Chapter 2
“...Fufufu, itu benar-benar
hari yang membahagiakan.”
Meski hanya beberapa hari, tapi
hari-hari yang kuhabiskan di rumah Towa-kun adalah yang terbaik... Tidak hanya
karena Towa-kun ada di sana, tetapi juga karena ada Akemi-san... Rasanya sungguh
menyenangkan.
“.........”
Berkali-kali aku berpikir untuk
kembali.
Itu menunjukkan seberapa
senangnya aku karena sekarang aku sudah resmi berpacaran dengan Towa-kun dan
bisa bersamanya.
... Haa, bukannya aku yang
sekarang lebih bergantung pada Towa-kun daripada sebelumnya?
“...... Fyuh, untuk saat ini,
aku harus fokus pada hal yang ada di hadapanku dulu.”
Kenyataan bahwa aku hanya bisa
memikirkan Towa-kun adalah hal yang buruk dan baik dari diriku... Setsuna dan
teman-temanku mungkin kecewa karena aku terlalu banyak berpikir, tapi sungguh
menyenangkan bisa memikirkan orang yang sangat kucintai?
“Ah, aku tidak bisa sama sekali
fokus setelah mengatakannya!”
Ini adalah situasi yang serius
karena aku tidak bisa berhenti memikirkan tentang Towa-kun yang tidak berada di
sisiku!
Bukannya aku merasa takut atau
tidak menyukai, tapi aku merasa bahwa aku mungkin akan menjadi gadis yang tak
berguna jika aku terus seperti ini... Baiklah! Aku harus menguatkan diri!
Aku menepuk kedua pipiku dengan
ringan, mengambil napas dalam-dalam, dan kemudian masuk ke dalam rumah.
“Aku pulang.”
Aku membuka pintu masuk dan
berkata begitu—tapi tidak ada jawaban sama sekali.
Tanpa terlalu memperhatikan hal
itu, aku pergi langsung ke ruang tamu... Di sana, ibu duduk di kursi dengan
tatapan kosong.
Rasanya aneh bertemu dengan ibu
setelah begitu lama, mungkin karena hari-hari di rumah Towa-kun begitu intens.
“Meskipun masih terang, mengapa
ibu tidak menyalakan setidaknya satu lampu?”
Sambil menyalakan lampu, aku
duduk di kursi menghadap ibu yang tetap tidak bereaksi.
Di meja di antara aku dan ibu,
hanya ada satu gelas ... Apa jangan-jangan, selama beberapa hari ketika aku
pergi, situasinya tetap seperti ini?
“Ibu, jangan bilang kalau
mungkin selama beberapa hari ibu tidak makan apa-apa?”
“...... Tentu saja tidak sampai
sejauh itu.”
“Begitu ya. Aku senang
mendengarnya.”
Yah, aku memang sudah
mengetahuinya.
Bagiku, ibu adalah anggota keluarga
yang sangat penting ... Hal tersebut tidak diragukan lagi, tetapi peristiwa
dari masa kecil terlalu berdampak padaku, dan itu membuatku memiliki perasaan
gelap terhadap ibu.
“...Badanmu terlihat sangat
kurus, bu.”
“..........”
Wajahnya terlihat sangat buruk,
tidak seperti biasanya bagi ibu yang biasanya peduli dengan penampilannya.
Sama seperti ibu Towa-kun, Akemi-san,
ibu juga terlihat lebih muda dari usianya ... Kupikir dia benar-benar cantik,
tetapi sekarang dia terlihat tua dengan ekspresi yang gelap ... *Ahem*
Tidak sopan untuk mengatakan
bahwa dia terlihat tua, jadi aku berusaha untuk tidak mengatakannya dengan
lantang.
(Kelihatannya
aku sudah cukup tenang untuk berpikir seperti itu ... Apa semua ini karena
hatiku sudah puas?)
Aku menahan diri untuk tidak
tersenyum pahit dan kembali menatap wajah ibuku.
Meski ibu tetap diam dalam
menanggapi pertanyaanku, tapi kemudian dia akhirnya menghela nafas dan menatap mataku
sebelum membuka mulutnya.
“Jika putri kandungku sendiri
mengatakan bahwa dia membenciku, bahwa dia membenci fakta bahwa darah yang sama
mengalir dalam dirinya, wajar saja jika hal seperti ini terjadi
“.........”
“Kamu tidak perlu meminta maaf.
Kata-katamu seperti pesan dari Tuhan...Kupikir hal tersebut tak bisa dihindari
jika kamu mengatakan itu.”
Apa
orang ini benar-benar ibuku?
Aku belum pernah melihat ibuku
seperti ini sebelumnya, sampai-sampai pertanyaan tu terlintas di benakku...
Tapi itu tidak menghapus kata-kata yang pernah dia katakan kepada Towa-kun dan
yang lainnya.
“Meski begitu kata-kata yang
pernah ibu ucapkan tidak akan hilang.”
“Aku tahu ... Aku sangat
mengetahuinya.”
Ibu menggenggam gelas dengan
kuat.
Aku tidak tega melihat ibuku
begitu tertekan secara mental...tapi aku sedikit terkejut—— karena ibu yang
kukenal pasti tidak mau mengakui kesalahannya, dan akan menyalahkan Towa-kun
dan Akemi-san terlepas dari apa yang aku katakan.
“Bagaimana kamu menghabiskan
beberapa hari terakhir?”
Aku menjawab tersebut tanpa
ragu-ragu.
“Aku merasa bahagia ... Aku
selalu menyukai Towa-kun ... Dan akhirnya, kami saling menyatakan perasaan kami
dengan tulus. Aku tidak bermaksud untuk menahan diri sebelumnya, tetapi
sekarang, setelah hubungan kami berkembang, aku merasa lebih bebas. Sungguh,
aku merasa sangat bahagia selama beberapa hari ini.”
Ekspresi seperti apa yang aku
tunjukkan sekarang?
Aku sendiri tidak bisa memastikannya,
tapi aku yakin kalau aku tersenyum bahagia yang bahkan ibuku belum pernah lihat
sebelumnya.
“Ibu, sebenarnya aku hampir
melakukan sesuatu yang buruk.”
“...Eh?”
Ibuku membelalak kaget ketika
mendengar kata-kataku yang tiba-tiba.
Aku hampir melakukan sesuatu
yang buruk ... .Aku tidak pernah memberitahu ibuku tentang hal itu, dan
satu-satunya yang mengetahuinya adalah Towa-kun.
Aku tersenyum dan menatap
langsung ke mata ibuku sambil terus berbicara.
“Semuanya dimulai pada hari
ketika Towa-kun mengalami kecelakaan. Hatsune-san, Kotone-chan, dan yang
lainnya mengatakan hal-hal buruk tentang Towa-kun….... dan ibu juga ikut
serta—— Aku tidak akan memaafkan mereka yang menyakiti Towa-kun ... Aku
memendam kebencian seperti itu sejak saat itu.”
“Ayana ...”
“Ibu tidak menyadarinya, ‘kan?
Aku sangat pandai menyembunyikan perasaanku di balik topeng.”
“............”
Ibuku tampak terkejut, dan ekspresi
kebingungan bisa terlihat dari gerakan bibirnya.
Mungkin gambaran ibuku tentang
diriku sedang runtuh, tapi inilah diriku yang sebenarnya, jadi aku tidak punya
pilihan selain membuatnya percaya padaku.
“Tapi ... Towa-kun lah yang
sudah menolongku.”
“Anak itu ...”
“Iya. Ia tidak hanya berhasil
menebak perasaan sejati yang aku sembunyikan di balik topeng, tetapi ia juga
menerimaku apa adanya dan berjanji untuk bersama-sama mencari kebahagiaan.”
Aku menyelesaikan cerita itu
dengan keyakinan bahwa ibu pasti tahu apa yang akan aku katakan selanjutnya.
Sampai saat ini, ibuku selalu
memasang wajah jijik setiap kali topik tentang Towa-kun muncul, jadi aku berpikir
mungkin dia akan menyelaku. Namun, meski ekspresinya muram, dia mendengarkanku
sampai akhir...Aku belum pernah melihat ibuku seperti ini sebelumnya.
“Ibu, aku menyukai Towa-kun ...
Aku sangat mencintainya.”
“...Aku tahu kamu tidak perlu
mengatakannya lagi. Aku bisa merasakan perasaanmu padanya dalam setiap kata
yang kamu ucapkan.”
Aku mengangguk setuju dengan
itu.
“Kepulanganku hari ini karena
aku merasa tidak ingin terus menerus bergantung pada Towa-kun dan Akemi-san,
dan karena aku merasa perlu berbicara dengan ibu. Sejujurnya, aku merasa telah
berbicara lebih banyak dari yang kubayangkan.”
“...Benar. Bagiku, informasinya
terlalu banyak, tapi aku mungkin senang mendengarnya langsung darimu.”
“Aku bahkan sudah mempertimbangkan
kemungkinan ibu akan marah dan menghentikan pembicaraan di tengah jalan.”
“Itu ...”
Mungkin ibu juga bisa
membayangkan itu, jadi dia mengalihkan pandangannya dariku dan menundukkan
kepalanya.
Ini pertama kalinya aku melihat
ibu merasa bersalah seperti ini ... Hmm, sepertinya hari ini adalah hari di
mana aku melihat berbagai macam ekspresi ibu.
“Kita sudah membicarakan banyak
hal, tapi aku ingin menyatakan kalau aku sedang berpacaran dengan Towa-kun. Aku
berjanji akan menjadi lebih bahagia daripada siapapun—— apa ibu akan menentang
hubungan kami?”
Saat aku bertanya demikian, ibu
menggelengkan kepalanya—— Hal itu menandakan kalau dia tidak akan menentang
hubungan baru kami.
“Terima kasih.”
“Kamu tidak perlu berterima
kasih ... kamu hanya bersatu dengan orang yang kamu cintai.”
Meskipun dia cuma bilang ‘hanya’, tapi ibu ... jika aku memikirkan
tentang semua yang telah terjadi sejauh ini, aku tidak pernah menyangka dia
akan menerima semuanya dengan begitu mudah, duhhhh!
... Mengapa aku merasa begitu
lelah padahal kami sedang membicarakan hal penting?
Sejujurnya, aku mengira dia
akan mengamuk dan berencana melakukan kekerasan hingga membuat ibuku munduk!!
“... Yah, syukurlah kalau tidak
sampai ke situ.”
“Eh?”
“Tidak, bukan apa-apa.”
Tidak apa-apa, benar-benar
tidak apa-apa. Jadi, tolong jangan khawatir.
Aku mengambil napas dalam-dalam
untuk menenangkan diri ... Baiklah, sekarang, sepertinya aku sudah menyampaikan
apa yang ingin kukatakan.
Sisanya tinggal, hmmm benar
juga ... mari kita coba menanyakannya.
“Ibu, boleh aku bertanya
sesuatu padamu?”
“Tentang apa?”
“Kenapa ... Kenapa kamu
membenci Towa-kun dan Akemi-san?"
Ya, itulah yang ingin aku
tanyakan.
Meskipun sebelumnya ada banyak
kesempatan untuk menanyakan hal itu, tapi aku tahu kalau ibu pasti tidak mau
menceritakannya... tapi sekarang berbeda—— aku merasa ibu bersedia untuk
bercerita ... begitulah yang aku rasakan.
“Aku mengerti.”
Ibu mengangguk, dan melanjutkan
perkataannya.
“Orang lain mungkin
menertawakanku dan menganggapku picik karena hal sepele...... dan mungkin akan
menertawakan alasanku kenapa membenci mereka.”
“Itu ...?”
“Aku dulunya adalah teman masa
kecil dari ... Ayah Yukishiro Towa.”
“Eh?”
Teman masa kecil ...?
Ibu dan ayah Towa-kun adalah
teman masa kecil ...?
“Uh ... Ibu tidak sedang
bercanda, ‘kan?”
“Aku sama sekali tidak bercanda.
Tunggu sebentar.”
Usai berkata demikian, ibu
berdiri dan membawa sebuah album foto dari kamarnya.
“Ini dia.”
Beberapa foto terpampang di
halaman yang terbuka pada album tersebut.
Di antara foto yang terpajang,
ada foto ibuku yang masih muda ... Dan di sebelahnya, ada seorang pria yang
tampak sangat ramah, dan memiliki wajah yang sangat tampan, mirip sekali dengan
Towa-kun."
“Yukishiro... Ryo-san.”
“Oh, jadi kamu tahu namanya.”
“... Aku mendengarnya dari
Akemi-san.”
Aku pernah mendengar tentang
ayah Towa-kun dari Akemi-san.
Saat aku pergi ke rumah
Towa-kun terakhir kali, dia menunjukkan kepadaku sebuah foto..... Meskipun foto
ini lebih muda daripada yang aku lihat sebelumnya, tapi wajahnya masih jelas
terkenal.
Tapi dengan begini sudah pasti...
itulah kenyataannya.
Ibuku adalah teman masa kecil
dari ayah Towa-kun.
“Ryo-san…. Aku bertemu dengan
Ryo-kun ketika masih di sekolah SD. Ia sangat perhatian padaku yang pendiam.
Dia membawaku ke tempat-tempat yang berbeda tanpa melepaskan tanganku.”
“Ibu ... pendiam?”
“... Ini cerita tentang dulu.”
Aku sama sekali tidak bisa
membayangkan bahwa ibu dulu pendiam ... Hah?
Meskipun ada banyak hal yang menarik
perhatian dan membuatku ingin menyela, mendengar cerita masa lalu ibuku seperti
ini benar-benar segar bagiku... Hari ini benar-benar hari yang luar biasa.
“Kami berdua tumbuh bersama
dengan baik. Ketika kami berada di SMA, saat kami mulai memperhatikan lawan
jenis, aku juga mulai memperhatikan dirinya. Tapi ... ia bertemu dengan gadis
nakal yang terkenal.”
“... Itu Akemi-san.”
“Yeah, tepat sekali.”
Untuk sesaat, ibuku menunjukkan
ekspresi yang penuh kebencian, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya dengan
lemah dan kembali menampilkan ekspresi tenang yang membuatnya teringat pada
masa lalu.
“Aku tidak tahu bagaimana
mereka bisa menjadi begitu dekat, tetapi segera setelah itu, Ryo-kun dan gadis
itu menjadi sepasang kekasih... Dari sudut pandangku, aku merasa aneh dengan
hal itu.”
“...........”
“Jujur saja, aku merasa
tertinggal. Seseorang yang selama ini aku sukai, tiba-tiba direbut oleh gadis
berandal yang tiba-tiba muncul. Aku sudah jauh lebih dulu menyukainya, tapi
saat itu aku terus-menerus merenungkan mengapa hal itu terjadi dan membenci gadis
itu.”
Dari ucapannya, aku merasakan
penyesalan ibuku, dan pada saat yang sama aku juga merasa mengerti bahwa hal
tersebut merupakan sesuatu yang selama ini dia sembunyikan.
“Apa itu sebabnya ibu jadi
tidak menyukai Towa-kun dan Akemi-san? Karena ibu merasa kesal bahwa orang yang
ibu sukai menikahi Akemi-san... dan Towa-kun, anak dari Akemi-san.”
“Iya, begitulah.”
“...Tapi, bukannya itu cuma
pelampiasan dendam belaka?”
Ketika aku mengomentari bahwa
itu adalah pelampiasan dendam belaka, ibuku mengangguk dengan lemah.
Memang, aku juga bisa memahami
perasaan ibuku... karena kata “teman masa
kecil” bukanlah hal yang tidak berarti bagiku.
Jika Towa-kun, yang selama ini
aku sukai, berpaling ke orang lain... bahkan jika kemungkinan itu sudah tidak
ada lagi, hanya membayangkan hal itu saja sudah membuat hatiku terasa sakit.
“Seperti yang kamu bilang, itu
hanya pelampiasan dendam belaka. Kurasa mungkin aku memiliki perasaan bersalah
karena tidak memberitahunya secara langsung saat dia mengalami kecelakaan.”
“Bahkan jika ibu membuat alasan
seperti itu...!”
“Aku tahu... Aku memang orang
yang sangat buruk.”
Ibuku terlihat sangat sedih,
dan ekspresi matanya penuh dengan penyesalan yang mendalam.
Meskipun sebenarnya aku ingin
mengatakan, “Lebih baik tidak melakukan
hal ini dari awal daripada membuat wajah seperti itu!” aku tidak memiliki
hati untuk menambah beban pikiran ibu... Meskipun aku ingin melukai ibu, tapi
aku tidak bisa melakukannya lebih jauh dari ini.
“Apa Akemi-san tahu tentang
ini?”
“Dia mungkin sudah
mengetahuinya jika Ryo-kun yang memberitahunya... Tapi kamu juga belum tahu
tentang ini ‘kan, Ayana?”
“...Benar. Aku belum mendengar
apa-apa.”
Mengingat kepribadian Akemi-san,
jika dia tahu tentang ini, dia pasti akan memberitahuku dan Towa-kun... Jadi
pasti Akemi-san belum mengetahui tentang ini.
“Aku akan minum sedikit teh.”
Aku ingin sedikit merilekskan
diri dengan minum teh... Ah, rasanya enak.
Sambil menuangkan teh ke gelas
kosong ibu, meskipun dengan lemah, ibu mengucapkan terima kasih.
“...Ah.”
Saat itu, tiba-tiba ada sesuatu
yang terlintas di pikiranku.
Aku memutuskan untuk tidak
menyembunyikan apa pun dan mengungkapkan semua yang terlintas di pikiranku
kepada ibu.
“Maaf... mungkin ini
kedengarannya aneh, tapi...”
“Apa?”
“Aku sudah tahu mengapa Ibu
membenci Towa-kun dan Akemi-san. Dan juga, mungkin alasan Ibu sering mengatakan
padaku untuk menghargai waktuku bersama Shu-kun adalah karena... mungkin karena
masa lalu ibu sendiri dengan teman masa kecil Ibu tidak membuahkan hasil?”
Ketika aku mengungkapkan
pikiranku, ibu dengan jelas mengangguk dan memberitahuku bahwa pikiranku tidak
salah.
“...Astaga, mau sampai seberapa
jauh kamu ingin membuatku kecewa, bu?”
“Ugh...”
Jangan merengek ‘Ugh’ begitu, ya ampun!!”
Pada akhirnya, yang terungkap
hanyalah campur tangan yang terlalu berlebihan... Karena aku berteman dekat
dengan Shu-kun saat masih kecil, ibuku memprioritaskan Shu-kun agar tidak
menyakitiku dengan mengidentifikasi dirinya dengan masa lalunya.
“Apa Ibu tidak menyadarinya
pada waktu itu? Bahkan saat aku ingin bermain dengan teman-temanku, aku dipaksa
untuk menghabiskan waktuku bersama Shu-kun.”
“......”
“Tentu saja Ibu tidak akan
menyadarinya. Karena hasilnya adalah begini.”
“Jangan bilang begitu!”
“Aku akan terus mengatakannya.
Aku terus-menerus dipermainkan oleh ibu.”
“........”
Oh, tampaknya roh ibu hampir
meninggalkan tubuhnya...
(Tapi
jika ibu seperti ini, apa yang akan terjadi pada Hatsune-san... tidak, mungkin
dia hanya memprioritaskan kebahagiaan Shu-kun... dia selalu hanya melihat
kebahagiaan keluarganya sendiri)
Karena Hatsune-san selalu ingin
membuat Shu-kun senang, dia selalu memprioritaskan kebahagiaan Shu dengan
menempatkan diriku di sampingnya... dan itulah situasi di rumah mereka yang
mempengaruhi Kotone-chan.
“Terima kasih telah
memberitahuku segalanya.”
Setidaknya, itulah yang bisa
aku katakan untuk saat ini.
Meskipun ibu tampaknya merasa
lega, ekspresinya masih suram... saat seperti ini, apa yang akan dikatakan
Towa-kun jika dirinya ada di sini?
“Ayana.”
“Iya?”
Saat aku hendak kembali ke
kamarku, ibu memanggil namaku.
Aku mulai menyadari bahwa
bagian tidak menyenangkan dalam diriku yang selalu kurasakan terhadap ibuku
tiba-tiba menghilang. Aku pun memperhatikan dengan seksama apa yang ingin
dikatakan ibu.
“Aku... aku salah. Meskipun
sudah terlambat untuk mengatakan bahwa aku tidak pernah ingin membuatmu tidak
bahagia, tapi ini adalah sesuatu yang harus kukatakan... Aku benar-benar minta
maaf.”
Ibu pun berdiri dan menundukkan
kepalanya dengan rendah hati.
Ibuku belum pernah meminta maaf
kepadaku seperti ini sebelumnya, dan aku tidak pernah mengira dia akan menundukkan
kepalanya padaku.
Aku berdiri di sana sebentar,
lalu berlari ke arah ibuku dan memeluknya.
“Ini benar-benar... sudah
terlambat sekali, bu.”
“...”
“Tapi... aku senang kita bisa berbicara
seperti ini. Aku juga minta maaf karena pernah mengatakan bahwa aku membenci
pada kenyataan bahwa kita memiliki hubungan darah.”
Aku tidak begitu menyesali
ucapanku saat itu.
Namun... aku merasa berhutang
budi sebagai anak yang dibesarkan oleh Ibuku, dan tidak salah untuk mengakui
bahwa aku juga telah dicintai dan diurus dengan baik... itulah sebabnya aku
meminta maaf.
“Ayana...!”
“Oppss!?”
Ibu memelukku erat-erat di
dadanya.
(Ah...
sudah lama sekali sejak terakhir kali ibu memelukku seperti ini... Rasanya sangat
hangat dan penuh rindu... Sudah kuduga, aku memang tidak bisa benar-benar
membenci ibu)
Pada saat itu, tiba-tiba aku
merasa melihat ingatan yang aneh.
Ada seorang pria yang
marah-marah dan berkata kasar, lalu ibu balas menatapnya dengan mata yang
dipenuhi dengan tekad kuat... demi melindungiku, dia akan memelukku dengan erat
seperti ini.
(Aku
tidak begitu mengenal ayahku, dan aku tidak pernah benar-benar bertanya kepada
ibu tentang hal itu... Aku tidak yakin mengenai arti dari ingatan ini, tapi
mungkin aku tidak perlu bertanya tentang itu)
Dengan begitu, saya mencapai
kesimpulan dalam diriku sendiri dan terus-menerus dipeluk oleh ibu untuk
sementara waktu.
“Ibu, apa itu sudah cukup?”
“Ya... kira-kira kapan terakhir
kali aku memeluk Ayana seperti ini ya?”
“Benar sekali. Jika ingatanku
tidak salah, mungkin itu terjadi sekitaran saat aku masih di kelas 6 SD,
bukan?”
“Sebegitu lamanya...?”
Aku merasa bersalah karena
membuat ibu terkejut, tapi aku yakin itu benar.
Ibu memang sering membelai
kepalaku atau memujiku, tetapi rasanya sungguh sudah lama sekali sejak terakhir
kali aku dipeluk seperti ini.
“Ibu, mari kita bicara lagi
nanti. Aku agak lelah hari ini..."
“Oh, begitu ya?”
“Iya... Aku akan tidur siang
dulu sebentar selama sekitar tiga puluh menit.”
Sejujurnya, aku sudah merasa
mengantuk sejak tadi. Mungkin karena aku sudah merasa lega karena menemukan
titik akhir yang lebih baik dari yang kuduga setelah berbicara dengan ibu.
“Towa-kun ingin berhubungan
baik dengan ibu dan mengatakan bahwa tidak baik jika hubungan kalian tetap
buruk seperti ini. Jadi aku akan mencari waktu untuk berbicara dengan Towa-kun.
Silakan hadapi dia dengan baik.”
Dengan kata-kata terakhir itu,
aku kembali ke kamarku.
“...Apa kata-kataku bisa
tersampaikan ke hatinya?”
Paling tidak, ibu sekarang
berbeda dari sebelumnya.
Itu menunjukkan bahwa kata-kata
yang aku ucapkan telah mempengaruhi hatinya, dan dalam artian lain, bahkan
kata-kata kasarku sendiri mungkin tidak hanya memberikan dampak negatif.
Aku tidak pernah bisa memaafkan
ibu selama ini.
Tapi sekarang aku sudah
memutuskan untuk menerima masa lalu dan melangkah maju... Jadi, sekarang aku
bisa memaafkan ibu.
“Jika aku, Towa-kun, ibu, dan
Akemi-san bisa berhubungan dengan akur...”
Sambil mengucapkan keinginan
tersebut, aku berbaring di tempat tidur untuk tidur sejenak.
▽▼▽▼
(Sudut Pandang Towa)
“Baiklah, aku sudah sampai di
sini...”
Aku tiba di rumah Ayana tanpa
mengambil jalan memutar.
Karena rumah Shu juga berada di
dekat sini, aku sangat berhati-hati agar tidak ketahuan oleh keluarga Shu...
Tapi, aku tidak terlihat seperti orang yang mencurigakan, bukan?
“Tidak, tidak, aku tidak
terlalu mencurigakan, jadi aman-aman saja.”
Tapi... tapi!
Di depanku berdiri istana
iblis... ehm, maksudku rumah Ayana. Ayana pasti ada di dalam rumah... mungkin
Seina-san juga ada di dalam?
“Aku tidak bisa menghubungi
Ayana karena ponselnya ada di sini... Mumpung sudah sampai di sini, kurasa
tidak ada pilihan lain selain melakukannya.”
Selama sepuluh detik, aku
bernapas dalam-dalam... dan kemudian menekan bel pintu.
“.........”
Aku menelan ludah dan bersiap-siap...
dan pintu terbuka.
“Maaf sudah membuatmu
menunggu... ah.”
Yang keluar bukanlah Ayana,
melainkan ibunya, Seina-san.
Dia memiliki rambut hitam
panjang seperti Ayana, tubuh yang berbalut dalam sweater hitam yang melengkung,
dan wajah yang mirip dengan Ayana... sama seperti ibuku, penampilannya bisa
membuatnya terlihat seperti mahasiswa universitas.
“Halo selamat siang. Aku datang
untuk mengantarkan barang yang dilupakan Ayana.”
Aku... Aku merasa kalau aku
sudah melakukan yang terbaik.
Tentu saja, aku sudah
memperkirakan bahwa Seina-san akan ada di sini, dan sudah mempersiapkan diri
untuk bertemu dengannya, tapi ketika aku benar-benar bertemu dengannya, aku
merasa sedikit gugup.
Bukan karena dia menakutkan
atau apa, tapi tidak tahu apa yang akan dia katakan membuatku kesulitan untuk
menghadapinya.
“Kamu…...”
Ini adalah reaksi yang tidak
pernah dia duga bahwa aku akan mengunjunginya.
Ya, jika aku berada di posisi
Seina-san, mungkin aku juga akan bereaksi serupa. karena aku pasti akan menjadi
salah satu dari orang-orang yang takkan pernah berkunjung ke sini.
(...Eh?)
Saat itu, aku menyadari sesuatu
saat menatap Seina-san.
Ekspresi wajahnya begitu muram,
atau lebih tepatnya menyakitkan, sehingga tidak sesuai dengan ekspresi
tenangnya yang biasa..
“Apa anda baik-baik saja?”
“Eh?”
Itulah sebabnya aku bertanya
langsung.
“Karena anda terlihat sangat
kesakitan.”
Sejujurnya, aku sudah siap
untuk diusir dengan kata-kata kasar... tapi melihatnya seperti ini membuatku
khawatir, meskipun dia adalah seseorang yang tidak menyukai keberadaanku.
...Mungkin Ayana telah
mengatakan sesuatu padanya?
“Aku tidak pernah menyangka
bahwa kamu akan mengkhawatirkanku.”
“Apa itu saking
mengejutkannya?”
“Yeah... Bagimu, aku adalah seseorang
yang tidak ingin kamu temui, bukan?”
Tentu saja, mana mungkin aku bisa
mengiyakan hal itu di depannya!
Tapi ya... ini adalah
kesempatan bagus.
Jika dia menolakku begitu aku
bertemu dengannya, tidak akan ada tempat untukku. Tapi jika Seina-san membuka
pembicaraan seperti ini, situasinya akan menjadi berbeda.
“Jujur saja... mungkin begitu.
Bagiku, anda... pertemuan kita dan segala sesudahnya bukanlah kenangan yang
menyenangkan.”
“Kurasa begitu.”
“Ya. Dipelototi oleh wanita muda
yang cantik tuh lumayan traumatis, loh?”
Kenangan itu masih jelas dalam
ingatanku, dan sudah tertanam sebagai bagian dari kenanganku.
Pada saat itu, pandangan yang
tadinya ditujukan pada Ayana, tiba-tiba beralih dan ditujukan padaku... jika
dalam manga, itu seperti tatapan tajam yang menusuk."
Seina-san adalah ibu Ayana,
jadi dia mempunyai paras yang sangat cantik... Aku belum pernah punya
pengalaman dipelototi oleh wanita secantik itu, bahkan di kehidupanku
sebelumnya...tapi itu benar-benar menakutkan.
“Trauma... ya, mungkin begitu.
Tatapan seperti itu seharusnya tidak ditujukan pada anak kecil... sungguh, aku
tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan.”
“........”
Eh... apa dia beneran baik-baik
saja?
Situasinya terlihat sangat
serius meskipun aku ada di depannya... apa yang terjadi sehingga Seina-san
menjadi seperti ini?
Jika aku punya dugaan, mungkin
itu terkait dengan percakapan kami beberapa hari yang lalu, atau mungkin ada
sesuatu yang Ayana katakan setelah pulang... apapun alasannya, situasi ini
mungkin merupakan kesempatan bagus bagiku supaya dia mau mendengarkan
kata-kataku.
“Maaf, bisakah anda
mendengarkan apa yang ingin kukatakan? Biasanya aku akan langsung ditolak, tapi
bolehkah aku menggunakan kesempatan ini?”
“...Haha, kamu benar-benar memanfaatkan
situasi dengan baik.”
Aku merasa sangat menyesal
melihat Seina-san yang tersenyum lemah seperti itu.
Setelah aku bernapas dalam-dalam
untuk menenangkan diri, aku menatap mata Seina-san dengan tegas dan
melanjutkan perkataanku.
“Aku menyukai Ayana. Aku
menyukainya karena dia selalu berada di sampingku, dan membantuku melewati
masa-masa sulit.”
“.........”
“Beberapa hari yang lalu, setelah
kami berbicara dengan serius, kami memutuskan untuk resmi berpacaran.
Seharusnya aku memberitahu Seina-san lebih awal sebagai ibu Ayana... aku minta
maaf atas hal itu.”
Selama beberapa hari, aku telah
membawa Ayana ke rumahku tanpa seizinnya... Seina-san pasti sangat khawatir.
“Aku seharusnya memberi
kabar...”
“Kamu tidak perlu khawatir
tentang itu. Ayana sudah mengirimiku pesan bahwa dia akan menginap.”
“Oh, benar juga... Ayana
mengatakan bahwa aku tidak perlu khawatir tentang memberikan kabar."
“Dan dia juga bilang bahwa aku tidak
perlu membalas pesannya. Jadi aku tidak membalasnya.”
“Oh...”
Itu sangat khas dari Ayana... mungkin?
Seina-san tersenyum kecil saat
mengingat hal itu... dia benar-benar mirip dengan Ayana, dengan senyuman yang
begitu indah.
“Rupanya Ayana sangat berarti
bagi anda, ya?”
“Tentu saja. Dia adalah
satu-satunya anak perempuanku.”
Kurasa ada benarnya juga... aku
terpesona oleh senyuman yang begitu indah dan mirip dengan Ayana sehingga aku
bertanya hal yang begitu wajar... tapi jika aku terus berpikir seperti ini,
mungkin Ayana akan mengetahuinya.
Aku mengurungkan niatku untuk membahas
Ayana yang hendak berubah menjadi Raja Iblis, dan aku menyampaikan apa yang
harus kukatakan.
“Sebenarnya, kami berdua sudah
membicarakan tentang anda.”
“Tentangku?”
“Ya, aku ingin menjelaskan
bahwa aku tidak ingin terus berselisih dengan anda dan aku akan berusaha
semaksimal mungkin untuk memperbaiki hubungan kita, meskipun itu membutuhkan
waktu yang lama.”
“Jadi begitu ya.”
Aku mengangguk, lalu terus melanjutkan.
“Aku ingin diakui... dan
setelah itu, aku ingin memiliki hubungan yang baik dengan anda. Anda adalah ibu
Ayana... Meskipun tidak ada keterkaitan langsung yang tidak mungkin bisa dihindari,
tapi itu terlalu kesepian.”
“Tunggu sebentar...”
“Hm?”
“Apa kamu benar-benar merasa
seperti itu terhadapku?”
“Uhmm... tentu saja.”
Seina-san menatapku dengan mata
terbelalak.
Aku sedikit bingung apa aku
sudah mengucapkan sesuatu yang aneh, tapi tidak ada alasan untuk tidak ingin
menjalin hubungan baik dengan Seina-san sebagai ibu Ayana.
Mungkin akan sulit untuk
bersikap ramah jika setiap kali kita bertemu, dia akan melontarkan kata-kata
kasar, tapi tidak selalu begitu... Dan dia adalah ibu dari orang yang kucintai.
“Anda adalah ibu dari gadis
yang kucintai. Aku yakin akan lebih baik jika kita bisa tersenyum satu sama lain
ketimbang terus berselisih... meskipun sulit, aku ingin mencapai masa depan
yang seperti itu.”
Dengan tegas, aku melanjutkan
dengan kata-kata penutup.
“Meskipun anda tidak mengakuiku,
aku akan terus datang untuk berbicara. Jadi bersiaplah... aku tidak gampang menyerah
ketika berkaitan dengan Ayana.”
Ini adalah pernyataan tekadku
terhadap Seina-san.
...Jika memang dianggap sangat
mengganggu, aku akan mengubah perilakuku... Tapi aku akan tetap mengatakannya!
Aku ingin Seina-san mengetahui bahwa tekadku sangat kuat.
“Fufu, kamu memang tak
terkalahkan."
Seina-san yang menatapku
lekat-lekat, mendadak tersenyum... itu bukan senyuman lemah, tapi senyum yang
indah dan mirip dengan Ayana.
“Uhmm... Apa aku mengatakan
sesuatu yang aneh?”
"Tidak, tidak ada yang
aneh. Kamu berusaha untuk tidak menyerah demi orang yang kamu cintai... kamu
benar-benar seperti orang itu.”
“Eh?”
Apa yang sedang Seina-san
katakan?
Meskipun aku penasaran dengan
arti kata-katanya, tapi saat Seina-san tiba-tiba mengangguk dan tersenyum
seolah dia memahami sesuatu, aku mulai khawatir dengan apa yang terjadi.
Dia menatapku, tapi aku merasa
seolah-olah dia sedang melihat orang lain dalam diriku.
Seina-san mengambil napas
dalam-dalam dan kemudian menundukkan kepalanya ke arahku.
“Aku selalu bersikap buruk
padamu. Aku bodoh karena tidak tahu apa-apa dan tidak ingin mencari tahu...
Maaf. Aku tahu ini terlambat untuk minta maaf, tapi... tolong, biarkan aku meminta
maaf... Maafkan aku.”
Aku bahkan tidak bisa tertawa
dan mengabaikan permintaan maaf tiba-tiba dari Seina-san... karena aku
merasakan keseriusan dari sikapnya.
Aku sebenarnya tidak
membutuhkan permintaan maaf, dan meskipun tidak ingin membanding-bandingkan,
dibandingkan dengan Hatsune-san atau Kotone, menurutku Seina-san jauh lebih
baik... Aku merasa tidak perlu mendengar permintaan maaf ini, tapi aku ingin menerimanya
demi Seina-san.
Semoga ini menjadi awalan yang
bagus bagi Seina-san untuk bergerak maju, sama seperti halnya untukku dan
Ayana.
“Baiklah. Aku menerima
permintaan maaf anda.”
“Terima kasih, Yukishiro-kun.”
Seina-san menatapku dengan
buliran air mata mengalir di pipinya.
Aku spontan mengeluarkan sapu
tangan dari kantongku dan memberikannya padanya.
(...Aku
masih sedikit was-was mengenai apa yang akan terjadi, tapi setidaknya satu
masalah sudah terselesaikan. Baguslah.)
Seina-san dengan ragu-ragu
menerima sapu tangan dan mengusap air matanya.
Sementara aku bertanya-tanya
bagaimana keadaan Ayana... tidak, sekarang aku harus fokus pada Seina-san.
Setelah beberapa saat, Seina-san
selesai mengusap air matanya.
“Anda tidak perlu membawanya.”
“Oh, padahal aku akan
mencucinya dan mengembalikannya nanti.”
“Tidak perlu repot-repot!”
“Benarkah...? Tapi seharusnya
aku yang mencuci...”
Akulah memberikannya secara
sepihak jadi dia tidak perlu repot-repot melakukan itu, jadi aku segera meminta
kembali saputangan itu dan memasukkannya ke dalam saku.
“...Ternyata kamu agak memaksa
ya?”
“Memaksa... Apa maksud anda?”
“Fufu, entahlah.”
...Ah, Seina-san tersenyum lagi
dengan senyuman yang manis. Gaya tersenyumnya yang menutup mulutnya dengan
tangan benar-benar mirip dengan Ayana, tapi kali ini tidak ada ekspresi muram
di wajah Seina-san.
Senyum cerianya ini membuatku
merasa bahwa ekspresi wajahnya saat pertama kali kami bertemu atau saat kami
bertemu di jalan sebelumnya merupakan kebohongan belaka.
(Mungkin,
aku bisa mengatakan hal itu sekarang...?)
Seolah-olah terbawa suasana,
aku dengan liciknya mengajukan proposal ini meskipun merasa itu tidak adil.
“Umm... bolehkah aku datang ke
sini sesekali?”
Setelah aku mengajukan pertanyaan
itu, Seina-san langsung mengangguk tanpa ragu-ragu.
“Tentu saja. Mungkin terlambat
untuk merasa senang dengan kehadiranmu sekarang, tapi aku sangat menyambut baik
jika bisa melihat senyum Ayana di sampingmu. Dan yang lebih penting, demi
penebusan atas masa lalu…..tidak, aku juga ingin tahu lebih banyak tentangmu.
Karena kamu adalah orang yang dicintai Ayana.”
“Ah... ya! Terima kasih!”
Mungkin dia berhenti sebelum
mengucapkan kata “pengampunan” karena
merasa bahwa permintaan maaf saja tidak cukup.
Ya, aku sudah menerima
permintaan maaf dari Seina-san, jadi tidak perlu lagi permintaan maaf yang
lebih dari ini.
“Yukishiro-kun, izinkan aku
berbicara dengan ibumu suatu hari nanti. Aku juga harus meminta maaf padanya.”
“Oh... ya baiklah, kapan saja
boleh. Ibu bahkan bilang dia ingin merangkul dan berdamai dengan anda,
Seina-san.”
“Benarkah...”
Y-Yah, mungkin itu agak mengejutkan
atau membuatnya terdiam.
Ibu memang marah besar untukku,
tapi sekarang dia juga ingin melupakan masa lalu seperti aku dan Ayana... Ini
benar-benar membuatku sangat senang karena semuanya tampak berakhir dengan
baik!
“Pokoknya! Aku merasa sangat
senang sekarang... Aku tidak pernah berpikir bahwa semuanya akan berakhir
dengan baik seperti ini.”
“Ya... meskipun aku setuju
dengan itu, tetap saja terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Semua
itu salahku karena aku terus-menerus berlarut-larut dengan masa lalu.”
...Maafkan aku, Seina-san.
Ada bagian dari diriku yang
meragukan apakah dia benar-benar Seina-san atau bukan karena aku terlalu sering
melihatnya bersikap marah dan ketus... Ya.
Hari ini saja, kesanku terhadap
Seina-san berubah-ubah begitu cepat.
Meskipun kecanggungan di antara
kami belum hilang sama sekali, tapi sekarang aku merasa bahwa aku bisa
membangun hubungan yang baik dengan orang ini.
“Uhmm... ngomong-ngomong, apa
Ayana sedang pergi ke suatu tempat?”
“Oh, iya. Kamu datang untuk
menemui Ayana, kan? Setelah pulang, dia pergi ke kamar untuk beristirahat
sebentar setelah berbicara denganku.”
“Begitu rupanya. Jika begitu,
ini...”
Ketika aku hendak mengeluarkan
ponsel yang juga menjadi tujuan kunjunganku ke sini, tiba-tiba terdengar
langkah kaki yang mendekat dengan mantap, seolah-olah seseorang sengaja turun
tangga dengan cepat.
“Ibu! Smartphone-ku
ketinggalan, jadi aku mau pergi untuk mengambilnya— Towa-kun!?”
Saat Ayana melihatku,
ekspresinya berubah dari keterkejutan sebentar ketika melihatku menjadi tatapan
tajam saat melihat Seina-san... dan kemudian berubah menjadi ekspresi bingung.
Tidak mengherankan, karena Seina-san
yang ada di sisiku menunjukkan aura yang tenang.
“Jadi yang ditinggalkan Ayana
adalah ponselnya. Memang benar kalau dari sudut pandang Yukishiro-kun, jika
tidak ada cara untuk menghubungi Ayana, maka kamu tidak punya pilihan lain
selain datang langsung ke sini.”
“Yah, sebenarnya aku bisa menunggu
di sekolah. Tapi aku berpikir pasti rasanya tidak nyaman kalau tidak ada smartphone.
Dan selain itu, smartphone itu mahal, iya ‘kan?”
“Iya, benar juga.”
Ternyata
Ayana juga agak ceroboh ya, kata Seina-san sambil tersenyum, dan aku
pun ikut tersenyum karena terbawa suasana.
Raut wajah Ayana dengan mata
melebar dan mulut terbuka sungguh menyegarkan... Aku mungkin belum pernah
melihat ekspresi wajahnya yang seperti ini sebelumnya.
Meskipun menyenangkan untuk
melihatnya, tapi Seina-san memanggilku.
“Yukishiro-kun... bolehkah aku
memanggilmu Towa-kun juga?”
“Tentu saja tidak masalah!”
“Terima kasih, Towa... Towa-kun.
Apa kamu akan pulang?”
“Uhmm... Aku masih bisa tinggal
sebentar lagi, mengapa?”
“Bukan apa-apa, tapi bagaimana
kalau kita berbicara sedikit lebih lama lagi? Aku pikir akan baik jika Ayana
juga ikut serta setelah dia bangun seperti ini.”
“Apa boleh? Kalau begitu, aku
akan dengan senang hati menerimanya!”
“Iya, ayo silakan masuk.
Sekarang, kurasa aku harus menyediakan teh?”
Dengan ajakan dari Seina-san,
aku berhasil masuk ke rumah Ayana untuk pertama kalinya.
...Ya, ini pertama kalinya aku
masuk ke rumah Ayana... rasanya begitu mengharukan.
Setelah melepas sepatu dan
masuk ke dalam koridor, Ayana membuka suara.
“Apa yang sebenarnya terjadi!?
Apa sebenarnya aku masih tertidur dan bermimpi!?”
Jika ini pertama kalinya aku
melihat ekspresinya tadi, maka ini juga pertama kalinya aku mendengar suaranya
sebesar ini, cukup untuk membuat lingkungan sekitar terganggu.
(...Aku
berhasil)
Jika kamu mau mengambil
tindakan, kamu bisa membawa masa depan ke arah yang lebih baik... itulah yang
kusadari kembali dengan makna yang baik.
▽▼▽▼
Walaupun masih ada beberapa misteri
dalam game [Aku Telah Kehilangan Segalanya],
sebagian besar dari misteri tersebut diungkap melalui fan-disk ekspansi yang
menceritakan kisah Ayana.
Salah satu misteri yang
diungkap adalah sebagai berikut:
“...Mengapa Otonashi Seina,
yang menjadi sasaran kebencian Ayana, bisa selamat?”
Beberapa orang yang memainkan
game tersebut mengucapkan hal tersebut, dan fan-disk juga secara ringan
menyentuh masalah tersebut. Kemudian, pengembang juga menuliskan kalimat
berikut di situs web resmi game:
『Meskipun
Seina adalah salah satu target balas dendam Ayana, tapi tentu saja ibunya
sendiri menghalanginya, tapi dia kemudian mengetahui bahwa ibunya adalah teman
masa kecil ayah Towa. Ayana merasa mereka berdua mirip, dan dia juga mengetahui
bahwa dirinya pernah dilindungi oleh Seina ketika dia masih kecil. Itulah
alasan mengapa dia tidak membalas dendam pada Seina dan memaafkannya, atau
lebih tepatnya tidak menyentuhnya. 』
Itu adalah penjelasan
terperinci mengenai alasan Seina bisa selamat. Meskipun Ayana awalnya dipenuhi
dengan perasaan dendam, tapi masih ada rasa sayang terhadap orangtuanya yang
tersisa di hatinya... Mungkin ada pemain yang merasa kalau hal tersebut terlalu
naif atau hanya ingin melihat aksi balas dendam, namun pada akhirnya Ayana
tidak melukai Seina.
Pada akhirnya, peran Seina
dalam game selesai sampai di situ, jadi tidak diketahui apa yang terjadi
selanjutnya. Mungkin saja ada kemungkinan Ayana dan Seina bisa berdamai dan
menjalani masa depan bersama.
“....Tapi yah, rasanya memang
seperti Ayana banget ya... dia memang gadis yang baik.”
Jika kamu memainkan game ini,
kamu akan memahami bahwa Ayana adalah gadis yang baik hati.
Meskipun game ini banyak
difokuskan pada Ayana yang membunuh perasaannya sendiri demi orang yang
dicintainya dan mempertaruhkan hati dan jiwanya untuk balas dendam, esensi dari
karakter Ayana adalah cintanya yang setia dan kebaikannya ......Walaupun kebaikan
itu juga mengandung ketakutan yang mendalam bagaikan jurang maut.
“...Oh, komentarnya masih
berlanjut.”
Pria itu bergumam sambil
menatap sebuah komentar yang menarik perhatiannya.
『Ngomong-ngomong,
ini tidak dijelaskan dalam fan-disk, tapi Ayana bukanlah satu-satunya yang
terlibat dalam rencana balas dendam. Dia memang memiliki keberanian untuk
melakukannya sendiri, tapi... dia hanya seorang gadis SMA. Jadi tentu saja dia
memiliki komplotan. 』
Komplotan yang membantu Ayana
dalam rencana balas dendamnya...Kira-kira komplotan itu siapa?
『Membicarakannya
hanya membuang-buang waktu saja, jadi mari kita bicarakan itu kapan pun aku
menginginkannya. 』
“Kenapa!!”
Pria itu memprotes dengan
tegas.
Selain dirinya, pasti ada
banyak orang yang ingin mengetahui rahasia tersebut... Mungkin satu-satunya
kesempatan untuk mengetahuinya adalah ketika para pengembang merasa ingin
membicarakannya... atau ketika sesuatu yang tidak realistis seperti bereinkarnasi
ke dalam dunia game terjadi.
“Komplotan Ayana... kira-kira siapa
ya?”
Pria itu kembali memainkan game
untuk melihat apa mungkin ada petunjuk di suatu tempat, mungkin di cerita utama
atau di dalam fan-disk.
Tapi pada akhirnya, tidak
mengherankan jika ia tidak menemukan petunjuk apa pun.