Zenbu, Aiiro datta Bab 2 Bahasa Indonesia

 

Penerjemah: MaoMao

ED/PR: Kareha

Dua Warna — Aku Ingin Kamu Menyadarinya

 

“Fushigi-kun tuh rasanya bukan kayak manusia biasa, ya? Wajahnya begitu tampan."

“Kelihatannya ia mendapat nilai sempurna di kuis terakhir secara tiba-tiba, loh!”

Sudah seminggu sejak Ai-kun pindah ke sekolah ini.

Setiap hari, anak-anak dari kelas lain datang untuk mengamati dan berseru dengan suara kekaguman.

Bahkan ada beberapa gadis yang memanggilnya dengan panggilan Fushigi-kun. (EDN: Kalau diterjemahkan secara harfiah, Fushigi artinya misterius, tak dikenal)

Sepertinya itu karena mereka memodifikasi nama belakangnya, Fujiki, dan juga karena dia bersikap alami.

Aku juga berpikir kalau ia memang sangat pintar dalam belajar, tapi juga ada beberapa bagian dirinya yang sedikit unik.

“Selamat pagi, Aoi-san.”

Karena setiap pagi, saat Ai-kun datang ke sekolah, ia selalu datang ke tempat dudukku dan menyapa duluan.

Pada hari itu, aku dengan berani mengatakan, “Aku ingin kita bicara lagi.”

Kemudian ia menjawab, “Aku juga.” tapi aku sama sekali tidak menyangka dirinya akan datang untuk bicara denganku setiap hari seperti ini.

Mungkin ini juga karena dia alami ya...

“Iya. Selamat pagi juga...”

Aku senang tapi juga bingung.

Karena selama ini, aku selalu merasa seperti orang yang tidak terlihat.

 

◆◆◆◆

 

Dan kejadian itu terjadi pada hari pertama bulan Juli.

Karena ada pelajaran renang, tugas bersih-bersih kelas pun sampai pada giliranku.

Teman-teman sekelas melakukan pembersihan secara asal-asalan dan langsung pulang begitu saja, dan aku sendirian menyikat sisi kolam renang dengan sikat.

Saat aku hampir selesai, aku dikelilingi oleh dua gadis yang lebih tinggi dariku.

“Aoi-san, kamu masih ada di sini, ya?”

Aku sudah merasakan firasat buruk sejak pagi.

Karena sejak pagi aku merasa ditatap tajam oleh mereka berdua.

 

——Hari ini, aku meminjam pengering rambut dari Ayaka dan meluruskan rambutku.

Menurut ramalan horoskop, [Mungkin ada hal baik yang terjadi jika kamu mengubah gaya rambutmu.] itulah alasanku untuk melakukannya...

Sejak aku mulai berbicara dengan Ai-kun, gaya rambut yang selalu aku kuncir agar tidak mengganggu belajarku, mulai terasa memalukan.

Karena rambut Ai-kun selalu terlihat begitu halus dan indah. Lalu Ai-kun langsung menyadari perubahanku dan berkata seperti ini.

“Gaya rambutmu kelihatan imut, ya.”

Aku tidak pernah membayangkan kata-kata seperti itu akan keluar dari mulut Ai-kun yang selalu terlihat keren.

“Te-Terima kasih...”

Aku bisa merasakan kalau pipiku langsung memerah seketika.

Aku selalu berpikir kalau kata ‘Imut’ atau ‘lucu’ merupakan sesuatu yang tidak ada hubungannya denganku.

Sambil menikmati perasaan senang itu, aku menggenggam ujung rambutku yang kini panjang hingga ke dada.

Namun, aku tidak bisa tenggelam ke dalam perasaan itu.

“Hei, kalian sedang ngobrolin apa?”

Suara yang tidak senang itu segera mendekat...

 

“Aoi-san, belakangan ini kamu kelihatan agak songong, ya.”

Mereka berdua, sama seperti pagi ini, mengerutkan alis dalam kemarahan dan menatapku dari atas.

“Eh…..?”

“Hah, emangnya kamu enggak sadar, ya? Fujiki-kun tuh orangnya baik, jadi ia hanya menyapamu, tapi kamu malah mengubah gaya rambutmu. Jangan-jangan kamu salah paham kalau Fujiki-kun menyukaimu?”

“Hei, aku tidak tahu metode apa yang kamu pakai, tapi bisakah kamu berhenti berbicara dengan Fujiki-kun?”

“…. Kenapa kalian…. mengatakan hal seperti itu?”

Padahal sebelumnya mereka bahkan tidak pernah berbicara denganku.

“Hah?”

“Kupikir….semua itu keputusan Fujiki-kun…. untuk berbicara denganku atau tidak.”

“Kamu ini... serius deh, kamu tuh bener-bener songong banget, ya!”

Pada saat itu, aku merasakan tubuhku jatuh ke arah kolam dengan dampak benturan.

Seperti dalam gerakan lambat, langit dan awan serta segala yang terlihat di mataku perlahan menjauh.

Perutku terasa sakit seolah ada lubang yang terbuka di dalamnya.

Karena aku telah ditendang dengan keras oleh salah satu dari mereka.

——Mengapa... hal-hal menyedihkan semacam ini selalu terjadi kepadaku?

Aku menutup mataku erat-erat, sambil menyerah pada kenyataan bahwa seragamku basah.

Pada saat itu, seseorang memegang pergelangan tanganku.

Tubuhku ditarik kembali ke tepi kolam.

Dan karena reaksi itu... seseorang terjatuh ke dalam kolam dengan bunyi gebyuran air.

“Fujiki-kun?”

Mereka berdua serempak meneriaki nama itu.

Usai mendengar nama itu, aku melupakan rasa sakitku dan memusatkan pandangan ke dalam air.

Lalu aku melihat Ai-kun tenggelam di dalam kolam, dan masih mengenakan seragamnya.

“Kenapa…. Fujiki-kun menyelamatkan orang seperti dia? Aku sama sekali tidak mengerti.”

“Hei, apa yang harus kita lakukan? Fujiki-kun kelihatannya masih tenggelam...”

Gadis yang lebih pendek itu melihat ke dalam air dengan rasa cemas.

Mungkin saja ia kehilangan kesadaran karena benturan saat jatuh ke dalam kolam.

Aku takut masuk ke kolam. Hal tersebut terjadi karena mimpi yang selalu kualami saat musim panas.

Tapi, aku melupakan semua itu dan melompat ke dalam kolam dengan seragamku.

Di dasar kolam, entah mengapa Ai-kun masih terus membuka matanya dengan jelas.

Seolah-olah dia sedang memandang sesuatu.

Tapi, jika dibiarkan begini, dirinya akan mati. Aku memegang pergelangan tangannya dan membawanya ke permukaan.

“Fujiki-kun, apa kamu baik-baik saja…?”

Meskipun seharusnya ia tidak bisa bernapas untuk waktu yang lama, ekspresi wajahnya entah mengapa tidak terlihat kesakitan sama sekali.

“….Iya….. Aku lupa kalau aku tidak bisa berenang.”

Ai-kun berkata dengan nada datar.

“Eh…?”

“Tapi, berkat Aoi-san yang menyelamatkanku, aku jadi selamat.”

“Seharusnya aku yang bilang begitu."

Setelah berkata itu, aku sadar bahwa aku masih memegang pergelangan tangannya, jadi aku buru-buru melepaskannya.

Ketika aku menoleh ke tepi kolam, mereka berdua menatap kami dengan wajah yang kebingungan.

“Kenapa kamu tidak terganggu dengan Aoi-san yang mirip seperti orang tak terlihat?”

“Tidak... sebenarnya orang yang melakukan hal seperti ini jauh lebih menggangguku.”

Ai-kun menjawab dengan tenang tanpa menunjukkan tanda-tanda marah sama sekali.



“Hei, anak cupu seperti kamu tidak serasi dengan Fujiki-kun, tau!”

“Serasi itu apa?”

“Kamu dan Aoi-san itu tidak selevel, tahu?”

“Lalu, apa aku dan kamu selevel?”

Ketika Ai-kun bertanya tanpa niat buruk——

“.......”

Mereka berdua menggigit bibir mereka dan terdiam.

“Lagipula, aku tidak berpikir kalau Aoi-san orang yang tidak terlihat. Buktinya saja, aku bisa melihatnya dengan jelas, kok.”

Mungkin... Ai-kun memang orang yang polos.

Saat aku merasa begitu, mereka menghela nafas seolah-olah membuang kekesalan mereka.

“Ah, sudahlah. Ia terlalu polos sampai-sampai aku merasa kesal sendiri. Ayo pergi.”

“Ya.”

Mereka berdua pergi, mengotori sisi kolam yang baru saja dibersihkan dengan sol sepatu mereka.

“Maaf, ya.”

Setelah bayangan mereka benar-benar menghilang, Ai-kun meminta maaf padaku.

“Kenapa kamu meminta maaf...?”

“Aku lupa kalau hari ini giliranku bersih-bersih kolam... Tapi, saat aku pergi ke ruang seni dan tidak menemukan Aoi-san, aku jadi mengingatnya. Kupikir mungkin sudah selesai... Tapi ternyata ada bagusnya aku datang kesini, ya?”

"Kenapa... kamu pergi ke ruang seni?”

Ketimbang ia melupakan tentang tugas membersihkan kolam, hal itulah yang membuatku penasaran.

“Karena aku ingin bergabung dengan klub seni.”

“Eh?”

Waktu seakan-akan berhenti.

Hanya angin tanpa warna yang menggoyangkan permukaan air kolam dan menyentuh pipiku.

“Apa itu mengganggumu?”

Aku segera menggelengkan kepalaku dengan cepat.

“Mana mungkin lah. Aku senang... karena hanya ada aku di sana.”

Sebenarnya, aku selalu ingin berbicara dengannya lebih banyak setiap hari.

“Syukurlah. Tapi sepertinya aku tidak bisa pergi hari ini.”

Ai-kun tersenyum jahil melihat seragamku yang basah kuyup.

“Iya, sepertinya begitu.”

Meskipun seragamku basah dan seharusnya terasa dingin, bagian dalam dari pita seragamku terasa hangat.

 

◆◆◆◆

 

Di dalam ruangan yang dipenuhi dengan bau cat, hanya ada kami berdua.

Ruangan yang seharusnya sudah familiar ini, tiba-tiba terasa berkilau hanya dengan keberadaan Ai-kun.

Ai-kun bergabung dengan klub seni, mungkin aku sedang bermimpi.

Apa ia juga bergabung dengan klub seni di sekolah sebelumnya?

Karena ia tampak lebih tahu tentang menggambar daripada aku.

Kira-kira  apa yang ingin Ai-kun lukis hari ini, ya?

“Apa boleh aku melukismu, Aoi-san?”

“Ak-Aku?”

Pertanyaan yang tak terduga itu membuat suaraku sedikit bergetar.

“Iya. Aku tidak terlalu sering melukis, jadi aku pikir aku tidak bisa melukis dengan baik tanpa melihat sesuatu.”

Tapi, jika ia tidak sering melukis, berarti ia bukan bagian dari klub seni.

“Tapi... aku akan tetap melukis, jadi…. aku tidak bisa diam saja, loh.”

“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin melukis Aoi-san.”

Sebelum aku mempersiapkan diri, Ai-kun sudah mulai melukisku.

Hanya dengan dia menatapku, tanganku yang memegang kuas sudah mulai berkeringat.

Aku merasa penasaran bagaimana Ai-kun akan menggambarku...

Karena ia memiliki selera yang bagus, aku yakin kalau lukisannya akan terlihat indah.

Oh iya, aku baru sadar... aku belum pernah melukis orang.

Aku hanya belajar menggambar, tapi ketika membuat karya, aku hanya melukis abstrak.

Mungkin karena di dalam hatiku, aku tidak mempunyai apa-apa.

Mungkin karena tidak ada orang yang ingin aku gambar.

“Ngomong-ngomong, lukisan berwarna nila itu tidak ada, ya?”

Aku selalu berharap dia akan menyadarinya.

“Guruku menyarankan untuk mengikutsertakan lukisan itu dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh museum seni untuk kalangan pelajar SMP dan SMA, jadi aku mengirimkannya.”

“Begitu, ya? Aku yakin lukisanmu pasti akan terpilih. Karena lukisan itu sangat indah, seolah-olah bisa menyerap seseorang ke dalamnya.”

Sambil terus menggerakkan pensilnya tanpa ragu, Ai-kun berkata demikian seraya tersenyum lembut kepadaku.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama