Keiken-zumi Jilid 5 Bab 3 Bagian 1 Bahasa Indonesia

Chapter 3

PART 1

 

Pada hari Senin keesokan harinya, murid kelas dua sekolah SMA Seirin berkumpul di Stasiun Tokyo untuk perjalanan studi.

Karena waktu berkumpul pukul tujuh pagi, wajah teman sekelas yang aku temui di depan Gerbang Perak terlihat mengantuk dengan mata mereka yang tampak masih setengah terpejam.

“Selamat pagi, Nikoru!”

“Pagi juga, Luna.”

“Eh, Akari, barang-barang apaan tuh? Memangnya kamu mau pergi ke luar negeri?”

Di tengah situasi seperti itu, Luna tampak sangat bersemangat. Riasan wajahnya dan gaya rambutnyatampak  sempurna, dan dia terlihat bertingkah seperti dirinya yang biasa, tertawa bersama teman-temannya.

“Selamat pagi, Ryuuto.”

Dengan senyuman malu-malu, rona pipinya terlihat memerah dan menunjukkan senyuman lembut itu hanya kepada diriku.

“Pagi juga...”

Aku mulai sedikit berpikir bahwa dirinya yang seperti ini juga tidak terlalu buruk.

Sosok istimewa Luna yang hanya bisa dilihat oleh diriku.

Ketika aku berpikiran begitu, hatiku merasa benar-benar bahagia.

 

Setelah menaiki kereta Shinkansen, guru memberikan kami bekal sarapan.

Aku duduk di kursi tiga baris dengan Icchi dan Nisshi (ada murid dari kelas kami yang menukar tempat duduk), dan aku segera mencoba untuk menyantap sarapan.

“Waktunya sarapan.”

Namun,

“Mustahil, aku enggak sanggup... Jika aku makan sekarang, rasanya aku akan muntah...”

Icchi yang duduk di kursi sebelah sisi lorong, mengeluh dengan ekspresi kelelahan.

Demi bisa menyelesaikan tugas arsitektur dari KEN, Icchi sepertinya tidak tidur semalaman.

“Kamu benar-benar payah banget! Baiklah, aku akan memakan sekaligus untuk bagianmu juga, Icchi.”

Dengan mengatakan itu, Nisshi yang berada di ujung jendela, mengambil bekal Icchi.

“Makan dua kotak bekal dari pagi? Kamu yakin kamu baik-baik saja?”

“Ya iyalah! Aku masih dalam masa pertumbuhan. Aku berencana tumbuh sekitar sepuluh sentimeter lagi!”

Nisshi terlihat sangat bersemangat sejak pagi. Mungkin karena ia sedang menantikan perjalanan studi bersama dengan Yamana-san. Nisshi yang berasal dari kelas lain, berusaha mencoba menyusup ke dalam kelompok kami dengan segala cara bahkan di luar waktu bebas.

“Icchi, jangan khawatir dan tidurlah dengan tenang! Aku akan membangunkanmu begitu kita sampai di Kyoto.”

“Kalau baru setelah sampai, aku tak akan bisa turun tepat waktu...”

Icchi yang mengomentari hal tersebut, sudah meletakkan tubuhnya di kursi yang sudah dia rebahkan beberapa kali, dan memejamkan matanya.

“Tentu. Aku akan membangunkanmu duluan sebelum kita sampai, jadi kamu tidak perlu cemas dan tidurlah dengan nyenyak, oke...!?”

Sebelum aku selesai berbicara, Icchi sudah mulai mendengkur.

“Haeeeh...”

Dan Nsshi sudah mulai makan dengan menumpuk dua kotak bekal.

“Aku akan makan sebanyak-banyaknya dan tumbuh lebih besar dari Icchi!”

“Hati-hati, makan terlalu cepat bisa membuatmu gemuk, tau.”

Sepuluh menit kemudian setelah percakapan seperti itu.

 

“Ueggh, aku terlalu banyak makan... perutku jadi mual...”

Dibilanging juga apa, kamu ngeyel sih.

Nisshi menutupi mulutnya sambil memandang keluar jendela dengan tatapan kosong.

Di atas meja lipat, ada satu kotak bekal kosong dan satu kotak bekal yang sudah dimakan sekitar 80%.

“Jangan memaksakan dirimu. Berbeda dengan Icchi, sejak awal kamu memang bukan orang yang doyan makan, Nisshi.”

“Ueggh... Apa aku bisa tumbuh besar karena makan banyak, atau aku bisa makan banyak karena sudah besar...”

Nisshi mengucapkan kata-kata seperti “Mana yang datang duluan, telur atau ayam?” sambil menahan air matanya.

“Ueegghhh!”

“W-Woii, ja-jangan muntah di sini! Tahan dulu sampai ke toilet!”

“Aku ingin begitu, tapi Icchi menghalangi jalanku ke lorong!”

“Tolong jangan muntahkan padaku, ya!”

“Uweeee”

“Hei, Nishina! Kamu lagi-lagi nyelonong di Kelas A, ya?”

Karena kami terus membuat keributan, guru akhirnya melihat kami, dan begitulah perjalanan studi wisata kami dimulai dengan penuh kekacauan.

 

◇◇◇◇

 

Sekitar waktu makan siang, kami akhirnya tiba di Kyoto dan pergi ke hotel tempat kami menginap dekat stasiun untuk makan siang.

Hari ini kami akan melakukan kegiatan kelompok sepanjang hari, setelah makan siang kami akan mengunjungi Kuil Toji dan Kuil Higashi Honganji, kemudian check-in di hotel lagi.

Kami menginap di sebuah hotel besar dan modern di dekat Stasiun Kyoto. Entah mengapa, aku mempunyai bayangan kalau kami akan menginap di penginapan tradisional seperti ryokan saat mendengar kata “perjalanan wisata sekolah”, tetapi melihat panduan perjalanan kami, sepertinya kali ini kami akan menginap di tempat seperti ini sepanjang perjalanan.

Selama makan malam di ruang perjamuan, semangatku menjadi meningkat saat menyantap shabu-shabu dengan panci, dan menyadari kelezatan yang mengejutkan dari yuba yang sebelumnya selalu aku hindari. Aku benar-benar menikmati cita rasa perjalanan ini.

Setelah itu, ketika aku kembali ke kamar dan selesai mandi, ketika aku bersiap untuk tidur, hal berikutnya terjadi.

 

Aku mendengar pintu kamar diketuk dengan ringan.

Pada awalnya, aku menghiraukannya, tapi ketika ketukan kedua datang, aku berjalan menuju pintu sambil bertanya-tanya siapa yang repot-repot mendatangi kamar kami.

Teman sekamarku, Icchi, sedang mandi, jadi hanya aku yang bisa menanggapi. Ngomong-ngomong, pembagian kamar di hotel ini dilakukan berdasarkan kelompok, dan aku berbagi kamar dengan Icchi. Tentu saja, Nishii juga tidak melakukan tindakan nekat untuk masuk ke kamar kami.

“Yo, Kashima Ryuuto.”

Ketika aku membuka pintu, di sana ada Yamana-san dengan senyum mengembang. Karena dia masih mengenakan seragam, mungkin dia belum mandi.

“Kalau kamu datang ke kamar perempuan sekarang, kamu bisa melihat sesuatu yang menarik, loh. Mau ikut?”

“Eh!?”

Ka-Kamar perempuan!?!?

Aku benar-benar ingin pergi... atau lebih tepatnya, bahkan sejak tadi pikiranku sudah terbang ke kamar perempuan, seperti “Mungkin Luna sedang mandi sekarang.”

“Ngomong-ngomong, apanya yang menarik...?”

“Kamu akan segera tahu kalau kamu datang. Ayo ikuti aku.”

Setelah mengatakan itu, Yamana-san berbalik dan dengan anggun berjalan pergi di lorong.

“Eh, ehm...”

Tanpa sempat memberitahu Icchi, aku masih dengan rambut basah, mengenakan piyama berupa kaos T-shirt dan celana jarsei, serta menggunakan sandal hotel, aku pun mengikuti Yamana-san.

 

Kamar tidur perempuan terletak di lantai di atas kamar laki-laki. Karena seluruh lantai sudah disewakan secara eksklusif, jadi hanya ada siswa perempuan saja yang berada di lorong untuk pergi ke ruangan teman-temannya. Sebagai laki-laki, aku merasa deg-degan dengan perasaan berdosa hanya karena berjalan saja.

Berbeda dengan lantai laki-laki yang hanya beberapa kelompok cowok populer yang bersemangat, dari ruang perempuan yang aku lewati terdengar suara percakapan yang menyenangkan dari berbagai kamar. Di salah satu ruangan yang terasa sangat ramai, Yamana-san berhenti.

“Nih, di sini...”

Dia berkata begitu saat dia membuka pintu.

“Enggak mau~~, aku akan berganti pakaian di toilet luar!”

Terdengar suara dari dalam, dan seseorang melompat ke dadaku.

“Wah!”

“Kyaa!”

Aroma manis yang lembut tercium menggelitik hidungku. Sentuhan kulit yang lembut. Rambut bergelombang cokelat keemasan yang longgar...

Sejenak, aku mengira itu Luna, tapi saat kulihat lebih dekat...

“Ku-Kurose-san!?”

“Kashima-kun!?”

Dia berhenti saat aku memeluknya, dan tergesa-gesa menjauh dariku dengan ekspresi terkejut di wajahnya. Pipinya terlihat merah merona.

“Kurose-san... penampilanmu itu...?”

Selain terganggu oleh kejadian tabrakan tadi, hal yang paling mengejutkan adalah penampilannya.

Kurose-san mengenakan pakaian gaya gyaru kuno. Seragam sekolah dengan rok yang sangat pendek hingga terlihat celana dalam, berbeda dengan seragam di sekolah kami. Kaos kaki longgar dengan banyak lipatan. Kepalanya dihiasi dengan bandana bermotif bunga hibiscus, dan warna rambut yang mencolok... Mau dilihat bagaimanapun juga, gaya berpakaian Kurose-san terlihat sangat berbeda dari biasanya.

“I-I-Ini adalah...”

Wajah Kurose-san terlihat semerah tomat dan dia gemetaran. Kurasa dia tidak menyangka akan dilihat oleh laki-laki. Meskipun tidak ada yang terlihat, dia menyentuh bagian bawah roknya dengan malu-malu.

“Itu adalah pakaian yang aku pinjam dari masa aktif Mama! Aku pikir akan ada kejutan jika Marimero mengenakannya.”

Aku bisa mendengar suara Tanikita-san terdengar dari dalam ruangan.

Ketika aku melihat ke dalam, berbeda dengan kamarku yang memiliki tempat tidur berjejer, itu adalah kamar bergaya Jepang. Mungkin karena ini adalah kamar untuk empat orang.

Di atas futon yang terletak di atas tatami, ada wig dan kostum yang berantakan.

Jadi begitu yang terjadi, pikirku.

Karena Luna tidak punya waktu untuk cosplay sebelum perjalanan, jadi dia membawa kostum cosplay yang telah dijanjikan ke perjalanan wisata sekolah. Aku juga mengerti alasan mengapa Tanikita-san membawa koper yang terlalu besar untuk tubuhnya yang kecil.

Itu berarti, Luna juga akan bercosplay sesuatu...?

Ketika aku melihat ke dalam ruangan dengan pemikiran seperti itu, Tanikita-san tersenyum licik. Dia juga mengenakan seragam sekolah seperti Yamana-san.

“Lunacchi ada di sini loh, Kashima-kun.”

Pada saat itu, dari bagian dalam ruangan yang merupakan sudut buta dari lorong, ada sosok yang bergerak perlahan-lahan.

“Apa jangan-jangan, Ryuuto...?”

Begitu melihat kemunculan Luna, tanpa berlebihan sama sekali, ada kejutan yang menusuk hatiku seolah-olah menembus jantungku.

Luna mengenakan gaun panjang berwarna putih murni. Desainnya sederhana, tetapi kerah besar dan rok yang mengembang lembut di bagian bawah memberikan kesan seperti seorang idol.

Namun yang paling mencuri perhatianku adalah gaya rambutnya yang hitam lurus panjang.

“…………”

Aku tahu dia mengenakan wig. Meski demikian, aku masih terpukau dan tak bisa berkata-kata.

Mungkin karena poni rambutnya yang disisir miring, matanya yang besar terlihat lebih menarik dari biasanya. Kontras dengan rambut hitamnya, kulit putihnya bersinar dengan mengkilat.

Jika ada idol yang seperti ini, mau tak mau aku ingin mendukungnya.

“Ini adalah kostum Nogizaka~! Temanku meminta bantuan untuk membuatnya karena akan dipakai di panggung festival budaya.”  

Tanikita-san mengatakan itu dengan bangga.

“Kelihatan bagus, bukan~? Bagaimana menurutmu, Kashima-kun?”

Wajah Luna masih tersipu malu, dia mengalihkan pandangannya dariku dan terlihat gelisah.

“Y-Ya, Itu kelihatan manis...”

“...!”

Setelah mendengar kata-kataku, wajah Luna menjadi semakin memerah.

Dia benar-benar terlihat manis. Ini pertama kalinya aku melihat Luna yang begitu sempurna dengan penampilan yang begitu bersih dan polos seperti ini, tapi entah kenapa rasanya sama sekali tidak terasa aneh. Ditambah lagi dengan sikapnya yang kini begitu sopan, rasanya sejak awal dia sudah memiliki aura seperti ini.

Sejujurnya, penampilannya yang sekarang benar-benar sesuai dengan seleraku.

Aku ingin memeluknya. Jika tidak ada orang lain di sekeleling kami, aku ingin melakukannya sekarang di tempat ini...

Tepat pada saat itu, Kurose-san yang sedang berada di lorong hendak kembali ke dalam ruangan.

“Duhh, kenapa enggak Luna saja yang melakukannya. Mengapa aku juga sampai ikutan segala... aku mau segera mengganti bajuku!”

Yamana-san meraih lengannya dan menghentikannya.

“Yahh, tunggu dulu sebentar. Mumpung ada kesempatan, gimana kalau kita ambil foto saja dulu?”

“Bener banget!  Foto untuk kenang-kenangan perjalanan studi~♪”

Tanikita-san menimpali sembari mengangkat ponselnya.

“Apanya yang mau dikenang! Ini ‘kan tidak ada hubungannya dengan perjalanan sekolah!”

“Oh, ide bagus tuh! Aku ingin mengambil foto bareng Maria.”

Luna juga dengan cepat menanggapi sambil masih bersemangat dan meletakkan tangannya di bahu adik perempuannya.

“Tu-Tunggu... apa-apaan dengan foto ini?”

“Sudah kubilang ini untuk kenang-kenangan~♪”

Ini adalah adegan biasa di mana Kurose-san, gadis gyaru pirang, digoda oleh Luna yang dalam penampilan gadis murni nan polos, tetapi menariknya penampilan mereka dibalik.

“Baiklah, lihat ke sini!”

Sementara itu, Tanikita-san sedang mengambil gambar mereka sambil tersenyum senang melihat kedua orang itu.

Melihat Kurose-san begitu akrab dengan Luna dan teman-temannya, hati ini kembali terpenuhi dengan semangat.

Ketika melihat mereka mengubah penampilan mereka, terlihat bahwa Luna dan Kurose-san sangat mirip. Bukan hanya dari penampilan semata, tapi lebih pada aura, atmosfir, atau sesuatu seperti kekuatan vital yang terpancar dari dalam.

Aku tidak tahu apakah itu karena kodratnya, atau karena kekokohan Luna yang hidup terombang-ambing dalam gelombang takdir seperti yang pernah diibaratkannya dengan ubur-ubur.

Aku yang menjalani kehidupan datar-datar saja tanpa mengalami banyak perubahan, baik dalam hal baik maupun buruk,  tertarik pada orang-orang yang memiliki kekuatan seperti itu.

Jika bicara mengenai gadis-gadis yang lucu, memang ada yang lainnya, tapi sekarang aku merasa sedikit mengerti mengapa aku menyatakan perasaanku kepada kedua gadis ini.

Aku pernah memberitahu Luna bahwa cinta adalah mengenai masalah waktu yang tepat, tetapi jika ada sedikit perbedaan dalam roda gigi nasib, mungkin aku akan berpacaran dengan Kurose-san yang pindah ke sekolahku ini, (dan tentu saja masih diragukan apakah Kurose-san akan menyukai diriku).

Tapi aku memilih Luna dan berpacaran dengannya.

Mungkin pilihan itu adalah kebetulan atau takdir yang tidak dapat diandalkan, tapi saat ini aku sudah merasa puas dengan hasilnya.

Aku ingin bersama Luna untuk waktu yang lama.

Aku sekali lagi merasa yakin dengan kekokohan perasaan ini, dan tersenyum melihat kedua saudara perempuan itu bermain-main sambil kami mengambil foto.

Kemudian, pada saat itu.

“Hayoo, sekarang sudah waktunya lampu dimatikan! Eh, Kashima-kun!? Apa yang sedang kamu lakukan di sini? Cepat kembali ke kamarmu!”

“Ma-Maaf!”

Guru pengajar Kelas A muncul di koridor, dan aku dengan tergesa-gesa berbalik.

“Lah, Kurose-san, Shirakawa-san!? Apa yang terjadi dengan penampilan kalian!”

“Pi-Piyama...?”

“Mana mungkin bisa begitu, ‘kan?!”

Guru tidak memberi ampun saat menegur Luna yang tersenyum mencoba untuk menutupi.

“Apa jangan-jangan, kalian berdua masih belum mandi?!”

“A-Aku sudah mandi! Tapi setelah mandi, bajuku disembunyikan, dan akhirnya aku berpakaian seperti ini...!”

Kurose-san mengeluh dengan mata berkaca-kaca.

“Ehh~, tapi kamu kelihatan bersemangat memakai wig sambil melihat dirimu di cermin, Marimero.”

“Ji-Jika sudah sampai sejauh ini, aku tidak punya pilihan selain memakainya, ‘kan?!”

Itulah yang mereka katakan.

Aku merasa lega ketika mengetahui bahwa Kurose-san juga menikmati cosplay.

“Yah tenanglah dulu Sensei, jika anda marah-marah terus, itu tidak baik untuk kulit anda, tahu? Saya sih lebih suka mandi pagi, jadi saya bisa langsung tidur.”

Ujar Yamana-san sambil menempatkan tangannya dengan sikap sok akrab di bahu guru, dan guru perempuan yang masih muda itu cuma bisa terkejut.

“Sudah cukup, cepat matikan lampunya sekarang juga!”

Aku melihat semuanya dari kejauhan di koridor, lalu segera turun ke lantai kamar laki-laki dengan terburu-buru.

 


Sebelumnya  |   |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama