belakang yang sudah dibersihkan dengan rapi, dan Slit-paisen menunjuk ke arah sana.

“Kamu bisa menggunakan tempat itu. Di sana lumayan cerah dan mempunyai latar belakang yang bagus.”

“Oh, memang sih.”

Masachika lalu meminta Alisa untuk berdiri di sana seperti yang sudah diberitahu, dan rasanya memang cukup bagus. Bangunan ruang klub adalah bangunan bergaya Barat, jadi hal tersebut mempunyai keserasian yang baik dengan kostum elf. Selain itu, cahaya latarnya juga menambah kesan misterius.

“Kalau gitu, aku pergi dulu untuk menjaga stan, ya.”

“Ah, iya. Terima kasih banyak.”

“Sama sekali tidak masalah, kok.”

Setelah melihat Slit-paisen pergi sambil mengatakan sesuatu layaknya pria jantan, Masachika mengeluarkan smartphonenya.

“Kalau begitu, langsung saja… apa kamu siap?”

“Eh, untuk posenya...”

“Tidak, untuk saat ini kamu bisa berdiam diri saja dulu.”

“Begitu?”

Untuk mengujinya, Masachika menyalakan kamera dan meningkatkan pencahayaan sambil mengamati layar....

“Ohhh...”

Sosok yang tertangkap di kameranya adalah seorang elf yang sangat misterius. Dilihat melalui lensa kamera, pemandangan tersebut menjadi semakin tidak nyata.

“Oke, aku akan mulai memotretnya.”

“Eh, iya.”

Sambil sama-sama merasa sedikit gugup, Masachika mulai mengklik tombol rana. Ketika melihat foto-foto yang sudah diambilnya, Masachika hanya bisa berdecak kagum.

“Sungguh cantik sekali...”

“Eh, sa-sampai segitunya?”

“Ya……”

“Be-Begitu ya? Lalu, kamu masih ingin mengambilnya lagi?”

“Ya, dengan senang hati”

Tidak lagi merasa malu, Masachika meminta permintaan dengan lugas. Kemudian, Alisa mengalihkan pandangannya sejenak sambil terlihat seperti dia masih belum sepenuhnya puas.

Kebetulan... apa kamu mulai mengagumiku?

(Tidak sama sekali)

Jika cuma kepala... kamu boleh mengelusnya, kok?

(...Aku takkan mengelusnya)

Dalam hati, Masachika berulang kali mengklik tombol kamera sembari berpikir, “Kamu masih saja mengungkit-ngungkit candaan yang diceritakan oleh Yuki?” dengan tatapan mata yang jauh. Masachika semakin asyik sendiri dengan kameranya, karena ia merasa bahwa setiap kali Alisa mengubah pose atau mengeklik tombol kamera, pesona yang berbeda akan muncul. Dan setelah sekitan 30-an foto diambil,

“Hmm?”

Tiba-tiba Masachika merasa tidak nyaman dan memeriksa foto yang baru saja diambilnya.

“!?”

Setelah memastikannya, matanya membelalak lebar-lebar. Tak disangka-sangka, rok putih Alisa terpantul di layar. Dan di sana….siluet tubuh bagian bawah Alisa bisa terlihat jelas melalui lensa kamera.

Masachika tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi. Mungkin secara kebetulan, cahaya yang benderang menyinari jendela dan pengaturan kamera secara ajaib menyatu dengannya.

Selain itu, bukannya berarti celana dalamnya bisa terlihat melalui rok yang transparan tersebut. Memang tidak terlihat sama sekali, tapi, hanya saja... Keindahan kaki Arisa yang muncul dari balik rok putihnya entah bagaimana sangat, sangat menggairahkan.

“Ada apa?”

“Ah tidak, bukan apa-apa...”

Setelah secara refleks membalas pertanyaan Alisa dengan penolakan, Masachika merasa bimbang.

Alisa masih tidak menyadari pemotretan ajaib ini. Selain itu, ia tidak memotret pakaian dalam atau bagian tubuhnya yang terbuka. Meski demikian, sebagai seorang pria jantan, foto ini tetap harus dihapus. Tapi sebagai cowok remaja, rasanya sangat disayangkan untuk menghapus hasil bidikan ajaib ini. Benar-benar sangat disayangkan.

(Aku harus gimana nih? Apa aku perlu jujur? Tapi jika aku mengatakannya dengan jujur, ada kemungkinan kalau foto itu akan dihapus... Lagian, aku mengambilnya dengan tidak sengaja, atau lebih tepatnya, aku tidak bisa mendapatkan foto semacam ini lagi bahkan jika aku menginginkannya!!)

Hanya dalam tiga detik, Masachika merasa dilema, khawatir, dan bimbang ... Bahkan Maria versi chibi dalam wujud malaikat yang muncul di benaknya , dibuat terpental oleh iblis kecil Yuki dalam sekejap sebelum dia bisa mengatakan apa-apa...

“Seriusan, bukan apa-apa kok. Hanya saja, ada sesuatu yang tidak perlu tak sengaja ikut difoto.”

Pada akhirnya, Masachika berpura-pura untuk  tidak melihatnya. Ya, itu hanya imajinasinya saja. Ia memutuskan kalau itu hanya bayangan yang aneh karena diterpa banyaknya cahaya. Masachika selalu berusaha kembali memotret seolah-olah tidak terjadi apa-apa sambil membohongi dirinya sendiri dengan sekuat tenaga.... Alisa menyipitkan matanya dan berkata,

“Coba mana, biar kulihat.”

“Eh?”

“Foto-foto yang kamu ambil, cepat tunjukkan kepadaku.”

Segera setelah dia mengatakan hal ini, Alisa dengan cepat mengambil smartphone dari tangan Masachika yang menegang.

“Ah...”

Sebelum Masachika bisa menghentikannya, jari Alisa menelusuri foto yang baru saja diambilnya──

“...Masachika-kun.”

"Ya"

“Foto macam apa ini?”

Ketika Alisa bertanya kepadanya dengan ekspresi dingin, Masachika hanya bisa pasrah dan.... mengerahkan segala kemampuan negosiasinya.

Kemudian setelah itu, selama lima menit Masachika mulai logika luar biasa yang dengan dalih teori seni sensual, dan memaksa Alisa menerima argumennya bahwa “Ini adalah seni, ini bukan erotisme sama sekali!”. Dan begitulah cara Masachika berhasil memenangkan hak untuk mengabadikan hasil jepretan ajaib itu dengan syarat bahwa ia tidak boleh menunjukkannya kepada siapa pun dan menjaganya dengan ketat, tapi….

Sudah kuduga, dasar cowok cabul dengan fetish kaki...

Ia merasa bahwa tingkat kesukaan Alisa sedikit menurun.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama