Bab 9 — Aku Akan Menepati Janjiku
(Di
sebelah sana pasti sedang seru-serunya sekarang ...)
Di sisi auditorium, Masachika
memikirkan tentang Alisa dan lainnya yang sedang tampil di panggung halaman
sekolah.
“Ya ampun...lain kali, tolong
jangan melakukan kecerobohan semacam ini lagi ya, Kuze?”
“Benar sekali desuwa. Sehabis
ini aku masih ada pertunjukan pentas drama, tau? Aku bahkan tidak bisa meluangkan
waktu untuk latihan karena para pembuat kerusuhan tadi...”
“Sekali lagi, aku benar-benar
minta maaf.”
Masachika menundukkan kepalanya
dengan rasa bersalah kepada staff manajer panggung dengan ekspresi lelah dan
Sumire yang tidak puas. Masachika hanya bisa meminta maaf atas hal ini, karena
dirinya sadar bahwa ia sudah membuat permintaan yang cukup ceroboh.
Awalnya, perencanaan acara
panggung di halaman sekolah dan gimnasium dihentikan sementara karena adanya
keributan, tapi untungnya tidak ada kerusuhan yang terjadi di auditorium, sehingga
acara tetap berjalan sesuai jadwal dengan pengawasan yang lebih ketat oleh para
guru dan petugas keamanan. Namun setelah itu, waktu berakhir festival sekolah
diundur selama 30 menit, jadi proyek panggung di auditorium memiliki waktu
tambahan selama 30 menit. Di sana, Masachika mengusulkan debat publik untuk
bertanding melawan Yushou.
Sebenarnya, semuanya akan lebih
mudah untuk mengkoordinasikannya jika debat publik dapat dimasukkan dalam waktu
30 menit terakhir. Namun, dirinya harus menghindari waktu tersebut karena klub
kendo wanita dijadwalkan untuk mengadakan pertunjukan drama pedang di
gimnasium, dan akibatnya, penyesuaian jadwalnya menjadi sangat kacau balau.
Meski begitu, hal tersebut bisa terwujud karena Masachika adalah salah satu
penyelenggara perencanaan panggung auditorium, dan sudah membangun hubungan
saling percaya dengan staf manajemen lainnya.
“Yah, kurasa mau bagaimana lagi
kalau Yushou-san ikut terlibat, tapi... apa maksudmu dengan pertandingan piano?
Pertandingan lain selain debat publik memang bukanlah hal yang aneh... Dan ini
bukan sebagai pasangan, melainkan pertarungan antara calon ketua OSIS dan calon
wakil ketua OSIS....”
Sumire mengangkat mengerutkan
alisnya saat melihat Yushou berdiri di bagian belakang ruangan dengan ekspresi
yang tak bisa terlukiskan di wajahnya. Kemudian, sambil meletakkan tangan
kanannya pada pedang tiruan di pinggangnya, Sumire mengambil beberapa langkah
ke arahnya, dan ketika dia melihat Yushou masih memalingkan muka, dia
menghentakkan ujung sarung pedangnya.
“Yushou-san... sejak kapan kamu
mulai mengabaikanku?”
“...Aku sedang berkonsentrasi.
Tolong jangan ganggu aku dulu, Sumire nee-san.”
Sumire mengerutkan alisnya pada
Yushou yang menanggapinya dengan sikap ketus.... Setelah menghela nafas ringan,
dia menoleh ke arah Masachika dan bertanya.
“Jadi? Bahkan jika kalian
berdua melakukan debat publik, seharusnya ada sesuatu yang kalian pertaruhkan.
Lantas, apa yang kalian berdua pertaruhkan?”
Debat publik pada dasarnya
adalah argumen untuk menyampaikan pendapat. Bahkan jika isi konfrontasi
berubah, sudah menjadi hal yang biasa bahwa pemenang akan menyampaikan semacam
tuntutan. Tapi kali ini, Masachika tidak bisa menjawab pertanyaan itu.
“Maafkan aku, Sumire-senpai.
Aku tidak bisa memberitahumu apa yang kami pertaruhkan sampai masalah ini
selesai.”
“Hmm? … Lalu bagaimana kalian
akan memenuhi taruhan? Bukannya sudah menjadi kebiasaan dalam debat untuk
menyampaikan tuntutan masing-masing sebelum pertandingan dan menjadikan seluruh
penonton sebagai saksi?”
“Kali ini, kami takkan
mengungkapkan isi taruhannya. Berikut adalah tuntutan pada masing-masing pihak
jika aku atau Kiryuuin yang menang. Aku berharap pihak pemenangnya akan membuka
amplop tersebut dan membiarkan Sumire-senpai menjadi saksinya.”
Padahal, jika Yushou yang
menang, amplop tersebut hanya berisi kertas kosong. Sumire mengangkat alisnya
setelah menerima dua amplop yang disodorkan Masachika.
“... Yah, aku tidak keberatan
sama sekali desuwa. Jadi? Apa aku perlu menjadi moderator dalam debat kalian?”
“Tidak, karena ini dalam bentuk
pertandingan eksibisi, tapi pertandingan ini masih termasuk dalam debat
publik…. jadi aku meminta anggota OSIS lain untuk menjadi moderatornya.”
Tepat ketika Masachika
mengatakan hal itu, pintu yang mengarah ke luar, yang terletak di belakang panggung,
tiba-tiba terbuka.
“Permisi~”
Orang yang masuk sambil menyapa
dengan nada ceria adalah Mariya, moderator debat yang dipanggil Masachika.
“Aku benar-benar minta maaf
karena mendadak memanggilmu kemari, Masha-san.”
“Jangan khawatir~ sama sekali
enggak masalah kok~. Situasinya sudah lumayan tenang sekarang, jadi aku
baik-baik saja, oke~?”
Begitu dia melihat Masachika,
Maria menggelengkan kepalanya dengan senyum mengembang. Masachika sedikit tersenyum
kecut pada senyumnya, yang mampu mengurangi ketegangannya.
“Jika kamu berkata begitu,
maka... karena kita sudah tidak punya banyak waktu lagi, jadi izinkan aku untuk
mulai menjelaskannya sekarang, oke?”
“Oke~”
Maria balas mengangguk, dan
ketika Masachika hendak menjelaskan apa yang harus dilakukan Maria... Sumire,
yang entah kenapa menyembunyikan wajahnya, mengangkat wajahnya dan berkata,
“Ini tidak adil, desuwa! Aku
juga ingin tampil menonjol!"
“…Hah?”
Pipi Masachika berkedut dan
menoleh ke sumber suara permintaan itu, yang begitu lugas sehingga nyaris
menyenangkan. Kemudian ia melihat wajah Sumire yang terlihat cemberut dan tidak
puas, entah bagaimana dirinya hanya bisa melongo.
“... Lalu, bisakah aku meminta
kalian berdua untuk melakukannya?”
“Ya, dengan senang hati!”
“Aku tidak keberatan, kok~?”
Sumire membusungkan dadanya
dengan puas, sedangkan Maria membalasnya dengan senyuman manis. Masachika mulai
menjelaskan sambil memperdalam senyum kecut pada masing-masing senior yang
semangatnya diarahkan ke arah yang berbeda.
◇◇◇◇
“Ayano-san, apa kamu yakin
tidak perlu bersama Yuki-san? Sepertinya ada beberapa masalah yang terjadi...”
Suou Yumi, ibu kandung dari
Masachika dan Yuki, bertanya pada Ayano yang duduk di sebelahnya dengan suara
berbisik. Yumi yang tadinya berencana langsung pulang setelah hanya melihat
penampilan putrinya, dibuat kebingungan ketika Ayano menjemputnya di gerbang
sekolah dan entah bagaimana membawanya ke auditorium.
“Sama sekali tidak masalah,
Nyonya. Memang sebelumnya ada beberapa masalah, tapi sebagian besar masalahnya
sudah teratasi berkat upaya OSIS. Namun, karena Yuki-sama masih sedikit sibuk,
jadi saya harap Anda akan menunggu di sini sebentar.”
“Jadi begitu... tapi kenapa
auditorium? Jika masih ada waktu, seharusnya kamu bisa.....”
Tatapannya mengembara dan Yumi
bergumam. Ayano sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan majikannya itu. Namun,
meski dia sudah bisa menebak... tidak, karena dia sudah bisa menebaknya, jadi
Ayano berkata demikian.
“Saya memutuskan bahwa saya
harus membimbing Nyonya ke sini.”
“? Apa maksudmu...?”
Penampilan klub musik orkestra
berakhir ketika Yumi mengungkapkan keraguannya, dan Yumi serta Ayano bertepuk
tangan. Kemudian, saat para murid meninggalkan panggung dengan membawa alat
musik mereka, dua gadis berparas cantik muncul di atas panggung untuk
menggantikan mereka.
“Hah? Kujou-senpai dan
Kiryuuin-senpai?”
“Mengapa yang muncul malah sekretaris
OSIS dan wakil ketua komite kedisiplinan?”
“Eh, bukannya pertunjukan selanjutnya
adalah drama pembacaan klub sastra, ya?”
Yumi sama sekali tidak
mengerti, tetapi para siswa di sekelilingnya terkejut dan bingung dengan
kemunculan mereka berdua. Ada yang khawatir apakah telah terjadi sesuatu, ada
yang mencoba bangkit dari tempat duduknya dan duduk kembali, ada juga yang
merasakan sesuatu tidak beres dan menghubungi temannya melalui smartphone.
Menerima tatapan penonton yang bercampur dengan kecemasan dan antisipasi, Maria
pun membuka mulutnya.
“Untuk semua pengunjung yang
menghadiri tempat ini. Apakah anda semua menikmati acara pertunjukan panggung
ini? Izinkan saya memperkenalkan diri dulu, nama saya Kujou Maria selaku
sekretaris OSIS. Kami selaku panitia penyelenggara festival sekolah, ingin ingin
memohon maaf atas ketidaknyamanan dan kekhawatiran yang disebabkan oleh
kekurangan kami. Sebagai anggota OSIS sekaligus panitia penyelenggara festival
sekolah, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk meminta maaf. Kam
benar-benar mohon maaf.”
Tanpa menunjukkan suasana
lembutnya yang biasa, Maria menundukkan kepalanya dengan sikap tulus. Dia
kemudian mengangkat kepalanya sebelum suasana di aula menjadi terlalu suram,
dan mengubah nada suaranya menjadi lebih cerah seraya melanjutkan.
“Oleh karena itu, sebagai
permintaan maaf, walaupun ini terlalu mendadak, tapi kami ingin acara kejutan
di sini.”
Saat Mariya mengalihkan
pandangannya ke samping, Sumire maju selangkah dengan mikrofon di tangannya.
“Acara kejutan ini disaksikan
oleh saya Kiryuuin Sumire, selaku Wakil Ketua Komite Kedisiplinan, desuwa.
Acara kejutan yang akan diadakan kali ini adalah tradisi Akademi Seirei kita. Konfrontasi
langsung antara para kandidat dalam kampanye pemilu, dengan harga diri sebagai
taruhannya.”
Pada tahap ini, para siswa,
yang sudah menebak apa yang sedang terjadi, mulai berteriak kaget. Saat kejutan
dan antisipasi menyebar ke seluruh ruangan, Sumire tersenyum lebar dan
menyatakan.
“Kami akan mengadakan debat publik
berformat khusus di sini!”
Raungan meledak dan berubah
menjadi sorak-sorai. Para siswa dan alumni yang hadir mengungkapkan
keterkejutan dan kegembiraan mereka atas kejutan yang tidak terduga, lalu mulai
bersemangat menjelaskan situasinya kepada orang luar yang tidak sepenuhnya
mengerti. Meski demikian, hal tersebut berangsur-angsur mereda dan tempat itu
dipenuhi dengan ketertarikan yang membahas tentang “siapa yang akan bertanding dan dengan tema apa?” atau “Format khusus itu maksudnya bagaimana?”.
Demi menjawab rasa penasaran
mereka, Maria mulai memberikan penjelasan.
“Karena kali ini ada beberapa
tamu dari luar, konfrontasi tidak akan berupa debat, tetapi dalam format yang
berbeda. Inilah dua orang yang akan bertanding!”
Maria mengarahkan tangannya ke
belakang panggung, yang merupakan isyarat bagi kedua siswa laki-laki untuk
tampil di atas panggung.
“Anggota OSIS bagian Sekretaris
Umum, Kuze Masachika-kun.”
“Dan kemudian ketua dari klub
piano, Kiryuuin Yushou desuwa”
Perkenalan Maria dan Sumire
membuat para penonton kembali bergemuruh dengan antusiasme yang tinggi.
“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!
Pangerannnnnnnnnnnnn!!”
“Yushou-samaaaaaaaa!!”
“Eh, Kiryuin!? Memangnya tuh
anak mencalonkan diri!?”
“Lah, Kiryuuin!? Seriusan
nih!!”
“Begitu rupanya, jadi itu
sebabnya Sumire-senpai...”
Namun, banyak suara yang
terdengar ditujukan pada Yushou.
“Kuze, ya.... Orang
yang mengalahkan Taniyama dalam debat semester pertama?”
“Si wakil ketua bayangan...
Hah, sang tuan putrinya tidak ikutan muncul?”
“Tumben sekali melihatnya
keluar sendirian.”
Beberapa orang yang lebih
berpikiran dingin melirik Masachika dengan penuh rasa penasaran.
“Kuze Masachika-kun berpasangan
dengan Kujou Alisa-san, yang juga merupakan bendahara OSIS.”
“Lalu Kiryuuin Yushou akan
berpasangan denganku, desuwa.”
“Mereka berdua akan saling
berhadapan dengan…. Sebelah sana!”
Maria mengarahkan tangannya ke
arah sebuah grand piano, yang entah
bagaimana tertinggal setelah band orkestra meninggalkan area panggung. Piano
tersebut lalu dibawa ke tengah panggung oleh para anggota staf.
“Betul, pertandingan piano.
Mereka berdua akan bergantian memainkan piano dan penonton harus memilih
penampilan mana yang lebih mereka sukai.”
Pada saat itu, suasana di dalam
auditorium tiba-tiba berubah menjadi keheranan dan kebingungan.
“Eh, pertandingan piano...?
Bukannya itu pertarungan yang sangat menguntungkan Kiryuuin, ya.”
“Apa-apaan ini? Memangnya ini
masih bisa dianggap pertandingan?”
“Lagian juga, Kuze? Emangnya
tuh anak bisa bermain piano?"
“Entahlah... padahal aku
sekelas dengannya selama kelas satu dan kelas 3 SMP, tapi pembicaraan semacam
itu tidak pernah terdengar...”
Tidak mengherankan jika suasana
menjadi kurang semarak karena isi pertandingan yang tidak terduga. Khususnya sebagian
besar siswa saat ini sudah memasang tampang dingin sambil berpiki, “Ah, apa ini cuma pertandingan hiburan
doang?”
Karena mereka sudah bisa
menebak kalau beginilah yang terjadi, Maria dan Sumire mengakhiri basa-basi
lebih awal dan segera memulai pertandingan.
“Kalau begitu mari kita lanjutkan
ke dalam pertandingan.”
“Pertama-tama, pertandingan ini
dimulai dengan penampilan dari Kiryuuin Yushou.”
Tiga orang lainnya mundur ke
belakang panggung sementara Yushou mulai bersiap-siap. Sementara itu,
percakapan penuh kebingungan terjadi di antara para penonton.
“Eh, mereka seriusan akan
bersaing dengan piano?”
“Lagian, apa yang terjadi jika salah
satu dari mereka memenangkan pertandingan ini? Bukannya mereka harus
menjelaskan itu dulu?”
“Hah? Ehh, iya juga ya...”
Di tengah-tengah bisikan
mencurigakan yang beterbangan, Yumi bergumam pelan sambil menatap bingung ke
arah panggung.
“Anak itu... bermain piano?”
Kemudian, dia tanpa sadar
melirik ke arah Ayano yang ada di sebelahnya. Ayano secara akurat menebak
pertanyaan dalam tatapannya dan menjawab dengan tenang.
“Tidak, saya yakin kalau Masachika-sama
tidak pernah bermain piano lagi sejak hari itu.”
Perkataan Ayano membuat
ekspresi Yumi terlihat murung. Ayano kemudian berkata pelan tanpa berani
melihat ke arahnya.
“Saya berpikir bahwa anda ingin
melihatnya.”
“…...”
Yumi mengalami konflik batin
selama beberapa saat. Ada konflik mendalam yang tersampaikan dengan jelas
kepada Ayano yang masih menghadap ke depan.
“......”
Setelah itu, Yumi kembali duduk
di kursinya. Ayano sedang berpikir sambil menebaknya dengan kehadirannya.
(Meski
begitu…. Anda akan tampil kali ini demi siapa, Masachika-sama?)
Masachika selalu memainkan
piano untuk orang lain. Pertunjukannya selalu didedikasikan untuk seseorang
tertentu, bukan untuk khalayak ramai. Seseorang itu bisa saja Yumi, Yuki, dan
terkadang Ayano, tapi... Baik Yuki maupun Alisa tidak ada di sini, dan
Masachika seharusnya tidak tahu bahwa Yumi dan Ayano sedang berada di bangku
penonton. Jika memang begitu, maka...
(Masachika-sama
… Sebenarnya, demi siapa anda bermain piano kali ini?)
Keraguan Ayano dihiraukan
begitu saja, dan spekulasi yang tidak masuk akal tersebar luas di antara para
siswa di sekelilingnya.
“Ah... Bukannya pertandingan
ini, pertandingan yang begitu tuh? Itu loh, mirip seperti pertandingan eksibisi
yang sudah disiapkan oleh panitia festival sekolah.”
“Begitu ya, memang masuk akal.
Kalau dipikir-pikir, aku belum pernah mendengar Kiryuuin-san mencalonkan diri.”
“Bener banget~, karena sulit
untuk membuat Suou-san dan Kujo-san saling berhadapan secara tiba-tiba, jadi
kurasa mereka dengan cepat menemukan seseorang yang bisa diminta untuk
melakukan pertandingan?”
“Pertama-tama, aneh rasanya
jika ada pertarungan satu lawan satu antara calon ketua OSIS dan calon wakil
ketua OSIS.”
Pada akhirnya, mereka sampai
pada suatu kesimpulan, dan dengan suasana yang sedikit kecewa…. penampilan
Yushou dimulai seolah-olah ingin menghempaskan suasana tersebut.
◇◇◇◇
Pertunjukan konser mereka
ternyata lebih sukses daripada yang dibayangkan mereka berlima.
Mungkin perhatian band mereka
menjadi semakin meningkat karena Alisa berada di atas panggung sepanjang waktu ketika
berusaha menenangkan keributan. Kursi penonton sudah penuh sejak awal
pertunjukan, dan ada cukup banyak penonton yang berdiri. Dan sekarang setelah
penampilan dua lagu cover selesai, penampilan band mereka bisa dibilang sukses
besar karena kursi penonton sudah penuh semua. Namun, tidak ada sosok Masachika
di antara mereka.
(Masachika-kun……)
Panggung yang gemerlap dan
meriah ini. Orang yang paling ingin dirinya temui tidak ada di sana. Tidak
peduli seberapa keras dia mencarinya, sosoknya sama sekali tidak ada di sana.
Hal tersebut menciptakan secuil awan gelap di hati Alisa. Namun....
“Alya-san.”
Dirinya yang sekarang sudah
tidak sendiri lagi. Alisa memiliki teman-teman yang sadar akan kondisi
pikirannya dan peduli padanya.
(Aku
sudah baik-baik saja)
Menanggapi Hikaru yang memanggilnya
dengan tatapannya, Alisa melihat ke sekeliling penonton. Dan kemudian, ketika suasananya hampir menjelang klimaks….. Alisa
meninggikan suaranya untuk menyampaikannya kepada Masachika, yang keberadaannya
masih tidak terlihat.
“Kalau begitu, selanjutnya
adalah lagu persembahan kami yang terakhir. Tolong dengarkan lagu orisinil
kami….‘Phantom’.”
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Yushou)
“Menakjubkan sekali! Sensei,
aku belum pernah bertemu dengan siswa yang bisa belajar begitu cepat!”
“Anak itu benar-benar jenius. Aku
yakin kalau ia akan menjadi salah satu pianis terkemuka seantero Jepang di masa
depan nanti.”
Hentikan. Jangan terlalu
menyanjungku dengan begitu terang-terangan.
“Tidak peduli berapa kali aku
mendengarkannya, pertunjukannya selalu membuatku kagum... Pangeran piano memang
berada di level yang berbeda.”
“Betul sekali ... sebutan ‘Anak ajaib’ merupakan kata yang tepat
untuk Yushou-san.”
Berisik.
Jangan memberikan pujian yang berlebihan.
Apanya
yang jenius. Apanya yang anak ajaib. Kalian bisa mengatakan hal seperti itu
karena tidak pernah bertemu dengan yang namanya anak jenius sejati.
Kalian
pasti tidak pernah tahu. Melodi yang bahkan membuat bulu kuduk seseorang
merinding. Bakat yang menelan dan membanjiri penonton dengan satu nada. Kalian
bisa mengatakan hal semacam itu karena kalian tidak pernah tahu. Kalian bahkan
tidak bisa membayangkannya. Betapa menyedihkannya pujian kosong itu bagiku.
“Ah, bukannya anak yang di sana
tuh orang yang muncul di TV tempo hari, ya...”
“Betul, Kiryuuin Yushou, anak
yang memenangkan hadiah emas pada kompetisi terakhir... ia memang keren
banget.”
“Tapi tunggu dulu, penampil
terakhir dalam resital kali ini bukan anak itu, iya ‘kan?”
“Kalau itu sih, yah tau sendiri
lah, karena ia punya tampang yang bagus… bukannya yang namanya tampil di TV
memang begitu? Ngomong-ngomong, orang yang menjadi penampil terakhir adalah
pemenang hadiah utama.”
“Owalah~ jadi begitu rupanya.
Kalau gitu, namanya bukan Yushou dong, tapi Junyushou.” (TN: Bocah ini mengejek Yushou dengan nama
plesetan, sekali lagi diingatkan, Junyushou artinya runner-up atau juara kedua)
“Pffttt, haha.”
“Pfft, hei, ia bisa
mendengarmu, tau~?”
Pada suatu resital, kata-kata
tersebut diucapkan oleh orang-orang yang sebaya dengannya. Sindiran mereka
terdengar jelas di telinga dan terukir dalam di dalam kepalanya yang masih
muda. Pemenang kedua. Gagal dalam membuktikan namanya sendiri. Hanya dihargai
karena wajahnya terlihat bagus.
Itu adalah penghinaan yang
mengerikan. Yushou bisa dengan jelas melihat paru-parunya bergetar dan napasnya
yang tersengal-sengal keluar dari sela-sela gigi yang terkatup rapat.
(Jangan
main-main denganku...! Kalian sendiri jauh lebih payah dari pemenang kedua yang
kalian cibir itu! Jangan mengolok-olokku!)
Dirinya memiliki dorongan kuat
untuk mencengkeram kerah mereka sekarang, tapi ia tidak bisa. Jauh di dalam
lubuk hatinya, dirinya tahu bahwa kata-kata tersebut benar adanya.
Ia tidak pernah bisa
mengalahkan anak itu. Dirinya selalu menjadi yang kedua. Dirinya tidak pernah
mengalahkan seorang jenius sejati. Sosok anak ajaib sejati. Suou Masachika.
“Kiryuuin-kun, silakan
bersiap-siap.”
Ketika dirinya dipanggil oleh panitia penanggung
jawab dan tampil di atas panggung, sorak-sorai dan tepuk tangan meriah langsung
menyambutnya. Setelah pertunjukannya selesai, tepuk tangan yang semarak itu
segera berubah menjadi suara menggelegar yang memenuhi aula. Namun... saat anak
itu mulai bermain, suasana di aula langsung berubah seketika. Para penonton,
yang tadinya bertepuk tangan dengan keras dan meriah sampai beberapa detik
yang lalu, sekarang tidak bersuara sama sekali. Suasana tegang menyelimuti
sepenjuru aula, seolah-olah mereka tiba-tiba dibawa dari kompetisi anak-anak
menuju area pertunjukkan orkestra profesional.
“Suou-kun, penampilanmu tadi
sungguh luar biasa!”
“Terima kasih.”
Tapi ... anak itu hanya
membalas acuh setelah memamerkan pertunjukan mahakarya sebanyak itu. Ia tampak
tidak tertarik dengan pujian sang guru yang menyambutnya di belakang panggung,
penonton yang terlambat mulai bertepuk tangan, atau para peserta lain yang
menatapnya dengan kagum. Anak itu segera kembali ke ruang tunggu, tampak tidak
menyadari hal itu semua. Anak itu bahkan tidak meliriknya sama sekali saat
Yushou memelototinya dengan frustrasi.
Sungguh merusak pemandangan.
Keberadaan Suou Masachika adalah sebuah kutukan. Karena kehadirannya, semua pujian
yang selama ini ia terima terdengar hampa dan sia-sia.
Pujian yang ditujukan kepadanya
dari orang-orang yang mengenal anak itu hanyalah sanjungan kosong, dan pujian
yang ditujukan kepadanya dari orang-orang yang tidak mengenal anak itu
terdengar seperti ucapan konyol dari orang yang tidak tahu apa-apa.
Dirinya berusaha keras hanya
untuk menghilangkan kutukan itu. Setiap hari dirinya mengetuk tuts piano hingga
ujung jarinya berdarah dan tidak bisa memegang sumpit lagi. Piano yang
seharusnya ia sukai, lambat laun ia mulai membencinya. Meski begitu, dirinya
tidak bisa berhenti. Dirinya terus bermain piano dengan hanya satu pikiran di
dalam benaknya, yaitu 'Sampai aku
mengalahkannya'.
Akan tetapi ... Suou Masachika
tiba-tiba menghilang dari dunia piano, seolah-olah ingin mengatakan bahwa dirinya
sudah tidak tertarik pada piano itu sendiri. Tapi jejak keberadaannya masih
menjadi kutukan bagi Yushou. Ia sama sekali tidak pernah muncul dalam resital
maupun kompetisi apa pun. Dengan keadaan tertegun, dirinya ditinggalkan dengan sertifikat
dan piala yang bergulir ke tangannya.
(Apa-apaan
ini)
Gelar juara pertama yang seharusnya
sesuatu yang ia inginkan sampai sekarang, tampak seperti sampah. Pujian yang
ditujukan padanya masih tetap hampa seperti biasanya. ‘Juara kedua’, hanya itu
satu-satunya kata yang melekat di dalam kepalanya selamanya.
(Sungguh
konyol sekali...)
Apakah hal ini yang selama ini
dirinya perjuangkan? Demi mendapatkan hal konyol semacam ini…..kenapa dirinya
berusaha begitu keras? Anak itu, Suou Masachika, sejak awal ia sudah
menyadarinya, bahkan sebelum itu...
“Terakhir, aku ingin bertanya
tentang impianmu di masa depan. Seperti yang diharapkan banyak orang, apa kamu ingin
menjadi seorang pianis profesional?”
Yushou lalu memasang senyum di dekat
mikrofon yang diulurkan padanya dan menjawab pertanyaan pewawancara.
“Tidak, aku ingin mewarisi
perusahaan ayahku dan mengembangkannya. Piano hanyalah sekedar hobiku saja.”
Rasanya konyol sekali untuk
menekuni sesuatu seperti piano dengan serius. Kamu juga setuju, iya ‘kan? Suou.
◇◇◇◇
(Kutukan
itu juga akan dicabut hari ini….)
Ketika berdiri di depan piano,
Yushou merasakan emosi kemarahan dan kegembiraan yang saling bertentangan
berputar-putar di dalam hatinya.
Kemarahan pada kenangan buruk
dan penghinaan yang masih menempel di dalam benaknya. Dan kegembiraan kelam
karena sekarang terbebas dari rasa sakit yang telah menyiksanya selama
bertahun-tahun. Meskipun ia berusaha keras mencoba untuk menekannya, tapi Yushou
tidak bisa menahan senyum yang keluar dari mulutnya.
Di hadapan kerumunan orang
banyak ini, dirinya bisa mengalahkan Suou Masachika. Dirinya bisa membuktikan
kalau dirinya lah yang pantas menjadi nomor 1 dan menghancurkan kutukan yang
membelenggunya... hanya dengan melakukan itu, dirinya akan mampu menghadapinya
dengan benar. Baik dengan piano yang dulunya pernah sangat ia sukai, maupun dengan
pujian yang dilontarkan oleh orang-orang di sekitarnya.
Dengan mengingat hal itu, ia
mulai tidak memedulikan masalah lainnya. Dirinya sudah menghabiskan banyak
waktu, tenaga dan uang untuk bersiap-siap menghadapi Raikoukai.. Tapi sekarang,
semua itu sudah menjadi tidak penting lagi. Karena dirinya bisa bertanding
piano lagi dengan Suou Masachika. Selama dirinya memiliki kesempatan ini, hanya
itu saja yang ia butuhkan.
(Aku
akan menang dengan sempurna sehingga tidak ada sedikit pun keraguan yang muncul)
Karena alasan tersebut, Yushou
memberanikan diri meminta urutan penampilan yang sama seperti dulu. Demi menang
melawan orang yang bertindak sebagai penampil terakhir. Di tambah lagi... ia
akan memainkan lagu favorit orang itu.
Dengan senyuman yang menghiasi
wajahnya, Yushou meletakkan jari-jarinya di atas tuts piano dan mulai bermain.
Chopin ‘Nocturne No.2 in E-flat major, Op.9 No.2’
◇◇◇◇
Melodi yang indah nan merdu
melayang memenuhi seluruh aula auditorium. Alunan irama tersebut menarik
kesadaran para penonton, dan mereka secara alami memperbaiki postur tubuh
mereka.
“Fuwaa~ Ia kelihatannya jago
banget, ya~”
Maria yang berada di belakang
panggung, berbisik dalam kekaguman pada penampilan spektakuler yang terjadi di
dalam aula.
“Bener banget.”
Dan Masachika menyetujuinya
dengan suara kecil.
“Kamu malah bilang bener
banget... kamu yakin bisa bilang begitu? Padahal ia itu lawan bertarungmu,
loh.”
Melihat tatapan mata curiga
Maria, Masachika mengangkat bahunya dan menjawab dengan nada santai.
“Lagipula, sejak awal aku tidak
punya niatan untuk menang.”
“Ehh?”
Bahkan Masachika pun tahu bahwa
dirinya tidak bisa menang.
Kekosongan lima tahun merupakan
jarak yang besar. Bahkan jika tubuhnya mengingat lagunya, Masachika yakin bahwa
jari-jarinya tidak akan bergerak seperti yang ia inginkan. Masachika tidak
pernah meremehkan piano maupun Yushou sampai-sampai ia mengira bisa mengalahkan
Yushou, yang sudah lama bersentuhan dengan piano.
(Yah,
selama aku bisa memainkannya dengan cukup baik sampai tidak ditertawakan, itu
saja sudah lebih dari cukup)
Tapi itu sama sekali tidak
masalah. Karena ketika Yushou menerima pertandingan ini, Masachika sudah
mencapai tujuannya.
Sejak awal, tujuan Masachika
adalah untuk mencegah kontak antara Yushou dan Raikoukai. Karena Yushou
bertujuan membujuk para Raikoukai untuk mengubur kebenaran di balik keributan
yang terjadi, dan agar mereka mendukung bahwa hal ini “boleh” dilakukan demi kepentingan kampanye pemilu, tujuan Masahika
adalah untuk menyabotase kedua poin tersebut. Demi mencapai tujuan itu,
Masachika menggunakan kekerasan untuk membuat Yushou menyerah, kemudian
memprovokasinya untuk kehilangan ketenangan, dan memaksanya untuk menyetujui
pertandingan yang tidak adil ini.
Ya, pertarungan ini memang tidak
adil. Meskipun format pertandingannya sangat menguntungkan Yushou, tetapi dalam
kasus Masachika, kekalahannya tidak membuatnya terlalu rugi.
Ia bisa mengetahuinya dengan melihat
reaksi para penonton. Setelah mendengar penjelasan Maria dan Sumire tentang
sifat pertandingan yang tidak adil dan berat sebelah ini, di samping keanehan
isi taruhan yang tidak diungkapkan, para penonton mungkin memutuskan bahwa ini
hanyalah sebuah pertandingan hiburan yang sudah dipersiapkan oleh OSIS sebagai
permintaan maaf atas kerusuhan yang terjadi.
Pada kenyataannya, taruhannya
memang ada, tapi taruhan yang harus dibayar jika Masachika kalah adalah “tidak melakukan apa-apa atas kecurigaan
yang ditujukan kepada Yushou”. Selama tidak terjadi apa-apa, hal tersebut
tidak ada bedanya dengan tidak ada taruhan. Kehormatan Masachika takkan terlalu
ternodai jika dirinya kalah dalam debat resmi yang tidak memiliki taruhan dan
isi pertarungan yang tidak adil. Bahkan jika Yushou mengeluhkannya nanti,
semuanya takkan menjadi masalah selama dirinya mengelabuinya dan berkata, “Hah? Itu cuma pertandingan hiburan, bukan?
Lagian kita tidak bertaruh apapun.” Selama dukungan Raikoukai tidak
diberikan, Yushou lah yang berada dalam masalah karena ia tidak bisa
menyebutkan isi taruhan mereka.
(Tapi
tak kusangka kalau ia mau menerima usulanku begitu saja... apa ia saking
traumanya karena tidak bisa mengalahkanku di masa lalu? Sampai-sampai sengaja
membawakan lagu yang biasa aku mainkan dulu …)
Lagu ini merupakan karya Chopin
pertama yang dipelajari Masachika untuk dimainkan. Ibunya menyukai karya
Chopin, jadi Masachika sering memainkan karya tersebut di dalam kompetisi atau resital
yang musiknya tidak ditentukan.
(Tapi
yah, meskipun itu lagu yang sama, tapi rasanya memberikan kesan yang sama
sekali berbeda dari biasa yang aku mainkan)
Baik Ibu dan guru pianonya
sering memberi tahu kalau karya Chopin bisa menjadi karya musik yang sangat
berbeda, tergantung siapa yang memainkannya, dan itu benar adanya
Penampilan Yushou memang
sempurna, tapi di telinga Masachika, suaranya terdengar sedikit terlalu
tergesa-gesa.
(Bukannya
tuh orang terlalu ngotot demi bisa bersaing melawanku…? Yah, berkat itu, ini
menjadi pertunjukkan yang bagus karena mampu menarik segala kemampuannya)
Setelah berpikir seperti itu,
Masachika mencemooh dirinya sendiri, bertanya-tanya apakah dirinya pantas
berada dalam posisi untuk membuat penilaian yang sok hebat begitu. Masachika
kemudian meyakinkan Maria, yang menatapnya dengan penuh kecemasan.
“Aku beneran tidak apa-apa,
kok. Walaupun aku kalah, aku sama tidak keberatan.”
“… Karena itu semua demi
kampanye pemilihan, bukan?”
“Eh?”
Karena tidak dapat memahami
maksud dari perkataan Maria, Masachika mengedipkan matanya dan berbalik untuk
menoleh ke arahnya. Kemudian, Maria meraih lengan baju Masachika dengan tatapan
penuh keprihatinan.
“Bahkan jika itu tidak
berdampak besar pada kampanye pemilihan… jika hal ini akan menyakiti Kuze-kun, bagaimana kalau kita
berhenti sekarang, oke? Itu masih belum terlambat.”
“!!!”
Masachika dibuat terkejut
setelah mendengar kata-kata tersebut Kemudian, ekspresinya tiba-tiba berubah
menjadi lembut.
“Terima kasih banyak… tapi aku
beneran baik-baik saja.”
“Benarkah?”
“Ya, aku sama sekali tidak peduli
dengan pandangan atau penilaian para penonton. Lagian sedari awal…”
“???”
Ketika sampai pada waktunya,
dirinya selalu merasa malu dan sedikit gagap. Namun, Masachika tidak bisa
berbohong di depan tatapan mata Maria yang penasaran dan khawatir, ia lalu
berkata sambil memalingkan wajahnya sejenak.
“Hari ini…. aku akan bermain
demi Masha-san.”
“Eh?”
“Begini… dulu, aku pernah
berjanji, bukan? Aku pernah bilang kalau aku akan membiarkanmu mendengarkan
permainan pianoku…”
“Ahh…”
Itulah janji yang pernah dibuat
oleh Saa-kun dan Maa-chan. Dirinya berjanji akan mengundang Maa-chan ke
pertunjukkannya karena dia ingin mendengarnya bermain piano. Janji yang tidak
pernah terpenuhi karena Maa-chan harus kembali ke Rusia.
Alasan Masachika menominasikan
Maria sebagai moderator kali ini adalah untuk memenuhi janji tersebut setelah
lima tahun.
“… Jadi kamu masih mengingatnya
ya. Janji yang sudah begitu lama.”
“Tidak, maaf. Sejujurnya, aku
sudah melupakannya sampai saat ini.”
“Fufu, meski begitu aku tetap
merasa senang kamu masih mengingatnya.”
“…Karena janji itu penting,
bukan?”
Masachika merasa malu tak
berdaya saat tangannya dipegang erat oleh tangan lembut Maria. Dan kemudian….
“… Aku minta maaf karena
mengganggu waktu mengasyikkan kalian berdua yang sedang berbisik-bisik mengenai
sesuatu, tapi penampilan Yushou-san akan segera berakhir.”
Sumire yang sedikit enggan
memanggilnya dengan nada pelan.
“Oh, aku minta maaf.”
“… Yah, tidak apa-apa, sih.
Haaaahhh… Yushou-san juga terlihat menyedihkan.”
Masachika merasa canggung saat
Sumire menghela nafas dan penampilannya tumpang tindih dengan penampilan Nonoa.
Dan kemudian, penampilan Yushou pun berakhir, dan para penonton bertepuk tangan
dengan meriah.
“Yushou-samaaaaaaaa!!”
“Pangerannnnnnnnnnnnnnnnn!!”
Gadis-gadis dari klub piano lah
yang paling banyak bersorak kegirangan. Yushou kembali ke belakang panggung
sembari mengangkat tangannya untuk merespons mereka..
“Baiklah kalau begitu, aku akan
pergi dulu.”
“Um… yang semangat, ya”
Sambil tersenyum kecil sebagai
balasan atas dukungan Maria, Masachika naik ke atas panggung menggantikan
Yushou. Ketika mereka berpapasan, Yushou meliriknya dengan tatapan penuh
persaingan yang sama seperti di masa lalu…. hal tersebut membuat Masachika
tersenyum kecut.
(Bahkan
jika kamu memelototiku seperti itu… Aku tidak punya niatan untuk bersaing
denganmu, dan sejak awal ini takkan pernah menjadi pertandingan…)
Masachika saat ini tidak
memiliki kemauan atau kemampuan untuk menanggapi tatapannya Pertama-tama, dirinya
tidak mempunyai alasan untuk menanggapinya. Lagipula, bagi Masachika, Yushou
hanyalah seorang keparat yang mencoba menghancurkan Festival Shureisai. Tidak
lebih maupun kurang. Tidak seperti Nao, Yushou tidak pantas mendapatkan
simpatinya. Tidak peduli apa pun pemikiran atau keadaan yang dimiliki Yushou,
hal tersebut sama sekali bukan urusan
Masachika.
(Yah,
beberapa saat yang lalu aku menakut-nakutinya dan keliatannya ia sedikit lebih
tenang…tapi sekarang aku benar-benar tidak peduli)
Daripada itu, yang terpenting
sekarang ialah memenuhi janji yang dibuatnya dengan Maria.
(Baiklah,
kira-kira lagu apa yang harus aku mainkan?)
Setelah membungkuk kepada para penonton
dan duduk di depan piano, Masachika pun mulai berpikir.
Lagu apa yang paling cocok
untuk dipersembahkan kepada Maria? Ketika memikirkan hal itu… Masachika baru
tersadar.
(Tidak,
lebih tepatnya, itu bukan demi Masha-san… tapi Maa-chan, ya?)
Orang yang Masachika janjikan
adalah memang Maria, tapi juga bukan Maria. Ia berjanji kepada Maa-chan yang
begitu polos pada hari itu. Maa-chan yang sejak hari itu berpisah dengannya di
tengah-tengah kesalahpahaman.
Pada saat itu, percakapannya
dengan guru pianonya kembali muncul di benak Masachika.
『Sungguh,
Suou-kun bisa memainkan lagu apa saja, ya~… Padahal lagu ini memiliki tingkat
kesulitan F, tapi…』
『Benarkah?
Aku merasa kalau kagu ‘revolusi’ jauh lebih sulit…』
『Padahal
itu juga kesulitan F, tapi… Oh iya, kamu tahu tidak, Suo-kun? Nama ‘revolusi’
itu tidak diberikan oleh Chopin, loh? 』
『Eh,
benarkah? 』
『Ya,
ada banyak karya Chopin yang diberi subjudul oleh orang lain』
『Jadi,
mungkin lagu ini juga? 』
『Tentu
saja. Nama lagu ini, yang dikenal luas di Jepang, adalah──』
Lalu Masachika tersenyum kecil
dan meletakkan jari-jemarinya di atas tuts piano.
(Itu
benar…aku yang sekarang bukanlah Kuze Masachika, melainkan Suou Masachika)
Itulah yang ingin dilakukan
oleh lawannya. Lalu… untuk saat ini, tidak ada salahnya untuk memainkan lagu
tersebut dengan niatan seperti itu.
Hanya untuk saat ini saja, dirinya
akan kembali menjadi Saa-kun alias Suou Masachika. Dan dirinya akan
mempersembahkan lagu yang ia mainkan… demi gadis
itu di masa lalu yang jauh.
Chopin ‘Étude in E major, Op.10 No.3’ (Tristesse)
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya