Roshidere Jilid 7 Bab 6 Bahasa Indonesia

Chapter 6 — Senpai yang Berhati Jahat dan Senpai yang Berhati Baik 


“Begitu ya, jadi Suou-san melakukan hal seperti itu?”

“Ya. Oleh karena itu, aku ingin meminta Sayaka-san untuk bekerja sama dengan Takeshi-kun dan Hikaru-kun dalam pertandingan kavaleri nanti...”

Keesokan harinya, setelah mendapatkan persetujuan dari Takeshi dan Hikaru untuk bergabung dalam perlombaan kavaleri, Alisa dan Masachika mengunjungi Sayaka dari kelas 1-F selama jam istirahat. 

Ketika Sayaka mendengar apa yang terjadi dari Alisa, dia perlahan-lahan menaikkan kacamatanya dan berkata.

“Yah, aku tidak masalah sih, tapi ... kalian berdua benar-benar kecolongan. Aku tidak pernah menyangka pihak panitia mengubah format pertandingan sesuai keinginan Suou-san.”

“Ya, benar ... Kami benar-benar dijebak perihal yang satu ini...”

Sayaka lalu berkata sambil menatap Alisa, yang menundukkan kepalanya dan bahu terkulai.

“Siapa saja bisa merasa sedih. Tapi bukankah sebaiknya kamu perlu memikirkan apa yang dapat kamu lakukan untuk mempersiapkan diri menghadapi situasi yang sama di masa depan?”

“Ya, kamu benar.”

Sayaka melontarkan kata-kata pedas kepada Alisa tanpa ampun, dan Alisa hanya menganggukkan kepalanya tanpa bisa membantah. Kemudian, karena tidak tahan melihatnya, Masachika mulai angkat bicara. 

“Tapi yah, kali ini Yuki sangat pandai dalam menguatkan opininya. Sulit untuk membalas argumen yang begitu kuat darinya.”

Masachika berkata seolah ingin menengahi, tapi Sayaka justru menanggapinya dengan mendengus. 

“Tetap saja, kamu seharusnya jangan menuruti begitu saja usulan pihak lain. Jika mereka menggunakan perbedaan ukuran tubuh sebagai alasan, kamu seharusnya bisa mengatakan ‘Kalau begitu, tim kami akan membatasi rekan kerja sama hanya untuk perempuan saja'. Karena sejak awal, rekan kerja samanya adalah aku dan Nonoa, jadi seharusnya tidak ada risiko apapun.”

“Aku tidak kepikiran tentang itu.”

“Jika pihak memutuskan untuk melanjutkan dengan ide pertandingan tim, kalian seharusnya bisa memintanya untuk mengungkapkan peserta mereka terlebih dahulu ... Ada banyak cara untuk mengatasinya.”

““….””

Masachika dan Alisa terkesiap tanpa bisa berkomentar apa-apa ketika mendengar pernyataan Sayaka. 

Memang, seperti yang dikatakan Sayaka.

Pada saat itu, karena Chisaki dan Maria juga setuju dengan usulan Yuki, mereka benar-benar terbawa arus dan tidak bisa berpikir dengan jernih. Masachika sendiri justru sudah beralih untuk berpikir mencari siapa yang bisa diajak bergabung dengan cepat ... Namun, jika dipikirkan kembali dengan tenang, mereka tidak perlu untuk langsung menerima usulan Yuki tanpa syarat.

“... Itu benar sekali. Aku benar-benar menyesalinya.”

“Ya ...”

Sementara Masachika dan Alisa dengan tulus mengakui kesalahannya, Sayaka menghela napas dan memalingkan wajahnya. Masachika memiringkan kepalanya ke arah Sayaka yang terlihat lebih dingin dan emosional dari biasanya ... bahkan mungkin terlihat sangat jengkel.

Di sisi lain, Alisa mengangguk tulus dan memandang Sayaka sembari berkata.

“Itu benar-benar sangat membantu. Aku sangat berterima kasih atas bantuanmu dalam pertarungan kavaleri dan sangat mengandalkanmu nanti.”

“...Begitu ya?”

Sambil menanggapi perkataan Alisa dengan ketus, Sayaka terus merapikan kacamatanya. Melihat reaksinya yang begitu...sebuah tebakan muncul di benak Masachika, dan pipinya berkedut dengan kaku.

(Tidak, mana mungkin lah...)

Masachika segera menyangkal dugaannya sendiri, tetapi tidak ada tebakan lain selain dugaan tersebut.

(Orang ini…. Apa dia cuma merajuk karena posisinya di dalam tunggangan tim Alya direbut orang lain!!?)

Meskipun Sayaka berusaha mencoba menyembunyikan perasaannya yang sudah membaik dengan membetulkan kacamatanya… Masachika merasakan kekecewaan yang mendalam saat citra Sayaka di masa SMP hancur di depan matanya.


◇◇◇◇


“Apa aku sudah membuatmu menunggu?”

“Tidak juga kok~”

Pada jam istirahat makan siang. Setelah dipanggil oleh Maria, Masachika mengunjungi ruang OSIS sendirian.

Setelah membuka pintu dan masuk ke dalam, Masachika mendekati sofa di ruang OSIS yang sunyi, di mana Maria sedang duduk sendirian.

“…..”

Situasi ini mengingatkan Masachika pada percakapan terakhirnya dengan Maria tempo hari. Ia merasa sedikit gelisah saat mendekati sofa itu.

“Umm, ada urusan apa ya sampai memanggilku ke sini?”

“Hmm... yahh, duduklah dulu?”

Maria menunjuk tempat yang ada di sebelahnya. Masachika menelan ludahnya saat mengingat kejadian sebelum ujian.

(Tapi… kurasa alasan dia memanggilku ke sini untuk membicarakan hal yang waktu itu, kan?)

Sejak insiden itu, Maria menjadi sedikit canggung terhadap Masachika. Alasan kecanggungan Masachika terhadap Maria adalah karena cinta pertamanya dari masa lalu telah bersemi kembali. ...... tapi Masachika tidak mengerti alasan kecanggungan Maria.

(Jika dia ingin membicarakan tentang itu... aku tidak bisa lari dari sini. Aku juga ingin memilah-milah perasaanku sendiri.)

Dengan tekad seperti itu, Masachika duduk di sebelah Maria. Ia kemudian menunggu dengan sabar sambil melihat Maria yang masih ragu-ragu dan menatap lututnya.

Lalu, ketika jarum detik jam berputar satu putaran, Maria akhirnya membuka mulutnya.

“Umm, Kuze-kun... tuh…”

“Ya.”

Melihat Masachika, yang memperbaiki postur tubuhnya dengan tulus, Maria bertanya dengan tatapan penuh tekad.

“Kamu melihatku… dengan tatapan mata yang mesum, ‘kan?”

“...Hah?”

Pertanyaan yang terlalu tak terduga itu membuat pikiran Masachika menjadi kosong. Saat Masachika memiringkan kepalanya dan membeku, Maria melambaikan tangannya dengan panik.

“Ah, bukan begitu! Aku tidak menyalahkanmu atau apa pun... Aku tahu bahwa anak laki-laki di masa pubertas memang seperti itu! Jadi bukan karena itu buruk atau semacamnya….”

Dengan suara yang pelan dan rendah, Maria menundukkan kepalanya dengan malu-malu... Lalu, dia tiba-tiba menundukkan kepalanya.

“Maafkan aku! Sampai sekarang aku tidak pernah memikirkan hal seperti itu dan, umm, aku menempelkan tubuhku padamu….”

Maria mengangkat kepalanya perlahan-lahan dan berkata sambil mengalihkan pandangannya dengan malu-malu.

“Kuze-kun juga pasti kesulitan jika... hal yang seperti itu terjadi padamu, ‘kan? Karena kamu harus menahan diri... Aku melakukan hal yang sangat tidak peka, aku  benar-benar minta maaf!”

Sambil melihat bagian atas kepala Maria yang menunduk lagi… Masachika mulai berpikir.

(Ap-Apa yang harus aku katakan padanya...!?)

Itu adalah neraka. Bagi seorang remaja laki-laki, ini adalah neraka yang sebenarnya.

Masachika merasa seperti seorang anak cowok SMA yang majalah pornonya ditemukan oleh ibunya. Tentu saja, Masachika tidak pernah mengalami pengalaman seperti itu... Namun, situasi ini serupa di mana seseorang yang dekat dengannya dari lawan jenis secara langsung memergoki hasrat seksual dan perasaan tidak senonohnya.

(Apa aku harus menerima permintaan maafnya? Tapi jika aku melakukannya, itu berarti sama saja dengan aku mengakui bahwa aku melihat Masha-san dengan tatapan tidak senonoh... Tidak, aku memang melihatnya seperti itu. Jujur saja, aku memang melihatnya seperti itu! Tapi seperti yang dikatakan Masha-san tadi, itu wajar bagi seorang remaja laki-laki... )

Masachika berpikir begitu, lalu menyangkal pemikirannya sendiri dengan berkata “tidak”.

(Mengatakan bahwa ini karena masalah pubertas hanyalah alasan saja, huh... Faktanya, aku tidak memiliki hasrat yang sama terhadap Nonoa atau Elena-senpai....)

Ia tidak menyadarinya sampai sekarang.

Namun, ia memiliki hasrat terhadap Maria. Hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa Masachika menganggap Maria sebagai objek cintanya. Namun,

 (Yah, memang ada benarnya... tapi mengapa sekarang aku merasa begitu bersalah setelah mengakui Masha-san = Ma-chan...?)

Seolah-olah dirinya menodai gadis itu dalam ingatannya yang indah dengan hasratnya yang vulgar...... Sekarang, Masachika merasa sangat jijik dengan pikiran cabulnya sendiri sampai-sampai merasa ingin mati saja.

“Tidak, kamu tidak perlu minta maaf untuk hal seperti itu... jadi, tolong angkat kepalamu.”

Masachika mencoba untuk mengakhiri pembicaraan karena merasa sangat bersalah. Tapi kemudian, Maria tiba-tiba mengangkat wajahnya dengan cepat dan Masachika sedikit mundur.

“Maka dari itu! Kuze-kun!

“Y-Ya…”

Maria merentangkan tangannya ke arah Masachika, yang sedikit bersandar ke belakang. Kemudian, dengan ekspresi serius di wajahnya sekaligus pipi yang memerah, Maria lalu berkata.

“Sebagai permintaan maaf... Kamu boleh menyentuhku sepuasnya!”

“….Hah?”

“Sebanyak apapun yang sudah membuatmu menahan diri selama ini…. tanpa perlu menahan diri, kamu boleh menyentuhku sesukamu, kok?”

“Kenapa malah mengarah ke situ!!?”

Biasanya, bukankah seharusnya menjadi “Mulai sekarang, aku akan lebih waspada dan  menghindari kontak fisik ya” Mengapa dia malah pergi ke arah yang lebih agresif? Mengapa harus melakukan sesuatu yang menegaskan nafsu cabulku seperti ini?

“Ja-Jangan khawatir! Kalau itu Kuze-kun, aku akan baik-baik saja! Meskipun rasanya sedikit memalukan, tapi aku akan mencoba melakukan yang terbaik!”

“Tidak, akulah yang tidak baik-baik saja dan Masha-san tidak perlu mencoba yang terbaik segala!”

Masachika berteriak dengan panik pada Maria, yang wajahnya merah padam dan matanya tampak berputar-putar.

(Percuma saja. Dia terlalu banyak berpikir dan isi kepalanya sedang kacau!)

Kepala Masachika ikut berputar-putar ketika Maria sepertinya sudah melaju ke arah yang aneh….

“Ba-Baiklah, aku mengerti! Aku mengerti perasaan Masha-san!”

Karena tidak dapat mengatur pikirannya sama sekali, Masachika menjulurkan tangannya ke depan untuk menghentikan Maria dan mengutarakan perasaannya.

“Tapi seriusan, tolong jangan lakukan itu! Memang benar kalau aku memandang Masha-san dengan cara seperti itu, tapi aku merasa sangat tidak suka pada diriku sendiri karena itu. Jadi, jika aku menyentuh Masha-san di sini, aku mungkin akan mati karena benci pada diriku sendiri!!”

Tanpa tahu apa yang dikatakannya, Masachika menutup matanya dan berteriak sekuat tenaga ... dan keheningan yang menyakitkan menyelimuti ruang OSIS. Hanya suara jarum jam yang terus berdetak ...Lalu akhirnya, Masachika mendengar suara tawa kecil di telinganya.

Ketika ia membuka matanya perlahan-lahan, Masachika melihat Maria yang tertawa dengan perasaan lega.

“... Masha-san?”

“Ah, tidak apa-apa, maaf ya? Aku berpikir kalau Kuze-kun tetap masih Sa-kun.”

“??”

Meskipun ada tanda tanya di wajahnya, Masachika perlahan-lahan menurunkan tangannya, memutuskan bahwa kegilaannya sepertinya sudah mereda. Kemudian, dengan ekspresi wajah yang rasional, Maria membungkuk sekali lagi ke arah Masachika.

“Maaf ya? Aku jadi sedikit takut ketika menyadari kalau Kuze-kun adalah seorang pria.”

“Haa... umm, itu berarti….”

Itu berarti hasrat tersembunyiku sudah tertangkap basah, bukan? Dan kemudian kamu menyadari hasrat kotor yang aku miliki dan menjadi takut, bukan?

Ketika menyadari hal tersebut, Masachika merasa ingin mati lagi. Ia menekuk kedua lututnya dan hampir merasa depresi lagi... Tapi sebelum itu terjadi, Maria tersenyum dan berkata.

“Tapi itu sudah tidak apa-apa. Kuze-kun tidak akan melakukan sesuatu yang akan menyakitiku. Karena aku tahu kalau kamu masih menjadi Sa-kun yang baik hati.”

“Eh, maksudmu ...”

Setelah merenungkan perkataan Maria, Masachika membuat kesimpulan dengan otak yang masih kacau.

 “Apa jangan-jangan…. kamu tadi sedang mengujiku?”

 “Hmm ... maaf ya? Mungkin pada akhirnya begitulah yang terjadi.”

 “Begitulah yang terjadi ...maksudnya?”

Mendengar pertanyaan Masachika, Maria menurunkan alisnya sedikit meminta maaf.

“Memang benar aku merasa menyesal karena tidak menyadari kalau Kuze-kun adalah seorang pria. Aku juga merasa bersalah karena mungkin melakukan sesuatu yang tidak pantas ketika kita bersentuhan. Aku juga berpikir kalau jika itu Kuze-kun, aku tidak keberatan sama sekali kalau kamu menyentuhku. Tapi ... ketika aku melihat Kuze-kun begitu panik dariku, aku sedikit merasa lega.”

Sambil tertawa kecil, Maria menyipitkan matanya dengan penuh cinta.

“Aku merasa bahwa Kuze-kun belum berubah sama sekali ... dan aku merasa aneh karena merasa takut padamu.”

“Haa... tidak, tapi itu...”

Masachika memalingkan wajahnya dari Maria dan bergumam sambil menggaruk kepalanya.

“Seperti yang Masha-san katakan sebelumnya, memang benar kalau aku sedikit bermasalah... jadi mulai sekarang, aku ingin kamu menahan diri untuk tidak terlalu banyak menggodaku.”

“Fufu, baiklah~. Aku akan lebih berhati-hati~.”

“Jadi kamu tetap melakukannya?”

“Habisnya~, aku ingin dekat dengan orang yang kusukai~”

Setelah mengatakan itu dengan senyuman lembutnya yang biasa, Maria mengubah nada suaranya menjadi sedikit lebih tenang dan melanjutkan.

“Tapi ... ya benar juga~, mulai sekarang, aku akan sebisa mungkin untuk mengatakannya dulu sebelum menempel padamu, oke?

“Jadi kamu tidak akan berhenti menempel padaku, ya….”

“Ya. Oleh karena itu ...”

Kemudian, Maria merentangkan kedua lengannya dengan ringan. Sementara pipi Masachika berkedut melihat pemandangan yang terasa seperti déjà vu .... Maria tersenyum dan berkata..

“Ayo kita berpelukan untuk berbaikan.”

“….”

Begitu mendengar ajakan Maria, pertanyaan pertama yang muncul di benak Masachika ialah “Apanya yang perlu berbaikan?” Namun, setelah melihat senyuman Maria yang mirip seperti malaikat, Masachika tidak lagi memikirkan hal tersebut.

(Ya, memang benar ... Sama seperti aku yang menjadi Sa-kun, Masha-san juga adalah Ma-chan)

Pelukan ini memang tidak memiliki arti yang mendalam. Hal ini sama seperti tindakan anak-anak yang berbaikan setelah bertengkar. Sama seperti waktu itu, ketika tidak ada motif tersembunyi, mereka hanya perlu melakukannya dengan perasaan murni dan santai.

“Ya, ya, pelukan untuk berbaikan.”

Ketika Masachika berpikir seperti itu, perasaannya menjadi lebih nyaman. Masachika tersenyum kecil dan memeluk Maria dengan lembut. Maria juga memeluk Masachika dengan erat. Kemudian, Maria tersenyum puas di telinga Masachika dan tertawa, “Nfufufu”.

Sudah kuduga, ini tidak menakutkan.

Dengan perasaan lega, Maria mengungkapkan hal tersebut kemudian ...

Chuu

“Tu-Tunggu!”

Masachika tersentak dan tiba-tiba menarik diri saat merasakan sentuhan di pipinya.

Maria berdiri dengan senyuman nakal di wajahnya yang belum pernah dia tunjukkan sebelumnya, dan mengangkat jari telunjuknya ke depan bibirnya.

“Aku bilang, sebisanya~.”

Lalu, dengan mengedipkan matanya, Maria meninggalkan ruang OSIS dengan langkah ringan.

Melihat punggungnya pergi ... Masachika ambruk terduduk di sofa dan membenamkan wajahnya di sandaran tangan dan berteriak.

“Aku akan mati nanti!!”


◇◇◇◇


Sepulang sekolah hari itu. Setelah menyelesaikan kegiatan OSIS mereka, Masachika dan Alisa berganti baju olahraga dan pergi ke belakang gedung sekolah. Tak lama setelah mereka tiba di sana, Maria muncul, dan beberapa menit kemudian Elena juga muncul.

“Kerja bagusss~. Wah, seperti yang diharapkan, suhunya memang agak dingin ya~”

Masachika sedikit mengernyitkan keningnya saat Elena menggosokkan kedua lengan yang hanya memakai baju pendek.

“Apa kamu baik-baik saja? Kita hanya melakukan latihan ringan hari ini, jadi kamu bisa mengenakan jaket olahraga jika kamu merasa kedinginan ...”

“Yahh, tapi, kalau kita berlatih, tubuh kita pastinya akan menjadi hangat. ‘kan~.”

“Benarkah? Alya dan Masha-san, jika kalian merasa kedinginan, kalian bisa mengenakan jaket olahraga juga, loh?”

“Aku baik-baik saja.”

“Aku juga baik-baik saja kalau segini~”

“….Tolong jangan terlalu memaksakan diri kalian.”

Masachika sedikit menyesal karena merasa ia kurang memperhatikan kenyamanan wanita. Sementara itu, Elena berdiri di sebelahnya dan melihat Alisa serta Maria seraya berkata.

“Yahh, meski begitu... pakaian olahraga tuh memang sangat bagus ya.”

Komentar yang diucapkan dengan nada yang dalam membuat Masachika menatap Elena dalam diam. Kemudian, Elena tersenyum menyeringai dan menggerakkan sudut bibirnya dengan wajah yang tampaknya ingin mengatakan “Guhehehe”.

“Hyaahh, rasanya sangat menggoda ... entah kenapa membuatku jadi sedikit terangsang──”

“Elena-senpai, izinkan aku bertanya terlebih dulu: apa boleh menggunakan balasan fisik untuk melakukan tsukkomi?”

“Eh, melakukan balasan fisik yang langsung seperti itu ….”

Tebasan tangan Masachika melintas di depan mata Elena yang sengaja bertingkah malu-malu.

“.....”

“Maaf, aku hanya mengayunkan tanganku.”

“Kamu pasti sengaja melakukannya, ‘kan!?”

Masachika dengan cepat mengangkat tebasan tangannya ke arah Elena, yang berkata dengan wajah datar. Elena kemudian meletakkan tangannya di atas mulutnya dan menatap Masachika dengan tatapan menengadah.

“Aku baru pertama kali melakukannya ... jadi, tolong lakukan dengan lembut, ya?”

Pada saat itu, Masachika memberi jitakan yang tajam pada kepala Elena.

“Ughh…Kamu jahat banget, Kuze-kun. Kamu tidak boleh memukul seorang gadis, tau ... Apa yang akan kamu lakukan jika Elena-senpai berubah menjadi Masokis?”

“Pada saat itu, aku akan bertanggung jawab dan menjadikanmu seorang masokis.”

“Uwahh, junior ini benar-benar brengsek! Apa yang akan kamu lakukan jika kamu menjadikan Elena-senpai sebagai masokis?”

“Aku akan membiarkannya begitu saja."

“Apa yang kamu katakan ... Kamu akan membuangnya begitu saja?”

Sambil mengatakan hal yang kasar, Masachika memberikan tamparan pada bagian belakang kepala Elena. Meskipun tamparan itu hanya dilakukan dengan gerakan pergelangan tangan yang kecil, tetapi Elena merasakan sakit yang cukup besar dan menutupi kepalanya dengan kedua tangannya.

“Ugh... sel-sel otak merah muda Elena-senpai ..."

“Sudahlah, ayo sekarang kita akan membuat tunggangan kavalerinya.”

Setelah mengabaikan senpainya yang tenggelam dalam pikiran mesumnya, Masachika melihat ke arah Alisa dan Maria. Kemudian, mereka berdua menatap Masachika dan Elena dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

“Ada apa?”

Ketika Masachika tersentak sedikit, Maria meletakkan jari telunjuknya ke bibir dan sedikit memiringkan kepalanya.

“Kalian berdua ... kelihatan sangat akrab ya~”

“Hah? Tidak, kami bukan bertingkah akrab ...”

“Aku belum pernah melihat Kuze-kun berbicara dengan seorang gadis dengan begitu santai ...”

“Tidak, bukan seperti itu ..."

Karena dirinya selalu seperti itu dengan Yuki juga.

Masachika memikirkan hal itu sejenak, tetapi kemudian menyadari bahwa itu hanya berlaku untuk hubungan mereka ketika Yuki dalam mode adik perempuan. Kalau begitu, memang benar bahwa mungkin tidak ada gadis lain di sekolah yang membuatnya begitu santai... atau lebih tepatnya, memperlakukannya dengan cara yang ceroboh.

“Umm, yah, tidak masalah, ‘kan?... Lebih penting lagi, Masha-san, perutmu jadi kelihatan....”

“Eh? Ahh ...”

Masachika dapat melihat sekilas pusar Maria yang menyembul dari ujung seragam olahraganya, dan Masachika menunjukkannya sambil memalingkan muka. Kemudian, saat Maria membetulkan pakaiannya, Masachika memunggunginya.

“Kalau begitu, mari kita membentuk posisi kavaleri. Masha-san dan Elena-senpai bergandengan tangan denganku, dan meletakkan tangan kalian yang lain di bahuku...betul, seperti itu.”

Sambil menghadap ke depan, Masachika bergandengan tangan dengan Maria dan Elena di belakangnya. Lalu dirinya tersadar.

(Hah? Bukannya ini mirip seperti sepasang kekasih yang berpegangan tangan...)

Ketika Masachika berpikir seperti itu, dirinya mendengar suara yang sama dari belakang sisi kiri.

“Eh, apa-apaan ini? Tidak bisa dipercaya ... Bukannya ini cara berpegangan tangan ala sepasang kekasih~rasanya bikin malu, deh~” 

“Ara, kamu benar sekali~.”

Di antara jari-jari tangan kirinya, jari-jemari Elena bergoyang-goyang malu-malu. Sedangkan tangan kanan Masachika yang bergandengan dengan Maria diremas dengan penuh arti, dan pandangan dingin Alisa menusuk pipinya. 

“... Alya, semuanya sudah siap, ayo naiklah.”

“.....”

Berpura-pura tidak menyadari semua ini, Masachika berjongkok di tempat bersama Maria dan Elena dan memposisikan dirinya untuk menyambut Alisa sebagai penunggang. Kemudian, Alisa mengangkangi lengan Maria dan Elena, dan perlahan-lahan menyandarkan berat badannya pada mereka. 

“O-Offu, aku bisa merasakan sentuhan pantat Alisa-chan di lenganku!”

“Apa kamu sudah naik? Kalau sudah, letakkan kakimu di tangan kami...”

“Tidak, tunggu sebentar!? Teknik macam apaan ini!?”

Elena menjerit kesakitan ketika jari-jarinya yang digenggam dengan erat. Ketika dia menghela napas kecil dan mengendurkan tangannya, Elena menghela napas lega.

“Aduduh sakit ... Aku hampir saja pingsan* (orgasme) karena teknik jari Kuze-kunnn!?” (TN: Beda kanji, tapi cara pengucapannya sama seperti ketika cewek lagi mencapai klimaks makanya mimin kasih tanda kurung biar paham candaan si Elena :v)

“Kamu ini benar-benar tidak pernah kapok, ya?”

“Hehe ... Elena-san adalah tipe orang yang selalu membadut ketika dia bisa.”

“ ... Apa kalian sudah selesai?”

“Ya, oke.”

“Ya, siap.”

Dengan suara dingin Alisa yang terdengar jengkel, lengan Masachika dan Elena ditusuk ringan dengan ujung kakinya, lalu Masachika dan Elena merentangkan tangan mereka yang bergandengan. Kemudian, kaki telanjang Alisa, yang telah melepas sepatu dan kaus kakinya, diletakkan dengan lembut di atasnya.

(Hmm…..entah kenapa, rasanya sedikit aneh menyentuh kaki telanjang Alisa seperti ini ...)

“Ofuu, kaki manis Alisa-chan!?”

Suara bodoh Elena menghilangkan hasrat duniawinya, dan Masachika dengan tenang menyesuaikan posisi tangannya. Konon katanya, kalau ada orang disekitar yang lebih panik darimu maka kamu akan menjadi lebih tenang, namun nampaknya kamu juga akan menjadi lebih tenang jika ada orang terdekat yang lebih mesum.

“Kalau begitu, mari kita berdiri bersama-sama, ya~ Siap-siap~ satu, dua~ayo bangun!”

Mereka bertiga berdiri pada saat yang bersamaan dengan napas teratur. Kemudian, beban berat tiba-tiba jatuh di bahu Masachika saat tangan Maria dan Elena diletakkan di atasnya, lalu tangan Alisa diletakkan di atasnya. 

(Hmmm, ini lumayan...) 

“Ahh, tunggu sebentar, ini ...”

“Ugh, ini berat ... Tidak, meski aku tahu kalau itu tidak sopan untuk mengatakan kamu berat!”

Walaupun dengan sedikit goyah, tapi mereka tetap berhasil berdiri. 

“Ummm baiklah, mari kita coba bergerak dalam posisi ini sekarang.”

Kemudian, mereka mencoba serangkaian gerakan seperti berjalan maju, mundur, dan berjalan samping dalam posisi itu. Pada awalnya mereka kesulitan untuk menyelaraskan langkah mereka, tetapi dengan arahan dan bimbingan Masachika, mereka berangsur-angsur mulai bisa melakukan gerakan yang sama. 

“Bagus, selanjutnya. Alya, bagaimana kalau kamu mencoba berdiri?” 

“Eh ... apa kamu yakin?”

“Ya, karena kamu harus berdiri jika terjadi pertarungan untuk memperebutkan ikat kepala.” 

“Baiklah, aku mengerti….. kalau gitu, aku mulai ya.”

Usai mengatakan itu, Alisa mengangkat pinggulnya dan berdiri di atas tangan mereka──pada saat yang sama, Elena berteriak kesakitan. 

“Tu-Tunggu sebentar! Ini benar-benar sulit! Tanganku... tanganku bakalan copotttttt!”

Mendengar suara itu, Alisa segera duduk dan turun dari tunggangannya, lalu mereka melepaskan tangannya. 

“Phew~ ahh tadi itu sakit banget~ ...Ini sih kalau Alisa-chan berdiri nanti, bebannya enggak kira-kira~”

“Yah itu sih tentu saja, karena kamu harus menahan seluruh berat badan Alya ...”

“Ya ... Atau lebih tepatnya, kupikir setengahnya adalah kesalahan Kuze-kun.” 

“Kupikir itu salah Elena-senpai karena membuat komentar pelecehan seksual.”

Masachika mengalihkan pandangannya dari Elena yang menggeliat dengan rasa sakit dan kemudian mengalihkannya lebih jauh lagi saat melihat perut Maria mencuat lagi di balik ujungnya.

“... Masha-san, perutmu kelihatan lagi.”

“Ah, duhhh~.”

Elena mengangguk dengan ekspresi penuh pengertian kepada Maria, yang sedang buru-buru memperbaiki pakaiannya. 

“Karena Maria-chan memiliki payudara yang besar, sih. Mereka jadi terangkat ke atas, kan? Jadi, apa boleh buat.”

“Guhaa.”

Ketika mendengar hasil pengamatan yang sangat jujur, Masachika tercekat dan tidak bisa berkata-kata. Tanpa ada yang menghentikannya, Elena melanjutkan dengan menatap Alisa. 

“Dan Alisa-chan juga memiliki payudara yang lumayan besar ... Kupikir aku juga memiliki payudara yang lumayan besar, tetapi sekarang aku merasa tidak begitu yakin lagi ...”

“Oii! Bisakah kamu tidak membicarakan hal seperti itu di hadapan cowok ?!”

Karena tidak tahan lagi mendengarnya, Masachika meninggikan suaranya sambil memalingkan wajahnya, dan Elena menyeringai seraya menatap wajah Masachika. 

“Hmm~~~? Aku penasaran apa itu tidak masalah~? Klub orkes tiup selalu seperti ini, kok~?”

“... Jadi, itu adalah tempat luar biasa di mana pelecehan seksual oleh Ketua Klub merajalela, ya.”

“Itu adalah harem yang menyenangkan dengan banyak senyuman!!”

Masachika melontarkan pandangan penuh kejengkelan ke arah Elena, yang mengerutkan bibirnya dengan tidak puas. Kemudian, seolah ingin membalasnya, Masachika memberikan balasan dengan suara yang penuh arti. 

“Harem, ya ...”

“Ya, harem. Memangnya masalah?”

“... Ada kabar bahwa pada acara latihan klub orkes tiup, ketua klubnya mengatakan banyak hal dan meminta anggota wanita untuk mandi bersama, tapi ketika waktunya tiba untuk mandi, dia malah mandi sebentar di kamar.”

“Oi, hentikan!”

“Ada juga cerita bahwa dia mengatakan 'Aku tidak akan membiarkanmu tidur malam ini~' tetapi kemudian dia malah langsung tertidur sebelum malam berganti.”

“Hentikann! Kamu menghalangi urusanku, tauu!!”

Dengan berteriak dan mengayunkan kedua tangannya, Elena berusaha memberikan alasan, “Bukan begitu~, aku hanya berusaha untuk tidak terlalu lelah keesokan harinya setelah bersemangat seperti itu~.” Tanpa mempedulikan itu, Maria diam-diam bertanya kepada Masachika.

“(Eh, apa sebenarnya Elena-senpai memang orang yang seperti itu?)”

“(Meskipun dia terlihat begitu, dia sebenarnya orang yang pemalu dan naif. Selain itu, meskipun dia suka mengoceh candaan jorok, tapi sepertinya dia tidak terlalu suka melakukan kontak fisik, loh? Ya, dia adalah orang yang serius)”

“Oi yang di sana! Aku bisa mendengarnya, tau!”

“Aku memang sengaja membiarkanmu mendengarnya.”

“Seperti kamu bisa menebak semuanya....”

“Aku tidak bermaksud seperti itu sih."

“Po~kok~nya~! Jangan sembarangan menyebarkan gosip yang tidak berdasar!”

“Tidak perlu khawatir, orang-orang di sekitar senpai sudah pada sadar bahwa Elene-senpai adalah orang yang serius.”

“Mungkin karena itulah kamu bisa terpilih,” kata-kata itu ditelan oleh Masachika, sambil ditatap oleh Alisa dan Maria dengan tatapan hangat. Kemudian, wajah Elena memerah dan tubuhnya gemetar dengan kuat, dia lalu dengan cepat menutupi wajahnya dengan lengan kanannya dan berbalik melarikan diri dengan cepat.

“Uwaaaaah! Aku akan menuntutmu atas pencemaran nama baik!”

“Tanpa ada perekam suara, kurasa itu sangat mustahil~”

Tanpa memperdulikan tsukkomi Masachika, Elena tetap berlari menghilang di tikungan gedung sekolah.

“...Eh? Padahal kami masih di tengah latihan...”

Setelah melihat punggung Elena dengan ekspresi bingung, Alisa melirik wajah Masachika dengan kebingungan. Namun, Masachika hanya mengangkat bahu dengan ekspresi santai.

“Jangan risau. Dia bukan orang yang akan meninggalkan pekerjaan di tengah jalan.”

Setelah berkata begitu, beberapa detik kemudian.

“Ah, dia kembali...”

“Lihat, ‘kan? Karena dia orang yang serius.”


◇◇◇◇


“Hebat sekali kamu bisa berhasil sampai sejauh ini, wahai pahlawan yang pemberani.”

“Memangnya kamu tidak bisa mengucapkan selamat datang kembali dengan normal?”

Ketika Masachika kembali ke rumah setelah menyelesaikan latihan rahasianya sepulang sekolah, dirinya memelototi Yuki yang sedang duduk santai di kursi di ruang tamu. Lalu, ia melihat sekeliling dan memastikan bahwa tidak ada pelayan yang membaur dengan latar belakang.

“...Kamu sendirian hari ini?”

“Oh? Apa aku sendirian saja tidak cukup untukmu?”

“Bukan begitu, aku sudah kenyang.”

“Jadi kamu ingin mencicipi puding (Ayano) sebagai makanan penutup!”

“Jangan menulis nama Ayano dan membacanya menjadi pudding!?”

Setelah menertawakan tsukkomi tajam Masachika, Yuki berkata dengan nada santai.

“Meski kamu bilang kamu sudah kenyang... Apa itu berarti kamu menghabiskan waktu dengan seseorang yang melelahkan? Misalnya saja... Elena-senpai?”

“!!!”

Pipi Masachika berkedut sejenak ketika mendengar nama yang begitu mudah dilontarkan padanya, dan menyadari kesalahannya. Meskipun para anggota perlombaan telah bersusah payah berlatih diam-diam di belakang gedung sepulang sekolah agar mereka tidak ketahuan sebelumnya... Yuki menyeringai tanpa rasa takut, seolah-olah dia sudah mengetahui semuanya.

“Apa latihan kavalerimu berjalan dengan baik? Wahai Ani-ja.”

“...Jurus silat lidahmu sudah semakin mahir saja ya, Imouto yo.”

“Silat lidah? Tidak, tidak, tidak, aku sudah yakin. Jika kamu pulang terlambat pada jam segini, tidak ada alasan lain selain itu.”

Masachika tertawa sinis saat Yuki mengatakan itu sambil tersenyum.

“Jadi? Apa kamu datang hari ini untuk memeriksa situasi musuh?”

“Hmm? Itu hanya kebetulan saja. Tidak peduli siapa lawannya, aku tidak akan kalah. Aku tidak perlu menyelidiki segala.”

“Hee~, omonganmu berani juga. Jadi kamu percaya diri bahwa kamu bisa menghadapi lawan yang belum pernah kamu lihat sebelumnya.”

“Jangan meremehkanku. Aku juga bisa melihat kekuatan lawan hanya dengan melihat sebentar... Bahkan, aku bisa melihat sejauh mana tingkat erotisme dalam sebuah manga hanya dengan membaca bab pertamanya!”

“Aku juga bisa melakukannya, loh? Bahkan dengan beberapa halaman berwarna di awal, aku bisa melihatnya.”

“Rasio warna kulit pada halaman berwarna di awal. Itulah batas pemaparan untuk manga itu...!”

Masachika memberikan tatapan lembut kepada adik perempuannya, yang suaranya bergetar saat dia mulai berbicara seperti seorang ahli.

“Jadi, ujung-ujungnya buat apa kamu datang ke sini?”

“Hah? Jika ditanya untuk apa aku ke sini, tentu saja aku datang untuk...”

Kemudian, Yuki perlahan-lahan berdiri dan menggebrak meja dengan keras. Dia memandang kakaknya dengan tajam dan berkata,

“Tentu saja aku datang untuk menonton anime yang kita janjikan sebelum ujian!”

"...Oh iya.”

“Kamu lupa, ya? Jangan melupakannya oi!”

“Tidak, tadi itu hanya masalah memori yang kurang."

“Memorimu tidak cukup? Kamu bisa menggantinya dengan yang lebih besar dan menambah kapasitas penyimpanan dengan hard disk eksternal.”

“Karena yang dipakai USB 1.0, jadi tidak peduli apa yang kamu lakukan, itu akan memakan waktu untuk membaca isinya.”

“Tinggal beli saja yang yang baru.”

“Apa maksudmu aku harus bereinkarnasi?”

“Jika itu yang terjadi, aku akan ikut bereinkarnasi bersamamu.”

“Perasaanmu terlalu berat.”

“Di dunia baru, heroine yang bereinkarnasi adalah adik perempuan dari kehidupan sebelumnya.”

“Entah kenapa, kedengarannya seperti sesuatu yang mungkin terjadi.”

“Dan di dunia baru itu, adik perempuan yang bereinkarnasi adalah heroine dari kehidupan sebelumnya.”

“Tiba-tiba segalanya menjadi rumit.”

“Ngomong-ngomong, ini bukan tentang reinkarnasi ke dunia lain, tapi tentang reinkarnasi ke masa lalu.”

“...Hmm?”

“Dan sekarang, adik perempuan dari kehidupan masa kini mencoba meraih tubuh si heroine dan berteriak, 'Kembalikan tubuhku!'

“Jangan mendadak membuat cerita horor begitu! Aku jadi merinding, tau!”

“Judulnya adalah ‘Adik perempuanku mungkin bukan adik perempuanku.'.”

“Para pembaca yang berharap bisa mendapatkan komedi romantis dengan adik tiri akan menjadi sangat kecewa.”

“Aku menyukai cerita seperti ini, di mana arti sebenarnya dari judul terungkap nanti.”

“Aku juga suka, tapi itu bukan yang aku harapkan.”

“Kembali ke topik, menonton anime adalah salah satu alasan mengapa aku datang di sini."

“Apaan sih? Memangnya masih ada alasan lain?”

“Tentu saja, aku ingin meminta maaf karena sudah membuatmu sakit menjelang ujian.”

Diberitahu seperti itu dengan wajah datar, Masachika kehilangan kata-kata. Kemudian, ia tersenyum kecil saat melihat wajah serius adiknya.

(Yah, jika Alya saja bisa menyadarinya, mana mungkin kamu tidak menyadarinya ……)

Saat ia sedang mengejek dirinya sendiri, Yuki mendekatinya dan menatapnya dari jarak dekat.

“Apa kamu sudah baikan sekarang?”

“Ya, apa kaki kananmu sudah tidak sakit lagi?”

“Ya.”

“Begitu ya, syukurlah.”

“Dan dalam pertempuran kavaleri nanti, kita bisa bertarung satu sama lain secara jujur dan adil tanpa hambatan apapun, ‘kan?”

“Baguslah.”

Setelah mereka saling bertukar senyuman tanpa rasa takut, senyuman Yuki tiba-tiba berubah menjadi senyuman nakal dan merentangkan kedua lengannya.

“Jadi, sebagai permintaan maaf, kamu bebas mencintai diriku sebanyak yang kamu inginkan hari ini.”

“.... Apa bedanya dengan hari biasanya?”

“Itu cuma masalah perasaan saja. Oh ya, mumpung sekalian, bagaimana kalau kita mencoba lagi, aku ingin digendong seperti putri.”

“Ditambah lagi kamu menuntut itu segala ... Lah tapi waktu itu hanya kekuatan spontan karena panik saja….”

“Oh? Tidak bisa~? Padahal kamu baru saja mengangkat Alya-san dengan mudah, tapi kamu tidak bisa mengangkatku~?”

“Ahh~ iya deh~ iya deh~. Tunggu sebentar ya, hops!”

Masachika mengumpulkan tenaganya, lalu melingkarkan tangannya di bawah bahu dan lutut Yuki, lalu mengangkat tubuhnya dengan satu tarikan napas.

“Uwaahhh~ yahoiii~~! Luar biasa! Hebat, hebat~! Ahaha tinggi banget~!”

“Tunggu, jangan menggerakkan kakimu!”

“Oke, aku akan membiarkanmu menggendongku seperti ini sampai kita menyelesaikan maraton anime!”

“Lenganku akan mati rasa, tau!”

“Aku akan membuat tanganmu keseleo sebelum pertarungan kavaleri dimulai. Ini juga merupakan bagian rencana dari kampanye pemilu ...”

“Bukannya kita sepakat untuk bertarung secara adil!"


Mereka berdua masih bertingkah seperti biasa.

Percakapan santai tentang kehidupan sehari-hari.

Dalam prosesnya, mereka saling meluruskan kekhawatiran satu sama lain dan ...... menegaskan satu sama lain bahwa mereka akan bertarung dengan jujur dan adil.


Dan pada akhirnya, hari pertandingan pun tiba.


 

 

 Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya 






close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama