[LN] Anti-NTR Jilid 2 Bab 4 Bahasa Indonesia

 Chapter 4

 

 [Sudut Pandang Ayana]

[Selain tidak bisa mengucapkan terima kasih, tak peduli apapun alasannya, aku membenci ibu karena mengucapkan kata-kata kejam seperti itu... aku tidak ingin berpikir bahwa aku memiliki darah yang sama denganmu.]

Ketika aku mengucapkan kata-kata itu, ibuku terlihat terkejut saat menatapku.

Ekspresi ibuku seolah-olah dia mendengar sesuatu yang tidak mungkin, dan aku merasa lebih puas karena berhasil mengatakan hal itu daripada merasa bersalah.

Namun…. Towa-kun bergerak untuk membantu ibuku.

[Aku juga akan pergi. Walaupun aku tahu ibu Ayana tidak mempunyai kesan yang baik padaku, tapi dia tetaplah ibumu dan ada cukup alasan bagiku untuk menolongnya— Ayana, kamu bisa menunggu di sini.]

Towa-kun tidak tahu bahwa ibu menyembunyikan sesuatu yang buruk, tetapi ia tahu bahwa dirinya tidak disukai oleh ibuku. Meski begitu…. karena Towa-kun sangat baik, jadi ia dengan cepat bergerak untuk membantu ibuku. Meskipun aku diminta untuk menunggu, aku tidak bisa menahan diri dan menendang tempat sensitif pria itu.

[Cepat menyingkirlah dari sini!]

….Karena aku sangat putus asa, aku berkata-kata dengan keras seperti itu tanpa sadar.

Aku menunjukkan sisi diriku yang selama ini aku sembunyikan di depan Towa-kun, ibuku dan teman sekelasku, seperti Aisaka-kun. Aku merasa malu, tetapi aku merasa sedikit lega.

Jika ditanya apakah aku menyukai atau membenci ibuku, aku akan dengan tegas mengatakan bahwa aku membencinya.

Aku tahu bahwa aku berhutang budi padanya karena telah membesarkanku selama ini. Aku juga tahu bahwa dia telah mengalami kesulitan dan kesedihan karena perceraian ayahku….tapi, bagiku, Towa-kun jauh lebih penting daripada hal-hal itu!

“Hei~! Apa yang sedang kamu pikirkan, Ayana-chan?”

“Kyaa!?”

Mungkin karena aku terlalu terfokus pada pikiranku, Akemi-san yang sudah berdiri di belakangku tiba-tiba memelukku. Dia bahkan mengelus-elus dadaku tanpa ragu-ragu.

 “A-Akemi-san! Aku sedang mencuci piring sekarang!”

“Kalau begitu, ayo berhenti sejenak dan bermain-mainlah denganku~”

“Jika aku berhenti, aku tidak akan pernah selesai!”

Saat aku mengatakan itu dengan suara sedikit lebih keras, Akemi-san menggembungkan pipinya dan pergi menjauh.

Meskipun aku merasa kesulitan karena dia merajuk seperti itu, tapi karena dia juga adalah ibu Towa-kun yang sangat kusayangi, tingkah laku Akemi-san yang seperti ini terlihat sangat lucu dan manis.

(Aku ingin mandi bersama Towa-kun...)

Ketika aku berada di rumah Towa-kun, aku ingin selalu berada di dekatnya ... bahkan jika itu berarti aku ingin berada di sampingnya di tempat lain selain toilet...itu masih normal, kan?

Aku meyakinkan diriku sendiri dengan pikiran itu dan berharap bisa tidur di sampingnya malam ini.

Sambil merasa seperti menjadi gadis yang konyol, aku mulai membantu pekerjaan rumah tangga karena Akemi-san mabuk.

“Ayana-chan, kamu yakin benar-benar tidak butuh bantuan?”

“Sudah kubilang, aku baik-baik saja. Karena aku sudah diberi makanan, jadi biarkan aku melakukan ini.”

“Hmm~...aku khawatir jika keberadaan Ayana-chan akan membuatku jadi orang yang buruk jika terus menerus membantuku. Kurasa Towa juga harus berhati-hati kali ya?”

Aku akan sangat senang jika Towa-kun menjadi orang yang buruk karena diriku...itu artinya dia tidak akan pernah meninggalkanku dan aku harus merawatnya, bukan? Itu adalah rencana masa depan yang sangat bahagia.

“Tapi aku yakin Towa pasti tidak suka dirawat terus-menerus seperti bayi.”

Akemi-san mengatakannya sambil tertawa keras.

Aku setuju dengan pendapatnya, karena aku takkan membiarkan Towa-kun bergantung pada siapapun…..Jika ada kesulitan, ia akan berbagi, dan jika ada sesuatu yang mengganggunya, ia akan mendiskusikannya denganku.

“...Ah.”

“Apa ada yang salah?”

“Bukan apa-apa.”

Akemi-san menyadari perubahan wajahku yang tiba-tiba.

Aku tersenyum seolah-olah tidak terjadi apa-apa, tetapi Akemi-san tetap menatapku dengan tajam sambil meminum birnya dengan cepat.

...Aku merasa sedikit terganggu.

Towa-kun berbagi kesulitan denganku dan memanggilku untuk membaginya..... aku merasakan hal itu dengan jelas saat di sekolah.

(Aku...aku...)

Bukan hanya Towa-kun saja, tapi Shu-kun juga mengatakan hal yang sama padaku.

Ia mengatakan bahwa aku sepertinya terlihat sangat bahagia ketika berinteraksi dengan Honjo-senpai dan Mari-chan.

(...Itu menyenangkan...aku merasa senang berinteraksi dengan mereka...)

Aku…tidak bisa menyangkal itu.

Bagi aku, mereka seharusnya hanya menjadi peralatan panggung yang sudah disiapkan untuk membuat Shu-kun putus asa...perasaan itu tidak berubah sampai sekarang.

(Tapi mengapa...)

Aku berhenti mencuci piring dan menggelengkan kepalaku dengan keputusasaan.

Ini tidak baik, aku akan membuat Towa-kun khawatir ketika kembali dari kamar mandi...itu akan membuatnya mengkhawatirkanku lagi seperti saat kami di kafe...aku tidak ingin itu terjadi...aku selalu ingin tersenyum untuk Towa-kun!

“Ayana-chan, berhenti.”

“...Ah.”

Tanganku yang sedang mencuci piring digenggam erat oleh Akemi-san.

Bukan Akemi-san yang tadi minum bir dengan wajah senang, tapi Akemi-san yang serius dan menatapku dengan tajam berdiri di sampingku.

“Meskipun aku yang memintamu untuk membantu, sekarang biarkan aku yang melakukannya. Istirahatlah sejenak, Ayana-chan.”

“Tapi...”

“Beristirahatlah.”

“...Baiklah.”

Ughh….aku tidak ingin dia marah padaku, tetapi aku sangat takut ketika dia menatapku dengan serius seperti itu.

Aku membiarkan Akemi-san menyelesaikan sisa cucian dan duduk di tempat yang tadi diduduki oleh Akemi-san dan mengawasinya...karena setidaknya sekarang, Akemi-san masih terlihat mabuk.

“Nee, Ayana-chan.”

“Ya?”

“Towa sudah memberitahuku dengan ringan mengenai apa yang terjadi. Kamu mengatakan sesuatu yang sangat berani, ya?”

“Ya...”

Aku bukannya melarang Towa-kun untuk tidak membicarakannya dan terlebih lagi, aku datang menginap di rumanya saat kami masih ada jadwal sekolah keesokan harinya...jadi wajar saja jika Towa-kun menceritakan semuanya pada Akemi-san.

Namun…. secara pribadi, aku mungkin tidak ingin Akemi-san mengetahuinya.

Aku tidak ingin memberikan kesan yang buruk seperti gadis yang kasar atau kejam...itu sih karena, tahu sendiri lah, aku tidak ingin itu mempengaruhi masa depanku!

“Umm… apa aku terlalu berlebihan mengatakannya?”

“Hmm~, mungkin. Setidaknya, jika Towa mengatakan hal yang sama padaku, aku mungkin akan merasa ingin mati saja.”

“Ugh...”

Akemi-san hanya tersenyum getir saat melihatku menunduk dengan sedih.

Sepertinya dia baru saja selesai mencuci piring dan Akemi-san meraih tangan kananku setelah mengelapnya sampai bersih.

“Ayo pergi duduk di sofa, kalau di sana aku bisa memeluk Ayana-chan dengan tenang ♪”

“Uhmm...”

Oh tidak, ada sesuatu yang tidak beres...Towa-kun, cepatlah kembali ke sini!

Meski aku berharap begitu, tapi Towa-kun pasti sedang bersantai menikmati mandi air hangat saat ini.

Setelah aku duduk di sofa, Akemi-san memelukku erat dan bau alkoholnya membuatku sedikit pusing.

“Maaf kalau bau alkohonya sedikit mengganggumu.”

“Tidak apa-apa, baunya memang sedikit menggangguku, tetapi aku baik-baik saja. Karena itu adalah bau dari Akemi-san.”

“Ketika kamu menunjukkan ekspresi seperti itu, aku merasa harus melepaskanmu dengan cepat.”

“Fufufu, sudah kubilang aku baik-baik saja!”

Meskipun baunya sedikit mengganggu, aku suka ketika Akemi-san memelukku seperti ini...dan aku juga memeluknya kembali dengan erat.

“... kamu tuh benar-benar imut sekali ya, Ayana-chan.”

Saat Akemi-san mengelus-elus kepalaku, aku jadi teringat dengan masa kecilku.

Dulu, ibuku juga selalu mengelus-elus kepalaku seperti ini...sepertinya, itu terjadi jauh sebelum aku bertemu dengan Towa-kun.

Tapi...meskipun ada masa lalu seperti itu, aku masih berpikir seperti ini.

“Seandainya Akemi-san... Seandainya Akemi-san adalah ibuku, aku ingin tahu seberapa bahagianya diriku.”

Aku mengucapkan kata-kata itu tanpa sadar, bahkan tidak menggunakan bahasa sopan.

Mungkin bagi Akemi-san yang tiba-tiba mendengar kata-kata itu akan merasa kesulitan, tapi aku benar-benar mengucapkannya dengan alami.

Setelah beberapa saat keheningan, Akemi-san mulai membuka mulutnya.

“Ayana-chan, kamu pasti membawa sesuatu yang berat ya.”

“......”

“Aku tidak tahu apa itu, meskipun aku mencoba untuk mengatakannya dengan kata-kata, aku merasa kalau Ayana-chan pasti tidak akan memberitahuku.”

Itu adalah kata-kata yang sangat menyakitkan untuk didengar.

Padahal aku selalu berpikir bahwa aku pandai menyembunyikan diri... Baik Shu-kun, Ibuku, Hatsune-san, dan Kotone-chan tidak tahu jati diriku yang sebenarnya….jadi kupikir aku pandai menyembunyikan diri, tapi Towa-kun dan Akemi-san bisa segera menyadarinya.

“Tapi aku yakin semuanya akan baik-baik saja.”

“…Hah?”

Akemi-san menatapku dengan tatapan lembut saat aku mengangkat kepalaku.

Meskipun penampilannya yang mencolok bisa menakutkan bagi sebagian orang... Tapi Akemi-san yang menatapku benar-benar seperti ibu yang lembut.

“Karena Towa berada di sisimu. Aku yakin dia akan selalu menyelamatkanmu, tidak peduli dalam situasi seperti apa... Itulah yang aku percayai.”

“Towa-kun…akan selalu…menyelamatkanku?”

“Ya, tentu saja bukan hanya Towa, aku juga selalu siap untuk membantumu. Jadi Ayana-chan, jangan lupa bahwa kamu tidak pernah sendirian. Selalu ingat bahwa ada seseorang yang bisa kamu andalkan di dalam hatimu.”

“…Ya.”

Ah... hatiku merasa lega mendengar kata-kata itu... benar juga…. aku akan mengingatnya.

Tapi aku baru akan memintanya setelah semuanya selesai──Pada saat itu, aku akan meminta Towa-kun untuk memanjakanku…hanya setelah aku merasa yakin  bahwa tidak ada lagi yang akan menyakitinya.

“Akemi-san.”

“Ya, ada apa?”

“…Bisakah aku bermanja-manja sedikit sekarang?”

“Tentu saja.”

Seperti yang aku katakan, aku membenamkan wajahku ke dalam dada Akemi-san dan membiarkan diriku merasa nyaman selama beberapa saat.

“Aku kembali~ Lah, ibu, kamu sangat memanjakan Ayana banget, ya?”

 “Oh, Towa. Selamat datang kembali.”

“Selamat datang kembali, Towa-kun. Umm, itu... aku meminta kenyamanan darinya♪”

Segera setelah itu, Towa-kun keluar dari kamar mandi... Dan umm…. Maafkan aku karena menggunakan kata-kata mesum seperti itu, tapi pipinya yang memerah saat menyeka rambutnya dengan handuk sangatlah seksi, bagian bawah perutku jadi sedikit becek....

“Aroma birahi dari Ayana-chan!”

“Ap-Apa yang kamu bicarakan!!”

Aku tidak keberatan menunjukkan perasaanku pada Towa-kun... Tapi! Aku sangat malu jika Akemi-san, ibunya, menyadari hal itu dan kemudian mengomentarinya. Aku merasa seperti ingin mati sekarang juga!

“Apa sih yang ibu bicarakan... Ayana, pergilah ke kamar mandi.”

“Baiklah...!”

Mungkin Towa-kun menyadari kalau aku merasa malu, karena ia dengan lembut menawarkan bantuan. Jadi aku segera bangkit dari tempat dudukku dan mengangguk pada Touwa-kun.

“Ayana-chan masih seorang tamu di sini. Aku sampai lupa karena rasanya sangat wajar karena ada beberapa pasang piyama dan pakaian dalammu di sini.”

“Fufufu, aku dengan senang hati menempatkannya. Terima kasih banyak.”

Berkat kebaikan Towa-kun dan Akemi-san, aku sudah menyimpan beberapa pasang pakaian dalam dan bajuku di sini. Jadi, bahkan jika aku harus menginap tanpa rencana seperti hari ini, aku tidak perlu mengkhawatirkan baju gantiku.

“Baiklah, kalau begitu, aku akan pergi sekarang.”

“Oke.”

“Hati-hati ya.”

Saat aku hampir meninggalkan ruang tamu, aku mendengar suara Towa-kun yang terdengar sangat kesal karena Amemi-san memintanya untuk melakukan sesuatu. Aku menemukan itu lucu.

Sambil tertawa kecil, aku menuju ke ruang ganti, melepas pakaianku, dan masuk ke kamar mandi.

Ketika aku merendam kepala di bawah pancuran air hangat, aku tiba-tiba melihat ke arah cermin.

“…Eh?”

Sejenak, aku merasa seperti ada seseorang yang memakai hoodie hitam di belakangku.

“Siapa…..!?”

Kamar mandi adalah tempat di mana seseorang cenderung merasa rileks dan terbuka, jadi aku langsung berbalik dengan kaget... Tapi di sana tidak ada siapa-siapa. Mungkin itu hanya imajinasiku.

“…………”

Tapi aku pasti melihatnya dengan jelas.

Wajah yang tersembunyi di balik hoodie hitam mungkin... adalah wajahku sendiri.

Aku merasa seperti sedang melihat diriku sendiri dengan mata yang penuh keputusasaan, memohon seseorang untuk membantuku... Itu adalah pandangan yang aku rasakan.

“….Apa aku terlalu lelah?”

Mungkin aku benar-benar kelelahan, mengingat semua kejadian yang terjadi hari ini.

Aku terus merenung dalam keheningan, tetapi kemudian aku ingat bahwa Akemi-san juga akan mandi, jadi aku cepat-cepat membersihkan diri.

Pada saat aku merendam tubuhku dalam air hangat, aku lupa tentang penglihatan aneh yang tadi kulihat dan hanya memikirkan tentang Towa-kun dan apa yang akan kami lakukan nanti.

“…Towa-kun♪”

Sudah kuduga, sepertinya aku kehilangan kemampuan berpikir secara rasional saat berkaitan dengan Towa-kun.

“Fufu, ini juga bagian dari cinta, bukan?”

Ya, ini adalah cinta! Tidak peduli apa yang dikatakan orang lain, ini adalah cinta!

Aku menggenggam tanganku erat-erat di dalam air dan hanya memikirkan tentang Towa-kun saat aku menikmati waktu santai di bak mandi.

 

▽▼▽▼

[Sudut Pandang Towa]

Pertanyaan tentang kamar siapa yang akan ditiduri Ayana ketika dia datang untuk menginap adalah hal yang konyol.

Di tengah kamarku... atau lebih tepatnya, aku menyiapkan futon tepat di samping tempat tidurku untuk menciptakan lingkungan di mana Ayana bisa tidur.

“Padahal aku ingin tidur di kasur yang sama dengan Towa-kun….”

“Hahaha, aku juga berpikir sama begitu. Tapi tidak ada salahnya untuk menyiapkan futon. Siapa tahu kalau tempat tidurku bakal terlalu sempit.”

“Hmm~... Tapi aku tidak merasa kesulitan untuk tidur dengan Towa-kun. Aku sendiri tidak bisa membayangkan melepaskan kebahagiaan itu.”

“Jadi sampai segitunya ya.”

“Ya, itu pasti.”

Aku tersenyum kecut padanya yang membuat pose tinju.

“…. Hmmm.”

Tapi... aku merenung sambil bersilang tangan.

Ini pertama kalinya aku membiarkan dia menginap di kamarku sejak aku menjadi Towa... Tentu saja aku merasa gugup, dan aku ingin merangkulnya dan merasa dekat dengannya sekarang juga.

Namun, yang lebih penting bagi hatiku adalah kebahagiaan yang kurasakan saat dia berada di dekatku. Bahkan saat kami tidak saling menghadap, aku merasa sangat bahagia bahwa aku bisa melihat matanya.

“Apa ada yang salah?”

Ayana bertanya dengan wajah penasaran, tapi dia tersenyum bahagia karena aku menatapnya dengan penuh perhatian.

Senyum itu tidak hanya cantik, tapi juga menunjukkan pesonanya yang tersembunyi di balik piyama merah muda yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Dia terlihat sangat berbeda dari saat memakai seragam atau pakaian biasa.

“Bukan ada apa-apa. Lebih penting lagi, kelihatannya kamu dan ibu sudah sangat akrab, ya?”

“Ah... Ya, benar, kami berbicara dengan sangat akrab.”

Tentu saja, aku tidak melewatkan ekspresi Ayana yang menggelap sesaat.

Aku menepuk-nepuk tempat tidur di sebelah tempatku duduk dan menyuruh Ayana untuk datang ke sini, lalu Ayana pun segera bangkit dan duduk di sebelahku.

“Ayana.”

“Ya♪”

Ketika aku memeluknya, dia tersenyum bahagia dan menyandarkan kepalanya di bahuku.

Aku memindahkan tanganku dari bahunya ke kepalanya dan mulai membelai rambutnya dengan lembut.

“Aku punya gambaran samar tentang apa yang ibumu bicarakan. Aku juga sama, tapi ibuku juga sangat perhatian pada Ayana... jadi jangan lupakan itu, ya.”

“…Tentu saja. Aku merasa sangat bahagia karena kamu dan ibu memikirkanku seperti itu.”

Walaupun suaranya terdengar sedikit murung, tapi Ayana tetap mengatakan itu.

Saat kami saling bertukar pandangan sejenak, Ayana tiba-tiba berseru seraya meraih ponselnya yang terletak di atas futon dan memeriksa sesuatu.

“Kupikir ada pesan dari ibu, tapi sepertinya tidak ada apa-apa.”

“……Begitu ya.”

Karena biasanya Ayana seharusnya sudah berada di rumahnya pada waktu sekarang ... Apa itu karena dia terguncang oleh kata-kata Ayana sehingga dia bahkan tidak bisa mengirim satu pesan pun, atau karena ibunya orang yang acuh sehingga dia tidak perlu mengirim pesan sama sekali ... Tidak ada cara untuk memastikan itu sekarang.

Namun, ketika Ayana sedang menatap ponselnya seperti itu, telepon tiba-tiba berdering.

“Ah ...”

“? Kamu bisa menjawab jika kamu mau, kok?”

“Baiklah.”

Bahkan jika ada seseorang meneleponnya, aku tidak bisa melarangnya untuk jangan mengangkatnya, dan aku tidak punya niat untuk mengatakan itu sejak awal... Tapi kira-kira, siapa yang meneleponnya?

Bohong rasanya jika aku mengatakan bahwa hal tersebut tidak menggangguku sama sekali, tetapi jika aku meminta diriku sendiri untuk tidak mengkhawatirkannya, maka aku mungkin akan berhenti merasa terganggu...... Namun ternyata, orang yang meneleponnya benar-benar seseorang yang membuatku sedikit terganggu.

“Apa ada yang salah──Shu-kun?”

Rupanya, orang yang meneleponnya adalah Shu. Mereka hanya melakukan percakapan sehari-hari seperti biasa.

Walaupun aku tidak tahu Ayana memasang ekspresi seperti apa karena dia membelakangi aku, aku merasakan bahwa dia terdengar agak kesal ketika berbicara dengan Shu.

“Apa kamu membutuhkan sesuatu dari aku? ...Oh, jadi kamu cuma ingin berbicara saja... Seberapa sering kamu menganggapku sebagai orang yang banyak waktu luan di dalam pikiranmu, Shu-kun?”

Shu tidak berpikir Ayana adalah orang yang banyak waktu luang, dia hanya ingin berbicara dengannya. Kemudian, aku membaca manga sambil tidak melakukan apa-apa, tetapi di situlah aku menyadari betapa sempitnya hatiku.

“Aku tidak menyukainya.”

Meskipun aku sendiri yang mengizinkannya untuk mengangkat telepon, tapi sekarang aku justru menyesalinya.

Aku merasa marah pada Ayana karena berbicara dengan pria lain ketika aku berada di sampingnya, dan merasa marah pada Shu karena mengganggu waktu yang aku habiskan dengan Ayana... Apa aku benar-benar orang yang sedangkal ini?

“Apa yang sedang aku lakukan sekarang? Aku sih sedang tidak melakukan apa-apa ...”

Dua perasaan yang saling berkecamuk di dalam diriku— perasaan kotor dan perasaan sabar— seperti malaikat dan iblis yang berbisik di telingaku. Aku bangkit dan merespons bisikan iblis dengan memeluk Ayana dari belakang saat dia duduk di atas futon.

“Kyaa !?”

“...........”

Ayana terkejut dengan pelukanku yang tiba-tiba karena dia lengah.

Karena aku sangat dekat, aku bisa mendengar suara Shu melalui smartphone-nya, tapi aku mengerahkan seluruh kekuatanku untuk memeluk Ayana tanpa memedulikannya.

“Tidak, bukan apa-apa. Jadi ... apa kita masih akan melanjutkan pembicaraan?”

Ayana yang terkejut, meski hanya sesaat, tidak mengeluh padaku untuk melepaskannya, apalagi protes secara diam-diam dengan menampar lenganku ...... Dia hanya mengelus lenganku dengan lembut.

“Kamu sepertinya belum tidur hari ini, tapi kita juga tidak bisa terus-terusan teleponan begini. Aku juga ingin bersantai dulu sebelum tidur.”

Aku yakin Shu pasti tidak pernah membayangkan bahwa Ayana sedang berada di rumahku.

Aku tidak merasa bersalah sedikit pun saat mendekati Ayana dengan cara ini, justru aku bahkan memiliki perasaan yang jahat karena dia berada dalam pelukanku sekarang.

“Unn...”

Ayana mengeluarkan suara erotis seolah-olah merasa nyaman dengan gerakan tanganku.

Ketika aku menyentuh Ayana dari belakang seolah-olah ingin mengganggunya, aku mencoba mengingat di mana aku pernah melihat adegan seperti ini di dalam game.

Tapi ketika aku sedang mencoba mengingatnya, Ayana mengucapkan selamat malam kepada Shu agar dia bisa segera mengakhiri panggilan.

“Ayana?”

“Sudah cukup, Towa-kun! Aku tidak bisa menahannya lagi!”

“Huhphm!?”

Dia membalikkan tubuhnya dan menciumku.

Awalnya dia hanya memberi kecupan saja, tapi lambat laun ciumannya menjadi semakin liar dan akhirnya kami mulai berciuman dengan melilitkan lidah kami.

Saat kami melepaskan bibir kami, air liur kami saling terhubung seperti benang perak, dan akhirnya terputus seolah kehilangan kekuatannya.

“Towa-kun tuh benar-benar nakal ya, kamu seharusnya tidak boleh melakukan hal itu di tengah-tengah panggilan telepon.”

“... tolong jangan ketawa,oke?”

“Apaan sih?”

“Sekarang cuma ada kita berdua sekarang ...Itu sebabnya aku ingin kamu harus fokus hanya pada diriku.”

Saat aku memberitahunya dengan jelas dan jujur, Ayana meletakkan tangannya ke mulutnyadan tertawa kecil.

Tawa itu bukanlah tawa yang meremehkan diriku, melainkan tatapan yang terus-menerus menatapku tanpa henti.

Aku adalah... Towa.

Aku adalah Towa, tetapi aku juga bisa dibilang orang lain…..Namun, Ayana mempercayai dan tidak meragukan bahwa aku adalah Towa.

(... Apa aku… akan tetap di sini selamanya ... Atau mungkin apa aku akan menghilang setelah menyelesaikan peranku ...?)

Saat aku memikirkan hal itu, aku merasa bulu kudukku langsung berdiri.

Aku yakin bahwa aku adalah Towa ... Aku merasakan itu dan meyakini kalau aku sudah menetap sebagai Towa di dunia ini.

Tapi… setelah benar-benar mengalami reinkarnasi seperti ini, aku merasakan bahwa hal-hal yang seharusnya mustahil telah terjadi—— artinya, aku mungkin bisa saja tiba-tiba menghilang dan kembali seperti semula.

“Towa-kun?”

“...........”

Aku meletakkan tanganku di kepala Ayana dan melingkarkan tanganku di punggungnya saat aku memeluknya dengan erat.

Aku berharap untuk tidak melepaskan kehangatan ini ... Aku benar-benar ingin tetap di sampingnya, aku ingin tetap berada di sisi Ayana.

Bagiku, dia sudah menjadi sosok yang sangat penting ... Dia bukan hanya sekedar seorang gadis dalam game!

“... Ini mungkin pertama kalinya Towa-kun begitu menginginkan sesuatu.”

“Hah?”

Aku menatap Ayana dengan keheranan.

Dia terus berbicara perlahan sambil meletakkan tangannya di pipiku.

“Towa-kun ... Aku sangat menyukaimu. Aku sangat menyukaimu sampai-sampai aku merasa bisa melakukan apa saja untukmu ... Aku mencintaimu.”

Lalu aku mendorong Ayana yang menciumku lagi.

Kami berada di atas kasur putih yang bersih ... Tidak sulit untuk membayangkan seperti apa kondisi kami dalam beberapa jam kemudian, tapi sambil membasahi mataku sedikit, aku menumpangkan tubuhku di atas Ayana yang melebarkan kedua lengannya, dan kami menghabiskan waktu yang tak terlupakan bersama-sama.

Beberapa jam kemudian, aku menatap keluar dari jendela.

“Suu ... suu ...”

Saat aku melihat nafasnya yang teratur tapi lucu, Ayana tertidur terbungkus selimut.

Meskipun dia tampak kelelahan setelah hubungan intim kami, dia berkata bahwa dia ingin tidur bersamaku sampai akhir, tapi itu tidak terjadi.

“Hahaha, bukannya itu sedikit berlebihan?”

Setelah terkekeh, aku kembali menatap keluar jendela.

Satu-satunya pemandangan yang bisa dilihat dari sini adalah rumah-rumah di lingkungan yang gelap dan langit malam yang dipenuhi bintang-bintang.

“…….”

Namun, ketika aku melihat bintang-bintang ini, perasaanku menjadi tenang.

Aku bahkan merasa seperti diberitahu bahwa masalahku hanyalah hal yang sepele. Namun, aku tidak bisa membiarkan diriku merasa seperti itu.

“Ayana ... Aku juga mencintaimu. Itulah sebabnya aku ingin melindungimu. Baik sebagai Towa maupun sebagai diriku sendiri, aku ingin melihatmu tersenyum dengan tulus dari sekarang dan seterusnya.”

Aku mengambil buku catatan tertentu dari meja dan mulai menulis informasi tentang diriku sejak aku menyadari keberadaanku di dunia ini. Kemudian aku mencatat semua yang terjadi padaku dengan sangat detail ... Meskipun jika isi catatan tersebut dilihat oleh orang lain, itu hanya akan menjadi konten yang membuat mereka tertawa dan bertanya-tanya apakah aku seorang penulis novel.

Aku mengambil pulpen dan dengan ringan menulis:

‘Aku akan melindungi Ayana. Karena aku ingin selalu melihat senyumannya.’

Aku menutup buku catatan itu setelah menulis kata-kata itu.

Kemudian aku mendekati Ayana dan mengelus kepalanya. Bahkan gerakan tubuhnya yang meronta-ronta ketika tergelitik sangat lucu dan menggemaskan sehingga aku ingin melihatnya selamanya.

Seandainya saja waktu berhenti seperti ini dan diberitahu kalau aku tidak perlu memikirkan apa pun... aku merasa seperti bisa hidup seperti itu selamanya, karena jelas aku sudah menganggap Ayana sebagai sosok yang sudah terlalu dekat dengan diriku.

“Walaupun aku baru saja berpikir bahwa ada kemungkinan kalau aku akan menghilang ... tapi aku ingin selalu berada di sisimu, tidak peduli apa yang terjadi.”

Aku benar-benar berpikir seperti itu dari dalam lubuk hatiku.

Dan sejujurnya, saat aku bercinta dengan Ayana, aku terus memikirkan satu hal── yaitu semakin aku bersatu dengan Ayana, maka semakin terbuka sesuatu di dalam diriku.

Sensasi bahwa ada sesuatu yang terlupakan yang mulai bangkit kembali ... aku merasa seperti pintu yang tertutup hampir terbuka, aku merasakan sensasi itu akhir-akhir ini.

“Hwaaemm ... aku juga mulai mengantuk. Aku bisa tidur di tempat tidur, tapi aku ingin bersandar pada Ayana ...”

Aku hendak melanjutkan kata-kata itu ketika tiba-tiba sakit kepala yang sangat kuat melanda isi kepalaku.

Rasanya sangat menyakitkan sampai-sampai aku berhalusinasi bisa melihat kilatan cahaya di dalam mataku ... dan di tengah rasa sakit itu, aku melihat pemandangan aneh.

Seorang wanita yang memakai jubah hitam sedang membelai kepala Ayana yang sedang tidur, dan memandangiku….. Ada seseorang yang tidak seharusnya berada di sini.

“Kamu ... siapa ...?”

Aku hampir saja berseru kalau dia itu hantu yang muncul tiba-tiba, tapi aku masih bisa mengendalikan diriku dengan cukup baik meski dalam kondisi sakit kepala yang parah.

Ketika rasa sakit mulai mereda, aku bisa fokus pada pemandangan di depanku. Dan ketika aku melihat wajah di balik jubah hitam itu, aku terkejut.

“... Ayana?”

Ya, betul sekali ... wajah yang kulihat dari dalam jubah itu adalah wajah Ayana.

Wajahnya sama persis dengan Ayana yang sedang tidur di dekatku, tapi tatapan matanya sangat berbeda dengan Ayana yang sedang tertidur.

Pandangan matanya tidak dipenuhi kecerahan, yang ada justru warna hitam pekat kosong yang dipenuhi keputusasaan ... Aku tidak sanggup melihat keadaannya yang seperti itu, dan hampir saja meraih tangannya ketika aku tersadar.

“Hm ...?”

Yang ada di depan tanganku hanyalah kekosongan ... itu hanyalah kamar biasa tanpa Ayana yang memakai jubah hitam.

Aku miringkan kepala, merasa lelah dan berpikir bahwa Ayana tidak pernah memakai jubah hitam seperti itu. Namun, aku tiba-tiba mengucapkan kata-kata ini tanpa sadar:

“Aku mengenal Ayana yang itu ... aku pernah melihatnya ...?”

Saat aku menyadari hal itu, aku merasa seperti ada sesuatu yang terkait dengan ingatanku yang terstimulasi oleh apa yang baru saja kulihat. Seperti kunci untuk membuka ingatan yang terpendam di dalam diriku.

“Towa…..kun ...?”

Aku tertegun ketika Ayana memanggil namaku, tapi dia masih tertidur.

Sepertinya dia bertemu denganku bahkan dalam mimpinya dan tertawa sambil tertawa cengengesan seraya mengeluarkan air liur.

Aku tersenyum kecut melihat ekspresi yang biasanya tidak pernah kulihat dari Ayana, lalu menghapus air liur yang menetes di bibirnya dan mematikan lampu di kamarku.

(Kenapa ya? Tinggal sedikit lagi, aku merasa bisa mengingatnya ... Padahal aku hampir bisa mengingatnya ...)

Sebelum aku bisa mengingat sesuatu, ada banyak hal yang ingin kuselidiki, seperti mengapa Seina-san sangat membenciku.

Meskipun aku bisa membuka pintu ingatanku, sepertinya aku akan sibuk untuk sementara waktu. Tapi, selama Ayana tetap berada di sisiku, aku akan melakukan segalanya dengan tekad kuat ... Dengan tekad itu, aku menutup mata dan bersiap-siap untuk tidur──tapi….

[Towa-kun]

“Eh!?”

Suara yang bergema di pikiranku membuatku membuka mata.

Suara tadi pasti milik Ayana, tapi dia sedang tidur dan tidak mengeluarkan suara. Dia bahkan tidak berbicara dalam tidurnya seperti tadi.

“Kenapa ... kenapa kamu...”

Memanggil namaku dengan penuh kesedihan, aku hampir bisa mendengar suaranya yang terdengar menyakitkan.

Aku tidak bisa membiarkannya sendiri, aku harus melakukan sesuatu ... tapi aku tidak tahu harus melakukan apa.

Rasa cemas dan gelisah meliputi dirku, bahkan detak jantungku menjadi cepat dan sulit bernafas ... Aku ingin berteriak meminta tolong karena rasanya begitu menyakitkan ...!

“... Haa ... haa ...!”

Tapi semua itu segera mereda.

Meskipun hanya berlangsung beberapa menit, aku berkeringat dan merasa sangat mual sehingga aku mencoba tidur supaya bisa melupakan semuanya. Aku tetap diam dan akhirnya merasa mengantuk, tetapi rasa mual tersebut masih belum menghilang hingga akhir.

 

▽▼▽▼

 

Keesokan paginya, aku bangun di pagi hari berkat ciuman dari Ayana.

Aku merasa ada yang bergerak di atas tubuhku, dan ketika aku membuka mata dengan susah payah karena kantuk, Ayana dengan wajah yang sangat dekat menyambutku.

Dia menjulurkan lidahnya setelah kepergok melakukan sesuatu yang nakal, dan tanpan ada penyesalan sedikit pun, dia menciumku lagi... Jika ini hari libur, aku mungkin akan terangsang sejak pagi hari.

“Selamat pagi, Ayana. Ini masih pagi lho?”

“Selamat pagi, Towa-kun. Walaupun masih pagi, tapi kita masih punya banyak luang, ‘kan?”

... Ah! Dia tidak hanya imut, tapi juga sangat seksi ... sungguh!

Aku menghembuskan napas panjang dan mencoba menenangkan detak jantungku dengan beberapa napas dalam-dalam.

Seperti yang dikatakan Ayana, kami masih memiliki banyak waktu, tetapi aku ingin tidur lagi sedikit karena aku bangun lebih awal dari biasanya.

“Yah, mendingan bangun saja, deh.”

“Fufu, benar, ayo bangun! Sebagai ganti Akemi-san, hari ini aku akan membuatkan sarapan untukmu! Aku akan melakukan yang terbaikkk!”

Ayana yang menggenggam erat tinjunya lalu meninggalkan kamar sambil masih mengenakan piyama.

“... Ah, begitu ya. Jika dipikir-pikir lagi, dia tidak perlu kembali ke rumahnya dulu untuk sementara waktu.”

Meski sebenarnya aku berencana untuk mengantarnya pulang pagi-pagi ketika membiarkannya menginap semalam, kecuali seragamnya, beberapa pakaian dalam Ayana ditempatkan di sini sehingga dia tidak perlu kembali ke rumahnya.

Tapi, Ayana mengatakan kalau dia akan pulang ke rumah setelah pelajaran hari ini, sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang hal itu.

“...!”

Ketika aku mencoba untuk berdiri, aku merasa sedikit pusing.

Bukannya karena aku masuk atau penyakit apa pun ... Tapi pusing sesaat ini mengingatkanku pada rasa muak tadi malam.

“... Sialan, apa sih yang sebenarnya terjadi?”

Namun, hal itu hanyalah masalah sepele yang tidak terlalu membuatku khawatir, dan untungnya Ayana dan ibuku tidak mengkhawatirkannya setelah itu.

Setelah menikmati sarapan lezat yang dibuat Ayana, kami berdua berjalan bersama tanpa bergabung dengan Shu.

“Rasanya sungguh menyenangkan. Hei, Towa-kun, nanti aku akan datang lagi untuk menginap, ya ♪”

Seakan-akan dia sama sekali tidak peduli tentang pertengkarannya dengan Seina-san, Ayana hanya menyampaikan bahwa dia sangat menikmati menginap kali ini. Sambil tersenyum pahit padanya, aku terus-menerus memikirkan kejadian semalam.

(Suara itu ... Suara apa itu sebenarnya?)

Suaranya terdengar sama seperti suara Ayana, tetapi suaranya terdengar sedih dan menyakitkan sehingga aku tidak bisa melupakan suara itu.

Walaupun aku merasa tidak enakan kepada Ayana yang tersenyum di sisiku, tetapi sampai aku tiba di sekolah dan duduk di kursi ... Aku hanya memikirkan suara itu sambil memberikan jawaban acak kepada Ayana.

“Selamat pagi, Ayana!”

“Selamat pagi, Otonashi-san!”

Setelah melihat punggung Ayana yang pergi ke arah teman-temannya, aku hanya melamun di tempat dudukku tanpa melakukan apa pun.

Meskipun Shu dan Aisaka memanggilku, aku hanya terus membayangkan suara itu saat melihat buku catatan dengan mata kosong selama pelajaran dimulai setelah jam wali kelas di pagi hari.

Aku secara tidak sadar menulis huruf yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan isi pelajaran di sudut buku catatanku.

“...FD?”

Aku memiringkan kepalaku pada dua huruf F dan D yang tanpa sadar kutulis di buku catatanku.

Aku sama sekali tidak memahami arti dari dua huruf ini, atau mengapa aku menulisnya, meski demikian, aku memutuskan untuk mengingat-ngingatnya di dalam kepalaku, karena berpikir ini mungkin memiliki beberapa arti penting yang berkaitan dengan berbagai hal misterius yang baru-baru ini terjadi.

Dan ketika aku mendongak untuk melihat papan tulis——Sekali lagi, ada suara yang bergema di dalam kepalaku sama seperti kemarin.

[Maaf. Kamu sebenarnya sama sekali tidak terlibat, hanya terjebak saja. Tapi, lantas apa yang salah dengan itu? Tidak ada masalah, bukan? Karena kamu terlihat nyaman dan tersenyum senang, bukan? Ayo, silakan gunakan tubuh itu sedikit lagi. Jika kamu melakukan itu, ia akan datang──anak laki-laki yang seharusnya menyukaimu]

Ketika aku mendengar suara yang mengatakan kalimat panjang tersebut, aku merasakan sakit kepala yang hebat dan langsung memegangi kepalaku.

Aku secara tidak sengaja hampir menendang kaki meja, tapi entah bagaimana aku berhasil menahannya... Namun, sepertinya teman sekelasku yang duduk di sebelah segera menyadari keadaanku.

“Yukishiro? Kamu baik-baik saja?”

Dia bertanya kepadaku dengan cemas, jadi aku segera memberitahunya kalau aku baik-baik saja.

Beberapa saat kemudian, sakit kepalaku mulai menghilang, tetapi perasaan tidak nyaman di dadaku masih tersisa, dan aku merasa kesal.

Meskipun tidak sampai mual, perasaan aneh seperti melayang-layang di udara masih ada.

Walaupun tubuhku memperlihatkan gejala sakit, aku tiba pada satu kesimpulan ketika merasakan sensasi ini— tampaknya aku harus mengingat sesuatu.

“.... Fyuh.”

Aku bernapas dalam-dalam secara diam-diam untuk menenangkan diri.

...Baiklah, aku merasa semakin baik...Sakit kepalaku semakin lama semakin hilang dan perasaan tidak enak juga mulai memudar, jadi aku tersenyum puas.

 (...Lah, kenapa malah aku merasa puas segala?)

Aku bisa menertawakan diriku sendiri sampai-sampai aku ingin menegur diriku sendiri. Namun, aku masih merasa baik-baik saja.

Tapi, begitu jam istirahat dimulai setelah kelas berakhir, aku jatuh terlentang di atas meja.

Meskipun sakit kepalaku sudah hilang, perasaan tidak enak yang seharusnya sudah memudar kembali menyerangku.

[Maaf. Kamu sebenarnya sama sekali tidak terlibat, hanya terjebak saja. Tapi, lantas apa yang salah dengan itu? Tidak ada masalah, bukan? Karena kamu terlihat nyaman dan tersenyum senang, bukan? Ayo, silakan gunakan tubuh itu sedikit lagi. Jika kamu melakukan itu, ia akan datang──anak laki-laki yang seharusnya menyukaimu]

Dan kemudian aku mendengar suara itu lagi.

Bukan hanya suaranya saja, tapi jika aku memejamkan mataku, aku bisa melihat halusinasi….Aku merasa jengkel karena tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Aku merasa seperti aku seharusnya tahu sesuatu tapi aku justru tidak tahu apa-apa. Aku merasa semakin frustasi karena ada sensasi yang mengatakan bahwa aku hampir tahu apa yang terjadi.

“…Sialan.”

Aku tidak bisa menyalahkan diriku sendiri atas kata-kata kotor yang keluar dari mulutku.

Aku punya cukup waktu untuk istirahat... Aku harus bersiap untuk kelas berikutnya, jadi aku mengeluarkan buku pelajaranku dan suaraku bergema lagi.

[Mungkin, akulah sendiri…. yang mengambil gadis selembut dirinya dariku ...]

“Hah!?”

Kali ini bukan suara Ayana... tapi suaraku...?

Aku meletakkan tanganku di dahiku seperti sebelumnya.

Walaupun suasana di ruang kelas berisik, tapi tentu saja ada orang yang menyadari keadaanku yang aneh.

“Oi Yukishiro. Dari tadi aku perhatikan, apa kamu beneran baik-baik saja?”

Sama seperti teman sekelas yang menyadarinya selama pelajaran, Aisaka yang duduk di dekatku juga menyadarinya, lalu...

“Towa-kun? Apa ada yang salah?”

Itu Ayana.

Sepertinya aku terlalu fokus pada diriku sendiri sehingga aku bahkan tidak menyadari keberadaan dua orang yang berdiri di sebelahku sampai mereka memanggilku

Ketika aku menengok ke arah mereka berdua yang ada di sampingku, ekspresi Ayana dan Aisaka berubah drastis sampai-sampai wajah mereka menjadi pucat...terutama perubahan Ayana terlihat sangat mencolok.

“Wajahmu pucat banget, oi!”

“Ayo pergi ke ruang UKS!”

Mereka berdua mencoba memegang tanganku, tapi aku ingin mengatakan kalau kondisiku yang begini masih baik-baik saja, tapi aku menelan kata-kataku.

Selain diriku, sekarang semua orang tahu tentang kondisiku sampai-sampai begitu banyak mata tertuju padaku, aku penasaran apakah ini sebuah keanehan jika ada seseorang yang terlihat dalam kondisi yang tidak baik di kelas ...... ya, itu benar.

Jika sudah seperti ini, aku tidak punya pilihan lain selain pergi ke ruang UKS.

“Aisaka-kun, aku akan membawa Towa-kun bersamaku, jadi kamu tidak usah ikutan segala.”

“Tapi, jauh lebih baik jika kamu mendapat bantuan dari seorang pria...”

“Aku sendiri saja sudah cukup...oke?”

“Siap, Bu!”

Aku tidak tahu ekspresi apa yang ditunjukkan Ayana, tapi Aisaka memberikan penghormatan yang tegas.

Sikapnya yang tegak dan tegas itu mirip seperti seseorang yang terlatih dalam militer... Yah meskipun sebenarnya dia tidak pernah bergabung di militer, tapi aku bisa membayangkan seperti itu.

Ayana dengan cepat masuk ke dalam pelukanku dan memeluk bahuku untuk menopang badanku.

“Aisaka-kun, tolong beritahu guru bahwa aku mungkin akan sedikit terlambat juga.”

“Siap, dipahami!”

“...........”

Kira-kira ekspresi macam apa sih yang diperlihatkan Ayana saat menatap tajam Aisaka?

Setelah itu, Aku meninggalkan ruang keluar menuju ruang UKS bersama Ayana. Namun sejujurnya, aku tidak terlalu membutuhkan bantuannya untuk bergerak.

Aku mencoba memberitahunya kalau aku aku baik-baik saja, tapi Ayana menyelaku terlebih dahulu dan berkata bahwa dia akan menemaniku sampai ke ruang perawatan.

“Aku takkan mendengarnya, oke? Aku akan pergi bersamamu sampai ke ruang UKS.”

Setelah endengar itu, aku mengerti dan mengangguk sebagai tanda penyerahan.

“...... Terima kasih.”

“Tidak usah berterima kasih. Itu hal yang wajar.”

Aku memperhatikan tatapan orang-orang di sekitarku yang bertanya-tanya tentang apa yang terjadi saat aku bersama Ayana menuju ruang perawatan.

Setelah kami sampai, aku memberitahu guru tentang gejalaku dan berbaring di tempat tidur. Suhu tubuhku ternyata normal ketika aku diperiksa dengan termometer.

Guru perawat mengatakan bahwa mungkin aku hanya kelelahan, jadi aku diminta untuk tidur sejenak.

Ayana meletakkan kursi di samping tempat tidurku dan terus menatapku dengan penuh perhatian.

Seperti yang dia katakan sebelumnya, dia tidak langsung kembali ke kelas dan sepertinya dia akan terus mengawasiku untuk sementara waktu.

“Fiuh….maaf, Ayana. Aku sudah merepotkanmu.”

“Tolong jangan bilang itu merepotkan. Jika itu demi Towa-kun, aku rela melakukan apa saja ...”

Ucapannya tersebut dipenuhi dengan kasih sayang Ayana, tetapi pada saat yang sama, hal itu juga mengungkapkan sedikit kerentanan.

Meskipun Ayana tampak tenang melihat keadaanku yang berbeda dari biasanya….tapi, apa dia sebenarnya sedikit terburu-buru?

Itulah yang kupikirkan, tetapi matanya yang lembut dan kehangatan tangannya yang menggenggam tanganku sama sekali tidak berubah.

“........”

Aku merasa lega saat melakukan ini... tetapi sepertinya memang benar bahwa ketika tubuh kita sedang tidak sehat, sedikit-sedikit kita menjadi lebih rentan secara emosional. Sambil membalas kehangatan tangannya, aku mengucapkan kata-kata ini.

“Ayana... Apa kamu merasa bahagia sekarang?”

“..... Eh?”

Apa kamu bahagia... Kenapa aku menanyakan hal seperti itu sekarang?

Dia tersenyum padaku... Aku tahu kalau dia sedang memikul sesuatu... Tapi Ayana tersenyum padaku dan mengatakan bahwa dia bahagia... Aku tahu bahwa pertanyaan ini sebenarnya tidak berguna, tetapi aku masih mengajukannya.

“Tentu saja. Hanya dengan berada di samping Towa-kun, aku merasa bahagia.”

Dia menjawab dengan senyum yang menunjukkan bahwa dia benar-benar merasakan itu dari lubuk hatinya.

Tentu saja, aku merasa sangat senang bahwa dia bahagia... Dengan mempertimbangkan kata-kata saat ini, aku mengajukan pertanyaan lain.

“Bagaimana dengan kebahagiaan Ayana sendiri? Tanpa mempertimbangkan aku, apa kamu dapat mengatakan bahwa kamu bahagia?”

“Uh, itu ... “

Percuma saja... Sekarang, kelopak mataku sudah terlalu berat.

Sampai aku terlelap, Ayana tidak pernah menjawab pertanyaanku.

Ekspresi seperti apa yang dia tunjukkan dan apa jawaban yang dia berikan... Aku tidak bisa mendengarnya.

 

“... Aku sama sekali tidak peduli dengan kebahagiaanku sendiri. Karena aku adalah milik Towa-kun... Hanya milik Towa-kun. Kebahagiaan Towa-kun adalah kebahagiaanku juga. Bukannya itu sudah cukup? Karena itulah makna dari kehidupanku.”



 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama