Roshidere Jilid 7 Bab 5 Bahasa Indonesia

Chapter 5 — Jika Kamu Ingin Membuat Karakter, Buanglah Rasa Malumu



“Kalau begitu, mari kita putuskan acara festival olahraga yang sudah dikumpulkan dalam kuesioner sekolah... tapi sebelum itu, aku punya sedikit laporan.”

Pada rapat pertemuan OSIS pertama setelah ujian tengah semester, Touya mengucapkan hal itu sambil melirik sekilas ke arah Chisaki.

“Berdasarkan hasil rapat komite kedisiplinan beberapa waktu yang lalu, Chisaki telah ditunjuk sebagai ketua komite kedisiplinan yang sebelumnya kosong sejak festival sekolah kemarin. Pengumuman resminya akan dibuat pada upacara pagi berikutnya.”

Kecuali Maria yang mungkin sudah tahu sebelumnya, empat orang lainnya menatap Touya dengan terkejut. Di antara mereka, Yuki mengangkat tangan kanannya dan bertanya.

“Apa itu berarti Sarashina-senpai akan menjabat sebagai wakil ketua OSIS dan ketua komite kedisiplinan secara bersamaan?”

“Yah, pastinya begitu. Meskipun ini kejadian yang sangat tidak biasa, tapi tidak ada kandidat yang cocok selain dirinya.”

Touya membalas sambil mengangkat bahunya dengan keadaan pasrah. Masachika juga terkejut, tetapi setelah memikirkannya dengan tenang, ia merasa itu merupakan keputusan yang masuk akal.

Komite kedisiplinan yang memimpin dalam menenangkan kerusuhan di festival sekolah dianggap sebagai pahlawan kecil di kalangan siswa saat ini. Terutama Sumire, yang memimpin mereka, dianggap sebagai penyelamat, dibantu oleh popularitas aslinya. Jika dia menjadi ketua komite kedisiplinan, maka ketertiban dan perdamaian di sekolah akan dijaga dengan pasti. Setidaknya… begitulah yang dipikirkan kebanyakan siswa.

Namun, pelaku utama kerusuhan saat itu adalah Yushou, kerabat dari Sumire. Meskipun hanya ada sedikit siswa yang benar-benar mempermasalahkannya, Sumire sendiri menolak menjadi ketua komite kedisiplinan karena alasan itu. Di sisi lain, tidak ada siswa lain yang dapat menjadi ketua komite kedisiplinan yang dapat diterima oleh semua orang. Kecuali satu orang.

(Jadi begitu ya ... meski sudah mengecualikan Sarashina-senpai dari daftar calon karena dia sudah menjadi wakil ketua OSIS, semua orang pasti akan setuju jika Sarashina-senpai yang menjabat sebagai ketua komite kedisiplinan)

Chisaki sendiri telah berperan penting dalam kerusuhan tersebut, tetapi yang lebih penting adalah bahwa Chisaki lah yang sudah mengubah komite kedisiplinan menjadi kelompok militan saat ini. Pada awalnya, sama seperti saat dia masih SMP, Chisaki akan menjadi ketua komite kedisiplinan pada kelas 2, tetapi Chisaki bergabung dengan OSIS setelah direkrut oleh Touya dan Sumire mewarisi keinginannya. Sebaliknya, dengan kembalinya Chisaki menjadi ketua komite kedisiplinan, semua orang bisa melihat bahwa komite kedisiplinan telah kembali ke bentuk aslinya.

“Jika begitu ... ehm, selamat ya? Apakah itu boleh dikatakan seperti itu?”

Masachika ragu-ragu untuk bertepuk tangan dan melihat bergantian antara Chisaki dan Touya. Kemudian, Chisaki juga terlihat kebingungan untuk menjawab dan menggelengkan kepala dengan senyum samar.

“Hmm~ entahlah, aku tidak yakin. Yahh, mungkin aku akan menjadi seperti penasihat kehormatan atau sesuatu seperti itu? Nyatanya, Sumire akan menjadi orang yang benar-benar melakukan pekerjaan ... Namun, mungkin aku akan datang ke OSIS sedikit lebih jarang?”

“Ahh, jadi itu sebabnya ekspresi Ketua tampak sedikit rumit ...”

“Haha, benar banget. Ya ampun, ia sangat lucu sekali.”

Sambil tersenyum lebar, Chisaki memukul-mukul bahu Touya dengan tinju, membuat seragam Touya terdengar berderit.

“Hmmm, jadi ya begitulah ... mari kita mulai memutuskan acara untuk festival olahraga nanti.” 

Touya melanjutkan kembali rapat mereka sambil memperbaiki seragamnya yang terpelintir dan para anggota OSIS lainnya mulai melihat daftar acara-acara olahraga festival sekolah yang dikumpulkan melalui kuesioner sekolah.

“Perlombaan yang biasa dilakukan seperti lari 100 meter dan estafet 400 meter ada di papan tulis di sana. Akan lebih baik jika ada perlombaan yang agak berbeda supaya tidak tumpang tindih dengan yang biasa dilakukan setiap tahun ...”

“... Malah sebaliknya, justru ada beberapa jenis olahraga yang agak aneh dan terlihat sangat mencolok.”

Ocehan Masachika disambut dengan tawa semua orang. Kemudian, mereka mulai membahas jenis olahraga yang jelas-jelas terdengar seperti lelucon.

“Apa-apaan dengan perlombaan 'mandi di bawah air terjun' ini? Dari mana kita mendapatkan air terjun itu?" 

“Perlombaan 'Tarian Pedang', ini pasti dipengaruhi oleh festival sekolah, ‘kan?”

'Kompetisi makan es serut', apaan maksudnya ...?”

“Perlombaan 'Lari dengan posisi handstand 20 meter'. Pertanyaannya, memangnya ada orang yang bisa mencapai garis finish ...?”

“Umm maaf, bahkan ada acara olahraga seperti 'sumo' yang tidak terlalu masuk akal ...”

“Yah, yang itu sih masih bisa diterima ..."”

Sementara semua orang berbicara dengan bersenang-senang, Touya mengatakan sesuatu dengan wajah yang tidak bisa dijelaskan. 

“Perlombaan seperti 'pertarungan tangan kosong' dan 'pertempuran jarak dekat' lebih seperti pelatihan bela diri daripada perlombaan olahraga ... sudah kuduga, daftar lomba semacam ini ...”

Setelah melihat banyak jenis olahraga seperti yang disebutkan oleh Touya dan lainnya, mereka semua tampak keheranan sekaligus berteriak “Memangnya ini perlombaan ala barak tentara!?”. Alasan mengapa jenis olahraga semacam ini diusulkan juga jelas.

Sebenarnya, sejak kejadian festival sekolah, minat siswa dalam bela diri semakin meningkat. Terutama bagi klub kendo yang sangat aktif, tampaknya ada banyak calon anggota yang ingin bergabung meskipun bukan saatnya mendaftar. Dalam banyak artian, peristiwa itu pasti memiliki pengaruh besar.

Insiden kekerasan terjadi di tengah-tengah festival sekolah yang menyenangkan. Dalam insiden yang bisa menimbulkan trauma bagi siswa yang sensitif, penampilan anggota komite kedisiplinan yang dengan berani menaklukkan penyusup, meskipun mereka juga siswa, memberikan kesan yang kuat kepada banyak siswa. Semakin banyak siswa yang tidak berdaya menyadari ketidakmampuan mereka sendiri, semakin besar dampaknya, dan tren bela diri yang belum pernah terjadi sebelumnya saat ini terjadi di Akademi Seirei.

“Apa ini juga karena pengaruh dari peristiwa itu ... Hmm~ yah, efek samping yang begini jauh lebih sehat daripada mengalami guncangan mental yang mengganggu dalam kehidupan sekolah.”

Sambil mengatakan itu, Touya sedikit miringkan kepalanya dan Chisaki memberikan penjelasan dengan mengangkat bahunya.

“Yah, olahraga itu sendiri juga sesuatu yang dianjurkan oleh guru kesehatan dan konselor. Faktanya, sepertinya tidak ada siswa yang mengeluhkan masalah kesehatan  fisik atau mental?” 

“Begitu ya, jika memang begitu, itu bagus ... sama seperti dalam pepatah bahwa jiwa yang sehat bersemayam pada tubuh yang kuat.”

“Betul, betul.”

Chisaki mengangguk dengan puas. Sambil melihatnya dari samping, Masachika berkata pelan.

“Aku juga mendengar keluhan dari beberapa anak cowok yang mengatakan bahwa pacar mereka yang lembut dan rapuh yang mengeluh tidak percaya diri telah berubah menjadi pejuang mental ketika mereka bergabung dengan klub kendo wanita....”

“.....Bukannya itu bagus? Karena mereka menemukan sisi baru dari pacar mereka.”

“Masalahnya adalah salah satu sisi dari aslinya telah hilang.”

Masachika memberikan tatapan tajam kepada Chisaki yang memalingkan pandangannya. Sebenarnya, sebagai seseorang yang mendengar suara kesedihan para cowok yang meratapi [Dia dulunya adalah gadis lembut yang menyukai bunga. Dia bukan tipe gadis yang akan melihat duri pada mawar dan berkata 'Lemang banget….memangnya  kamu bisa melindungi dirimu sendiri dengan hanya ini?' Berhentilah tertawa], Masachika ingin bertanya bagaimana hal itu bisa terjadi.

“Tidak, aku bukan ketua klubnya kali ... bimbingan anggota klub adalah tugas Sumire, bukan? Meskipun ini kedengarannya aneh jika aku sendiri yang mengatakannya sih ...”

“Bukannya itu ulah Sarashina-senpai yang membuat Sumire-senpai seperti itu? Aku tahu tentang itu, loh? Sumire-senpai, pada awal masuk sekolah, dia adalah gadis khas Ojou-sama yang tidak pernah terlibat dalam kekerasan.”

“Ah, ahahaha ​​~ ...yah, begitulah.”

Entah karena dia menyadari hal itu, Chisaki dengan canggung mengalihkan pandangannya dan menatap ke bawah ke dokumen ......, dan mengalihkan topik pembicaraan dengan cara yang begitu jelas.

“Ah, bahkan ada 'Haganenui no Gyo', sungguh nostalgia sekali ~”

“Apaan itu~?”

“Oh, itu adalah metode latihan yang muncul di manga terkenal 'Shuumatsu no Hado Den' ...”

“Manga? Hee~ begitu ya.”

Mendengar jawaban Masachika, Maria dengan santai mendongak dan ...... menatapnya, dan begitu tatapan mata mereka bertemu, Maria mengalihkan pandangannya dan menatap ke arah dokumen-dokumen itu. Melihat reaksinya yang seperti itu, Masachika merasa tidak tenang.

(Sial, padahal aku berusaha untuk tidak memikirkannya ...) 

Masachika menyadari bahwa dadanya berdebar-debar dan kembali memusatkan perhatian pada dokumen di tangannya. Sementara Chisaki duduk di depan mereka tanpa menunjukkan tanda-tanda menyadari situasi mereka, dia mengatakan dengan penuh kenangan.

“Seriusan, itu benar-benar kenangan yang menyenangkan. Aku juga pernah mencoba melakukan itu ~”

“Oh, benarkah?”

Melihat kesempatan tersebut, Masachika bertanya dengan nada tertarik dan Chisaki balas mengangguk sambil tertawa.

“Ya beneran lah, aku bahkan membawa penggorengan dan alat jahit juga~”

Setelah berkata demikian, Chisaki memberikan penjelasan kepada Maria yang terlihat kebingungan.

“Ah, 'Haganenui no Gyo' ini adalah metode latihan untuk melihat aliran kekuatan yang dilakukan oleh tokoh utama dalam manga itu ... 'Semua benda di dunia ini memiliki aliran energi. Jika kamu bisa melihatnya dan memberikan kekuatan di tempat yang tepat dengan arah yang benar, kekuatan tidak lagi diperlukan. Bahkan menjahit piringan baja dengan jarum menjadi mudah.'”

“Tapi tren itu benar-benar populer ~ ~ Aku bukan penggemar yang mengikuti dalam masa ongoing, tapi aku ingat ketika membaca itu, kupikir sulaman harimau pada baju besi guru itu sangat keren.”

“Aku juga berpikir demikian. Tahu enggak, ketika aku membaca itu, aku sedang mencoba mengubah diriku sendiri ... jadi aku sangat terpengaruh.”

"Oh, modifikasi setan ... Apa kamu membacanya saat berlatih?”

“Ya, ya. Anehnya, itu adalah teknik bertarung untuk protagonis yang lemah dan kurang berotot, bukan? Karena aku masih lemah pada saat itu, kupikir teknik itu cocok untukku ... Sejak saat itu, setiap hari aku memusatkan perhatian pada penggorengan untuk bisa melihat aliran energi.”

“Kamu sudah melakukannya selama waktu yang lama, Sarashina-senpai?”

“Sampai SMP, mungkin.”

“Ternyata lebih lama dari yang kuduga!?”

“Ya, dan ketika aku masuk SMP, aku mengetahui fakta yang mengejutkan ... bahwa tidak ada yang namanya aliran energi pada benda mati dan manusia tidak mampu melihatnya dengan mata telanjang.”

“Sebenarnya, bagaimana kamu bisa masuk Akademi Seirei tanpa menyadarinya?”

“Aku sangat terkejut ketika mengetahui fakta itu ... 'Lalu apa yang aku lihat sekarang?' rasanya seperti itu.”

“Jadi kamu bisa melihatnya sekarang!?”

“Aku tidak pernah mengira bahwa Sarashina-senpai adalah pengguna teknik aliran energi ...”

“Loh? Kamu tahu tentang itu, Yuki-chan?”

“Oh tidak, aku hanya melihat anak laki-laki di kelas yang sedang bersemangat tentang itu di sekolah SD dulu.”

Terkejut melihat Yuki hampir mengungkapkan kecintaannya pada hal yang berkaitan dengan otaku, Masachika dengan cepat mengalihkan topik pembicaraan.

“Yah, kurasa tidak ada orang lain selain Sarashina-senpai yang bisa melakukannya. Jadi, kita harus melewatkan olahraga ini.”

“Tidak, aku juga tidak bisa menjahit piringan baja dengan jarum, loh?” 

“Ah, sudah sepastinya, ‘kan?”

“Ya. Aku bisa memasukkan benang ke dalam jarum itu sendiri, tetapi benangnya menggumpal di bagian lubang jarum dan tersangkut. Aku masih tidak tahu bagaimana caranya mengatasinya.” 

“Mungkin benang dan kepala jarum menyatu menjadi satu~?”

“Oh, begitu ya. Aku mulai paham sekarang.”

“Mengubah topik pembicaraan, bukannya 'Domino Antar Kelas' terdengar menarik?”

“Memang menarik sih, tapi ... bukannya sulit untuk menyusun domino di luar ruangan? Tiupan anginnya bisa menjatuhkannya.”

“Apalagi jika tanahnya berkerikil, mungkin domino tidak akan berdiri sama sekali?”

“Hmm, itu ada benarnya juga.”

Dimulai dengan suara Touya, para anggota OSIS lainnya memulai diskusi masalah tersebut dengan serius. Tidak perlu melakukan tsukkomi segala.

“Bagaimana dengan 'Perlombaan Pijat Tapak Kaki’ ini~?”

“Mungkin itu bisa dijadikan salah satu rintangan dalam perlombaan rintangan?”

“Iya, tapi kalau begitu, saat perlombaan harus melepas sepatu... bagaimana dengan masalah itu?”

“Menurutku rinciannya bisa diserahkan kepada panitia pelaksana festival olahraga. Secara pribadi aku juga tertarik dengan 'Perlombaan Pijat Tapak Kaki', tapi menyediakan banyak matras tapak kaki untuk beberapa puluh meter akan sulit... Aku setuju dengan usulan menjadikannya bagian dari perlombaan rintangan.”

“Oh, begitu ya~. Memang benar~”

'Perlombaan Membawa Karung Tanah' juga cukup meriah tahun lalu, mungkin itu bisa diadakan lagi?”

Iya, itu bisa dilakukan secara bersamaan dengan perlombaan lainnya.”

“Benar sekali.”

“Bagaimana dengan 'Lomba Lari Pelayan' ini?”

“Pelayan... oh, ini ya. Perlombaan membawa nampan berisi gelas dan berlari... Lah, yang ini sih pasti kamu yang menang sendiri kan?"

“Hahaha, memang benar. Tapi sepertinya cukup menarik, kan? Persiapannya juga cukup mudah.”

"Benar juga~ Kalau memang perlombaan berbasis lari masih kurang cukup, mungkin kita bisa mengadakannya?”

Setelah hampir semua acara ditentukan, tiba-tiba Yuki meninggikan suara.

“Oh ya, tentang pertarungan kavaleri tahun ini...”

Masachika dan Alisa secara naluriah meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap kata-kata yang keluar begitu saja dari mulut Yuki.

Sambil tersenyum tipis pada mereka yang sedikit terkejut, Yuki bertanya kepada Touya.

“Jadi, pesertanya hanya aku dan Alya-san saja yang akan ikut berlomba, bukan?”

“Hm? Oh ya, itu benar.”

“Kalau begitu... bagaimana kalau...”

Setelah pengantar selesai, Yuki tersenyum dan menggabungkan kedua tangannya.

“Jika pertarungan satu lawan satu, pertandingannya akan segera berakhir, jadi mengapa kita tidak menjadikan pertarungan kavaleri tahun ini sebagai perlombaan tim dengan masing-masing tiga penunggang?”

Itu adalah usulan yang sepertinya hanya mementingkan kemeriahan festival olahraga saja. Faktanya, usulan itu sendiri, ‘Mari kita jadikan pertandingan tim karena kurang seru dalam pertandingan satu lawan satu,’ sangatlah masuk akal. Tapi... usulan tersebut justru merugikan Masachika dan Alisa.

(Orang ini...! Dia sengaja mengatakan itu karena tahu bahwa kami tidak bisa mengumpulkan sepuluh orang untuk membantu!)

Karena tiga tim kavaleri yang diperlukan, peserta harus berjumlah dua belas orang di kedua belah pihak. Mengesampingkan Sayaka dan Nonoa yang telah memberikan persetujuan mereka, Masachika dan Alisa harus mengumpulkan delapan orang lagi untuk membantu mereka. Mengumpulkan banyak pendukung yang berpengaruh itu mudah bagi Yuki karena dirinya mantan ketua OSIS SMP, tapi hal tersebut cukup sulit bagi Alisa, yang statusnya hanya seorang siswa pindahan.

(Aku bisa mengumpulkan orang-orang untuk membantu dengan relasiku... tetapi itu tidak memiliki arti. Sial, dia melakukan trik yang cukup licik!)

Meskipun dirinya merasa kesal di dalam hati, tapi Masachika dengan tenang memberikan tanggapannya.

“Memang benar kalau pertarungan satu lawan satu akan berakhir terlalu cepat, tetapi bagaimana kalau kita membuat pertandingannya menjadi tiga ronde saja? Dalam dua ronde, pemenang akan terlihat jelas dan kurasa itu akan sangat menarik.”

“Tiga ronde tentunya sangat melelahkan secara fisik, bukan? Jika kecelakaan terjadi dan salah satu peserta terjatuh dari tumpangannya, melanjutkan pertandingan akan menjadi sulit. Selain itu...”

Yuki langsung menolak saran Masachika dan meletakkan tangan kanannya di pipinya, lalu menurunkan alisnya.

“...Aku dan Ayano, serta Alya-san dan Masachika-kun memiliki perbedaan ukuran tubuh yang cukup besar sehingga sulit untuk memiliki pertarungan yang adil. Pertandingan yang sangat berat sebelah seperti itu pasti tidak akan seru, bukan? Kupikir pertandingan tim akan memungkinkan kita untuk menggunakan taktik dan menciptakan suasana yang lebih baik.”

(Orang ini... Dia bahkan berani mengatakan itu sendiri!)

Masachika diam-diam mengertakkan giginya pada Yuki, yang dengan berani menggunakan kelemahannya sebagai perisai. Dalam situasi ini, tidak peduli apa yang dikatakan oleh Masachika dan Alisa, mereka hanya terlihat seperti orang yang ingin membully orang yang lebih lemah. Selain itu... Jika disebutkan bahwa “pertandingan tidak akan seimbang”, maka peserta lain di arena akan merasa tidak terima.

“Benar, hal yang dikatakan Yuki-chan memang masuk akal. Kurasa perbedaan ketinggian ini tidak adil.”

Seperti yang diharapkan oleh Masachika…. dan Yuki, Chisaki mengangguk dan memberikan suaranya. Ada aturan tak tertulis dalam pemilihan ketua OSIS bahwa “ketua dan wakil ketua tidak boleh campur tangan dalam pemilihan ketua OSIS baru”. Faktanya, Touya tetap diam dan mengikuti aturan tersebut, tetapi Chisaki berbicara sesuai dengan sportivitas murni. ... Atau mungkin dia tidak peduli dengan aturan tersebut. Ada kemungkinan bahwa dia bahkan tidak menyadari bahwa pernyataannya dapat dianggap sebagai campur tangan dalam pemilihan ketua OSIS baru.

Dalam situasi ini, dukungan dari wakil ketua atas usulan Yuki memiliki makna yang sangat penting.

(Gawat, meskipun pihak lain yang mengusulkan sesuatu yang melanggar aturan, tapi situasinya terlihat seperti kamilah yang menjadi penjahatnya.)

Masachika merasa cemas karena situasinya, tetapi pada saat itu, Alisa yang sebelumnya diam, akhirnya memberikan suaranya.

“Kalau menurut Masha sendiri bagaimana?”

Masachika tersentak ketika mendengar hal itu.

(Benar juga, kami menarik Masha-san ke pihak kami. Jika Masha-san bisa bergabung dengan kami...)

Ketika Masachika memandang ke arah Maria dengan harapan, Maria meletakkan jari-jarinya di bibirnya dengan santai.

“Pertarungan kavaleri tuh pertandingan yang itu, kan? Calon ketua OSIS akan bertanding satu sama lain dalam pertandingan kavaleri... Dengan siapa kamu akan bertanding, Alya-chan?”

“... Saat ini, aku berencana untuk bertanding bersama Sayaka-san dan Nonoa-san.”

Saat Alisa menjawab begitu sambil sedikit khawatir pada Yuki dan Ayano, Maria justru menggembungkan pipinya.

“Eh~! Mengapa kamu tidak meminta bantuanku? Aku juga ingin mencoba pertandingan kavaleri juga!”

“!!?”

Masachika terkejut dengan pernyataan Maria yang menghancurkan rencana Masachika dan Alisa. Dan Yuki tidak melewatkan kesempatan itu dan segera mulai menarik membujuk Maria.

“Ara, jika Masha-senpai mengatakan seperti itu, maka sebaiknya kita melakukan pertandingan tim. Jika begitu, Masha-senpai juga bisa ikut berpartisipasi.”

“Oh, benar. Aku setuju~. Bagaimana dengan kalian berdua?”

Yuki tersenyum dengan bangga sambil mengangkat sudut bibirnya, sedangkan Chisaki mengangguk dengan serius. Sementara itu, Maria tersenyum dengan polos. Menghadapi ketiga orang di depan mereka, Masachika dan Alisa menyadari kekalahan mereka.


◇◇◇◇


“Sial, kita malah kecolongan...”

“Mau bagaimana lagi ... Sebenarnya, usulan untuk pertandingan tim itu cukup masuk akal.”

Setelah rapat OSIS selesai, Masachika dan Alisa, yang kembali ke kelas, saling berhadapan di tempat duduk mereka dan mengadakan pertemuan darurat mengenai pertandingan kavaleri.

“Tapi bagaimana kita harus melakukannya? Sekarang kita perlu meminta Takeshi dan Hikaru untuk bergabung dengan kita sebagai tim Fortitude ... Selain Masha-san, kita masih membutuhkan lima orang lagi, kan?”

“Ya, benar ...”

“Apa ada seseorang yang terlintas di pikiranmu ...?”

“……”

Meskipun Masachika bertanya dengan harapan yang rendah, Alisa hanya diam tanpa menjawab. Masachika juga mengetahui hal tersebut, jadi ia memutuskan untuk berhenti bertanya.

“... Jika sudah begini, bagaimana jika kita membuat tim yang terdiri dari atlet tinggi dari klub olahraga?"

“Tim atlet tinggi?”

“Kita akan membawa beberapa pria tinggi dari tim bola basket untuk memastikan kita tidak kalah dengan siapa pun yang mereka bawa. Mungkin klub bola basket akan membantu kita dengan beberapa pemain—— ”

“Aku enggak mau!”

Masachika terkejut dan melebarkan matanya saat mendengar penolakan keras Alisa ketika menyela percakapan di tengah-tengah kalimat.

“... Kenapa?”

“Malah tanya kenapa...”

Alisa tergagap dan tatapan matanya mengembara kemana-mana mendengar pertanyaan polos Masachika. Kemudian, sambil terus memandang ke bawah, dia berkata dengan tidak senang.

Kenapa aku harus disentuh oleh cowok lain selain kamu?

“!?”

Masachika hampir saja ingin berteriak keras ketika Alisa tiba-tiba berbicara dalam bahasa Rusia. Sambil berusaha keras untuk menahan diri, Masachika menarik otot wajahnya dengan kuat saat Alisa memalingkan wajahnya.

(Ka-Kamu iniiii!! Kamu ini benar-benarーーー!! Ap-Apa yang sudah kamu katakan tadiーーー!!!)

Masachika menggertakkan giginya saat berteriak di dalam hati dengan kosakata yang berantakan. Dan ketika berhasil memperbaiki ekspresinya yang aneh, Masachika menanyakan kembali pada Alisa.

“Kamu bilang apa tadi?”

“... Aku bilang kalau aku tidak ingin melakukan kavaleri bersama pria yang tidak aku kenal baik.”

“... Yah, meskipun kamu bilang begitu, kita memiliki keuntungan karena kita memiliki tiga orang pria di tim kita ...”

“Aku sudah mencari tahunya, kok? Dalam pertandingan kavaleri berjumlah empat orang, para pembalap duduk di lengan atau bahu dua orang di belakangnya, bukan? De-Dengan kata lain, itu berarti ...... bahwa dua orang di belakang akan menyentuh pantatku.....”

Setelah mengatakan itu, Alisa bergidik ngeri dan memeluk tubuhnya sendiri. Kemudian, dia menatap dengan tajam dan berteriak.

“Tidak! Aku benar-benar tidak mau!”

“(Memangnya kamu ini pengidap germaphobia atau apa~!?)”

Masachika membisikkan tsukkomi-nya atas penolakan keras itu, para laki-laki di sekolah akan merasa kecewa jika mendengarnya berkata demikian....... Tapi pada kenyataannya, itu memang menjadi masalah yang harus diatasi.

(Memang, jika kita memiliki pria yang buruk di tim ini, mereka mungkin akan menjadi tidak berguna karena mereka hanya akan tergila-gila dengan Alya... Tapi jika Alisa begitu menolak, aku juga tidak bisa memaksanya ...)

Masachika mengangkat bahu dan mulai mempertimbangkan kembali.

“Kalau begitu, menurutku kita hanya perlu menempatkan Masha-san di dalam tim kavaleri kita... Masha-san mungkin berencana melakukan itu juga. Adapun lima orang sisanya...”

Dari sana, mereka berdua terus berdiskusi dan memutuskan empat kandidat. 

“Ya. Untuk sementara, kita akan bertanya kepada keenam orang dulu termasuk Takeshi dan Hikaru besok ... Tapi masalahnya, bagaimana dengan gadis lain yang bertanggung jawab atas penopang penunggang kavaleri kita...”

Masachika kemudian membuat daftar beberapa siswi yang terkenal dan berpengaruh di sekolah. 

“... Dan yah, inilah beberapa nama orang yang terkenal di sekitar sini ... Apa ada seseorang yang kamu kenali?”

“Aku bertemu dengan beberapa dari mereka dalam kegiatan OSIS, tetapi aku hanya mengenal mereka secara singkat.”

“Ya, itu wajar untuk siswa senior.”

Karena sejak awal ia tidak terlalu berharap, jadi Masachika dengan mudah mengangguk. Dirinya kemudian bersandar dengan lesu di kursinya dan menatap langit-langit, memiringkan kepalanya dengan penuh kegalauan. 

“Hmmm apa lagi yang bisa kita lakukan ya~ ...”

“...Bagaimana dengan orang itu?”

“Hm?”

Masachika menurunkan pandangannya, dan Alisa melanjutkan dengan ragu.

“Orang itu... orang yang dari klub kerajinan tangan...”

“...Ah, maksudnya Slit-paisen?”

“Iya... atau sebenarnya, karena kamu, aku juga tidak tahu nama aslinya.”

“Kalau harus dibilang, dia adalah orang ke-18.”

“Hah?”

“Tidak, bukan apa-apa. Yah, Slit-paisen adalah Slit-paisen, jadi tidak masalah.”

“Apanya yang tidak masalah?”

Masachika mengabaikan celaan Alisa yang tajam dan melipat tangannya.

“Hmm, yah~... jika kita memintanya, mungkin dia akan setuju. Tapi, reputasi tentang Slit-paisen di antara siswa senior tidak terlalu luas. Meskipun dia cukup dikenal di kalangan siswa junior... jika kita mempertimbangkan tingkat kepopuleran dan tinggi badan, sebaiknya mencari gadis-gadis kelas dua atau bahkan kelas tiga...”

“...Aku hampir tidak punya teman di kalangan siswa senior. Apalagi orang yang akan mendukungku...”

“Yah, setidaknya aku bisa menggunakan jaringanku untuk itu...”

“Tapi itu ──”

“Tidak ada salahnya jika ada satu atau dua 'pendukungku', bukan? Termasuk Masha-san, orang-orang lain yang ikut bekerja sama juga adalah pendukungmu."

Saat Masachika mengatakan ini pada Alisa, yang membuka mulutnya karena tidak setuju, Alisa berpikir dalam diam selama sekitar sepuluh detik, lalu mengangguk dengan enggan.

“Yah benar juga, kalau cuma satu orang...”

“Ya. Meski begitu, ada juga orang-orang yang tidak kamu kenal sama sekali, sih... Hmm~, seseorang yang kamu kenal dan tampaknya mendukungku....ditambah lagi, gadis-gadis yang cukup terkenal……”

Setelah memikirkannya sejenak, Masachika menggeram melihat parahnya kondisi yang mereka alami.

“Rasanya sangat sulit... karena pada dasarnya pendukungku sama dengan pendukung Yuki... Kalaupun ada yang mendukungku daripada Yuki...”

“Sudah kuduga bakalan begitu...”

“Hmm… benar, apa kamu mengenal Kitagawa-senpai, wakil ketua dari klub merangkai bunga?”

“Eh?...Tidak, mungkin aku pernah bertemu sebelumnya, sih...”

“Begitu ya...Lalu, Bagaimana dengan Kanazawa-senpai, anggota kelas 3 dari klub bola voli? Gadis yang sangat tinggi itu.”

“Aku pernah melihatnya sebelumnya...tapi aku belum pernah mengobrol dengannya.”

“Kalau begitu...bagaimana dengan Minamihama-senpai, gadis kelas 2 dari klub sastra? Dia bertubuh pendek dengan potongan rambut pendek dan memakai kacamata merah...”

“...Aku tidak mengenalnya.”

“Hmm~, begitu ya...”

Kemudian, Masachika menyadari bahwa suhu tatapan Alisa telah turun dengan cepat.

“...Alya? Apa ada yang salah?”

“Apanya?”

“Tidak… entah kenapa, tatapan matamu sedikit menakutkan.”

“Tidak juga? Aku hanya berpikir kalau kamu adalah partner yang bisa diandalkan.”

Setelah mengatakan itu, Alisa melipat tangannya dan menyilangkan kakinya dengan perlahan. Kemudian, dia menatapnya dengan senyum dingin yang sama sekali tidak tulus, dan memintanya untuk melanjutkan.

“Ayo silakan lanjutkan. Apa ada gadis lain yang kamu kenal?”

“...Tidak, untuk saat ini hanya ada tiga orang bisa kupikirkan.”

Itu bohong. Sebenarnya masih ada satu orang lagi yang terlintas di benaknya. Namun, Masachika merasa berbahaya jika terlalu banyak membicarakannya, jadi dirinya memutuskan untuk mengakhiri percakapan di sana.

“Hmm~?”

Alisa terus menatap Masachika dengan pandangan curiga, dan setelah beberapa saat kemudian, dia mengangkat bahunya.

“Yah, baiklah kalau begitu.”

Setelah mendengar itu, Masachika merasa lega──

“Jadi, bisakah kamu memberitahuku bagaimana kamu bisa berteman dengan mereka bertiga?”

“Hah?”

“Tiga orang yang baru saja disebutkan, bagaimana awal pertemuanmu dengan mereka dan bagaimana kalian bisa saling mengenal satu sama lain?”

“….Memangnya itu penting?”

“Ya, aku ingin menggunakannya sebagai referensi untuk menambah jumlah pendukungku.”

Itu adalah pernyataan yang benar-benar sangat rajin dan bijaksana. Seandainya saja kalau tatapan matanya tidak mirip seperti mata seorang polisi yang sedang menginterogasi seorang tersangka.

“Umm, Kitagawa-senpai... Yah, bisa dibilang coba-coba saja, tapi aku berkesempatan mencoba merangkai bunga, dan dia menyukai rangkaian bunga yang aku buat... Itu sebabnya kami mulai berbicara satu sama lain...”

“Begitu.”

“Sedangkan Kanazawa-senpai... Ketika aku pergi ke gedung olahraga karena tugas OSIS, bola voli yang dia mainkan secara tidak sengaja mengenai kepalaku...” 

“Hmm….hah?” 

“Kemudian aku mengalami gegar otak ringan… Dia memiliki rasa tanggung jawab yang kuat, jadi dia sangat perhatian kepadaku… Saat kami berbicara seperti itu, kurasa kami menjadi teman baik?”

“O-Oke.”

“Sedangkan Minamihama-senpai... Kami memiliki hobi yang sama yaitu novel ringan, jadi kami mulai berteman karena itu.”

“Hmm~.”

Setelah mendengar penjelasan singkat dari Masachika, entah kenapa Alisa tiba-tiba tersenyum penuh kemenangan karena suatu alasan.

Akulah yang lebih dramatis

(Apanya yang lebih dramatis!?)

Sambil menunjukkan wajah serius dengan tanda tanya yang melayang di kepalanya, Masachika terus berbicara tanpa memedulikannya.

“Jadi, apa yang akan kita lakukan? Untuk sementara, apa kita mencoba menghubungi ketiga orang ini dulu?”

Menanggapi pertanyaan Masachika, Alisa tiba-tiba berhenti bergerak dan menunjukkan ekspresi wajah sulit. Setelah berpikir selama sepuluh detik, dia bertanya dengan gigi terkatup.

“Ngomong-ngomong, apa ada kandidat pria?”

“Eh? Ya, ada beberapa sih…. tapi tadi kamu sendiri yang bilang tidak suka disentuh pria...”

“Hanya untuk berjaga-jaga, hanya untuk berjaga-jaga saja!”

“Eh~~~ yahh seperti yang sudah kubilang sebelumnya, seperti Senpai dari klub basket...”

Masachika lalu menyebutkan beberapa kandidat seperti yang diminta, tetapi Alisa tidak mengenal nama yang disebutkan. Alisa hanya terdiam dengan ekspresi getir.

“Jadi... apa yang akan kita lakukan sekarang?”

Ketika Masachika bertanya dengan ragu-ragu padanya yang tampak sangat bingung, Alisa menggertakkan giginya dan perlahan-lahan membuka mulutnya—— tapi pada saat itu… 

“Oh, itu dia! Oi~ Kuzze~kun~♪”

Suara pintu geser yang terbuka diikuti dengan suara manja yang dibuat-buat bergema di ruang kelas.

Ketika mereka berdua berbalik pada saat yang bersamaan, seorang siswi dengan rambut hitam panjang di kuncir ke samping mendekat sambil melambaikan tangannya. Pita seragam sekolahnya menunjukkan bahwa dia adalah siswi tahun ketiga, dan dia memiliki tubuh yang langsing dan kaki ramping nan panjang yang terlihat jelas dari rok pendeknya. Meskipun penampilannya penuh dengan keceriaan dan kecantikan seperti seorang idola, dan dia memiliki aura seorang gadis cantik yang lincah dan ramah…..  tetapi reaksi Masachika terhadapnya hanyalah senyum lelah yang sedikit pahit.

“Ehh~ apa-apaan dengan reaksimu itu~ kamu menyakiti perasaan Elena-senpai tahu~” 

“ya…aku hanya terlalu terpengaruh oleh aura gadis ekstroverts senpai yang menular, jadi aku kehilangan sebagian besar HP-ku...”

“Ahahaha, apa yang kamu bicarakan~! Kuze-kun, kamu ‘kan orang yang biasanya tidak peduli dengan begituan~!”

“Ahaha, yah, aku hanya berpikir bahwa sebagai seorang otaku, aku harus takut pada orang-orang yang populer ...”

Sambil dipukul-pukul di bahunya, Masachika menjawab dengan sedikit kaku. Kemudian, gadis yang sedari tadi menghadap ke arah Masachika, tiba-tiba memutar badannya dan dengan senyum manis berkata kepada Alisa.

“Ups, maaf banget ya kalau mendadak sekali, Alisa-chan, boleh aku meminjam Kuze-kun sebentar?”

“Ah, ya, silakan. Narahashi-senpai ...”

“Iyaann~, panggil aku Elena-senpai.”

“Ah, ya…”

“Elena-senpai, tolong jangan terlalu sok dekat pada Alya karena dia sangat takut pada orang-orang ekstrovert seperti Senpai.”

“Masa? Maaf~maaf~. Apa aku terlalu sok kenal dan sok dekat?”

“Tidak, aku baik-baik saja dengan itu ... Elena-senpai.”

“Apaan~ rupanya enggak masalah toh, Alisa-chan. Baiklah kalau begitu, gimana kalau kita pakai cara memanggil seperti itu saja?” 

“Cara pendekatan yang sungguh mengerikan.”

“Ah, bagus tuh~ Kamu selalu memberikan tsukkomi yang bagus.”

Gadis itu hanya tertawa dan mengacungkan jempol atas teguran keras yang diberikan Masachika dengan tatapan dingin. 

Namanya adalah Narahashi Elena. Dia adalah murid kelas 3 di Akademi Seirei, ketua dari klub orkes tiup*….. dan juga mantan wakil ketua OSIS. Oleh karena itu, dia masih sering mengunjungi ruang OSIS dan menjahili adik kelasnya atau membantu mereka dalam tugas-tugas mereka, atau sekedar minum teh dan pulang. Pada festival sekolah baru-baru ini, dia juga aktif sebagai wakil ketua panitia pelaksanaan festival sekolah. (TN: Orkes tiup (bahasa Inggris: Brass band) adalah sekelompok orang yang memainkan musik dengan menggunakan instrumen musik tiup baik tiup logam maupun tiup kayu dan sering kali dalam permainan tersebut diiringi pula dengan seksi perkusi.)

(Sepertinya dia sangat disukai oleh juniornya di klub orkes tiup karena memiliki kepribadian yang ramah dan peduli terhadap orang lain,... selain itu, dia juga mantan wakil ketua OSIS. Meskipun dia memiliki pengaruh pada orang lain, tetapi ….)

“Hyah~ habisnya, tidak banyak siswa di sekolah ini yang bisa melontarkan tsukkomi tajam kepada Elena-senpai~, jadi tidak apa-apa, kok~ ayo~ datanglah lebih sering! Jangan ragu untuk mengejeknya tanpa memikirkan statusnya sebagai senpai. Oh, maafkan aku jika aku menepakmu terlalu kasar, ya?”

“Karakter.”

“Ah, gawat. Aku merasa seperti akan membangkitkan sesuatu oleh tatapan dingin kouhai-ku.”

“Apa itu karena kebodohanmu sendiri?”

“Jadi ini yang namanya, pencerahan ...? Mataku jadi terbuka sekarang ... tunggu, aku tidak akan mengakuinya! Apa yang akan tersisa di dalam diriku jika hasrat s*ksualku diambil?”

“Nafsu makan dan tidur.”

“Jadi aku adalah perwujudan dari tiga keinginan besar manusia ...”

“Aku hanya bercanda, kok. Yang tersisa hanyalah kekayaan, pengaruh, dan Elena-senpai yang cantik.”

“Kugh, hal semacam itu ...!... hah, tunggu? Kurasa itu bukan hal yang buruk?”

“Sebaliknya, itu adalah hal yang baik.”

“Begitu ya, lalu... tunggu, aku takkan mengalami pencerahan, oke?”

“Aku tidak mengatakan kalau Senpai harus tercerahkan, tetapi mungkin lebih baik jika Senpai sedikit lebih tenang.”

“Enggak mau~ ah~, aku masih ingin bermain dengan wanita ...”

“Apanya yang bermain dengan wanita?”

“Ooh~ itu adalah tsukkomi yang bagus. Bagus sekali~”

Masachika mengarahkan pandangan lembut pada Elena, yang menunjukkan kekuatan iblis pelecehan seksual yang bahkan membuat terkejut Yuki, yang dalam mode adik perempuan.

“Apa kamu benar-benar ingin mendapat tanggapan tsukkomi seperti itu, Senpai?”

Ketika Masachika mengatakan itu dengan suara dingin, Elena hanya tersenyum cengengesan dan menggeliatkan badannya dengan cara yang sangat disengaja. 

 “Ehh~? Jangan mengatakannya seperti seolah-olah nafsu Elena-senpai sedang tidak puas~...”

“Bukan tentang itu kali!!”

“Ahaha ... tidak, habisnya~ kan?”

Dengan wajah yang terlihat malu-malu, Elena menggaruk kepalanya dan berkata dengan riang sambil tersenyum.

“Di sekolah ini, karena kebanyakan orang hanya bisa mengabaikan lelucon dengan senyuman, aku sering kali menjadi satu-satunya yang berperan sebagai orang yang melontarkan tsukkomi. Sulit menemukan seseorang yang dengan bebas berperan sebagai pembalas tsukkomi.”

“Seharusnya kamu bisa membadut tanpa khawatir... tapi karena sifatmu yang serius...”

“Tunggu sebentar, jangan bilang aku serius! Salah bangett~ Elena-senpai... eh, maksudku, Erona-senpai adalah seorang Onee-san yang eksentrik dan nakal~~”

“Meski begitu, aku jarang mendengar cerita lucu darimu.”

“Nah, itu sih karena Erona-senpai bukanlah wanita yang terikat pada satu orang saja, ‘kan?”

“Baiklah, baiklah, jadi itu karakter yang kamu perankan ya, Erona-senpai.”

“Jangan menyebutnya sebagai karakter!”

Elena semakin marah dan Masachika memandangnya dengan sikap acuh.

“...Jadi? Ada keperluan apa Senpai kemari?”

“Upss, betul, aku hampir lupa.”

Setelah akhirnya mengingat tujuan sebenarnya, Elena mengubah ekspresinya dan dengan senyum yang akan diiringi dengan efek suara ‘kyapi~’, dia mengulurkan tangannya kepada Masachika.

“Kuze-kun, ayo buat kontrak denganku dan jadilah Raja Harem~

“Pulang saja sana.”

“Kenapa sih!”

Setelah mendapatkan penolakan langsung, Elena menggebrak meja Masachika dengan kedua tangannya.

“Raja Harem, loh, raja harem! Anak cowok SMA manapun pasti akan mengangguk setuju!”

“Harem yang kamu maksud adalah klub orkes tiup, ‘kan? Jadi maksudmu, kamu ingin aku menjadi ketua klub? Tidak ada alasan bagiku untuk menerima tawaran itu!”

“Oh, jadi kamu sudah menyadari itu juga ya, Kuze-kun.”

Saat Masachika menepis siku Elena yang menyenggolnya sembari mengatakan “Dasar ih~dasar~”, wajah Elena berubah menjadi sedikit serius.

“Maaf. Aku akan menjelaskan dari awal, oke?”

“Haa, ya...”

“Ajakan Raja Harem tadi cuma bercandaan. Aku ingin Kuze-kun menjadi pemain piano di klub orkes tiup kami.”

““!””

Tidak hanya Masachika, tetapi Alisa juga sedikit mengerutkan kening mendengar kata-kata itu. Namun, Elena tidak terlihat khawatir dengan reaksi mereka dan tampak kesulitan ketika dia mengangkat kedua tangannya ke atas.

“Pada awalnya, bagian pemain piano sebenarnya ditangani oleh anak kelas tiga~ tetapi dia sepertinya akan mengambil ujian masuk universitas di luar dan baru beberapa hari yang lalu dia berhenti. Jadi, sekarang klub orkes tiup tidak memiliki pemain piano. Awalnya, bagian piano tidak diperlukan untuk semua lagu, dan sebenarnya semua orang bergabung dengan klub orkes tiup karena mereka ingin memainkan alat musik tiup ... Jadi, tidak ada yang ingin menggantikan posisi itu.”

“Yah, orang yang ingin memainkan piano pasti akan bergabung dengan klub piano, iya ‘kan?”

“Begitulah. Jadi, aku sedang berpikir tentang apa yang harus aku lakukan ..."

Sambil mengangguk-angguk dengan wajah lembut, Elena merangkul bahu Masachika.

“Wow... Aku sangat terkesan. Siapa sangka ada bakat sehebat itu berada di dekatku?”

“Haaa.”

“Jadi, apa kamu mau membuat kontrak denganku dan menjadi Raja Harem?”

“Tidak mau.”

“Kenapa!?”

“Karena aku memiliki kesan buruk pada orang yang memaksaku untuk membuat kontrak denganku semacam itu. Selain itu, hal itu kedengaranya seperti kontrak budak daripada Raja Harem.”

“Seenaknya saja asal menuduh sebagai kontrak budak... Aku hanya mengatakan ‘Hehehe, ayo kita lakukan aktivitas klub bersama-sama

“Kamu bahkan tidak pernah mengatakannya sekalipun, tau ??”

“Kughh, sulit sekali ... Siapa sangka aku akan ditolak seperti ini ...”

“Sebaliknya, mengapa kamu pikir aku akan menerima tawaranmu itu?”

Melihat tatapan Masachika yang meremehkan, Elena mengubah ekspresinya sedikit dan berkata dengan nada suara yang berbeda.

“Ehehe ... pak bos, di sana ada banyak gadis cantiknya, loh.”

“Dibilangin, apa-apaan dengan cara ajakan itu?”

“Kamu juga bisa melakukan begituan, loh~”

“Maksudnya pertunjukan orkestra dari klub orkes tiup, ‘kan!?”

Masachika mengangkat alisnya dan menatap Elena dengan tatapan tajam ketika apa yang dia bicarakan di depan Alisa. Sementara itu, Elena tampak bingung dengan reaksi Masachika.

“Kuze-kun, jangan bilang kamu tidak tertarik dengan Harem ...?”

“Masalahnya bukan begitu.”

“Mengapa? Padahal aku sudah menunjukkan ketulusan yang luar biasa begini.”

“Sebelah mananya yang tulus?”

Menanggapi Masachika yang bertanya balik dengan wajah serius, Elena memeluk tubuhnya dengan ekspresi enggan.

“Tatapan mata itu… seakan menyiratkan kalau aku harus menunjukkan ketulusanku dengan lebih jelas! Kughh! Baiklah, aku mengerti ... jika sudah begini, kurasa aku tidak punya pilihan lain selain ikut berusaha sekuat tenaga sebagai ketua klub ...”

“Kamu seriusan tidak perlu melakukan itu.”

“Kamu sendiri yang menyiratkan kalau aku harus membayarnya dengan tubuhku, ‘kan! Ayo, kamu bebas melakukan apapun yang kamu inginkan!? Kamu bisa melepaskan hasratmu pada tubuhku yang siap disantap ini!”

“Siap disantap...?”

“Mengapa kamu tidak membuat Elena-senpai berbunyi keras sebanyak kamu membuat piano berbunyi!! Kamu bahkan boleh memainkan lagu 'Neko Funjatta' dengan tubuh Elena-senpai ini!” (TN: Kalimat ‘neko funjatta’ (猫船渡った) dalam bahasa Jepang secara harfiah berarti ‘kucing menyeberangi sungai’. Namun, frasa ini sering digunakan dalam arti kiasan untuk mengekspresikan gagasan bahwa sesuatu yang beruntung atau mujur telah terjadi secara tak terduga. Secara kasar dapat diterjemahkan menjadi “Aku beruntung” atau "segala sesuatunya berjalan dengan baik”. Ada juga karya piano yang berjudul 'Neko Funjatta', Yup, bisa dibilang perkataan Elena-senpai ini mempunyai arti ganda)

““......””

“Ah, ya. Jangan menatapku dengan tatapan 'apa sih yang orang ini bicarakan?' seperti itu ... hehehe, bisakah kamu memberiku sedikit pengampunan?”

Di tengah-tengah tatapan dingin itu, Elena tertawa dengan gaya yang kikuk sambil menggaruk kepalanya. Melihat ekspresi tersebut, Masachika menghela nafas dan berkata.

“Jika kamu merasa begitu,  minta tolonglah dengan cara yang lebih normal...”

Masachika menunjukkan ekspresi lelah kepada Senpai-nya yang tidak pernah meminta bantuan secara normal. Kemudian, Elena mengangkat alisnya dengan tersentak, menyingkirkan kejenakaannya dan menatap Masachika dengan wajah serius yang menakutkan.

“Apa itu berarti …kamu ingin aku menundukkan kepalaku?”

“Tidak, bukannya begitu, aku hanya ingin Senpai meminta bantuan secara normal...”

“Hah! Sepertinya kamu meremehkanku! Kamu mengharapkan seorang mantan wakil ketua OSIS untuk menundukkan kepalanya pada seorang anggota OSIS biasa yang cuma masih kelas 1?”

Dengan senyum sinis menyindir di bibirnya, Elena pun bergerak, lalu ── dia berlutut di depan Masachika dengan gerakan luwes dan memohon.

“Tolong, bergabunglah dengan kami sebagai anggota pembantu untuk klub orkes tiup.”

“Sungguh harga diri yang rendah sekali...”

“Neee~~~~ayolah~ aku mohon~, aku menginginkan permainan piano Kuze-kun untuk pertunjukan musik terakhirku di SMA, tau~~~! Aku akan melakukan apa saja yang aku bisa~~ oke ya~!”

Melihat Elena yang menggenggam lengannya sambil berlutut di depannya, bahkan Masachika pun mulai merasa bersalah.

“Meski Senpai bilang rela melakukan apa saja ... sebagai mantan wakil ketua OSIS, tidak akan terlalu...”

Tidak akan terlalu membantu, sebelum ia bisa melanjutkan, Masachika menyadari sesuatu.

(Hah? tapi ... pertarungan kavaleri tuh cuma sekedar hiburan saja, ‘kan?)

Terlepas dari opini orang-orang yang terlibat maupun orang yang melihatnya, pertarungan kavaleri hanyalah pertandingan hiburan dan tidak wajib diikuti. Jika emang begitu, maka ...

(Mantan wakil ketua OSIS juga bisa ikut berpartisipasi ... bisa dibilang itu area abu-abu. Tapi pada dasarnya, aturan tidak tertulis tetaplah tidak tertulis ...)

Dalam hal ini, siapa pun yang berhasil membujuk orang lain akan menang.

(Selain itu... )

Masachika tersenyum sinis pada bayangan ibunya yang terus-menerus menghantuinya sejak ia mendengar tentang piano.

(Aku sudah menyelesaikan masa laluku dengan Maa-chan...Kupikir sudah waktunya untuk menyelesaikan masalah ini juga.)

Setelah memikirkan hal itu, Masachika dan Alisa saling bertukar pandang. Kemudian, setelah berkomunikasi minimal melalui kontak mata, Masachika perlahan-lahan bertanya pada Elena.

“Kamu bilang kamu akan melakukan apa saja, ‘kan, Senpai?”

“Eh?”

Masachika menatap Elena, yang mendongak dengan ekspresi kaget, sambil tersenyum samar.

“Kamu tadi bilang kalau kamu akan membayar dengan tubuhmu ... kan?”

“Eh, eh ... eh?”

Elena berdiri dengan cepat ketika menyadari aura kouhai-nya yang sedikit tidak menyenangkan dan menatap Masachika dan Alisa secara bergantian, ekspresinya menjadi semakin tegang saat menatap mereka. Pipinya memerah dan matanya berangsur-angsur berkaca-kaca...

“Pa...”

“Hmm?”

“Pakaian dalamku hari ini bukan yang imuttttttt~~~~!”

“Jangan melarikan diri sambil meneriaki hal-hal yang bisa menimbulkan kesalahpahaman!!!!!”

Suara marah-marah Masachika bergema di lorong ketika mengejar Elena yang melarikan diri sambil menangis, dan melindungi tubuhnya dengan kedua lengannya, seolah-olah dia adalah kelinci yang ditarik keluar dari topi pesulap.


◇◇◇◇


“…Apa kamu yakin?”

Setelah menangkap Elena yang melarikan diri, mereka melanjutkan diskusi di kelas setelah kembali ke tempat duduk. Dan kemudian Alisa dengan ragu-ragu bertanya pada Masachika.

“Hmm? Yah, karena dia bahkan berlutut padaku ... dan aku hanya membantunya setelah festival olahraga hingga konser pada bulan Desember…..Jika itu berarti kita bisa mendapatkan bantuan dari Elena-senpai, maka itu akan menjadi kesepakatan yang sangat gampang sekali.”

Masachika tertawa kecil sambil mengangkat bahunya ketika menjawab pertanyaan Alisa. 

Pada akhirnya, Elena setuju untuk berpartisipasi dalam pertarungan kavaleri dengan syarat tertentu. Namun, syarat itu sendiri adalah sesuatu yang diusulkan oleh Masachika, jadi Elena menerima syarat-syarat tersebut tanpa ragu-ragu. Sebagai imbalannya, Masachika setuju untuk membantu klub orkes tiup sebagai anggota pembantu.

“Namun, dia mengatakan kalau aku boleh ikut membantu setelah festival olahraga ... Dia benar-benar bertanggung jawab dan peduli tentang hal-hal yang wajar ... Dia bahkan menunggu sampai ujian selesai untuk datang hari ini.”

Meskipun dikenal sebagai karakter yang liar, Masachika tertawa kecil sambil mengakui bahwa Elena sebenarnya sangat perhatian dan peduli. Namun, Alisa bertanya lagi dengan ragu-ragu.

“Apa kamu benar-benar yakin?”

“Hmm? Apa maksudmu?”

“Apa kamu benar-benar ingin membantunya sebagai pianis bantuan?"

Masachika memainkan piano. Hal tersebut membuat Alisa khawatir. Kepercayaan diri Alisa sedikit dirusak oleh ekspresi Masachika yang menatapnya dengan penuh kecurigaan, tetapi dia memutuskan untuk membuat tebakan.

“Masachika-kun…..Kupikir kamu tidak terlalu menyukai piano.”

Itulah insting yang dia rasakan saat mendengar Masachika bermain piano di Festival Sekolah kemarin.

Setelah mendengarkan penampilan Masachika, Alisa awalnya merasa “mengapa?” dan merasa kesal.

Mengapa dirinya menyembunyikan kemampuan bermain piano? Mengapa ia tidak ingin bergabung dalam band ketika memiliki kemampuan seperti itu? Mengapa dirinya justru memperlihatkan keterampilannya di tempat seperti ini?

Perasaan tidak menyenangkan seperti itu perlahan-lahan mereda ketika mendengarkan permainan musik Masachika... dan pada akhirnya, jawaban untuk pertanyaan “Mengapa?” tiba-tiba muncul di benaknya.

Masachika tidak suka bermain piano. Atau mungkin ia bahkan membencinya.

Begitu mendengar tebakan Alisa, yang hampir mendekati firasat belaka, ...... mata Masachika membelalak kaget.

(Sudah kuduga, jadi memang begitu rupanya) 

Merasa yakin setelah melihat tanggapannya, Alisa lalu terus melanjutkan.

“Jika kamu memaksakan dirimu untuk melakukan sesuatu yang tidak kamu sukai... kenapa kamu tidak berhenti sekarang? Kita bisa mencari orang lain untuk membantu kita dalam persiapan pertandingan kavaleri nanti.”

Mendengar kata-kata Alisa, Masachika memalingkan wajahnya dengan ekspresi berpikir. Kemudian, setelah beberapa detik keheningan, ia dengan perlahan membuka mulutnya.

“...tidak, bukan berarti aku membenci piano, dan aku juga tidak memaksakan diriku untuk melakukan sesuatu yang tidak kusukai, kok?”

Alisa merasa bahwa jawaban tersebut adalah jawaban yang jujur dari lubuk hati Masachika. Namun... pada saat yang sama, dia juga menyadari bahwa itu adalah jawaban yang mengelak atau berusaha menyembunyikan sesuatu.

(Ah, lagi-lagi...)

Lagi-lagi, Masachika selalu menghindar atau mengelak pada saat yang penting. Seakan-akan ia menolak untuk membiarkan Alisa mengetahui lebih banyak.

Jika itu yang terjadi, Alisa bahkan tidak akan bisa berkata apa-apa.

(Mengapa aku tidak mengatakannya saja, 'Jadi apa yang tidak kamu sukai?’ dan 'Lalu mengapa kamu tidak ingin berada dalam satu band denganku? '. Tanyakan saja. Sekarang.)

Meskipun dia berpikir begitu di dalam hatinya, tapi Alisa tidak bisa mengeluarkan suara dari mulutnya. Dia bahkan merasa bahwa jika dia mengatakan hal itu, Masachika akan menjauh darinya. Ketika Alisa membeku di tempat tanpa bisa berbuat apa-apa, Masachika mengangkat sudut bibirnya dengan nada sinis.

“Yah, memang bisa dibilang kalau tidak terlalu bersemangat untuk bergabung... tapi pada saat yang sama, aku juga merasa sedikit khawatir tentang hal itu.” 

“Khawatir?”

“Seperti yang kamu tahu, dalam paduan suara atau ansambel, semua anggota dan permainan musiknya harus bersatu padu dengan baik. Tidak peduli seberapa hebat teknik musik yang dimainkan, jika hati dan pikiran semua anggota tidak sejalan, maka semuanya akan menjadi tidak berguna~.”

Masachika berkata dengan nada main-mainnya yang biasa.

“Jadi mungkin, jika seseorang seperti aku yang tidak terlalu tertarik dengan orkes tiup atau paduan suara, hanya akan menjadi kekecewaan jika bergabung. Aku tidak berani mengatakan hal ini pada Elena-senpai tadi.”

Ketika mendengar ucapan Masachika sambil tersenyum palsu, Alisa menyadari sesuatu.

(Jadi, kamu...)

Ketidaktertarikan Masachika pada musik. Itulah alasan mengapa ia tidak ingin bergabung dengan band. Masachika merasa bahwa ketidaktertarikannya pada musik akan menghambat kemajuan orang lain. Setelah menyadari hal ini, Alisa teringat bahwa dia pernah mengalami perasaan yang sama baru-baru ini.

(Orang seperti diriku yang tidak mengerti cinta...)

Alisa merasa bahwa dia tidak bisa merasakan emosi yang sama seperti orang-orang di sekitarnya. Dirinya merasa kesepian dan terasing karena merasa bahwa hanya dia satu-satunya orang yang dingin dan jahat di dunia….

(Apa kamu juga…. merasakan hal yang sama?)

Pada saat dia memikirkan hal itu, Alisa mulai berbicara.

“Aku tidak berpikir begitu.”

Masachika menatap Alisa seolah-olah terkejut dengan nada yang kuat dari kata-katanya. Sambil menatap lurus ke matanya, Alisa melanjutkan.

“Mungkin kamu memang tidak memiliki gairah dalam musik. Tapi...”

Alisa tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu Masachika. Namun, karena dia selalu melihat Masachika dari dekat, Alisa yakin akan sesuatu.

“Kupikir kamu adalah orang yang bisa membakar semangat orang lain dengan semangatmu sendiri. Sama seperti ketika kamu membantu semua anggota Fortitude dan memutuskan untuk mencalonkan diri bersamaku.”

Alisa mencondongkan tubuhnya ke depan dari kursinya dan memegang tangan Masachika. Dia menatap lurus ke arah mata Masachika, mencoba berharap bisa menyampaikan isi hatinya.

“Jadi… kamu akan baik-baik saja. Aku yakin kamu akan berhasil mewujudkan keinginan Narahashi-senpai. Jadi… Jangan merasa menderita begitu...”

Alisa sendiri tidak tahu mengapa dia mengucapkan kata-kata terakhir itu. Namun, dia merasa bahwa itu adalah kata-kata yang keluar dari lubuk hatinya saat melihat Masachika.

Namun, ketika melihat mata Masachika bergetar saat mendengar kata-katanya, ... Alisa pun menyadari bahwa dirinya benar. Masachika sedang menderita. Di balik sikapnya yang suka bercanda dan melucu, ia mungkin sudah menderita sejak dulu...

“!!!”

Saat Alisa menyadari hal itu, dia merasa sangat sedih. Rasanya begitu menyakitkan seakan-akan dia merasa seperti ada yang meremas kencang dadanya….. Tanpa disadari, Alisa sudah mendapati dirinya memeluk Masachika dari depan dengan sekuat tenaga.

Lalu, dengan suara serak, Alisa berkata pelan di telinga Masachika yang berada tepat di sampingnya.

“Suatu saat nanti….”

Alisa merasa kehilangan kata-kata. Ketakutan yang bersarang jauh di dalam dadanya... seolah mengatakan kepada dirinya sendiri untuk tidak melangkah lebih jauh. Alisa mengencangkan tenggorokannya dan mencoba memaksanya untuk menutup mulutnya.

Walau demikian, Alisa mati-matian melawan rasa takutnya dan berbisik kepada Masachika dengan suara pelan.

“Suatu saat nanti... apa kamu bersedia menceritakan penderitaanmu...?”

Setelah Alisa dengan penuh keberanian mengajukan pertanyaannya, Masachika tidak langsung memberikan jawaban. Kemudian, setelah keheningan yang panjang dan memilukan bagi Alisa….setelah beberapa saat, Masachika mengangguk kecil.

Dengan persetujuan diam-diam itu, kelegaan dan kebahagiaan meluap di dadanya. Alisa memeluk Masachika dengan erat lagi…. dan tiba-tiba berpikir, ‘Kalau dilihat aliran ini, bukannya aku bisa mengatakannya?’.

(Tunggu sebentar... kalau sekarang, aku mungkin bisa mengatakannya?)

Belakangan ini dia terus-menerus merenungkan bagaimana cara untuk mengatakannya ... tetapi pada saat terakhir, Alisa berubah pikiran dan tidak jadi mengatakannya di sini. 

(Mungkin ... lebih baik menanyakannya setelah pertarungan kavaleri selesai, ‘kan)

Betul, dia akan memenangkan pertarungan kavaleri itu ... dan kemudian dengan bangga mengatakannya. Demi mencapai hal tersebut, 

(Aku benar-benar harus memenangkan pertarungan kavaleri)

Dengan tekad yang baru, Alisa memutar kepalanya dan tatapan matanya kebetulan bertemu dengan Elena, yang sedang menatap mereka berdua dari pintu masuk ruang kelas. 

““!””

Pandangan mata mereka saling bertemu dan keduanya sama-sama terkejut. Dan setelah beberapa saat keheningan... Elena mulai berbicara terlebih dahulu.

“Ah, itu, umm ... ak-aku belum memberitahu secara spesifik, jadi itu sebabnya ...”

Wajah Elena perlahan-lahan memerah saat pandangannya mengembara berbagai arah sambil merangkai kata-kata. .........

“Ak-Aku tidak melihat apa-apa! Aku juga tidak akan memberitahu siapa pun~~~~~~!!!”

Dia berlari keluar seperti kelinci sambil berteriak seolah-olah dia telah melihat adegan pembunuhan.

“Jangan lari sambil mengatakan sesuatu yang bisa disalahpahami!!!”

Suara marah Alisa yang berteriak keras kembali mengejarnya dari belakang.


 

 

 Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya 





close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama