Roshidere Jilid 7 Bab 4 Bahasa Indonesia

 Chapter 4 — Sensasi Cari-Cari Masalah Terbesar Abad Ini

 

Masa ujian telah berakhir. Setelah dua minggu yang dapat digambarkan sebagai siksaan bagi semua pelajar SMP dan SMA, hari ini merupakan hari Sabtu setelah ujian tengah semester kedua.

Masachika dan teman-temannya yang menaiki mobil mewah 4WD impor milik keluarga Taniyama (lengkap dengan sopir pribadi), menuju ke taman bermain di pinggiran kota. Anggota band yang terdiri dari enam orang teman dan satu orang lagi...

“Hikaru-san, apa kamu baik-baik saja dengan wahana yang sangat menegangkan?”

“Hmm~, jika itu hanyalah roller coaster biasa, mungkin aku baik-baik saja... selama tidak digantung di udara atau terbali terus-menerus...”

“Jadi begitu ya~! Kalau aku sih agak penakut, jadi aku mengagumi orang-orang yang bisa menikmati hal-hal seperti itu.”

“Ya, begitulah. Hahaha...”

Seseorang yang selalu menempel pada Hikaru sejak tiba di tempat tujuan adalah adik perempuan Nonoa, Miyamae Reia. (TN: Tadinya diterjemahkan sebagai Miyamae Rea, diganti menjadi Reia)

Rupanya dia sangat ingin dekat dengan Hikaru sejak diselamatkan olehnya di festival sekolah, jadi dia bergabung hari ini bersama Nonoa.

Namun, tujuan sebenarnya kali ini adalah untuk merayakan akhir ujian dan perayaan kedua band. Tentu saja, ada niatan terselubung untuk membiarkan Reia, sebagai orang luar, ikut bergabung. Tujuan tersembunyi tersebut ialah…. membantu perjalanan cinta Takeshi, itulah sebabnya Masachika membiarkannya bergabung.

Dirinya sudah memberi tahu Sayaka bahwa Reia menyukai Hikaru, jadi ia memintanya untuk membantu secara tidak langsung. Kemudian, Nonoa akan mendukung Reia. Akibatnya, secara alami Hikaru, Nonoa, dan Reia akan bertindak bersama, dan jika Masachika dan Alisa bekerja sama... secara alami Takeshi dan Sayaka akan berpasangan. Atau begitulah rencananya... namun...

Setelah masuk ke dalam taman bermain, Masachika dan kawan-kawannya menemukan bahwa rencana mereka justru gagal total

“Alisa-san, apa kamu sering ke taman bermain?”

“Tidak, sebenarnya ini kali kedua aku datang ke sini...”

“Begitu ya?”

“Bagaimana dengan Sayaka-san sendiri?”

“Aku suka tempat-tempat seperti ini, jadi aku sering pergi ke sini empat atau lima kali setiap tahun.”

“Benarkah? Itu agak mengejutkan.”

“Aku sering mendengar itu.”

Melihat Sayaka dan Alisa berpasangan secara alami, Masachika berteriak dalam hatinya.

(Tidak, Sayaka sama sekali tidak mau meninggalkan Alya!!)

Mereka terbagi menjadi tiga orang di bagian dan empat orang di bagian belakang secara alami. Tapi ... itu adalah kesalahan total ketika Sayaka secara aktif berbicara dengan Alisa.

Akibatnya, tiga orang yang memiliki wajah sangat rupawan berjalan paling depan. Dua gadis cantik dan modis yang mengikuti mereka. Dua pria yang malang yang mengikuti di belakang ... Formasi menyedihkan macam apa ini?

“(Oi, Takeshi, jika kita tetap seperti ini, kita akan terpaksa naik wahana dengan kombinasi ini, tau)”

Masachika mengungkapkan kekhawatirannya dengan suara kecil sambil melirik ke arah Takeshi di sebelahnya. Kemudian, Takeshi juga merespons dengan suara berbisik sambil menghadap ke depan.

“(Tapi Sayaka-san terlihat bersenang-senang dan rasanya tidak enakan untuk mengganggunya…..Jika Sayaka-san merasa senang, itu sudah cukup bagiku.)”

“(Bukannya kamu sudah terlihat seperti baru saja putus cinta!)"

Masachika berteriak dengan cekatan dengan suara pelan dan menunjuk Hikaru yang berada di depan. Hikaru sedang berbicara dengan Reia dengan senyum yang agak kaku.

“(Lihat tuh, bahkan Hikaru juga berusaha keras untukmu. Apa kamu berniat membuang pengorbanan Hikaru begitu saja?)”

“(Jadi, diapit oleh kakak beradik yang cantik dianggap pengorbanan ya...)”

“(Aku mengerti apa yang ingin kamu katakan, tapi kamu harus menelannya. Bagi Hikaru, didekati oleh gadis adalah siksaan.)”

“(….Kalau begitu, kenapa kamu tidak berbicara dulu dengan Alya-san?)”

“(Kamu ini ...)”

Masachika mengeluarkan suara jengkel ketika melihat kemunculan sisi pemalu Takeshi.

Tentu saja, itu tidak sulit untuk melakukan permintaannya.

Karena Alisa juga memiliki tujuan tersembunyi untuk memperdalam persahabatan antara Takeshi dan Sayaka, dia pasti akan membantu dengan senang hati jika Masachika memulai pembicaraan. Tapi ... bahkan jika dia melakukannya, Masachika berpendapat kalau Takeshi takkan bisa berbicara lancar dengan Sayaka.

(Yah, baiklah, setidaknya aku bisa membantunya sedikit di awal.)

Masachika memutuskan untuk memulai pembicaraan dengan Alisa, tapi ...

“Ah, semuanya! Apa kalian ingin naik itu?”

Reia yang memimpin grup tersebut mengalihkan perhatian Masachika dan lainnya. Ketika ia melihat ke arah yang ditunjuk oleh Reia, Masachika melihat wahana berbentuk cangkir kopi yang berputar-putar dengan musik yang ceria.

“Wahana Cangkir kopi di sini terkenal berputar sangat cepat, apa kalian ingin mencobanya?”

“Hee~...”

“Cangkir kopi ya ... kalau diingat-ingat lagi, aku hanya pernah menaikinya sekali ...”

Karena tidak ada yang merasa keberatan, jadi mereka semua memutuskan untuk menaiki wahana cangkir kopi setelah Reia mengusulkannya.

Karena kapasitas wahana cangkir kopi adalah empat orang per cangkir, jadi mereka secara alami terbagi menjadi Kakak beradik Miyamae dan Hikaru, sedangkan empat orang lainnya naik ke cangkir terpisah.

Alisa dan Sayaka duduk berdampingan, Masachika duduk di sebelah Alisa, dan Takeshi duduk di antara Masachika dan Sayaka. Karena kapasitas penuh, mereka hampir menabrakkan kaki mereka satu sama lain. Takeshi juga hampir menabrak Sayaka, jadi ia menarik kakinya dengan cepat.

(Tidak, ini sih mirip seperti duduk tegak nilai 100  dalam menaiki kereta api!)

Masachika tersenyum kecut kepada Takeshi yang duduk tegak dengan menyatukan kakinya. Kemudian, suara dering terdengar dan cangkir kopi mulai berputar perlahan.

“Jadi kita hanya perlu memutar pegangan tengah ini, ya?”

Setelah memutar gagang dengan ringan, kecepatan putaran cangkir kopi sedikit meningkat.

“Oh, jadi kecepatannya bertambah ya. Bagaimana? Apa kita akan memutar lebih cepat?”

“Aku tidak keberatan,” balas Sayaka.

“Ya.” Alisa menjawab dengan mengangguk.

“Oh,” seru Takeshi.

“Baiklah, kalau gitu──”

Saat Masachika memegang gagang dan menekankan kekuatan ke tangannya…

“Kyaaa~~~!”

Suara teriakan Reia yang melengking terdengar dari dekat, dan Masachika segera menoleh ke arah suara itu. Kemudian, dirinya merasa bergidik.

“Kyaa ~~~! Onee~ini terlalu cepat~~~~!”

Wahana cangkir kopi yang berputar dengan kecepetan tinggi. Seolah-olah terpengaruh oleh gaya sentrifugal ... Reia menempel pada Hikaru dengan erat.

... Tidak, sebenarnya dia mungkin terpengaruh oleh gaya sentrifugal yang cukup besar, tetapi jika dilihat dari cara tubuh dua orang lainnya yang miring, jelas sekali bahwa Reia sedang bertingkah agak berlebihan. Mungkin sebenarnya Reia sendiri yang meminta Nonoa untuk memutar lebih cepat. Masachika merasa ngeri dengan perhitungannya.

(Apa-apaan ini ... kecerdikan yang luar biasa ... Dia memang benar-benar gadis setan kecil!)

Kemudian Masachika menyadari. Jika dirinya memutar gagang dengan sepenuh hati, hal yang sama akan terjadi di sini juga.

(Loh? Apa aku benar-benar boleh memutarnya seperti itu?)

Apakah benar-benar pantas untuk terus berlari bahkan ketika mengetahui bahwa ada peristiwa cabul yang penuh keberuntungan akan terjadi? Namun, Masachika merasa aneh jika ia tidak memutarnya meski sudah bertanya boleh atau tidak untuk memutarnya. Selain itu, jangan lupa. Saat ini, Masachika memiliki misi untuk mendekatkan Takeshi dan Sayaka.

(Ya, ada beberapa insiden yang terjadi juga tidak ada salahnya, ‘kan? Toh, sekarang kita sedang berada di taman hiburan.)

Setelah sampai pada kesimpulan itu dalam waktu sekitar dua detik, Masachika memutar gagang dengan kuat. Saat terus memutar gagang, kecepatan putaran cangkir kopi meningkat dengan cepat, dan gaya sentrifugal yang membuat tubuh seolah-olah diayunkan mulai terasa. Orang-orang yang tidak memegang gagang merasakan gaya sentrifugal tersebut dengan jelas.

“Kyaaaa!”

Dengan jeritan ringan, Alisa menempelkan tangannya pada paha Masachika, dan Masachika dibuat tersentak ketika merasakan sentuhan itu.

(Woah, apa!? Ada yang aneh...)

Sensasi yang tidak biasa dari seorang gadis menyentuh pahanya membuat Masachika merasakan sensasi aneh menjalar di tulang belakangnya.

“Ah, Maaf ──!”

Alisa segera menarik tangannya kembali dengan permintaan maaf, tetapi kali ini dia bersandar pada bahu Masachika.

Saat lengan mereka saling bersentuhan, aroma wangi yang lembut menggelitik hidung Masachika. Dirinyaa mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Sayaka yang duduk di depannya, dan ia juga menyadari bahwa Sayaka bersandar pada bahu Alisa.

Alisa bersandar di bahu Masachika, sedangkan Sayaka bersandar di bahu Alisa, dan Takeshi duduk dengan tegak.

(Oiiiiii!)

Takeshi mencengkeram tepi pegangan cangkir kopi dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak jatuh ke arah Sayaka, dan Masachika merasa kesal melihatnya.

(Tidak, itu memang benar, sih! Menurutku itu benar-benar menggambarkan sifat pria sejati! Hal ini membuatku merasa tidak tahan berada di sini~!)

Seolah-olah hanya ...... Masachika yang menginginkan situasi ini terjadi. Sementara ia memikirkan hal ini, kecepatan putaran cangkir kopi melambat, Alisa dan Sayaka kembali ke posisi semula.

….Dasar cabul

“Itu tidak benar!”

Kemudian, saat turun dan meninggalkan wahana, Alisa berbisik dalam bahasa Rusia, dan Masachika meratap untuk membantahnya.

 

◇◇◇◇

 

Setelah itu, mereka mengunjungi beberapa wahana atraksi dan tibalah waktunya untuk makan siang.

Masachika dan Hikaru menuju ke kamar mandi dengan dalih untuk mencuci tangan, dan menemukan Takeshi bersandar lemas di dinding.

“Kamu ada niatan buat melakukan pendekatan enggak, sih?”

“....Ya tentu sajalah ada.”

“Suaramu terlalu kecil banget.”

Masachika menghela napas panjang ketika melihat Takeshi yang selalu riang itu sedang merunduk dengan murung.

Sejak pagi tadi, Takeshi bahkan tak bisa berbicara dengan Sayaka. Padahal, ada banyak kesempatan dan dirinya bahkan dipasangkan dengan Sayaka oleh orang lain. Di atraksi rumah berhantu, ia bahkan lebih ketakutan daripada siapa pun dan membuat Sayaka khawatir. Di roller coaster, ia berteriak sangat keras sehingga membuat Sayaka terkejut. Pada dasarnya, dirinya hanya membuat orang lain khawatir.

“Aku tahu ini kedengarannya aneh dari mulutku ... tapi cobalah untuk lebih agresif seperti Reia-chan.”

“Tidak, laki-laki dan perempuan berbeda dalam hal ini, ‘kan?”

“Yah, memang benar, sih.”

Dalam kasus Reia, dia bertingkah begitu agresif dengan Hikaru sampai-sampai membuat orang lain terkesan dengan upayanya. Di rumah berhantu atau roller coaster, dia akan memohon agar Hikaru tidak melepaskan tangannya karena merasa ketakutan, memberikan kesan gadis lemah yang rapuh, dan memberikan sedikit sentuhan pada tubuhnya ... tapi ini adalah pendekatan yang hanya bisa dilakukan oleh wanita kepada pria. Apakah itu berhasil atau tidak bagi Hikaru, itu adalah hal yang berbeda.

Secara umum, cara pendekatan laki-laki kepada gadis-gadis biasanya mereka harus menunjukkan bahwa mereka bisa diandalkan atau memperpendek jarak dengan bersenang-senang bersama, tetapi saat ini Takeshi belum bisa melakukan keduanya.

“Ngomong-ngomong, aku baru menyadari sesuatu. Apa kamu tidak menyukai taman hiburan?”

“!”

Masachika dengan tenang bertanya saat melihat Takeshi sepertinya tidak menikmati atraksi yang sudah mereka naiki. Takeshi kemudian membuang muka dan bergumam.

“Tidak, karena ... sepertinya semua orang menantikannya dengan antusias, kupikir jika aku bersama-sama dengan semuanya, mungkin aku bisa menikmatinya.”

“... Jadi, sejak awal kamu memang tidak suka menyukai wahana yang membuatmu berteriak ya.”

“Kupikir itulah salah satu hal yang baik tentang Takeshi... “

Melihat sisi Takeshi yang terlihat kasar tetapi sebenarnya orang yang perhatian dan memiliki rasa  persahabatan yang kuat, Masachika dan Hikaru tidak bisa mengatakan apa-apa.

(Setidaknya, jika Takeshi bisa menahannya sedikit lebih lama lagi... biasanya, jika seseorang bisa menahannya sampai akhir dengan baik, mereka akan mendapatkan poin plus ketika mengakuinya 'Apa? Apakah kamu benar-benar tidak suka mesin yang membuatmu berteriak?')

Tapi jika kamutidak bisa menahannya sama sekali dan malah membuat khawatie, kamu tidak akan mendapatkan poin plus sama sekali. Selain itu, Takeshi sendiri juga merasa depresi dengan dirinya sendiri. Jadi sekarang bukan waktu yang tepat untuk menunjukkan sisi baiknya.

“... Baiklah! Tidak ada gunanya bertarung dalam hal yang menjadi kelemahanmu! Mari kita bertarung di tempat yang kamu kuasai!”

Setelah memikirkannya lagi, Masachika mulai menyusun rencana. Setelah makan siang, mereka pergi menuju wahana di mana mereka menggunakan bola sepak untuk bermain Strike Out.

“Mungkin itu akan membuatmu merasa mual jika kita langsung naik ke mesin yang membuatmu berteriak setelah makan siang, jadi bagaimana jika kita mengadakan kompetisi di sini? Mari kita bergabung dalam pasangan dan lihat pasangan mana yang bisa menembak semua target dengan jumlah bola yang paling sedikit.”

Setelah Masachika memberikan usulannya, orang-orang yang sudah berkeliling semua atraksi sebelumnya mengangguk secara alami, Sayaka dan Reia juga ikutan mengangguk. Kemudian, seperti yang direncanakan sebelumnya, Takeshi dan Sayaka serta Hikaru dan Reia menjadi pasangan. Namun...

“Oh iya, jika begitu, bagaimana kalau pasangan yang kalah harus menaiki wahana Free Fall sebagai hukumannya?”

Atas usulan Reia, hukuman permainan yang tak terduga pun ikut disertakan.

(Yah, Takeshi pasti akan berusaha lebih keras jika dirinya merasa terpojok.)

Masachika berpikir bahwa itu bukan masalahnya dan hendak keluar dari arena Strike Out, meninggalkan pasangan Alisa dan Nonoa yang dipilih pertama. Namun, tepat sebelum dirinya keluar dari pagar, Alisa bertanya padanya dengan tatapan aneh.

“Hah, Masachika-kun? Kamu mau pergi kemana?”

“Eh? Karena aku orang yang tidak disukai bola, jadi aku takkan ikutan.”

“Alasan macam apa itu?”

Masachika yang sejak awal tidak menghitung dirinya sendiri, menjawab santai seperti itu, tetapi kemudian Reia mengeluarkan suara “Eh ~” dan berkata,

“Kuze-senpai, jangan karena ada hukuman, bukan berarti senpai bisa kabur sendirian.”

“Tidak, aku tidak bermaksud seperti itu ...”

“Yah, itu benar ~. Kalau begitu Kuzecchi masuk ke dalam timnya kita, ya~.”

“Eh~”

Nonoa menarik bahunya dengan kuat dan membawanya kembali, sehingga Masachika terpaksa bertahan di sudut Strike Out. Kemudian, ketika dia menonton dengan enggan, Alisa berdiri di depan target nomor satu hingga sembilan, dan menendang bola dengan berlari.

“Ohh~!”

Masachika membuka matanya lebar-lebar ketika melihat tembakan yang indah itu. Bola yang melaju dengan cepat melintasi langit-langit dan menghantam target nomor lima di tengah dengan lengkungan yang indah, kemudian memantul kembali ke langit-langit dan mengenai wajah seseorang….lebih tepatnya, wajah Masachika.

“Guha!”

Kilatan cahaya yang menyilaukan meledak di dalam hidungnya, dan Masachika langsung berjongkok di tempat karena sakit yang dirasakannya.

“Waduduh.”

“Oh, Ma-Maaf! Masachika-kun, apakah kamu baik-baik saja?”

Alisa bertanya dengan suara khawatir, dan Masachika berdiri dengan menahan rasa sakit dan air mata, lalu berkata pada Alisa dan Nonoa dengan wajah biasa saja.

“Apa?”

Mimisan menetes dari hidungnya dan Alisa serta Nonoa memalingkan wajah mereka secara bersamaan.

 

◇◇◇◇

 

“Aku benar-benar minta maaf ...”

“Tidak, yah, kamu tidak perlu meminta maaf segala. Dari dulu aku memang sudah dibenci oleh bola, jadi ini bukan salahmu ...”

Masachika yang keluar karena cedera pada bola pertama duduk di bangku yang agak jauh dari arena Strike Out bersama Alisa, menekan hidungnya dan menatap ke atas.

“Tidak, itu juga benar, tapi ... aku malah menertawakanmu ...”

“... Yah, jangan khawatir. Jika ada orang yang mimisan dari kedua lubang hidung, bahkan aku juga akan tertawa.”

Alisa berusaha keras untuk tidak tertawa terbahak-bahak dan hanya menggoyangkan bahunya. Namun, sebagai pelaku, Alisa merasa tampak tidak puas dengan itu dan setelah beberapa saat diam dengan wajah memikirkan sesuatu, dia menepuk-nepuk lengan Masachika.

“Hmm?”

Masachika hanya menatap ke arah Alisa tanpa mengubah posisi. Alisa memukul pahanya sambil berkata,

“Ayo ... kemari? Aku akan mendinginkannya.”

“Eh?”

“Karena minuman yang baru saja dibeli masih dingin, aku akan mendinginkannya dengan ini.”

Alisa mengeluarkan botol teh dari tasnya dan menepuk-nepuk pahanya lagi. Masachika tertegun setelah mengerti apa yang dimaksudkan Alisa.

“Umm, itu ... sesuatu yang disebut sebagai bantal pangkuan, ‘kan?”

“... Kamu tidak perlu repot-repot mengatakannya, kali.”

“Yahh, kalau melakukannya di depan umum seperti ini, aku juga merasa malu ...”

“Ini hanya tindakan medis biasa.”

“Sungguh kata yang sangat praktis sekali, tindakan medis.”

“Ay-Ayolah, sudah cukup, cepetan kemari.”

“O-Ohh?”

Masachika ditarik dengan paksa dan kepalanya terjatuh di atas pangkuan Alisa. Seketika itu juga, dirinya merasakan kehangatan dan kelembutan paha yang lembut di pipinya dan otaknya berhenti sejenak. Kemudian, Masachika merasakan adanya tanda-tanda mimisan baru yang akan keluar dari hidungnya.

(Gawat, jika aku tiba-tiba mimisan lagi di sini. Itu akan menjadi aneh, atau bahkan akan mengotori pakaian Alya.)

Karena didorong oleh rasa krisis dalam artian yang berbeda, Masachika dengan cepat bergerak untuk berbaring dengan punggung menghadap ke atas di atas paha Alisa.

Kemudian, telinga kirinya mengenai bagian bawah perut Alisa, dan setengah bidang pandangnya terhalang oleh rangkaian pegunungan besar.

(... Wah)

Dalam pemandangan yang cukup mengguncangkan itu, suara konyol terdengar di dalam pikirannya, kemudian suara Alisa yang bingung dan malu-malu turun dari balik pegunungan itu.

“Ehm, bisakah kamu sedikit bergeser ke sisi lutut?”

“Baik.”

Tanpa berpikir panjang, Masachika bergerak perlahan-lahan dari balik bayangan gunung dan sebuah botol air berlapis handuk ditekan ke wajahnya.

Masachika menyipitkan matanya pada sensasi dingin yang rasanya jauh lebih nyaman dari yang dibayangkan. Masachika sendiri tidak menyadarinya, tapi tampaknya tempat di mana bola mengenai tubuhnya telah terasa panas.

“... Bagaimana?”

“Oh, ya. Rasanya enak.”

Tanpa sadar menjawab seperti itu, Masachika tiba-tiba menyadari bahwa mengatakan “rasanya enak” dalam situasi ini mungkin memiliki arti yang lain.

(Ah, tidak, yah memang benar bahwa bantal pangkuannya terasa enak, tapi yang tadi bukanlah ... )

Masachika berusaha merangkai kata-kata pembenaran di dalam pikirannya, tetapi jika ia benar-benar mengucapkannya, situasinya akan semakin rumit, jadi Masachika lebih memilih untuk diam. Ia berusaha untuk tidak terlalu memperhatikan sensasi paha yang menyentuh bagian belakang kepalanya dan fokus pada menelan darah yang naik ke tenggorokannya, tapi tiba-tiba Alisa bergerak gelisah.

“... Hei, jika kamu merasa malu ...”

“Enggak juga, aku tidak apa-apa, kok ...”

Mengecualikan Masachika yang pandangannya terhalangi oleh botol air, Alisa dapat dengan jelas merasakan tatapan orang-orang di sekitarnya. Dirinya berpikir bahwa itu pasti sangat memalukan. Ketika ia berpikir demikian dan mencoba mengatakannya, tapi tawarannya langsung ditolak. Selain itu, ketika Masachika mencoba untuk bangkit, Alisa justru menekan pundaknya untuk menghentikannya. Masachika tidak punya pilihan selain menyerah dan membiarkan Alisa merawatnya.

“... Ngomong-ngomong, apa kondisimu sudah baik-baik saja?”

Setelah beberapa saat keheningan, Masachika merasa sedikit kebingungan dengan pertanyaan yang diajukan.

“Apa yang kamu bicarakan?”

“Itu loh ... sebelum ujian, kamu terlihat agak kurang sehat.”

“Ahh...”

Masachika menjawab dengan cepat, kemudian merasa menyesal. Meskipun ia berusaha untuk menyembunyikannya, jawaban yang ia berikan sekarang hampir sama dengan mengakui kesalahannya.

“Sudah kuduga, kondisimu sedang kurang sehat, ‘kan?”

“Ya, sedikit sih ...”

Masachika menyadari bahwa tidak ada gunanya menyembunyikannya lagi dan mengakui apa yang dikatakan Alisa.

Sebenarnya, Masachika merasa sedikit kurang sehat sebelum masa ujian.

Namun, penyebabnya adalah ... ia terlalu serius dalam merawat Yuki yang pingsan di kamar mandi dan akhirnya merasa kedinginan. Meskipun badannya tidak demam, dan hanya sedikit sakit kepala, jadi Masachika pergi ke sekolah dan berpura-pura tenang.

“Aku hanya sedikit sakit kepala  saja, kok... aku tidak menyangka kamu akan menyadarinya.”

“Tentu saja aku akan menyadarinya.”

Alisa menjawab dengan nada yang menyiratkan bahwa itu adalah hal yang wajar, kemudian dia menambahkan dengan suara pelan.

Karena aku selalu melihatmu

(Guhaa ...)

Ketika mendengar gumaman bahasa Rusia yang belakangan jarang digunakan itu diucapkan begitu dekat, Masachika hampir saja mimisan lagi. Ia berusaha menelan darahnya dan berkata dengan serius.

“Ya, aku hanya sedikit lengah ... Sekarang aku sudah benar-benar sembuh jadi tidak perlu khawatir.”

“Begitu ya.”

“Hanya saja ... maaf. Ini mungkin kedengarannya cari-cari alasan, tapi mungkin sedikit sulit untuk masuk tiga puluh besar kali ini ...”

“Tidak apa-apa, aku sama sekali tidak mempermasalahkannya.”

Setelah menanggapi permintaan maaf Masachika, Alisa mengelus kepala Masachika dengan lembut.

“Masachika-kun…kamu selalu bekerja keras sebagai partnerku. Jadi, hasil ujian saja bukanlah hal yang penting.”

“Begitu ya ...?”

Mungkin karena mereka tidak saling menghadap, Masachika merasa sedikit terkejut dengan kata-kata Alisa yang lebih jujur dan lembut dari biasanya. Namun, ia merasa tenang mendengarnya.

“Terima kasih banyak, Alya.”

“......”

Masachika juga mengucapkan terima kasih dengan tulus, dan kemudian ada keheningan yang tenang ...

“Uhmm, Masachika-kun ──”

Pada saat Alisa meninggikan suaranya seolah dia sudah mengambil keputusan, suara Nonoa terdengar.

“Arere~, Kuzecchi kamu kenapa?”

““!!””

Mereka berdua sama-sama terkejut mendengar suara Nonoa dan Masachika dengan cepat melepas botol di atas wajahnya dan bangkit dari duduknya. Dirinya menjelaskan dengan suara keras sambil menatap Nonoa dengan mata setengah tertutup dan kepada orang-orang yang melihat-lihatnya dari kejauhan.

“Tidak, aku hanya mendinginkan wajahku yang terkena bola tadi dengan botol! Kamu setuju kan, Alya?”

Dia meminta persetujuan Alisa, yang juga terkejut, dan Alisa dengan cepat mengangguk setuju.

“Y-Ya ...umm,  aku akan membeli botol baru lagi, ya? Karena ini sudah tidak dingin lagi ..."

“Eh? Ah, aku sudah tidak perlu didinginkan lagi, loh~ ...”

Meskipun Masachika memanggilnya, Alisa buru-buru bangkit dan pergi ke suatu tempat. Masachika melihat ke arahnya dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan, lalu Nonoa memiringkan kepalanya sambil bergumam, “Hmm~”, menoleh ke arahnya dan berkata.

“Apa aku mengganggu kalian?”

“Tidak, bukannya seperti itu, tapi... Apa kamu berhasil mencapai skor sempurna?”

Masachika mengubah topik pembicaraan dengan cepat, dan Nonoa menggelengkan kepala dengan lesu sambil melambaikan tangannya.

“Aku menyelesaikannya sendiri dengan 14 bola termasuk untuk Alissa."

“Ehh, akurasimu sekitar 70%? Luar biasa.”

“Yah begitulah~ aku cukup pandai dalam permainan bola.”

Setelah mengatakan itu dengan acuh tak acuh, Nonoa duduk di tempat di mana Alisa duduk sebelumnya.

“Kamu yakin tidak mau melihat keadaan di sana?”

“Ahh~ sekarang giliran Hikarun dan Reia. Jika aku berada di sana, Sayacchi pasti akan berbicara denganku, bukan? Dan aku khawatir akan mengganggu Takeshi.”

Melihat Nonoa mengatakan hal seperti itu dengan santai, Masachika mengerutkan kening karena terkejut. Kemudian, setelah memastikan area sekitarnya, Masachika mengucapkan pertanyaan yang ingin dia tanyakan pada Nonok.

“Apa kamu baik-baik saja dengan itu?”

“Apanya~?”

“Jika, misalnya, hubungan Takeshi dan Sayaka semakin dekat... dan menjadi kekasih.”

Nonoa tidak mengubah ekspresi wajahnya meskipun Masachika mengatakan itu. Namun, Masachika tetap memperhatikan wajah Nonoa dan berbicara dengan hati-hati.

“Jujur saja ... kupikir kamu tidak akan senang jika Sayaka memiliki pacar.”

“Kenapa enggak terus terang saja~? Kamu berpikir kalau aku akan mengganggu mereka, ‘kan?”

“… Ya.”

Tanpa berani menyangkalnya, Masachika menatap Nonoa dengan penuh perhatian. Kemudian, Nonoa tetap tanpa ekspresi dan mengangkat bahunya dengan ringan.

“Tidak juga, aku bahkan tidak bermaksud menghalangi. Bukannya itu bagus? Jika itu bisa membuat Sayacchi bahagia.”

“Apakah begitu?”

“Ya, selama Sayacchi merasa bahagia, aku mungkin ikutan bahagia.”

Kata-kata yang bahkan bisa dikatakan sangat pengabdian ini membuat Masachika terkejut. Nonoa menatap Masachika dengan serius dan tersenyum kecil.

“Memangnya perlu sampai sekaget begitu~?”

“….Tidak, maaf. Aku hanya tidak menyangka kalau kamu akan mengucapkan kata-kata seperti itu.”

“Ahaha, Kamu juga jujur seperti itu ya, Kuzecchi.”

“Aku minta maaf jika aku menyakiti perasaanmu.”

“Aku sengaja mengatakannya karena aku tidak mempersalahkannya, kok~.”

Dengan nuansa ketidakpuasan yang disengaja pada akhir kalimatnya, Nonoa mengalihkan pandangannya ke atas langit. Kemudian, sambil menatap ke dalam kehampaan, dia tiba-tiba mengatakan sesuatu yang tidak nyambung.

“Kecapi kaca? Kalau tidak salah namanya begitu? Bukannya ada alat musik yang mengeluarkan bunyi ketika kamu mengisi gelas dengan air?”

“Ah, ya.”

“Itu tuh, jika kamu menambahkan jumlah air yang sama ke dalam gelas yang sama, itu akan beresonansi~.”

“…Apa yang sedang kamu bicarakan?”

Masachika memiringkan kepalanya, tidak dapat membaca maksudnya karena topik pembicaraan yang terlalu tidak nyambung. Tanpa menatap Masachika, Nonoa melanjutkan dengan tenang.

“Mungkin gelasku adalah gelas yang sangat tebal dan memiliki bentuk yang sangat aneh.”

“!!”

Mata Masachika membelalak saat ia akhirnya mengerti apa yang ingin dikatakan Nonoa.

“Tidak peduli seberapa banyak gelas di sekitarkugemetar, gelasku tidak bergeming sama sekali . Padahal aku sudah mencoba berbagai cara, tapi semuanya tidak berhasil... tidak peduli seberapa keras aku mengguncang gelasku... meskipun gelas-gelas lain hancur di depan mataku, permukaan airku masih tetap tenang. Sampai aku dipukul oleh Sayacchi, sih.”

Nonoa tersenyum kecil seolah-olah sedang mengenang masa lalu. Dan dia mulai berbicara dengan suara yang sangat lembut.

“Sayacchi adalah orang yang bisa mengguncang permukaan airku. Meskipun gelasku yang aneh ini hanya bisa beresonansi sedikit dengan gelas Sayacchi. Jadi... jika Sayacchi merasa bahagia, aku pun bisa bahagia. Aku yakin itu.”

Penuturannya terdengar seperti suatu pengakuan yang agak suci. Kata-kata Nonoa yang memiliki keanggunan yang sulit dijelaskan itu membuat Masachika terkesima.

Namun... meski begitu, Masachika melangkah lebih jauh sebagai seseorang yang mendukung perjalanan cinta sahabatnya.

“Jika itu yang kamu inginkan…. apa kamu tidak keberatan jika Sayaka mendapatkan seseorang yang lebih penting darimu, dan tidak mempunyai banyak waktu untuk dihabiskan bersama denganmu?”

“Hmm~~? Gimana ya...”

Menanggapi pertanyaan Masachika yang bisa dibilang sedikit kurang ajar, Nonoa mengalihkan pandangannya dan tampak sedang memikirkannya. Setelah beberapa saat hening, Nonoa tersenyum kecil.

“Pada saat itu... mungkin aku juga bisa memahami yang namanya perasaan kesepian.”

Wajahnya terlihat bahkan tampak bersenang-senang. Ketika melihat sosoknya….Masachika melihat  penderitaan Nonoa yang tidak bisa merasakan kegembiraan maupun kesedihan seperti manusia lainnya.

Mungkin itu hanya ilusi belaka. Mungkin itu hanya keinginan Masachika agar gadis ini memiliki sedikit kemanusiaan yang membuatnya tampil seperti itu. Tapi....

“…..”

Masachika mengalihkan pandangannya ke tanah dan menggaruk-garuk kepalanya dengan ragu. Setelah ragu sejenak, Masachika berkata  tanpa menatap ke arah Nonoa.

“...Yah, jika hanya sekedar curhat saja, aku bisa mendengarkan ceritamu, oke?”

Setelah mengatakan hal itu dengan terus terang, Masachika menunggu beberapa detik untuk mendapatkan jawaban. Namun, tidak ada jawaban yang diberikan. Ketika melirik ke samping, tatapan matanya bertemu dengan Nonoa yang menatapnya dengan kaget, dan Masachika segera memalingkan wajahnya.

“Jika aku meninggalkanmu sendirian... aku khawatir kalau kamu akan melakukan sesuatu yang traumatis kepada Takeshi.”

Masachika melihat ke arah yang berlawanan, berpikir bahwa dirinya sangat payah dalam menyembunyikan rasa malunya…. Namun tiba-tiba, ia merasakan kehadiran di sebelahnya. Segera setelah itu, ada lengan yang melingkari lengan kanannya, dan ia menoleh dengan tatapan kaget. Kemudian, Masachika melihat wajah Nonoa yang sangat dekat dengannya, hampir membuatnya kehabisan napas. Walaupun dirinya refleks untuk mundur, tapi itu tidak berarti apa-apa karena lengannya masih dipegang erat.

Di depan matanya ada wajah seorang gadis cantik yang bahkan jarang terlihat di dunia hiburan. Lengan kanannya dirangkul erat oleh gadis cantik itu, dan dirinya bahkan bisa merasakan sentuhan payudaranya di lengan bawahnya. Namun... hal yang membuat jantung Masachika berdegup kencang bukanlah dorongan sehat masa mudanya, tapi melainkan perasaan bahaya yang murni sebagai makhluk hidup.

(Ap-Apa ini? Gawat, aku bakalan dimakan!?)

Walaupun Masachika dirangkul erat oleh gadis cantik yang mempesona, ia merasa seperti warga sipil yang diserang oleh binatang buas. Daripada merasa panas, tubuhnya justru tiba-tiba menjadi dingin. Meskipun begitu, punggungnya berkeringat banyak.

“Bagus... yup, kelihatannya mantap, tuh.”


Di depan Masachika yang gemetar ketakutan, mata Nonoa tampak berbinar-binar dan menjilati bibirnya dengan lidahnya. Penampilannya terlihat seperti seekor pemangsa yang sedang menjilati bibirnya dan semakin meningkatkan perasaan bahaya Masachika. Namun, kemudian Nonoa mendekatkan wajahnya lagi dan berbisik dengan suara penuh gairah.

“Hey, Kuzecchi, gimana kalau kamu mencoba memukulku? Siapa tahu, itu mungkin akan mengguncangku.”

“Kenapa aku harus memukulmu!?”

Permintaan yang tiba-tiba dan tidak normal itu membuat Masachika mengeluarkan suara yang terdengar seperti jeritan. Kemudian, ia bergidik dengan ketakutan setelah memahami maksud dari permintaannya.

“Oi tunggu, yang benar saja. Aku tidak punya kepercayaan diri untuk menerima obsesimu.”

“Kamu yakin, nih? Jika kamu tidak memukulku, maka aku akan menciummu seperti ini.”

“Tunggu sebentar, berhenti! Jangan lakukan itu!”

Masachika dengan cepat melindungi mulutnya dengan tangan kirinya, tetapi senyum misterius Nonoa tidak berhenti, dan perasaan bahaya yang kuat menembus jantung Masachika ──

“Apa yang sedang kalian berdua lakukan?”

Ketika suara Alisa terdengar di telinganya, jantung Masachika yang merosot tiba-tiba melompat. Ketika berbalik, Masachika melihat Alisa yang memegang botol minuman ringan dan menatapnya dengan tatapan kosong. Masachika bahkan tidak bisa memberikan alasan untuk situasi ini. Tapi, Nonoa justru menjawab Alisa tanpa memperdulikannya.

“Hmm? Aku sedang mencoba merayu Kuzecchi sekarang.”

“Me-Merayu...!?”

“Tidak masalah, ‘kan? Lagipula, Kuzecchi juga sedang jomblo, kok.”

“......”

Alisa mencoba mengatakan sesuatu tetapi dia kembali menelan kata-kata. Melihat ekspresi Alisa yang muram dan wajahnya yang tegang, Masachika menjadi sedikit lebih tenang.

(Tidak... Meskipun aku tadi sedikit tertegun, tapi bukannya masalah ini bisa selesai dengan cepat jika aku menolaknya dengan tegas?)

Dalam benaknya, Masachika mengingat semua adegan pertarungan dalam komedi romantis yang pernah dibacanya. Dalam adegan seperti itu, biasanya sang protagonis hanya kebingungan dan membuat gadis-gadis marah.

 (Itu benar... Alasan mengapa situasi semacam itu menjadi kacau adalah karena pihak pria tidak memiliki sikap yang tegas. Jika pria dengan tegas menolak, maka masalah itu akan selesai.)

Setelah memikirkan hal itu, Masachika menarik napas dalam-dalam dan berbalik menghadap Nonoa.

“Nonoa.”

“Ya?”

“Maafkan aku, tapi aku tidak bisa melihatmu sebagai kekasihku. Terus terang saja, aku sama sekali tidak menganggapmu menarik sebagai lawan jenis.”

 

“Begitu ya, tapi itu tidak bisa menjadi alasan untuk berhenti merayu Kuzecchi, bukan?”

“Gitu ya, jadi ini tidak bisa dijadikan alasan, ya.”

Tapi rupanya itu belum selesai. Pertempurannya masih terus berlanjut.

(Gadis ini benar-benar kuat... Dia itu apa-apaan sih? Dia benar-benar tak terkalahkan.)

Masachika berpikir keras tentang apa yang harus dilakukan dan mengatakan kata-kata yang terlintas di pikirannya.

“Nonoa, cobalah tenang dulu sejenak. Tujuan kita kali ini adalah untuk menjadikan Takeshi dan Sayaka, serta Hikaru dan Reia menjadi dekat satu sama lain, bukan? Jika situasi di antara kita menjadi aneh, itu akan mengganggu tujuan kita. Terutama Sayaka dan Reia.”

Itu hanya merupakan bujukan putus asa Masachika untuk meyakinkannya dengan menyebut nama Sayaka, tapi tiba-tiba Nonoa berhenti bergerak. Kemudian, dengan mengedipkan mata perlahan-lahan, dia berputar dan melihat ke dalam kehampaan.

“Ya, kamu benar... Karena aku sudah berjanji.”

Kemudian, sambil menggumamkan hal itu, Nonoa  segera melepaskan lengan Masachika. Setelah itu, Masachika segera berdiri dan menghampiri Alisa.

“Terima kasih sudah membelinya untukku. Tapi sekarang mimisanku sudah berhenti...”

“Ah, ya...”

“Tapi aku merasa senang dengan perhatianmu. Berapa harganya?”

“Tidak perlu, kamu tidak usah menggantinya segala...”

“Tapi hal seperti ini penting, tau.”

“Lagipula, itu karena salahku yang sudah menendang bola tadi...”

“Semua itu sudah impas dengan tidur di bantal pangkuan tadi.”

Saat Masachika berkata seperti itu dengan spontan, Alisa mengernyitkan keningnya sedikit dan wajahnya tampak cemberut. Setelah menyadari bahwa dirinya sudah mengatakan sesuatu yang salah, Masachika tak bisa berkata apa-apa.

“Duhhh, dasar bodoh.”

Sambil mendengus, Alisa mendorong botol minuman ke arah Masachika sebelum berbalik dan meninggalkannya.

“…Ayo kita kembali ke tempat yang lainnya.”

“O-Oh, benar juga.”

“Oke~”

Setelah didesak Alisa, Masachika dan yang lainnya menuju ke arena Strike Out untuk bergabung dengan empat orang lainnya dalam suasana yang sedikit canggung. Kemudian,

“Hikaru-san, kamu luar biasa sekali~! Rupanya kamu jago bermain sepak bola juga, ya?”

“Ahaha, terima kasih….”

“Maafkan aku, Sayaka-san, aku sedang tidak enak badan hari ini...”

“Tendanganku bahkan tidak mengenai target sama sekali, jadi kamu tidak perlu meminta maaf segala.”

Ketika tiba di sana, mereka bertiga melihat Reia yang menempel di lengan Hikaru, dan Takeshi yang meminta maaf kepada Sayaka dengan bahu yang merosot. Setelah melihat pemandangan itu, Masachika berteriak keras di dalam hatinya.

(Lah, mereka malah kalah!!)

Lalu, sebagai tim yang kalah, Sayaka dan Takeshi diperintah untuk menaiki wahana Free Fall── dan Takeshi langsung pingsan tak bernyawa.

 

◇◇◇◇

 

“Ya ampun.... jika kamu tahu itu akan terjadi, kamu seharusnya menolak saja. Meskipun itu adalah hukuman permainan.”

Sayaka mengatakan itu dengan ekspresi tercengang saat melihat Takeshi yang tampak lemas di bangku.

Sembari menunggu kepulihan Takeshi yang jiwanya benar-benar terkuras habis akibat menaiki wahana Free Fall, teman-teman yang lainnya menaiki bianglala di dekat sana. Jadi Sayaka, yang tetap di sana sebagai pendamping Takeshi memutuskan untuk mengatakan hal yang selalu dia pikirkan.

“Pertama-tama ... jika kamu tidak menyukai wahana menegangkan, mengapa kamu tidak mengatakannya saja? Selain taman hiburan, masih ada banyak tempat bermain lain yang bisa dikunjungi.”

“... Yah, karena sepertinya semua orang menantikannya, jadi kupikir aku bisa melakukannya juga karena aku sudah menjadi siswa SMA.”

Sayaka menghela nafas ketika melihat Takeshi yang tersenyum lemah dengan wajah yang sedikit diangkat.

“Astaga, kamu selalu memprioritaskan orang-orang di sekitarmu ... sungguh kepribadian yang merugikan.”

“... Tapi, bukannya Sayaka-san juga seperti itu?”

“?”

Sayaka mengernyitkan kening saat mendengar kata-kata yang benar-benar diluar dugaan. Kemudian, Takeshi yang perlahan bangkit dari tempat duduknya menatap lurus ke arah Sayaka dan berkata.

“Kamu selalu mengutamakan orang-orang di sekitarmu untuk memimpin mereka ... kamu sama sekali tidak pernah menunjukkan jati dirimu sendiri, Sayaka-san.”

Mata Sayaka membelalak mendengar kata-kata yang tak terduga itu.

Kemudian, sambil memalingkan muka dari tatapan Takeshi dan menaikkan kacamatanya, dia berbicara sambil melihat lurus ke depan.

“….Karena cara begitu lebih mudah untuk menyatukan orang-orang. Orang tidak mempercayai orang yang mencoba memanipulasi orang lain dengan perasaan pribadinya.”

Bagi Sayaka, hal yang dapat memotivasi orang adalah akal dan keuntungan. Rasionalitas dan keuntungan. Dengan menerapkan kedua prinsip ini secara ketat, Sayaka telah menunjukkan kepemimpinan dalam kelompok.

Emosi yang bertentangan dengan rasionalitas tidak diperlukan. Meskipun faktor itu dipertimbangkan, tapi hal tersebut tidak diutamakan. Tidak peduli siapa pun yang menyebutnya dingin, Sayaka tidak berniat mengubah gayanya..

(Yah, akibatnya, aku kalah dari Alisa-san yang dapat menggerakkan orang dengan hatinya ... rasanya memang sedikit getir.)

Sayaka tertawa sinis, seakan-akan mengejek dirinya sendiri dalam hati. Tiba-tiba, kata-kata yang tidak terduga terdengar di telinganya.

“Hebat sekali...”

Ketika Sayaka menoleh dengan alisnya yang berkerut pada suara itu, Takeshi berkata dengan tergesa-gesa seolah ingin membela diri.

“Tidak, itu ...! Menurutku, tidak banyak orang yang bisa sepenuhnya menekan dirinya sendiri dan menghargai keharmonisan orang-orang di sekitarnya seperti itu…. Oleh karena itu, aku berpikir kalau kamu luar biasa. Kupikir kamu orang yang baik hati, Sayaka-san ...”

“......”

Sayaka terkejut ketika mendengar kata-kata yang diucapkan Takeshi dengan malu-malu sambil menggaruk pipinya. Saat dia menatap Takeshi dengan serius, Takeshi memalingkan wajahnya seolah-olah tidak bisa menahan rasa malunya. Setelah memalingkan wajahnya seperti itu, Sayaka merenungi ucapan Takeshi dan berkata pelan.

“...Ini pertama kalinya ada seseorang yang mengatakan itu kepadaku.”

Jika dipikir-pikir lagi, satu-satunya penilaian yang diterima tentang kepribadiannya dari orang-orang di sekitarku adalah tentang hal-hal seperti ‘dingin’ dan ‘tidak menarik’. Meskipun dirinya sering dipuji karena kemampuannya, Sayaka hampir tidak pernah dipuji karena kepribadiannya.

Karena itulah perkataan Takeshi begitu segar dan mengagetkan Sayaka. Kemudian, Takeshi melanjutkan dengan sedikit ragu-ragu.

“Bahkan dalam acara festival sekolah, meski proyek kafe pelayan tidak disetujui oleh Sayaka-san, tetapi kamu tetap berusaha melakukan yang terbaik tanpa mengeluh... menurutku, itu sungguh mengagumkan.”

“.....”

Sayaka menaikkan kacamatanya dengan diam ketika mendengar perkataan Takeshi. Karena sebenarnya, dia sangat bersemangat untuk melakukannya. Dia bahkan cukup menikmati perannya sebagai kepala pelayan. Mengeluh? Tentu saja tidak, karena dia sendiri adalah seorang otaku.

Tanpa menyadari pikiran batin Sayaka, Takeshi terus melanjutkan setelah menelan ludahnya.

“Tapi, umm, kita berdua ‘kan teman... Jadi, mungkin saat kita bersama seperti ini, kamu bisa lebih menunjukkan tentang dirimu sendiri, atau bisa dibilang ego? Menurutku tidak ada salahnya untuk menunjukkan sedikit egomu…”

“Ego, ya?”

“Y-ya, betul! Apa ada sesuatu yang ingin kamu lakukan, Sayaka-san? Maksudku, kamu bisa lebih bebas bermain tanpa perlu menahan diri. Lihat, cuma ada aku saja di sini sekarang, ‘kan? Aku akan menemani dengan apapun yang ingin Sayaka-san lakukan.”

Sayaka tertawa kecil pada Takeshi yang terus mengoceh dengan sedikit gurauan sambil berbicara dengan cepat. Kemudian, dengan senyum yang jarang terlihat di wajahnya, dia bangkit dari bangku dan berkata pada Takeshi.

 “Kalau begitu, kurasa aku mungkin akan memintamu untuk menemaniku? Mumpung sekalian ada di sini.”

“O-Ohh tentu! Serahkan saja padaku~!”

Takeshi berdiri setelah beberapa detik terpaku oleh senyuman Sayaka. Keduanya kemudian mulai berjalan berdampingan, dalam suasana yang jauh lebih santai daripada sebelumnya.

 

◇◇◇◇

 

“Hah? Orang yang berjalan bersamaan di sana... bukannya itu Takeshi dan Sayaka?”

Masachika berseru ketika melihat ke bawah dari jendela gondola bianglala. Alih-alih merespons, Alisa yang duduk di hadapannya melihat ke arah yang sama dan melihat bayangan dua orang yang tampak seperti Takeshi dan Sayaka yang berjalan bersama ke suatu tempat.

“Hee, meski tadi aku sempat khawatir, tapi sepertinya semuanya berjalan dengan baik ya.”

“…..”

Alisa menatap Masachika, yang mengatakan hal itu dengan sedikit rasa terkejut sekaligus lega. Di dalam benaknya muncul gambaran Reia yang melakukan pendekatan Hikaru dan Nonoa yang baru saja memeluk lengan Masachika.

(Memangnya perasaan cinta sebaik itu?)

Alisa tidak mengolok-olok atau mengagumi, dia hanya merasa begitu saja.

Sejauh ini, bukan berarti tidak ada orang di sekelilingnya yang tidak sedang jatuh cinta. Tentu saja termasuk Touya dan Chisaki. Sebelum dan setelah Festival Sekolah Shureisai, seluruh sekolah terlihat dipenuhi dengan suasana percintaan yang bahkan Alisan pun bisa menyadarinya. Bahkan kakak perempuan Alisa yang masih terus memikirkan orang yang putus dengannya dari beberapa tahun yang lalu pun berada di dekatnya.

Namun, Alisa sendiri tidak pernah tertarik pada percintaan. Tapi ketika melihat teman-temannya yang mulai jatuh cinta satu per satu, dia merasa seperti ditinggalkan sendirian.

(Apa sih yang aku pikirkan?... Aku adalah aku, dan orang lain adalah orang lain. Cinta bukanlah sesuatu yang harus dipaksakan.)

Sebenarnya, Alisa tidak pernah berpikir untuk jatuh cinta sebelumnya. Dia tidak pernah berpikir bahwa dia akan terpesona oleh seseorang dan bahkan tidak merasa membutuhkan seorang pacar.

(Tapi...)

Dia selalu berpikir bahwa dia baik-baik saja sendirian, tapi sekarang dia bermain bersama teman-temannya seperti ini. Dan sejujurnya, dia merasa itu menyenangkan. Kalau begitu…mungkin perkara cinta juga bisa menjadi sesuatu yang lebih indah dari yang Alisa pikirkan.

(Jika memungkinkan, aku ingin tahu. Apa itu yang namanya cinta?)

Jika dia bisa melakukannya, dia ingin mengenalnya. Jika itu benar-benar sesuatu yang indah, maka dia ingin mengetahuinya.

Alasan mengapa dia berpikir seperti ini karena…. dia melihat Nonoa yang mencoba mendekati Masachika.

Jika Takeshi dan Sayaka, Hikaru dan Reia, serta Masachika dan Nonoa berhasil menjadi pasangan, maka Alisa akan ditinggalkan sendirian. Itulah sebabnya dia merasa sangat gelisah.

(Namun, Masachika-kun menolak Nonoa-san dengan tegas...)

Tapi itu karena... bahkan Masachika pun memiliki seseorang yang sangat ia cintai.

Alisa menyadari hal itu ketika dia mendengar Masachika memainkan piano di Festival Sekolah kemarin.

(Ah...)

Tiba-tiba, ekspresi wajah Masachika saat itu tumpang tindih dengan wajahnya yang sedang memandang teman-temannya.

Alisa tidak bisa menahan diri untuk tidak mencondongkan tubuh ke depan ketika dia melihat ekspresinya yang baik hati, sedih, dan menyayat hati itu...

“Ups!?”

“!”

Gondola berguncang-guncang dan Alisa kembali tersadar. Dia kembali ke kursinya setelah hampir terjatuh.

“Hei, hei, jangan tiba-tiba begini dong... bikin kaget aku saja.”

Melihat Masachika yang terlihat bermasalah dengan senyum yang setengah tertawa, Alisa tertawa nakal seperti biasanya setelah beberapa detik.

“…Oh, apa kamu terkejut karena hal ini? Ei!”

“Wah!”

Alisa mendorong tubuhnya ke belakang dan membuat gondola berguncang-guncang lagi. Masachika menyeimbangkan dirinya dengan melebarkan kedua tangannya dan kakinya. Alisa terus menggoyangkan gondola dengan riang.

“Tunggu, hentikan, itu berbahaya!”

“Fufu, ahahahaha.”

Dan begitulah, kejahilan Alisa yang seperti anak kecil terus berlanjut sampai gondola turun ke tanah.

 

◇◇◇◇

 

“Baiklah, kira-kira mereka berdua pergi kemana ya...”

“Mereka tidak menghubungi kita sama sekali.”

“Aku juga tidak menerima pesan dari mereka~...”

“Jadi, bisa dibilang mereka tidak pergi terlalu jauh...”

Kelima orang yang turun dari bianglala sedang mencari Takeshi dan Sayaka yang pergi ke suatu tempat. Mereka sengaja tidak menelepon karena khawatir mengganggu jika keduanya sedang dalam suasana yang baik. Mereka lalu mencari dengan berjalan kaki dan berjalan beberapa menit ke arah yang dilihat Masachika dari bianglala.

“Oh, itu mereka.”

Mereka menemukan Takeshi dan Sayaka di area pujasera,….di dekat mesin gashapon yang dipenuhi dengan banyak kapsul.

“Selanjutnya warna merah muda...? Tidak, ini hijau... Hmm~ dua kali lagi, atau tiga kali lagi...”

Sayaka mengamati mesin gashapon dengan cermat, sambil menggumamkan sesuatu. Di dekatnya ada keranjang penuh dengan kapsul. Alisa dan Hikaru terkesima melihat Sayaka yang tiba-tiba berubah menjadi mode otaku. Bahkan Masachika juga sedikit terkejut.

(... Apa ini!)

Namun, Masachika segera menyadari situasi dan bergegas menghampiri Takeshi.

“O-Oi, Takeshi, ini...”

Masachika menatap wajah sahabatnya, yang telah melihat sisi tersembunyi dari orang yang dicintainya, dan kehilangan kata-kata...

“Oh, lihat ini, Masachika... Sayaka-san terlihat sangat bersenang-senang.”

“...Kamu ini memang luar biasa. Serius.”

Saat Takeshi menatap Sayaka dengan senyum gembira, Masachika meletakkan tangannya di pundaknya dengan penuh rasa hormat.

 

 

 Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama