Chapter 4 — Sensasi Cari-Cari Masalah Terbesar Abad Ini
Masa ujian telah berakhir. Setelah
dua minggu yang dapat digambarkan sebagai siksaan bagi semua pelajar SMP dan
SMA, hari ini merupakan hari Sabtu setelah ujian tengah semester kedua.
Masachika dan teman-temannya
yang menaiki mobil mewah 4WD impor milik keluarga Taniyama (lengkap dengan sopir pribadi), menuju ke taman bermain di
pinggiran kota. Anggota band yang terdiri dari enam orang teman dan satu orang
lagi...
“Hikaru-san, apa kamu baik-baik
saja dengan wahana yang sangat menegangkan?”
“Hmm~, jika itu hanyalah roller
coaster biasa, mungkin aku baik-baik saja... selama tidak digantung di udara
atau terbali terus-menerus...”
“Jadi begitu ya~! Kalau aku sih
agak penakut, jadi aku mengagumi orang-orang yang bisa menikmati hal-hal
seperti itu.”
“Ya, begitulah. Hahaha...”
Seseorang yang selalu menempel
pada Hikaru sejak tiba di tempat tujuan adalah adik perempuan Nonoa, Miyamae
Reia. (TN:
Tadinya diterjemahkan sebagai Miyamae Rea, diganti menjadi Reia)
Rupanya dia sangat ingin dekat
dengan Hikaru sejak diselamatkan olehnya di festival sekolah, jadi dia
bergabung hari ini bersama Nonoa.
Namun, tujuan sebenarnya kali
ini adalah untuk merayakan akhir ujian dan perayaan kedua band. Tentu saja, ada
niatan terselubung untuk membiarkan Reia, sebagai orang luar, ikut bergabung.
Tujuan tersembunyi tersebut ialah…. membantu perjalanan cinta Takeshi, itulah
sebabnya Masachika membiarkannya bergabung.
Dirinya sudah memberi tahu Sayaka
bahwa Reia menyukai Hikaru, jadi ia memintanya untuk membantu secara tidak
langsung. Kemudian, Nonoa akan mendukung Reia. Akibatnya, secara alami Hikaru,
Nonoa, dan Reia akan bertindak bersama, dan jika Masachika dan Alisa bekerja
sama... secara alami Takeshi dan Sayaka akan berpasangan. Atau begitulah
rencananya... namun...
Setelah masuk ke dalam taman
bermain, Masachika dan kawan-kawannya menemukan bahwa rencana mereka justru
gagal total
“Alisa-san, apa kamu sering ke
taman bermain?”
“Tidak, sebenarnya ini kali
kedua aku datang ke sini...”
“Begitu ya?”
“Bagaimana dengan Sayaka-san
sendiri?”
“Aku suka tempat-tempat seperti
ini, jadi aku sering pergi ke sini empat atau lima kali setiap tahun.”
“Benarkah? Itu agak
mengejutkan.”
“Aku sering mendengar itu.”
Melihat Sayaka dan Alisa
berpasangan secara alami, Masachika berteriak dalam hatinya.
(Tidak,
Sayaka sama sekali tidak mau meninggalkan Alya!!)
Mereka terbagi menjadi tiga
orang di bagian dan empat orang di bagian belakang secara alami. Tapi ... itu
adalah kesalahan total ketika Sayaka secara aktif berbicara dengan Alisa.
Akibatnya, tiga orang yang
memiliki wajah sangat rupawan berjalan paling depan. Dua gadis cantik dan modis
yang mengikuti mereka. Dua pria yang malang yang mengikuti di belakang ...
Formasi menyedihkan macam apa ini?
“(Oi, Takeshi, jika kita tetap
seperti ini, kita akan terpaksa naik wahana dengan kombinasi ini, tau)”
Masachika mengungkapkan
kekhawatirannya dengan suara kecil sambil melirik ke arah Takeshi di
sebelahnya. Kemudian, Takeshi juga merespons dengan suara berbisik sambil
menghadap ke depan.
“(Tapi Sayaka-san terlihat bersenang-senang
dan rasanya tidak enakan untuk mengganggunya…..Jika Sayaka-san merasa senang,
itu sudah cukup bagiku.)”
“(Bukannya kamu sudah terlihat
seperti baru saja putus cinta!)"
Masachika berteriak dengan
cekatan dengan suara pelan dan menunjuk Hikaru yang berada di depan. Hikaru
sedang berbicara dengan Reia dengan senyum yang agak kaku.
“(Lihat tuh, bahkan Hikaru juga
berusaha keras untukmu. Apa kamu berniat membuang pengorbanan Hikaru begitu
saja?)”
“(Jadi, diapit oleh kakak
beradik yang cantik dianggap pengorbanan ya...)”
“(Aku mengerti apa yang ingin
kamu katakan, tapi kamu harus menelannya. Bagi Hikaru, didekati oleh gadis
adalah siksaan.)”
“(….Kalau begitu, kenapa kamu
tidak berbicara dulu dengan Alya-san?)”
“(Kamu ini ...)”
Masachika mengeluarkan suara
jengkel ketika melihat kemunculan sisi pemalu Takeshi.
Tentu saja, itu tidak sulit
untuk melakukan permintaannya.
Karena Alisa juga memiliki
tujuan tersembunyi untuk memperdalam persahabatan antara Takeshi dan Sayaka,
dia pasti akan membantu dengan senang hati jika Masachika memulai pembicaraan.
Tapi ... bahkan jika dia melakukannya, Masachika berpendapat kalau Takeshi
takkan bisa berbicara lancar dengan Sayaka.
(Yah,
baiklah, setidaknya aku bisa membantunya sedikit di awal.)
Masachika memutuskan untuk
memulai pembicaraan dengan Alisa, tapi ...
“Ah, semuanya! Apa kalian ingin
naik itu?”
Reia yang memimpin grup
tersebut mengalihkan perhatian Masachika dan lainnya. Ketika ia melihat ke arah
yang ditunjuk oleh Reia, Masachika melihat wahana berbentuk cangkir kopi yang
berputar-putar dengan musik yang ceria.
“Wahana Cangkir kopi di sini
terkenal berputar sangat cepat, apa kalian ingin mencobanya?”
“Hee~...”
“Cangkir kopi ya ... kalau
diingat-ingat lagi, aku hanya pernah menaikinya sekali ...”
Karena tidak ada yang merasa
keberatan, jadi mereka semua memutuskan untuk menaiki wahana cangkir kopi
setelah Reia mengusulkannya.
Karena kapasitas wahana cangkir
kopi adalah empat orang per cangkir, jadi mereka secara alami terbagi menjadi
Kakak beradik Miyamae dan Hikaru, sedangkan empat orang lainnya naik ke cangkir
terpisah.
Alisa dan Sayaka duduk
berdampingan, Masachika duduk di sebelah Alisa, dan Takeshi duduk di antara
Masachika dan Sayaka. Karena kapasitas penuh, mereka hampir menabrakkan kaki
mereka satu sama lain. Takeshi juga hampir menabrak Sayaka, jadi ia menarik
kakinya dengan cepat.
(Tidak,
ini sih mirip seperti duduk tegak nilai 100 dalam menaiki kereta api!)
Masachika tersenyum kecut
kepada Takeshi yang duduk tegak dengan menyatukan kakinya. Kemudian, suara
dering terdengar dan cangkir kopi mulai berputar perlahan.
“Jadi kita hanya perlu memutar
pegangan tengah ini, ya?”
Setelah memutar gagang dengan
ringan, kecepatan putaran cangkir kopi sedikit meningkat.
“Oh, jadi kecepatannya
bertambah ya. Bagaimana? Apa kita akan memutar lebih cepat?”
“Aku tidak keberatan,” balas
Sayaka.
“Ya.” Alisa menjawab dengan
mengangguk.
“Oh,” seru Takeshi.
“Baiklah, kalau gitu──”
Saat Masachika memegang gagang
dan menekankan kekuatan ke tangannya…
“Kyaaa~~~!”
Suara teriakan Reia yang melengking
terdengar dari dekat, dan Masachika segera menoleh ke arah suara itu. Kemudian,
dirinya merasa bergidik.
“Kyaa ~~~! Onee~ini terlalu
cepat~~~~!”
Wahana cangkir kopi yang
berputar dengan kecepetan tinggi. Seolah-olah terpengaruh oleh gaya sentrifugal
... Reia menempel pada Hikaru dengan erat.
... Tidak, sebenarnya dia mungkin
terpengaruh oleh gaya sentrifugal yang cukup besar, tetapi jika dilihat dari
cara tubuh dua orang lainnya yang miring, jelas sekali bahwa Reia sedang
bertingkah agak berlebihan. Mungkin sebenarnya Reia sendiri yang meminta Nonoa
untuk memutar lebih cepat. Masachika merasa ngeri dengan perhitungannya.
(Apa-apaan
ini ... kecerdikan yang luar biasa ... Dia memang benar-benar gadis setan kecil!)
Kemudian Masachika menyadari.
Jika dirinya memutar gagang dengan sepenuh hati, hal yang sama akan terjadi di
sini juga.
(Loh?
Apa aku benar-benar boleh memutarnya seperti itu?)
Apakah benar-benar pantas untuk
terus berlari bahkan ketika mengetahui bahwa ada peristiwa cabul yang penuh
keberuntungan akan terjadi? Namun, Masachika merasa aneh jika ia tidak
memutarnya meski sudah bertanya boleh atau tidak untuk memutarnya. Selain itu,
jangan lupa. Saat ini, Masachika memiliki misi untuk mendekatkan Takeshi dan
Sayaka.
(Ya,
ada beberapa insiden yang terjadi juga tidak ada salahnya, ‘kan? Toh, sekarang
kita sedang berada di taman hiburan.)
Setelah sampai pada kesimpulan
itu dalam waktu sekitar dua detik, Masachika memutar gagang dengan kuat. Saat
terus memutar gagang, kecepatan putaran cangkir kopi meningkat dengan cepat,
dan gaya sentrifugal yang membuat tubuh seolah-olah diayunkan mulai terasa.
Orang-orang yang tidak memegang gagang merasakan gaya sentrifugal tersebut
dengan jelas.
“Kyaaaa!”
Dengan jeritan ringan, Alisa
menempelkan tangannya pada paha Masachika, dan Masachika dibuat tersentak
ketika merasakan sentuhan itu.
(Woah, apa!? Ada yang aneh...)
Sensasi yang tidak biasa dari
seorang gadis menyentuh pahanya membuat Masachika merasakan sensasi aneh menjalar
di tulang belakangnya.
“Ah, Maaf ──!”
Alisa segera menarik tangannya
kembali dengan permintaan maaf, tetapi kali ini dia bersandar pada bahu
Masachika.
Saat lengan mereka saling
bersentuhan, aroma wangi yang lembut menggelitik hidung Masachika. Dirinyaa
mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Sayaka yang duduk di depannya, dan ia
juga menyadari bahwa Sayaka bersandar pada bahu Alisa.
Alisa bersandar di bahu
Masachika, sedangkan Sayaka bersandar di bahu Alisa, dan Takeshi duduk dengan
tegak.
(Oiiiiii!)
Takeshi mencengkeram tepi
pegangan cangkir kopi dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak jatuh ke arah
Sayaka, dan Masachika merasa kesal melihatnya.
(Tidak,
itu memang benar, sih! Menurutku itu benar-benar menggambarkan sifat pria
sejati! Hal ini membuatku merasa tidak tahan berada di sini~!)
Seolah-olah hanya ......
Masachika yang menginginkan situasi ini terjadi. Sementara ia memikirkan hal
ini, kecepatan putaran cangkir kopi melambat, Alisa dan Sayaka kembali ke
posisi semula.
【….Dasar cabul】
“Itu tidak benar!”
Kemudian, saat turun dan
meninggalkan wahana, Alisa berbisik dalam bahasa Rusia, dan Masachika meratap
untuk membantahnya.
◇◇◇◇
Setelah itu, mereka mengunjungi
beberapa wahana atraksi dan tibalah waktunya untuk makan siang.
Masachika dan Hikaru menuju ke
kamar mandi dengan dalih untuk mencuci tangan, dan menemukan Takeshi bersandar
lemas di dinding.
“Kamu ada niatan buat melakukan
pendekatan enggak, sih?”
“....Ya tentu sajalah ada.”
“Suaramu terlalu kecil banget.”
Masachika menghela napas
panjang ketika melihat Takeshi yang selalu riang itu sedang merunduk dengan
murung.
Sejak pagi tadi, Takeshi bahkan
tak bisa berbicara dengan Sayaka. Padahal, ada banyak kesempatan dan dirinya
bahkan dipasangkan dengan Sayaka oleh orang lain. Di atraksi rumah berhantu, ia
bahkan lebih ketakutan daripada siapa pun dan membuat Sayaka khawatir. Di
roller coaster, ia berteriak sangat keras sehingga membuat Sayaka terkejut.
Pada dasarnya, dirinya hanya membuat orang lain khawatir.
“Aku tahu ini kedengarannya
aneh dari mulutku ... tapi cobalah untuk lebih agresif seperti Reia-chan.”
“Tidak, laki-laki dan perempuan
berbeda dalam hal ini, ‘kan?”
“Yah, memang benar, sih.”
Dalam kasus Reia, dia
bertingkah begitu agresif dengan Hikaru sampai-sampai membuat orang lain terkesan
dengan upayanya. Di rumah berhantu atau roller coaster, dia akan memohon agar
Hikaru tidak melepaskan tangannya karena merasa ketakutan, memberikan kesan
gadis lemah yang rapuh, dan memberikan sedikit sentuhan pada tubuhnya ... tapi
ini adalah pendekatan yang hanya bisa dilakukan oleh wanita kepada pria. Apakah
itu berhasil atau tidak bagi Hikaru, itu adalah hal yang berbeda.
Secara umum, cara pendekatan
laki-laki kepada gadis-gadis biasanya mereka harus menunjukkan bahwa mereka
bisa diandalkan atau memperpendek jarak dengan bersenang-senang bersama, tetapi
saat ini Takeshi belum bisa melakukan keduanya.
“Ngomong-ngomong, aku baru
menyadari sesuatu. Apa kamu tidak menyukai taman hiburan?”
“!”
Masachika dengan tenang
bertanya saat melihat Takeshi sepertinya tidak menikmati atraksi yang sudah
mereka naiki. Takeshi kemudian membuang muka dan bergumam.
“Tidak, karena ... sepertinya
semua orang menantikannya dengan antusias, kupikir jika aku bersama-sama dengan
semuanya, mungkin aku bisa menikmatinya.”
“... Jadi, sejak awal kamu
memang tidak suka menyukai wahana yang membuatmu berteriak ya.”
“Kupikir itulah salah satu hal
yang baik tentang Takeshi... “
Melihat sisi Takeshi yang
terlihat kasar tetapi sebenarnya orang yang perhatian dan memiliki rasa persahabatan yang kuat, Masachika dan Hikaru
tidak bisa mengatakan apa-apa.
(Setidaknya,
jika Takeshi bisa menahannya sedikit lebih lama lagi... biasanya, jika
seseorang bisa menahannya sampai akhir dengan baik, mereka akan mendapatkan
poin plus ketika mengakuinya 'Apa? Apakah kamu benar-benar tidak suka mesin
yang membuatmu berteriak?')
Tapi jika kamutidak bisa
menahannya sama sekali dan malah membuat khawatie, kamu tidak akan mendapatkan
poin plus sama sekali. Selain itu, Takeshi sendiri juga merasa depresi dengan
dirinya sendiri. Jadi sekarang bukan waktu yang tepat untuk menunjukkan sisi
baiknya.
“... Baiklah! Tidak ada gunanya
bertarung dalam hal yang menjadi kelemahanmu! Mari kita bertarung di tempat
yang kamu kuasai!”
Setelah memikirkannya lagi,
Masachika mulai menyusun rencana. Setelah makan siang, mereka pergi menuju
wahana di mana mereka menggunakan bola sepak untuk bermain Strike Out.
“Mungkin itu akan membuatmu
merasa mual jika kita langsung naik ke mesin yang membuatmu berteriak setelah
makan siang, jadi bagaimana jika kita mengadakan kompetisi di sini? Mari kita
bergabung dalam pasangan dan lihat pasangan mana yang bisa menembak semua
target dengan jumlah bola yang paling sedikit.”
Setelah Masachika memberikan
usulannya, orang-orang yang sudah berkeliling semua atraksi sebelumnya
mengangguk secara alami, Sayaka dan Reia juga ikutan mengangguk. Kemudian,
seperti yang direncanakan sebelumnya, Takeshi dan Sayaka serta Hikaru dan Reia
menjadi pasangan. Namun...
“Oh iya, jika begitu, bagaimana
kalau pasangan yang kalah harus menaiki wahana Free Fall sebagai hukumannya?”
Atas usulan Reia, hukuman permainan
yang tak terduga pun ikut disertakan.
(Yah,
Takeshi pasti akan berusaha lebih keras jika dirinya merasa terpojok.)
Masachika berpikir bahwa itu
bukan masalahnya dan hendak keluar dari arena Strike Out, meninggalkan pasangan Alisa dan Nonoa yang dipilih pertama.
Namun, tepat sebelum dirinya keluar dari pagar, Alisa bertanya padanya dengan
tatapan aneh.
“Hah, Masachika-kun? Kamu mau
pergi kemana?”
“Eh? Karena aku orang yang
tidak disukai bola, jadi aku takkan ikutan.”
“Alasan macam apa itu?”
Masachika yang sejak awal tidak
menghitung dirinya sendiri, menjawab santai seperti itu, tetapi kemudian Reia
mengeluarkan suara “Eh ~” dan berkata,
“Kuze-senpai, jangan karena ada
hukuman, bukan berarti senpai bisa kabur sendirian.”
“Tidak, aku tidak bermaksud
seperti itu ...”
“Yah, itu benar ~. Kalau begitu
Kuzecchi masuk ke dalam timnya kita, ya~.”
“Eh~”
Nonoa menarik bahunya dengan
kuat dan membawanya kembali, sehingga Masachika terpaksa bertahan di sudut
Strike Out. Kemudian, ketika dia menonton dengan enggan, Alisa berdiri di depan
target nomor satu hingga sembilan, dan menendang bola dengan berlari.
“Ohh~!”
Masachika membuka matanya
lebar-lebar ketika melihat tembakan yang indah itu. Bola yang melaju dengan
cepat melintasi langit-langit dan menghantam target nomor lima di tengah dengan
lengkungan yang indah, kemudian memantul kembali ke langit-langit dan mengenai
wajah seseorang….lebih tepatnya, wajah Masachika.
“Guha!”
Kilatan cahaya yang menyilaukan
meledak di dalam hidungnya, dan Masachika langsung berjongkok di tempat karena
sakit yang dirasakannya.
“Waduduh.”
“Oh, Ma-Maaf! Masachika-kun,
apakah kamu baik-baik saja?”
Alisa bertanya dengan suara
khawatir, dan Masachika berdiri dengan menahan rasa sakit dan air mata, lalu
berkata pada Alisa dan Nonoa dengan wajah biasa saja.
“Apa?”
Mimisan menetes dari hidungnya
dan Alisa serta Nonoa memalingkan wajah mereka secara bersamaan.
◇◇◇◇
“Aku benar-benar minta maaf
...”
“Tidak, yah, kamu tidak perlu
meminta maaf segala. Dari dulu aku memang sudah dibenci oleh bola, jadi ini
bukan salahmu ...”
Masachika yang keluar karena
cedera pada bola pertama duduk di bangku yang agak jauh dari arena Strike Out bersama Alisa, menekan
hidungnya dan menatap ke atas.
“Tidak, itu juga benar, tapi
... aku malah menertawakanmu ...”
“... Yah, jangan khawatir. Jika
ada orang yang mimisan dari kedua lubang hidung, bahkan aku juga akan tertawa.”
Alisa berusaha keras untuk
tidak tertawa terbahak-bahak dan hanya menggoyangkan bahunya. Namun, sebagai
pelaku, Alisa merasa tampak tidak puas dengan itu dan setelah beberapa saat
diam dengan wajah memikirkan sesuatu, dia menepuk-nepuk lengan Masachika.
“Hmm?”
Masachika hanya menatap ke arah
Alisa tanpa mengubah posisi. Alisa memukul pahanya sambil berkata,
“Ayo ... kemari? Aku akan
mendinginkannya.”
“Eh?”
“Karena minuman yang baru saja
dibeli masih dingin, aku akan mendinginkannya dengan ini.”
Alisa mengeluarkan botol teh
dari tasnya dan menepuk-nepuk pahanya lagi. Masachika tertegun setelah mengerti
apa yang dimaksudkan Alisa.
“Umm, itu ... sesuatu yang disebut
sebagai bantal pangkuan, ‘kan?”
“... Kamu tidak perlu
repot-repot mengatakannya, kali.”
“Yahh, kalau melakukannya di
depan umum seperti ini, aku juga merasa malu ...”
“Ini hanya tindakan medis biasa.”
“Sungguh kata yang sangat
praktis sekali, tindakan medis.”
“Ay-Ayolah, sudah cukup,
cepetan kemari.”
“O-Ohh?”
Masachika ditarik dengan paksa
dan kepalanya terjatuh di atas pangkuan Alisa. Seketika itu juga, dirinya
merasakan kehangatan dan kelembutan paha yang lembut di pipinya dan otaknya
berhenti sejenak. Kemudian, Masachika merasakan adanya tanda-tanda mimisan baru
yang akan keluar dari hidungnya.
(Gawat,
jika aku tiba-tiba mimisan lagi di sini. Itu akan menjadi aneh, atau bahkan
akan mengotori pakaian Alya.)
Karena didorong oleh rasa
krisis dalam artian yang berbeda, Masachika dengan cepat bergerak untuk
berbaring dengan punggung menghadap ke atas di atas paha Alisa.
Kemudian, telinga kirinya
mengenai bagian bawah perut Alisa, dan setengah bidang pandangnya terhalang
oleh rangkaian pegunungan besar.
(...
Wah)
Dalam pemandangan yang cukup
mengguncangkan itu, suara konyol terdengar di dalam pikirannya, kemudian suara
Alisa yang bingung dan malu-malu turun dari balik pegunungan itu.
“Ehm, bisakah kamu sedikit
bergeser ke sisi lutut?”
“Baik.”
Tanpa berpikir panjang,
Masachika bergerak perlahan-lahan dari balik bayangan gunung dan sebuah botol
air berlapis handuk ditekan ke wajahnya.
Masachika menyipitkan matanya pada
sensasi dingin yang rasanya jauh lebih nyaman dari yang dibayangkan. Masachika
sendiri tidak menyadarinya, tapi tampaknya tempat di mana bola mengenai
tubuhnya telah terasa panas.
“... Bagaimana?”
“Oh, ya. Rasanya enak.”
Tanpa sadar menjawab seperti
itu, Masachika tiba-tiba menyadari bahwa mengatakan “rasanya enak” dalam situasi ini mungkin memiliki arti yang lain.
(Ah,
tidak, yah memang benar bahwa bantal pangkuannya terasa enak, tapi yang tadi
bukanlah ... )
Masachika berusaha merangkai
kata-kata pembenaran di dalam pikirannya, tetapi jika ia benar-benar mengucapkannya,
situasinya akan semakin rumit, jadi Masachika lebih memilih untuk diam. Ia
berusaha untuk tidak terlalu memperhatikan sensasi paha yang menyentuh bagian
belakang kepalanya dan fokus pada menelan darah yang naik ke tenggorokannya,
tapi tiba-tiba Alisa bergerak gelisah.
“... Hei, jika kamu merasa malu
...”
“Enggak juga, aku tidak
apa-apa, kok ...”
Mengecualikan Masachika yang
pandangannya terhalangi oleh botol air, Alisa dapat dengan jelas merasakan
tatapan orang-orang di sekitarnya. Dirinya berpikir bahwa itu pasti sangat
memalukan. Ketika ia berpikir demikian dan mencoba mengatakannya, tapi tawarannya
langsung ditolak. Selain itu, ketika Masachika mencoba untuk bangkit, Alisa
justru menekan pundaknya untuk menghentikannya. Masachika tidak punya pilihan selain
menyerah dan membiarkan Alisa merawatnya.
“... Ngomong-ngomong, apa kondisimu
sudah baik-baik saja?”
Setelah beberapa saat
keheningan, Masachika merasa sedikit kebingungan dengan pertanyaan yang
diajukan.
“Apa yang kamu bicarakan?”
“Itu loh ... sebelum ujian, kamu
terlihat agak kurang sehat.”
“Ahh...”
Masachika menjawab dengan
cepat, kemudian merasa menyesal. Meskipun ia berusaha untuk menyembunyikannya,
jawaban yang ia berikan sekarang hampir sama dengan mengakui kesalahannya.
“Sudah kuduga, kondisimu sedang
kurang sehat, ‘kan?”
“Ya, sedikit sih ...”
Masachika menyadari bahwa tidak
ada gunanya menyembunyikannya lagi dan mengakui apa yang dikatakan Alisa.
Sebenarnya, Masachika merasa sedikit
kurang sehat sebelum masa ujian.
Namun, penyebabnya adalah ...
ia terlalu serius dalam merawat Yuki yang pingsan di kamar mandi dan akhirnya
merasa kedinginan. Meskipun badannya tidak demam, dan hanya sedikit sakit
kepala, jadi Masachika pergi ke sekolah dan berpura-pura tenang.
“Aku hanya sedikit sakit kepala
saja, kok... aku tidak menyangka kamu akan
menyadarinya.”
“Tentu saja aku akan
menyadarinya.”
Alisa menjawab dengan nada yang
menyiratkan bahwa itu adalah hal yang wajar, kemudian dia menambahkan dengan
suara pelan.
【Karena aku selalu melihatmu】
(Guhaa ...)
Ketika mendengar gumaman bahasa
Rusia yang belakangan jarang digunakan itu diucapkan begitu dekat, Masachika
hampir saja mimisan lagi. Ia berusaha menelan darahnya dan berkata dengan
serius.
“Ya, aku hanya sedikit lengah
... Sekarang aku sudah benar-benar sembuh jadi tidak perlu khawatir.”
“Begitu ya.”
“Hanya saja ... maaf. Ini
mungkin kedengarannya cari-cari alasan, tapi mungkin sedikit sulit untuk masuk
tiga puluh besar kali ini ...”
“Tidak apa-apa, aku sama sekali
tidak mempermasalahkannya.”
Setelah menanggapi permintaan
maaf Masachika, Alisa mengelus kepala Masachika dengan lembut.
“Masachika-kun…kamu selalu
bekerja keras sebagai partnerku. Jadi, hasil ujian saja bukanlah hal yang
penting.”
“Begitu ya ...?”
Mungkin karena mereka tidak
saling menghadap, Masachika merasa sedikit terkejut dengan kata-kata Alisa yang
lebih jujur dan lembut dari biasanya. Namun, ia merasa tenang mendengarnya.
“Terima kasih banyak, Alya.”
“......”
Masachika juga mengucapkan
terima kasih dengan tulus, dan kemudian ada keheningan yang tenang ...
“Uhmm, Masachika-kun ──”
Pada saat Alisa meninggikan
suaranya seolah dia sudah mengambil keputusan, suara Nonoa terdengar.
“Arere~, Kuzecchi kamu kenapa?”
““!!””
Mereka berdua sama-sama
terkejut mendengar suara Nonoa dan Masachika dengan cepat melepas botol di atas
wajahnya dan bangkit dari duduknya. Dirinya menjelaskan dengan suara keras
sambil menatap Nonoa dengan mata setengah tertutup dan kepada orang-orang yang
melihat-lihatnya dari kejauhan.
“Tidak, aku hanya mendinginkan
wajahku yang terkena bola tadi dengan botol! Kamu setuju kan, Alya?”
Dia meminta persetujuan Alisa,
yang juga terkejut, dan Alisa dengan cepat mengangguk setuju.
“Y-Ya ...umm, aku akan membeli botol baru lagi, ya? Karena
ini sudah tidak dingin lagi ..."
“Eh? Ah, aku sudah tidak perlu
didinginkan lagi, loh~ ...”
Meskipun Masachika
memanggilnya, Alisa buru-buru bangkit dan pergi ke suatu tempat. Masachika
melihat ke arahnya dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan, lalu Nonoa
memiringkan kepalanya sambil bergumam, “Hmm~”,
menoleh ke arahnya dan berkata.
“Apa aku mengganggu kalian?”
“Tidak, bukannya seperti itu,
tapi... Apa kamu berhasil mencapai skor sempurna?”
Masachika mengubah topik pembicaraan
dengan cepat, dan Nonoa menggelengkan kepala dengan lesu sambil melambaikan
tangannya.
“Aku menyelesaikannya sendiri
dengan 14 bola termasuk untuk Alissa."
“Ehh, akurasimu sekitar 70%?
Luar biasa.”
“Yah begitulah~ aku cukup
pandai dalam permainan bola.”
Setelah mengatakan itu dengan
acuh tak acuh, Nonoa duduk di tempat di mana Alisa duduk sebelumnya.
“Kamu yakin tidak mau melihat
keadaan di sana?”
“Ahh~ sekarang giliran Hikarun
dan Reia. Jika aku berada di sana, Sayacchi pasti akan berbicara denganku,
bukan? Dan aku khawatir akan mengganggu Takeshi.”
Melihat Nonoa mengatakan hal
seperti itu dengan santai, Masachika mengerutkan kening karena terkejut.
Kemudian, setelah memastikan area sekitarnya, Masachika mengucapkan pertanyaan
yang ingin dia tanyakan pada Nonok.
“Apa kamu baik-baik saja dengan
itu?”
“Apanya~?”
“Jika, misalnya, hubungan
Takeshi dan Sayaka semakin dekat... dan menjadi kekasih.”
Nonoa tidak mengubah ekspresi
wajahnya meskipun Masachika mengatakan itu. Namun, Masachika tetap
memperhatikan wajah Nonoa dan berbicara dengan hati-hati.
“Jujur saja ... kupikir kamu
tidak akan senang jika Sayaka memiliki pacar.”
“Kenapa enggak terus terang
saja~? Kamu berpikir kalau aku akan mengganggu mereka, ‘kan?”
“… Ya.”
Tanpa berani menyangkalnya,
Masachika menatap Nonoa dengan penuh perhatian. Kemudian, Nonoa tetap tanpa
ekspresi dan mengangkat bahunya dengan ringan.
“Tidak juga, aku bahkan tidak
bermaksud menghalangi. Bukannya itu bagus? Jika itu bisa membuat Sayacchi
bahagia.”
“Apakah begitu?”
“Ya, selama Sayacchi merasa bahagia,
aku mungkin ikutan bahagia.”
Kata-kata yang bahkan bisa
dikatakan sangat pengabdian ini membuat Masachika terkejut. Nonoa menatap Masachika
dengan serius dan tersenyum kecil.
“Memangnya perlu sampai sekaget
begitu~?”
“….Tidak, maaf. Aku hanya tidak
menyangka kalau kamu akan mengucapkan kata-kata seperti itu.”
“Ahaha, Kamu juga jujur seperti
itu ya, Kuzecchi.”
“Aku minta maaf jika aku
menyakiti perasaanmu.”
“Aku sengaja mengatakannya
karena aku tidak mempersalahkannya, kok~.”
Dengan nuansa ketidakpuasan
yang disengaja pada akhir kalimatnya, Nonoa mengalihkan pandangannya ke atas
langit. Kemudian, sambil menatap ke dalam kehampaan, dia tiba-tiba mengatakan
sesuatu yang tidak nyambung.
“Kecapi kaca? Kalau tidak salah
namanya begitu? Bukannya ada alat musik yang mengeluarkan bunyi ketika kamu
mengisi gelas dengan air?”
“Ah, ya.”
“Itu tuh, jika kamu menambahkan
jumlah air yang sama ke dalam gelas yang sama, itu akan beresonansi~.”
“…Apa yang sedang kamu
bicarakan?”
Masachika memiringkan
kepalanya, tidak dapat membaca maksudnya karena topik pembicaraan yang terlalu
tidak nyambung. Tanpa menatap Masachika, Nonoa melanjutkan dengan tenang.
“Mungkin gelasku adalah gelas
yang sangat tebal dan memiliki bentuk yang sangat aneh.”
“!!”
Mata Masachika membelalak saat
ia akhirnya mengerti apa yang ingin dikatakan Nonoa.
“Tidak peduli seberapa banyak
gelas di sekitarkugemetar, gelasku tidak bergeming sama sekali . Padahal aku
sudah mencoba berbagai cara, tapi semuanya tidak berhasil... tidak peduli
seberapa keras aku mengguncang gelasku... meskipun gelas-gelas lain hancur di
depan mataku, permukaan airku masih tetap tenang. Sampai aku dipukul oleh
Sayacchi, sih.”
Nonoa tersenyum kecil
seolah-olah sedang mengenang masa lalu. Dan dia mulai berbicara dengan suara
yang sangat lembut.
“Sayacchi adalah orang yang
bisa mengguncang permukaan airku. Meskipun gelasku yang aneh ini hanya bisa
beresonansi sedikit dengan gelas Sayacchi. Jadi... jika Sayacchi merasa bahagia,
aku pun bisa bahagia. Aku yakin itu.”
Penuturannya terdengar seperti
suatu pengakuan yang agak suci. Kata-kata Nonoa yang memiliki keanggunan yang
sulit dijelaskan itu membuat Masachika terkesima.
Namun... meski begitu,
Masachika melangkah lebih jauh sebagai seseorang yang mendukung perjalanan
cinta sahabatnya.
“Jika itu yang kamu inginkan….
apa kamu tidak keberatan jika Sayaka mendapatkan seseorang yang lebih penting
darimu, dan tidak mempunyai banyak waktu untuk dihabiskan bersama denganmu?”
“Hmm~~? Gimana ya...”
Menanggapi pertanyaan Masachika
yang bisa dibilang sedikit kurang ajar, Nonoa mengalihkan pandangannya dan
tampak sedang memikirkannya. Setelah beberapa saat hening, Nonoa tersenyum
kecil.
“Pada saat itu... mungkin aku
juga bisa memahami yang namanya perasaan kesepian.”
Wajahnya terlihat bahkan tampak
bersenang-senang. Ketika melihat sosoknya….Masachika melihat penderitaan Nonoa yang tidak bisa merasakan
kegembiraan maupun kesedihan seperti manusia lainnya.
Mungkin itu hanya ilusi belaka.
Mungkin itu hanya keinginan Masachika agar gadis ini memiliki sedikit kemanusiaan
yang membuatnya tampil seperti itu. Tapi....
“…..”
Masachika mengalihkan
pandangannya ke tanah dan menggaruk-garuk kepalanya dengan ragu. Setelah ragu
sejenak, Masachika berkata tanpa menatap
ke arah Nonoa.
“...Yah, jika hanya sekedar
curhat saja, aku bisa mendengarkan ceritamu, oke?”
Setelah mengatakan hal itu
dengan terus terang, Masachika menunggu beberapa detik untuk mendapatkan
jawaban. Namun, tidak ada jawaban yang diberikan. Ketika melirik ke samping,
tatapan matanya bertemu dengan Nonoa yang menatapnya dengan kaget, dan Masachika
segera memalingkan wajahnya.
“Jika aku meninggalkanmu
sendirian... aku khawatir kalau kamu akan melakukan sesuatu yang traumatis
kepada Takeshi.”
Masachika melihat ke arah yang
berlawanan, berpikir bahwa dirinya sangat payah dalam menyembunyikan rasa
malunya…. Namun tiba-tiba, ia merasakan kehadiran di sebelahnya. Segera setelah
itu, ada lengan yang melingkari lengan kanannya, dan ia menoleh dengan tatapan
kaget. Kemudian, Masachika melihat wajah Nonoa yang sangat dekat dengannya,
hampir membuatnya kehabisan napas. Walaupun dirinya refleks untuk mundur, tapi itu
tidak berarti apa-apa karena lengannya masih dipegang erat.
Di depan matanya ada wajah
seorang gadis cantik yang bahkan jarang terlihat di dunia hiburan. Lengan kanannya
dirangkul erat oleh gadis cantik itu, dan dirinya bahkan bisa merasakan
sentuhan payudaranya di lengan bawahnya. Namun... hal yang membuat jantung
Masachika berdegup kencang bukanlah dorongan sehat masa mudanya, tapi melainkan
perasaan bahaya yang murni sebagai makhluk hidup.
(Ap-Apa
ini? Gawat, aku bakalan dimakan!?)
Walaupun Masachika dirangkul
erat oleh gadis cantik yang mempesona, ia merasa seperti warga sipil yang
diserang oleh binatang buas. Daripada merasa panas, tubuhnya justru tiba-tiba menjadi
dingin. Meskipun begitu, punggungnya berkeringat banyak.
“Bagus... yup, kelihatannya mantap, tuh.”
Di depan Masachika yang gemetar
ketakutan, mata Nonoa tampak berbinar-binar dan menjilati bibirnya dengan
lidahnya. Penampilannya terlihat seperti seekor pemangsa yang sedang menjilati
bibirnya dan semakin meningkatkan perasaan bahaya Masachika. Namun, kemudian
Nonoa mendekatkan wajahnya lagi dan berbisik dengan suara penuh gairah.
“Hey, Kuzecchi, gimana kalau
kamu mencoba memukulku? Siapa tahu, itu mungkin akan mengguncangku.”
“Kenapa aku harus memukulmu!?”
Permintaan yang tiba-tiba dan
tidak normal itu membuat Masachika mengeluarkan suara yang terdengar seperti
jeritan. Kemudian, ia bergidik dengan ketakutan setelah memahami maksud dari
permintaannya.
“Oi tunggu, yang benar saja. Aku
tidak punya kepercayaan diri untuk menerima obsesimu.”
“Kamu yakin, nih? Jika kamu
tidak memukulku, maka aku akan menciummu seperti ini.”
“Tunggu sebentar, berhenti!
Jangan lakukan itu!”
Masachika dengan cepat
melindungi mulutnya dengan tangan kirinya, tetapi senyum misterius Nonoa tidak
berhenti, dan perasaan bahaya yang kuat menembus jantung Masachika ──
“Apa yang sedang kalian berdua lakukan?”
Ketika suara Alisa terdengar di
telinganya, jantung Masachika yang merosot tiba-tiba melompat. Ketika berbalik,
Masachika melihat Alisa yang memegang botol minuman ringan dan menatapnya
dengan tatapan kosong. Masachika bahkan tidak bisa memberikan alasan untuk
situasi ini. Tapi, Nonoa justru menjawab Alisa tanpa memperdulikannya.
“Hmm? Aku sedang mencoba merayu
Kuzecchi sekarang.”
“Me-Merayu...!?”
“Tidak masalah, ‘kan? Lagipula,
Kuzecchi juga sedang jomblo, kok.”
“......”
Alisa mencoba mengatakan
sesuatu tetapi dia kembali menelan kata-kata. Melihat ekspresi Alisa yang muram
dan wajahnya yang tegang, Masachika menjadi sedikit lebih tenang.
(Tidak...
Meskipun aku tadi sedikit tertegun, tapi bukannya masalah ini bisa selesai dengan
cepat jika aku menolaknya dengan tegas?)
Dalam benaknya, Masachika
mengingat semua adegan pertarungan dalam komedi romantis yang pernah dibacanya.
Dalam adegan seperti itu, biasanya sang protagonis hanya kebingungan dan
membuat gadis-gadis marah.
(Itu benar... Alasan mengapa situasi semacam
itu menjadi kacau adalah karena pihak pria tidak memiliki sikap yang tegas.
Jika pria dengan tegas menolak, maka masalah itu akan selesai.)
Setelah memikirkan hal itu,
Masachika menarik napas dalam-dalam dan berbalik menghadap Nonoa.
“Nonoa.”
“Ya?”
“Maafkan aku, tapi aku tidak bisa
melihatmu sebagai kekasihku. Terus terang saja, aku sama sekali tidak
menganggapmu menarik sebagai lawan jenis.”
“Begitu ya, tapi itu tidak bisa
menjadi alasan untuk berhenti merayu Kuzecchi, bukan?”
“Gitu ya, jadi ini tidak bisa
dijadikan alasan, ya.”
Tapi rupanya itu belum selesai.
Pertempurannya masih terus berlanjut.
(Gadis
ini benar-benar kuat... Dia itu apa-apaan sih? Dia benar-benar tak
terkalahkan.)
Masachika berpikir keras
tentang apa yang harus dilakukan dan mengatakan kata-kata yang terlintas di
pikirannya.
“Nonoa, cobalah tenang dulu
sejenak. Tujuan kita kali ini adalah untuk menjadikan Takeshi dan Sayaka, serta
Hikaru dan Reia menjadi dekat satu sama lain, bukan? Jika situasi di antara kita
menjadi aneh, itu akan mengganggu tujuan kita. Terutama Sayaka dan Reia.”
Itu hanya merupakan bujukan
putus asa Masachika untuk meyakinkannya dengan menyebut nama Sayaka, tapi tiba-tiba
Nonoa berhenti bergerak. Kemudian, dengan mengedipkan mata perlahan-lahan, dia
berputar dan melihat ke dalam kehampaan.
“Ya, kamu benar... Karena aku
sudah berjanji.”
Kemudian, sambil menggumamkan
hal itu, Nonoa segera melepaskan lengan
Masachika. Setelah itu, Masachika segera berdiri dan menghampiri Alisa.
“Terima kasih sudah membelinya
untukku. Tapi sekarang mimisanku sudah berhenti...”
“Ah, ya...”
“Tapi aku merasa senang dengan
perhatianmu. Berapa harganya?”
“Tidak perlu, kamu tidak usah
menggantinya segala...”
“Tapi hal seperti ini penting,
tau.”
“Lagipula, itu karena salahku
yang sudah menendang bola tadi...”
“Semua itu sudah impas dengan
tidur di bantal pangkuan tadi.”
Saat Masachika berkata seperti
itu dengan spontan, Alisa mengernyitkan keningnya sedikit dan wajahnya tampak
cemberut. Setelah menyadari bahwa dirinya sudah mengatakan sesuatu yang salah,
Masachika tak bisa berkata apa-apa.
“Duhhh, dasar bodoh.”
Sambil mendengus, Alisa
mendorong botol minuman ke arah Masachika sebelum berbalik dan meninggalkannya.
“…Ayo kita kembali ke tempat
yang lainnya.”
“O-Oh, benar juga.”
“Oke~”
Setelah didesak Alisa,
Masachika dan yang lainnya menuju ke arena Strike
Out untuk bergabung dengan empat orang lainnya dalam suasana yang sedikit
canggung. Kemudian,
“Hikaru-san, kamu luar biasa
sekali~! Rupanya kamu jago bermain sepak bola juga, ya?”
“Ahaha, terima kasih….”
“Maafkan aku, Sayaka-san, aku
sedang tidak enak badan hari ini...”
“Tendanganku bahkan tidak
mengenai target sama sekali, jadi kamu tidak perlu meminta maaf segala.”
Ketika tiba di sana, mereka
bertiga melihat Reia yang menempel di lengan Hikaru, dan Takeshi yang meminta
maaf kepada Sayaka dengan bahu yang merosot. Setelah melihat pemandangan itu,
Masachika berteriak keras di dalam hatinya.
(Lah,
mereka malah kalah!!)
Lalu, sebagai tim yang kalah,
Sayaka dan Takeshi diperintah untuk menaiki wahana Free Fall── dan Takeshi langsung pingsan tak bernyawa.
◇◇◇◇
“Ya ampun.... jika kamu tahu
itu akan terjadi, kamu seharusnya menolak saja. Meskipun itu adalah hukuman
permainan.”
Sayaka mengatakan itu dengan
ekspresi tercengang saat melihat Takeshi yang tampak lemas di bangku.
Sembari menunggu kepulihan
Takeshi yang jiwanya benar-benar terkuras habis akibat menaiki wahana Free Fall, teman-teman yang lainnya
menaiki bianglala di dekat sana. Jadi Sayaka, yang tetap di sana sebagai
pendamping Takeshi memutuskan untuk mengatakan hal yang selalu dia pikirkan.
“Pertama-tama ... jika kamu
tidak menyukai wahana menegangkan, mengapa kamu tidak mengatakannya saja?
Selain taman hiburan, masih ada banyak tempat bermain lain yang bisa
dikunjungi.”
“... Yah, karena sepertinya
semua orang menantikannya, jadi kupikir aku bisa melakukannya juga karena aku
sudah menjadi siswa SMA.”
Sayaka menghela nafas ketika
melihat Takeshi yang tersenyum lemah dengan wajah yang sedikit diangkat.
“Astaga, kamu selalu
memprioritaskan orang-orang di sekitarmu ... sungguh kepribadian yang
merugikan.”
“... Tapi, bukannya Sayaka-san
juga seperti itu?”
“?”
Sayaka mengernyitkan kening
saat mendengar kata-kata yang benar-benar diluar dugaan. Kemudian, Takeshi yang
perlahan bangkit dari tempat duduknya menatap lurus ke arah Sayaka dan berkata.
“Kamu selalu mengutamakan orang-orang
di sekitarmu untuk memimpin mereka ... kamu sama sekali tidak pernah
menunjukkan jati dirimu sendiri, Sayaka-san.”
Mata Sayaka membelalak
mendengar kata-kata yang tak terduga itu.
Kemudian, sambil memalingkan
muka dari tatapan Takeshi dan menaikkan kacamatanya, dia berbicara sambil
melihat lurus ke depan.
“….Karena cara begitu lebih
mudah untuk menyatukan orang-orang. Orang tidak mempercayai orang yang mencoba
memanipulasi orang lain dengan perasaan pribadinya.”
Bagi Sayaka, hal yang dapat
memotivasi orang adalah akal dan keuntungan. Rasionalitas dan keuntungan.
Dengan menerapkan kedua prinsip ini secara ketat, Sayaka telah menunjukkan
kepemimpinan dalam kelompok.
Emosi yang bertentangan dengan rasionalitas
tidak diperlukan. Meskipun faktor itu dipertimbangkan, tapi hal tersebut tidak
diutamakan. Tidak peduli siapa pun yang menyebutnya dingin, Sayaka tidak
berniat mengubah gayanya..
(Yah,
akibatnya, aku kalah dari Alisa-san yang dapat menggerakkan orang dengan
hatinya ... rasanya memang sedikit getir.)
Sayaka tertawa sinis,
seakan-akan mengejek dirinya sendiri dalam hati. Tiba-tiba, kata-kata yang
tidak terduga terdengar di telinganya.
“Hebat sekali...”
Ketika Sayaka menoleh dengan
alisnya yang berkerut pada suara itu, Takeshi berkata dengan tergesa-gesa
seolah ingin membela diri.
“Tidak, itu ...! Menurutku, tidak
banyak orang yang bisa sepenuhnya menekan dirinya sendiri dan menghargai
keharmonisan orang-orang di sekitarnya seperti itu…. Oleh karena itu, aku
berpikir kalau kamu luar biasa. Kupikir kamu orang yang baik hati, Sayaka-san
...”
“......”
Sayaka terkejut ketika mendengar
kata-kata yang diucapkan Takeshi dengan malu-malu sambil menggaruk pipinya.
Saat dia menatap Takeshi dengan serius, Takeshi memalingkan wajahnya
seolah-olah tidak bisa menahan rasa malunya. Setelah memalingkan wajahnya
seperti itu, Sayaka merenungi ucapan Takeshi dan berkata pelan.
“...Ini pertama kalinya ada seseorang
yang mengatakan itu kepadaku.”
Jika dipikir-pikir lagi,
satu-satunya penilaian yang diterima tentang kepribadiannya dari orang-orang di
sekitarku adalah tentang hal-hal seperti ‘dingin’
dan ‘tidak menarik’. Meskipun dirinya
sering dipuji karena kemampuannya, Sayaka hampir tidak pernah dipuji karena
kepribadiannya.
Karena itulah perkataan Takeshi
begitu segar dan mengagetkan Sayaka. Kemudian, Takeshi melanjutkan dengan sedikit
ragu-ragu.
“Bahkan dalam acara festival
sekolah, meski proyek kafe pelayan tidak disetujui oleh Sayaka-san, tetapi kamu
tetap berusaha melakukan yang terbaik tanpa mengeluh... menurutku, itu sungguh
mengagumkan.”
“.....”
Sayaka menaikkan kacamatanya
dengan diam ketika mendengar perkataan Takeshi. Karena sebenarnya, dia sangat
bersemangat untuk melakukannya. Dia bahkan cukup menikmati perannya sebagai
kepala pelayan. Mengeluh? Tentu saja tidak, karena dia sendiri adalah seorang
otaku.
Tanpa menyadari pikiran batin
Sayaka, Takeshi terus melanjutkan setelah menelan ludahnya.
“Tapi, umm, kita berdua ‘kan
teman... Jadi, mungkin saat kita bersama seperti ini, kamu bisa lebih
menunjukkan tentang dirimu sendiri, atau bisa dibilang ego? Menurutku tidak ada
salahnya untuk menunjukkan sedikit egomu…”
“Ego, ya?”
“Y-ya, betul! Apa ada sesuatu
yang ingin kamu lakukan, Sayaka-san? Maksudku, kamu bisa lebih bebas bermain
tanpa perlu menahan diri. Lihat, cuma ada aku saja di sini sekarang, ‘kan? Aku
akan menemani dengan apapun yang ingin Sayaka-san lakukan.”
Sayaka tertawa kecil pada Takeshi
yang terus mengoceh dengan sedikit gurauan sambil berbicara dengan cepat.
Kemudian, dengan senyum yang jarang terlihat di wajahnya, dia bangkit dari
bangku dan berkata pada Takeshi.
“Kalau begitu, kurasa aku mungkin akan
memintamu untuk menemaniku? Mumpung sekalian ada di sini.”
“O-Ohh tentu! Serahkan saja
padaku~!”
Takeshi berdiri setelah
beberapa detik terpaku oleh senyuman Sayaka. Keduanya kemudian mulai berjalan
berdampingan, dalam suasana yang jauh lebih santai daripada sebelumnya.
◇◇◇◇
“Hah? Orang yang berjalan
bersamaan di sana... bukannya itu Takeshi dan Sayaka?”
Masachika berseru ketika
melihat ke bawah dari jendela gondola bianglala. Alih-alih merespons, Alisa
yang duduk di hadapannya melihat ke arah yang sama dan melihat bayangan dua
orang yang tampak seperti Takeshi dan Sayaka yang berjalan bersama ke suatu
tempat.
“Hee, meski tadi aku sempat khawatir,
tapi sepertinya semuanya berjalan dengan baik ya.”
“…..”
Alisa menatap Masachika, yang
mengatakan hal itu dengan sedikit rasa terkejut sekaligus lega. Di dalam
benaknya muncul gambaran Reia yang melakukan pendekatan Hikaru dan Nonoa yang
baru saja memeluk lengan Masachika.
(Memangnya
perasaan cinta sebaik itu?)
Alisa tidak mengolok-olok atau
mengagumi, dia hanya merasa begitu saja.
Sejauh ini, bukan berarti tidak
ada orang di sekelilingnya yang tidak sedang jatuh cinta. Tentu saja termasuk
Touya dan Chisaki. Sebelum dan setelah Festival Sekolah Shureisai, seluruh sekolah
terlihat dipenuhi dengan suasana percintaan yang bahkan Alisan pun bisa
menyadarinya. Bahkan kakak perempuan Alisa yang masih terus memikirkan orang
yang putus dengannya dari beberapa tahun yang lalu pun berada di dekatnya.
Namun, Alisa sendiri tidak
pernah tertarik pada percintaan. Tapi ketika melihat teman-temannya yang mulai jatuh
cinta satu per satu, dia merasa seperti ditinggalkan sendirian.
(Apa
sih yang aku pikirkan?... Aku adalah aku, dan orang lain adalah orang lain.
Cinta bukanlah sesuatu yang harus dipaksakan.)
Sebenarnya, Alisa tidak pernah
berpikir untuk jatuh cinta sebelumnya. Dia tidak pernah berpikir bahwa dia akan
terpesona oleh seseorang dan bahkan tidak merasa membutuhkan seorang pacar.
(Tapi...)
Dia selalu berpikir bahwa dia
baik-baik saja sendirian, tapi sekarang dia bermain bersama teman-temannya
seperti ini. Dan sejujurnya, dia merasa itu menyenangkan. Kalau begitu…mungkin
perkara cinta juga bisa menjadi sesuatu yang lebih indah dari yang Alisa
pikirkan.
(Jika
memungkinkan, aku ingin tahu. Apa itu yang namanya cinta?)
Jika dia bisa melakukannya, dia
ingin mengenalnya. Jika itu benar-benar sesuatu yang indah, maka dia ingin
mengetahuinya.
Alasan mengapa dia berpikir
seperti ini karena…. dia melihat Nonoa yang mencoba mendekati Masachika.
Jika Takeshi dan Sayaka, Hikaru
dan Reia, serta Masachika dan Nonoa berhasil menjadi pasangan, maka Alisa akan
ditinggalkan sendirian. Itulah sebabnya dia merasa sangat gelisah.
(Namun,
Masachika-kun menolak Nonoa-san dengan tegas...)
Tapi itu karena... bahkan
Masachika pun memiliki seseorang yang sangat ia cintai.
Alisa menyadari hal itu ketika
dia mendengar Masachika memainkan piano di Festival Sekolah kemarin.
(Ah...)
Tiba-tiba, ekspresi wajah
Masachika saat itu tumpang tindih dengan wajahnya yang sedang memandang
teman-temannya.
Alisa tidak bisa menahan diri
untuk tidak mencondongkan tubuh ke depan ketika dia melihat ekspresinya yang
baik hati, sedih, dan menyayat hati itu...
“Ups!?”
“!”
Gondola berguncang-guncang dan
Alisa kembali tersadar. Dia kembali ke kursinya setelah hampir terjatuh.
“Hei, hei, jangan tiba-tiba begini
dong... bikin kaget aku saja.”
Melihat Masachika yang terlihat
bermasalah dengan senyum yang setengah tertawa, Alisa tertawa nakal seperti
biasanya setelah beberapa detik.
“…Oh, apa kamu terkejut karena
hal ini? Ei!”
“Wah!”
Alisa mendorong tubuhnya ke
belakang dan membuat gondola berguncang-guncang lagi. Masachika menyeimbangkan
dirinya dengan melebarkan kedua tangannya dan kakinya. Alisa terus
menggoyangkan gondola dengan riang.
“Tunggu, hentikan, itu
berbahaya!”
“Fufu, ahahahaha.”
Dan begitulah, kejahilan Alisa
yang seperti anak kecil terus berlanjut sampai gondola turun ke tanah.
◇◇◇◇
“Baiklah, kira-kira mereka
berdua pergi kemana ya...”
“Mereka tidak menghubungi kita
sama sekali.”
“Aku juga tidak menerima pesan
dari mereka~...”
“Jadi, bisa dibilang mereka
tidak pergi terlalu jauh...”
Kelima orang yang turun dari
bianglala sedang mencari Takeshi dan Sayaka yang pergi ke suatu tempat. Mereka
sengaja tidak menelepon karena khawatir mengganggu jika keduanya sedang dalam
suasana yang baik. Mereka lalu mencari dengan berjalan kaki dan berjalan
beberapa menit ke arah yang dilihat Masachika dari bianglala.
“Oh, itu mereka.”
Mereka menemukan Takeshi dan
Sayaka di area pujasera,….di dekat mesin gashapon yang dipenuhi dengan banyak
kapsul.
“Selanjutnya warna merah muda...?
Tidak, ini hijau... Hmm~ dua kali lagi, atau tiga kali lagi...”
Sayaka mengamati mesin gashapon
dengan cermat, sambil menggumamkan sesuatu. Di dekatnya ada keranjang penuh
dengan kapsul. Alisa dan Hikaru terkesima melihat Sayaka yang tiba-tiba berubah
menjadi mode otaku. Bahkan Masachika juga sedikit terkejut.
(...
Apa ini!)
Namun, Masachika segera
menyadari situasi dan bergegas menghampiri Takeshi.
“O-Oi, Takeshi, ini...”
Masachika menatap wajah
sahabatnya, yang telah melihat sisi tersembunyi dari orang yang dicintainya,
dan kehilangan kata-kata...
“Oh, lihat ini, Masachika...
Sayaka-san terlihat sangat bersenang-senang.”
“...Kamu ini memang luar biasa.
Serius.”
Saat Takeshi menatap Sayaka
dengan senyum gembira, Masachika meletakkan tangannya di pundaknya
dengan penuh rasa hormat.