Roshidere Jilid 7 Bab 3 Bahasa Indonesia

 

Chapter 3 — Tunggu Sebentar, Rambut Jambulmu Berdiri?

 

“Entah kenapa, rupanya ini lebih seru dari yang kuduga.”

“Iya, rasanya sangat menyenangkan.”

Saat dalam perjalanan pulang dari karaoke, Masachika mengantar Alisa sampai ke rumahnya.

Pada akhirnya, karaoke hanya berlangsung sekitar dua jam. Meskipun acara tersebut merupakan perayaan kesuksesan konser dan juga pembubaran band, tapi mau bagaimana lagi karena besok mereka masih ada sekolah.

Awalnya, mereka berencana akan melakukannya pada hari libur, tetapi hari libur pengganti festival sekolah tidak sesuai dengan jadwal semua orang, dan libur berikutnya sudah dekat dengan ujian, maka acara ini diadakan dengan cara seperti ini. Meskipun begitu, karena telah sepakat untuk bertemu lagi setelah ujian sebagai pengganti, maka ini bukanlah pertemuan terakhir mereka berenam.

“Menyanyikan lagu favorit bersama teman-teman itu ternyata lebih menyenangkan daripada yang kuduga.”

“Apa sebelumnya kamu tidak pernah melakukan hal seperti ini?”

“Aku pernah bernyanyi bersama keluarga, tapi….”

“Oh, karaoke keluarga ya.”

“Bukan begitu, di Dacha... seperti saat kami bernyanyi bersama-sama dengan gitar kakek di villa di Rusia.”

“Ternyata itu lebih tenang daripada yang kuduga….”

Mereka berdua mengobrol santai seperti biasa. Namun, ada sedikit kecanggungan di antara mereka.

(Ya, sepertinya masih teringat tentang festival malam kemarin...)

Alisa yang penuh semangat beraksi dengan nakal karena kegembiraan pasca festival malam kemarin terlintas dalam pikirannya, dan Masachika langsung menghilangkan pikiran itu.

(Nanti aku akan merasa tenang dengan sendirinya...)

Sambil memikirkan hal itu, Masachika berusaha bertindak seperti biasa, tetapi... Ketika percakapan terputus, Alisa tiba-tiba berhenti.

“Hmm, Alya?”

Masachika memalingkan kepalanya dengan tanda tanya di wajahnya. Alisa tampak sedikit ragu-ragu dan menunduk bawah sebelum akhirnya memutuskan untuk menatapnya.

“Masachika-kun…Apa ada sesuatu yang terjadi?”

“Eh?”

“Yah, karena…rasanya kamu terlihat sedikit canggung.”

“...”

Perkataan Alisa membuat Masachika secara refleks berpikir “Tidak, kamulah yang bertingkah begitu.” Namun setelah beberapa detik berpikir, ia berubah pikiran menjadi “Tidak ...”

(Mungkin saja ... apa memang begitu?)

Mungkin saja dirinya memang menunjukkan sikap canggung tanpa disadari. Meskipun Masachika tidak menyadari sikap canggung tersebut, tapi ia mengetahui tentang penyebabnya.

(Ini Mungkin karena Masha-san)

Percakapannya dengan Maria selama istirahat makan siang. Perasaan cinta terhadap Maria yang ia rasakan. Hal tersebut entah bagaimana membuat Masachika merasa bersalah terhadap Alisa.

(Apa-apaan ini? Perasaan seolah-olah aku sedang berselingkuh. Bukannya kami berpacaran atau semacamnya, jadi tidak ada yang namanya perselingkuhan atau apapun......)

Alisa semakin khawatir saat Masachika tetap diam sambil memperlihatkan wajah bermasalah.

“Sudah kuduga, pasti terjadi sesuatu, ‘kan?”

Kepedulian yang tulus dari Alisa juga entah bagaimana menyebabkan rasa bersalah. Namun, setelah dipikir-pikir lagi, Masachika merasa bahwa semakin ia berusaha untuk menyembunyikannya maka akan semakin canggung. Akhirnya, Masachika membuka mulutnya setelah sedikit berpikir.

“Ya ... mungkin ada sedikit masalah yang membuatku merasa khawatir.”

“Masalah ...”

“Yah, itu bukan masalah besar sih...”

Setelah terbatuk sedikit, Masachika mengubah ekspresinya dan perlahan-lahan berbicara sambil memandang langit malam.

“... Ada satu anime yang sangat traumatis karena ceritanya berakhir sangat menyedihkan.”

“…..?”

“Beberapa tahun kemudian….. season kedua dari anime itu dibuat. Aku tidak berniat untuk menonton season kedua karena season pertama membuatku trauma. Namun, temanku bilang 'Season kedua dari anime itu bagus loh~' dan aku menjawab 'Aku lebih suka menonton anime populer saat ini'. Kemudian temanku berkata 'Anime yang itu juga sama-sama bagus. Jadi setelah kamu selesai menonton anime populer itu, kamu bisa mencoba menonton season kedua dari anime itu kalau ada mood'. Yah, semuanya baik-baik saja sampai di situ saja ...”

Masachika terus melanjutkan, meski ia merasakan kalau Alisa memiliki ekspresi tanda tanya di wajahnya.

“Aku mulai tertarik dengan rekomendasi temanku itu, jadi aku menonton ulang season pertama. Kemudian aku menyadari kalau episode terakhir terlalu mengesankan, tetapi secara keseluruhan itu adalah karya yang bagus ... dan aku mulai terpikat menonton season kedua yang sebenarnya tidak ingin aku tonton ...”

Ketika menurunkan pandangannya, Masachika menggelengkan kepalanya dengan wajah yang tampak penuh kekhawatiran.

“Tapi karena aku sudah terlanjur bilang 'Aku lebih suka menonton anime populer saat ini', jadi aku tidak bisa bilang kepada temanku 'Aku jadi ketagihan season kedua ', tetapi jika aku tetap diam tentang anime populer, itu akan membuatku merasa tidak nyaman ... jadi ya, seperti itulah ...”

“....Jadi itu masalah yang membuatmu khawatir?”

“Ya. Bagaimana menurutmu?”

“Jujur saja, bukannya itu masalah yang tidak perlu dikhawatirkan?”

“Hmm~ ... ya, mungkin.”

Mendengar jawaban yang agak kecewa dari Alisa, Masachika tersenyum masam. “Yah, itulah tanggapan yang akan aku dapatkan.”

(Jika itu hanya masalah anime, itu tidak masalah. Tetapi ketika berbicara tentang orang ... ya. Tapi itu juga salahku sendiri karena mencoba untuk menyembunyikannya dengan cara yang aneh ...)

Melihat Masachika menunduk dan mengejek dirinya sendiri didalam hati, Alisa berkata dengan wajah aneh.

“Bukannya itu tidak masalah. Karena kamu menyukainya kan? Kupikir menjadi menyukai sesuatu hanya masalah perasaan saja, dan itu tidak bisa dihentikan ... Bukannya itu lebih baik daripada menjadi canggung karena khawatir tentang hal itu.”

Kata-kata yang diucapkan dengan hati-hati dan dipertimbangkan perlahan-lahan mulai mempengaruhi perasaan Masachika.

Ia terkejut dan mengangkat kepalanya. Pandangan matanya bertatapan dengan Alisa yang mengedipkan matanya.

“... Ya, mungkin saja begitu...”

“Benar ... kan? Setidaknya, itulah yang kupikirkan.”

“Hmm, begitu ya.”

Masachika mengangguk beberapa kali perlahan dan tersenyum lega.

“Terima kasih, aku merasa sedikit lega sekarang.”

“Benarkah? Syukurlah kalau begitu...”

Masachika dengan lembut tersenyum pada Alisa yang memiringkan kepalanya dengan ekspresi agak tidak puas. Kemudian, sambil melanjutkan langkahnya, ia dengan riang mengatakan,

“Hyaah~ siapa yang menyangka bahwa akan tiba saatnya aku curhat dengan Alya mengenai masalahku.”

“Kurasa itu terlalu berlebihan untuk menyebutnya sebagai curhat ...”

“Tidak, tidak, tidak, masalah yang dihadapi setiap orang berbeda dan kesulitannya juga berbeda-beda."

“Ya ... baiklah, jika kamu merasa seperti itu, kamu bisa curhat lagi kapan saja, oke? Umm, karena kamu adalah… pasanganku.”

Alisa mengatakan hal ini dengan wajah cemberut dan bibir yang sedikit mengerucut, Masachika semakin tersenyum lembut saat mengetahui bahwa Alisa sedang mencoba untuk menyembunyikan perasaannya.

“Ya, aku akan mengandalkanmu.”

“!”

Alisa yang berjalan di sebelahnya tiba-tiba bahunya tersentak ketika Masachika mengatakan itu.

“Ada apa?”

“Bukan apa-apa.”

Alisa mengabaikan pandangan Masachika dan terus berjalan lebih dulu. Berlawanan dengan apa yang dikatakannya, punggungnya tampak menunjukkan bahwa Alisa terlihat bahagia.

(Entah bagaimana ... akhirnya kita kembali seperti biasa?)

Masachika merasa lega dan mulai berjalan cepat untuk berjalan beriringan dengan Alisa. Kemudian, ketika mereka sudah hampir sampai di rumah Alisa, dia tiba-tiba berkata,

“Ngomong-ngomong, sekarang sudah waktunya ujian ...”

“Oh, iya.”

“Jadi, apa yang akan kamu lakukan? Kalau mau, mungkin kita bisa belajar bersama lagi?”

Alisa menawarkan saran tersebut dengan semangat, tetapi Masachika menggelengkan kepalanya.

“Tidak, kali ini aku ingin belajar sendiri. Aku merasa malu jika harus selalu belajar bersama dengan seseorang terus.”

“Begitu...”

Suara Alisa yang mengangguk terdengar agak kecewa, atau mungkin itu hanya rasa tidak percaya diri dari Masachika. Kemudian, mereka tiba di depan apartemen Alisa.

“Baiklah, kalau begitu, sampai besok.”

“Ya, terima kasih sudah mengantarku.”

Setelah mengatakan itu, Alisa berjalan menuju tangga yang mengarah ke pintu masuk apartemen. Kemudian, dia tiba-tiba berbalik dan dengan cepat memeluk dada Masachika, lalu menempelkan pipinya ke pipi Masachika.

Aku juga akan mengandalkanmu

Dia berbisik ke telinga Masachika, kemudian dengan cepat berbalik dan masuk ke dalam apartemennya.

Setelah melihat Alisa menghilang di balik pintu, Masachika merasa kaget dan gemetar.

(Bikin kaget saja~ ...)

Masachika merasakan panas perlahan menyebar dari titik dimana pipinya menyentuh pipi Alisa, dan sambil gemetar, Masachika mulai berlari menjauh dari area apartemen.

Dirinya berlari melintasi kota yang masih terasa panas di malam hari. Ketika sampai di rumah, Masachika sudah kehabisan napas dan merasa panas di seluruh tubuhnya. Namun…. dirinya merasa sangat termotivasi.

“Aku akan berusaha ...”

Setelah menyatakan hal itu sekali lagi, Masachika mengumpulkan energinya. Entah bagaimana, ia merasa bisa belajar sebanyak yang ia inginkan sekarang.

(Baiklah…. Aku takkan menggunakan komputer mulai hari ini, dan akan membatasi penggunaan televisi dan ponsel seminimal mungkin!)

Dirinya mengambil keputusan sambil berjalan perlahan dan menarik napas dalam-dalam di depan pintu rumahnya.

“Yosh, oke!”

Dengan semangat yang tinggi, Masachika membuka pintu rumahnya dan....

“Ah, selamat datang kembali~”

Masachika merasakan semangatnya seketika layu saat melihat adiknya, yang datang menyambutnya dengan kuncir kudanya yang melambai-lambai..

“Apa kamu menginginkanku dulu? Atau Ayano dulu? Atau ... jangan-jangan, threesome?”

“Maksudnya 3P tuh berarti bermain game COM?”

“Maksudnya bukan memainkan game pertarungan, tau!?”

Masachika dengan gemilang mengabaikan sambutan vulgar Yuki dan mengatakan “Aku pulang” seraya pergi ke kamar mandi seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Setelah mencuci tangan dan berkumur, ia pergi ke ruang tamu dan menemukan Yuki sudah menunggunya dengan gembira sambil mengibaskan kuncir kudanya.

“Jadi begitulah ... Setelah festival sekolah berakhir, mari kita menonton anime yang sudah ditunda sebelum ujian dimulai!”

Masachika merasa sedikit kasihan pada adik perempuannya, yang mencoba menghancurkan tekad kakaknya tanpa niat jahat dengan senyuman indahnya.

“Meskipun aku yang baru kembali setelah bermain tidak berhak mengatakannya ... Tapi sekarang sudah memasuki masa ujian, kalau enggak belajar pasti bakalan buruk, tau.”

“Jangan khawatir! Aku akan serius mulai besok!”

“Kugh, kekuatan persuasif yang sangat meyakinkan.”

Ketika Yuki menyatakan dengan penuh keyakinan bahwa dia akan serius mulai besok sambil mengibaskan rambutnya yang dikuncir dengan gaya ekor kuda, Masachika menggeramkan bibirnya. “Mulai besok aku akan serius” adalah frasa umum bagi orang yang tidak mau melakukannya, tetapi Yuki berbeda. Dia benar-benar berniat untuk memulai besok, jadi dia ingin menikmati hari ini semaksimal mungkin.

(Yah, aku akan menemaninya hari ini karena dia sangat menantikannya ... Lagipula, aku juga baru saja bermain sebelumnya)

Namun, Masachika segera menarik kembali pikirannya.

(Emangnya aku ini bego apa!? Coba ingat-ingat lagi keputusan yang baru saja dibuat tadi.)

Sambil memarahi dirinya sendiri di dalam hati, Masachika menggelengkan kepalanya.

“Maaf. Aku memutuskan untuk serius mulai hari ini. Mari kita tonton anime setelah ujian saja, oke?”

“Eh ~ Apa aku harus menunggu hingga dua minggu lagi? Rasanya sulit untuk menghindari spoiler, tau~...”

Yuki berkata dengan penuh kekecewaan sambil membiarkan kuncir rambutnya bergoyang-goyang.

“Maaf. Kali ini aku benar-benar bertekad untuk masuk 30 besar di kelas.”

Namun, ketika Masachika dengan perasaan bersalah mengatakan itu dengan nada yang tegas, Yuki mengangguk enggan sambil membiarkan kuncirnya melambai-lambai.

“... Baiklah. Setelah ujian, ya.”

“Maaf ya. Padahal kamu sudah datang kesini...”

“Enggak apa-apa, kok~. Aku akan membongkar tumpukan buku di kamarku agar tidak mengganggu belajar.”

“Oh iya ... Sebenarnya aku tidak berniat untuk mengomentari ini.”

Seperti yang diharapkan, karena tidak bisa mengabaikannya begitu saja, Masachika berada di belakang Yuki. Ia menyipitkan matanya pada Ayano, yang sedang memanipulasi kuncir kuda Yuki dengan tangannya sambil melakukan yang terbaik untuk menghilangkan keberadaannya..

“…Kamu lagi ngapain sih?”

“Hmph, akhirnya kamu bertanya juga.”

“Aku bahkan tidak mau bertanya.”

Pada saat itu, Yuki menempatkan jari kanannya di dahinya untuk menyembunyikan wajahnya sambil tersenyum sinis. Tangan Ayano membuat kuncir kudanya bergelombang dengan cara yang seksi. Masachika semakin menyipitkan matanya saat dia merasakan suasana yang sangat merepotkan.

Meskipun begitu, Yuki mengabaikan pandangan lembut kakaknya itu seolah-olah tidak terjadi apa-apa, dan memandang kehampaan dengan tatapan sedih yang tersirat di dalamnya.

“Aku harus mulai dari mana ya... Ya, pada saat aku ...”

[Skip] Tiga puluh detik.”

“...mungkin? Ciri khasnya——”

Skip sekali lagi.”

“….aku menyadari bahwa semua karakter kuncir ekor kuda harus seperti itu.”

“Kejauhan, oi. Mundur 10 detik sebelumnya.”

“...Ketika kuncirnya terkulai lemah dan lesu. Sebaliknya, apabila suasana hatiku sedang gembira, kuncir ekor kudaku akan melompat-lompat dengan senang hati. Ketika melihat itu, aku terkejut... aku menyadari bahwa semua karakter ekor kuda harus seperti itu.”

“Kamu memang lihai sekali, ya. Maafkan aku, Ayano.”

Setiap kali Yuki menggerakkan kepalanya untuk melewatkan kata-kata, Ayano benar-benar terhanyut di dalamnya. Ayano juga kerepotan karena jika dia tidak berhati-hati, dia akan menarik rambut majikannya. Namun, Yuki dengan tiba-tiba membuka kedua lengannya dan berputar di tempat. Ayano berlari-lari di sekitar Yuki saat sedang berayun.

“Oi, cepat hentikan!”

“Ahh, benar sekali! Jadi gaya kuncir ekor kuda bukan hanya sekedar gaya rambut yang mengekspresikan keaktifan semata! Tapi itu juga harus mengekspresikan emosi melalui gerakan rambut.”

“Jadi intinya?”

“Jika kamu memilih untuk memiliki gaya rambut ekor kuda, kamu harus mengekspresikan emosi melalui gerakan rambutmu. Begitulah ceritanya.”

“Kamu membicarakan hal-hal yang sangat bodoh dengan cara yang begitu berlebihan.”

“Kamu juga suka mengabaikan pembicaraan orang lain dengan begitu mudahnya. Sepertinya kamu ini berasal dari generasi Z yang tidak bisa mendengarkan pendahuluan.”

“Bagaimana bisa generasi Z mengejek generasi Z lainnya?”

“Aku tidak ingin orang-orang dikategorikan ke dalam Generasi Z atau kategori lain yang dibuat oleh orang dewasa.”

“Kamu sendiri yang memulainya.”

“Kupikir upaya untuk memasukkan segala sesuatu ke dalam kerangka seperti itu akan menyebabkan perpecahan dalam masyarakat.”

“Jadi begitu ya. Tapi kurasa itu bukanlah perkataan yang berhak diucapkan dari orang yang mengatakan 'semua karakter dengan kuncir ekor kuda harus seperti ini.'

Begitu Masachika membalas dengan tatapan mencemooh, Yuki mengangkat tangannya ke langit seperti aktor panggung.

“Ahh, benar sekali! Setelah mempelajari potensi kuncir kuda, aku berlatih keras untuk menjadi karakter kuncir kuda sejati...Aku mencoba membuat kuncir kuda itu bergerak sesuai dengan emosiku!!”

“Bukannya lebih baik berlatih teknik mematikan?”

“Dan kemudian...”

“Ya”

“Rambut jambulku malah berdiri.”

“Apa-apaan dengan kemampuan rahasia yang berkembang itu?”

“Heh, dunia masih belum tahu ... Bahwa kemampuan rahasia yang aneh ini memiliki potensi untuk menjadi yang terkuat.”

“Rambut jambulmu itu~?”

“Kamu masih belum mengerti ... menggerakkan rambut jambul berarti mengendalikan ikatan hidrogen dalam keratin. Dengan kata lain! Jika aku berhasil menguasai, itu dapat mengendalikan ikatan molekul biologis apa pun yang ada di tubuh manusia dan memanipulasinya sesuka hati.”

“Pembesaran interpretasi terlalu jauh.”

“Menginterpretasikan kemampuan rahasia yang aneh hanya bisa ditafsirkan dengan penggambaran besar.”

“Namun, jika kamu berlebihan, kamu akan dianggap sebagai lelucon.”

“Pada titik ini, itu sudah menjadi lelucon karena dimulai dari rambut jambul.”

“Aku tidak menyangka kamu akan membantahku dengan argumen yang masuk akal.”

Mereka berdua terus saling bercanda dengan lancar, dan Masachika kembali memandang Ayano.

“Jadi ... karena kamu tidak bisa menggerakkan kuncir ekor kudamu sendiri, kamu ingin Ayano melakukannya untukmu?”

“Benar sekali! Itu adalah ide yang bagus dengan memanfaatkan kemampuan tersembunyi Ayano dengan sempurna──”

“Ayano, kamu bisa mengajukan gugatan atas pelecehan kekuasaan kapan saja, jadi kamu bisa memberitahuku kapan saja, oke?”

“Terima kasih banyak. Tapi saya baik-baik saja.”

“Emangnya kamu ini penjelmaan dari jiwa yang sehat apa~.”

“Bukannya dia cuma gadis super Masokis?”

“Diamlah, dasar penjelmaan dari kebodohan.”

“Penjelmaan dari kebodohan. Kalau disingkat menjadi Ahoge... Hm, itu adalah gelar yang cocok untukku yang dapat mengendalikan ahoge (rambut jambul) ini.”

“............”

“............”

“............”

“…Apa?”

“Berhenti melakukan tsukkomi terbalik. Jangan memaksa orang lain untuk menanggung kesalahanmu.”

“Itu sih karena salah Aniki yang tidak menanggapinya melalui tsukkomi.”

“Kamu bahkan membalas dengan kemarahan? Aku bahkan takkan berani menyentuh bom yang tepat di depan mata, tau?”

“Jahat! Padahal aku percaya kalau Onii-chan bersedia meledak bersamaku!"

“Jangan menyeret orang lain ke dalam masalahmu. Jika kamu akan mati, matilah sendiri sana.”

“Wuaahh, orang ini benar-benar keparat! Ia adalah tipe sampah yang menendang teman-temannya yang mencari perlindungan dalam situasi panik!”

“Lah, itu berarti kamu cuma karakter sampingan yang mati karena menunjukkan kepada pembaca keburukan kemanusiaan.”

“Biasanya di panel berikutnya atau setelah itu, karakter semacam itu mendapat pukulan dari belakang atau atas, iya ‘kan~.”

“Sebaliknya, kelompok protagonis selalu muncul untuk menyelamatkan orang-orang mob yang tidak meninggalkan teman mereka.”

“Ya. Oleh karena itu, mulai sekarang tolong ambil bom dengan hati-hati.”

“Kamu masih berharap seseorang akan datang untuk membantumu? Kamu pasti akan melarikan diri begitu kamu mengambil bom itu.”

“Tch, ketahuan juga, ya.”

"Meskipun kamu orang yang brengsek, kamu selalu bertahan hidup dan menjadi sumber kebencian... “

“Fufufu, aku akan mengucapkan 'Onii, chan...' pada detik terakhir dan menghilang dengan cara yang paling menakjubkan.”

“Dan Onii-chanmu itu mati karena kamu meledakkan bom itu, tau?”

“Sudah sana, sekarang cepatlah belajar dengan serius, Onii-chan.”

“Kira-kira siapa ya yang memungut bom tadi, Imouto-chan?”

“Hei Ayano, kamu dipanggil, tuh.”

“!?”

“Sudah kubilang jangan melibatkan orang lain... Ah, sudahlah."

Sambil mengeluarkan suara yang terdengar lelah, Masachika mengelus-ngelus kepala Yuki.

“O-Ohh?”

Lalu, setelah melepaskan tangan dari Yuki yang mengedipkan matanya, Masachika mengelus kepala Ayano dengan ringan sebagai tanda penghargaannyaKemudian, sambil memegangi kepalanya yang dibelai kasar, Yuki menatap Masachika dengan tatapan marah.

“Muu... Asal kamu tahu saja, kalau kamu berpikir bahwa gadis senang ketika kamu mengelus kepalanya, itu adalah kesalahpahaman besar para otaku, wahai Aniue.”

“Aku juga tidak bermaksud seperti itu kali.”

“Tapi yah, aku senang dielus. Ayo, elus aku lagi. Elus aku lago dong.”

Sambil mengatakan itu, Yuki membungkuk sedikit dan menekan kepalanya dengan keras.

“Apa-apaan sih...”

Meskipun Masachika tampak sangat tercengang dengan perilakunya, ia masih mengelus kepala Yuki seperti yang biasa dilakukannya pada anjing peliharaan keluarganya, Lil.

“Wah~”

Sambil mengeluarkan suara geli,  Yuki menggulung bajunya dan memperlihatkan perutnya seperti seekor anjing. Kemudian dia tersenyum lebar seolah-olah mengatakan “Ayo, elus aku~”. Namun... Masachika mengabaikannya dengan anggun dan masuk ke kamarnya.

“Kuh, kamu mengabaikan perut yang memikat ini...? Sialan, dasar pecinta payudara!”

Sambil pura-pura tidak mendengar keluhan yang datang melalui pintu, Masachika berganti pakaian dan mulai belajar dengan serius di meja belajarnya. Sambil menerima kopi dari Ayano di tengah jalan, dirinya belajar dengan fokus yang luar biasa untuk dirinya sendiri. Setelah minum kopi dan mengambil napas ringan, Masachika melihat jam dan menyadari bahwa waktunya hampir mendekati pukul 9.30 malam.

“...”

Masachika tiba-tiba mengalihkan perhatiannya ke luar kamar, tapi dirinya tidak mendengar suara apa pun. Sepertinya Yuki benar-benar mengurung dirinya di kamarnya agar tidak mengganggu belajarnya. Meskipun itulah yang diinginkan Masachika, ketika adiknya benar-benar penurut seperti ini, ia merasa seperti ada yang kurang, atau merasa bersalah, atau juga merasa sedikit kecewa….

 (Lah, kenapa aku memikirkan hal seperti itu? Berhentilah jadi kakak siscon!)

Masachika tahu bahwa adiknya yang selalu bercanda sebenarnya adalah anak yang sangat baik dan penuh kasih sayang. Jika kakaknya benar-benar ingin fokus pada belajar, dia akan menghormati keinginannya. Tapi ... itulah sebabnya ...

(Padahal dia boleh saja mengeluh sedikit.)

Dirinya tidak bisa menahan pikiran itu. Setidaknya, Masachika ingin memanjakan sedikit adiknya yang terlalu terbiasa untuk menahan diri. Meskipun begitu, Yuki tidak akan pernah memaksakan kehendaknya dan mengabaikan perasaannya. Kedewasaan yang luar biasa di luar usianya membuat Masachika merasa kesepian dan sedih.

(Setelah ujian selesai, aku akan menghabiskan waktu bersamanya sepuasnya.)

Setelah memutuskan itu, Masachika berdiri dari kursinya dan meregangkan tubuhnya.

 (Hmm ... mungkin aku harus mandi sebentar ...)

Beberapa saat yang lalu, Masachika mendengar pemberitahuan bahwa air mandi sudah panas. Jika Yuki dan Ayano tidak masuk, maka dirinya akan mandi terlebih dahulu ... Pikirannya terputus ketika ia keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu kamar Yuki.

“Iya~?”

“Bisakah aku mandi duluan?”

“Silakan~”

Setelah mendapat izin melalui pintu, Masachika membawa pakaian gantinya dari kamarnya dan cepat-cepat melepas pakaiannya serta mengupas plester di lehernya sebelum masuk ke dalam bak mandi. Setelah mencuci rambut dan tubuhnya, ia merasa seperti lelah yang menumpuk akibat belajar selama beberapa jam larut dalam air mandi.

“Ahh, segarnya...”

Sembari menghela napas puas, Masachika sepenuhnya bersantai di dalam bak mandi. Hanya untuk saat ini, ia melupakan belajar dan bersantai ... Tapi tiba-tiba, terdengar suara pintu geser kamar mandi terbuka dari ruang cuci.

(Hmm? Seseorang sedang mencuci tangannya?)

Saat Masachika memikirkan hal itu di benaknya ...

“Bang!”

"!? Haahhh!?"

Yuki yang telanjang bulat masuk ke dalam bak mandi setelah menendang pintu kamar mandi dengan keras.

“Tunggu, apa yang sedang kamu pikirkan, sih !?”

Masachika berteriak ketika tubuhnya terangkat dari air, dan Yuki menjawab dengan bangga sambil membusungkan dadanya.

“Aku memutuskan untuk mengganggu kamu di bak mandi sebagai ganti tidak mengganggumu saat belajar!”

“Hah!? Tapi kamu telanjang bulat, tau ?!”

“Karena aku sedang di bak mandi, jadi tentu saja aku telanjang bulat. Jangan khawatir, cahaya dan uap air bekerja dengan baik bersama-sama.”

“Bekerja dengan baik dengkulmu!”

“Tidak apa-apa. Aku akan menambahkannya nanti. Aku akan menempelkan lumut laut nanti.”

“Bisakah kamu menempelkannya sendiri sekarang ?!”

Meskipun Masachika berteriak dengan suara keras, Yuki secara diam-diam menutup pintu dan duduk di kursi bak mandi.

“Ehh, tunggu sebentar. Kamu seriusan ingin mandi bersamaku?”

“Hah? Ya. Cuma ini satu-satunya cara untuk berbicara dengan Onnii-chan tanpa mengganggu belajarmu.”

“Enggak, enggak, enggak~! Mandi bersama dengan adik perempuanmu saat kamu sudah menjadi siswa SMA adalah hal yang gila.”

Tidak peduli bagaimana kamu memikirkannya, rasanya aneh kalau kakak beradik berbeda kelamin masih ingin mandi bersama-sama meskipun mereka sudah menjadi siswa SMA. Pada dasarnya, gadis-gadis pada usia ini tidak ingin mandi setelah ayah atau kakak laki-laki mereka dan tidak ingin mencuci pakaian bersama-sama.

(Yah, meski Yuki tida dalam masa pemberontakan, tetapi ... jika dia berada dalam masa pubertas, seharusnya dia merasa malu sedikit, ‘kan?!)

Sebenarnya, Masachika sendiri merasa malu ketika adik perempuannya melihat tubuhnya telanjang. Jika yang datang seorang wanita, itu pasti akan lebih buruk ... Saat Masachika berpikir demikian, suara Yuki kembali terdengar.

“Kurasa aku ini memang aneh, ya?”

Sebuah gumaman dari Yuki terdengar olehnya. Merasakan nada yang agak serius dalam suaranya, Masachika melirik ke arah Yuki. Sambil mencuci rambutnya, Yuki menatap ke arah perut bagian bawahnya dengan tatapan serius.

“......”

Masachika merasa ada sesuatu yang mendesak dalam tatapan Yuki dan mulai berpikir lagi sambil memalingkan wajahnya.

Kalau dipikir-pikir secara umum, tindakan maupun perkataan Yuki mungkin dianggap aneh. Namun jika hanya mempertimbangkan situasi pribadinya sendiri ...

“Tidak, aku tidak berpikir kalau itu aneh.”

Itulah satu-satunya jawaban yang bisa diberikan.

Masachika tahu betul. Yuki tidak menunjukkan tanda-tanda masa pemberontakan, bukan karena dia tidak memiliki masa pemberontakan, tetapi… karena dia harus menjadi dewasa lebih cepat daripada yang seharusnya.

Dikelilingi oleh kakak laki-laki yang tidak dapat diandalkan dan orang dewasa yang egois, Yuki yang cerdas menyadari bahwa dia tidak bisa tetap menjadi anak-anak terus. Dan kemudian….dia memutuskan untuk melepaskan haknya untuk dimanja oleh orang tuanya dan haknya untuk memberontak kepada mereka serta menjadi dewasa dengan cepat. Semua itu demi bisa melindungi keluarganya.

(Sebenarnya, Yuki jauh lebih dewasa dariku)

Masachika yakin tentang hal itu. Namun ...

(Tetap saja, dia masih memiliki sisi kekanak-kanakan...)

Masa pemberontakan dan masa pubertas adalah proses penting bagi anak-anak untuk menjadi dewasa. Jika proses ini dilewati dengan tergesa-gesa, apa yang akan terjadi pada hati mereka? Meskipun merkea terlihat seperti orang dewasa, bukannya mereka akan mengalami pertumbuhan yang tidak seimbang?

[Maafkan aku, Nii-sama. Aku….akan tetap tinggal di rumah ini]

Yuki memperlihatkan sikap dewasa yang tidak sesuai dengan usianya.

[Meskipun Onii-chan melihatku telanjang, aku sama sekali tidak merasa malu, tau~?]

Sebaliknya, dia masih terlihat seperti anak-anak.

(Mungkin saja, bagian kekanak-kanakan dari Yuki ...)

Kamar sederhana tanpa dekorasi maupun embel-embel yang mirip seperti kamar rumah sakit. Apakah bagian kekanak-kanakan dari Yuki tertinggal di tempat tidur di kamar itu?

Yuki pernah mengatakan kalau dirinya ingin bermain petak umpet sepuasnya di halaman belakang dan bermain game sambil tertawa sepuasnya. Tapi, pada suatu hari, dia tidak lagi mengungkapkan keinginan kecil seperti itu ... Yuki menjadi pewaris keluarga Suou tanpa bisa memenuhi banyak keinginannya yang terpendam.

Tanpa diragukan lagi, Masachika-lah orang yang meninggalkannya.

(Apa dia yang ada di sini….merupakan Yuki di masa itu?)

Pada waktu itu, Yuki harus berhati-hati, bahkan untuk mandi sekalipun. Dia sering mengalami serangan asma karena uap dan perbedaan suhu, dan mandi berlama-lama sangat dilarang. Seringkali dia hanya mengelap tubuhnya di atas tempat tidur. Tentu saja, dia tidak pernah bermain-main di kamar mandi. Jika dia ingin melakukan hal-hal yang tidak bisa dia lakukan saat itu ...

“Yah, lakukan saja sesukamu.”

Masachika mengatakan itu dengan sedikit keenggenan dan merendam dirinya dalam bak mandi. Kemudian, Yuki yang mengikat rambutnya menatap Masachika dan tersenyum ceria.

“... Begitu ya.”

Masachika merasa lega mendengar suara Yuki yang tidak serius ...

“Baiklah, permisi~.”

“Eh, oiiii!?”

“Byuuurrrr!”

Sambil berkata dengan suara ceria, Yuki melompat ke dalam bak mandi dan membelakangi Masachika. Seperti yang ditunjukkan oleh efek suara, gelombang besar air menghantam wajahnya, dan Masachika menggelengkan kepalanya.

“Kamu ini, benar-benar ...!”

Saat Masachika mengeluarkan suara yang terdengar setengah terkejut dan setengah mengeluh, Yuki melompat dengan sekuat tenaga dan meletakkan tangannya di tepi bak mandi untuk mengangkat dirinya.

“Wah, airnya cukup panas.”

“Kalau kamu merasa begitu, keluar saja sana.”

‘Aku tidak bisa mandi dengan air yang sangat panas seperti ini! Aku akan kembali ke kamarku!’ ... Apa kamu berpikir aku akan mengatakan itu? Sayang sekali. Aku tidak akan membuat pertanda kematian yang begitu jelas.”

“Sebelah mananya yang pertanda kematian. Justru sebaliknya, bukannya lebih berbahaya kalau masuk ke dalam.”

“Onii-chan...? Jangan bilang...”

“Bukan bahaya seperti itu yang aku maksudkan!”

“Aku pernah mendengar bahwa membuatnya terlihat seperti bunuh diri di kamar mandi itu mudah, tapi tak kusangka….”

“Yup, bahaya yang kita pikirkan benar-benar berbeda.”

“Kita bisa mengetahui betapa mesumnya seseorang di tempat-tempat seperti ini.”

“Jangan menyebarkan rumor yang aneh-aneh. Aku tahu bahwa kamu selalu suka membicarakan candaan jorok.”

“Hiyaahh~, aku tidak sebanding dengan Elena-senpai.”

“Orang itu sih tidak masuk akal.”

“Yosh, aku sudah mulai terbiasa.”

Setelah mengatakan itu, Yuki membenamkan tubuhnya ke dalam air sampai pundak dan membiarkan punggungnya bersandar pada tubuh Masachika.

“Hei!”

“Hahaha, kita terlihat seperti sepasang kekasih yang baru saja mulai tinggal bersama.”

“Tidak, kamu ini ya...”

“Hehehe, sekarang kamu tidak bisa mengalahkan teknik khas teman masa kecil ‘Bukannya kita sering mandi bersama!' dengan bantahan 'Itu sih waktu kita masih kecil', Ani-ja!”

“...Haah”

Masachika mencoba untuk mengeluh, tetapi kemudian menghela nafas dan membiarkan suaranya hilang.

(Yah, kurasa aku bisa menganggap sedang mandi bersama adik perempuan yang baru saja masuk sekolah SD ...)

Setelah berpikir seperti itu, Masachika mengalihkan pandangannya ke dalam kehampaan dan kemudian ...

“Splish splash!”

“Puh!?”

Air mandi disiramkan ke wajahnya. Ketika Masachika melihatnya, Yuki menyatukan kedua tangannya di atas permukaan air dan membuat pistol air sementara.

“Sekali lagi!”

“Ugh!”

Saat Yuki meremas tangannya dengan erat, air yang bergejolak tiba-tiba menyiprat dari celah di antara jari-jarinya kembali menyerangnya, membuat pipi Masachika berkedut.

“Kamu ini….kamu benar-benar seperti bocah SD.”

“Haha, kepolosan inilah yang membuatku bisa bersenang-senang di kamar mandi.”

“Berhenti bicara sambil menembakkan air.”

Masachika menjitak kepala adiknya yang terampil menembakkan air ke arahnya, dan kemudian mengusap wajahnya dengan tangannya.

Kemudian, setelah mengusap wajahnya, tubuh telanjang Yuki secara alami masuk ke dalam pandangannya, dan meskipun tahu kalau itu salah, tapi  mau tak mau Masachika memandanginya dengan seksama.

“......”

Dia memiliki tubuh yang sangat seimbang dan indah. Namun, yang menarik perhatian Masachika adalah ... kekurusan tubuhnya.

Meskipun ada tonjolan yang feminin, tubuhnya secara keseluruhan sangat kurus dan ramping. Badannya begitu kurus sehingga mungkin dagingnya hanya setengah dari badan Touya.

(Apa dia benar-benar sudah makan dengan baik…?)

Sementara Masachika khawatir, Yuki yang melihat ekspresi kakaknya yang seperti itu justru menyeringai jahil.

“Oho~ ada apa? Apa kamu akhirnya mulai menyadari daya tarik perutku?”

“Tidak, pintu itu masih tertutup rapat.”

“Jika kamu masih belum menyadari erotisme dari garis otot perut yang samar-samar terlihat begini, itu berarti kamu masih bocah ...”

“Sebelah mananya ada garis otot?”

“Lihat, sebelah sini ... kamu akan tahu jika kamu menyentuhnya ...”

“Tidak, itu tidak usah.”

Meskipun dia adalah adiknya dan hanya di bagian perutnya, Masachika merasa enggan untuk menyentuhnya. Namun, mata Yuki menyipit dengan lembut dan dia perlahan-lahan mengelus perutnya sendiri sambil tersenyum.

“Tolong usap perutku ... itu akan membuatku bahagia...”

“Memangnya kamu ini seorang penjaga kebun binatang atau semacamnya?”

Dengan ekspresi yang penuh kasih sayang, Yuki meraij tangan Masachika dengan lembut, seolah-olah mengajaknya. Masachika menghela nafas dan dengan lembut membelai perut kurus adik perempuannya saat melihat kalau adiknya itu tidak merasa puas kecuali ia menyentuhnya──

“Ahahahaha!”

... Tiba-tiba, suara tawa yang begitu keras terdengar, Masachika terkejut dan segera melepaskan tangannya. Kemudian wajah Yuki menjadi tanpa ekspresi dan diam. Lalu, ketika Masachika mengulurkan tangannya dengan ragu-ragu...

“Ahahahaha!”

Masachika melepaskan tangannya lagi. Kemudian Yuki menjadi tanpa ekspresi lagi. Kemudian ia membelai lagi.

“Ahahahaha!”

“Nyeremin, oi!!”

Setiap kali Masachika membelai perut halusnya, Yuki membuka matanya lebar-lebar dan tertawa dengan keras, yang kemudian ditimpali Masachika dengan berteriak ketakutan.

“Memangnya kamu tidak bisa tertawa lebih bahagia? Aku sempat berpikir kalau kamu adalah boneka kutukan atau semacamnya, tau!”

“Yahh, seperti yang diharapkan, aku juga merasa sedikit malu sekarang.”

“Jika akibat rasa malumu seperti itu, aku justru lebih mengkhawatirkan tentang kondisi mentalmu.”

“Setengah dari diriku terbuat dari kebaikan, memangnya masalah?”

“Sisanya setengah apa?”

“Kemesuman.”

“Tidak ada yang istimewa di situ, oke?”

“Erotis dan kebaikan ... Hah? Tunggu sebentar, apa jangan-jangan aku ini gadis yang sempurna sebagai heroine komedi romantis?”

“Memangnya bagian erotisme sangat diperlukan untuk menjadi heroine komedi romantis? Kurasa gadis yang polos secara emosional lebih dicari daripada gadis yang erotis.”

Saat Masachika mengatakan itu, Yuki menatap kakaknya dengan satu mata terbuka lebar seperti ancaman.

“Bukannya itu hanya karena kamu adalah penggemar gadis perawannnnnn!”

“Tapi aku masih tetap suka gadis yang lacur, kok~~!?”

“Gadis lacur yang kamu sukai itu palingan Onee-san cabul yang suka menyantap keperjakaan pria muda, iya ‘kan~~~~~~!!?”

“Dasar kampretttt! Kenapa kamu tahu begitu banyak tentang selera seksual kakakmu sendiri!!!”

“Eh, yah, it-itu sih…..”

Yuki tiba-tiba merasa malu dan tatapannya mengembara. Dan kemudian, sambil melihat ke bawah ke permukaan air, dia menjawab sambil bergumam.

“Bukannya itu sudah jelas…karena aku juga menyukainya…”

“Jangan mengungkapkan kecenderungan seksualmu hanya karena kamu bersemangat untuk mengaku. Atau lebih tepatnya, kamu ini lagi kesambet apa sih sampai menyukai Onee-san yang cabul segala?”

“Baru-baru ini, aku membaca manga yuri di mana Onee-san mesum jatuh cinta pada gadis yang awalnya cuek...”

“……Jadi begitu ya.”

Haruskah dirinya merasa lega karena alasannya lebih masuk akal daripada yang dipikirkan, atau harus mengkhawatirkan adik perempuannya yang mulai menyukai yuri setelah BL?

 (... Yah, kurasa tidak ada masalah jika dia menyukai sesuatu dalam dunia fiksi. Dia juga kelihatannya bisa membedakan mana fiksi dan realitas ...)

Setelah Masachika memikirkannya sebentar dan sampai pada kesimpulan itu, Yuki mengepalkan tangannya dan berkata.

“Itulah sebabnya, secara pribadi aku menaruh perhatian yang besar kepada Nonoa-san dan Sayaka-san!”

“Bukannya kamu mencampuradukkan dunia nyata dengan fiksi!?”

“Mereka berdua tuh benar-benar mencurigakan, bukan? Tidak ada cerita yang mencurigakan tentang Sayaka-san, tetapi aku merasa kalau Nonoa-san memiliki obsesi yang luar biasa terhadap Sayaka-san.”

“Yah, memang sih...”

“Secara pribadi, aku tidak akan terkejut jika Nonoa-san diam-diam menyingkirkan pria yang mencoba mendekati Sayaka-san di belakang layar.”

“...”

Bahkan Masachika sendiri tidak bisa menyangkal anggapan bercanda Yuki. Itu juga salah satu alasan mengapa dirinya tidak sepenuhnya mendukung Takeshi saat sahabatnya itu mengakui kalau dirinya menyukai Sayaka.

(... Aku harus menanyakan pendapatnya tentang ini suatu saat nanti ...)

Masachika memandang ke atas dan membuat keputusan dalam hatinya, sementara itu Yuki menenggelamkan badannya. Dia kemudian menatap Masachika dari permukaan air dan berkata.

“Ngomong-ngomong, wahai Onii-chan-samaku yang termanis ...”

“Apa lagi?”

Ketika ia menundukkan kepalanya, Yuki menyeringai dan mengulurkan tangannya untuk membelai leher Masachika.

“Ini bekas gigitannya siapa?”

Pertanyaan itu membuat Masachika terkejut.

(Ah, sialan, aku lupa)

Itu adalah bekas gigitan yang ditinggalkan oleh Alisa di festival sekolah, yang telah Masachika lupakan setelah melepaskan plesternya saat mandi.

“...”

Karena sudah tertangkap basah, Masachika menjawab dengan serius sambil menatap ke arah kehampaan.

“Aku habis digigit oleh zombie, tau.”

“Serius? Bukannya itu sangat berbahaya? Tapi karena tidak menjadi zombie, apa itu berarti hanya Onii-chan yang memiliki antibodi?”

“Ya, itu benar. Dan aku memiliki kesadaran manusia, serta kekuatan otot yang melebihi batas manusia.”

“Lalu selanjutnya tentang itu, ‘kan? Kamu menyuntikkan cairan tubuhmu pada gadis yang digigit untuk menyelamatkannya dengan alasan memberikan antibodi, bukan?”

“Ya, tepat sekali. Pada awalnya, aku mencoba melakukan deep kiss untuk menyelamatkannya, tapi karena aku tidak melakukannya tepat waktu, jadi pada akhirnya ── lah ini sih konten kepanikan erotis khusus 18+ ke atas, oi...”

“Jika yang kamu temui malah om-om paruh baya yang sudah digigit, apa yang akan kamu lakukan ...!?”

“Aku akan membiarkannya merasa tenang setelah mendengar wasiatnya.”

“Setidaknya, ragulah sedikit.”

“Baiklah, karena aku sudah cukup menghangatkan badan, mungkin sudah waktunya keluar.”

“Tidak, aku tidak akan membiarkanmu pergi, oke?”

“Hmph, memangnya kamu pikir kamu bisa menghentikanku?”

“Apaaa!? Kuh, kamu ini….”

Ketika Masachika mencoba keluar dari bak mandi, Yuki menegangkan tangan dan kaki, menekan tubuhnya dengan penuh kekuatan. Namun, kekuatan Masachika tidaklah selemah itu sehingga ia bisa dengan mudah melawan penekanan Yuki. Ia terjepit di antara bak mandi dan punggung Yuki, tetapi ia berhasil meloloskan diri dengan merangkak keluar. Yuki menunjukkan senyum tanpa takut sambil menunjukkan ketidaksabarannya.

“Apa boleh buat... Sebenarnya aku tidak ingin menggunakan ini, tapi….”

Setelah menggumamkan kata-kata itu, Yuki mengendurkan tenaga dari tangannya dan kakinya, sehingga Masachika bisa berdiri dengan cepat. Sebelum ia bisa mencoba keluar dari bak mandi, suara Yuki kembali terdengar──

“Mode Malaikat, Aktifkan

Setelah mendengar ucapan itu, Masachika merasa kalau tangan kirinya ditangkap dengan kuat. Ketika menoleh ke bawah dengan firasat tidak enak, pandangan matanya bertemu dengan mata berkilauan Yuki yang polos.

“Nii-sama? Kamu harus menghitung hingga seratus sebelum keluar, loh?”

“Ngg….”

Masachika langsung terpesona oleh tatapan matanya dan terhuyung-huyung. Tapi...

(Tidak bisa! Jika aku mundur di sini, hal itu justru yang diinginkan Yuki!)

Setelah berpikir demikian, Masachika tetap berdiri tegak, tapi…… ia menyadari bahwa Yuki sedang memperhatikan satu titik di bagian selangkangannya dan segera merunduk.

“Kamu…..”

Masachika menutup kakinya sambil menatap Yuki dengan pandangan yang penuh dendam. Namun, Yuki hanya membandingkan milik Masachika yang ada di sana dengan miliknya sendiri dengan ekspresi penasaran di wajahnya. Kemudian, dia memiringkan kepalanya seraya berkata.

“Nii-sama, kenapa punyamu──”

“Oke, baiklah! Ayo kita hitung seratus bersama-sama!”

“Ya!”

Dengan suara lantang yang putus asa dan penuh kepasrahan, Masachika mengajak Yuki untuk menghitung bersama-sama. Yuki tersenyum dan mengangguk tanpa ragu-ragu. Kemudian, seakan-akan suatu pemikiran tiba-tiba terlintas dalam benaknya, dia meninggikan suaranya dengan polos.

“Nii-sama! Aku ingin mengapungkan bebek! Bebek kuning!”

“Tidak ada mainan bebek seperti itu.”

“Kalau begitu, bagaimana Nii-sama saja yang menjadi bebek?”

“Kamu ingin aku mengapungkan diriku sendiri? Kekejaman murni anak-anak, ya?”

“Tidak, aku hanya ingin Nii-sama menjadi bebek saja.”

“?? Apa maksudmu?”

“Tahu enggak, Nii-sama? Bebek adalah ras yang dijinakkan manusia dari itik. Jadi, mereka adalah hewan ternak.”

“Apa maksudmu dengan itu!?”

“Nii-sama, bisakah kamu menjadi bebekku?"

“Ah, kamu ini pasti bukan malaikat, ‘kan?”

“Ketahuan juga, ya.”

“Ya ketahuan jelas lah! Jadi begitulah, aku akan pergi sekarang!”

Dengan demikian, Masachika mengumumkan begitu dan keluar dari bak mandi, mulai membasuh tubuhnya dengan shower. Yuki memandanginya dengan tersenyum. Dan di balik senyum itu, dia dengan lembut merasa lega.

(Kurasa ia telihat baik-baik saja)

Setelah tampil di festival sekolah dan terlihat sedih hari ini, Yuki merasa lega bahwa kakaknya terlihat sama seperti biasanya. Masachika cenderung merasa depresi tanpa henti ketika ditinggal sendirian. Yuki datang untuk melihat keadaannya karena dia tahu tentang hal itu, tapi….

(Aku tidak tahu siapa orangnya, tapi dia mungkin sudah menyemangati Onii-chan?)

Mungkin seseorang dari OSIS, atau seseorang dari band, atau seseorang selain mereka. Yuki merasa bangga dan senang bahwa ada banyak orang selain dirinya yang mendukung kakaknya ... tetapi pada saat yang sama, dia juga merasa sedikit kesepian.

(Bekas gigitan itu ... pada akhirnya punya siapa? Yah, menurutku 90% itu pasti dari Alya-san.)

Meskipun Yuki merasa penasaran, dia tahu bahwa kakaknya tidak akan menjawab jika dia mengajukan pertanyaan lebih lanjut.

“......”

Tiba-tiba, perasaan gelap dan tidak menyenangkan muncul di dalam dadanya. Yuki bangkit dengan kuat untuk mengusir perasaan itu──tapi pada saat itu, pandangannya berubah menjadi gelap.

“Eh...?”

Yuki bisa merasakan darah yang mengalir dari tubuhnya. Seiring dengan rasa pusing yang membuat vertigonya beberapa kali lebih parah, rasa keseimbangannya pun menghilang, dia lalu terhuyung dan meraih tepi bak mandi. Namun, karena badannya tiba-tiba condong ke depan, kakinya terpeleset dan lututnya terbentur pada bagian tangga bak mandi. Rasa sakitnya pun terasa aneh dan terdengar berdengung di seluruh tubuhnya.

“Yuki!?”

Ketika dia mendongak sedikit ke atas karena mendengar suara panggilan yang panik, tatapan matanya bertemu dengan mata kakaknya, yang tampak seperti dunia ini akan segera berakhir. Ekspresi serius di wajahnya membuat Yuki merasa senang, lucu, dan menyesal ... sehingga dia tersenyum setengah hati.

“Tidak, aku, baik-baik saja. Aku hanya, sedikit pusing ...”

Jadi, tidak perlu khawatir. Sambil tetap duduk di bak mandi, dia melambaikan tangannya dengan ringan seakan mengisyaratkan begitu ... Tapi tiba-tiba, Yuki ditarik dengan kekuatan yang luar biasa.

“Woah!”

Badannya diangkat layaknya seorang putri dan dibawa keluar dari kamar mandi.

(O-O-O-O-Ooonii-channnn, tu-tunggu sebentar~)

Sambil merenungkan pemikiran yang agak salah tentang pengalaman pertamanya digendong layaknya seperti seorang putri, dia diletakkan dengan lembut di atas handuk yang diletakkan di lantai.

“Ayano! Cepat datang kemari!”

“Kamu tidak perlu berlebihan seperti itu ...”

“Apa anda memanggil saya... Yuki-sama!? Apa yang sebenarnya terjadi !?”

“Tidak, aku hanya sedikit pusing ...”

“Ayano! Cepat panggil ambulans!”

“Iya!”

“Tidak, tenanglah sedikit napa~”

Setelah itu, Yuki dengan putus asa mencoba menjelaskan bahwa dia hanya mengalami sedikit pusing karena mandi air panas dan berhasil menghindari panggilan ambulans ... Namun,

“ ... Onii-chan-sama, kamu tidak perlu terlalu khawatir dan merawatku seolah-olah aku ini sakit parah. Ayano ada di sini juga."

“Orang sakit harus istirahat.”

“Sudah kubilang aku tidak sakit ...”

Yuki, yang dipaksa tidur di atas kasur kamarnya, diperlakukan seperti pasien yang menderita sengatan kepanasan.

Setelah ditempelkan pleseter pendingin di dahinya, sambil wajahnya dikipasi oleh Ayano, Yuki minengguk minuman olahraga yang diberikan oleh Masachika melalui sedotan.

“Sebenarnya, kupikir aku sudah sembuh ... aku minta maaf karena sudah membuatmu khawatir, tapi aku merasa malu karena semuanya dibuat begitu berlebihan ...”

“Kalau gitu, ini adalah hukuman karena membuat orang khawatir.”

“Wah seriusan?”

Sedotan diletakkan di depan mulutnya untuk menghentikan argumennya. Sssh, ssh. Minuman olahraganya enak~, tapi aku sudah bosan. ujar Yuki

“Setidaknya keringkan rambutmu dengan benar ... dan kamu harus belajar untuk ujian, kan?”

“Aku tidak peduli tentang hal itu.”

“Tidak, itu sangat penting, kali.”

“......”

“Aku sudah tidak mau minum minuman olahraga lagi!”

Sambil menghindari sedotan yang ditekan ke arahnya setiap kali ada celah dalam pembicaraan, Yuki menggelengkan kepalanya untuk menolak. Kemudian sedotan itu ditarik keluar dan dia menghembuskan napas lega sejenak.

“Hanya kaki kanan yang terbentur, benar?”

“Eh? Ya, benar.”

“Baiklah, nanti kita akan memeriksanya di rumah sakit.”

“Sudah kubilang, jangan dibesar-besarkan seperti iti!”

“Ayano, bisakah kamu mengatur mobil?”

“Ya, saya akan menyiapkannya.”

“Sudah kubilang itu tidak perlu!”

“.....”

“Aku bilang aku tidak mau minum minuman olahraga lagi!”

Merasa terganggu oleh perlakuan overprotective yang hampir seperti pelecehan, Yuki bangkit dari tempat tidurnya. Tiba-tiba, kakinya yang terbentur bak mandi terasa sakit lagi dan dia sedikit terhuyung.

(Ahh)

Namun, ketika Yuki menyadari hal itu, semuanya sudah terlambat.

“Ayano! Sudah kuduga, kita harus memanggil ambulans!”

“Saya mengerti!”

“Aku mohon, tolong hentikannnnnnn!”

Yuki dengan susah payah meminta kakaknya dan pelayannya untuk tidak memanggil ambulans. Sementara itu, perasaan gelap dan tidak menyenangkan yang muncul di kamar mandi tadi telah lenyap dengan cepat.

 

 

 Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya 

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama