Chapter 2
Setelah liburan Golden Week, aku menerima pesan dari
seseorang yang tidak terduga di smartphone-ku.
Dari:
Kamonohashi-sensei
Minggu
depan ada acara pesta minum-minum para mangaka, apa kamu mau datang?
Orang-orang
yang datang hanya terdiri dari mantan editor, tetapi beberapa penulis dan
ilustrator buku komik terkenal akan hadir di sana, jadi bisa dibilang itu
lumayan menyenangkan dari sudut pandang otaku.
Aku belum pernah berjumpa lagi
dengan Kamonohashi-sensei sejak pertemuan makan malam dengan Fujinami-san. Kami
saling bertukar alamat email pada hari
itu dan dia berkata, “Jika ada pesta
minum atau acara semacam itu, beri tahu aku alamat email-mu dan aku akan
mengundangmu”. Namun, aku tidak pernah menyangka kalau dia benar-benar akan menghubungiku.
Ketika aku membalas, “Apa saya boleh ikutan datang?”, Email
balasan langsung dari Kamonohashi-sensei segera masuk.
Dari:
Kamonohashi-sensei
Tentu
saja!
Sekali-kali
aku harus membawa anak muda. Jika tidak, kamu akan dianggap sebagai orang tua
dan tidak akan diundang lagi (lol).
Kamu
bisa membawa temanmu juga. Jika temanmu itu perempuan, maka akan sangat
disambut (lol).
“Hmm ...”
Saat aku membaca balasan yang
kuterima di akhir pekerjaan paruh waktuku di departemen editorial, aku
memikirkannya sambil melihat latar ponselku.
Aku memang sedikit tertarik,
tetapi sejujurnya aku taku untuk pergi sendirian. Namun...
“Apa ada yang salah,
Kashima-kun?”
Mungkin karena aku memasang
ekspresi kesulitan, jadi Kurose-san memanggilku.
“Tidak, bukan apa-apa ...”
Aku hampir saja mengatakan itu,
tetapi aku merasa kalau aku tidak perlu menyembunyikan apa-apa.
Karena Kurose-san juga selesai
bekerja, jadi setelah menggalkan kantor editorial, aku menceritakan kepadanya tentang
email dari Kamonohashi-sensei.
Di sekitar stasiun Iidabashi
pada malam hari, orang-orang yang selesai bekerja saling berlalu lalang.
Meskipun kadang-kadang kami makan malam bersama, itu tidak terjadi setiap kali,
jadi kami langsung menuju ke stasiun.
“Wah, bagus dong. Bagaimana
kalau kamu pergi dan mencobanya?” Kata Kurose-san dengan mata berbinar.
“Jika kamu benar-benar menjadi
editor di sebuah perusahaan penerbitan, kamu mungkin akan memiliki sedikit
interaksi dengan orang-orang di luar perusahaan atau pengarang yang kamu
tangani. Jadi, lebih baik kamu membangun koneksi sekarang. ... Itulah sebabnya
aku juga ingin pergi ke acara makan malam Kamonohashi-sensei.”
Kurose-san sangat menyesal
ketika dia mendengar tentang pertemuan makan malamku dengan Kamonohashi-sensiei
dari Fujinami-san di kemudian hari. Meskipun kupikir Kurose-san cenderung
pemalu, aku merasa dia sangat ambisius dalam hal pekerjaan. Mungkin dia
memiliki harapan yang kuat untuk menjadi seorang editor.
“... Kalau begitu, apa kamu
ingin pergi bersamaku? Dia mengatakan kalau aku boleh membawa temanku juga.”
“Mau! Aku mau pergi juga!”
Dengan antusias, Kurose-san
menjawab.
“Oh ya, ngomong-ngomong
acaranya di tanggal….”
“Aku bilang aku akan pergi. Aku
akan mengubah rencanaku jika aku punya rencana lain.”
“O-oke, mengerti ... Jadi aku
akan menyalin dan mengirimkan emailnya nanti.”
Dan begitulah, aku dan
Kurose-san akan pergi menghadiri “Acara
sosial industri manga” untuk pertama kalinya.
◇◇◇◇
Tempat acaranya berada di
Shinjuku. Itu adalah restoran biasa bergaya izakaya yang terletak di lantai
lima sebuah gedung makanan dan minuman yang dapat dicapai dengan berjalan kaki
dari stasiun. Ketika aku mengucapkan nama yang tidak aku kenal, “Aku Numata” di pintu masuk, aku
diarahkan oleh staf ke ruang besar di bagian belakang.
Di sekitar meja-meja panjang yang
ditempatkan di sekitar ruang, ada sekitar dua puluh orang yang sudah berkumpul.
Sekilas, ruangan ini tidak terlalu besar dengan hanya bisa memuat sekitar tiga
atau empat puluh kursi. Aku berpikir bahwa acara ini mungkin dihadiri oleh
ratusan orang karena seseorang seperti diriku yang tidak terlalu penting juga
ikut diundang
Sepertinya Kamonohashi-sensei
belum datang.
“Senang bertemu Anda, saya
orang yang seperti ini.”
Ketika aku dan Kurose-san
berdiri di dekat pintu masuk ruangan dengan ragu-ragu, seorang pria memberikan
kartu namanya kepada kami.
Di sana tertulis “Mangaka dan Ilustrator” di kartu
namanya. Aku memang menyukai manga, tetapi kecuali jika itu adalah seorang
pengarang sekelas Kamonohashi-sensei, aku tidak akan mengingat nama
pengarangnya, jadi aku hanya bisa menerima kartu namanya dengan mengatakan, “Maaf, aku hanya seorang mahasiswa yang
bekerja paruh waktu di departemen editorial, jadi aku masih belum memiliki
kartu nama...” sambil membungkuk-bungkuk.
Awalnya terasa seperti acara
pertukaran kartu nama, dan aku serta Kurose-san hanya menerima kartu nama
peserta lain dengan tidak enak hati.
“Mari kita bersulang. Silakan
duduk.”
Setelah sebagian besar peserta
berkumpul dan pertukaran kartu nama selesai, seseorang yang tampaknya menjadi
penyelenggara mulai memanggil. Dia adalah orang pertama yang memberikan kartu
namanya kepada kami.
Aku dan Kurose-san masih duduk
berdampingan di kursi kosong dengan sungkan.
Kamonohashi-sensei baru datang
ketika semua peserta sudah duduk di tempatnya dan bersulang.
“Maaf, maaf, jalannya lumayan
macet tadi.”
Tanpa rasa bersalah,
Kamonohashi-sensei duduk di kursi yang kosong sambil tersenyum. Dia melihat ke
arahku dan mengangkat tangannya sedikit.
Jadi, semua orang di sekitar
kami adalah orang yang tidak aku kenal sebelumnya.
“Katanya kalian bekerja paruh
waktu di departemen editorial? Di departemen editorial mana?”
Orang yang duduk di depanku
bertanya kepada kami.
Setelah aku memeriksa kartu
namanya, tampaknya dia adalah seorang mangaka yang bernama Satou Naoki.
Satou-san terlihat seperti pria
berusia awal tiga puluhan, dengan kulit putih dan fitur wajah yang rapi, dia
terlihat seperti pria tampan yang keren. Karena postur duduknya yang tinggi,
dia tampak tinggi juga. Di antara peserta yang kebanyakan terlihat seperti
orang yang suram (meskipun aku juga tidak
bisa berkata banyak), sikapnya yang tersenyum penuh kedamaian saat dia
berbicara dengan kami membuatku merasa dia memiliki kematangan yang lebih
dewasa. Mungkin ini hanya prasangka, tapi dari gaya rambut hitamnya yang
terbagi rapi di tengah dan dikatakan hanya cocok untuk orang tampan, aku bisa
merasakan kepercayaan diri yang terpancar darinya.
Dia adalah tipe orang yang
tidak ada di antara teman-temanku.
“Aku bekerja di Departemen
Editorial Majalah Crown di Penerbit Iidabashi.”
Ketika Kurose-san menjawab,
Satou-san terkejut dengan tatapan mata yang melebar.
“Majalah Crown ya, dulu aku
kenal editor di sana. Kamu kenal seseorang bernama Kinoshita-san?”
“Maaf... Aku rasa dia sudah
tidak ada di sana sekarang.”
“Oh, begitu ya? Bagaimana
dengan Utsumi-san? Kalau tidak salah dia jadi wakil kepala editor.”
“... Saat ini wakil kepala
editornya adalah Suzuki-san.”
“Eh?”
Satou-san menggelengkan
kepalanya.
“Emang waktunya sudah selama
itu, ya? Itu sekitar waktu karya-karyaku diadaptasi menjadi anime... sekitar
lima tahun yang lalu.”
Usai mendengar itu, Kurose-san tampak
terkejut.
"Satou-san, karyamu
diadaptasi menjadi anime?”
“Yeah, aku telah melakukannya
dua kali, sekali untuk karya debutku dan sekali lagi lima tahun yang lalu.”
“Wah, luar biasa!”
“Sungguh hebat sekali.”
Satou-san sudah sepenuhnya
fokus pada Kurose-san, tapi karena tidak ada lagi yang bisa dilakukan, aku juga
menganggukkan kepala sebagai respons.
“Apa judulnya?”
“Hmm... judulnya...”
Aku belum pernah mendengar judul
yang disebutkan oleh Satou-san. Dari namanya, terlihat seperti karya komedi
romantis harem dengan banyak karakter perempuan.
“Kamu tidak tahu? Padahal untuk
debut karyaku, setidaknya sudah ada dua musim animenya, loh~”
“Maaf, aku tidak terlalu berpengetahuan.
Aku akan mencoba menonton nanti.”
Kurose-san merespons dengan rendah
hati, tetapi dalam hati aku berpikir, “Orang
ini tampak sombong dan merasa sok hebat.” Memang, sebagai seorang mangaka
yang karyanya telah diadaptasi menjadi anime dua kali, dia pasti lebih
berpengalaman daripada mahasiswa yang bekerja paruh waktu di departemen
editorial.
Satou-san semakin banyak
tersenyum, mungkin karena sudah minum beberapa gelas alkohol.
“…Kurose-san? Kamu kelihatan
manis banget, ya?”
“Eh? ... Oh, terima kasih
banyak.”
“Kamu benar-benar kelihatan
cantik. Tapi, rasanya ada sesuatu yang kurang, deh.”
“Eh? Apanya?”
Kurose-san bertanya dengan
serius.
Satou-san lalu tersenyum nakal.
“Hmm... mungkin daya tarik
keseksian?”
“Ehh~? Lalu, bagaimana bisa
meningkatkan keseksian?”
“Entahlah. Mungkin dengan
sering dipeluk pacarmu?”
Ekspresi Kurose-san langsung
kaku dan mengernyitkan keningnya ketika menanggapi Satou-san yang menyeringai.
Tentu saja, dia akan merasa
tidak nyaman jika seorang pria yang baru dikenalnya mengatakan hal seperti itu.
Apa-apaan sih dengan orang ini….pikirku
“Aku sama sekali tidak punya
pacar.”
Kurose-san menjawab dengan
suara yang kaku.
“Beneran? Sudah berapa lama?”
“Sudah sangat lama.”
“Oh, benarkah? Serius?”
Satou-san tersenyum nakal.
Mungkin karena Kurose-san terlalu fokus pada Satou-san, seseorang yang duduk di
depan Kurose-san berdiri dan pindah ke tempat lain.
Maka Satou-san pindah ke kursi
itu dan duduk di depan Kurose-san.
“Jadi, Kurose-san...”
“Y-Ya?”
Kurose-san membalas dengan sedikit
kaku, tetapi dia menanggapi Satou-san dengan cukup datar dan tidak kasar.
Saat Satou-san mengganggu
Kurose-san dengan senyum nakalnya dan aku sendiri hanya minum koktail sambil menatap
kursi kosong di depanku, Lalu tiba-tiba, Kamonohashi-sensei yang memegang gelas
bir duduk di depanku.
“Yoo~ yoo~ apa kamu
menikmatinya?”
Aku mengangguk dan menjawab, “Terima
kasih banyak sudah mengundangku hari ini, Kamonohashi-sensei.”
“Ya. Apa kamu cukup
bersenang-senang?”
“Iya, aku cukup
menikmatinya...”
Aku hanya bisa mengangguk-anggukkan
kepala, meskipun aku tahu aku masih belum bisa menikmatinya.
Pada saat itu, Satou-san yang
menyadari keberadaan Kamonohashi-sensei di sebelahnya, menghentikan
pembicaraannya dengan Kurose-san dan mengalihkan perhatiannya ke arah sensei.
“Sudah lama sekali tidak
bertemu, Kamonohashi-sensei.”
Kamonohashi-sensei menoleh ke
arah Satou-san.
“Oh, Satou-kun ya. Kapan kita
terakhir bertemu?”
“Di pesta tahun baru Penerbit
Otowa tahun ini.”
“Ahh, kalau tidak salah
Hayashida-kun yang bertanggung jawab, ‘kan?”
“Ya.”
“Bagaimana penjualan bukumu?”
“Berkat anda, kami berhasil
menjualnya dengan cukup baik.”
“Jangan mengatakannya dengan
ambigu begitu! Katakan saja 'Kami telah
menjual seratus juta salinan!'”
“Yahh, itu cukup sulit
dilakukan.”
Satou-san, yang ekspresinya jauh
berbeda dari sebelumnya, duduk dengan rapi dan tersenyum sambil menggelengkan
kepala dengan sikap yang patut dihargai. Mungkin setiap mangaka muda akan
berubah seperti itu di depan Kamonohashi-sensei, tapi perubahan itu membuatku
merasa sedikit tidak nyaman.
Melihatku seperti itu,
Kamonohashi-sensei berkata kepada Satou-san.
“Anak ini bekerja paruh waktu
di departemen editorial Kuramaga.”
“Oh, kelihatannya begitu. Apa Anda
mengenalnya, Sensei? Tadi saya sempat berbicara dengannya,” jawab Satou-san.
Hmm, sepertinya aku memang tidak
terlalu menyukai Satou-san.
“Jadi, ini temanmu yang bernama
'Kurose-san'?”
“Oh, ya.”
Ketika ditanya
Kamonohahi-sensei, aku menanggapinya sambil mengangguk, dan Kurose-san yang
duduk di sampingku sedikit membungkuk ke arahnya.
Sambil melihat Kurose-san
dengan seksama, Kamonohashi-sensei mengangkat gelas birnya.
“Begitu ya~ begitu ya~. Dia memang
gadis yang cantik sekali, ya~. Awalnya, aku pikir dia seorang pengisi suara
atau seorang idola. Tapi belakangan ini, aku tidak bisa ereksi jika bukan
wanita paruh baya yang perutnya membuncit, gyahaha!”
Meskipun itu percakapan yang
penuh dengan pelecehan s*ksual yang bertentangan dengan zaman, baik aku,
Kurose-san, maupun Satou-san hanya bisa tertawa untuk menanggapinya. Karena ini
mengenai Kamonohashi-sensei, jadi apa boleh buat.
“Selain itu, toiletnya juga
dekat sekali. Oops...”
Kamonohashi-sensei berdiri
setelah menaruh gelas birnya, tapi kakinya terhuyung-huyung mungkin karena minimal
alkohol sudah membuatnya mabuk.
“Oh...”
“Apa Anda baik-baik saja?”
Aku juga berdiri dari tempat
dudukku dan memberikan bahuku sebagai penopang saat membawa Kamonohashi-sensei
ke toilet.
"Maaf ya. Aku sudah
menjadi lemah terhadap alkohol dan wanita sehingga aku tidak bisa melakukan
apa-apa lagi.”
Saat aku mencari informasi
tentang Kamonohashi-sensei di Wikipedia sebelumnya, sepertinya dia sudah
berusia 62 tahun. Meskipun dia masih terlihat energik, aku merasa dia mengalami
penurunan kebugaran dibandingkan saat muda.
Setelah kembali dari toilet,
aku melihat bahwa orang lain telah duduk di meja tempatku dulu. Jadi, aku dan
Kamonohashi-sensei duduk di meja yang lain dan memesan minuman baru.
Kurose-san dan Satou-san masih
duduk berhadapan dan terus mengobrol satu sama lain.
Acara minum-minum yang masih
menjadi misteri siapa yang menjadi penyelenggara dan bagaimana kriteria
pemilihan pesertanya, berakhir setelah sekitar tiga jam.
Di paruh kedua acara, aku
selalu berada di samping Kamonohashi-sensei. Aku berbicara dengan berbagai
mangaka, tapi aku lebih memperhatikan orang yang membuat manga dengan judul
yang pernah kudengar tapi belum pernah kubaca, daripada orang yang fokus pada
doujinshi. Mungkin orang tersebut terkenal dalam industri karena manga mereka
diadaptasi menjadi anime dan memiliki banyak penggemar. Aku merasa tidak sopan
jika aku, sebagai mahasiswa biasa dengan pengetahuan yang terbatas, mengajak
mereka berbicara.
Pada akhirnya, aku berada di
posisi di mana aku mendengarkan Kamonohashi-sensei bercerita tentang bualannya
dirinya sendiri dengan campuran penghinaan diri kepada mangaka muda. Ini sama
seperti acara makan malam sebelumnya. Meskipun aku bekerja paruh waktu di
industri ini, aku merasa kalau aku harus membaca lebih banyak manga.
◇◇◇◇
Ketika semua orang berkumpul di
dekat pintu keluar dan suasana pembubaran terasa, Kurose-san masih berbicara
dengan Satou-san.
Satou-san yang berdiri memang
mempunyai badan yang tinggi, tingginya mungkin setinggi Sekiya-san. Sosoknya
yang tinggi dan ramping dengan punggung yang agak bungkuk tampaknya populer di kalangan
wanita, dan ketika aku melihatnya berbicara dengan gembira dengan Kurose-san,
aku menjadi agak waspada terhadapnya.
Aku
ingin tahu apa yang mereka bicarakan..... dan dengan santai
mendekati mereka di tengah kerumunan orang banyak agar mereka tidak menyadari
keberadaanku, dan mendengarkan dengan saksama. Mereka tampaknya sedang bertukar nomor kontak melalui ponsel
mereka.
“Terima kasih. Kalau begitu,
aku akan menghubungimu lagi nanti.”
Usai mengatakan hal itu, Satou-san
menyimpan ponselnya sendiri dan menatap tangan Kurose-san yang memegang ponsel.
“Kurose-san, kamu tidak pernah
menghias kukumu atau semacamnya?”
“Eh?”
Kurose-san terlihat sedikit
terkejut. Mungkin dia belum pernah ditanyai pertanyaan seperti itu oleh seorang
pria sebelumnya.
“Hmmm….Aku juga ditanya hal
yang sama oleh kakak perempuanku.”
Memang benar kalau Luna suka
mewarnai kukunya.
“Aku punya kuku yang lemah dan
tidak bisa tumbuh panjang, dan rasanya tidak cocok untuk merawatnya secara
rutin.”
“Hmm”
Satou-san hanya menjawab begitu
sambil menatap Kurose-san dengan tidak jelas apakah ia tertarik atau tidak meskipun
ia sendiri yang menanyakannya.
“Tetapi menurutku, jika kamu
lebih memperhatikannya, kamu akan menjadi lebih menarik.”
Setelah mengatakan itu, Satou-san
tiba-tiba membungkukkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya ke telinga Kurose-san.
“…Karena kamu terlihat sangat
imut.”
Melihat Satou-san yang berbisik
dengan senyum di wajahnya yang tampan, pipi Kurose-san seketika itu juga
terlihat memerah.
Eh!?
Walaupun dia tadinya menjauh, sejak
kapan mereka berdua menjadi begitu dekat?
Meski merasa bingung, aku tidak
bisa berhenti merasa jengkel dengan orang yang bernama Satou Naoki ini.
Apa-apaan
kamu sebenarnya!? Apa kamu benar-benar seorang mangaka!? Kebanyakan mangaka tuh
pada dasarnya tipe orang yang suram, ‘kan!?
Mungkin ini adalah pemikiran
yang kasar sebagai seseorang yang bekerja di bidang editor manga, tetapi
bayanganku mengenai seorang mangaka pria dan suasana Satou Naoki sangat jauh berbeda.
Namun, entah mengapa, ketika
aku melihat caranya mendekati Kurose-san dengan gaya yang tidak bisa dibilang
sebagai pria yang cerdas dan dewasa , aku merasa ia adalah seorang otaku yang
tumbuh dengan sesuatu yang menyimpang.
“Satou-san tuh orang yang
menarik, ya?”
Saat kami meninggalkan toko dan
berjalan menyusuri jalan pusat kota pada malam hari menuju stasiun, Kurose-san
bergumam pada dirinya sendiri.
“B-Benarkah...? Begitu ya?”
“Ya. Meskipun ia memiliki wajah
tampan, tapi ia agak aneh. Katanya dulu waktu masih sekolah, ia terlihat norak
dan tidak populer sama sekali. Itulah sebabnya ia menggambar komedi romantis
untuk remaja laki-laki dalam manganya, katanya itu untuk melampiaskan
dendamnya.”
“Begitu ya...”
Jika memang begitu, rasanya sedikit
bisa dimengerti mengapa dia terlihat aneh dan menyimpang.
“Tapi ia terkenal sebagai
penulis yang berhasil mengadaptasi manga-nya menjadi anime, dan ia banyak
mengajariku dengan berbagai hal terkait industri ini.”
“Hmmm...”
Jadi, mereka berdua sedang
berbicara tentang hal yang lebih serius dari yang aku bayangkan?
“......”
Kalau dipikir-pikir, karena
penampilannya, Kurose-san selalu menjadi objek ketertarikan romantis bagi pria,
baik dalam arti baik maupun buruk.
Ada yang mendekat dengan
tergesa-gesa, ada juga yang menggosipkannya dari jauh.
Berbeda dengan Luna yang dengan
ramah mengajak bicara siapa saja tanpa membedakan-bedakan orang, Kurose-san
yang pemalu hanya bisa menjaga jarak seperti itu dengan teman sekelas laki-lakinya.
Mungkin bagi Kurose-san, pria
yang bisa berinteraksi dengan percaya diri dan berbicara tentang industri yang
dia minati seperti Satou-san merupakan sosok yang berharga.
“Terima kasih banyak sudah
mengajakku hari ini, Kashima-kun.”
Kurose-san mengatakan itu
sambil tersenyum, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia terlihat
sangat manis hingga membuat hatiku berdebar.
“Mungkin aku senang bahwa aku
bisa datang.”
Aku memandangnya saat dia tersenyum
gembira sambil menutup mulutnya dengan tangan.
Aku…
Aku tidak bisa menghilangkan
firasat buruk yang muncul di hatiku.
◇◇◇◇
Keesokan harinya saat bekerja
paruh waktu, aku bertemu dengan Kurose-san di ruang redaksi dengan gaya rambut
yang berbeda.
Dia mengikat rambut hitamnya
yang biasanya tergerai menjadi satu di belakang kepala dan membuat gaya kuncir
kuda.
“Tumben sekali, gaya rambutmu
kelihatan berbeda hari ini.”
Sudah kuduga, bahkan aku
menyadari perubahannya, jadi saat aku mengungkitnya, Kurose-san tersenyum
bahagia.
“Satou-san bilang ia menyukai
gaya rambut kuncir kuda.”
“Eh, be-benarkah?”
Aku merasa terkejut karena
namanya tiba-tiba disebutkan, dan Kurose-san berkata dengan suasana hati yang
gembira.
“Nanti setelah selesai kerja
paruh waktu, kami akan pergi makan.”
“Eh? ...Berduaan saja?”
“Mmm, entahlah? Kalau Satou-san
tidak mengajak orang lain, mungkin itu yang terjadi?”
“........”
Padahal mereka berdua baru saja
bertemu kemarin. Satou Naoki, pendekatannya terlalu cepat.
“Be-Begitu ya…. Tolong sampaikan
salamku pada Satou-san ya..."
Aku tidak punya maksud khusus
dengan ucapan itu, tapi hanya itu satu-satunya yang terlintas dalam pikiranku.
“Kalau gitu, aku duluan ya,
Kashima-kun!”
Ketika waktu pulang tiba,
Kurose-san yang selalu menungguku untuk pulang bersama, dengan cepat
menyelesaikan persiapannya dan meninggalkan ruang redaksi terlebih dahulu.
“Ya, terima kasih atas kerja
kerasmu...”
Rambut kuncir kuda Kurose-san
berayun seperti ekor anjing saat dia merasa bahagia, dan dia menghilang dari
pandangan.
Sambil melihat terus melihat
kepergiaannya, aku masih tidak bisa menghilangkan perasaan tidak nyaman di
dalam hatiku.
“.....Fujinami-san.”
Aku dengan malas bersiap-siap
untuk pulang, dan ketika Fujinami-san, yang sedang menelepon di mejanya,
meletakkan ponselnya, aku pun memanggilnya.
“Apa boleh minta waktunya
sebentar?”
“Ahh, Kashima-kun. Boleh-boleh
saja, ada apa?”
Fujinami-san menaruh ponselnya
dengan tampang santai dan sepertinya sedang tidak sibuk saat ini. Setelah
memutuskan kalau tidak masalah untuk berbicara dengannya, aku pun mulai membuka
percakapan.
“Apa kamu mengenal seorang
mangaka yang bernama Satou Naoki? Kudengar ia dulu pernah menjadi pengarang di
Kuramaga...”
“Ah, dia orang yang membuat
manga 'Imokore', ‘kan?”
Fujinami-san menyebutkan
singkatan dari judul karya terkenal Satou-san, yang diadaptasi menjadi anime
lima tahun lalu.
“Ya, benar.”
“Lalu, kenapa kamu tiba-tiba
menanyakan tentang Satou-san yang itu?”
Saat ditanya oleh Fujinami-san,
aku melihat sekeliling sebentar. Di dalam ruang redaksi pukul 19.00, ada karyawan
yang duduk dengan jarak sekitar tiga kursi, dan suasananya juga tidak terlalu
ramai. Suasana yang memungkinkan untuk berbicara secara pribadi.
“Tidak, umm, tempo hari yang
lalu, aku di ajak ke acara minum-minum oleh Kamonohashi-sensei, dan kebetulan aku
berbicara dengan Satou-san,”
“Wah, rupanya ada acara seperti
itu ya. Padahal aku tidak diundang sama sekali,” katanya.
"Oh, iya, dia bilang tidak
mengundang staf redaksi yang masih aktif.”
“Ya, aku tahu. Jadi?”
Melihat kepanikan diriku, Fujinami-san
tersenyum dan membujukku untuk melanjutkan.
“Aku penasaran seperti apa
Satou-san. Apa dia tidak bekerja di kuramaga...?”
“Oh, kamu sangat antusias
tentang pekerjaanmu ya. Kamu ingin aku menghubungkanmu dengan Satou-san? Sudah
kuduga, kamu memang ingin menjadi editor, kan?” katanya sambil menggoda.
Saat aku mencoba mencari
kata-kata dengan panik, Fujinami-san melanjutkan.
“Tapi sejujurnya, ini cerita
yang serius...” Suara Fujinami-san turun dua tingkat dan melihat
sekelilingnya.
“Aku mendengarnya dari
seniorku, kalau orang itu agak suka begini….”
Ia mengacungkan jari
kelingkingnya. Itu adalah gerakan yang menunjukkan “wanita” yang pernah dilakukan oleh Yamana-san. Aku tidak pernah
menyangka ada orang lain selain dia yang melakukannya.
“Ada seorang gadis muda yang
dulu bekerja di departemen editorial sini, dia dulu bertanggung jawab atas
Satou-san.”
Setelah mengatakan itu,
Fujinami-san menarik kursi kosong di sebelahnya dan mengisyaratkan agar aku
duduk. Kami duduk berdekatan dengan lutut kami saling bersentuhan, dan
Fujinami-san berbicara dengan suara yang lebih pelan lagi, dengan suasana
percakapan yang sangat rahasia.
“Ini rahasia, oke? Setiap kali
minum-minum setelah pertemuan, dia selalu mengajak gadis itu 'Pergi ke hotel?' Begitu gadis itu tidak
menyukainya, tanggung jawab Satou-san dikembalikan lagi kepada wakil kepala
editor. Kemudian ia berkata ‘Aku tidak
bisa menggambarnya kalau bukan dengan editor sebelumnya, karena itu adalah plot
yang sudah aku susun bersama editor sebelumnya’ dan sama sekali tidak
pernah memberikan draftnya. Jika ia
adalah orang dengan bakat yang luar biasa, kami mungkin akan memohon sambil
membungkuk untuk mengerjakannya, tapi sepertinya tidak terlalu begitu. Kamu
tahu sendiri, semua karyanya itu hampir sama... seperti, pada saat ia debut,
tren cerita semacam itu memang sedang populer, jadi bisa dibilang karyanya
mengikuti perkembangan zaman. Tapi sekarang terasa agak ketinggalan zaman, atau
lebih tepatnya bukannya itu cuma harem komedi romantis yang klasik? Karakter
gadis-gadisnya memang manis, tapi gambarnya itu seperti 'sindrom wajah yang sama'. Tentu saja masih ada orang yang menyukai
jenis cerita seperti itu, dan kupikir selalu ada permintaan tertentu di setiap
era, tapi itu bukanlah karya yang harus dimuat di dalam majalah redaksi kita
yang sekarang, jadi aku bilang ‘Baiklah,
sudah cukup’”
“Haa....”
Aku mendengar cerita di balik
layar yang tidak menyenangkan. Mungkin firasatku benar.
“Ini benar-benar rahasia, ya.
Aku bercerita ini karena kamu mungkin akan menjadi seorang editor di masa
depan,” kata Fujinami-san.
Meskipun aku belum memutuskan
tentang masa depanku, aku senang dengan harapan Fujinami-san, jadi aku
menganggukkan kepala dengan tulus.
“....Ehm, apa orang seperti
Satou-san itu cukup banyak?”
“Tidak sama sekali. Malahan sangat
jarang. Aku tidak pernah menemui tipe yang sama selain dia,” kata Fujinami-san
sambil sedikit meningkatkan volume suaranya dan tersenyum.
“Tapi setelah itu, aku
mendengar ia sudah menikah dan memiliki anak, jadi sekarang dia pasti sudah
tenang,”
Aku terkejut ketika mendengarnya.
“Eh, Satou-san sudah menikah?”
Fujinami-san juga sedikit kaget
saat melihat reaksiku.
“Hm? ... Ya, kalau tidak salah,
sih.”
Fujinami-san melihat ke
kejauhan dan menyipitkan matanya, seolah dia sedikit tidak yakin pada dirinya
sendiri, tapi kemudian mengangguk. Ini semacam cerita yang tidak jelas.
“...Baiklah, aku mengerti. Terima
kasih banyak.”
“Sama-sama, aku juga berterima
kasih.”
Aku berdiri dari kursi dan
mengembalikannya ke tempatnya. Fujinami-san tersenyum dengan ceria. Dia
benar-benar terlihat seperti orang yang berbeda sebelum pengoreksian.
“...Haah.”
Aku hanya bisa menghela nafas
ketika meninggalkan gedung kantor dan berjalan di sekitar area Iidabashi tempat
aku biasa menyantap makan malam.
Aku tidak terlalu peduli jika
Satou-san suka main-main dengan wanita atau sudah menikah dan memiliki anak,
asalkan ia hanya menjalin pertemanan biasa dengan Kurose-san.
──
Karena kamu terlihat sangat imut.
Aku teringat wajah Satou-san
saat menatap Kurose-san.
──
Mungkin aku senang bisa datang.
Dan juga, ekspresi Kurose-san pada
saat itu.
“Pria dan wanita, ya...”
Perasaan itu, mungkin saja...
Aku tidak memiliki pengalaman percintaan
dengan orang lain selain dengan Luna, jadi aku sama sekali tidak yakin. Tapi
ketika aku melihat mereka berdua dari dekat saat itu, aku hanya bisa berpikir
begitu.
Kira-kira seberapa banyak yang
Kurose-san tahu?
◇◇◇◇
Terlepas dari kekhawatiranku,
Kurose-san dalam suasana hati yang baik ketika dia berangkat kerja keesokan
harinya.
“Hei, bagaimana kalau kita
makan bersama hari ini?”
Pada saat kami baru saja meninggalkan
gedung kantor, Kurose-san mengajakku untuk makan malam.
“Yah, aku tidak keberatan
sih...”
Aku berpikir mungkin ada
sesuatu yang ingin dia bicarakan. Aku juga penasaran tentang hubungannya dengan
Satou-san, jadi mungkin ini kesempatan yang sempurna.
“Kashima-kun, biasanya kalian
berdua makan di mana saat kencan bersama Luna?”
Ketika kami masuk ke restoran
kecil yang biasa kami kunjungi, sambil menunggu minuman kami datang, Kurose-san
bertanya begitu.
“Eh? Hmm, tergantung situasinya
sih, tapi biasanya kami pergi ke tempat seperti kafe restoran yang sepertinya
disukai Luna. Kadang-kadang juga kami pergi ke restoran keluarga.”
“Hmmm, begitu ya,” kata
Kurose-san.
Meskipun dia sendiri yang
menanyakan pertanyaan itu, Kurose-san tidak terlalu tertarik dengan jawabanku.
“... Jadi, kemarin aku pergi ke
restoran di gedung pencakar langit dengan Satou-san.”
Kurose-san mulai berkata
demikian sambil menyatukan kedua tangannya dan menutupi mulutnya.
“Kami duduk berdampingan di
kursi bar yang menghadap jendela, dan menikmati makanan sambil melihat pemandangan
malam... Itu sangat menakjubkan.”
Pipinya terlihat merah merona. Dia
terlihat seperti orang yang berbeda dari saat kami berada di restoran dan
membanting cangkirnya ke meja ketika sedang mabuk.
Pertanyaannya padaku hanya
sebagai pengantar, aku tahu kalau dia ingin membicarakan hal ini.
“... Bukannya tempat yang
begituan lumayan?”
“Pastinya, ‘kan. Tapi Satou-san
yang membayarnya. Aku tidak tahu kapan ia membayarnya. Ketika aku mengeluarkan
dompetku, dia bilang 'sudah selesai, mari
kita pergi'. Mungkin ia membayarnya saat aku pergi ke toilet?” kata
Kurose-san.
“Jadi begitu...”
Aku belum pernah melakukan hal
seperti itu. Ketika melihat ekspresi Kurose-san, apa gadis-gadis senang ketika
hal-hal romantis semacam itu dilakukan?
Tapi dalam kasusku dan Luna,
karena Luna orang yang sudah bekerja dan menghasilkan lebih banyak uang dariku,
rasanya akan tampak konyol jika aku berusaha berpura-pura melakukan begitu.
Kurasa aku harus menghindari hal-hal yang tidak biasa kulakukan.
“Kemudian, saat kami berjalan
bersama di jalan, ada mobil yang datang dari belakang. Lalu Satou-san berkata 'Ini bisa berbahaya' dan pindah
berjalan ke sisi jalan.”
Sementara dia memikirkan hal
itu, curhatan Kurose-san terus berlanjut.
Ya, ini benar-benar sesi acara
curhat. Dia bahkan tidak menyentuh bir di atas meja dan bercerita dengan senyum
melamun di wajahnya.
Aku ragu apakah boleh meminum
soda Lemon yang ditaruh di dekatku. Ketika kami minum bersama, kami biasanya
menggunakan tempat ini, jadi secara tidak sadar, gelas bir hampir pasti ditaruh
di dekat Kurose-san.
“Seperti yang diharapkan dari
orang dewasa. Sato-san, katanya ia berusia 32 tahun. Sudah sepuluh tahun
berlalu sejak awal debutnya menjadi mangaka, dan karyanya sudah dua kali
diadaptasi menjadi anime, sungguh luar biasa...”
Kurose-san terlihat terpesona.
Dilihat dari keadaannya yang
seperti ini, apa dia tidak tahu bahwa Satou-san sudah menikah? Apa aku harus
memberitahunya sebelum terlambat? Tapi mungkin saja ini kesalahpahaman seperti
yang sering terjadi dengan Fujinami-san... Aku masih bingung dan terus
merenungkan tangan yang hampir meraih minuman soda Lemon.
“...Aku belum pernah bertemu
pria seperti Sato-san yang selalu memujiku
'imut' setiap kali kami bertemu.”
Kata-kata yang diucapkan
seperti berbicara pada dirinya sendiri membuatku terkejut, dan aku menarik
tanganku kembali dan menatap Kurose-san di depanku.
“...Eh, benarkah?”
Kurose-san adalah gadis yang
sangat cantik bagi siapa pun yang melihatnya. Aku pikir dia sudah terbiasa
mendengar kata-kata seperti itu sepanjang hidupnya. Sebenarnya, teman sekelas
yang melihatnya saat dia pindah sekolah semua memuji penampilannya.
“Gadis-gadis sering mengatakan
itu, kan? Yang paling sering mengatakannya mungkin tetangga nenek di sekitar
rumahku.”
Dia tersenyum kecil dan
menundukkan pandangannya ke meja.
“Tapi, cowok-cowok... dan
terutama orang yang mengatakannya saat kita berduaan, hampir tidak ada sama
sekali.”
“Begitu ya...”
Saat aku mengatakan itu dengan
perasaan yang mengejutkan, Kurose-san tiba-tiba mendongak dan menatapku.
“Kashima-kun, kamu dulu pernah
mengatakannya sekali padaku, ‘kan?”
“Eh?”
“Ketika aku bertanya 'Mengapa kamu menyukai aku saat kita di
kelas 7?' kamu menjawab 'Karena kamu
imut'.”
Usai mendengarnya, pintu
kenangan dari masa lalu terbuka.
“Oh...”
Aku takin hal itu terjadi pada
musim gugur saat kami di kelas 10. Karena hubunganku dengan
Kurose-san, terjadi keretakan antara aku dan Luna, jadi aku memutuskan untuk
berhenti berteman dengan Kurose-san.
──
Terakhir, boleh aku bertanya satu hal lagi? Mengapa kamu menyukaiku saat kita
di kelas 7 SMP dulu?
──...Karena
kamu imut.
“Perkataanmu itu membuatku
senang... meskipun itu saat kamu memutuskan untuk berhenti menjadi temanku,
sih.”
Dia tertawa dengan senyum getir,
dan Kurose-san kembali menundukkan kepala dengan malu.
“Satou-san seorang diri
memecahkan rekor untuk kata-kata 'imut'
yang aku terima dari cowok-cowok sepanjang hidupku.”
“.......”
Tentu saja tidak bisa
mengatakannya. Pria biasa tidak akan melakukannya.
“Ia berkali-kali mengatakan 'kamu tuh imut, ya', sambil mengelus
kepalaku... Itu adalah pertama kalinya seseorang melakukan hal seperti itu
padaku.”
Normalnya, mana mungkin ada
orang yang bisa melakukannya.
Setidaknya, bagiku dan
Kujibayashi-kun... dan mungkin juga untuk Fujinami-san.
Karena Kurose-san adalah gadis
yang sangat cantik.
Dia memiliki kecantikan yang cukup
untuk membuat pria merasa gugup hanya dengan berada di depannya.
Dia juga memiliki bakat yang
cukup untuk diterima di universitas bergengsi.
Dia adalah perempuan yang
sempurna, tak peduli bagaimana orang melihatnya, dia adalah sosok gadis yang
sulit dijangkau.
Mengatakan “kamu imut” seperti mengatakan itu kepada anak kecil, rasanya tidak
sopan jika dikatakan langsung kepadanya.
Jika kamu bukan seorang pria
yang lebih tua, tinggi, tampan, diakui oleh publik dalam pekerjaannya, bahkan
mungkin sudah berkeluarga, siapapun tak akan bisa melakukanya seperti Satou-san.
Aku tidak bisa mengambil sikap seperti itu terhadap Kurose-san.
“Aku selalu merasa takut ketika
ada pria yang menyentuhku, tapi saat Satou-san mengelus kepalaku... aku... jika
itu Satou-san...”
“Tunggu sebentar, Kurose-san.”
Karena Kurose-san terlalu
bersemangat sendiri, aku segera menghentikan pembicaraannya.
“Mungkin ini terdengar aneh,
tapi... Satou-san, mungkin ia sudah menikah? Aku mendengarnya dari orang lain,
mungkin aku salah dengar?”
Pada titik ini, terlepas dari
pendapatku tentang kepribadian Satou-san, aku harus memastikan hal ini. Jika
tidak, aku tidak bisa mendukung cinta Kurose-san.
“.......”
Kurose-san tiba-tiba terdiam.
Dilihat dari tanggapannya, aku merasa dia tahu sesuatu.
“Aku mendengar ia juga memiliki
seorang anak...”
Kurose-san mengerutkan
keningnya dan menunjukkan ekspresi tidak nyaman.
“...aku tahu. Ia menggunakannya
sebagai layar kunci di ponselnya. Nama anaknya Aoi-chan, berusia dua tahun.”
“O-Oh, begitu ya..."
Jadi kamu tidak menyembunyikan
itu ya, Satou Naoki.
Entah ia bertingkah jujur atau
licik, aku merasa sedikit lega.
“Kalau begitu….. bukannya itu
lumayan buruk?”
“Apanya?”
Kurose-san bertanya balik dengan raut wajah
kesal.
“Karena Kurose-san... kamu mulai menyukai
Sato-san sebagai pria, bukan?”
Atau lebih tepatnya, mungkin
Kurose-san sudah jatuh cinta pada Sato-san.
“...tapi Satou-san, ia bilang
ia tidak bisa lagi memandang istrinya sebagai wanita lagi.”
“Masalahnya bukan itu saja.”
Karena reaksi Kurose-san lebih
keras kepala dari yang kuduga, jadi aku mulai sedikit panik.
“Ia sudah berkeluarga, tau? Itu
satu-satunya fakta yang harus diperhatikan. Kalau Satou-san benar-benar tidak
lagi melihat istrinya sebagai wanita, bukannya ia seharusnya berpisah dulu dengan
istrinya sebelum mencari wanita lain?”
Kurose-san terdiam sejenak
setelah mendengar perkataanku yang sangat masuk akal.
“Tidak juga, bukan seperti itu.”
“Eh?”
“Aku tahu bahwa Satou-san tidak
memiliki niat seperti itu. Aku hanya menyukainya secara sepihak.”
“……”
Ketika aku mendengar itu, aku
teringat kata-kata yang pernah dikatakan oleh Kurose-san padaku.
──Siapa
yang aku sukai, siapa yang aku cintai... aku sendiri yang memutuskannya. Hatiku
adalah kebebasanku sendiri, bukan?
──Aku
hanya menyukaimu secara sepihak... hanya itu saja.
“.....”
Ah,benar juga. Kurose-san
memiliki sifat keras kepala seperti ini.
“Jika begitu, baiklah...”
Sama seperti dia terus memendam
perasaannya kepadaku ketika aku berpacaran dengan Luna selama masa SMA.
Apa Kurose-san akan terjebak
pada pengalaman cinta yang bertepuk sebelah tangan lagi?
Tidak. Jika itu hanya bertepuk
sebelah tangan, itu masih baik-baik saja.
Hal yang membuatku khawatir
adalah... bahwa Satou-san mungkin tipe pria yang berbeda dariku.
“Satou-san tuh…”
Sepertinya situasi yang
canggung telah mereda, Kurose-san sekali lagi menunjukkan ekspresi seorang
gadis yang sedang dimabuk cinta.
“Sekarang ia sedang sibuk
dengan pekerjaannya dan berencana menginap di hotel. Benar-benar mengagumkan,
kan? Ia terlihat seperti selebriti. Semuanya digital, jadi dia bisa mengirimkan
naskah ke asisten dari mana saja.”
“Oh, begitu...”
Ternyata masih ada orang yang
menginap di hotel seperti itu. Sama seperti penulis novel zaman dulu.
“Ia lalu bercanda dengan
mengatakan 'kalau kamu mau datang,
datanglah'.”
“...kamu tidak akan pergi,
‘kan?”
Dengan sedikit gugup, aku
bertanya padanya, dan Kurose-san tersenyum aneh.
“Aku tidak akan pergi. Aku bahkan
tidak tahu di hotel mana ia menginap.”
Dan dengan sedikit canggung,
dia mengalihkan pandangannya ke arah gelas bir yang ada di atas meja.
“Ah, birnya sudah datang, ya.”
Sambil memegang bir di
tangannya yang telah kehilangan lapisan busanya, Kurose-san tersenyum padaku
seolah-olah dia menemukan sesuatu.
“Ayo minum, bersulang!”
◇◇◇◇
Setelah kejadian tersebut,
waktu pun terus berlalu beberapa saat.
Walaupun aku mengkhawatirkan
tentang Kurose-san, aku menjalani kehidupan sehari-hariku dengan tenang.
Karena aku bekerja paruh waktu
di departemen redaksi editorial selama empat hari dalam seminggu, aku hampir
setiap hari bertemu dengan Kurose-san di hari kerja.
Namun, pada hari Rabu yang
satu-satunya kami tidak bertemu, aku menerima pesan dari Kurose-san.
[Satou-san
mengatakan, “Aku sudah menyelesaikan naskah, jadi bagaimana kalau kita makan malam
di hotel tempatku menginap?”]
“Eh?”
Saat aku secara tidak sengaja
melihat ponselku saat jam kuliah, aku tidak sengaja mengeluarkan suara. Suasana
‘kemalasan’ bulan Mei tampaknya masih
terasa di universitas, dan ruang kuliah yang besar hanya dihuni oleh beberapa
mahasiswa, jadi tidak ada yang mendengar suara kecilku.
Saat ini waktunya sudah
menjelang akhir jam kuliah kelima, dan sudah hampir pukul enam sore, tapi di
luar masih terang . Hanya satu bulan lagi menuju titik balik matahari.
[Ketika
aku memberitahu hal ini kepada teman perempuanku, dia berkata, “Pasti dia hanya
ingin mempermainkanmu saja, jadi lebih baik jangan pergi.” Tapi bagaimana pendapatmu, Kashima-kun?]
“.......”
Setelah membaca lanjutan pesan
dari Kurose-san, aku menahan napas.
[Ngomong-ngomong,
hotelnya ada di mana?]
Setelah mengirim pesan
tersebut, aku segera mendapatkan balasan darinya. Meskipun Kurose-san
seharusnya berada di kantor editorial hari ini juga, sepertinya dia tidak bisa
fokus pada pekerjaannya.
[Tempatnya
bukan hotel yang aneh-aneh kok.]
[Di
sini tempatnya.]
Ketika aku mengklik tautan yang
dilampirkan, muncul situs web hotel mewah yang terlihat seperti tempat
pernikahan yang pernah aku dengar sebelumnya.
Apa ia benar-benar menulis naskah
di tempat seperti ini? Satou Naoki, sungguh memiliki kekayaan yang luar biasa.
Pantas saja ia menjadi seorang mangaka yang karyanya diadaptasi menjadi anime
dua kali.
“.......”
Apa hanya aku saja yang terlalu
memikirkannya? Apakah karena aku masih perjaka, aku selalu menghubungkan segala
hal dengan erotisme?
Jika aku mengundang seorang
wanita ke hotel tempatku menginap dan makan malam di restoran yang sama...
kemungkinan besar, setelah itu, kami akan pergi ke kamarku sendiri, bukan?
Jika begitu, kemungkinan besar
hal-hal tertentu akan terjadi... karena ia adalah pria yang bahkan mengundang
editor tanggungannya ke hotel.
Meskipun ia sudah menikah, aku
masih tidak mempercayai kalau ia akan tiba-tiba menjadi bijaksana dalam hal
ini.
[Aku
juga setuju dengan pendapat teman Kurose-san…..]
Setelah mengirim pesan balasan
seperti itu, aku tidak mendapatkan balasan untuk sementara waktu. Aku menjadi
khawatir, jadi aku mengirim pesan lanjutan.
[Kurose-san,
apa kamu berencana akan pergi?]
Kemungkinan besar dia ingin
pergi, tapi dia bingung karena tidak mengerti niat sebenarnya dari Satou-san.
Itulah yang kupikirkan.
Mungkin itulah sebabnya dia
berkonsultasi dengan temannya atau mengirim pesan kepadaku.
Dia menyukai Satou dan ingin
bersamanya. Tapi dia tidak ingin menjadi selingkuhan semata.
Jika Satou-san benar-benar
serius tentang Kurose-san dan bahkan mempertimbangkan perceraian, maka dia
mungkin rela terlibat dalam hubungan gelap... mungkin itulah yang dia rasakan.
Jam kuliah kelima akhirnya
selesai seiringan dengan pesan dari Kurose-san berhenti tanpa kabar.
“...........”
Aku merasa sedikit terburu-buru
dan terus menatap ponselku sambil berjalan cepat ke stasiun bersama dengan para
pekerja kantoran yang pulang kerja.
Kemudian, pesan dari Luna
muncul, bukan dari Kurose-san.
[Terima
kasih atas kerja kerasmu di kuliah! Aku baru saja pulang]
Luna mengatakan dia libur hari
ini dan pergi ke salon kecantikan dan salon kuku Yamana sebelum menjemput
adik-adiknya di taman kanak-kanak dan kembali ke rumah.
“Luna....”
Apa mungkin aku harus
berkonsultasi dengan Luna? Aku merasa lebih baik jika aku meminta saran darinya
kalau soal Kurose-san.
Aku tidak tahu apakah Kurose-san
mengatakan sesuatu tentang Satou-san kepada Luna. Pada titik ini, aku tidak
peduli jika persahabatanku dengan Kurose-san rusak lagi. Aku berpikir bahwa aku tidak
mampu menghentikan Kurose-san hanya dengan kekuatanku sendiri.
Setelah memikirkan hal ini, aku
hendak menelepon Luna ketika ponselku menerima pesan baru.
[Aku
akan pergi. Aku percaya pada Satou-san.]
"......!”
[Tunggu,
coba dipikir-pikir lagi dengan baik.
Meskipun
aku sengaja tidak memberitahu hal ini kepadamu, tapi katanya Satou-san dulu
sangat suka bermain-main dengan banyak wanita sebelum menikah, tau?
Dia
pasti cuma mempermainkanmu saja!]
Aku langsung membalas pesan
dengan emosi, dan Kurose-san segera membalas pesanku.
[Itu
sebelum dia menikah, ‘kan?
Aku
tahu kalau Satou-san adalah pria yang tampan, jadi aku mengerti ia akan sedikit
bermain-main dengan wanita.
Aku
sudah memutuskan, jadi tinggalkan aku sendiri!
Aku
pikir Kashima-kun akan mendukungku.]
“……”
Dia sendiri yang ingin meminta
pendapatku, tapi sekarang dia tiba-tiba marah dan berkata untuk meninggalkannya
sendiri?
Lalu, apa yang harus kulakukan
dengan kegelisahanku ini?
Entah kenapa, aku mulai merasa
seperti orang bodoh karena terlalu mengkhawatirkan Kurose-san.
Jika dia sampai bilang begitu,
baiklah. Jika dia tersakiti karena dimanfaatkan oleh Satou-san, biar Kurose-san
sendiri yang akan menanggung akibatnya.
Usai memikirkan hal semacam itu,
aku menyimpan ponselku di saku dan menuju ke stasiun.
“Kashima-dono”
Aku mendengar namaku dipanggil
dari belakang, dan ketika aku berbalik, Kujibayashi-kun ada di sana.
“Eh, ada apa?”
“Tidak, Daku baru saja makan
malam di depan stasiun dan sedang dalam perjalanan kembali ke universitas
karena ada urusan di perpustakaan.”
Aku menjawab dengan singkat,
dan Kujibayashi-kun melihatku dengan rasa heran.
“Apa ada sesuatu yang terjadi
padamu? Daku melewatkan kesempatan untuk memanggilmu karena Dikau terlihat
seperti kesetanan.”
“Ah...”
Jadi, dia memanggilku dari
belakang setelah datang dari depan stasiun. Mungkin aku begitu sibuk
sampai-sampai tidak menyadari bahwa aku berpapasan dengan Kujibayashi-kun
“...Ini tentang Kurose-san,
sedikit...”
“Mengenai Nona Kurose?”
Kujibayashi-kun mengulangi dengan
rasa tertarik. Sepertinya ia masih memiliki perasaan tertarik pada Kurose-san.
“Yeah, sebenarnya...”
Karena ini bukanlah cerita yang
cocok untuk dibicarakan di pinggir jalan yang terus dilalui orang-orang pulang
kerja, kami memutuskan untuk masuk ke restoran cepat saji yang ada di dekat
kami.
“...Jadi begitulah ceritanya.”
Di meja konter yang menghadap
ke jalan tepat di depan kasir, aku dengan singkat menceritakan pada Kujibayashi-kun
yang berada di sebelahku.
“.......”
Kujibayashi-kun mendengarkan ceritaku
dengan kepala tertunduk sepanjang waktu.
“Aku berpikir bahwa jika
Kurose-san berkata begitu, maka aku tidak terlalu memedulikannya lagi.”
“.........”
Setelah aku selesai berbicara,
Kujibayashi-kun tetap terdiam dan menatap cangkir Vanilla Shake di tangannya.
Hal ini jarang terjadi pada seseorang yang berpikir cepat seperti dirinya.
Tentu saja, bagi Kujiabayashi-kun
yang mengaku sebagai “Yokai perjaka” selama
enam tahun di sekolah khusus pria, percintaan antara orang yang sudah menikah
adalah cerita dari dunia lain (meskipun
aku juga merasa sama), mungkin ia tidak tahu harus berkomentar apa.
Aku melihat meja basah karena
keringat yang mengucur dari gelas kertas Vanilla Shake, dan sedikit demi
sedikit mulai mendapatkan ketenanganku kembali.
Aku marah karena diabaikan oleh
Kurose-san saat dia berkata “tinggalkan
aku sendiri”, tapi pada akhirnya, aku tidak bisa melakukan apa-apa lagi.
Urusan antara Kurose-san dan Satou-san, pada akhirnya, hanya terserah apa yang
diinginkan oleh Kurose-san.
Tanpa sengaja aku melihat ke
layar ponselku. Waktunya sudah lewat setengah tujuh malam. Waktu kerja paruh
waktu Kurose-san akan segera berakhir.
Setelah meninggalkan kantor redaksi
editorial, kemungkinan besar Kurose-san akan segera mengunjungi hotel tempat
Satou-san menunggu.
Dengan perasaan senang bisa
bertemu dengan orang yang dicintai, dan sedikit kekhawatiran.
Semoga Satou-san bisa menjadi
pria yang memiliki setidaknya rasa hormat dasar sebagai orang dewasa.
Dengan harapan seperti itu,
ketika aku sedang memikirkan untuk mengubah topik pembicaraan, hal itu terjadi.
“....Apa pria Satou ini bisa
menjadi orang yang membuat Nona Kurose bahagia?”
Kujibayashi-kun bertanya dengan
ragu. Pandangannya masih tertuju pada Vanilla Shake.
“Eh? Tidak, mana mungkinlah. Ia
‘kan orang yang sudah menikah.”
Aku menjawab dengan spontan
seraya mengingat kesan yang kudapat saat acara minum-minum.
“Namun, mungkin tidak demikian
bagi Nona Kurose.”
“Eh?”
“Orang-orang cenderung tidak
bisa mempercayai apa yang tidak mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri.
Sekalipun itu tentang masa depan mereka.”
Aku menatap Kujibayashi-kun,
bertanya-tanya mengenai maksud perkataannya. Sedangkan Kujibayashi-kun masih
memandangi Vanilla Milkshake dan berkata dengan ragu.
“Mungkin masa depan yang
dilihat Kashima-dono dan Nona Kurose berbeda.”
“Tapi, ia bukanlah pria yang
baik-baik ketika mencoba mendekati gadis muda yang lebih muda darinya meskipun
sudah menikah dan memiliki anak. Ia bahkan mencoba mendekati editornya yang
dulu.”
“Apa Nona Kurose mengetahui hal
itu?”
“Tidak, sih...”
Aku merasa bahwa itu bukanlah
argumen yang kuat untuk meyakinkan Kurose-san yang sudah dibutakan dengan cinta.
Ketika aku memikirkan hal ini
dan tetap diam, Kujibayashi-kun membuka mulutnya lagi.
“Walaupun Daku hanyalah youkai
perjaka, tapi Daku pernah merasakan tunas-tunas cinta tumbuh di dalam hatiku.
Aku telah mengalami hal itu berulang kali dalam buku-buku. Itu adalah perasaan
yang berakar pada sifat manusia, dan meskipun pihak lain sudah menikah, itu
bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan dengan mudah.”
“Hmm?”
Apa
maksudnya? Saat aku mengira Kujibayashi-kun sedang mencoba membela
Satou-san, Kujibayashi-kun melanjutkan dengan mengatakan “Namun”.
“Cara dia mengungkapkannya harus
berubah. Jika pria bernama Satou itu benar-benar jatuh cinta dengan Nona Kurose,
ia harus memikirkan bagaimana membuat Nona Kurose bahagia, meskipun dirinya
sudah menikah.”
“... Tapi setidaknya itu bukan
dengan cara mengajaknya di hotel tempatnya menginap, bukan?”
Kujibayashi-kun menganggukkan
kepalanya sebagai tanggapan terhadap kata-kataku.
“Oleh karena itu, cinta Satou
siapa-siapa itu bukanlah cinta sejati. Namun, itu belum terlihat oleh mata Nona
Kurose.”
“…..”
Aku berpikir begitu. Satou-san
sendiri juga hanya menunjukkan sisi baiknya kepada Kurose-san.
“... Kashima-dono.”
“Hm?”
Aku tiba-tiba dipanggil dan
melihat ke arah Kujibayashi-kun. Setelah beberapa kali ragu, ia akhirnya
membuka mulut dengan ekspresi yang mantap.
“Bisakah Dikau ... menghentikan
Nona Kurose?”
“Eh?”
Saat ia mengatakan sesuatu yang
tidak terduga, aku melihat ke arah Kujibayashi-kun.
Kujibayashi-kun juga melihatku,
lalu segera menundukkan pandangannya ke meja.
“... Dia adalah gadis yang baik
hati. Dia mau mendengarkan cerita yang membosankan dari Daku selama dua jam
dengan sabar.”
Perkataannya mungkin mengacu pada
saat “ketika kami bertemu untuk pertama
kalinya dan terus berbicara selama dua jam mengenai Mori Ougai.”
“Menurutku gadis baik hati
seperti dia tidak akan bisa begitu saja menolak menolak ajakan dari seorang
pria yang menarik hati dan pikirannya.”
Mungkin saja begitu.
──
Aku selalu merasa takut ketika ada pria yang menyentuhku, tapi saat Satou-san
mengelus kepalaku... aku... jika itu Satou-san...
Aku melihat wajah Kurose-san
yang seperti itu untuk pertama kalinya.
Tidak, mungkin ini bukan
pertama kalinya.
Mungkin gadis yang pernah mendekatiku
di gudang olahraga dulu, mungkin ... Karena suasananya yang gelap, aku jadi
tidak bisa melihat dengan jelas.
“Sejak saat itu, aku selalu
memikirkan tentangnya.”
Ketika Kujibayashi-kun
mengatakan itu, aku mendongak dengan kaget. Kujibayahi-kun sedang menatap
milkshake vanila dengan serius.
“Senyum di wajahnya yang
menyerupai bunga hari bersalju tak pernah lepas dari hatiku. Aku berharap gadis
yang cantik dan baik hati seperti dirinya bisa mendapatkan kebahagiaan seumur
hidupnya. Namun ...”
Setiap kata yang diucapkan oleh
Kujibayashi-kun membuatku merasakan keikhlasan dan ketulusannya. Mungkin
perasaan ini terlalu berat untuk seorang pria seperti dirinya yang hanya
bertemu dengan Kurose-san sekali, tapi aku merasa bisa memahami perasaan itu.
“Sebagai seseorang yang hanya
sebatas teman, aku tidak bisa melakukan banyak hal. Oleh karena itu, aku ingin
meminta bantuanmu sebagai teman kami berdua. Tolong hentikan Nona Kurose.”
Kujibayashi-kun yang menatapku
dengan mata tulus, menundukkan kepalanya sekali lagi.
“Sebelum dia mengorbankan
kebahagiaannya sendiri demi memenuhi keinginan pria yang dicintainya...”
Setelah mengatakan itu, ia
mengangkat cangkir kertas yang basah karena tetesan air dari milkshake vanila
dan sedikit canggung ketika ia menyeruputnya.
◇◇◇◇
“Terima kasih buat kerja
kerasmu, Luna. Ada yang ingin kubicarakan...Maaf, tapi bisakah kita bertemu
sekarang? Aku ingin kamu datang ke Mejiro?”
Setelah berpisah dengan
Kujibayashi-kun di depan restoran cepat saji, aku menelepon Luna.
“Eh,
ada apa? Tumben-tumbennya kamu mengatakan hal seperti itu, Ryuuto. Oke baiklah,
kebetulan Misuzu-san sudah pulang, jadi aku akan datang sekarang!”
Dengan suara gaduh dari si
kembar sebagai latar belakang, Luna mengatakan itu dan menutup telepon.
Setelah menyelesaikan panggilan
dengan Luna, aku terus menelepon sambil berjalan menuju stasiun.
“Halo?
Maaf ini siapa ya?”
“Maaf sudah mendadak mengganggu
anda, ini saya, Kashima. Apa saya boleh menelepon anda sekarang?”
“Ohh,
tidak masalah, ada apa?”
Suara keras nan nyaring yang
terdengar melalui telepon adalah Kamonohashi-sensei yang biasa.
Aku ingat bahwa ketika kami
bertukar alamat email, sensei mengatakan, “Angka
ini adalah nomor ponselku.”
“Saya ingin bertanya sedikit
... apa benar Satou Naoki-san sudah menikah?”
“Oh,
ya. Kalau tidak salah sekitar lima tahun yang lalu? Aku lupa kapannya. Tapi aku
ingat dia bilang bertemu dengan mahasiswi atau perawat, atau staf di acara
kencan buta. Aku lupa, tapi dia pasti wanita cantik yang lebih muda.”
“ ... Saya mendengar bahwa ia juga
sudah punya anak?”
“Ya,
benar. Aku yakin kalau anaknya perempuan? Ketika kami minum bersama, dia bilang
'Dia lahir kemarin', jadi aku mentraktirnya!”
Jika ini yang diucapkan oleh
Kamonohashi-sensei, maka kepastian bahwa Sato Naoki sudah menikah dan memiliki
anak menjadi jelas.
“Memangnya
ada yang salah dengan itu?”
Ketika Kamonohashi-sensei
bertanya dengan suara heran, aku menceritakan sedikit tentang hubungan antara
Satou-san dan Kurose-san sejak acara minum-minum tempo hari.
Aku tiba di stasiun saat masih
berbicara, dan karena tidak mungkin untuk memutuskan telepon dan naik kereta,
aku akhirnya naik taksi. Aku harus sampai di hotel lebih cepat dari Kurose-san,
jadi aku harus mengeluarkan sedikit uang.
“Serius,
itu sih gila!”
Setelah mendengarkan ceritaku,
Kamonohashi-sensei mengatakannya dengan suara lantang. Karena lingkungan sekitarnya
terdengar sunyi, mungkin ia sedang berada di rumah atau tempat kerja.
“Tahu
enggak, aku sebenarnya benci pada Satou-kun karena dia tampan! Bahkan nama
pena-nya terdengar tidak enak. 'Sato Naoki', itu hanya nama aslinya dalam huruf
katakana. Ia memiliki kepercayaan diri karena populer dalam kehidupan nyata,
jadi ia berpikir tidak perlu berpura-pura di dunia fiksi, kan? Lihatlah nama
penaku, Kamonohashi loh Kamonohashi! Aku punya kompleks sehingga bahkan tidak
bisa memberi nama pada diriku sendiri!”
Kamonohashi-sensei tertawa
dengan keras. Tak diragukan lagi kalau ia berada di ruang pribadinya.
Melihat hal itu, aku memutuskan
untuk membicarakan masalah utama.
“... Apa Kamonohashi-sensei
mengenal mangaka yang akrab dengan Satou-san?”
“Hmm,
biar kuingat-ingat. Mungkin dia akrab dengan Yuki-kun atau Tsukikage-kun, yang
juga berasal dari majalah yang sama. Aku melihat mereka sering nongkrong di
masa lalu.”
“... Apa mungkin mereka bisa
memberikan bukti tentang hubungan yang baik antara Satou-san dan keluarganya?
Misalnya foto atau tangkapan layar LINE ... Semakin baru, semakin baik."
“Apa?
Tangkapan layar? Itu maksudnya gambar foto, ‘kan?”
“Yeah, tepat sekali ...”
"Baiklah,
mengerti! Karena aku menggunakan ponsel jadul, tapi aku akan mencoba mengirimkan
gambarnya padamu melalui email!”
“Maaf, saya tahu hal itu tidak
mudah karena informasi pribadi dan masalah lainnya. ......”
“Tidak
apa-apa, jangan khawatir! Kamu
mencoba menunjukkan itu padanya dan menyadarkan Kurose-san, kan?”
“... Iya.”
Mangaka yang terkenal di
sepenjuru negeri memang hebat. Sepertinya beliau sudah bisa menebak rencanaku.
“Jika
memang begitu, biarkan aku yang menanganinya! Jika aku memintanya, tidak ada
yang bisa menolak permintaanku di industri ini! Ketika ada alasan moral yang
kuat seperti ini, kita harus menggunakan kekuasaan dengan sepenuh hati!”
“Terima kasih banyak atas
bantuan anda...”
“Tidak
masalah, tidak masalah! Jika aku bisa mengalahkan si tampan itu dan membuktikan
kebenaran, aku akan merasa plong!”
Setelah mengakhiri panggilan
dengan Kamonohashi-sensei, aku menghela nafas di kursi belakang taksi.
“... Haaah ..."
──
Orang-orang cenderung tidak bisa mempercayai apa yang tidak mereka lihat dengan
mata kepala mereka sendiri. Sekalipun itu tentang masa depan mereka.
──
Mungkin masa depan yang dilihat Kashima-dono dan Nona Kurose berbeda.
Setelah mendengar perkataan Kujibayashi-kun,
aku merasa kalau aku perlu menunjukkan sesuatu yang ‘terlihat’ kepada Kurose-san untuk membuktikan perasaan Satou-san.
Aku tidak tahu apakah rencana
ini bisa berhasil atau tidak, tetapi sekarang aku tidak punya pilihan lain
selain mempercayai koneksi dan moralitas Kamonohashi-sensei.
◇◇◇◇
Saat aku tiba di area jalan masuk hotel, waktunya
menunjukkan sekitar pukul 19.15 malam. Meski aku menggunakan jalan tol dan biaya
taksi yang sebesar 5.000 yen cukup menguras isi dompetku, aku yakin kalau aku tiba
lebih awal daripada Kurose-san. Kurose-san yang masih berada di kantor
editorial hingga pukul 7 malam pastinya belum tiba, meskipun dia menggunakan
taksi.
Aku memutuskan untuk menunggu
Kurose-san di ruang tunggu dekat pintu masuk utama, karena aku tidak tahu di
mana dia akan bertemu dengan Satou-san.
Aku duduk di sofa yang dilapisi
dengan kain berkualitas tinggi yang berkilauan, dan menggoyangkan kakiku di
atas karpet berbulu seperti karpet Persia yang berwarna-warni. Aku tidak bisa
fokus pada ponselku dan hanya memantau pintu masuk sambil terus menunggu.
Ketika pintu masuk otomatis
terbuka, seseorang yang sangat aku kenal memasuki hotel.
“Ryuuto!”
Ternyata, Luna tiba lebih dulu
daripada Kurose-san.
Luna berjalan ke arahku sambil
melambaikan tangannya dan duduk di sofa di seberangku.
“Aku juga menggunakan taksi!
Karena jarak dari rumahku ke stasiun cukup jauh sih.”
Lalu, dia melihat-lihat
sekitarnya. Di ruang tunggu hanya ada orang-orang yang menunggu untuk check-in atau pria-pria paruh baya yang
sedang melakukan bisnis.
“Bagaimana dengan Maria?”
“Dia masih belum tiba ...”
“Eh, masa? Bukannya jarak antara
Iidabashi dan hotel ini sangat dekat? Jika menggunakan taksi, seharusnya hanya
membutuhkan waktu 12 menit, ‘kan?”
“Hmmm, mungkin dia datang
dengan menggunakan kereta atau bus ...”
Setelah berbicara dengan Kamonohashi-sensei
melalui telepon, aku bertukar pesan singkat dengan Luna untuk menjelaskan
situasinya. Luna terkejut karena dia tidak tahu apa-apa tentang Kurose-san dan
Satou Naoki.
“Tapi, begitu ya, Maria...”
Luna tiba-tiba bergumam dengan
wajah muram.
“Akhirnya dia menemukan
seseorang yang bisa dia cintai ...”
“Ya...”
Sebagai kakaknya, Luna pasti
ingin mendukung hubungan baru Kurose-san. Luna menunjukkan perasaan campur aduk
di wajahnya
Saat kami berdua sedang sedih
bersama, tiba-tiba ...
“... Ah.”
Luna melihat ke arah pintu
masuk dan mengangkat dagunya.
“Maria!”
Saat aku mengikuti garis
pandangnya saat dia berdiri...Aku melihat Kurose-san berdiri membeku di pintu
masuk.
“……”
Dia terlihat sangat terkejut
sampai-sampai dia tidak bisa berbicara ketika melihat kami.
“... Mengapa?”
Dia menatapku dan Luma secara
bergantian, lalu dia menatapku dengan tajam.
“Kashima-kun, apa kamu memberitahu
Luna tentang Satou-san?”
“Aku sudah mendengarnya, Maria.
Apa aku tidak boleh mengetahuinya?”
Luna kemudian berjalan
mendekati Kurose-san.
“Kita sudah cukup dekat untuk
membicarakan tentang apa saja sekarang. Apa kamu pikir aku akan khawatir jika
aku tahu? Apa kamu sendiri tahu bahwa kamu melakukan sesuatu yang akan
membuatku khawatir jika aku mengetahuinya?”
Kurose-san yang kedua tangannya
digenggam oleh Luna, menggigit bibirnya dan mengalihkan pandangannya.
Aku merasa terganggu dengan
tatapan orang-orang di sekitar, jadi aku mendekati mereka dan berkata.
“Karena di sini tempat yang
kurang cocok untuk membicarakannya, jadi mari kita bicara di luar sebentar.”
◇◇◇◇
Kami bertiga meninggalkan hotel
dan berjalan menuju taman terdekat.
Taman itu sangat luas sehingga
kamu bisa berjalan mengelilinginya, dan memiliki suasana taman Jepang yang
bersejarah yang tidak terlihat seperti taman hotel. Hal tersebut mengingatkanku
pada suasana Kyoto yang pernah aku kunjungi selama perjalanan sekolah.
Meskipun ada orang-orang berjalan-jalan menikmati taman, kami duduk di
bangku yang muncul dan tidak memiliki waktu untuk menikmati pemandangan karena
kami hanya bertemu untuk membicarakan sesuatu.
Sekarang saja sudah cukup gelap
di sekeliling kami, dan lampu seperti lampion yang lembut menyala di sepanjang
jalan taman. Angin malam yang sejuk pada awal musim panas berhembus lembut
melalui pepohonan yang saling bersentuhan.
“... Maria.”
Luna, yang duduk di tengah,
memalingkan tubuhnya ke arah Kurose-san dan menatapnya dengan penuh keprihatinan.
“Apa kamu sangat menyukai
Satou-san?”
“..........”
Kurose-san tidak mengatakan
apa-apa, dia hanya memalingkan kepalanya ke bawah dan mengangguk sedikit
setelah beberapa saat.
“Satou-san tuh menginap di
sini, bukan?”
Kurose-san mengangguk tanpa
berkata-kata ketika Luna bertanya lagi.
“Jika dia mengajakmu makan
malam di restoran, dan kemudian mengatakan 'Mari
kita minum-minum lagi di kamarku', apa yang akan kamu lakukan?”
Kurose-san tidak menjawab.
“... Apa kamu akan tetap
pergi?”
Ketika Luna kembali bertanya
lagi, Kurose-san menanggapinya dengan mengangguk.
Luna kemudian mengerutkan
keningnya.
“Maria... Apa kamu memahami
maksud di baliknya?”
“Tapi, hanya karena aku pergi
ke kamarnya, bukan berarti ada sesuatu yang akan terjadi, ‘kan? Mungkin dia
hanya ingin minum lagi di kamarnya saja?”
Kurose-san akhirnya membuka
mulutnya untuk pertama kalinya sejak kami berada di sini.
“Itu memang benar, tapi...”
Luna jadi terdiam.
Jadi, sebagai gantinya, aku
membuka mulutku.
“Tapi, jika ada seseorang yang mengambil
foto saat kamu masuk ke dalam kamar Satou-san, meskipun hanya minum bersama,
foto itu bisa menjadi bukti perselingkuhan antara kamu dan Satou-san. Kamu
mungkin akan diminta membayar ganti rugi oleh istri Satou-san.”
“.........”
Kurose-san lalu terdiam lagi.
Kemudian, dia dengan tenang melontarkan kata-kata pembelaan.
“Tapi, asalkan kita berdua yang
tahu kebenarannya, itu sudah cukup. Jika masalah uang, aku akan bekerja keras
untuk membayarnya.”
“Maria...”
Ekspresi Luna semakin terlihat
sedih dan bingung.
Entah bagaimana, aku merasa mulai
mengerti perasaan Kurose-san. Mungkin Kurose-san menyukai Satou-san dan hanya
ingin bersamanya, bukan karena dia sengaja datang ke sini untuk berselingkuh.
Tapi, pemikiran Satou-san
mungkin berbeda.
“….Aku mengerti perasaanmu,
Kurose-san. Tapi, jika Satou-san sendiri yang mengajakmu melakukan hal itu, apa kamu bisa menolak dan
keluar dari kamarnya?”
“Aku percaya Satou-san bukan
tipe orang seperti itu.”
“Dia adalah tipe orang seperti
itu.”
“Apa yang kamu ketahui tentang
itu, Kashima-kun?”
Kurose-san membalas dengan
ekspresi kesal atas kata-kataku.
“Aku tahu, karena kami berdua
sama-sama pria.”
Setelah mendengar kata-kataku yang
emosional, Kurose-san dan Luna menatapku dengan ekspresi yang agak terkejut.
“Kurose-san...”
Karena mereka berdua sama-sama terdiam,
jadi aku terus berbicara.
“Menurutku, 'mempercayai seseorang' bukan hanya
tentang mengatakan bahwa kamu 'percaya' dan
berhenti berpikir.”
Itu hanya memaksakan idealmu
pada orang lain. Satou-san dan Kurose-san yang begitu dekat dalam waktu
singkat, pasti tidak bisa membangun hubungan kepercayaan yang tulus.
“........”
Kurose-san kembali terdiam
untuk kesekian kalinya
Pada saat itu, Luna membuka
mulutnya.
“Menurutku, 'mempercayai seseorang' berarti
memutuskan untuk bersiap 'Aku tidak
keberatan dikhianati oleh orang itu'.”
Luna berkata dengan tenang
sambil menatap tangannya sendiri yang berada di atas lututnya.
“Aku... Aku merasa siap jika
dikhianati oleh Ryuuto. Jika Ryuuto mengkhianatiku, aku bisa menerimanya
sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari.”
“.........”
Luna…. Aku
memandang ke arahnya.
Luna bahkan tidak melihat ke
arahku sama sekali, dia hanya menatap adiknya dengan mata yang serius.
“Apa kamu siap dengan keputusan
itu sekarang, Maria? Jika Satou-san mengkhianatimu, kamu tidak akan
menyesalinya?”
Kurose-san tidak menjawab
dengan kepala tertunduk.
“Apa kamu bisa menerima
kenyataan tanpa mengeluh bahwa 'aku tidak
menyangka bahwa dia orang yang seperti itu' atau 'aku seharusnya tidak pergi'?”
Lalu pada saat itu, Kurose-san akhirnya
mengangkat kepalanya.
“Tapi... aku mencintainya!
Karena aku mencintainya, aku ingin mempercayainya dan melakukan apa yang dia
inginkan.”
Luna dengan ragu-ragu berbicara
kepada Kurose-san yang terlihat emosional.
“...Pemikiranmu yang seperti
itu, sama persis seperti aku sebelum berpacaran dengan Ryuuto.”
“……”
Bersama Kurose-san, aku juga
kehilangan kata-kata.
“Jika aku harus mengatakannya
secara jujur, perasaanku hanyalah 'Aku
ingin mempercayainya karena dia adalah pacarku'. Aku menyerahkan segalanya
pada orang yang masih belum aku kenal sepenuhnya, hanya karena aku percaya pada
perasaan 'cinta'-ku... Aku
menyesalinya. Bahkan sampai sekarang. Mungkin selamanya.”
Seolah-olah sedang berbicara
pada dirinya sendiri, Luna mengatakan itu sambil menundukkan kepalanya.
“Aku takkan pernah bisa
menghilangkan penyesalan itu... Selamanya.”
Lalu, dia mengangkat kepalanya
dan menatap Kurose-san.
“Oleh karena itu, aku tidak
ingin Maria merasakan penyesalan seperti itu.”
Dengan senyum yang menyiratkan
kesedihannya, Luna berbicara pada Kurose-san.
“Bagaimanapun juga, Maria
adalah gadis yang bisa menjaga dan menghargai dirinya sendiri, bukan?”
Kurose-san merasa tersentuh dan
wajahnya dipenuhi perasaan campur aduk.
“...Kamu tidak mengerti
perasaanku, Luna.”
Kurose-san menggenggam
tangannya yang diletakkan di atas lututnya, dan suaranya terdengar seperti akan
menangis.
“Tubuhku ini... Tidak pernah sekalipun
diminta oleh orang yang aku sukai, dan bahkan justru diminta oleh orang yang tidak
aku sukai.”
Aku teringat saat Kurose-san
menjadi korban pelecehan seksual, dan saat dia mencoba menggodaku di gudang
olahraga.
“Aku menyukai Satou-san. Jadi,
jika ia memintanya dariku... Bahkan jika itu hanya tentang tubuhku... Aku akan merasa
senang dan bahagia dengan hal itu...”
Butiran air mata menetes dari sudut
matanya.
“…Karena ia adalah orang
pertama ‘yang aku sukai' dan menginginkanku.”
“Maria...”
Luna meraih tangan Kurose-san
dengan ekspresi sedih di wajahnya dan ketika dia hendak membuka mulutnya untuk
mengatakan sesuatu….
Bubububububububububu….
Bunyi getaran terdengar dari
tas tangan Luna, dan dia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.
“….Duh, lagi-lagi dari manajer
toko! Ada apaan sih, pada saat-saat seperti ini juga!”
Meskipun dia terlihat kesal,
Luna berdiri dari bangku dan menempelkan ponsel ke telinganya.
“Terima kasih atas kerja
kerasnya! ...Eh!? Seriusan...!?”
Luna berjalan menjauh dari
bangku sambil berbicara, sehingga kami bisa melihatnya tetapi tidak dapat
mendengar pembicaraannya dengan jelas.
Sementara itu, saat aku
sendirian dengan Kurose-san, aku memikirkan tentang apa yang dia katakan tadi..
──
Tubuhku ini... Tidak pernah sekalipun diminta oleh orang yang aku sukai, dan
bahkan justru diminta oleh orang yang tidak aku sukai.
Aku yakin dia pasti
membicarakan tentang apa yang terjadi di gudang olahraga beberapa tahun yang
lalu.
Jika dipikir-pikir lagi,
Kurose-san benar-benar memiliki banyak pengalaman yang buruk dengan pria. Dia
tiba-tiba meminta “hubungan fisik”
dariku tanpa ada pengalaman sebelumnya. Dia bahkan menjadi takut pada pria
setelah menjadi korban pelecehan seksual.
Saat ini, mari mengesampingkan
masalah pelecehan seksualnya, jika Kurose-san merendahkan nilai seksualitasnya
sendiri dan mencoba pergi ke tempat Sato-san, karena aku menolaknya saat itu...
Aku merasa harus mengatakan itu
dengan jujur kepadanya.
“Kurose-san. Aku...”
Aku merasa lega ketika Luna
pergi dari tempat duduknya. Sudah kuduga, mana mungkin aku bisa mengatakan hal
semacam ini tepat di hadapannya.
“Sama seperti seperti Kurose-san
yang ingin pengalaman pertama kalinya dengan seseorang seperti Satou-san, aku
tidak menahan diri pada waktu itu. Di gudang olahraga itu...”
Kurose-san menatap mataku saat
aku berbicara. Meskipun aku tahu itu, aku fokus pada daun-daun pohon di taman
yang bergerak ditiup angin malam.
“Sebenarnya, aku juga...”
Sesaat mata kami bertemu,
Kurose-san menunjukkan ekspresi serius yang membuat napasku terhenti. Tatapan
matanya yang sembab terlihat seperti akan menangis kapan saja.
“...........”
Aku
juga ingin melakukannya denganmu.
Aku pikir Kurose-san sudah tahu
maksudku tanpa harus aku mengatakannya.
Kurose-san dengan lembut
menundukkan kepala dan tidak bergerak.
“Kashima-kun...”
Kurose-san adalah gadis cantik
yang luar biasa, dan meruapakan gadis cinta pertamaku.
Mana mungkin aku tidak
terguncang saat dia mengajakku dengan begitu tanpa malu-malu, dan tidak ada
keraguan dalam hati dan tubuhku.
“Tapi, aku memiliki seseorang yang
sudah aku cintai... Karena aku tidak bisa membuatmu bahagia, jadi aku tidak
menyentuhmu sama sekali.”
Aku berkata demikian sambil
melihat Luna yang sedang berbicara di jauh.
“Bukankah itulah sebabnya kamu
memintaku untuk memperkenalkanmu kepada seorang teman karena kamu menginginkan pria
yang memiliki pemikiran seperti itu?
“.........”
Kurose-san menundukkan kepala
dan tetap diam. Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya sekarang.
Aku tidak tahu apakah upaya bujukan
ini akan berhasil atau tidak.
Saat aku memeriksa ponselku,
masih belum ada email yang masuk.
“Sebenarnya, jika kamu
benar-benar ingin pergi ke tempat Satou-san, aku sudah tidak terlalu peduli
lagi dan kamu bebas melakukan apa pun yang kamu inginkan, Kurose-san.”
Kurose-san menengok sekilas dan
menatapku saat aku berkata dengan jujur.
"Namun, alasanku memanggil
Luna untuk datang ke sini adalah karena Kujibayashi-kun yang memintaku.”
Kemudian, Kurose-san mengangkat
wajahnya.
“Cowok yang mengoceh terus
tentang Mori Ougai?”
“Ya, benar.”
Aku tertawa sedikit.
Aku merasakan sedikit kelegaan
saat atmosfer tegang yang tidak sesuai dengan suasana taman malam ini sedikit
mereda.
“Kujibayashi-kun bilang, 'Kurose-san adalah seorang gadis baik hati
yang mendengarkan ceritaku yang membosankan sampai akhir, jadi mungkin dia
tidak bisa menolak pria jahat yang mengajaknya. Aku ingin kamu menghentikannya',”
“........”
Kurose-san menurunkan
pandangannya sejenak dan menutup erat bibirnya.
“Kujibayashi-kun adalah orang
yang baik. Mungkin ia tidak bisa dianggap sebagai calon pacar atau objek
cinta... Tapi aku ingin Kurose-san mencoba berteman dengan seseorang seperti
Kujibayashi-kun. Kurose-san, kamu pernah mengatakan padaku kalau kamu takut
pada pria, tapi Kujibayashi-kun sangat berbeda dan tidak memiliki kesan seperti
itu.”
Aku melihat ke arah gedung
hotel, di mana cahaya lampu terlihat di beberapa kamar. Mungkin Satou-san
berada di salah satu dari mereka, menunggu kedatangan Kurose-san dengan
harapan.
“Paling tidak, apa yang akan
kamu lakukan sekarang bukanlah tindakan dari seorang wanita yang mengatakan 'aku takut pada pria'. Jadi tolong
pikirkan lagi dengan kepala dingin.”
Kisah wanita lajang yang
tersakiti karena terlibat dalam hubungan perselingkuhan dengan pria yang sudah
menikah... Itu adalah kejadian yang terlalu umum untuk menjadi viral di media
sosial zaman sekarang.
Aku tidak ingin adik perempuan
Luna yang berharga menjadi karakter dalam cerita klise semacam itu.
“Aku adalah 'Onii-chan'-mu, ‘kan?”
Kurose-san menatapku dengan
wajah terkejut.
“Meskipun aku tahu bahwa calon
adik iparku akan menderita... Aku tetap tidak ingin membiarkan Kurose-san pergi
ke tempat Satou-san.”
Kedua mata Kurose-san bergerak
seperti permukaan air, dan tetesan air tumpah bersamaan dengan kedipan matanya.
Pada saat itu, ponselku
bergetar dan aku memeriksa layarnya.
Rupanya itu adalah pesan email
dari Kamonohashi-sensei.
“....!”
Aku segera membuka pesan email-nya
setelah membuka kunci layar.
Dari:
Kamonohashi-sensei
Bergembiralah,
aku mendapatkan sesuatu yang luar biasa, loh (lol).
Hanya itu saja isi pesan dari
Kamonohashi-sensei. Ketika aku membuka gambar yang dilampirkan dalam email-nya,
sepertinya itu tangkapan layar percakapan di LINE.
Hal pertama yang menarik
perhatianku adalah foto dua orang yang terlihat sangat dekat. Foto tersebut
menampilkan Satou-san dan seorang wanita cantik yang terlihat masih di
pertengahan dua puluhan, dengan rambut pendek dan leher ramping yang menonjol
dalam balutan tank top kasualnya.
Payudara montok wanita tersebut dengan jelas membentuk celah yang dalam, dan
Satou-san menyandarkan tangannya di atas dada wanita tersebut, memeluknya ke
arah dirinya. Dilihat dari sudut pandang foto, itu mungkin selfie Satou-san.
Di bawah gambar itu, ada
serangkaian pesan teks. Tanggalnya sekitar awal Mei, selama masa liburan Golden Week.
Tulisan lawan obrolannya adalah
“Satou Naoki”. Awal obrolan dimulai dari Satou-san dan dilanjutkan dengan
percakapan dengan penerima pesan. Kemungkinan besar, itu adalah salah satu dari
beberapa mangaka teman dekat yang diucapkan oleh Kamonohashi-sensei.
Punya
istri berdada gede emang mantap banget!
Terima
kasih. Kurasa sudah cukup untuk malam ini.
Jangan
lihat-lihat foto istri orang dong.
Apa
kamu berencana nambah anak kedua?
Aku
harus menunggu sampai ada satu seri lagi karena aku baru saja membeli rumah.
Terus
berusahalah dengan keras, Papa.
Aku
juga ingin punya pacar.
Oh,
gimana kalau kita mengadakan kencan buta lagi?
Tidak,
ini pembicaraan serius, istriku ingin anak-anaknya bersekolah di sekolah
swasta. Sejujur, itu sangat sulit.
Karena
sudah menikah, jadi sepertinya kamu tidak bisa bermain-main lagi, ya.
Kalau
yang begitu sih aku masih melakukannya dengan baik hahaha.
Ah,
apa akan diadaptasi menjadi anime lagi?
Semoga
bisa lebih populer lagi, mereka para babi moe seharusnya lebih bersemangat -~
Heroinenya semuanya terlihat lucu ‘kan.
“............”
Ini luar biasa. Ternyata ini benar-benar
melebihi harapanku.
Ini bahkan bisa menghancurkan perasaan
cinta selama seratus tahun dan rasa hormatnya sebagai mangaka.
Jika Kurose-san begitu buta
untuk tetap mencintai Satou-san bahkan setelah melihat ini, maka dia
benar-benar tidak bisa diselamatkan.
“Kurose-san.”
Mungkin caraku ini terlihat
agak kejam, tapi aku harus menunjukkan gambar screenshot yang aku tampilkan di ponselku kepada Kurose-san.
“Coba lihat ini.”
“Eh? Apa ini ...”
Kurose-san menatap layar dengan
bingung, tapi sepertinya dia langsung memahami apa itu. Kurose-san yang pernah
berkomunikasi dengan Satou-san melalui LINE pasti familiar dengan ikon yang
terlihat seperti foto pemandangan.
“...Ini pesan-pesan dari
Satou-san, tau.”
“......”
Mata Kurose-san terpaku pada
layar ponsel dan bibirnya gemetar dengan halus.
Aku tidak tahu apa yang
Satou-san katakan kepada Kurose-san tentang istrinya, tapi bila dilihat dari
pandangan ini, sepertinya hubungan mereka sebagai suami istri sangat harmonis.
“Apa kamu baik-baik saja,
Kurose-san...?”
Meskipun aku yang menunjukkan
padanya, dia terlihat sangat terguncang, jadi aku khawatir dan bertanya
kepadanya.
“Maaf! Terima kasih sudah menunggu!
Manajer lupa lagi tentang acara dan ada masalah, tapi sepertinya akan baik-baik
saja~!”
Pada saat itu, Luna kembali ke
bangku kami. Dia masih terlihat sedikit jengkel dengan telepon tadi, dan dia
menyadari perbedaan suasana di antara kami, membuat wajahnya menjadi terlihat
canggung.
“...Jadi, apa yang terjadi?”
Dia melihat wajahku dan
Kurose-san bergantian, kemudian menampilkan senyuman halus.
Melihat ekspresi Luna yang
seperti itu, Kurose-san tertawa. Itu adalah senyuman yang tampak seperti dia
telah melepaskan sesuatu.
“Nee, bagaimana kalau kita
bertiga pergi makan malam bersama sekarang? Aku tidak punya lain setelah ini.”
“Eh? Jadi maksudmu...”
Melihat Luna yang kebingungan,
Kurose-san memberitahunya sambil tersenyum.
“Aku tidak akan bertemu dengan
Satou-san lagi. Aku akan memblokir LINE-nya juga.”
Sambil mengatakan itu,
Kurose-san mengeluarkan ponselnya sendiri, memblokir kontak Satou Naoki di
depan kami, dan menghapus ruang obrolan dengannya.
◇◇◇◇
Setelah itu, kami pergi menaiki
bus menuju Stasiun Mejiro, dan makan di restoran yang berada di gedung dekat
stasiun. Restoran tersebut memiliki menu yang didominasi oleh makanan organik
dan terlihat modis, tetapi jauh lebih santai dan terjangkau dibandingkan dengan
hotel tempat yang barusan kami kunjungi sebelumnya.
“Ayo kita minum-minum, bir,
bir! Aku sudah tidak tahan lagi!”
Kurose-san berseru demikian
setelah kami duduk di meja untuk empat orang di dalam suasana restoran yang
terang dengan dinding kayu berwarna putih.
“Yah, Maria, asal jangan berlebihan
saja ya...”
Luna yang mengetahui betul
kebiasaan minum Kurose-san, dengan terburu-buru mengatakan itu.
Kurose-san dan Luna duduk
bersebelahan di kursi yang terbuat dari kayu dengan sandaran sampai
punggungnya, sedangkan aku duduk di hadapan Luna.
“Untuk sementara, ayo pesan bir
dan ayam goreng. Luna dan Kashima-kun, kalian bebas memesan sesuatu yang kalian
suka.” kata Kurose setelah sekilas melihat menu, meskipun dia masih sadar dan
tampak fokus.
“Apa-apaan sih Satou Naoki itu?
Ia benar-benar tidak bisa dipercaya!”
Setelah satu jam dia mulai minum,
seperti yang diperkirakan, Kurose-san sudah benar-benar mabuk dan mulai mengomel
sambil memegang gelas birnya.
“Ia malah mengatakan sesuatu
yang sama sekali berbeda padaku! Ia justru memeluk erat dengan istrinya! Dasar
tukang gombal, apa-apaan dengan perkataan
'Aku tidak bisa melihanya sebagai wanita lagi'?! Ia bahkan bilang 'mungkin kita akan berpisah'!”
“Eh, apa-apaan itu, parah
banget?! Jadi pria itu menipu Maria dengan mengatakan itu?!”
Turut memihak pada Kurose-san,
suasana hati Luna juga ikutan memburuk.
“Orang semacam itu bukan pria
baik-baik! Orang seperti itu harus dihapuskan dari masyarakat!”
“Bener banget! Dia harus dipotong-potong!”
“Ya! Aku tidak mengatakan apanya
yang harus dipotong-potong!”
“Bener sekali! Aku tidak bilang
apanya yang harus dipotong-potong!”
“Tunggu sebentar, kalian berdua
tenanglah sedikit!”
Karena topik pembicaraan yang
tidak cocok dengan suasana restoran yang modis dan elegan, aku memperingatkan
mereka dengan suara pelan sambil memperhatikan meja di sekitar kami.
Namun, karena ada banyak
kelompok wanita yang berbicara keras di dalam restoran, suara mereka tidak
terlalu mencolok.
“Yah, apapun alasannya,
kenyataannya adalah ia sudah menikah...”
Kurose-san kembali merasa sedih
ketika mendengar perkataanku.
“...Benar. Kalau dipikir-pikir
lagi...itu memang kenyataannya...”
Kurose-san menghela nafas
panjang ketika mengatakan itu, lupa dengan kegembiraan sebelumnya.
“Haaa...Kira-kira apa enggak ada
pria lajang yang baik di luar sana?”
Luna memberikan tatapan simpati
kepada adiknya yang berkata demikian.
“Pria seperti apa yang kamu
inginkan, Maria?”
“Tipe orang seperti Satou-san.”
Kurose-san berkata dengan bibir
cemberut seperti anak kecil dan bersandar pada tangannya.
“Eh? Tunggu, kamu tidak boleh
melakukan hal itu meskipun kamu masih lajang!”
“Benar, kamu nanti cuma diselingkuhi
saja tau?”
Ketika aku dan Luna
memperingatinya, Kurose-san terlihat seperti anak nakal yang manja dan tidak
mau mendengarkan.
“Habisnya, hanya itu yang bisa
aku pikirkan sekarang...”
Luna memandangi adik
perempuannya yang kesakitan dan menyesap gelasnya. Mungkin karena teringat akan
kebiasaan buruk Kurose-san yang suka mabuk, jadi Luna meminum limun tanpa
alkohol.
“... Apa kamu punya teman
laki-laki selain Ryuuto, Maria?”
Tiba-tiba Luna bertanya seperti
itu.
Kurose-san perlahan menggelengkan
kepalanya.
“..... Tidak ada.”
“Kalau gitu, mari kita mulai
dengan menjadi teman. Dalam kasus Maria, lebih baik mengembangkan kekebalan
terhadap pria sebelum menjalin hubungan asmara.”
Kurose-san menghela nafas
ringan lagi setelah mendengar perkataan Luna dan melihat sekilas ke arahnya.
“Kalian berdua benar-benar
mengatakan hal yang sama. Dasar pasangan yang sangat dekat ini...”
“Ehh?”
Luna menatapku dengan wajah
kaget. Mungkin karena dia tidak tahu tentang percakapan kami saat meninggalkan
bangku karena harus menjawab telepon atasannya.
Kurose-san melihatku dan
mengabaikan Luna yang masih memasang tampang terkejut.
“Orang yang mengoceh Mori Ougai
......kalau tidak salah namanya Kujibayashi-san, ‘kan?”
“Ya.”
“Kalau ia tidak keberatan, apa
kamu bisa mengajaknya makan malam kapan-kapan? Luna dan Kashima-kun…..aku ingin
berbicara dengan kita berempat.”
Wajah Kurose-san tidak putus
asa, tetapi senyum optimis muncul di wajahnya ketika dia mengatakan itu.
“Baiklah....aku mengerti.”
“Ah, itu bagus banget! Aku juga
ingin bertemu dengan orang 'Sessha' ini!”
“Itu 'Shousei', tau?”
Aku berkata demikian pada Luna
sambil tertawa dan melihat Kurose-san.
Kurose-san menatap Luna dan aku
secara bergantian, dan kemudian dia tersenyum lembut.
“.....Entah kenapa.”
Pipi Kurose-san memerah sedikit
karena bir dan memicingkan matanya dengan lembut.
“Saat kita bertiga berbicara
seperti ini, aku teringat pada masa-masa ketika kita menjadi bagian dari tim
pamflet, ya.”
“Ah... benar juga.”
Luna mengangkat suaranya
terkejut.
“Kita bertiga mungkin belum
berbicara seperti ini sejak saat itu.”
Aku teringat ketika kami
bertiga menjadi bagian dari tim pamflet saat festival budaya di kelas dua masa
SMA. Pada waktu itu, hubungan antara Luna dan Kurose-san masih canggung, jadi
kami menjadi bagian dari panitia festival budaya yang sama untuk mempererat
hubungan kami.
Di sisi lain, aku dan Kurose-san
tiba-tiba menjadi dekat karena memiliki hobi dan sekolah bimbel yang sama, membuat
hubunganku dengan Lua menjadi tidak stabil.
Aku berhenti berteman dengan
Kurose-san karena alasan itu, dan meski aku terus berpacaran dengan Luna,
hubunganku dengan Kurose-san hanya sebatas teman sekelas hingga lulus.
“... Waktu itu, ya, situasinya agak
rumit sih.”
Luna mengatakan itu sambil
tertawa dengan ekspresi rumit, dan Kurose-san juga tersenyum pahit.
“Tapi bagaimanapun juga,
festival budaya di kelas tiga terasa sangat menyenangkan, ‘kan?”
“Oh, betul banget!”
Ekspresi Luna langsung berseri-seri
dan dia sampai bertepuk tangan segala.
Oleh karena itu, aku juga
teringat tentang musim gugur ketika kami semua menginjak tahun-tahun terakhir
masa SMA.
♣♣♣♣
Festival budaya di kelas tiga
sepenuhnya ditujukan untuk pengunjung. Kelasku adalah kelas jalur IPS, jadi
kelasku tidak mengadakan pertunjukkan apa-apa dan ada siswa yang bahkan tidak
hadir pada kedua hari acara tersebut karena tidak memengaruhi daftar kehadiran.
Di sisi lain, Kelas 3-E yang
dimasuki Yamana-san dan Tanikita-san adalah kelas yang fokus pada pekerjaan
atau masuk sekolah kejuruan. Hanya kelas mereka yang satu-satunya kelas di
tahun ketiga yang berpartisipasi dalam pertunjukan kelas.
Sementara itu, saat Luna
mengisi formulir survei karir masa depan, dia masih belum menentukan jalur
studi yang akan diambil. Akibatnya, dia ditempatkan dalam kelas studi IPS yang
berbeda dengan kita, yang tidak sama dengan siapa pun. Ada dua kelas studi IPS,
dan aku, Nisshi, dan Kurose-san berada dalam kelas yang sama, sedangkan Luna
berada di kelas yang sedikit lebih rendah dalam hal prestasi... atau lebih
tepatnya, kelas dengan kesan seperti itu.
Pertunjukan kelas 3-E adalah “Café Konsep”... mereka membuka sebuah
kafe dengan tema “Café maid” dan sejenisnya.
Lalu konsep yang mereka tentukan adalah “Bunny
Girl”. Tanikita-san memimpin persiapan kostum untuk para gadis, sedangkan
kostum untuk para pria dan dekorasi dalam kelas disesuaikan dengan suasana “Kedai Luidea”, yang mana itu memberikan
kesan yang menarik.
Namun, yang paling mengejutkan
bagiku adalah...
“Ryuuto~! Bagaimana
penampilanku?”
Entah mengapa, Luna tiba-tiba
muncul sebagai seorang Bunny Girl. Ternyata,
tampaknya ada aturan khusus bahwa siswa kelas tiga, selain mereka yang sedang
mengikuti ujian, diizinkan untuk mengambil bagian dalam pertunjukan kelas 3-E.
“Lu-Luna...!?”
Pada hari pertama festival
budaya, Luna hanya memberitahuku, “Ayo
kita bertemu di kafe kelas 3-E ♡”, dan
ketika aku bertemu dengannya di pintu masuk kelas, aku terkejut melihat
penampilannya.
Luna adalah Bunny Girl yang
sempurna. Dia mengenakan telinga dan ekor kelinci, kerah dan dasi kupu-kupu di
lehernya, manset di pergelangan tangannya, dan mengenakan kostum Bunny yang
ketat dan elegan. Dadanya yang hampir tumpah kapan saja terlihat dari leher
yang terbuka dalam bentuk M, dan kakinya yang panjang terbungkus stoking hitam
tipis keluar dari setelan High-leg-nya.
Dalam satu informasi yang aku dengar, katanya stocking jaring itu benar-benar ditolak oleh guru karena “terlalu seksual”, tetapi bahkan dengan penampilan yang seperti itu sudah cukup merangsang bagi para cowok.
“Ohh, jadi kamu datang juga ya,
Kashima Ryuuto.”
“Okee~, aku akan mengantar satu
tamu yang datang~!”
Yamana-san dan Tanikita-san juga muncul dalam kostum Bunny Girl mereka, tetapi aku tidak dapat mengalihkan perhatianku dari kostum Bunny Girl Luna.
Setelah memasuki ruangan dan mengambil tempat dudukku, Luna membawakan daftar menu untukku.
“Kalau gitu, aku akan memesan
cola-...”
Aku bingung harus mengalihkan
perhatianku ke mana, dan ketika aku mencoba memesan sesuatu secara acak, Luna
membungkukkan tubuhnya ke arahku dan mendekatkan bibirnya ke telingaku seraya
berbisik.
“Nee, Ryuuto.”
“.....!?”
Lembah dari gunung kembarnya yang
indah terlihat mendekat, dan aku sangat terguncang. Lebih dari saat mengenakan
seragam, bahkan jika dibandingkan dengan saat mengenakan pakaian renang, celah
dadanya terlihat lebih jelas sehingga aku tidak bisa berhenti merasa gugup
ketika menyadari ‘Ah, ternyata ada tahi
lalat di tempat seperti itu’ dan mengamati setiap detailnya.
“Katanya ada menu rahasia yang
bernama 'pafu-pafu'...”
Dia mengatakan itu dengan lambat
dan seakan menyiratkan sesuatu, Luna bangkit dan memiringkan kepalanya ke
arahku.
“... Apa kamu tertarik?”
“Eh!?”
Pa-Pafu-pafu!?
“I-Iya…!?”
Apa-apaan itu!? Apakah hal
semacam itu dapat diterima dalam festival budaya SMA!? Selain itu, bagaimana
jika tamu lain memesan hal yang sama ...!? Aku menjadi bingung dan Luna tersenyum
dengan senang.
“Baiklah, sekarang aku akan menyiapkan
'pafu-pafu' untukmu, ya!”
Dengan senyum cantik yang
menggoda, Luna menghilang ke dalam layar belakang, dan aku hanya bisa menelan
ludahku sambil mengawasinya pergi.
Dan beberapa menit kemudian.
Aku merasa kecewa melihat
segelas cola dan dua porsi kecil parfait stroberi di depanku.
“Umm ...”
Luna duduk di depanku dengan
senyum yang menyenangkan, seolah-olah dia sangat menikmati reaksiku.
“... Bukannya ini cuma 'parfait-parfait' ...?”
“Hehe, iya emang begitu, kok?”
Luna tertawa dengan geli.
“Jika kamu memesannya, aku akan
duduk di sini juga.”
Jadi begitu rupanya ... Yah,
aku sudah cukup senang dengan itu.
“Memangnya apa yang kamu
bayangkan? Dasar Ryuuto cabul ♡”
Aku tidak bisa membantahnya
sama sekali. Ya, aku memang cowok yang cabul ...
Saat aku menundukkan kepalaku sambil
memikirkan hal itu, dan Luna tertawa “Fufufu” ke arahku. Ketika aku mendongak,
Luna tersenyum dan menatapku dengan mata yang menyipit.
“...Kalau yang asli, nanti
kapan-kapan ya.”
“Ehh?”
Apa yang dia katakan tadi?
Yang asli? Maksudnya pafu-pafu
yang asli? Lagian, sebenarnya apaan sih pafu-pafu* tuh? Apa itu memang hal yang
sama dengan apa yang aku pikirkan? (TN: Pafu-pafu adalah istilah onomatope untuk menggambarkan
kelembutan dan elastisitas. Istilah ini khususnya sering digunakan untuk
merujuk pada tindakan membenamkan wajah ke belahan dada wanita.)
“Ayo, mari kita makan
parfait-nya.”
Luna mengambil sendok plastik yang
ada di depanku saat aku merasa gugup.
“Aaahmm~ ♡”
Saat Luna memasukkan pafu-pafu
... tidak, parfait ke mulutku, perasaan manis dan asam menyebar di dalam
dadaku, membuat hatiku meleleh seperti es krim stroberi di mulutku.
Seiring dengan festival budaya,
acara festival olahraga juga diadakan.
Meskipun dia sudah menjadi siswa
kelas tiga, Luna masih tetap aktif berpartisipasi dalam lomba lari dan estafet.
Namun, ada satu hal yang jelas
berbeda dari saat dia masih di kelas dua.
“Yang semangat, Luna! Maria!”
Dari kursi penonton, ibu
kandung Luna dan Kurose-san melambaikan tangannya.
Luna dan Kurose-san, yang
sedang menunggu giliran mereka di garis start, saling tersenyum ketika mereka
saling memandang.
“Terima kasih, ibu!”
“Aku akan berusaha keras!”
Keduanya bergandengan tangan
dan melambaikan tangan yang kosong ke arah Ibu mereka.
Lalu mereka saling memandang
dan tersenyum dengan bahagia.
Inilah pemandangan yang ingin
aku lihat dari mereka berdua.
Dengan perasaan seperti itu,
aku duduk di kursi kelasku sendiri dan hatiku tiba-tiba terasa hangat.
♣♣♣♣
Tiga tahun telah berlalu sejak saat
itu.
Luna dan Kurose-san berjalan
berpegangan tangan di malam hari, sama seperti dulu.
Mereka berjalan di trotoar
jalan utama menuju Stasiun Mejiro.
Karena waktunya sudah lewat jam
21:00 pada hari kerja setelah waktu pulang kerja, jadi tidak ada banyak orang
yang lewat di depan stasiun.
“Maria ‘kan sangat imut, jadi
aku yakin kalau kamu akan baik-baik saja.”
Luna mencoba memberi semangat kepada
adik perempuannya untuk menghiburnya saat dia berjalan sambil melambaikan
tangannya.
“Tidak ada cowok yang tidak
menyukaimu. Jika aku tidak ada, bahkan Ryuuto pasti sudah berpacaran denganmu,
Maria.”
“........”
Aku tidak bisa membantah kalau
itu sama sekali tidak benar.
Tapi aku tidak perlu
mengatakannya. Itu sudah terasa dari suasana di antara mereka.
Aku dan Luna sudah tidak lagi
dalam tahap hubungan di mana kami harus mengkhawatirkan hal-hal tersebut.
Itulah yang aku rasakan.
“Jadi, lain kali pasti akan
baik-baik saja. Aku yakin kamu bisa bersama orang yang kamu sukai selanjutnya, Maria.”
“.........”
Mungkin, Kurose-san juga
merasakan hal yang sama.
Dia lalu tersenyum sedikit
kesepian.
“Terima kasih.... Aku senang
kamu datang hari ini, Luna.”
Setelah mengucapkan itu, Kurose-san
melihat ke arahku melalui Luna.
“Kashima-kun juga, terima kasih
banyak.”
Lalu dia berbalik dan menatap
ke depan.
“Aku akan berjuang.”
Langit yang mereka lihat adalah
langit yang berkabut putih, dengan cahaya bulan sabit yang bersinar terang di
seluruh langit.
Cahaya bulan itu begitu suci dan
murni sehingga terasa sakral.
“Aku akan berjuang dan
menjalani hidupku dengan baik.”
Air mata mengalir di pipi
Kurose saat dia melihat ke langit dan bergumam demikian.
“...... Ya.”
“Semoga kamu bisa berhasil, Maria.”
Sambil mengatakan itu, Luna
memegang tanganku dengan tangan lainnya yang bebas.
Dengan posisi Luna di tengah,
kami bertiga berpegangan tangan dan berjalan melewati bundaran Stasiun Mejiro.
Semoga
kamu bisa berhasil, Kurose-san.
Kamu
adalah orang yang sangat hebat.
Keputusan
yang kamu buat mungkin bukanlah sesuatu yang dapat diambil oleh gadis mana pun jika mereka dalam posisi yang sama.
Kamu
adalah seorang gadis yang mulia.
Aku
ingin kamu menjadi lebih bahagia daripada siapa pun.
Aku berharap bahwa doronganku
juga dapat mencapai hati Kurose-san melalui Luna.
Dan kemudian, aku menggenggam tangan Luna erat-erat.