Bab 3 — Aku Lebih Serius Daripada Saat Acara Debat
“Dibilangin, aku minta maaf.
Jangan cemberut begitu terus, sih.”
“Aku sama sekali tidak
cemberut, kok.”
Masachika, yang meninggalkan ruang
kelas sambil dicap sebagai pasien chuunibyou oleh semua siswa dari kelas 1-A,
berjalan tanpa tujuan menyusuri lorong sembari berusaha memperbaiki suasana
hati Alisa yang masih dalam keadaan merajuk.
Yah, kalau dipikir-pikir,
Masachika bisa mengerti ketidakpuasan Alisa. Dilihat dari kehebohan dari para
penonton yang terdengar, pertandingan balas dendam memancing yo-yo Alisa pasti
sangat spektakuler. Meski begitu, setelah mencoba dan gagal berulang kali, dia
akhirnya berhasil menangkap yo-yo tersebut, dan ketika dia berbalik dengan rasa
pencapaian... kedua orang yang ikut berkeliling bersama tidak melihat keadaan
pertempuran hebatnya sama sekali, dan justru asyik bermain bersama dengan
gembira, meninggalkan Alisa sendirian. Jika Takeshi dan Hikaru melakukan hal
yang sama, bahkan Masachika akan merasakan terasingkan dan sakit hati.
【Padahal
kamu adalah partnerku... 】
“... Tolong berhenti bergumam
dalam bahasa Rusia, itu membuatku takut, tau.”
Karena hal itu membuat dadanya
sesak dalam artian yang berbeda.
“Tidak, umm... mungkin
kedengarannya ini hanya alasan saja, tapi…. Aku juga sebenarnya ingin menontonmu
yang memancing yo-yo, tau? Tapi ada banyak orang yang mengerumunimu, iya ‘kan?
Kamu juga sudah menjadi sangat populer, jadi...”
Ketika Masachika mengatakan itu
dengan tergesa-gesa, Alisa melirik Masachika sambil memain-mainkan rambutnya.
“...Meski kamu bilang begitu, tapi
kelihatannya kamu menjadi jauh lebih bisa diandalkan di kelas, ya.”
“Hah? Apanya?”
“Pada saat kamu bertugas di shift
barusan... bukannya kamu secara alami bertanggung jawab atas proyek kelas?”
“....Ahh”
Setelah diberitahu begitu,
memang ada benarnya juga. Belakangan ini, sebagai anggota panitia persiapan
festival sekolah, Masachika sering memberikan instruksi kepada seseorang, jadi
ia tidak terlalu menyadarinya.
Namun, jika dipikir-pikir
dengan tenang, reputasi Masachika di kelas hingga semester pertama adalah “otaku bodoh dan tidak serius”. Meskipun
dirinya tidak diejek secara langsung, Masachika jelas-jelas terlihat “lebih rendah” karena ia berasal dari kalangan
keluarga kelas menengah.
Masachika sendiri tidak terlalu
terganggu oleh hal tersebut. Sebaliknya, dirinya justru merasa lebih baik
dipandang rendah sampai batas tertentu, demi membangun hubungan yang mulus
dengan orang-orang di sekelilingnya. Sama seperti kata pepatah, “Paku yang menonjol akan dipalu,” atau
“Elang yang bijak akan menyembunyikan cakarnya.” Jika dirinya menonjol
dengan cara yang aneh, mereka akan mewaspadainya; sebaliknya, jika mereka
meremehkannya, mereka akan mengendurkan kewaspadaan dan membuatnya lebih mudah
masuk ke dalam hati mereka.
Dirinya hanya bisa menunjukkan
kegunaannya setelah berhasil masuk ke dalam hati mereka. Orang yang mengerti
akan mengubah tanggapannya, dan bagi orang yang tidak, dirinya bisa saja
berinisiatif dengan menyanjung mereka... Selain karena alasan tersebut, ada juga
fakta bahwa terlalu merepotkan kalau mereka memiliki harapan yang aneh-aneh.
“Setelah kamu bilang begitu ...
kurasa ada benarnya juga.”
Masachika
tidak ingat menunjukkan kegunaannya, tapi dirinya merasa evaluasi orang-orang
terhadap dirinya telah berubah di kelas tanpa ia sadari. Ketika berpikir
mengenai apa yang menjadi pemicunya…, tak perlu dikatakan lagi bahwa semuanya
berawal ketika dirinya bergabung dengan OSIS.
“Sudah
kuduga, bukankah sambutan pada upacara penutupan memberi dampak yang besar?”
“Ehh?
Ahh~...mungkin saja begitu.”
Mendengar
kata-kata Alisa, Masachika berpikir sejenak sebelum mengangguk.
Jika
diingat-ingat kembali, saat itu Masachika membuat pernyataan di hadapan semua
siswa, dan mengatakan sesuatu seperti,
“Sebenarnya aku adalah wakil ketua OSIS bayangan di sekolah SMP.”
Faktanya, bahkan saat menjadi anggota
OSIS di sekolah SMP, Masachika hanya melakukan sesuatu di balik layar. Yuki
terlalu bisa diandalkan sebagai partner, jadi dirinya bergerak di belakang
layar, tapi di bagian depannya ditutupi oleh Yuki yang kompeten, jadi semuanya
berjalan dengan lancar tanpa ada yang menyadarinya. Itulah sebabnya sebagian
besar siswa bahkan tidak ingat kalau dirinya adalah wakil ketua OSIS sampai ia
sendiri yang mengungkapkan identitasnya dalam sambutan tersebut. Bahkan teman-teman
sekelasnya tidak terkecuali.
“Hal itu membuat reputasiku
menjadi sedikit naik… Dan begitu semester kedua, dimulai sambil melakukan
berbagai hal sebagai anggota panitia persiapan festival sekolah, hal itu secara
alami membuatku mendapat perhatian, ya? Meski rasanya aneh walaupun aku sendiri
yang bilang, sih…”
“Bukannya memang begitu? Kamu terlihat
lebih diandalkan daripada aku.”
“Tidak... Yah, ada juga cerita
yang membuat orang lain kepikiran untuk gampang menyerahkan hal-hal yang
merepotkan padaku, tau.”
Entah bagaimana, Masachika
merasa bahwa itu akan menjadi percakapan yang membahas tentang menjadi cocok
sebagai partner lagi, jadi Masachika membuat lelucon ringan.
“Tapi... begitu rupanya.
Kompetensi adalah sesuatu yang tidak bisa kamu sembunyikan, ya.”
Saat Masachika menunjukkan
senyum nihilistik sambil menggaruk-garuk kepalanya,
【Padahal
aku berharap kalau kamu bisa menyembunyikannya sedikit lebih lama lagi】
Alisa berbisik dalam bahasa
Rusia sambil memalingkan muka dengan wajah cemberut.
“...Sudah kuduga, kamu pasti
sedang marah, ‘kan?”
“Enggak kok? Aku hanya berpikir
kamu mungkin sudah melupakan janjimu kepadaku.”
“Janji?”
Masachika memiringkan kepadanya
tanpa mengetahui apa yang sedang dia bicarakan... tapi Alisa memelototinya dan
buru-buru mengingatnya. Kemudian, percakapannya dengan Alisa di tangga dekat
ruang musik mulai terlintas di benaknya.
“Uh, a-aaah~, apa jangan-jangan
mengenai itu? Berkeliling festival sekolah bersama-sama... eh, bukannya
sekarang kita sedang begitu?”
“Yang begini sih... Tidak
dihitung. Karena aku tidak diundang olehmu.”
“Eh, memangnya bagian itu
penting?”
“Ya penting lah. Pertama-tama,
aku tidak mengatakan kalau kita akan pergi bersama-sama. Aku hanya mengatakan, 'Buat aku bersenag-senang selama festival
sekolah nanti.'”
Dengan kata lain, itu berarti
dia tidak merasa bersenang-senang saat ini…., mengingat situasi sebelumnya yang
membuat Alisa merasa jengkel, Masachika tidak bisa berkata apa-apa.
【Lagian,
kita tidak sedang berdua】
(Ah,
ya... Seyana*) (TN: Dialek kansai yang artinya benar juga :v)
【Jangan
langsung berjalan-jalan... Ajak aku dengan benar dulu】
(Maaf)
【Dengan
cara yang lebih romantis】
(Jangan
menaikkan rintangannya terlalu tinggi oi)
Rupanya, Alisa menginginkan
Masachika mengajaknya dalam bentuk kencan formal. Dilihat dari sikap Alisa,
sepertinya dia ingin mempertahankan posisi seperti seorang putri “Jika kamu mau mempermalukan dirimu sendiri malumu
dan mengajakku kencan, aku tak keberatan untuk pergi bersamamu, kok?” Jika
demikian, Masachika bisa memahami kalau jalan-jalan ini tidak dihitung.
“Maaf, akulah yang salah.... jadi,
aku akan menebusnya besok.”
“…Begitu.”
Alisa menjawab singkat dan
memalingkan wajahnya dengan ‘Hmph’.
Tampaknya, upaya Masachika untuk memenuhi janjinya dengan “ini” telah
membuatnya benar-benar merajuk.
(Hmm~
apa sih yang terjadi..... yah, ini sepenuhnya salahku sih)
Sebaliknya,
aku merasa bersyukur kalau aku diberi kesempatan untuk menebusnya.....
Sementara Masachika memikirkan itu, ia menatap punggung Alisa yang
terhuyung-huyung di depannya, tiba-tiba ia melihat seorang siswa di seberang
Alisa yang sedang berusaha memegang ponselnya. Begitu menyadarinya, Masachika
dengan cepat menyusl di depan Alisa dan merentangkan jubahnya dengan tangan kanannya
untuk menyembunyikan Alisa.
“Oi yang di sana. Aku sangat
memahami keinginanmu untuk memotret elf cantik ini, tapi bisakah kamu meminta
izin terlebih dahulu sebelum mengambil fotonya?”
Dan kemudian, setelah Masachika
memberi peringatan yang sedikit bercanda, laki-laki itu menyelinap pergi dengan
ekspresi canggung di wajahnya.
Rasanya
sungguh melegakan karena ia siswa yang pengertian….
Namun
kelegaan itu hanya berlangsung sebentar.
“Eh, itu berarti aku boleh
memotretnya kalau aku mendapat izin?”
Masachika terdiam saat beberapa
gadis di dekatnya, yang menanggapi serius kata-kata Masachika, langsung
mendekatinya sambil memegang ponsel. Selain itu, bahkan para siswa lain yang
sedang lewat dan melihat situasi tersebut, mulai berhenti, sambil berharap ada
kesempatan.
“Tidak, tadi itu cuma kiasan
kata saja—”
“Kujou-san, tolong lihat ke
sini!”
“Elf-san! Boleh aku memotretmu
sekali?”
“Anu, jika boleh, aku ingin
mengambil foto dua kali...”
Mengabaikan kata-kata Masachika,
para gadis ekstrovert itu terus menutup jarak di antara mereka.
(Uwahh,
dorongan mereka kuat banget! Gimana nih? Jika berpikir tentang kampanye
pemilihan, apa aku harus menerima permintaan mereka? Jika dengan sesama gadis,
mereka mungkin tidak memiliki motif tersembunyi... Tidak, jika aku menerima
permintaan satu orang di sini, situasinya pasti akan lepas kendali ...)
Untuk
saat ini, aku harus mengkonfirmasi niat Alisa... ketika Masachika
berbalik ke belakangnya, Alisa justru kembali menatap Masachika dengan reaksi
bermasalah.
(Ah,
ya... Keadaannya yang sekarang bukanlah keadaan yang bisa mengambil foto dengan
senyuman di wajahnya. Kurasa aku harus menolak permintaan mereka...)
Ketika Masachika membuat
keputusan itu, ia hendak berbalik untuk menolak mereka, tapi…
“Kalian semua? Memaksa
seseorang bukanlah tindakan yang elegan, loh?”
Suara yang berwibawa menembus
keriuhan, dan semua orang yang hadir, termasuk Masachika, seketika menoleh ke
arah suara tersebut. Dan semua orang seketika terhenyak dari kesadaran mereka.
Di sana terdapat para wanita
yang mengenakan seragam ksatria yang melambangkan wujud keberanian dan
kebangsawanan. Orang yang memimpin gerombolan kstaria tersebut ialah gadis
cantik dengan rambul gulungan vertikal berwarna madu yang mempesona. Dia adalah
ketua klub kendo putri dan wakil ketua komite kedisiplinan publik, Kiryuuin
Sumire.
“Sumire-senpai……!”
“Sungguh bermartabat
sekali.....!”
Bahkan gadis-gadis yang ingin
memotret Alisa dibuat terpesona oleh penampilannya yang begitu anggun dan
cantik. Saat dia mendekati mereka dengan tenang, Sumire melirik ke arah
Masachika yang melindungi Alisa dengan jubah, dan Masachika menurunkan tangan
kanannya setelah memahami maksudnya. Sembari tersenyum puas, Sumire menatap
para siswi dan berkata.
“Ketika ingin mendekati seorang
wanita, kalian harus mendekatinya seperti orang yang jantan daripada
mendekatinya secara paksa desuwa. Benar, misalnya saja dengan cara yang seperti
ini.”
Usai mengatakan hal itu, Sumire
dengan anggun menepis jubahnya dan berlutut dengan satu kaki, meletakkan tangan
kanannya di dadanya dan mengulurkan tangan kirinya ke arah Alisa.
“Wahai nona elf yang cantik,
bersedikah dirimu memberiku kehormatan untuk mengabadikan momenmu?”
“... Ah, iya.”
Alisa hanya bisa mengangguk
setuju dengan perilaku seperti pangeran fiksi yang menjadi idaman semua para
gadis. Kemudian,
““““““Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa””””””
Jeritan melengkik pun
membludak, hampir mengguncang jendela yang berada di koridor. Atau lebih
tepatnya, jendela itu benar-benar bergetar.
Sambil menerima teriakan dari
para siswi di sekelilingnya, Sumire dengan santai berdiri untuk melindungi
Alisa dan berbicara kepada para siswi yang ada di sekitarnya.
“Tolong diingat baik-baik, oke?
Sebagai murid dari Akademi Seirei, kalian harus selalu menjaga tingkah laku dan
sopan santun kalian.”
Setelah mengatakan itu dengan
nada mencela, Sumire pun melanjutkan, “Yah...”
“Aku tidak mengharapkan kalian
bisa mendadak melakukannya seperti diriku ... Jadi pertama-tama, aku akan
memberi kesempatan latihan terlebih dahulu.”
Sumire melirik gadis yang
paling dekat dengannya ketika mengatakan itu.
“Baiklah, jadi bagaimana caramu
saat memintanya?”
“Y-Ya... eh, um, izinkan aku—”
“Tanpa perlu memaksakan diri,
kamu bisa membuat permintaan yang tulus dengan kata-katamu sendiri.”
“U-Umm! Apa kamu tidak
keberatan jika aku mengambil fotomu!?”
“Ya, boleh saja desuwa.”
Setelah tertawa dengan santai,
Sumire mengubah pose dan ekspresinya dalam hitungan detik karena menjadi sadar akan
jepretan kamera. Pada saat yang sama, dia melambaikan tangan di belakang
punggungnya dan Masachika secara diam-diam meninggalkan lokasi bersama Alisa.
Saat melakukan itu, ia juga tidak lupa mengungkapkan rasa terima kasihnya
dengan berbisik.
“(Terima kasih banyak,
Violet-senpai)”
“Namaku Sumire desuwa!”
Rupanya, dia masih tidak bisa
mengabaikan hal tersebutbegitu saja.
Masachika tertawa kecil pada
Sumire yang langsung membantahnya. Dan kemudian, ketika ia melihat Sumire
mengatur jalannya lalu lintas sambil menanggapi pemotretan, Masachika bergumam
kagum.
“Sungguh, dia benar-benar
berbakat dalam hal itu. ...... Dia tahu bagaimana cara memikat dirinya sendiri.
Yah, dalam hal menjadi aktor yang baik, sepupunya, Yuusho, juga sama demikian.”
Meski demikian, ia tidak
menyukai perilaku Yuusho yang lagaknya seperti pangeran, mungkin karena
Masachika sama-sama seorang pria.
“Upss, apa kamu baik-baik saja,
Alya? Itulah sisi negatif dari menjadi sangat populer….”
“Ya, aku tidak apa-apa… Terima
kasih sudah melindungiku.”
Masachika mengangkat bahunya
pada Alisa yang mengalihkan pandangannya dan membisikkan terima kasih.
“Jangan khawatir tentang itu.
Justru sebaliknya, aku merasa keributan itu menjadi lebih besar karena
ocehanku... Maaf, aku sudah mengacaukannya.”
“Tidak, aku sendiri bahkan tidak
bisa melakukan apa-apa. Aku tidak bisa menyalahkanmu begitu saja,
Masachika-kun.”
“Hmm... Yah, hal semacam ini
mungkin akan sering terjadi di masa depan, dan itu berarti kita harus rajin
bekerja sama satu sama lain.”
“... benar juga”
Setelah itu, terjadi keheningan
yang panjang. Entah bagaimana suasana hati Alisa sudah kembali membaik, tapi
kali ini suasananya menjadi sedikit berat, dan Masachika menggaruk kepalanya
bertanya-tanya apa yang harus dilakukan. Ia kemudian dengan santai melihat
sekeliling dan melihat ruang kelas yang ada di dekatnya.
“Ah, kelas ini... bukannya ini
bar sulap yang dijalankan oleh Masha-san dan Sarashina-senpai, ‘kan? Bagaimana
kalau kita mampir sebentar?”
“Eh? ... Yah, aku tidak
keberatan sh.”
“Oke. Ah, bisakah aku pesan
tempat untuk dua orang?”
“Silakan~, silakan duduk di
tempat yang kosong, ya~”
Ketika siswa yang berjaga di
pintu masuk membimbingnya masuk, Masachika menyipitkan matanya karena ruangan
tersebut lebih gelap dari yang ia duga. Musik jazz mengalun pelan di dalam
ruangan dan suasana secara keseluruhan terasa tenang dan santai. Meja-meja
panjang horizontal disusun dalam bentuk U yang terbuka ke arah pintu masuk, dan
terdapat sulap yang dilakukan di setiap meja.
“Ah, Alya-chan, Kuze-kun,
selamat datang~.”
Dipanggil oleh suara yang
familiar, mereka berdua menoleh untuk melihat Maria yang memberi isyarat untuk
datang mendekatinya.
“Ohhh~, Masha-san… entah
kenapa, kamu terlihat sangat dewasa sekali dengan pakaian itu.”
“Ehh, benarkah~? Terima kasih~.
Uwaahhh, Alya-chan juga kelihatan sangat imut!”
Maria menunjukkan senyuman yang
sepertinya bisa membuat siapa saja ikut tersenyum seperti biasanya. Namun,
suasana ruangan yang tenang dan seragam bartender dengan kemeja serta rompi memberikan
pesona yang dewasa pada Maria. Walaupun sejak awal dia memang lebih tua darinya,
tetapi penampilan Maria yang sekarang justru memiliki suasana yang kuat sebagai
seorang Onee-san yang dewasa dan lembut, yang mana hal itu membuat jantung
Masachika berdetak kencang.
(Uwaaah,
bahaya banget nih... Jika wanita seperti dirinya menawariku alkohol, kupikir
aku akan terus meminumnya tanpa henti.)
Sambil memikirkan hal-hal seperti
itu secara tidak sengaja, Masachika dan Alisa tiba di meja tempat Maria berada.
Meja panjang mendatar dengan kaki yang agak panjang, ditutupi dengan kain besar
untuk menyembunyikan kaki meja. Kemungkinan besar, hal tersebut untuk
memastikan bahwa penonton tidak dapat melihat pesulap dari area pinggang hingga
ke bawah. Penataan mejanya juga dilakukan secara cermat untuk memastikan bahwa
penonton tidak berada di belakang pesulap.
“Lah, aku malahan duduk dengan
santainya, tapi apa Alya tidak keberatan untuk duduk di sini?”
“Yah, aku tidak keberatan,
kok.... Aku sedikit khawatir apa aku bisa melihat sulap yang benar.”
“Ahh~ Kamu sedang mengejekku,
iya ‘kan~. Bahkan Onee-chan juga bisa melakukan sulap, loh? Aku sudah banyak
berlatih, tau~.”
Marija meletakkan tangannya di
pinggul dan terlihat cemberut dan marah. Namun, dia segera tersenyum dan
menyodorkan menu di depan mereka.
“Kalian mau pesan minuman apa?
Tentu saja, semuanya itu non-alkohol, jadi jangan khawatir, oke?”
Sejalan dengan konsep bar sulap,
menunya dipenuhi dengan nama-nama koktail non-alkohol. Masachika mengetahui
beberapa nama minuman berdasarkan pengetahuannya, tetapi sepertinya Alisa tidak
terbiasa dengan koktail dan membeku di depan daftar menut itu, yang sekilas rinciannya
tidak sepenuhnya jelas. Namun, dia terus menatap menu tersebut dalam diam,
seolah-olah harga dirinya tidak mengizinkannya untuk bertanya kepada kakak
perempuannya mengenai minuman apa saja yang ada di menu tersebut.
“Kalau begitu, aku pesan
Cinderella.”
“Ah, lalu aku pesan minuman
yang sama ...”
“Oke~, dua Cinderella, ya~.
Fufufu, sang pangerannya kelihatannya akan mendapatkan masalah, ya. Kalau gitu,
tolong tunggu sebentar, oke?”
Bahkan Maria mungkin menyadari
ketidakjujuran Alisa yang tampak jelas. Namun demikian, tanpa menunjukkan
kepura-puraan, Maria mengambil menu dan berjongkok di kakinya. Kemudian,
setelah mencari-cari selama beberapa saat, dia pun kembali berdiri dengan pengocok
dan gelas di tangannya.
“Kalau begitu, aku akan membuat
Cinderellanya sekarang, ya~? Meskipun aku bukan nenek penyihir, sih.”
Sambil mengatakan sesuatu yang
misterius, Maria membagi pengocok menjadi dua dengan mengerutkan kocokannya dan
mengisi separuh bagian bawahnya dengan air dari botol plastik.
“Ehh, tunggu sebentar?”
Mengesampingkan Alisa yang kebingungan,
Maria kemudian menyatukan pengocok tersebut dan mengocoknya. Kemudian, saat
tutup pengocok dibuka dan dimiringkan ke atas gelas—minuman berwarna kuning
dituangkan ke dalam gelas.
“Eh? Ahh…”
Setelah mengeluarkan suara
polos dan penasaran, Alisa menutup mulutnya seakan-akan mengatakan, 'Ah, aku keceplosan’. Namun, suara yang
sudah keceplosan tidak bisa ditarik kembali, dan Maria meletakkan gelas di
depan Alisa dengan senyuman sombong.
“Ini, silakan dinikmati.”
“Ohh~”
Saat Masachika bertepuk tangan,
Alisa juga ikut bertepuk tangan sambil terlihat sedikit kesal. Tentu saja
Masachika mengetahui trik sulap yang dilakukan Maria tadi. Hal ini karena
Masachika, sebagai seorang otaku yang siap kapan saja untuk terlibat dalam
permainan yang mempertaruhkan nyawanya, sehingga ia mempelajari segala teknik curang yang ada.
Sebenarnya, trik sulap yang
tadi benar-benar gampang. Bagian atas dan bawah pengocok adalah wadah yang
terpisah, dan bagian atas cukup diisi dengan minuman Cinderella terlebih dahulu.
Tentu saja, meskipun Masachika mengetahuinya, ia takkan melakukan tindakan
kurang ajar seperti membongkar triknya langsung di depan matanya. Bahkan jika
ia mengetahui triknya, menunjukkan keterkejutannya merupakan respon yang patut
dilakukan.
“Kalau begitu, sekarang aku
akan menunjukkan sulap kartu, oke?”
Setelah mengatakan hal itu,
Maria mengeluarkan alas meja dan kartu remi. Dia lalu meletakkan alas di atas
meja dan meletakkan kartu di atasnya. Tangannya terlatih dengan baik, mengindikasikan
jumlah latihan yang sudah dilakukannya.
“Lalu, pertama-tama, aku akan
membagi tumpukan kartu ini menjadi dua. Kuze-kun, bisakah kamu mengatakan 'Berhenti' dimanapun kamu suka?”
“Ya”
Dengan berpura-pura menjadi
seorang amatir, Masachika mengikuti instruksi Maria.
(Seperti
yang dikatakan Alya, aku memang sedikit khawatir... tapi sepertinya tidak ada
masalah sama sekali. Yah, kurasa memang begitu. Masha-san selalu bertingkah
lembut di depan Alya, tapi pada dasarnya dia orang yang tegas)
Masachika merasa lega seperti
itu, tapi... Masachika sama sekali tidak pernah tahu. Sebenarnya, ada aturan
yang cukup jelas bagi Maria untuk berubah dari Onee-san menjadi Onee-chan.
Walaupun kelihatannya gampang
untuk dikatakan, tapi ketika Maria berpikir, “Aku harus tegas!” maka dirinya menjadi semakin tegas pula.
Misalnya saja ketika berhadapan dengan orang yang perlu diwaspadai. Atau ketika
orang yang bersamanya tidak dapat diandalkan. Sebaliknya, semakin banyak orang
yang bisa dipercaya oleh Maria, dirinya akan semakin merasa rileks dan berpikir
“Aku tidak perlu bersikap tegas, iya
‘kan?”, dan Maria akan berubah menjadi seorang Onee-chan yang bodoh.
Berdasarkan hal itu, siapa yang
ada di depan Maria sekarang? Benar, Alisa dan Masachika. Mereka berdua adalah
orang yang paling dipercaya dan dicintai Maria. Di hadapan mereka berdua, Maria
berada di puncak kebahagiaan dan kegembiraannya. Aura di sekelilingnya juga
terlihat lebih lembut. Dalam hal kecerdasan IQ, nilainya turun menjadi 50, dan
dalam hal penyimpangan, turun sekitar 30. Alhasil,
(Hah? Tadi itu… bukannya dia baru saja melakukan double lift?)
Masachika merasa tidak nyaman
dengan prosedur yang dilakukan Maria, tetapi Maria tampaknya tidak terganggu
dan terus melanjutkan.
“Sekarang, aku memasukkan kartu
yang dipilih Alya-chan ke dalam saku. Tapi jika kita membaca mantranya di sini,
maka…. tiga, dua~, satu~….”
Sembari menghitung mundur,
Maria menjentikkan jarinya pada tumpukan kartu, yang tidak terdengar seperti
menjentikkan sama sekali. Dan ketika
kartu teratas dibalik... kartu itu menunjukkan sisi belakang yang sama.
“Ara?”
““...””
Dia membalik kartu yang
menghadap ke bawah, tapi ternyata sisi belakangnya masih tetap sama. … ternyata
itu adalah salah satu kartu yang seharusnya tidak boleh dilihat.
“Permisi, Masha-san, boleh aku
minta nambah lagi?”
“Ah, tentu~”
Karena tidak dapat memikirkan tindak
lanjut yang baik, Masachika berpura-pura tidak melihat apa-apa. Alisa pun
mengangkat gelasnya ke mulut dengan ekspresi yang tidak bisa dilukiskan. Tidak
peduli seberapa ceroboh kakaknya, sepertinya Alisa tidak bisa mengomentari hal
ini.
“Ka-Kalau begitu, untuk
memeriahkan suasana lagi, aku akan
menunjukkan trik sulap dengan menggunakan cangkir dan bola ini!”
Setelah menerima perhatian
mereka berdua, Maria menata ulang dengan alat yang berbeda... tapi sejak dari
sana, semuanya menjadi kacau balau. Sementara semua trik sulapnya tidak
berjalan sesuai rencana, mereka berdua justru melihat banyak hal yang
seharusnya tidak boleh mereka lihat. Masachika dan Alisa membawa minuman ke
mulut mereka lagi. Tanpa disadari, mereka sudah meminum minuman Cinderella yang
keempat.
“Uuu~... maafkan aku, ya?
Kelihatannya aku sedang tidak enak badan hari ini.”
“Bukannya itu hal yang terburuk
jika kamu tidak enak badan hari ini ...”
“Tidak, yah, Segalanya berjalan
dengan lancar sampai sebelumnya, bukan? Rasanya memang berbeda jika berurusan
dengan kerabat sendiri, iya ‘kan?”
Alisa membuat kritikan pedas
karena kegagalannya yang berulang kali. Di sisi lain, Masachika berhasil
memberinya alasan yang jelas. Pada saat itu, pintu ruang kelas terbuka, dan
wajah Maria segera berbinar-binar ketika menengok ke arah sana.
“Ah, Chisaki-chan. Sini~,
sini~”
“Hmm? Ada apa Masha?”
Maria memanggil Chisaki yang hendak
masuk, dia mengenakan pakaian bartender dan anting-anting dengan batu ungu di
salah satu telinganya.
Penampilannya yang mengenakan
celana sangat cocok untuk Chisaki yang bertubuh tinggi. Dipadukan dengan
penampilannya yang rapi, dia terlihat sebagai wanita dewasa yang keren dan
tenang..
“Uwaahh, Sarashina-senpai, kamu
keren banget.”
“Haha makasih.”
Chisaki tersenyum dan membalas
pujian yang tidak sengaja dilontarkan Masachika. Bahkan kesan yang dikeluarkan
terasa seperti orang dewasa, dan Masachika tidak bisa menahan diri untuk tidak
menghela napas kekaguman. Suhu yang ada di sampingnya turun tiga derajat. Namun
Masachika berpura-pura tidak menyadarinya.
“Maafkan aku ya~ Pertunjukkan
sulapku sama sekali tidak berjalan dengan baik... Karena aku merasa tidak
enakan membuat mereka kecewa, jadi bagaimana kalau Chisaki-chan saja yang
menunjukkan satu trik sulap kepada mereka?”
“Ehh? Ah, yah, tidak masalah,
sih...”
Setelah mengedipkan matanya,
Chisaki menjelajahi saku rompinya dan menggantikan posisinya dengan Maria
sambil berdehem ringan.
“Hmm, kalau begitu, aku
menunjukkan satu trik sulap kepada kalian, oke? Dan di sini, aku sudah
menyiapkan koin.”
Usai mengatakan itu, Chisaki
mengeluarkan koin arcade dari saku rompinya dan dengan pelan mengetuk meja
dengan koin itu.
“Seperti yang bisa kalian
berdua lihat, ini hanya koin biasa. Kalian boleh memegang dan memeriksanya.”
Setelah menunjukkan bunyi
dentingan yang keras, Chisaki menawarkan koin kepada Masachika. Masachika
dengan ringan menggulung koin itu dengan tangannya dan segera menyerahkannya
kepada Alisa. Dalam perbandingan sembilan dari sepuluh kasus, koin yang
diberikan kepada penonton pada saat-saat seperti ini sama sekali tidak memiliki
tipu muslihat. Sebaliknya, para pesulap biasanya akan mengatur sesuatu saat
melakukan ini, atau menggantinya dengan koin khusus setelah membiarkan penonton
memeriksanya. Mengetahui hal itu, Masachika mengalihkan perhatiannya ke tangan
Chisaki ketimbang koin yang diberikan kepadanya.
(Yah,
dari kelihatannya, sepertinya dia tidak mempunyai alat lain... Jika itu adalah
sulap koin yang dilakukan dengan satu koin, apa itu berarti dia akan
menggunakan teknik murni tanpa tipu muslihat?)
Sementara Masachika merenungkan
hal seperti itu, pemeriksaan dari Alisa sudah berakhir, dan koin itu
dikembalikan ke tangan Chisaki. Chisaki kemudian berkata dengan senyum santai.
“Sekarang, pertama-tama, aku
akan membagi koin ini menjadi dua.”
“Kamu akan membaginya menjadi
dua?”
“Eii”
“Uwaahh”
“Ehh— ...”
Chisaki merobek koin menjadi
dua dengan tangan yang terlihat seperti sedang merobek kertas. Dalam sekejap,
koin itu berubah menjadi setengah lingkaran, masing-masing melengkung ke arah
yang berlawanan.
“Tolong perhatikan baik-baik,
ya~. Sudah jelas kalau koin ini sudah terbelah, ‘kan?”
“Iya, aku sampai dibuat
terkejut.”
“Eh, tidak, Ehh—?”
Benda yang tadinya berupa koin,
sekarang berdenting di tangan Chisaki.
“Kalau begitu, aku akan
menggenggam ini di tanganku.”
Sambil mengatakan itu, Chisaki
menggenggam koin yang sudah terbelah menjadi dua di tangan kanannya dan
mengangkatnya setinggi wajahnya. Dia kemudian mulai menghitung mundur dengan
tangan kirinya.
“Aku mulai ya~? Tiga, dua,
satu. Haa—!!”
Dengan suara yang terdengar
lebih mirip ucapan jurus spesial daripada mantra, Chisaki mengepalkan tangan
kanannya dengan erat. Dan ketika Chisaki perlahan-lahan membuka telapak tangan
kanannya──
“Lihatlah ini! Koin yang
tadinya terbelah sudah menghilang dan bola pachinko telah muncul!”
“Ohhh~”
“Bola, pachinko?”
Alisa memiringkan kepalanya
sedikit sambil bertepuk tangan. Masachika sangat memahami apa yang dia rasakan.
Karena pada bola pachinko, terdapat semacam pola seperti koin yang mengambang
di permukaannya. Tapi Masachika tidak mengomentarinya. Merupakan sikap yang
baik untuk tidak menunjukkannya saat ia menyadarinya. Bukan karena dirinya
merasa takut atau semacamnya.
“Gimana? Apa itu menarik?”
“Daripada dibilang menarik,
yang ada itu justru luar biasa. Kupikir Senpai mungkin bisa menaklukkan dunia
dengan kekuatan itu.”
“Rasanya sudah seperti
keajaiban daripada dibilang trik sulap...”
Masachika mengangguk
dalam-dalam pada penilaian Alisa. Memang benar bahwa pertunjukkan tadi lebih
mirip seperti keajaiban daripada trik sulap. Entah dia menyadari perasaan batin
juniornya atau tidak, Chisaki merasa malu dan menggaruk-garuk pipinya.
“Benarkah? Hehe syukurlah~… aku
senang master mangajariku cara melakukannya.”
“Dan siapa master yang senpai
maksud??”
“Ettto, orang yang kumaksud
adalah nenekku.”
“Tak disangka-sangka, ternyata
lansia yang udah uzur ... Tidak, mungkin tepatnya lansia bertubuh baja?”
“Syukurlah kalau kalian
menikmatinya. Kalau begitu, sepertinya Masha sudah gagal cukup banyak... jadi,
kalian boleh membayar seikhlasnya saja, kok?”
“Yang begini sih sudah termasuk
ancaman kalau disuruh [bayar seikhlasnya]
setelah diperlihatkan pertunjukkan tadi.”
“Eh? Apanya?”
“Tidak, bukan apa-apa.”
Setelah membayar biaya yang
sudah ditentukan kepada Senpai-nya yang masih tertegun, Masachika dan Alisa
meninggalkan ruang kelas.
“... Pada akhirnya, aku tidak
bisa melihat pertunjukkan sulap yang sebenarnya.”
“Ya... tak satu pun dari mereka
layak disebut sulap dalam arti yang berbeda.”
Masachika justru merasa kalau
dirinya sudah melihat sesuatu yang lebih menakjubkan daripada sulap.
“Aku penasaran mengenai apa
yang terjadi dengan itu... Apa itu semacam logam lunak atau sejenisnya?”
“Entahlah? Yang jadi
pertanyaan, apa itu memakai trik atau tidak ...”
“Seandainya saja itu mudah
dipahami seperti Masha. Ya ampun, hari ini aku merasa kalau aku sudah mendapat
banyak pembongkaran trik sulap……”
“Yah, begitulah.”
“Haa, Aku benar-benar heran
kenapa dia masih melakukannya dengan keadaannya yang begitu…. padahal aku
pernah mendengar kalau dia cukup diandalkan sebagai anggota OSIS…”
“...”
Masachika tersenyum samar-samar
pada Alisa yang terlihat skeptis.
Pasti dari lubuk hatinya, Alisa
benar-benar menganggap Maria sebagai kakak perempuan yang periang dan lembut. Faktanya,
Maria bertingkah periang dan santai tanpa syarat di depan Alisa, jadi tidak
mengherankan jika dia memberikan kesan seperti itu.
(Mungkin,
dia tidak pernah melihat tingkah laku kakak perempuannya yang tegas)
Setelah berpikir demikian,
Masachika merasa kalau rasanya sangat disayangkan, tapi ini juga merupakan
keinginan Maria sendiri untuk dianggap oleh Alisa sebagai “Kakak perempuan yang tidak dapat diandalkan”, jadi Masachika tidak
mengatakan apa-apa meski dirinya merasa sedikit menyesal.
“Kalau begitu, kurasa lebih
baik jika kita harus segera kembali ke tugas panitia festival, jadi ayo
berganti pakaian dulu?”
“Ah... ya, benar juga.”
“Atau lebih tepatnya, bukannya
Alya harus pergi ke klub kerajinan tangan dulu?”
Saat Masachika menanyakan itu
sambil melihat kostum elf Alisa yang jelas-jelas memiliki kualitas berbeda, dia
mengangguk seraya menjawab “Ya”.
Sebagai tanggapan, Masachika menuju ke ruang klub kerajinan tangan.
“Oh, Kuze-shi.”
“Ah, ossu!”
Masachika dengan ringan
mengangkat tangannya ketika tatapan matanya bertemu dengan seorang kenalan dari
anggota klub wanita yang baru saja menjaga stan klub. Dengan rambut hitam
panjangnya yang diikat menjadi satu simpul di belakang lehernya, dia adalah
gadis yang cukup cantik dengan suasana yang ramah.
Dia adalah teman sekelas
Masachika yang merupakan ketua klub kerajinan tangan ketika Masachika menjadi wakil
ketua OSIS SMP, dan berkat hubungan itu, mereka mempunyai hubungan di mana
mereka saling mengandalkan satu sama lain dalam berbagai hal. Dia adalah 'gadis cantik yang ramah kepada otaku',
dan kepribadiannya yang ramah membuatnya cukup populer di kalangan anak cowok,
tetapi... Masachika memanggilnya dengan panggilan Slit-Paisen*, sesuai dengan
kutipan yang pernah dilontarkannya. Sekali lagi, dia adalah teman sekelasnya. (TN: Kata Paisen
adalah cara gaul dan plesetan dari kata Senpai, panggilan ini biasanya
digunakan sama cewek-cewek gyaru atau golongan anak gaul yang dekat dengan
seniornya)
“Apa kamu datang untuk melihat
pameran hari ini... atau kelihatannya tidak begitu, ya.”
“Ya, masalah utamanya adalah
untuk mengganti baju Alya.”
“Oke, dimengerti. Aku akan memanggil
dulu gadis-gadis yang membuat kostum itu, oke? Ah, sembari menunggu, kamu bebas
untuk melihat-lihat ke dalam, kok.”
Ketika diminta begitu,
Masachika dan Alisa pun memasuki ruang klub, di mana ada pelbagai kostum yang
dipajang pada manekin dan model torso. Dimulai dengan gaun pengantin kerajaan,
ada kostum bergaya gothic-lolita,
kostum bergaya penari, tuksedo, dan seragam militer— karya-karya itu dipenuhi
dengan hobi dan minat penciptanya..
“Entah bagaimana... rasanya
sungguh luar biasa sekali. Ini sih sudah mirip seperti toko cosplay.”
“Sebenarnya, pameran ini
mungkin tidak beda jauh dengan begitu. Mereka semua benar-benar seenaknya membuat
apapun yang mereka inginkan.”
“Uwaaah, renda ini tipis
banget, mau bagaimanapun juga, semua kualitasnya terlihat sangat tinggi…”
“Misalnya saja gaun ini, ini
benar-benar terlihat bisa dijual...”
Masachika dan Alisa melupakan
tujuan awal mereka untuk sementara waktu ketika dibuat terkesan dengan kesempurnaan
pelbagai kostum yang luar biasa. Dan ketika masing-masing dari mereka mengamati
dengan bebas, Masachika tiba-tiba melihat ke arah Slit-paisen dan bertanya.
“Naa, karena Alya boleh mengenakan
pakaian elf itu, apa itu berarti pameran ini juga bisa menyewakan kostum?”
“Ehh? Itu sih….Umm~~, pada
dasarnya sih enggak boleh, tapi kalau orang yang membuatnya mengizinkan,
mungkin bisa?”
“Dengan kata lain, orang
tersebut harus bisa diakui untuk menjadi model pakaian itu, ya?”
“Yah, kurang lebih begitulah.
Lalu, yah, gampangnya sih sebagian ukurannya mungkin kurang pas. Jika sedikit,
aku bisa menyesuaikannya di tempat.”
“Begitu ya... kalau begitu, aku
punya permintaan kecil...”
Saat mereka berdua sedang
berbisik-bisik membicarakan sesuatu, Alisa mendekat dengan ekspresi curiga di
wajahnya, dan Masachika mengakhiri pembicaraan.
“Apa ada yang salah?”
“Tidak ada apa-apa,kok? Aku
hanya membicarakan kalau kualitas cosplaymu sangat tinggi, sampai-sampai aku
ingin memotretnya.”
“Benar tuh, yah aku bisa
memahami perasaan kenapa kamu ingin memotretnya sih~”
Masachika mengangguk mengiyakan
sambil dalam hati berterima kasih kepada Slit-paisen atas tindak lanjutnya.
Kemudian, Alisa tampaknya juga tidak terlalu curiga dan membuat wajah sedikit
masam.
“Ini bukan hal yang pertama
kalinya, tapi... aku masih merasa kesulitan untuk bereaksi ketika ada seseorang
yang tidak aku kenal dengan baik meminta untuk berfoto.”
“Ah, kamu biasanya didekati
oleh orang asing sih ya”
“Kadang-kadang sih, tapi... aku
selalu menolaknya.”
“Itu sih…. menjadi gadis cantik
punya masalahnya tersendiri, ya.”
Ketika Masachika menjawab
dengan simpati, Alisa mengalihkan pandangannya ke bawah secara diagonal dan
bergumam sambil memain-mainkan rambutnya.
【Jika
itu kamu... aku tidak keberatan jika kamu mengambil fotoku】
Setelah mendengar hal itu, bahkan
Masachika pun berpikir, “Seriusan?”
dengan terkejut.
Jika ditanya apakah dirinya
ingin memotret Alisa atau tidak, Masachika pasti mau. Dirinya pasti ingin
mengabadikan momen bersama elf asli yang sangat berkualitas. Namun, Masachika
merasa ragu-ragu untuk meminta fotonya karena dia sudah menolak ajakan berfoto
dengan orang lain...
(Kuh,
gimana nih? Apa yang harus aku lakukan...? Aku tahu jika aku bertanya, dia akan
membiarkanku mengambil fotonya, tapi tetap saja, memintanya untuk berfoto masih
memalukan...! Ta-Tapi, jika aku harus memilih antara rasa malu sementara atau
foto Alya…..Hah!)
Setelah berpikir dalam-dalam
selama beberapa detik, Masachika sampai pada suatu kesimpulan.
“Alya”
“Hmm?”
“Umm, mumpung kita sedang
membicarakan hal ini… tapi sebelum kita berganti pakaian, bagaimana kalau kita
mengambil foto sebagai kenang-kenangan? Lihat, mumpung ada kesempatan yang
bagus.”
Masachika bertanya dengan
cerdas, berpura-pura sesantai mungkin. Kemudian, setelah alis Alisa berkedut,
dia menyipitkan matanya dengan pandangan geli.
“Funn~? Emangnya kamu sangat ingin memotretku?”
“... yah, sebagai seorang otaku
di hadapan elf sungguhan seperti ini, mana mungkin aku tidak mau melakukannya,
‘kan?”
“... Fummm~”
Sambil terlihat sedikit geli
dengan kata-kata Masachika, Alisa mengibaskan
rambutnya dan berkata.
“Yah, boleh saja, kok?”
“Oh, begitu ya. Lalu—”
Di sana, bahu Masachika ditepuk
dari belakang, dan ketika berbalik, dirinya melihat Slit-paisen menyeringai dan
menunjuk ke dalam ruangan yang ada di sebelahnya.
“Jika begitu, kamu bisa
menggunakan ruangan tempat aku biasanya menyimpan pakaian, loh? Mau aku
pinjamkan?”
“O-Ohh, benarkah? aku sangat
tertolong.”
“Oke.”
Slit-paisen memandu mereka
berdua ke dalam ruangan di sebelahnya, yang merupakan sebuah ruangan
penyimpanan dengan rak berjejer di kiri dan kanan. Secara keseluruhan,
tempatnya sedikit berdebu, tapi ada ruang kosong di dekat jendela belakang yang
sudah dibersihkan dengan rapi, dan Slit-paisen menunjuk ke arah sana.
“Kamu bisa menggunakan tempat
itu. Di sana lumayan cerah dan mempunyai latar belakang yang bagus.”
“Oh, memang sih.”
Masachika lalu meminta Alisa
untuk berdiri di sana seperti yang sudah diberitahu, dan rasanya memang cukup
bagus. Bangunan ruang klub adalah bangunan bergaya Barat, jadi hal tersebut
mempunyai keserasian yang baik dengan kostum elf. Selain itu, cahaya latarnya
juga menambah kesan misterius.
“Kalau gitu, aku pergi dulu
untuk menjaga stan, ya.”
“Ah, iya. Terima kasih banyak.”
“Sama sekali tidak masalah,
kok.”
Setelah melihat Slit-paisen
pergi sambil mengatakan sesuatu layaknya pria jantan, Masachika mengeluarkan
smartphonenya.
“Kalau begitu, langsung saja…
apa kamu siap?”
“Eh, untuk posenya...”
“Tidak, untuk saat ini kamu
bisa berdiam diri saja dulu.”
“Begitu?”
Untuk mengujinya, Masachika menyalakan
kamera dan meningkatkan pencahayaan sambil mengamati layar....
“Ohhh...”
Sosok yang tertangkap di
kameranya adalah seorang elf yang sangat misterius. Dilihat melalui lensa
kamera, pemandangan tersebut menjadi semakin tidak nyata.
“Oke, aku akan mulai memotretnya.”
“Eh, iya.”
Sambil sama-sama merasa sedikit
gugup, Masachika mulai mengklik tombol rana. Ketika melihat foto-foto yang sudah
diambilnya, Masachika hanya bisa berdecak kagum.
“Sungguh cantik sekali...”
“Eh, sa-sampai segitunya?”
“Ya……”
“Be-Begitu ya? Lalu, kamu masih
ingin mengambilnya lagi?”
“Ya, dengan senang hati”
Tidak lagi merasa malu,
Masachika meminta permintaan dengan lugas. Kemudian, Alisa mengalihkan
pandangannya sejenak sambil terlihat seperti dia masih belum sepenuhnya puas.
【Kebetulan...
apa kamu mulai mengagumiku? 】
(Tidak
sama sekali)
【Jika
cuma kepala... kamu boleh mengelusnya, kok? 】
(...Aku
takkan mengelusnya)
Dalam hati, Masachika berulang
kali mengklik tombol kamera sembari berpikir, “Kamu masih saja mengungkit-ngungkit candaan yang diceritakan oleh
Yuki?” dengan tatapan mata yang jauh.
Masachika semakin asyik sendiri dengan kameranya, karena ia merasa bahwa setiap
kali Alisa mengubah pose atau mengeklik tombol kamera, pesona yang berbeda akan
muncul. Dan setelah sekitan 30-an foto diambil,
“Hmm?”
Tiba-tiba Masachika merasa
tidak nyaman dan memeriksa foto yang baru saja diambilnya.
“!?”
Setelah memastikannya, matanya membelalak
lebar-lebar. Tak disangka-sangka, rok putih Alisa terpantul di layar. Dan di sana….siluet
tubuh bagian bawah Alisa bisa terlihat jelas melalui lensa kamera.
Masachika tidak tahu bagaimana
hal itu bisa terjadi. Mungkin secara kebetulan, cahaya yang benderang menyinari
jendela dan pengaturan kamera secara ajaib menyatu dengannya.
Selain itu, bukannya berarti
celana dalamnya bisa terlihat melalui rok yang transparan tersebut. Memang
tidak terlihat sama sekali, tapi, hanya saja... Keindahan kaki Arisa yang
muncul dari balik rok putihnya entah bagaimana sangat, sangat menggairahkan.
“Ada apa?”
“Ah tidak, bukan apa-apa...”
Setelah secara refleks membalas
pertanyaan Alisa dengan penolakan, Masachika merasa bimbang.
Alisa masih tidak menyadari
pemotretan ajaib ini. Selain itu, ia tidak memotret pakaian dalam atau bagian
tubuhnya yang terbuka. Meski demikian, sebagai seorang pria jantan, foto ini
tetap harus dihapus. Tapi sebagai cowok remaja, rasanya sangat disayangkan
untuk menghapus hasil bidikan ajaib ini. Benar-benar sangat disayangkan.
(Aku
harus gimana nih? Apa aku perlu jujur? Tapi jika aku mengatakannya dengan
jujur, ada kemungkinan kalau foto itu akan dihapus... Lagian, aku mengambilnya
dengan tidak sengaja, atau lebih tepatnya, aku tidak bisa mendapatkan foto
semacam ini lagi bahkan jika aku menginginkannya!!)
Hanya dalam tiga detik,
Masachika merasa dilema, khawatir, dan bimbang ... Bahkan Maria versi chibi
dalam wujud malaikat yang muncul di benaknya , dibuat terpental oleh iblis
kecil Yuki dalam sekejap sebelum dia bisa mengatakan apa-apa...
“Seriusan, bukan apa-apa kok. Hanya
saja, ada sesuatu yang tidak perlu tak sengaja ikut difoto.”
Pada akhirnya, Masachika berpura-pura
untuk tidak melihatnya. Ya, itu hanya
imajinasinya saja. Ia memutuskan kalau itu hanya bayangan yang aneh karena diterpa
banyaknya cahaya. Masachika selalu berusaha kembali memotret seolah-olah tidak
terjadi apa-apa sambil membohongi dirinya sendiri dengan sekuat tenaga.... Alisa
menyipitkan matanya dan berkata,
“Coba mana, biar kulihat.”
“Eh?”
“Foto-foto yang kamu ambil, cepat
tunjukkan kepadaku.”
Segera setelah dia mengatakan
hal ini, Alisa dengan cepat mengambil smartphone dari tangan Masachika yang
menegang.
“Ah...”
Sebelum Masachika bisa
menghentikannya, jari Alisa menelusuri foto yang baru saja diambilnya──
“...Masachika-kun.”
"Ya"
“Foto macam apa ini?”
Ketika Alisa bertanya kepadanya
dengan ekspresi dingin, Masachika hanya bisa pasrah dan.... mengerahkan segala
kemampuan negosiasinya.
Kemudian setelah itu, selama
lima menit Masachika mulai logika luar biasa yang dengan dalih teori seni sensual,
dan memaksa Alisa menerima argumennya bahwa “Ini
adalah seni, ini bukan erotisme sama sekali!”. Dan begitulah cara Masachika
berhasil memenangkan hak untuk mengabadikan hasil jepretan ajaib itu dengan
syarat bahwa ia tidak boleh menunjukkannya kepada siapa pun dan menjaganya
dengan ketat, tapi….
【Sudah
kuduga, dasar cowok cabul dengan fetish kaki...
】
Ia merasa bahwa tingkat
kesukaan Alisa sedikit menurun.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya