Prolog — Ini adalah…
“Kalau begitu, silakan nikmati
waktu kalian~”
Setelah mengatakan itu,
Slit-paisen pergi meninggalkan ruang klub kerajinan tangan sambil tersenyum
dengan penuh arti. Matahari sudah terbenam sepenuhnya, dan satu-satunya cahaya
yang menerangi ruangan berasal dari lampu listrik yang menyinari lapangan
sekolah. Suara yang bisa didengar hanyalah suara sayup-sayup dari murid-murid
yang terdengar samar dari halaman sekolah.
“Uhmm ...kamu benar-benar tidak
mau pergi ke halaman sekolah?”
“... Tentu sajalah. Mana
mungkin aku bisa pergi ke sana setelah mendengar cerita seperti itu. Aku pasti
akan salah dipahami.”
“Ya, mungkin begitu ...”
Meskipun tidak diucapkan secara
gamblang, mereka berdua sama-sama tahu kesalahpahaman macam apa yang dimaksud.
Gosip mengenai Masachika dan Alisa yang baru saja diceritakan oleh Slit-paisen.
Jika kedua orang yang bersangkutan tampil dengan kostum yang penuh semangat
seperti ini, pasti ada banyak murid yang berpikir, “Mereka berdua pasti berpacaran.” Bahkan jika mereka berdua
membantahnya dengan “Kami tidak
berpacaran,” mereka mungkin akan ditanggapi dengan wajah tak percaya, “Ehh~, kalian pasti bohong, ‘kan?”.
“Selain itu ... meskipun gaun
ini terlihat sangat indah, desainnya sedikit terlalu terbuka untuk dikenakan di
depan orang banyak ...”
Alisa berkata dengan ragu
sembari menundukkan pandangannya. Tatapan mata Masachika segera mengikuti
pandangannya, lalu dirinya melihat dua gunung besar yang hampir tumpah, dan
Masachika segera mendongak untuk memalingkan pandangannya.
(Yah memang. Benar sekali, memang benar-benar
seperti itu.)
Masachika tidak berani mengatakannya
dengan keras, tetapi ia diam-diam setuju di dalam hatinya.
Meskipun kostum band Alisa
memiliki desain yang cukup berani di sekitar payudaranya, tapi gaun ini justru
lebih dari itu. Sejujurnya, sekitar separuh payudara bagian atasnya terlihat.
Belahan dadanya sungguh terlihat mengagumkan.
(Yup, ini mirip seperti yang ada di
manga. Dia kelihatannya bisa melakukan sesuatu yang kadang-kadang dilakukan karakter
Onee-san seksi yang mengeluarkan ponsel dari belahan dadanya.)
Masachika segera mencoba
melarikan diri ke dalam pemikiran otaku, tetapi gambaran karakter Onee-san yang
terbentuk dalam pikirannya berubah menjadi Alisa, jadi Masachika menggelengkan kepalanya
dengan cepat.
(Tapi tunggu sebentar! Dengan model yang
terbuka seperti itu, biasanya seseorang bisa melihat pakaian dalamnya, ‘kan?
Karena tidak terlihat, apa itu berarti memakai celana dalam dengan bentuk seperti
itu atau ... ja-jangan-jangan dia tidak pakai bra ...?)
Dirinya hampir saja hendak
memeriksanya lagi, tapi Masachika memukul pipinya dan memaksakan dirinya untuk
menghadap ke depan. Kemudian ia membayangkan Slit-paisen yang terlihat bangga
seakan berkata “Akulah yang membuatnya,” dan
Masachika menggertakkan giginya dengan erat.
(Oii,
Slit-pai!!! Mana mungkin ada orang yang bisa tampil di depan murid-murid dengan
kostum semacam ini———!!! Siapa yang menyuruhmu sampai harus melakukan ini!!? Kamu
memang sudah melakukan pekerjaan yang luar biasa, terima kasih banyak!!)
Ia berteriak dalam pikirannya
dengan marah ketika Alisa menatapnya dengan tatapan dingin.
“Apa yang begini hobimu?”
“Tidak, itu mungkin hobi
Slit-pai. Atau bahkan pekerjaannya.”
“Hmm ...”
Walaupun Masachika langsung
menjawab dengan cepat agar tidak disalahpahami, tetapi ia tahu bahwa tatapan
skeptis Alisa tertuju padanya. Namun, mereka berdua memutar kepala ke arah
lapangan sekolah ketika musik mulai terdengar dari sana. Kemudian mereka saling
menatap tanpa sadar.
““Ah!””
Ketika pandangan mereka saling
menatap, Masachika merasakan detak jantungnya berdebar lebih kencang lagi ketika
ia menyadari betapa cantik dan mempesonanya Alisa. Kulitnya yang putih layaknya
salju bahkan dalam keremangan, mata birunya yang berkilauan bahkan dengan
cahaya yang sedikit. Gaun yang bagaikan peri, menonjolkan kecantikan yang
terlalu sempurna sehingga terasa tidak realistis. Pinggang ramping Alisa yang
begitu langsing, menambah kesan rapuhnya ... Sementara itu, ia merasakan
kekuatan yang cukup untuk menghancurkan kesan itu——
“Ahemm!”
Setelah berdehem untuk
menghilangkan pikiran jahat, Masachika dengan lembut mengulurkan tangan kirinya
ke arah Alisa, berusaha untuk tidak menunjukkan kegugupannya.
“Umm, sekali lagi ... bagaimana
kalau kita berdansa?”
“... Baiklah.”
Alisa menempatkan tangan
kanannya di tangan Masachika dan mereka saling berhadapan. Ketika Masachika
melingkarkan lengannya yang lain di sekitar punggung Alisa, ia merasa lebih
tenang. Sambil menatap wajah Alisa yang cukup dekat sampai-sampai bisa
merasakan nafasnya, Masachika menari sesuai dengan irama pernapasannya.
“... Tahun ini kamu terlihat
lebih tenang, ya?”
Sambil mengingat perilaku Alisa
yang liar di malam festival tahun lalu, Masachika bertanya dengan nada nakal
dan Alisa mengerutkan keningnya sedikit.
“Karena aku memakai gaun
pinjaman, aku tidak bisa melakukan hal yang berlebihan, kan? Atau apa kamu ingin
menari dengan lebih liar?”
“Hahaha, itu sih membutuhkan
banyak tenaga, jadi aku ingin menahan diri untuk malam ini.”
“... Begitu.”
Sambil saling berdekatan dan
menatap satu sama lain, mereka menari dengan perasaan tenang. Kemudian,
kenangan masa kecil muncul di benak Masachika bersamaan dengan perasaan
nostalgia.
(Perasaan ini... mengingatkanku pada
kelas dansa yang pernah aku ikuti dulu. Kalau tidak salah, pasangan yang
berlatih bersamaku saat itu adalah Ayano, ‘kan?)
Tiba-tiba, Alisa melangkah maju
dengan cepat dan menekan tubuhnya ke dalam pelukan Masachika, membuatnya mundur
dengan tergesa-gesa. Namun, jarak antara mereka tidak begitu jauh. Jaraknya
begitu dekat hingga mereka hampir saling menabrak.
“Alya-san? Bukannya kamu
terlalu dekat?”
“Benarkah? Itu hanya perasaanmu
saja mungkin?”
“Tidak, kamu beneran terlalu
dekat!”
Sambil berbicara demikian, Alisa
kembali melangkah maju dan Masachika buru-buru menghindarinya. Tidak ada lagi
tarian yang mereka berdua lakukan. Masachika hanya berusaha untuk tidak
menginjak kaki Alisa maupun terjatuh.
(Kupikir dia lebih tenang daripada tahun
lalu?)
Sensasi lembut yang menekan
badannya membuat gerakan kakinya menjadi kacau dan Masachika kesulitan untuk
berkonsentrasi dengan baik.
(Uwwoooooaaahhhh, bagian yang ini juga
sudah menjadi lebih dewasa daripada tahun lalu!)
Meskipun disibukkan dengan
sensasi kenyal yang semakin kuat dari tubuh Alisa yang menekan dadanya, tapi
Masachika tidak menurunkan pandangannya. Dirinya tahu bahwa jika ia
melakukannya, pandangannya akan tersedot ke dalam lembah misteri yang sangat
dalam.
(Heh, aku tidak akan terjebak dalam
perangkap Slit-pai--- Aahh!)
Dengan ekspresi yang tidak
menunjukkan sedikitpun ketenangan, gerakan kaki Masachika menjadi canggung dan
tidak karuan. Alisa mengejarnya tanpa ampun dan tersenyum dengan kejam.
(Fufu, kemana perginya kepercayaan dirimu yang tadi?)
Entah bagaimana, Alisa merasa
bahwa Masachika sedang memikirkan wanita lain ketika mereka menari, jadi dia
mencoba mendorong tubuhnya ke dalam pelukan Masachika sebagai teguran. Namun,
reaksinya ternyata lebih dari yang diharapkan. Melihat Masachika yang panik dan
serba salah, Kenakalan Alisa semakin menjadi-jadi.
(Benar sekali, aku sudah mengenakan gaun yang sangat berani dan
menari denganmu... jadi kamu hanya perlu fokus padaku!)
Untuk mencegahnya melarikan
diri, dia melangkah maju sambil menarik tubuh Masachika dengan kuat dengan
kedua tangannya. Tapi Masachika merespons dengan kecepatan reaksi yang
mengagumkan.
“Fufufu.”
Alisa tertawa saat merasakan
perhatian Masachika yang kuat pada kaki yang berusaha menghindari langkahnya,
dan tangan kanannya yang diletakkan dengan lembut di punggungnya. Tidak peduli
seberapa nekatnya Alisa, Masachika selalu menerimanya. Hal ini membuat Alisa
sangat senang, dan dia terus mempermainkan Masachika..
(Ahhh, rasanya menyenangkan sekali... lihatlah aku, hanya lihat ke arahku. Jadilah satu-satunya
pasanganku. Jika demi itu, aku akan...)
Tangan mereka yang saling
berpegangan terasa hangat. Detak jantungnya semakin cepat karena merasakan suhu
tubuh Masachika yang begitu dekat. Alisa tanpa sadar mendekatkan wajahnya ke
arah Masachika...
“Ah, oops!”
“Eh, kyaa!”
Pada saat itu, Masachika
akhirnya kehilangan keseimbangannya. Ia tersandung dan mendarat di lantai, punggungnya
menabrak dinding. Alisa juga ikut terjatuh ke depan—— dan dipegang erat oleh
Masachika dengan kedua tangannya.
“Aduduh, sakit.... Alya, apa
kamu baik-baik saja?”
Jelas-jelas kalau penyebab Masachika
terjatuh karena kesalahan Alisa. Meski demikian, Masachika tetap memperhatikan
keselamatan Alisa tanpa menyalahkan apapun. Kelembutan hati Masachika dan
tatapan khawatir yang diarahkan kepadanya membuat hati Alisa terasa bahagia.
Sebenarnya, dia harus meminta
maaf. Dia paham, tapi dia tidak bisa menahan senyum karena merasa senang.
Karena dia tidak mau cowok yang ada di hadapannya melihat wajahnya yang diliputi
kegembiraan dan kebahagiaan, jadi Alisa mengubah senyumnya menjadi senyum
nakal.
“Ada apa? Apa kamu…..”
Alisa menatap wajah Masachika dengan pandangan provokatif, dia lalu memasukkan jari telunjuk tangan kanannya ke antara dadanya dan menarik sedikit ujung gaunnya. Kemudian, sambil memamerkan belahan dadanya sendiri, Alisa berbisik dengan penuh gairah.
“Apa kamu penasaran dengan
ini?”
“Hei, tunggu, apa yang――!”
Ketenangan dan kewarasan
Masachika tampaknya benar-benar terpental
jauh, dan wajahnya langsung merah merona. Alisa merasakan tatapan Masachika
tertuju pada dadanya, dan sekujur tubuhnya menjadi panas serta berkeringat.
“Fu, fufu, dasar cabul.
Mesum~.”
Sambil menahan rasa malu yang
membuatnya ingin berteriak kapan saja, Alisa terus menggoda Masachika.
Kemudian, seolah-olah untuk menghindari tatapan Masachika, dia bersandar pada
dadanya lagi. Alisa merasakan detak jantung Masachika yang berdegup kencang
sama seperti dirinya ketika menempelkan telinganya di dada Masachika yang kekar
dan terasa nyaman.
(Hebat, jantungnya berdebar kencang... Fufufu, dasar benar-benar
nakal.)
Meski merasa malu sampai ingin membuatnya
berteriak, dia tidak keberatan. Entah itu disentuh atau dilihat oleh Masachika,
Alisa sama sekali tidak keberatan.
Perasaan apa ini? Bahkan
sekarang, dia masih merasa malu sampai ingin berteriak, tapi hatinya dipenuhi
dengan kebahagiaan. Dia merenungkan perasaan tersebut, pernah merasakan hal
yang sama di suatu tempat sebelumnya————
“O-Oi, Alya? Oi~!”
Suara Masachika yang dipenuhi
kegugupan membuat Alisa tertawa.
“Kenapa kamu malah melamun
terus? Jika kamu tidak terluka, aku ingin melepaskan diri dari pelukanmu.”
“Ara, apa kamu tidak suka
ketika aku memelukmu?”
“Bu-Bukannya begit――”
Melihat Masachika yang
kehilangan kata-kata, Alisa tertawa riang dan memejamkan matanya dengan penuh
kepercayaan.
(Aku hanya menggoda Masachika-kun saja. Hanya itu saja...)
Sambil menggumamkan hal itu di
dalam hati, Alisa bersandar pada Masachika. Ketika melihat senyum yang penuh
kepercayaan itu, Masachika pun membuat santai badannya seakan-akan dirinya sudah
menyerah. Dan mereka berdua terus berpelukan dengan tenang sampai musik tidak
lagi terdengar dari halaman sekolah.