[LN] Anti-NTR Jilid 3 Bab 2 Bahasa Indonesia

Chapter 2

 

“...Fufufu, itu benar-benar hari yang membahagiakan.”

Meski hanya beberapa hari, tapi hari-hari yang kuhabiskan di rumah Towa-kun adalah yang terbaik... Tidak hanya karena Towa-kun ada di sana, tetapi juga karena ada Akemi-san... Rasanya sungguh menyenangkan.

“.........”

Berkali-kali aku berpikir untuk kembali.

Itu menunjukkan seberapa senangnya aku karena sekarang aku sudah resmi berpacaran dengan Towa-kun dan bisa bersamanya.

... Haa, bukannya aku yang sekarang lebih bergantung pada Towa-kun daripada sebelumnya?

“...... Fyuh, untuk saat ini, aku harus fokus pada hal yang ada di hadapanku dulu.”

Kenyataan bahwa aku hanya bisa memikirkan Towa-kun adalah hal yang buruk dan baik dari diriku... Setsuna dan teman-temanku mungkin kecewa karena aku terlalu banyak berpikir, tapi sungguh menyenangkan bisa memikirkan orang yang sangat kucintai?

“Ah, aku tidak bisa sama sekali fokus setelah mengatakannya!”

Ini adalah situasi yang serius karena aku tidak bisa berhenti memikirkan tentang Towa-kun yang tidak berada di sisiku!

Bukannya aku merasa takut atau tidak menyukai, tapi aku merasa bahwa aku mungkin akan menjadi gadis yang tak berguna jika aku terus seperti ini... Baiklah! Aku harus menguatkan diri!

Aku menepuk kedua pipiku dengan ringan, mengambil napas dalam-dalam, dan kemudian masuk ke dalam rumah.

“Aku pulang.”

Aku membuka pintu masuk dan berkata begitu—tapi tidak ada jawaban sama sekali.

Tanpa terlalu memperhatikan hal itu, aku pergi langsung ke ruang tamu... Di sana, ibu duduk di kursi dengan tatapan kosong.

Rasanya aneh bertemu dengan ibu setelah begitu lama, mungkin karena hari-hari di rumah Towa-kun begitu intens.

“Meskipun masih terang, mengapa ibu tidak menyalakan setidaknya satu lampu?”

Sambil menyalakan lampu, aku duduk di kursi menghadap ibu yang tetap tidak bereaksi.

Di meja di antara aku dan ibu, hanya ada satu gelas ... Apa jangan-jangan, selama beberapa hari ketika aku pergi, situasinya tetap seperti ini?

“Ibu, jangan bilang kalau mungkin selama beberapa hari ibu tidak makan apa-apa?”

“...... Tentu saja tidak sampai sejauh itu.”

“Begitu ya. Aku senang mendengarnya.”

Yah, aku memang sudah mengetahuinya.

Bagiku, ibu adalah anggota keluarga yang sangat penting ... Hal tersebut tidak diragukan lagi, tetapi peristiwa dari masa kecil terlalu berdampak padaku, dan itu membuatku memiliki perasaan gelap terhadap ibu.

“...Badanmu terlihat sangat kurus, bu.”

“..........”

Wajahnya terlihat sangat buruk, tidak seperti biasanya bagi ibu yang biasanya peduli dengan penampilannya.

Sama seperti ibu Towa-kun, Akemi-san, ibu juga terlihat lebih muda dari usianya ... Kupikir dia benar-benar cantik, tetapi sekarang dia terlihat tua dengan ekspresi yang gelap ... *Ahem*

Tidak sopan untuk mengatakan bahwa dia terlihat tua, jadi aku berusaha untuk tidak mengatakannya dengan lantang.

(Kelihatannya aku sudah cukup tenang untuk berpikir seperti itu ... Apa semua ini karena hatiku sudah puas?)

Aku menahan diri untuk tidak tersenyum pahit dan kembali menatap wajah ibuku.

Meski ibu tetap diam dalam menanggapi pertanyaanku, tapi kemudian dia akhirnya menghela nafas dan menatap mataku sebelum membuka mulutnya.

“Jika putri kandungku sendiri mengatakan bahwa dia membenciku, bahwa dia membenci fakta bahwa darah yang sama mengalir dalam dirinya, wajar saja jika hal seperti ini terjadi

“.........”

“Kamu tidak perlu meminta maaf. Kata-katamu seperti pesan dari Tuhan...Kupikir hal tersebut tak bisa dihindari jika kamu mengatakan itu.”

Apa orang ini benar-benar ibuku?

Aku belum pernah melihat ibuku seperti ini sebelumnya, sampai-sampai pertanyaan tu terlintas di benakku... Tapi itu tidak menghapus kata-kata yang pernah dia katakan kepada Towa-kun dan yang lainnya.

“Meski begitu kata-kata yang pernah ibu ucapkan tidak akan hilang.”

“Aku tahu ... Aku sangat mengetahuinya.”

Ibu menggenggam gelas dengan kuat.

Aku tidak tega melihat ibuku begitu tertekan secara mental...tapi aku sedikit terkejut—— karena ibu yang kukenal pasti tidak mau mengakui kesalahannya, dan akan menyalahkan Towa-kun dan Akemi-san terlepas dari apa yang aku katakan.

“Bagaimana kamu menghabiskan beberapa hari terakhir?”

Aku menjawab tersebut tanpa ragu-ragu.

“Aku merasa bahagia ... Aku selalu menyukai Towa-kun ... Dan akhirnya, kami saling menyatakan perasaan kami dengan tulus. Aku tidak bermaksud untuk menahan diri sebelumnya, tetapi sekarang, setelah hubungan kami berkembang, aku merasa lebih bebas. Sungguh, aku merasa sangat bahagia selama beberapa hari ini.”

Ekspresi seperti apa yang aku tunjukkan sekarang?

Aku sendiri tidak bisa memastikannya, tapi aku yakin kalau aku tersenyum bahagia yang bahkan ibuku belum pernah lihat sebelumnya.

“Ibu, sebenarnya aku hampir melakukan sesuatu yang buruk.”

“...Eh?”

Ibuku membelalak kaget ketika mendengar kata-kataku yang tiba-tiba.

Aku hampir melakukan sesuatu yang buruk ... .Aku tidak pernah memberitahu ibuku tentang hal itu, dan satu-satunya yang mengetahuinya adalah Towa-kun.

Aku tersenyum dan menatap langsung ke mata ibuku sambil terus berbicara.

“Semuanya dimulai pada hari ketika Towa-kun mengalami kecelakaan. Hatsune-san, Kotone-chan, dan yang lainnya mengatakan hal-hal buruk tentang Towa-kun….... dan ibu juga ikut serta—— Aku tidak akan memaafkan mereka yang menyakiti Towa-kun ... Aku memendam kebencian seperti itu sejak saat itu.”

“Ayana ...”

“Ibu tidak menyadarinya, ‘kan? Aku sangat pandai menyembunyikan perasaanku di balik topeng.”

“............”

Ibuku tampak terkejut, dan ekspresi kebingungan bisa terlihat dari gerakan bibirnya.

Mungkin gambaran ibuku tentang diriku sedang runtuh, tapi inilah diriku yang sebenarnya, jadi aku tidak punya pilihan selain membuatnya percaya padaku.

“Tapi ... Towa-kun lah yang sudah menolongku.”

“Anak itu ...”

“Iya. Ia tidak hanya berhasil menebak perasaan sejati yang aku sembunyikan di balik topeng, tetapi ia juga menerimaku apa adanya dan berjanji untuk bersama-sama mencari kebahagiaan.”

Aku menyelesaikan cerita itu dengan keyakinan bahwa ibu pasti tahu apa yang akan aku katakan selanjutnya.

Sampai saat ini, ibuku selalu memasang wajah jijik setiap kali topik tentang Towa-kun muncul, jadi aku berpikir mungkin dia akan menyelaku. Namun, meski ekspresinya muram, dia mendengarkanku sampai akhir...Aku belum pernah melihat ibuku seperti ini sebelumnya.

“Ibu, aku menyukai Towa-kun ... Aku sangat mencintainya.”

“...Aku tahu kamu tidak perlu mengatakannya lagi. Aku bisa merasakan perasaanmu padanya dalam setiap kata yang kamu ucapkan.”

Aku mengangguk setuju dengan itu.

“Kepulanganku hari ini karena aku merasa tidak ingin terus menerus bergantung pada Towa-kun dan Akemi-san, dan karena aku merasa perlu berbicara dengan ibu. Sejujurnya, aku merasa telah berbicara lebih banyak dari yang kubayangkan.”

“...Benar. Bagiku, informasinya terlalu banyak, tapi aku mungkin senang mendengarnya langsung darimu.”

“Aku bahkan sudah mempertimbangkan kemungkinan ibu akan marah dan menghentikan pembicaraan di tengah jalan.”

“Itu ...”

Mungkin ibu juga bisa membayangkan itu, jadi dia mengalihkan pandangannya dariku dan menundukkan kepalanya.

Ini pertama kalinya aku melihat ibu merasa bersalah seperti ini ... Hmm, sepertinya hari ini adalah hari di mana aku melihat berbagai macam ekspresi ibu.

“Kita sudah membicarakan banyak hal, tapi aku ingin menyatakan kalau aku sedang berpacaran dengan Towa-kun. Aku berjanji akan menjadi lebih bahagia daripada siapapun—— apa ibu akan menentang hubungan kami?”

Saat aku bertanya demikian, ibu menggelengkan kepalanya—— Hal itu menandakan kalau dia tidak akan menentang hubungan baru kami.

“Terima kasih.”

“Kamu tidak perlu berterima kasih ... kamu hanya bersatu dengan orang yang kamu cintai.”

Meskipun dia cuma bilang ‘hanya’, tapi ibu ... jika aku memikirkan tentang semua yang telah terjadi sejauh ini, aku tidak pernah menyangka dia akan menerima semuanya dengan begitu mudah, duhhhh!

... Mengapa aku merasa begitu lelah padahal kami sedang membicarakan hal penting?

Sejujurnya, aku mengira dia akan mengamuk dan berencana melakukan kekerasan hingga membuat ibuku munduk!!

“... Yah, syukurlah kalau tidak sampai ke situ.”

“Eh?”

“Tidak, bukan apa-apa.”

Tidak apa-apa, benar-benar tidak apa-apa. Jadi, tolong jangan khawatir.

Aku mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri ... Baiklah, sekarang, sepertinya aku sudah menyampaikan apa yang ingin kukatakan.

Sisanya tinggal, hmmm benar juga ... mari kita coba menanyakannya.

“Ibu, boleh aku bertanya sesuatu padamu?”

“Tentang apa?”

“Kenapa ... Kenapa kamu membenci Towa-kun dan Akemi-san?"

Ya, itulah yang ingin aku tanyakan.

Meskipun sebelumnya ada banyak kesempatan untuk menanyakan hal itu, tapi aku tahu kalau ibu pasti tidak mau menceritakannya... tapi sekarang berbeda—— aku merasa ibu bersedia untuk bercerita ... begitulah yang aku rasakan.

“Aku mengerti.”

Ibu mengangguk, dan melanjutkan perkataannya.

“Orang lain mungkin menertawakanku dan menganggapku picik karena hal sepele...... dan mungkin akan menertawakan alasanku kenapa membenci mereka.”

“Itu ...?”

“Aku dulunya adalah teman masa kecil dari ... Ayah Yukishiro Towa.”

“Eh?”

Teman masa kecil ...?

Ibu dan ayah Towa-kun adalah teman masa kecil ...?

“Uh ... Ibu tidak sedang bercanda, ‘kan?”

“Aku sama sekali tidak bercanda. Tunggu sebentar.”

Usai berkata demikian, ibu berdiri dan membawa sebuah album foto dari kamarnya.

“Ini dia.”

Beberapa foto terpampang di halaman yang terbuka pada album tersebut.

Di antara foto yang terpajang, ada foto ibuku yang masih muda ... Dan di sebelahnya, ada seorang pria yang tampak sangat ramah, dan memiliki wajah yang sangat tampan, mirip sekali dengan Towa-kun."

“Yukishiro... Ryo-san.”

“Oh, jadi kamu tahu namanya.”

“... Aku mendengarnya dari Akemi-san.”

Aku pernah mendengar tentang ayah Towa-kun dari Akemi-san.

Saat aku pergi ke rumah Towa-kun terakhir kali, dia menunjukkan kepadaku sebuah foto..... Meskipun foto ini lebih muda daripada yang aku lihat sebelumnya, tapi wajahnya masih jelas terkenal.

Tapi dengan begini sudah pasti... itulah kenyataannya.

Ibuku adalah teman masa kecil dari ayah Towa-kun.

“Ryo-san…. Aku bertemu dengan Ryo-kun ketika masih di sekolah SD. Ia sangat perhatian padaku yang pendiam. Dia membawaku ke tempat-tempat yang berbeda tanpa melepaskan tanganku.”

“Ibu ... pendiam?”

“... Ini cerita tentang dulu.”

Aku sama sekali tidak bisa membayangkan bahwa ibu dulu pendiam ... Hah?

Meskipun ada banyak hal yang menarik perhatian dan membuatku ingin menyela, mendengar cerita masa lalu ibuku seperti ini benar-benar segar bagiku... Hari ini benar-benar hari yang luar biasa.

“Kami berdua tumbuh bersama dengan baik. Ketika kami berada di SMA, saat kami mulai memperhatikan lawan jenis, aku juga mulai memperhatikan dirinya. Tapi ... ia bertemu dengan gadis nakal yang terkenal.”

“... Itu Akemi-san.”

“Yeah, tepat sekali.”

Untuk sesaat, ibuku menunjukkan ekspresi yang penuh kebencian, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya dengan lemah dan kembali menampilkan ekspresi tenang yang membuatnya teringat pada masa lalu.

“Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa menjadi begitu dekat, tetapi segera setelah itu, Ryo-kun dan gadis itu menjadi sepasang kekasih... Dari sudut pandangku, aku merasa aneh dengan hal itu.”

“...........”

“Jujur saja, aku merasa tertinggal. Seseorang yang selama ini aku sukai, tiba-tiba direbut oleh gadis berandal yang tiba-tiba muncul. Aku sudah jauh lebih dulu menyukainya, tapi saat itu aku terus-menerus merenungkan mengapa hal itu terjadi dan membenci gadis itu.”

Dari ucapannya, aku merasakan penyesalan ibuku, dan pada saat yang sama aku juga merasa mengerti bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang selama ini dia sembunyikan.

“Apa itu sebabnya ibu jadi tidak menyukai Towa-kun dan Akemi-san? Karena ibu merasa kesal bahwa orang yang ibu sukai menikahi Akemi-san... dan Towa-kun, anak dari Akemi-san.”

“Iya, begitulah.”

“...Tapi, bukannya itu cuma pelampiasan dendam belaka?”

Ketika aku mengomentari bahwa itu adalah pelampiasan dendam belaka, ibuku mengangguk dengan lemah.

Memang, aku juga bisa memahami perasaan ibuku... karena kata “teman masa kecil” bukanlah hal yang tidak berarti bagiku.

Jika Towa-kun, yang selama ini aku sukai, berpaling ke orang lain... bahkan jika kemungkinan itu sudah tidak ada lagi, hanya membayangkan hal itu saja sudah membuat hatiku terasa sakit.

“Seperti yang kamu bilang, itu hanya pelampiasan dendam belaka. Kurasa mungkin aku memiliki perasaan bersalah karena tidak memberitahunya secara langsung saat dia mengalami kecelakaan.”

“Bahkan jika ibu membuat alasan seperti itu...!”

“Aku tahu... Aku memang orang yang sangat buruk.”

Ibuku terlihat sangat sedih, dan ekspresi matanya penuh dengan penyesalan yang mendalam.

Meskipun sebenarnya aku ingin mengatakan, “Lebih baik tidak melakukan hal ini dari awal daripada membuat wajah seperti itu!” aku tidak memiliki hati untuk menambah beban pikiran ibu... Meskipun aku ingin melukai ibu, tapi aku tidak bisa melakukannya lebih jauh dari ini.

“Apa Akemi-san tahu tentang ini?”

“Dia mungkin sudah mengetahuinya jika Ryo-kun yang memberitahunya... Tapi kamu juga belum tahu tentang ini ‘kan, Ayana?”

“...Benar. Aku belum mendengar apa-apa.”

Mengingat kepribadian Akemi-san, jika dia tahu tentang ini, dia pasti akan memberitahuku dan Towa-kun... Jadi pasti Akemi-san belum mengetahui tentang ini.

“Aku akan minum sedikit teh.”

Aku ingin sedikit merilekskan diri dengan minum teh... Ah, rasanya enak.

Sambil menuangkan teh ke gelas kosong ibu, meskipun dengan lemah, ibu mengucapkan terima kasih.

“...Ah.”

Saat itu, tiba-tiba ada sesuatu yang terlintas di pikiranku.

Aku memutuskan untuk tidak menyembunyikan apa pun dan mengungkapkan semua yang terlintas di pikiranku kepada ibu.

“Maaf... mungkin ini kedengarannya aneh, tapi...”

“Apa?”

“Aku sudah tahu mengapa Ibu membenci Towa-kun dan Akemi-san. Dan juga, mungkin alasan Ibu sering mengatakan padaku untuk menghargai waktuku bersama Shu-kun adalah karena... mungkin karena masa lalu ibu sendiri dengan teman masa kecil Ibu tidak membuahkan hasil?”

Ketika aku mengungkapkan pikiranku, ibu dengan jelas mengangguk dan memberitahuku bahwa pikiranku tidak salah.

“...Astaga, mau sampai seberapa jauh kamu ingin membuatku kecewa, bu?”

“Ugh...”

Jangan merengek ‘Ugh’ begitu, ya ampun!!”

Pada akhirnya, yang terungkap hanyalah campur tangan yang terlalu berlebihan... Karena aku berteman dekat dengan Shu-kun saat masih kecil, ibuku memprioritaskan Shu-kun agar tidak menyakitiku dengan mengidentifikasi dirinya dengan masa lalunya.

“Apa Ibu tidak menyadarinya pada waktu itu? Bahkan saat aku ingin bermain dengan teman-temanku, aku dipaksa untuk menghabiskan waktuku bersama Shu-kun.”

“......”

“Tentu saja Ibu tidak akan menyadarinya. Karena hasilnya adalah begini.”

“Jangan bilang begitu!”

“Aku akan terus mengatakannya. Aku terus-menerus dipermainkan oleh ibu.”

“........”

Oh, tampaknya roh ibu hampir meninggalkan tubuhnya...

(Tapi jika ibu seperti ini, apa yang akan terjadi pada Hatsune-san... tidak, mungkin dia hanya memprioritaskan kebahagiaan Shu-kun... dia selalu hanya melihat kebahagiaan keluarganya sendiri)

Karena Hatsune-san selalu ingin membuat Shu-kun senang, dia selalu memprioritaskan kebahagiaan Shu dengan menempatkan diriku di sampingnya... dan itulah situasi di rumah mereka yang mempengaruhi Kotone-chan.

“Terima kasih telah memberitahuku segalanya.”

Setidaknya, itulah yang bisa aku katakan untuk saat ini.

Meskipun ibu tampaknya merasa lega, ekspresinya masih suram... saat seperti ini, apa yang akan dikatakan Towa-kun jika dirinya ada di sini?

“Ayana.”

“Iya?”

Saat aku hendak kembali ke kamarku, ibu memanggil namaku.

Aku mulai menyadari bahwa bagian tidak menyenangkan dalam diriku yang selalu kurasakan terhadap ibuku tiba-tiba menghilang. Aku pun memperhatikan dengan seksama apa yang ingin dikatakan ibu.

“Aku... aku salah. Meskipun sudah terlambat untuk mengatakan bahwa aku tidak pernah ingin membuatmu tidak bahagia, tapi ini adalah sesuatu yang harus kukatakan... Aku benar-benar minta maaf.”

Ibu pun berdiri dan menundukkan kepalanya dengan rendah hati.

Ibuku belum pernah meminta maaf kepadaku seperti ini sebelumnya, dan aku tidak pernah mengira dia akan menundukkan kepalanya padaku.

Aku berdiri di sana sebentar, lalu berlari ke arah ibuku dan memeluknya.

“Ini benar-benar... sudah terlambat sekali, bu.”

“...”

“Tapi... aku senang kita bisa berbicara seperti ini. Aku juga minta maaf karena pernah mengatakan bahwa aku membenci pada kenyataan bahwa kita memiliki hubungan darah.”

Aku tidak begitu menyesali ucapanku saat itu.

Namun... aku merasa berhutang budi sebagai anak yang dibesarkan oleh Ibuku, dan tidak salah untuk mengakui bahwa aku juga telah dicintai dan diurus dengan baik... itulah sebabnya aku meminta maaf.

“Ayana...!”

“Oppss!?”

Ibu memelukku erat-erat di dadanya.

(Ah... sudah lama sekali sejak terakhir kali ibu memelukku seperti ini... Rasanya sangat hangat dan penuh rindu... Sudah kuduga, aku memang tidak bisa benar-benar membenci ibu)

Pada saat itu, tiba-tiba aku merasa melihat ingatan yang aneh.

Ada seorang pria yang marah-marah dan berkata kasar, lalu ibu balas menatapnya dengan mata yang dipenuhi dengan tekad kuat... demi melindungiku, dia akan memelukku dengan erat seperti ini.

(Aku tidak begitu mengenal ayahku, dan aku tidak pernah benar-benar bertanya kepada ibu tentang hal itu... Aku tidak yakin mengenai arti dari ingatan ini, tapi mungkin aku tidak perlu bertanya tentang itu)

Dengan begitu, saya mencapai kesimpulan dalam diriku sendiri dan terus-menerus dipeluk oleh ibu untuk sementara waktu.

“Ibu, apa itu sudah cukup?”

“Ya... kira-kira kapan terakhir kali aku memeluk Ayana seperti ini ya?”

“Benar sekali. Jika ingatanku tidak salah, mungkin itu terjadi sekitaran saat aku masih di kelas 6 SD, bukan?”

“Sebegitu lamanya...?”

Aku merasa bersalah karena membuat ibu terkejut, tapi aku yakin itu benar.

Ibu memang sering membelai kepalaku atau memujiku, tetapi rasanya sungguh sudah lama sekali sejak terakhir kali aku dipeluk seperti ini.

“Ibu, mari kita bicara lagi nanti. Aku agak lelah hari ini..."

“Oh, begitu ya?”

“Iya... Aku akan tidur siang dulu sebentar selama sekitar tiga puluh menit.”

Sejujurnya, aku sudah merasa mengantuk sejak tadi. Mungkin karena aku sudah merasa lega karena menemukan titik akhir yang lebih baik dari yang kuduga setelah berbicara dengan ibu.

“Towa-kun ingin berhubungan baik dengan ibu dan mengatakan bahwa tidak baik jika hubungan kalian tetap buruk seperti ini. Jadi aku akan mencari waktu untuk berbicara dengan Towa-kun. Silakan hadapi dia dengan baik.”

Dengan kata-kata terakhir itu, aku kembali ke kamarku.

“...Apa kata-kataku bisa tersampaikan ke hatinya?”

Paling tidak, ibu sekarang berbeda dari sebelumnya.

Itu menunjukkan bahwa kata-kata yang aku ucapkan telah mempengaruhi hatinya, dan dalam artian lain, bahkan kata-kata kasarku sendiri mungkin tidak hanya memberikan dampak negatif.

Aku tidak pernah bisa memaafkan ibu selama ini.

Tapi sekarang aku sudah memutuskan untuk menerima masa lalu dan melangkah maju... Jadi, sekarang aku bisa memaafkan ibu.

“Jika aku, Towa-kun, ibu, dan Akemi-san bisa berhubungan dengan akur...”

Sambil mengucapkan keinginan tersebut, aku berbaring di tempat tidur untuk tidur sejenak.

 

▽▼▽▼

(Sudut Pandang Towa)

“Baiklah, aku sudah sampai di sini...”

Aku tiba di rumah Ayana tanpa mengambil jalan memutar.

Karena rumah Shu juga berada di dekat sini, aku sangat berhati-hati agar tidak ketahuan oleh keluarga Shu... Tapi, aku tidak terlihat seperti orang yang mencurigakan, bukan?

“Tidak, tidak, aku tidak terlalu mencurigakan, jadi aman-aman saja.”

Tapi... tapi!

Di depanku berdiri istana iblis... ehm, maksudku rumah Ayana. Ayana pasti ada di dalam rumah... mungkin Seina-san juga ada di dalam?

“Aku tidak bisa menghubungi Ayana karena ponselnya ada di sini... Mumpung sudah sampai di sini, kurasa tidak ada pilihan lain selain melakukannya.”

Selama sepuluh detik, aku bernapas dalam-dalam... dan kemudian menekan bel pintu.

“.........”

Aku menelan ludah dan bersiap-siap... dan pintu terbuka.

“Maaf sudah membuatmu menunggu... ah.”

Yang keluar bukanlah Ayana, melainkan ibunya, Seina-san.

Dia memiliki rambut hitam panjang seperti Ayana, tubuh yang berbalut dalam sweater hitam yang melengkung, dan wajah yang mirip dengan Ayana... sama seperti ibuku, penampilannya bisa membuatnya terlihat seperti mahasiswa universitas.

“Halo selamat siang. Aku datang untuk mengantarkan barang yang dilupakan Ayana.”

Aku... Aku merasa kalau aku sudah melakukan yang terbaik.

Tentu saja, aku sudah memperkirakan bahwa Seina-san akan ada di sini, dan sudah mempersiapkan diri untuk bertemu dengannya, tapi ketika aku benar-benar bertemu dengannya, aku merasa sedikit gugup.

Bukan karena dia menakutkan atau apa, tapi tidak tahu apa yang akan dia katakan membuatku kesulitan untuk menghadapinya.

“Kamu…...”

Ini adalah reaksi yang tidak pernah dia duga bahwa aku akan mengunjunginya.

Ya, jika aku berada di posisi Seina-san, mungkin aku juga akan bereaksi serupa. karena aku pasti akan menjadi salah satu dari orang-orang yang takkan pernah berkunjung ke sini.

(...Eh?)

Saat itu, aku menyadari sesuatu saat menatap Seina-san.

Ekspresi wajahnya begitu muram, atau lebih tepatnya menyakitkan, sehingga tidak sesuai dengan ekspresi tenangnya yang biasa..

“Apa anda baik-baik saja?”

“Eh?”

Itulah sebabnya aku bertanya langsung.

“Karena anda terlihat sangat kesakitan.”

Sejujurnya, aku sudah siap untuk diusir dengan kata-kata kasar... tapi melihatnya seperti ini membuatku khawatir, meskipun dia adalah seseorang yang tidak menyukai keberadaanku.

...Mungkin Ayana telah mengatakan sesuatu padanya?

“Aku tidak pernah menyangka bahwa kamu akan mengkhawatirkanku.”

“Apa itu saking mengejutkannya?”

“Yeah... Bagimu, aku adalah seseorang yang tidak ingin kamu temui, bukan?”

Tentu saja, mana mungkin aku bisa mengiyakan hal itu di depannya!

Tapi ya... ini adalah kesempatan bagus.

Jika dia menolakku begitu aku bertemu dengannya, tidak akan ada tempat untukku. Tapi jika Seina-san membuka pembicaraan seperti ini, situasinya akan menjadi berbeda.

“Jujur saja... mungkin begitu. Bagiku, anda... pertemuan kita dan segala sesudahnya bukanlah kenangan yang menyenangkan.”

“Kurasa begitu.”

“Ya. Dipelototi oleh wanita muda yang cantik tuh lumayan traumatis, loh?”

Kenangan itu masih jelas dalam ingatanku, dan sudah tertanam sebagai bagian dari kenanganku.

Pada saat itu, pandangan yang tadinya ditujukan pada Ayana, tiba-tiba beralih dan ditujukan padaku... jika dalam manga, itu seperti tatapan tajam yang menusuk."

Seina-san adalah ibu Ayana, jadi dia mempunyai paras yang sangat cantik... Aku belum pernah punya pengalaman dipelototi oleh wanita secantik itu, bahkan di kehidupanku sebelumnya...tapi itu benar-benar menakutkan.

“Trauma... ya, mungkin begitu. Tatapan seperti itu seharusnya tidak ditujukan pada anak kecil... sungguh, aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan.”

“........”

Eh... apa dia beneran baik-baik saja?

Situasinya terlihat sangat serius meskipun aku ada di depannya... apa yang terjadi sehingga Seina-san menjadi seperti ini?

Jika aku punya dugaan, mungkin itu terkait dengan percakapan kami beberapa hari yang lalu, atau mungkin ada sesuatu yang Ayana katakan setelah pulang... apapun alasannya, situasi ini mungkin merupakan kesempatan bagus bagiku supaya dia mau mendengarkan kata-kataku.

“Maaf, bisakah anda mendengarkan apa yang ingin kukatakan? Biasanya aku akan langsung ditolak, tapi bolehkah aku menggunakan kesempatan ini?”

“...Haha, kamu benar-benar memanfaatkan situasi dengan baik.”

Aku merasa sangat menyesal melihat Seina-san yang tersenyum lemah seperti itu.

Setelah aku bernapas dalam-dalam untuk menenangkan diri, aku menatap mata Seina-san dengan tegas dan melanjutkan perkataanku.

“Aku menyukai Ayana. Aku menyukainya karena dia selalu berada di sampingku, dan membantuku melewati masa-masa sulit.”

“.........”

“Beberapa hari yang lalu, setelah kami berbicara dengan serius, kami memutuskan untuk resmi berpacaran. Seharusnya aku memberitahu Seina-san lebih awal sebagai ibu Ayana... aku minta maaf atas hal itu.”

Selama beberapa hari, aku telah membawa Ayana ke rumahku tanpa seizinnya... Seina-san pasti sangat khawatir.

“Aku seharusnya memberi kabar...”

“Kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Ayana sudah mengirimiku pesan bahwa dia akan menginap.”

“Oh, benar juga... Ayana mengatakan bahwa aku tidak perlu khawatir tentang memberikan kabar."

“Dan dia juga bilang bahwa aku tidak perlu membalas pesannya. Jadi aku tidak membalasnya.”

“Oh...”

Itu sangat khas dari Ayana... mungkin?

Seina-san tersenyum kecil saat mengingat hal itu... dia benar-benar mirip dengan Ayana, dengan senyuman yang begitu indah.

“Rupanya Ayana sangat berarti bagi anda, ya?”

“Tentu saja. Dia adalah satu-satunya anak perempuanku.”

Kurasa ada benarnya juga... aku terpesona oleh senyuman yang begitu indah dan mirip dengan Ayana sehingga aku bertanya hal yang begitu wajar... tapi jika aku terus berpikir seperti ini, mungkin Ayana akan mengetahuinya.

Aku mengurungkan niatku untuk membahas Ayana yang hendak berubah menjadi Raja Iblis, dan aku menyampaikan apa yang harus kukatakan.

“Sebenarnya, kami berdua sudah membicarakan tentang anda.”

“Tentangku?”

“Ya, aku ingin menjelaskan bahwa aku tidak ingin terus berselisih dengan anda dan aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki hubungan kita, meskipun itu membutuhkan waktu yang lama.”

“Jadi begitu ya.”

Aku mengangguk, lalu terus melanjutkan.

“Aku ingin diakui... dan setelah itu, aku ingin memiliki hubungan yang baik dengan anda. Anda adalah ibu Ayana... Meskipun tidak ada keterkaitan langsung yang tidak mungkin bisa dihindari, tapi itu terlalu kesepian.”

“Tunggu sebentar...”

“Hm?”

“Apa kamu benar-benar merasa seperti itu terhadapku?”

“Uhmm... tentu saja.”

Seina-san menatapku dengan mata terbelalak.

Aku sedikit bingung apa aku sudah mengucapkan sesuatu yang aneh, tapi tidak ada alasan untuk tidak ingin menjalin hubungan baik dengan Seina-san sebagai ibu Ayana.

Mungkin akan sulit untuk bersikap ramah jika setiap kali kita bertemu, dia akan melontarkan kata-kata kasar, tapi tidak selalu begitu... Dan dia adalah ibu dari orang yang kucintai.

“Anda adalah ibu dari gadis yang kucintai. Aku yakin akan lebih baik jika kita bisa tersenyum satu sama lain ketimbang terus berselisih... meskipun sulit, aku ingin mencapai masa depan yang seperti itu.”

Dengan tegas, aku melanjutkan dengan kata-kata penutup.

“Meskipun anda tidak mengakuiku, aku akan terus datang untuk berbicara. Jadi bersiaplah... aku tidak gampang menyerah ketika berkaitan dengan Ayana.”

Ini adalah pernyataan tekadku terhadap Seina-san.

...Jika memang dianggap sangat mengganggu, aku akan mengubah perilakuku... Tapi aku akan tetap mengatakannya! Aku ingin Seina-san mengetahui bahwa tekadku sangat kuat.

“Fufu, kamu memang tak terkalahkan."

Seina-san yang menatapku lekat-lekat, mendadak tersenyum... itu bukan senyuman lemah, tapi senyum yang indah dan mirip dengan Ayana.

“Uhmm... Apa aku mengatakan sesuatu yang aneh?”

"Tidak, tidak ada yang aneh. Kamu berusaha untuk tidak menyerah demi orang yang kamu cintai... kamu benar-benar seperti orang itu.”

“Eh?”

Apa yang sedang Seina-san katakan?

Meskipun aku penasaran dengan arti kata-katanya, tapi saat Seina-san tiba-tiba mengangguk dan tersenyum seolah dia memahami sesuatu, aku mulai khawatir dengan apa yang terjadi.

Dia menatapku, tapi aku merasa seolah-olah dia sedang melihat orang lain dalam diriku.

Seina-san mengambil napas dalam-dalam dan kemudian menundukkan kepalanya ke arahku.

“Aku selalu bersikap buruk padamu. Aku bodoh karena tidak tahu apa-apa dan tidak ingin mencari tahu... Maaf. Aku tahu ini terlambat untuk minta maaf, tapi... tolong, biarkan aku meminta maaf... Maafkan aku.”

Aku bahkan tidak bisa tertawa dan mengabaikan permintaan maaf tiba-tiba dari Seina-san... karena aku merasakan keseriusan dari sikapnya.

Aku sebenarnya tidak membutuhkan permintaan maaf, dan meskipun tidak ingin membanding-bandingkan, dibandingkan dengan Hatsune-san atau Kotone, menurutku Seina-san jauh lebih baik... Aku merasa tidak perlu mendengar permintaan maaf ini, tapi aku ingin menerimanya demi Seina-san.

Semoga ini menjadi awalan yang bagus bagi Seina-san untuk bergerak maju, sama seperti halnya untukku dan Ayana.

“Baiklah. Aku menerima permintaan maaf anda.”

“Terima kasih, Yukishiro-kun.”

Seina-san menatapku dengan buliran air mata mengalir di pipinya.

Aku spontan mengeluarkan sapu tangan dari kantongku dan memberikannya padanya.

(...Aku masih sedikit was-was mengenai apa yang akan terjadi, tapi setidaknya satu masalah sudah terselesaikan. Baguslah.)

Seina-san dengan ragu-ragu menerima sapu tangan dan mengusap air matanya.

Sementara aku bertanya-tanya bagaimana keadaan Ayana... tidak, sekarang aku harus fokus pada Seina-san.

Setelah beberapa saat, Seina-san selesai mengusap air matanya.

“Anda tidak perlu membawanya.”

“Oh, padahal aku akan mencucinya dan mengembalikannya nanti.”

“Tidak perlu repot-repot!”

“Benarkah...? Tapi seharusnya aku yang mencuci...”

Akulah memberikannya secara sepihak jadi dia tidak perlu repot-repot melakukan itu, jadi aku segera meminta kembali saputangan itu dan memasukkannya ke dalam saku.

“...Ternyata kamu agak memaksa ya?”

“Memaksa... Apa maksud anda?”

“Fufu, entahlah.”

...Ah, Seina-san tersenyum lagi dengan senyuman yang manis. Gaya tersenyumnya yang menutup mulutnya dengan tangan benar-benar mirip dengan Ayana, tapi kali ini tidak ada ekspresi muram di wajah Seina-san.

Senyum cerianya ini membuatku merasa bahwa ekspresi wajahnya saat pertama kali kami bertemu atau saat kami bertemu di jalan sebelumnya merupakan kebohongan belaka.

(Mungkin, aku bisa mengatakan hal itu sekarang...?)

Seolah-olah terbawa suasana, aku dengan liciknya mengajukan proposal ini meskipun merasa itu tidak adil.

“Umm... bolehkah aku datang ke sini sesekali?”

Setelah aku mengajukan pertanyaan itu, Seina-san langsung mengangguk tanpa ragu-ragu.

“Tentu saja. Mungkin terlambat untuk merasa senang dengan kehadiranmu sekarang, tapi aku sangat menyambut baik jika bisa melihat senyum Ayana di sampingmu. Dan yang lebih penting, demi penebusan atas masa lalu…..tidak, aku juga ingin tahu lebih banyak tentangmu. Karena kamu adalah orang yang dicintai Ayana.”

“Ah... ya! Terima kasih!”

Mungkin dia berhenti sebelum mengucapkan kata “pengampunan” karena merasa bahwa permintaan maaf saja tidak cukup.

Ya, aku sudah menerima permintaan maaf dari Seina-san, jadi tidak perlu lagi permintaan maaf yang lebih dari ini.

“Yukishiro-kun, izinkan aku berbicara dengan ibumu suatu hari nanti. Aku juga harus meminta maaf padanya.”

“Oh... ya baiklah, kapan saja boleh. Ibu bahkan bilang dia ingin merangkul dan berdamai dengan anda, Seina-san.”

“Benarkah...”

Y-Yah, mungkin itu agak mengejutkan atau membuatnya terdiam.

Ibu memang marah besar untukku, tapi sekarang dia juga ingin melupakan masa lalu seperti aku dan Ayana... Ini benar-benar membuatku sangat senang karena semuanya tampak berakhir dengan baik!

“Pokoknya! Aku merasa sangat senang sekarang... Aku tidak pernah berpikir bahwa semuanya akan berakhir dengan baik seperti ini.”

“Ya... meskipun aku setuju dengan itu, tetap saja terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Semua itu salahku karena aku terus-menerus berlarut-larut dengan masa lalu.”

...Maafkan aku, Seina-san.

Ada bagian dari diriku yang meragukan apakah dia benar-benar Seina-san atau bukan karena aku terlalu sering melihatnya bersikap marah dan ketus... Ya.

Hari ini saja, kesanku terhadap Seina-san berubah-ubah begitu cepat.

Meskipun kecanggungan di antara kami belum hilang sama sekali, tapi sekarang aku merasa bahwa aku bisa membangun hubungan yang baik dengan orang ini.

“Uhmm... ngomong-ngomong, apa Ayana sedang pergi ke suatu tempat?”

“Oh, iya. Kamu datang untuk menemui Ayana, kan? Setelah pulang, dia pergi ke kamar untuk beristirahat sebentar setelah berbicara denganku.”

“Begitu rupanya. Jika begitu, ini...”

Ketika aku hendak mengeluarkan ponsel yang juga menjadi tujuan kunjunganku ke sini, tiba-tiba terdengar langkah kaki yang mendekat dengan mantap, seolah-olah seseorang sengaja turun tangga dengan cepat.

“Ibu! Smartphone-ku ketinggalan, jadi aku mau pergi untuk mengambilnya— Towa-kun!?”

Saat Ayana melihatku, ekspresinya berubah dari keterkejutan sebentar ketika melihatku menjadi tatapan tajam saat melihat Seina-san... dan kemudian berubah menjadi ekspresi bingung.

Tidak mengherankan, karena Seina-san yang ada di sisiku menunjukkan aura yang tenang.

“Jadi yang ditinggalkan Ayana adalah ponselnya. Memang benar kalau dari sudut pandang Yukishiro-kun, jika tidak ada cara untuk menghubungi Ayana, maka kamu tidak punya pilihan lain selain datang langsung ke sini.”

“Yah, sebenarnya aku bisa menunggu di sekolah. Tapi aku berpikir pasti rasanya tidak nyaman kalau tidak ada smartphone. Dan selain itu, smartphone itu mahal, iya ‘kan?”

“Iya, benar juga.”

Ternyata Ayana juga agak ceroboh ya, kata Seina-san sambil tersenyum, dan aku pun ikut tersenyum karena terbawa suasana.

Raut wajah Ayana dengan mata melebar dan mulut terbuka sungguh menyegarkan... Aku mungkin belum pernah melihat ekspresi wajahnya yang seperti ini sebelumnya.

Meskipun menyenangkan untuk melihatnya, tapi Seina-san memanggilku.

“Yukishiro-kun... bolehkah aku memanggilmu Towa-kun juga?”

“Tentu saja tidak masalah!”

“Terima kasih, Towa... Towa-kun. Apa kamu akan pulang?”

“Uhmm... Aku masih bisa tinggal sebentar lagi, mengapa?”

“Bukan apa-apa, tapi bagaimana kalau kita berbicara sedikit lebih lama lagi? Aku pikir akan baik jika Ayana juga ikut serta setelah dia bangun seperti ini.”

“Apa boleh? Kalau begitu, aku akan dengan senang hati menerimanya!”

“Iya, ayo silakan masuk. Sekarang, kurasa aku harus menyediakan teh?”

Dengan ajakan dari Seina-san, aku berhasil masuk ke rumah Ayana untuk pertama kalinya.

...Ya, ini pertama kalinya aku masuk ke rumah Ayana... rasanya begitu mengharukan.

Setelah melepas sepatu dan masuk ke dalam koridor, Ayana membuka suara.

“Apa yang sebenarnya terjadi!? Apa sebenarnya aku masih tertidur dan bermimpi!?”

Jika ini pertama kalinya aku melihat ekspresinya tadi, maka ini juga pertama kalinya aku mendengar suaranya sebesar ini, cukup untuk membuat lingkungan sekitar terganggu.

(...Aku berhasil)

Jika kamu mau mengambil tindakan, kamu bisa membawa masa depan ke arah yang lebih baik... itulah yang kusadari kembali dengan makna yang baik.

 

▽▼▽▼

 

Walaupun masih ada beberapa misteri dalam game [Aku Telah Kehilangan Segalanya], sebagian besar dari misteri tersebut diungkap melalui fan-disk ekspansi yang menceritakan kisah Ayana.

Salah satu misteri yang diungkap adalah sebagai berikut:

“...Mengapa Otonashi Seina, yang menjadi sasaran kebencian Ayana, bisa selamat?”

Beberapa orang yang memainkan game tersebut mengucapkan hal tersebut, dan fan-disk juga secara ringan menyentuh masalah tersebut. Kemudian, pengembang juga menuliskan kalimat berikut di situs web resmi game:

Meskipun Seina adalah salah satu target balas dendam Ayana, tapi tentu saja ibunya sendiri menghalanginya, tapi dia kemudian mengetahui bahwa ibunya adalah teman masa kecil ayah Towa. Ayana merasa mereka berdua mirip, dan dia juga mengetahui bahwa dirinya pernah dilindungi oleh Seina ketika dia masih kecil. Itulah alasan mengapa dia tidak membalas dendam pada Seina dan memaafkannya, atau lebih tepatnya tidak menyentuhnya.

Itu adalah penjelasan terperinci mengenai alasan Seina bisa selamat. Meskipun Ayana awalnya dipenuhi dengan perasaan dendam, tapi masih ada rasa sayang terhadap orangtuanya yang tersisa di hatinya... Mungkin ada pemain yang merasa kalau hal tersebut terlalu naif atau hanya ingin melihat aksi balas dendam, namun pada akhirnya Ayana tidak melukai Seina.

Pada akhirnya, peran Seina dalam game selesai sampai di situ, jadi tidak diketahui apa yang terjadi selanjutnya. Mungkin saja ada kemungkinan Ayana dan Seina bisa berdamai dan menjalani masa depan bersama.

“....Tapi yah, rasanya memang seperti Ayana banget ya... dia memang gadis yang baik.”

Jika kamu memainkan game ini, kamu akan memahami bahwa Ayana adalah gadis yang baik hati.

Meskipun game ini banyak difokuskan pada Ayana yang membunuh perasaannya sendiri demi orang yang dicintainya dan mempertaruhkan hati dan jiwanya untuk balas dendam, esensi dari karakter Ayana adalah cintanya yang setia dan kebaikannya ......Walaupun kebaikan itu juga mengandung ketakutan yang mendalam bagaikan jurang maut.

“...Oh, komentarnya masih berlanjut.”

Pria itu bergumam sambil menatap sebuah komentar yang menarik perhatiannya.

Ngomong-ngomong, ini tidak dijelaskan dalam fan-disk, tapi Ayana bukanlah satu-satunya yang terlibat dalam rencana balas dendam. Dia memang memiliki keberanian untuk melakukannya sendiri, tapi... dia hanya seorang gadis SMA. Jadi tentu saja dia memiliki komplotan.

Komplotan yang membantu Ayana dalam rencana balas dendamnya...Kira-kira komplotan itu siapa?

Membicarakannya hanya membuang-buang waktu saja, jadi mari kita bicarakan itu kapan pun aku menginginkannya.

“Kenapa!!”

Pria itu memprotes dengan tegas.

Selain dirinya, pasti ada banyak orang yang ingin mengetahui rahasia tersebut... Mungkin satu-satunya kesempatan untuk mengetahuinya adalah ketika para pengembang merasa ingin membicarakannya... atau ketika sesuatu yang tidak realistis seperti bereinkarnasi ke dalam dunia game terjadi.

“Komplotan Ayana... kira-kira siapa ya?”

Pria itu kembali memainkan game untuk melihat apa mungkin ada petunjuk di suatu tempat, mungkin di cerita utama atau di dalam fan-disk.

Tapi pada akhirnya, tidak mengherankan jika ia tidak menemukan petunjuk apa pun.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama