Chapter 4
[Sudut Pandang Ayana]
[Selain
tidak bisa mengucapkan terima kasih, tak peduli apapun alasannya, aku membenci
ibu karena mengucapkan kata-kata kejam seperti itu... aku tidak ingin berpikir
bahwa aku memiliki darah yang sama denganmu.]
Ketika aku mengucapkan
kata-kata itu, ibuku terlihat terkejut saat menatapku.
Ekspresi ibuku seolah-olah dia
mendengar sesuatu yang tidak mungkin, dan aku merasa lebih puas karena berhasil
mengatakan hal itu daripada merasa bersalah.
Namun…. Towa-kun bergerak untuk
membantu ibuku.
[Aku
juga akan pergi. Walaupun aku tahu ibu Ayana tidak mempunyai kesan yang baik
padaku, tapi dia tetaplah ibumu dan ada cukup alasan bagiku untuk menolongnya—
Ayana, kamu bisa menunggu di sini.]
Towa-kun tidak tahu bahwa ibu
menyembunyikan sesuatu yang buruk, tetapi ia tahu bahwa dirinya tidak disukai
oleh ibuku. Meski begitu…. karena Towa-kun sangat baik, jadi ia dengan cepat
bergerak untuk membantu ibuku. Meskipun aku diminta untuk menunggu, aku tidak
bisa menahan diri dan menendang tempat sensitif pria itu.
[Cepat
menyingkirlah dari sini!]
….Karena aku sangat putus asa,
aku berkata-kata dengan keras seperti itu tanpa sadar.
Aku menunjukkan sisi diriku
yang selama ini aku sembunyikan di depan Towa-kun, ibuku dan teman sekelasku,
seperti Aisaka-kun. Aku merasa malu, tetapi aku merasa sedikit lega.
Jika ditanya apakah aku
menyukai atau membenci ibuku, aku akan dengan tegas mengatakan bahwa aku
membencinya.
Aku tahu bahwa aku berhutang
budi padanya karena telah membesarkanku selama ini. Aku juga tahu bahwa dia
telah mengalami kesulitan dan kesedihan karena perceraian ayahku….tapi, bagiku,
Towa-kun jauh lebih penting daripada hal-hal itu!
“Hei~! Apa yang sedang kamu
pikirkan, Ayana-chan?”
“Kyaa!?”
Mungkin karena aku terlalu
terfokus pada pikiranku, Akemi-san yang sudah berdiri di belakangku tiba-tiba
memelukku. Dia bahkan mengelus-elus dadaku tanpa ragu-ragu.
“A-Akemi-san! Aku sedang mencuci piring
sekarang!”
“Kalau begitu, ayo berhenti
sejenak dan bermain-mainlah denganku~”
“Jika aku berhenti, aku tidak
akan pernah selesai!”
Saat aku mengatakan itu dengan
suara sedikit lebih keras, Akemi-san menggembungkan pipinya dan pergi menjauh.
Meskipun aku merasa kesulitan
karena dia merajuk seperti itu, tapi karena dia juga adalah ibu Towa-kun yang sangat
kusayangi, tingkah laku Akemi-san yang seperti ini terlihat sangat lucu dan
manis.
(Aku
ingin mandi bersama Towa-kun...)
Ketika aku berada di rumah
Towa-kun, aku ingin selalu berada di dekatnya ... bahkan jika itu berarti aku
ingin berada di sampingnya di tempat lain selain toilet...itu masih normal,
kan?
Aku meyakinkan diriku sendiri
dengan pikiran itu dan berharap bisa tidur di sampingnya malam ini.
Sambil merasa seperti menjadi gadis
yang konyol, aku mulai membantu pekerjaan rumah tangga karena Akemi-san mabuk.
“Ayana-chan, kamu yakin benar-benar
tidak butuh bantuan?”
“Sudah kubilang, aku baik-baik
saja. Karena aku sudah diberi makanan, jadi biarkan aku melakukan ini.”
“Hmm~...aku khawatir jika
keberadaan Ayana-chan akan membuatku jadi orang yang buruk jika terus menerus
membantuku. Kurasa Towa juga harus berhati-hati kali ya?”
Aku akan sangat senang jika
Towa-kun menjadi orang yang buruk karena diriku...itu artinya dia tidak akan
pernah meninggalkanku dan aku harus merawatnya, bukan? Itu adalah rencana masa
depan yang sangat bahagia.
“Tapi aku yakin Towa pasti
tidak suka dirawat terus-menerus seperti bayi.”
Akemi-san mengatakannya sambil tertawa
keras.
Aku setuju dengan pendapatnya,
karena aku takkan membiarkan Towa-kun bergantung pada siapapun…..Jika ada
kesulitan, ia akan berbagi, dan jika ada sesuatu yang mengganggunya, ia akan
mendiskusikannya denganku.
“...Ah.”
“Apa ada yang salah?”
“Bukan apa-apa.”
Akemi-san menyadari perubahan
wajahku yang tiba-tiba.
Aku tersenyum seolah-olah tidak
terjadi apa-apa, tetapi Akemi-san tetap menatapku dengan tajam sambil meminum
birnya dengan cepat.
...Aku merasa sedikit
terganggu.
Towa-kun berbagi kesulitan
denganku dan memanggilku untuk membaginya..... aku merasakan hal itu dengan
jelas saat di sekolah.
(Aku...aku...)
Bukan hanya Towa-kun saja, tapi
Shu-kun juga mengatakan hal yang sama padaku.
Ia mengatakan bahwa aku sepertinya
terlihat sangat bahagia ketika berinteraksi dengan Honjo-senpai dan Mari-chan.
(...Itu
menyenangkan...aku merasa senang berinteraksi dengan mereka...)
Aku…tidak bisa menyangkal itu.
Bagi aku, mereka seharusnya
hanya menjadi peralatan panggung yang sudah disiapkan untuk membuat Shu-kun
putus asa...perasaan itu tidak berubah sampai sekarang.
(Tapi
mengapa...)
Aku berhenti mencuci piring dan
menggelengkan kepalaku dengan keputusasaan.
Ini tidak baik, aku akan membuat
Towa-kun khawatir ketika kembali dari kamar mandi...itu akan membuatnya
mengkhawatirkanku lagi seperti saat kami di kafe...aku tidak ingin itu
terjadi...aku selalu ingin tersenyum untuk Towa-kun!
“Ayana-chan, berhenti.”
“...Ah.”
Tanganku yang sedang mencuci
piring digenggam erat oleh Akemi-san.
Bukan Akemi-san yang tadi minum
bir dengan wajah senang, tapi Akemi-san yang serius dan menatapku dengan tajam
berdiri di sampingku.
“Meskipun aku yang memintamu
untuk membantu, sekarang biarkan aku yang melakukannya. Istirahatlah sejenak,
Ayana-chan.”
“Tapi...”
“Beristirahatlah.”
“...Baiklah.”
Ughh….aku tidak ingin dia marah
padaku, tetapi aku sangat takut ketika dia menatapku dengan serius seperti itu.
Aku membiarkan Akemi-san
menyelesaikan sisa cucian dan duduk di tempat yang tadi diduduki oleh Akemi-san
dan mengawasinya...karena setidaknya sekarang, Akemi-san masih terlihat mabuk.
“Nee, Ayana-chan.”
“Ya?”
“Towa sudah memberitahuku
dengan ringan mengenai apa yang terjadi. Kamu mengatakan sesuatu yang sangat
berani, ya?”
“Ya...”
Aku bukannya melarang Towa-kun
untuk tidak membicarakannya dan terlebih lagi, aku datang menginap di rumanya
saat kami masih ada jadwal sekolah keesokan harinya...jadi wajar saja jika Towa-kun
menceritakan semuanya pada Akemi-san.
Namun…. secara pribadi, aku
mungkin tidak ingin Akemi-san mengetahuinya.
Aku tidak ingin memberikan
kesan yang buruk seperti gadis yang kasar atau kejam...itu sih karena, tahu
sendiri lah, aku tidak ingin itu mempengaruhi masa depanku!
“Umm… apa aku terlalu
berlebihan mengatakannya?”
“Hmm~, mungkin. Setidaknya,
jika Towa mengatakan hal yang sama padaku, aku mungkin akan merasa ingin mati
saja.”
“Ugh...”
Akemi-san hanya tersenyum getir
saat melihatku menunduk dengan sedih.
Sepertinya dia baru saja
selesai mencuci piring dan Akemi-san meraih tangan kananku setelah mengelapnya
sampai bersih.
“Ayo pergi duduk di sofa, kalau
di sana aku bisa memeluk Ayana-chan dengan tenang ♪”
“Uhmm...”
Oh tidak, ada sesuatu yang
tidak beres...Towa-kun, cepatlah kembali ke sini!
Meski aku berharap begitu, tapi
Towa-kun pasti sedang bersantai menikmati mandi air hangat saat ini.
Setelah aku duduk di sofa,
Akemi-san memelukku erat dan bau alkoholnya membuatku sedikit pusing.
“Maaf kalau bau alkohonya
sedikit mengganggumu.”
“Tidak apa-apa, baunya memang
sedikit menggangguku, tetapi aku baik-baik saja. Karena itu adalah bau dari
Akemi-san.”
“Ketika kamu menunjukkan
ekspresi seperti itu, aku merasa harus melepaskanmu dengan cepat.”
“Fufufu, sudah kubilang aku
baik-baik saja!”
Meskipun baunya sedikit
mengganggu, aku suka ketika Akemi-san memelukku seperti ini...dan aku juga memeluknya
kembali dengan erat.
“... kamu tuh benar-benar imut
sekali ya, Ayana-chan.”
Saat Akemi-san mengelus-elus
kepalaku, aku jadi teringat dengan masa kecilku.
Dulu, ibuku juga selalu
mengelus-elus kepalaku seperti ini...sepertinya, itu terjadi jauh sebelum aku
bertemu dengan Towa-kun.
Tapi...meskipun ada masa lalu
seperti itu, aku masih berpikir seperti ini.
“Seandainya Akemi-san...
Seandainya Akemi-san adalah ibuku, aku ingin tahu seberapa bahagianya diriku.”
Aku mengucapkan kata-kata itu
tanpa sadar, bahkan tidak menggunakan bahasa sopan.
Mungkin bagi Akemi-san yang tiba-tiba
mendengar kata-kata itu akan merasa kesulitan, tapi aku benar-benar
mengucapkannya dengan alami.
Setelah beberapa saat
keheningan, Akemi-san mulai membuka mulutnya.
“Ayana-chan, kamu pasti membawa
sesuatu yang berat ya.”
“......”
“Aku tidak tahu apa itu,
meskipun aku mencoba untuk mengatakannya dengan kata-kata, aku merasa kalau
Ayana-chan pasti tidak akan memberitahuku.”
Itu adalah kata-kata yang
sangat menyakitkan untuk didengar.
Padahal aku selalu berpikir
bahwa aku pandai menyembunyikan diri... Baik Shu-kun, Ibuku, Hatsune-san, dan
Kotone-chan tidak tahu jati diriku yang sebenarnya….jadi kupikir aku pandai
menyembunyikan diri, tapi Towa-kun dan Akemi-san bisa segera menyadarinya.
“Tapi aku yakin semuanya akan
baik-baik saja.”
“…Hah?”
Akemi-san menatapku dengan
tatapan lembut saat aku mengangkat kepalaku.
Meskipun penampilannya yang
mencolok bisa menakutkan bagi sebagian orang... Tapi Akemi-san yang menatapku
benar-benar seperti ibu yang lembut.
“Karena Towa berada di sisimu.
Aku yakin dia akan selalu menyelamatkanmu, tidak peduli dalam situasi seperti
apa... Itulah yang aku percayai.”
“Towa-kun…akan
selalu…menyelamatkanku?”
“Ya, tentu saja bukan hanya Towa,
aku juga selalu siap untuk membantumu. Jadi Ayana-chan, jangan lupa bahwa kamu
tidak pernah sendirian. Selalu ingat bahwa ada seseorang yang bisa kamu
andalkan di dalam hatimu.”
“…Ya.”
Ah... hatiku merasa lega
mendengar kata-kata itu... benar juga…. aku akan mengingatnya.
Tapi aku baru akan memintanya
setelah semuanya selesai──Pada saat itu, aku akan meminta Towa-kun untuk
memanjakanku…hanya setelah aku merasa yakin bahwa tidak ada lagi yang akan menyakitinya.
“Akemi-san.”
“Ya, ada apa?”
“…Bisakah aku bermanja-manja
sedikit sekarang?”
“Tentu saja.”
Seperti yang aku katakan, aku
membenamkan wajahku ke dalam dada Akemi-san dan membiarkan diriku merasa nyaman
selama beberapa saat.
“Aku kembali~ Lah, ibu, kamu
sangat memanjakan Ayana banget, ya?”
“Oh, Towa. Selamat datang kembali.”
“Selamat datang kembali,
Towa-kun. Umm, itu... aku meminta kenyamanan darinya♪”
Segera setelah itu, Towa-kun keluar
dari kamar mandi... Dan umm…. Maafkan aku karena menggunakan kata-kata mesum
seperti itu, tapi pipinya yang memerah saat menyeka rambutnya dengan handuk
sangatlah seksi, bagian bawah perutku jadi sedikit becek....
“Aroma birahi dari Ayana-chan!”
“Ap-Apa yang kamu bicarakan!!”
Aku tidak keberatan menunjukkan
perasaanku pada Towa-kun... Tapi! Aku sangat malu jika Akemi-san, ibunya,
menyadari hal itu dan kemudian mengomentarinya. Aku merasa seperti ingin mati
sekarang juga!
“Apa sih yang ibu bicarakan...
Ayana, pergilah ke kamar mandi.”
“Baiklah...!”
Mungkin Towa-kun menyadari
kalau aku merasa malu, karena ia dengan lembut menawarkan bantuan. Jadi aku
segera bangkit dari tempat dudukku dan mengangguk pada Touwa-kun.
“Ayana-chan masih seorang tamu
di sini. Aku sampai lupa karena rasanya sangat wajar karena ada beberapa pasang
piyama dan pakaian dalammu di sini.”
“Fufufu, aku dengan senang hati
menempatkannya. Terima kasih banyak.”
Berkat kebaikan Towa-kun dan
Akemi-san, aku sudah menyimpan beberapa pasang pakaian dalam dan bajuku di
sini. Jadi, bahkan jika aku harus menginap tanpa rencana seperti hari ini, aku
tidak perlu mengkhawatirkan baju gantiku.
“Baiklah, kalau begitu, aku
akan pergi sekarang.”
“Oke.”
“Hati-hati ya.”
Saat aku hampir meninggalkan
ruang tamu, aku mendengar suara Towa-kun yang terdengar sangat kesal karena
Amemi-san memintanya untuk melakukan sesuatu. Aku menemukan itu lucu.
Sambil tertawa kecil, aku menuju
ke ruang ganti, melepas pakaianku, dan masuk ke kamar mandi.
Ketika aku merendam kepala di
bawah pancuran air hangat, aku tiba-tiba melihat ke arah cermin.
“…Eh?”
Sejenak, aku merasa seperti ada
seseorang yang memakai hoodie hitam di belakangku.
“Siapa…..!?”
Kamar mandi adalah tempat di
mana seseorang cenderung merasa rileks dan terbuka, jadi aku langsung berbalik
dengan kaget... Tapi di sana tidak ada siapa-siapa. Mungkin itu hanya
imajinasiku.
“…………”
Tapi aku pasti melihatnya
dengan jelas.
Wajah yang tersembunyi di balik
hoodie hitam mungkin... adalah wajahku sendiri.
Aku merasa seperti sedang melihat
diriku sendiri dengan mata yang penuh keputusasaan, memohon seseorang untuk
membantuku... Itu adalah pandangan yang aku rasakan.
“….Apa aku terlalu lelah?”
Mungkin aku benar-benar kelelahan,
mengingat semua kejadian yang terjadi hari ini.
Aku terus merenung dalam
keheningan, tetapi kemudian aku ingat bahwa Akemi-san juga akan mandi, jadi aku
cepat-cepat membersihkan diri.
Pada saat aku merendam tubuhku
dalam air hangat, aku lupa tentang penglihatan aneh yang tadi kulihat dan hanya
memikirkan tentang Towa-kun dan apa yang akan kami lakukan nanti.
“…Towa-kun♪”
Sudah kuduga, sepertinya aku
kehilangan kemampuan berpikir secara rasional saat berkaitan dengan Towa-kun.
“Fufu, ini juga bagian dari
cinta, bukan?”
Ya, ini adalah cinta! Tidak
peduli apa yang dikatakan orang lain, ini adalah cinta!
Aku menggenggam tanganku
erat-erat di dalam air dan hanya memikirkan tentang Towa-kun saat aku menikmati
waktu santai di bak mandi.
▽▼▽▼
[Sudut Pandang Towa]
Pertanyaan tentang kamar siapa
yang akan ditiduri Ayana ketika dia datang untuk menginap adalah hal yang
konyol.
Di tengah kamarku... atau lebih
tepatnya, aku menyiapkan futon tepat di samping tempat tidurku untuk
menciptakan lingkungan di mana Ayana bisa tidur.
“Padahal aku ingin tidur di
kasur yang sama dengan Towa-kun….”
“Hahaha, aku juga berpikir sama
begitu. Tapi tidak ada salahnya untuk menyiapkan futon. Siapa tahu kalau tempat
tidurku bakal terlalu sempit.”
“Hmm~... Tapi aku tidak merasa kesulitan
untuk tidur dengan Towa-kun. Aku sendiri tidak bisa membayangkan melepaskan
kebahagiaan itu.”
“Jadi sampai segitunya ya.”
“Ya, itu pasti.”
Aku tersenyum kecut padanya
yang membuat pose tinju.
“…. Hmmm.”
Tapi... aku
merenung sambil bersilang tangan.
Ini pertama kalinya aku
membiarkan dia menginap di kamarku sejak aku menjadi Towa... Tentu saja aku
merasa gugup, dan aku ingin merangkulnya dan merasa dekat dengannya sekarang
juga.
Namun, yang lebih penting bagi
hatiku adalah kebahagiaan yang kurasakan saat dia berada di dekatku. Bahkan
saat kami tidak saling menghadap, aku merasa sangat bahagia bahwa aku bisa
melihat matanya.
“Apa ada yang salah?”
Ayana bertanya dengan wajah
penasaran, tapi dia tersenyum bahagia karena aku menatapnya dengan penuh
perhatian.
Senyum itu tidak hanya cantik,
tapi juga menunjukkan pesonanya yang tersembunyi di balik piyama merah muda
yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Dia terlihat sangat berbeda dari
saat memakai seragam atau pakaian biasa.
“Bukan ada apa-apa. Lebih
penting lagi, kelihatannya kamu dan ibu sudah sangat akrab, ya?”
“Ah... Ya, benar, kami
berbicara dengan sangat akrab.”
Tentu saja, aku tidak
melewatkan ekspresi Ayana yang menggelap sesaat.
Aku menepuk-nepuk tempat tidur
di sebelah tempatku duduk dan menyuruh Ayana untuk datang ke sini, lalu Ayana
pun segera bangkit dan duduk di sebelahku.
“Ayana.”
“Ya♪”
Ketika aku memeluknya, dia
tersenyum bahagia dan menyandarkan kepalanya di bahuku.
Aku memindahkan tanganku dari
bahunya ke kepalanya dan mulai membelai rambutnya dengan lembut.
“Aku punya gambaran samar
tentang apa yang ibumu bicarakan. Aku juga sama, tapi ibuku juga sangat
perhatian pada Ayana... jadi jangan lupakan itu, ya.”
“…Tentu saja. Aku merasa sangat
bahagia karena kamu dan ibu memikirkanku seperti itu.”
Walaupun suaranya terdengar
sedikit murung, tapi Ayana tetap mengatakan itu.
Saat kami saling bertukar
pandangan sejenak, Ayana tiba-tiba berseru seraya meraih ponselnya yang
terletak di atas futon dan memeriksa sesuatu.
“Kupikir ada pesan dari ibu, tapi
sepertinya tidak ada apa-apa.”
“……Begitu ya.”
Karena biasanya Ayana
seharusnya sudah berada di rumahnya pada waktu sekarang ... Apa itu karena dia
terguncang oleh kata-kata Ayana sehingga dia bahkan tidak bisa mengirim satu
pesan pun, atau karena ibunya orang yang acuh sehingga dia tidak perlu mengirim
pesan sama sekali ... Tidak ada cara untuk memastikan itu sekarang.
Namun, ketika Ayana sedang
menatap ponselnya seperti itu, telepon tiba-tiba berdering.
“Ah ...”
“? Kamu bisa menjawab jika kamu
mau, kok?”
“Baiklah.”
Bahkan jika ada seseorang
meneleponnya, aku tidak bisa melarangnya untuk jangan mengangkatnya, dan aku
tidak punya niat untuk mengatakan itu sejak awal... Tapi kira-kira, siapa yang
meneleponnya?
Bohong rasanya jika aku mengatakan
bahwa hal tersebut tidak menggangguku sama sekali, tetapi jika aku meminta
diriku sendiri untuk tidak mengkhawatirkannya, maka aku mungkin akan berhenti
merasa terganggu...... Namun ternyata, orang yang meneleponnya benar-benar
seseorang yang membuatku sedikit terganggu.
“Apa ada yang salah──Shu-kun?”
Rupanya, orang yang
meneleponnya adalah Shu. Mereka hanya melakukan percakapan sehari-hari seperti
biasa.
Walaupun aku tidak tahu Ayana
memasang ekspresi seperti apa karena dia membelakangi aku, aku merasakan bahwa
dia terdengar agak kesal ketika berbicara dengan Shu.
“Apa kamu membutuhkan sesuatu
dari aku? ...Oh, jadi kamu cuma ingin berbicara saja... Seberapa sering kamu
menganggapku sebagai orang yang banyak waktu luan di dalam pikiranmu, Shu-kun?”
Shu tidak berpikir Ayana adalah
orang yang banyak waktu luang, dia hanya ingin berbicara dengannya. Kemudian,
aku membaca manga sambil tidak melakukan apa-apa, tetapi di situlah aku
menyadari betapa sempitnya hatiku.
“Aku tidak menyukainya.”
Meskipun aku sendiri yang
mengizinkannya untuk mengangkat telepon, tapi sekarang aku justru menyesalinya.
Aku merasa marah pada Ayana
karena berbicara dengan pria lain ketika aku berada di sampingnya, dan merasa
marah pada Shu karena mengganggu waktu yang aku habiskan dengan Ayana... Apa
aku benar-benar orang yang sedangkal ini?
“Apa yang sedang aku lakukan
sekarang? Aku sih sedang tidak melakukan apa-apa ...”
Dua perasaan yang saling
berkecamuk di dalam diriku— perasaan
kotor dan perasaan sabar— seperti malaikat dan iblis yang berbisik di
telingaku. Aku bangkit dan merespons bisikan iblis dengan memeluk Ayana dari
belakang saat dia duduk di atas futon.
“Kyaa !?”
“...........”
Ayana terkejut dengan pelukanku
yang tiba-tiba karena dia lengah.
Karena aku sangat dekat, aku
bisa mendengar suara Shu melalui smartphone-nya, tapi aku mengerahkan seluruh
kekuatanku untuk memeluk Ayana tanpa memedulikannya.
“Tidak, bukan apa-apa. Jadi ...
apa kita masih akan melanjutkan pembicaraan?”
Ayana yang terkejut, meski
hanya sesaat, tidak mengeluh padaku untuk melepaskannya, apalagi protes secara
diam-diam dengan menampar lenganku ...... Dia hanya mengelus lenganku dengan
lembut.
“Kamu sepertinya belum tidur
hari ini, tapi kita juga tidak bisa terus-terusan teleponan begini. Aku juga ingin
bersantai dulu sebelum tidur.”
Aku yakin Shu pasti tidak
pernah membayangkan bahwa Ayana sedang berada di rumahku.
Aku tidak merasa bersalah
sedikit pun saat mendekati Ayana dengan cara ini, justru aku bahkan memiliki
perasaan yang jahat karena dia berada dalam pelukanku sekarang.
“Unn...”
Ayana mengeluarkan suara erotis
seolah-olah merasa nyaman dengan gerakan tanganku.
Ketika aku menyentuh Ayana dari
belakang seolah-olah ingin mengganggunya, aku mencoba mengingat di mana aku
pernah melihat adegan seperti ini di dalam game.
Tapi ketika aku sedang mencoba
mengingatnya, Ayana mengucapkan selamat malam kepada Shu agar dia bisa segera
mengakhiri panggilan.
“Ayana?”
“Sudah cukup, Towa-kun! Aku
tidak bisa menahannya lagi!”
“Huhphm!?”
Dia membalikkan tubuhnya dan
menciumku.
Awalnya dia hanya memberi
kecupan saja, tapi lambat laun ciumannya menjadi semakin liar dan akhirnya kami
mulai berciuman dengan melilitkan lidah kami.
Saat kami melepaskan bibir
kami, air liur kami saling terhubung seperti benang perak, dan akhirnya terputus
seolah kehilangan kekuatannya.
“Towa-kun tuh benar-benar nakal
ya, kamu seharusnya tidak boleh melakukan hal itu di tengah-tengah panggilan
telepon.”
“... tolong jangan ketawa,oke?”
“Apaan sih?”
“Sekarang cuma ada kita berdua
sekarang ...Itu sebabnya aku ingin kamu harus fokus hanya pada diriku.”
Saat aku memberitahunya dengan
jelas dan jujur, Ayana meletakkan tangannya ke mulutnyadan tertawa kecil.
Tawa itu bukanlah tawa yang
meremehkan diriku, melainkan tatapan yang terus-menerus menatapku tanpa henti.
Aku adalah... Towa.
Aku adalah Towa, tetapi aku
juga bisa dibilang orang lain…..Namun, Ayana mempercayai dan tidak meragukan
bahwa aku adalah Towa.
(...
Apa aku… akan tetap di sini selamanya ... Atau mungkin apa aku akan menghilang
setelah menyelesaikan peranku ...?)
Saat aku memikirkan hal itu, aku
merasa bulu kudukku langsung berdiri.
Aku yakin bahwa aku adalah Towa
... Aku merasakan itu dan meyakini kalau aku sudah menetap sebagai Towa di
dunia ini.
Tapi… setelah benar-benar
mengalami reinkarnasi seperti ini, aku merasakan bahwa hal-hal yang seharusnya
mustahil telah terjadi—— artinya, aku mungkin bisa saja tiba-tiba menghilang
dan kembali seperti semula.
“Towa-kun?”
“...........”
Aku meletakkan tanganku di
kepala Ayana dan melingkarkan tanganku di punggungnya saat aku memeluknya
dengan erat.
Aku berharap untuk tidak
melepaskan kehangatan ini ... Aku benar-benar ingin tetap di sampingnya, aku
ingin tetap berada di sisi Ayana.
Bagiku, dia sudah menjadi sosok
yang sangat penting ... Dia bukan hanya sekedar seorang gadis dalam game!
“... Ini mungkin pertama
kalinya Towa-kun begitu menginginkan sesuatu.”
“Hah?”
Aku menatap Ayana dengan
keheranan.
Dia terus berbicara perlahan
sambil meletakkan tangannya di pipiku.
“Towa-kun ... Aku sangat
menyukaimu. Aku sangat menyukaimu sampai-sampai aku merasa bisa melakukan apa
saja untukmu ... Aku mencintaimu.”
Lalu aku mendorong Ayana yang
menciumku lagi.
Kami berada di atas kasur putih
yang bersih ... Tidak sulit untuk membayangkan seperti apa kondisi kami dalam
beberapa jam kemudian, tapi sambil membasahi mataku sedikit, aku menumpangkan
tubuhku di atas Ayana yang melebarkan kedua lengannya, dan kami menghabiskan
waktu yang tak terlupakan bersama-sama.
Beberapa jam kemudian, aku
menatap keluar dari jendela.
“Suu ... suu ...”
Saat aku melihat nafasnya yang
teratur tapi lucu, Ayana tertidur terbungkus selimut.
Meskipun dia tampak kelelahan
setelah hubungan intim kami, dia berkata bahwa dia ingin tidur bersamaku sampai
akhir, tapi itu tidak terjadi.
“Hahaha, bukannya itu sedikit
berlebihan?”
Setelah terkekeh, aku kembali
menatap keluar jendela.
Satu-satunya pemandangan yang
bisa dilihat dari sini adalah rumah-rumah di lingkungan yang gelap dan langit
malam yang dipenuhi bintang-bintang.
“…….”
Namun, ketika aku melihat
bintang-bintang ini, perasaanku menjadi tenang.
Aku bahkan merasa seperti
diberitahu bahwa masalahku hanyalah hal yang sepele. Namun, aku tidak bisa membiarkan
diriku merasa seperti itu.
“Ayana ... Aku juga mencintaimu.
Itulah sebabnya aku ingin melindungimu. Baik sebagai Towa maupun sebagai diriku
sendiri, aku ingin melihatmu tersenyum dengan tulus dari sekarang dan
seterusnya.”
Aku mengambil buku catatan
tertentu dari meja dan mulai menulis informasi tentang diriku sejak aku
menyadari keberadaanku di dunia ini. Kemudian aku mencatat semua yang terjadi
padaku dengan sangat detail ... Meskipun jika isi catatan tersebut dilihat oleh
orang lain, itu hanya akan menjadi konten yang membuat mereka tertawa dan
bertanya-tanya apakah aku seorang penulis novel.
Aku mengambil pulpen dan dengan
ringan menulis:
‘Aku
akan melindungi Ayana. Karena aku ingin selalu melihat senyumannya.’
Aku menutup buku catatan itu setelah
menulis kata-kata itu.
Kemudian aku mendekati Ayana
dan mengelus kepalanya. Bahkan gerakan tubuhnya yang meronta-ronta ketika
tergelitik sangat lucu dan menggemaskan sehingga aku ingin melihatnya
selamanya.
Seandainya saja waktu berhenti
seperti ini dan diberitahu kalau aku tidak perlu memikirkan apa pun... aku
merasa seperti bisa hidup seperti itu selamanya, karena jelas aku sudah
menganggap Ayana sebagai sosok yang sudah terlalu dekat dengan diriku.
“Walaupun aku baru saja
berpikir bahwa ada kemungkinan kalau aku akan menghilang ... tapi aku ingin
selalu berada di sisimu, tidak peduli apa yang terjadi.”
Aku benar-benar berpikir
seperti itu dari dalam lubuk hatiku.
Dan sejujurnya, saat aku bercinta
dengan Ayana, aku terus memikirkan satu hal── yaitu semakin aku bersatu dengan
Ayana, maka semakin terbuka sesuatu di dalam diriku.
Sensasi bahwa ada sesuatu yang
terlupakan yang mulai bangkit kembali ... aku merasa seperti pintu yang
tertutup hampir terbuka, aku merasakan sensasi itu akhir-akhir ini.
“Hwaaemm ... aku juga mulai mengantuk.
Aku bisa tidur di tempat tidur, tapi aku ingin bersandar pada Ayana ...”
Aku hendak melanjutkan
kata-kata itu ketika tiba-tiba sakit kepala yang sangat kuat melanda isi
kepalaku.
Rasanya sangat menyakitkan
sampai-sampai aku berhalusinasi bisa melihat kilatan cahaya di dalam mataku ...
dan di tengah rasa sakit itu, aku melihat pemandangan aneh.
Seorang wanita yang memakai
jubah hitam sedang membelai kepala Ayana yang sedang tidur, dan memandangiku…..
Ada seseorang yang tidak seharusnya berada di sini.
“Kamu ... siapa ...?”
Aku hampir saja berseru kalau
dia itu hantu yang muncul tiba-tiba, tapi aku masih bisa mengendalikan diriku
dengan cukup baik meski dalam kondisi sakit kepala yang parah.
Ketika rasa sakit mulai mereda,
aku bisa fokus pada pemandangan di depanku. Dan ketika aku melihat wajah di
balik jubah hitam itu, aku terkejut.
“... Ayana?”
Ya, betul sekali ... wajah yang
kulihat dari dalam jubah itu adalah wajah Ayana.
Wajahnya sama persis dengan
Ayana yang sedang tidur di dekatku, tapi tatapan matanya sangat berbeda dengan
Ayana yang sedang tertidur.
Pandangan matanya tidak
dipenuhi kecerahan, yang ada justru warna hitam pekat kosong yang dipenuhi
keputusasaan ... Aku tidak sanggup melihat keadaannya yang seperti itu, dan
hampir saja meraih tangannya ketika aku tersadar.
“Hm ...?”
Yang ada di depan tanganku
hanyalah kekosongan ... itu hanyalah kamar biasa tanpa Ayana yang memakai jubah
hitam.
Aku miringkan kepala, merasa
lelah dan berpikir bahwa Ayana tidak pernah memakai jubah hitam seperti itu.
Namun, aku tiba-tiba mengucapkan kata-kata ini tanpa sadar:
“Aku mengenal Ayana yang itu
... aku pernah melihatnya ...?”
Saat aku menyadari hal itu, aku
merasa seperti ada sesuatu yang terkait dengan ingatanku yang terstimulasi oleh
apa yang baru saja kulihat. Seperti kunci untuk membuka ingatan yang terpendam
di dalam diriku.
“Towa…..kun ...?”
Aku tertegun ketika Ayana
memanggil namaku, tapi dia masih tertidur.
Sepertinya dia bertemu denganku
bahkan dalam mimpinya dan tertawa sambil tertawa cengengesan seraya mengeluarkan
air liur.
Aku tersenyum kecut melihat
ekspresi yang biasanya tidak pernah kulihat dari Ayana, lalu menghapus air liur
yang menetes di bibirnya dan mematikan lampu di kamarku.
(Kenapa
ya? Tinggal sedikit lagi, aku merasa bisa mengingatnya ... Padahal aku hampir
bisa mengingatnya ...)
Sebelum aku bisa mengingat
sesuatu, ada banyak hal yang ingin kuselidiki, seperti mengapa Seina-san sangat
membenciku.
Meskipun aku bisa membuka pintu
ingatanku, sepertinya aku akan sibuk untuk sementara waktu. Tapi, selama Ayana
tetap berada di sisiku, aku akan melakukan segalanya dengan tekad kuat ...
Dengan tekad itu, aku menutup mata dan bersiap-siap untuk tidur──tapi….
[Towa-kun]
“Eh!?”
Suara yang bergema di pikiranku
membuatku membuka mata.
Suara tadi pasti milik Ayana,
tapi dia sedang tidur dan tidak mengeluarkan suara. Dia bahkan tidak berbicara
dalam tidurnya seperti tadi.
“Kenapa ... kenapa kamu...”
Memanggil
namaku dengan penuh kesedihan, aku hampir bisa mendengar suaranya
yang terdengar menyakitkan.
Aku tidak bisa membiarkannya
sendiri, aku harus melakukan sesuatu ... tapi aku tidak tahu harus melakukan
apa.
Rasa cemas dan gelisah meliputi
dirku, bahkan detak jantungku menjadi cepat dan sulit bernafas ... Aku ingin
berteriak meminta tolong karena rasanya begitu menyakitkan ...!
“... Haa ... haa ...!”
Tapi semua itu segera mereda.
Meskipun hanya berlangsung beberapa
menit, aku berkeringat dan merasa sangat mual sehingga aku mencoba tidur supaya
bisa melupakan semuanya. Aku tetap diam dan akhirnya merasa mengantuk, tetapi
rasa mual tersebut masih belum menghilang hingga akhir.
▽▼▽▼
Keesokan paginya, aku bangun di
pagi hari berkat ciuman dari Ayana.
Aku merasa ada yang bergerak di
atas tubuhku, dan ketika aku membuka mata dengan susah payah karena kantuk,
Ayana dengan wajah yang sangat dekat menyambutku.
Dia menjulurkan lidahnya
setelah kepergok melakukan sesuatu yang nakal, dan tanpan ada penyesalan
sedikit pun, dia menciumku lagi... Jika ini hari libur, aku mungkin akan
terangsang sejak pagi hari.
“Selamat pagi, Ayana. Ini masih
pagi lho?”
“Selamat pagi, Towa-kun.
Walaupun masih pagi, tapi kita masih punya banyak luang, ‘kan?”
... Ah! Dia tidak hanya imut,
tapi juga sangat seksi ... sungguh!
Aku menghembuskan napas panjang
dan mencoba menenangkan detak jantungku dengan beberapa napas dalam-dalam.
Seperti yang dikatakan Ayana, kami
masih memiliki banyak waktu, tetapi aku ingin tidur lagi sedikit karena aku
bangun lebih awal dari biasanya.
“Yah, mendingan bangun saja,
deh.”
“Fufu, benar, ayo bangun!
Sebagai ganti Akemi-san, hari ini aku akan membuatkan sarapan untukmu! Aku akan
melakukan yang terbaikkk!”
Ayana yang menggenggam erat
tinjunya lalu meninggalkan kamar sambil masih mengenakan piyama.
“... Ah, begitu ya. Jika
dipikir-pikir lagi, dia tidak perlu kembali ke rumahnya dulu untuk sementara
waktu.”
Meski sebenarnya aku berencana
untuk mengantarnya pulang pagi-pagi ketika membiarkannya menginap semalam,
kecuali seragamnya, beberapa pakaian dalam Ayana ditempatkan di sini sehingga
dia tidak perlu kembali ke rumahnya.
Tapi, Ayana mengatakan kalau
dia akan pulang ke rumah setelah pelajaran hari ini, sehingga tidak ada yang
perlu dikhawatirkan tentang hal itu.
“...!”
Ketika aku mencoba untuk berdiri,
aku merasa sedikit pusing.
Bukannya karena aku masuk atau
penyakit apa pun ... Tapi pusing sesaat ini mengingatkanku pada rasa muak tadi
malam.
“... Sialan, apa sih yang
sebenarnya terjadi?”
Namun, hal itu hanyalah masalah
sepele yang tidak terlalu membuatku khawatir, dan untungnya Ayana dan ibuku
tidak mengkhawatirkannya setelah itu.
Setelah menikmati sarapan lezat
yang dibuat Ayana, kami berdua berjalan bersama tanpa bergabung dengan Shu.
“Rasanya sungguh menyenangkan.
Hei, Towa-kun, nanti aku akan datang lagi untuk menginap, ya ♪”
Seakan-akan dia sama sekali
tidak peduli tentang pertengkarannya dengan Seina-san, Ayana hanya menyampaikan
bahwa dia sangat menikmati menginap kali ini. Sambil tersenyum pahit padanya,
aku terus-menerus memikirkan kejadian semalam.
(Suara
itu ... Suara apa itu sebenarnya?)
Suaranya terdengar sama seperti
suara Ayana, tetapi suaranya terdengar sedih dan menyakitkan sehingga aku tidak
bisa melupakan suara itu.
Walaupun aku merasa tidak
enakan kepada Ayana yang tersenyum di sisiku, tetapi sampai aku tiba di sekolah
dan duduk di kursi ... Aku hanya memikirkan suara itu sambil memberikan jawaban
acak kepada Ayana.
“Selamat pagi, Ayana!”
“Selamat pagi, Otonashi-san!”
Setelah melihat punggung Ayana
yang pergi ke arah teman-temannya, aku hanya melamun di tempat dudukku tanpa
melakukan apa pun.
Meskipun Shu dan Aisaka
memanggilku, aku hanya terus membayangkan suara itu saat melihat buku catatan
dengan mata kosong selama pelajaran dimulai setelah jam wali kelas di pagi hari.
Aku secara tidak sadar menulis
huruf yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan isi pelajaran di sudut buku
catatanku.
“...FD?”
Aku memiringkan kepalaku pada
dua huruf F dan D yang tanpa sadar kutulis di buku catatanku.
Aku sama sekali tidak memahami
arti dari dua huruf ini, atau mengapa aku menulisnya, meski demikian, aku
memutuskan untuk mengingat-ngingatnya di dalam kepalaku, karena berpikir ini
mungkin memiliki beberapa arti penting yang berkaitan dengan berbagai hal misterius
yang baru-baru ini terjadi.
Dan ketika aku mendongak untuk
melihat papan tulis——Sekali lagi, ada suara yang bergema di dalam kepalaku sama
seperti kemarin.
[Maaf.
Kamu sebenarnya sama sekali tidak terlibat, hanya terjebak saja. Tapi, lantas
apa yang salah dengan itu? Tidak ada masalah, bukan? Karena kamu terlihat
nyaman dan tersenyum senang, bukan? Ayo, silakan gunakan tubuh itu sedikit lagi.
Jika kamu melakukan itu, ia
akan datang──anak laki-laki yang
seharusnya menyukaimu]
Ketika aku mendengar suara yang
mengatakan kalimat panjang tersebut, aku merasakan sakit kepala yang hebat dan
langsung memegangi kepalaku.
Aku secara tidak sengaja hampir
menendang kaki meja, tapi entah bagaimana aku berhasil menahannya... Namun,
sepertinya teman sekelasku yang duduk di sebelah segera menyadari keadaanku.
“Yukishiro? Kamu baik-baik
saja?”
Dia bertanya kepadaku dengan
cemas, jadi aku segera memberitahunya kalau aku baik-baik saja.
Beberapa saat kemudian, sakit
kepalaku mulai menghilang, tetapi perasaan tidak nyaman di dadaku masih tersisa,
dan aku merasa kesal.
Meskipun tidak sampai mual,
perasaan aneh seperti melayang-layang di udara masih ada.
Walaupun tubuhku memperlihatkan
gejala sakit, aku tiba pada satu kesimpulan ketika merasakan sensasi ini—
tampaknya aku harus mengingat sesuatu.
“.... Fyuh.”
Aku bernapas dalam-dalam secara
diam-diam untuk menenangkan diri.
...Baiklah, aku merasa semakin
baik...Sakit kepalaku semakin lama semakin hilang dan perasaan tidak enak juga
mulai memudar, jadi aku tersenyum puas.
(...Lah, kenapa malah aku merasa puas segala?)
Aku bisa menertawakan diriku
sendiri sampai-sampai aku ingin menegur diriku sendiri. Namun, aku masih merasa
baik-baik saja.
Tapi, begitu jam istirahat
dimulai setelah kelas berakhir, aku jatuh terlentang di atas meja.
Meskipun sakit kepalaku sudah
hilang, perasaan tidak enak yang seharusnya sudah memudar kembali menyerangku.
[Maaf.
Kamu sebenarnya sama sekali tidak terlibat, hanya terjebak saja. Tapi, lantas
apa yang salah dengan itu? Tidak ada masalah, bukan? Karena kamu terlihat
nyaman dan tersenyum senang, bukan? Ayo, silakan gunakan tubuh itu sedikit lagi.
Jika kamu melakukan itu, ia
akan datang──anak laki-laki yang
seharusnya menyukaimu]
Dan kemudian aku mendengar
suara itu lagi.
Bukan hanya suaranya saja, tapi
jika aku memejamkan mataku, aku bisa melihat halusinasi….Aku merasa jengkel
karena tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Aku merasa seperti aku
seharusnya tahu sesuatu tapi aku justru tidak tahu apa-apa. Aku merasa semakin
frustasi karena ada sensasi yang mengatakan bahwa aku hampir tahu apa yang
terjadi.
“…Sialan.”
Aku tidak bisa menyalahkan diriku
sendiri atas kata-kata kotor yang keluar dari mulutku.
Aku punya cukup waktu untuk
istirahat... Aku harus bersiap untuk kelas berikutnya, jadi aku mengeluarkan
buku pelajaranku dan suaraku bergema lagi.
[Mungkin,
akulah sendiri…. yang mengambil gadis selembut dirinya dariku ...]
“Hah!?”
Kali ini bukan suara Ayana...
tapi suaraku...?
Aku meletakkan tanganku di
dahiku seperti sebelumnya.
Walaupun suasana di ruang kelas
berisik, tapi tentu saja ada orang yang menyadari keadaanku yang aneh.
“Oi Yukishiro. Dari tadi aku
perhatikan, apa kamu beneran baik-baik saja?”
Sama seperti teman sekelas yang
menyadarinya selama pelajaran, Aisaka yang duduk di dekatku juga menyadarinya,
lalu...
“Towa-kun? Apa ada yang salah?”
Itu Ayana.
Sepertinya aku terlalu fokus
pada diriku sendiri sehingga aku bahkan tidak menyadari keberadaan dua orang
yang berdiri di sebelahku sampai mereka memanggilku
Ketika aku menengok ke arah
mereka berdua yang ada di sampingku, ekspresi Ayana dan Aisaka berubah drastis
sampai-sampai wajah mereka menjadi pucat...terutama perubahan Ayana terlihat
sangat mencolok.
“Wajahmu pucat banget, oi!”
“Ayo pergi ke ruang UKS!”
Mereka berdua mencoba memegang
tanganku, tapi aku ingin mengatakan kalau kondisiku yang begini masih baik-baik
saja, tapi aku menelan kata-kataku.
Selain diriku, sekarang semua
orang tahu tentang kondisiku sampai-sampai begitu banyak mata tertuju padaku,
aku penasaran apakah ini sebuah keanehan jika ada seseorang yang terlihat dalam
kondisi yang tidak baik di kelas ...... ya, itu benar.
Jika sudah seperti ini, aku
tidak punya pilihan lain selain pergi ke ruang UKS.
“Aisaka-kun, aku akan membawa
Towa-kun bersamaku, jadi kamu tidak usah ikutan segala.”
“Tapi, jauh lebih baik jika
kamu mendapat bantuan dari seorang pria...”
“Aku sendiri saja sudah
cukup...oke?”
“Siap, Bu!”
Aku tidak tahu ekspresi apa
yang ditunjukkan Ayana, tapi Aisaka memberikan penghormatan yang tegas.
Sikapnya yang tegak dan tegas
itu mirip seperti seseorang yang terlatih dalam militer... Yah meskipun
sebenarnya dia tidak pernah bergabung di militer, tapi aku bisa membayangkan
seperti itu.
Ayana dengan cepat masuk ke dalam
pelukanku dan memeluk bahuku untuk menopang badanku.
“Aisaka-kun, tolong beritahu
guru bahwa aku mungkin akan sedikit terlambat juga.”
“Siap, dipahami!”
“...........”
Kira-kira ekspresi macam apa sih
yang diperlihatkan Ayana saat menatap tajam Aisaka?
Setelah itu, Aku meninggalkan
ruang keluar menuju ruang UKS bersama Ayana. Namun sejujurnya, aku tidak terlalu
membutuhkan bantuannya untuk bergerak.
Aku mencoba memberitahunya
kalau aku aku baik-baik saja, tapi Ayana menyelaku terlebih dahulu dan berkata
bahwa dia akan menemaniku sampai ke ruang perawatan.
“Aku takkan mendengarnya, oke?
Aku akan pergi bersamamu sampai ke ruang UKS.”
Setelah endengar itu, aku
mengerti dan mengangguk sebagai tanda penyerahan.
“...... Terima kasih.”
“Tidak usah berterima kasih.
Itu hal yang wajar.”
Aku memperhatikan tatapan
orang-orang di sekitarku yang bertanya-tanya tentang apa yang terjadi saat aku
bersama Ayana menuju ruang perawatan.
Setelah kami sampai, aku memberitahu
guru tentang gejalaku dan berbaring di tempat tidur. Suhu tubuhku ternyata normal
ketika aku diperiksa dengan termometer.
Guru perawat mengatakan bahwa
mungkin aku hanya kelelahan, jadi aku diminta untuk tidur sejenak.
Ayana meletakkan kursi di samping
tempat tidurku dan terus menatapku dengan penuh perhatian.
Seperti yang dia katakan
sebelumnya, dia tidak langsung kembali ke kelas dan sepertinya dia akan terus
mengawasiku untuk sementara waktu.
“Fiuh….maaf, Ayana. Aku sudah
merepotkanmu.”
“Tolong jangan bilang itu
merepotkan. Jika itu demi Towa-kun, aku rela melakukan apa saja ...”
Ucapannya tersebut dipenuhi
dengan kasih sayang Ayana, tetapi pada saat yang sama, hal itu juga
mengungkapkan sedikit kerentanan.
Meskipun Ayana tampak tenang
melihat keadaanku yang berbeda dari biasanya….tapi, apa dia sebenarnya sedikit
terburu-buru?
Itulah yang kupikirkan, tetapi
matanya yang lembut dan kehangatan tangannya yang menggenggam tanganku sama
sekali tidak berubah.
“........”
Aku merasa lega saat melakukan
ini... tetapi sepertinya memang benar bahwa ketika tubuh kita sedang tidak
sehat, sedikit-sedikit kita menjadi lebih rentan secara emosional. Sambil membalas
kehangatan tangannya, aku mengucapkan kata-kata ini.
“Ayana... Apa kamu merasa bahagia
sekarang?”
“..... Eh?”
Apa
kamu bahagia... Kenapa aku menanyakan hal seperti itu
sekarang?
Dia tersenyum padaku... Aku
tahu kalau dia sedang memikul sesuatu... Tapi Ayana tersenyum padaku dan
mengatakan bahwa dia bahagia... Aku tahu bahwa pertanyaan ini sebenarnya tidak
berguna, tetapi aku masih mengajukannya.
“Tentu saja. Hanya dengan
berada di samping Towa-kun, aku merasa bahagia.”
Dia menjawab dengan senyum yang
menunjukkan bahwa dia benar-benar merasakan itu dari lubuk hatinya.
Tentu saja, aku merasa sangat
senang bahwa dia bahagia... Dengan mempertimbangkan kata-kata saat ini, aku
mengajukan pertanyaan lain.
“Bagaimana dengan kebahagiaan
Ayana sendiri? Tanpa mempertimbangkan aku, apa kamu dapat mengatakan bahwa kamu
bahagia?”
“Uh, itu ... “
Percuma saja... Sekarang,
kelopak mataku sudah terlalu berat.
Sampai aku terlelap, Ayana
tidak pernah menjawab pertanyaanku.
Ekspresi seperti apa yang dia
tunjukkan dan apa jawaban yang dia berikan... Aku tidak bisa mendengarnya.
“... Aku sama sekali tidak
peduli dengan kebahagiaanku sendiri. Karena aku adalah milik Towa-kun... Hanya
milik Towa-kun. Kebahagiaan Towa-kun adalah kebahagiaanku juga. Bukannya itu
sudah cukup? Karena itulah makna dari kehidupanku.”